SENI TARI BANYUWANGI
Gandrung
Gandrung adalah seni tari khas masyarakat Using yang sekarang menjadi maskot
Kabupaten Banyuwangi. Seorang penari gandrung identik dengan perempuan yang
bergulu menjangan berkaki kijang, yang berarti lincah bagai rusa dan memiliki
suara yang merdu. Struktur pementasan gandrung meliputi jejer, paju, dan
seblang¬seblang. Musik iringan gending jejer yang semula rancak berganti menjadi
lembut dan penari melantunkan gending Padha Nonton sebagai lagu wajib
pembuka.
Gandrung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional Using yang
keberadaannya tetap diminati oleh masyarakat. Salah satu keunikan seni gandrung
ialah terpadunya gerakan tari yang dinamis dengan suara instrumen yang beragam
dan bersuara rancak bersahut-sahutan. Dalam pertunjukan gandrung seorang
penari gandrung seringkali melantunkan pantun-pantun Using baik yang terdiri dari
dua larik maupun empat larik. Pantun-pantun tersebut ada yang bernuansa agama
dan ada pula yang bernuansa asmara.
Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus
globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya
dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah
satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari
pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian
pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai
terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti dangdut dan campursari.
Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan Dewan Kesenian Blambangan
meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini adalah kesenian yang
mengandung nilai-nilai historis komunitas Using yang terus-menerus tertekan
secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk
perlawanan kebudayaan daerah masyarakat Using.[5]
Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negatif di
tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri
menilai bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang berprofesi amat negatif
dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan
terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak Desember 200, Tari Gandrung resmi menjadi maskot pariwisata Banyuwangi
yang disusul pematungan gandrung terpajang di berbagai sudut kota dan desa.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga memprakarsai promosi gandrung untuk
dipentaskan di beberapa tempat seperti Surabaya , Jakarta , Hongkong, dan
beberapa kota di Amerika Serikat.
SeblangSeni tari seblang merupakan tarian sakral yang berkaitan dengan upacara magis
untuk mendatangkan roh halus, roh leluhur atau Hyang. Jenis seni tari yang hanya
terdapat di Desa Olehsari dan Bakungan, Kecamatan Galagah, Kabupaten
Banyuwangi ini diperkirakan sebagai peninggalan kebudayaan pra-Hindu yang
sampai sekarang masih hidup dan tetap dilestarikan. Tari seblang adalah tarian
yang diiringi gamelan dan dilakukan oleh seseorang dalam keadaan kejiman atau
tidak sadarkan diri (intrance) karena kerasukan atau keserupan roh halus, roh
leluhur, atau Hyang. Tarian ini merupakan sarana pemujaan terhadap roh halus,
baik roh yang bersifat baik maupun yang tidak baik. Jadi, gerakan-gerakan yang ada
pada tari seblang merupakan gerakan tarian roh yang merasuk ke wadah penari.
Ciri-ciri gerakannya yiatu dilakukan dengan ritme yang monoton.
Pementasan seni tari ini hanya dilaksanakan sekali dalam setahun, yaitu setiap
tanggal 1 Suro bertepatan dengan dilaksanakannya upacara bersih desa atau
selamatan desa. Bila pementasan tari seblang tidak diadakan diramalkan akan
menimbulkan malapetaka bagi masyarakat desa Olehsari. Atas petunjuk roh halus,
pada saat ini pementasan tari seblang dilaksanakan pada setiap Hari Raya Syawal,
yaitu tiga atau empat hari sesudahnya. Pementasan tari Seblang dimulai pukul
13.00 sampai dengan pukul 16.00 selama satu minggu.
Barong
Kesenian barong merupakan teater rakyat yang memadukan unsur tari, musik, dan
lagu serta cerita yang telah baku dan turun-temurun. Pada awalnya, seni ini
merupakan seni pertunjukan yang bersifat sakral dan pementasannya dilaksanakan
hanya pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat upacara bersih desa yang
diselenggarakan pada minggu pertama bulan Haji (Besar). Tetapi, dewasa ini seni
barong sudah menjadi pertunjukan yang bersifat hiburan sehingga bisa dipentaskan
pada saat pesta perkawinan, khitanan, atau pergelaran-pergelaran seni lainnya.
Kesenian ini merupakan seni rakyat yang secara khusus mengandung ciri khas
Using, baik yang menyangkut musik, tari, dialog, maupun ceritanya. Di Kabupaten
Banyuwangi yang masih mempertahankan orisinilitas kesenian barong kurang lebih
berjumlah empat kelompok, yaitu kelompok Seni Barong Kemiren, Mandalikan,
Mangli, dan Jambersari. Akan tetapi, dari keempat kelompok itu hanya kelompok
seni barong Kemiren saja yang masih utuh “keUsingannya” dan sering melakukan
pementasan.
Seni Barong di desa Kemiren diciptakan oleh Eyang Buyut Tompo pada sekitar
1830-an. Pada saat itu di desa Kemiren ada pertunjukan Seblang yang dimainkan
Embah Sapua. Ketika penari seblang kesurupan, terjadilah dialog dengan Eyang
Buyut Tompo agar pementasan seblang dipindah ke desa Ole-Olean (Olehsari),
sedangkan di desa Kemiren dipentaskan seni barong. Sejak saat itu ada ketentuan
yang harus dipegang teguh oleh masyarakat, yakni masyarakat desa Kemiren tidak
diperkenankan mementaskan seblang, dan sebaliknya masyarakat.
Olehsari tidak boleh mementaskan barong. Seni Barong yang diciptakan Buyut
Tompo ini didasari oleh leluhur masyarakat Kemiren, Eyang Buyut Cili, yakni tokoh
yang dimitoskan dan dianggap sebagai danyang atau penjaga desa Kemiren. Oleh
karenanya setiap pementasan, yakni tatkala barong mengalami kesurupan yang
masuk adalah Buyut Cili.
Hadrah Kuntulan
Kesenian hadrah kuntulan lahir tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di
Banyuwangi. Sebelumnya, hadrah kuntulan ini bernama seni hadrah barjanji.
Menurut beberapa seniman kuntulan berasal dari kuntul, nama sejenis unggas
berbulu putih, yang selanjutnya warna putih ini dijadikan sebagai warna busana
yang dipakai para pemainnya. Sementara itu, beberapa seniman yang lainnya
seperti Hasan Singodimayan, Andang CJ, dan Sudibjo Aries berpendapat bahwa
nama kuntulan secara etimologis berasal dari kata arab kuntubil yang artinya
terselenggara pada malam hari. Kata tersebut berkaitan dengan aktifitas santri
setelah belajar mengaji, yaitu untuk melepaskan rasa jenuh pada malam hari
mereka mengadakan kegiatan dengan melontarkan pujian-pujian yang berbentuk
syair barjanji dengan diiringi rebana disertai gerakan-gerakan yang monoton.
Pementasan seni hadrah kuntulan berupa tarian rodat (penari laki-laki) yang diiringi
dengan rebana ditingkahi vokal barjanjen atau asrokal. Pada awal kelahirannya, di
saat pementasan semua penarinya adalah laki-laki karena masyarakat
menganggap tabu dan melanggar ajaran agama Islam jika tarian tersebut
diperagakan oleh perempuan. Gerakan yang digunakan juga sangat sederhana,
yaitu gerakan yang menggambarkan orang shalat, wudu’ dan adzan. Dalam
perkembangan selanjutnya, seni hadrah kuntulan mengalami berbagai
pernyempurnaan, baik dalam instrumen musik, tarian, busana, maupun penampilan
wanita dalam pementasan.
Padang Ulan
Masyarakat Banyuwangi mempunyai sifat ceria, baik dalam permainan maupun
dalam kesenian. Ketika bulan purnama (padhang ulan) antara tanggal 13–17 bulan
Jawa, kaum muda mengadakan permainan di perkampungan-perkampungan
maupun di pantai, baik secara berkelompok maupun berpasangan. Pada saat
seperti ini dimanfaatkan untuk bersenang-senang saja atau untuk mencari jodoh.
Situasi seperti inilah yang akhirnya memberikan inspirasi kepada para seniman
Banyuwangi untuk menciptakan lagu-lagu, gending, dan tari padhang ulan (terang
bulan). Sesuai dengan situasi yang melatarbelakanginya, maka tari padhang ulang
mempunyai ciri khas lincah, gembira, dan agak erotis.
Sabuk Mangir
Tari sabuk mangir memiliki latar belakang yang bersifat magis. Istilah sabuk mangir
merupakan perpaduan dari dua kata, yaitu sabuk berarti ikat pinggang dan mangir
nama sebuah desa di Rogojampi. Sabuk mangir terkenal sebagai sabuk sakti orang
Mangir. Berdasarkan kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang berada dalam
sabuk tersebut, orang Mangir berusaha melawan musuh-musuhnya, baik yang
musuh yang fisik maupun non-fisik.
Puputan Bayu
Latar belakang tarian ini adalah sebuah ceritera perjuangan seorang wanita
bernama Sayuwiwit yang berperang melawan Belanda (VOC). Sayuwiwit
mengorganisir para pemudi di zamannya dalam sebuah pasukan wanita yang
disegani kawan maupun lawan. Pasukan wanita yang dipimpin oleh srikandi
Sayuwiwit ini yang melakukan perlawanan terhadap VOC dengan perang puputan.
Perang puputan adalah perang habis-habisan yang menimbulkan banyak korban,
baik di pihak lawan maupun di pihak Sayuwiwit. Perang puputan di desa Bayu inilah
yang menjadi inspirasi terciptanya tari puputan bayu.
Pupus Widuri
Pupus widuri terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Using, yaitu pupus yang
berarti daun muda dan widuri adalah nama sejenis makhluk cantik atau bidadari.
Jadi, makna kata pupus widuri adalah gadis muda yang sangat cantik seperti
bidadari. Oleh karena itu, tarian ini dilakukan oleh seorang gadis yang baru
menanjak remaja. Tari pupus widuri merupakan gabungan dari beberapa gerak tari
tradisional Banyuwangi, seperti tari seblang, tari gandrung, tari gridhoan, dan tari
ngarak penganten. Gerakan tari-tarian tersebut digabung dan dikonstruksikan
sedemikian rupa sehingga menjadi suatu gerak yang harmonis dan bisa membuat
penonton terpesona, baik oleh gerakan maupun kecantikan penarinya.
Keter Wadon
Keter wadon adalah sebuah tari yang diilhami oleh kegiatan burung-burung pipit
yang lincah, bebas berkeliaran di udara, mencari makan di mana-mana tanpa ada
yang menghalangi, kecuali si anak nakal. Mereka beterbangan di udara, hinggap di
atas pohon, bermain di telaga bening, berjemur di panas matahari sambil
bercengkerama. Namun, malang karena seekor dari mereka jatuh dipanah,
disumpit atau ditembak oleh seseorang yang jahil sehingga ia ditinggal pergi oleh
teman¬temannya yang lari ketakutan dan mencari dunia yang lebih bebas dan
aman.
Walang Kadung
Tari walang kadung adalah salah satu seni tradisional daerah Banyuwangi yang
penciptaannya berdasarkan pengalaman atau pengamatan terhadap kehidupan
walang kadung di pohon-pohon atau dedaunan. Walang kadung merupakan jenis
serangga yang biasa hidup di daun-daun muda pohon jambu kluthuk (jambu batu).
Jika diperhatikan, gerakan binatang ini sangat menarik, terutama pada kaki
depannya, kaki belakang yang panjang tidak pernah diam, kepalanya yang tidak
pernah tunduk, serta matanya yang selalu terbelalak.
Jaranan ButoKesenian jaranan buto berasal dari desa Cemetuk Kecamatan Cluring, Kabupaten
Banyuwangi. Istilah jaranan buto mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo
(terdapat anggapan bahwa Minakjinggo itu bukan berkepala manusia, melainkan
berkepala raksasa). Instrumen musik jaranan buta terdiri atas seperangkat gamelan
yang terdiri dari 2 bongan (musik perkusi), 2 gong (besar dan kecil) atau kencur,
sompret (seruling), kecer (instrumen musik berbentuk seperti penutup gelas yang
terbuat dari lempengan tembaga), dan 2 kendang.
Sebagai isntrumen peraganya/utamanya adalah replika (penampang samping) kuda
raksasa yang terbuat dari anyaman bambu. Wajah raksasa didominasi warna merah
menyala, dengan kedua matanya yang besar sedang melotot. Dalam
pementasannya masih dilengkapi dengan tiga jenis topeng buto (raksasa), celengan
(babi hutan) dan kucingan (kucing) yang kesemuanya terbuat dari kulit. Topeng-
topeng ini ini harus digunakan secara bergantian oleh para pemainnya, baik pemain
laki-laki maupun pemain perempuan.
Erek-Erekan
Salah satu jenis tari daerah Banyuwangi yang diangkat dari motif pergaulan awal
muda-mudi sebelum melangkah menuju saling mengenal antara satu dengan yang
lain, didahului sikap tukar pandang karena hati yang telah saling terkena. Tarian
termasuk jenis tari pergaulan muda-mudi ini mengambil ide dasar dari salah satu
gending Gandrung Banyuwangi Ngranjang Gula yang mengandung arti tradisi
basanan bahasa Usinga Banyuwangi, berakhir dengan pengertian “erek-erekan”.
Ngranjang Gula dimaksudkan semacam keranjang dari anyaman daun nipah untuk
tempat gula Jawa dari pohon aren biasa disebut “gula kerekan”. Dari ungkapan
“gula kerekan” inilah kiranya lahir ungkapan “erek-erekan” yang berarti suatu
tindak perbuatan kalangan muda-mudi daerahnya bersikap saling memandang
saling melirik, saling mengamati dan saling ingin bertemu antara pasangan muda-
mudi sebelum kenal intim.
Secara umum penyajian tari ini dengan ide garap puncak gending dan musik khas
daerah Banyuwangi, antara lain pada gending Gandrung Gurit Mangir, Ngranjang
Gula, Seblang, Senggol-senggolan, dan sebagainya, dengan motif romantis berikut
iringan musik aransemen khas daerahnya. Demikian penyajian tari “erek-erekan”
dari basanan Using Banyuwangi “Ngranjang gula wis wayahe erek-erekan”.
Jaran Goyang
Tari Jaran Goyang, merupakan tari khas yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi.
Tari ini menceritakan tentang seorang pemuda yang ditolak cintanya oleh seorang
gadis, merasa ditolak, pemuda tersebut terus berusaha dan mengejar ngejar gadis
yang menjadi idamanya, namun sigadis tetap saja menolaknya.
Hingga akhirnya pemuda itu menggunakan ajian kesaktian berupa Aji Jaran Goyang,
dan seketika itulah sang gadis langsung terpikat kepada pemuda tersebut. Dalam
pagelaran tari Jaran Goyang, menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi yang akrab di panggil Bram saat dikonfirmasi mengatakan, penari
harus memahami cerita didalamnya, dengan perwatakan yang disesuaikan dengan
alur cerita didalamnya, maka pihaknya yakin, tari ini mampu membawa pemeirsa
tari jaran goyang ke masa muda saat berusaha mengejar cintanya.
" Tari Jaran Goyang, adalah karya dari S. Parman, Tari itu menceritakan ketika
seorang pemuda ditolak cintanya oleh seorang gadis, lalu dengan menggunakan
kesaktian ajian jaran goyang maka gadis itu menjdi terpikat, dalam penyajianya,
sang penari harus bisa menarikan dengan baik, agar penton pagelaran Tari Jaran
Goyang, bisa terbawa kembali ke masa masa percintaanya " paparnya
Bram Menambahkan, tari jaran goyang diciptakan oleh Budayawan Budayawan
Banyuwangi, berkat ide dari mereka tari Jaran Goyang hingga saat ini disukai oleh
masyarakat Kabupaten Banyuwangi. “Tari Jaran Goyang tercipta, berawal dari ide
garap S. Parman Asal Desa Sumbersari yang didukung oleh Soemitro Hadi asal Desa
Gladak selaku penata tari Jaran Goyang. Untuk Aransmen Music Gamelanya itu di
aransmen oleh P. Kapi asal Desa Lemahbang Dewo, penata musicnya P. Rajuli Asal
Desa Mangir, berkat merekalah tercipa Tari Jaran Goyang " pungkasnya.
Cengkir Gading
Cengkir adalah buah kelapa yang masih muda. Gading adalah jenis kelapa
berwarna kuning dan pohonnya tidak terlalu tinggi. Jadi Cengkir Gading adalah buah
kelapa kuning yang masih muda dengan pohon yang tidak terlalu tinggi. Bentuk
buah dari jenis kelapa ini bulat, tidak terlalu besar memang. Dan dalam masyarakat
Jawa sering digunakan dalam sebagai hiasan simbolik di gapura atau pintu masuk
tempat resepsi pernikahan.
Bahwa Blog ini bernama CENGKIR GADING dimaksudkan sebagai sebuah simbol
bahwa kaum muda adalah sebuah cengkir yang bentuknya bulat, jujur, polos,
belum terimbas oleh pamrih yang bisa membuat satu semangat tidak lagi bulat.
Pada masanya kaum muda adalah pewaris sah dari kehidupan ini. Rasanya manis
memang, dan kita harus terpanggil untuk menjaga kebulatan dan energi kaum
muda yang meskipun tidak menjulang tinggi tetapi tetap membumi dan berguna.
SENI KRIYA BANYUWANGI
1. Batik Banyuwangi
Tak banyak warga yang tahu, bahwa sejatinya Banyuwangi merupakan salah
satu daerah asal batik di Nusantara. Banyak motif asli batik khas Bumi
Blambangan. Namun hingga sekarang, baru 21 jenis motif batik asli
Banyuwangi yang diakui secara nasional.
Di antara 21 motif batik yang kini banyak digandrungi warga Blambangan, di
antaranya ada motif gajah uling, paras gempal, kangkung setingkes,
sembruk cacing, gedegan, ukel, blarak semplah, dan moto pitik. Nama motif
ini khas Banyuwangi, ini menunjukkan batik asli Banyuwangi.
2. Kerajian Kayu
Industri kerajinan kayu tersebar di seluruh daerah Banyuwangi, seperti di
Giri, Klatak, Penganjuran, Tukang Kayu, Banjarsari, Tampo, Kaligondo
( Pesanggaran ). Hasil kerajinan kayu berupa bubut kayu, mosaik, guci, vas,
asbak, dekorasi dinding, mangkok, patung, relif, perabot rumah tangga,
berbagai macam hiasan untuk cinderamata dan lain - lain.
3. Pisau Komodo
Industri pisau komando di produksi di Kelurahan Singotrunan Jl. Kerinci No 11
Banyuwangi. Ada bermacam - macam produk pisau komando antara lain;
samurai komando, pisau dapur, golok dan pisau khas tradisional; rencong,
mandau, kujang, campurian, clurit, dan sebagainya.
4. Kerajinan Perak
Industri Rumah tangga yang berupa Kerajinan Perak milik Saiful Bachri -
terletak di Dusun Krajan Desa Dasri Kec. Tegalsari. Industri ini
memperkerjakan karyawan sekitar 10 orang. Pemasarannya ke berbagai
daerah. Sering mengikuti Pameran dan Pekan Promosi tidak hanya di Daerah
Banyuwangi akan tetapi ke berbagai kota yang ada di Jawa Timur ini dan
sering melayani pesanan dari Luar negeri dan luar Propinsi. Dusun Krajan
Desa Dasri / Kantor Kec. Tegalsari.
5. Industri Kompor
Industri Rumah tangga pembuatan kompor ini terletak di Dusun Blokagung
Desa Karangdoro Kecamatan Tegalsari. Industri rumah tangga ini
memperkerjakan karyawan sebanyak 8 orang dengan sistem borongan.
Pemasarannya ke berbagai daerah di luar Kab. Banyuwangi. MUNJAR
MOHTAROM adalah Pemilik Industri rumah tangga ini. Lokasi: Dusun
Blokagung Desa Karangdoro Kec. Tegalsari Kab. Banyuwangi
6. Kerajinan Boneka Gandrung
Boneka Gandrung terbuat dari bahan fiberglass yang dapat berupa patung,
gantungan kunci, hiasan dinding atau asesoris mobil dan berbagai
cinderamata lainnya. Pengrajinnya dapat ditemi di Kelurahan Tukang Kayu,
Kecamatan Banyuwangi.
7. Kerajinan Daur Ulang - Akar Daun
Kerajinan daur ulang ini terdapat di Dusun Kejoyo Desa Tambong Kecamatan
Kabat Banyuwangi. Barang – barang kerajinan ini berasal dari bahan bahan
yang semula tercecer dihutan, gunung, sungai, kebun dan berbagai tempat
yang tidak mendapat perhatian. Kayu kering, akar, daun, kulit pohon pisang
dijadikan cineramata, furniture, lampu, tas, topi dan sebagainya yang sangat
bagus.
8. Kerajinan Gerabah Tanah Liat
Berada di Kelurahan Pengantigan, dalam kota Banyuwangi. Dulu namanya
Gentengan karena pusat tempat orang membuah gerabah tanah liat berup
guci, vas bunga, genteng dan berbagai perabot rumah tangga lainnya.
Pengunjung bisa melihat proses bagaimana gerabah tanah liat itu dibuat.
Lokasi: Kelurahan Pengantigan Kecamatan Banyuwangi
9. Kerajinan Tenun Serat Pisang Abaka
Masyarakat using dulunya terkenal dengan kerajinan tenun. Tenun serat
pisang abaka yang ada dan satu-satunya di Banywangi ini berada di desa
kemiren, Kecamatan Glagah. Bahannya diambil dari perkebunan Bayu Lor,
dimana satu-satunya perkebunan di Banyuwangi yang menanam pisang
abaka.
10.Kerajinan Bambu – bambu
Adalah sangat mudah memperoleh bambu di Banyuwangi. Para pengrajin
mengolahnya menjadi berbagai jenis cinderamata yang indah seperti tutp
lamu, tempat buah, tutup piring, furniture dan dekorasi interior dan
sebagainya. Pusat kerajinan bambu ini terdapat di Desa Gintangan
Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.
Lokasi: Desa Gintangan Kecamatan Rogojampi Banyuwangi
11.Kerajinan Sapu Ijuk
Industri Rumah Tangga yang berupa Kerajinan Sapu Ijuk milik Sdr. Samsul
Arifin ini terletak di Dusun Sumbergayam Desa Dasri Kec. Tegalsari.
Karyawan yang dipekerjakan sekitar 12 orang. Pemasarannya ke Pulau
Dewata / Bali. Dusun Sumbergayam Desa Dasri / Kantor Kec. Tegalsari