1
SEJARAH LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN MIFTAHUL ULUM AL-MUSRI’ 1
Hafiizh Muhammad Ramadhan Guru PAI Al-Basyariyah 2 Bandung
Al-Basyariyah 2 Cigondewah Rahayu Bandung 40215 Email: [email protected]
A. Latar Belakang Masalah
Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia sehingga menjadi manusia
juara, yakni manusia muttaqin atau insan kamil. Usaha ini sudah berjalan sangat lama
berlangsung di Indonesia. Sejarah sudah mencatat dengan tinta emas, manusia-manusia
Indonesia yang luar biasa di masa lalu. Karya terbaik mereka adalah dengan membawa
bangsa Indonesia pada gerbang kemerdekaan dari kungkungan dan cengkraman bangsa
penjajah. Atas perjuangan para pendiri bangsa, manusia Indonesia mendapatkan kembali
harga diri sebagai manusia yang merdeka dan berdaulat atas bangsanya sendiri.
Diantara peran perjuangan bangsa Indonesia hingga sampai pada pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia adalah peran dari pendidikan Islam di Indonesia.
Kemerdekaan bangsa Indenesia tidak bisa dilepaskan kiprah para pejuang dan pahlawan
pendidikan, terutama pendidikan Islam, yakni pendidikan pesantren.
Pendidikan Islam di pondok-pondok pesantren yang tersebar di berbagai wilayah
Nusantara telah berperan aktif dalam membangun kesadaran kemerdekaan bangsa, baik
masa merebut kemerdekaan ataupun masa mempertahankan kemerdekaan. Diantara
peristiwa yang fenomenal adalah peristiwa lahirnya resolusi jihad dari tokoh pesantren;
K.H. Hasyim Asy‟ari, dalam rangkan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Peran pesantren dalam mencerdaskan kehidupan bangsa terus berlanjut hingga saat
ini. Walaupun tantangan eksistensi pesantren mulai terancam dengan berkembangnya
dunia pendidikan, terutama pendidikan yang memenuhi kebutuhan industri dan
globalisasi, namun pesantren mampu bersikap adaktif terhadap kemajuan dan
2
perkembangan itu, tanpa menghilangkan kekhasan pendidikan pesantren yang sudah
menjadi tradisi alami.
Tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan dan bersedia menerima
perubahan demi mencapai pengembangan pendidikan Islam di masa kini dan masa yang
akan datang. Tidak sedikit pula pesantren yang memiliki sikap menutup diri dari segala
perubahan-perubahan dan pengaruh perkembangan zaman dan cenderung
mempertahankan apa yang menjadi kekhasan pesantren, terutama pesantren-pesantren
yang bercorak salafy tradisional.
Dalam hal inilah peneliti menelaah perkembangan lembaga pendidikan pesantren
salafy tradisional. Sejauh mana pondok pesantren salafy tradisional menyikapi kemajuan
jaman yang disertai dengan perkembangan dan kemajuan bidang pendidikan secara
umum.
Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri 1 kampung Babakan Simpang, DS. Dukuh Kec.
Ibun Kab. Bandung merupakan salah satu dari sekian banyak pesantren bercorak salafy
tradisional yang masih eksis hingga saat ini. Ponpes Al-Musri 1 dijadikan objek
penelitian, karena peneliti merupakan alumni dari pondok pesantren tersebut. Maka judul
makalah ini adalah “Dampak Pengembangan Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren
Salafiyah Tradisional (Penelitian di Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren
Miftahul Ulum Al-Musri‟) ”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian meliputi:
1. Bagaimana sejarah berdiri lembaga pendidikan Islam pondok pesantren Miftahul
Ulum Al-Musri 1?
2. Bagaimana pengembangan lembaga pendidikan Islam pondok pesantren Miftahul
Ulum Al-Musri 1?
3. Apa dampak dari pengembangan lembaga pendidikan Islam pondok pesantren
Miftahul Ulum Al-Musri 1?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya lembaga pendidikan Islam pondok pesantren
Miftahul Ulum Al-Musri‟1.
3
2. Untuk mengetahui pengembagan lembaga pendidikan Islam pondok pesantren
Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1.
3. Untuk mengetahui dampak pengembangan lembaga pendidikan Islam pondok
pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1.
D. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2013:2), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan
kegunaan.
Dalam mengumpulkan yang sesuai dengan tujuan yang dibutuhkan, peneliti
menggunakan dua metode penelitian, yaitu metode observasi dan wawancara.
a) Teknik Observasi. Menurut Arikunto (2006:124), Observasi adalah
mengumpulkan data atau keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan
usaha-usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan diselidiki.
Adanya observasi, maka peneliti secara langsung mengunjungi Lembaga
Pendidikan Islam Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri‟ 1 di kampung
Babakan Simpang, DS. Dukuh Kec. Ibun Kab. Bandung. Dengan demikian
peneliti dapat mengetahui pengembangan lembaga pendidikan Islam Pondok
Pesantren Miftahul Huda Al-Musri‟ 1 dan dampaknya. Peneliti melakukan
pengamatan langsung terhadap objek fisik dan non fisik di lingkungan
pondok. Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
observasi merupakan kegiatan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
oleh peneliti guna menyempurnakan penelitian agar mencapai hasil yang
maksimal.
Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah sebagai
berikut :
- Merumuskan tujuan observasi
- Membuat kisi-kisi observasi
- Menyusun pedoman observasi
4
- Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan
dengan pengembangan fisik pesantren ataupun pengembangan non fisik.
- Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-
kelemahan pedoman observasi.
- Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba.
- Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.
Pedoman Observasi
Tujuan : Untuk memperoleh data dan informasi tentang dampak
pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren Miftahul Ulum
Al-Musri‟ 1.
Petunjuk :
Berilah tanda centang (√) pada kolom-kolom skala yang sesuai dengan hasil
observasi.
PEDOMAN OBSERVASI DAMPAK PENGEMBANGAN PONPES AL-
MUSRI‟ 1
Nama pesantren :
Alamat :
Hari/Tanggal :
No Aspek-Aspek Yang Diobservasi Hasil Ket.
Ada Tidak ada
1 Pengembangan Fisik
a. Pembangunan Asrama/Pondok Putra
b. Pembangunan asrama/pondok putri
c. pembangunan ruang belajar
d. pembangunan mesjid
e. pembangunan laboratorium
f. pembangunan sarana olah raga
d. pembangunan kantin/koperasi
g. pembangunan fasilitas lain yang
relevan
h. tersedia administrasi pesantren
i. tersedia cukup jumlah pengajar yang
baik
j. tersedia manejemen yang profesional
k. mendirikan lembaga pendidikan
formal
2 Pengembangan Non Fisik
a. kompetensi lulusan meningkat
b. tingkat kepuasan masyarakat sebagai
5
user meningkat
c. tingkat kepuasan santri meningkat
d. pengembangan ilmu pengetahuan
umum
e. pemahaman kiyai tentang
pengembangan pendidikan pesantren
g. jumlah lulusan pertahunnya meningkat
Observi, Observer,
(................) (...................)
b) Teknik Wawancara. Menurut Sugiyono (2013:194), Pengertian wawancara
sebagai berikut: Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman
wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan
data yang dicari. Wawancara pada penelitian ini dilakukan tatap muka
langsung dengan pemimpin Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren
Miftahul Huda Al-Musri‟1; KH. Mahmudin Efendi, Dewan Kiyai pontren;
KH. Musthafa, pengasuh pondok, dan beberapa santri senior.
Pedoman wawancara, peneliti susun sebagai berikut :
- Merumuskan tujuan wawancara
- Membuat kisi-kisi pedoman waancara
- Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk
oertanyaan yang diinginkan.
- Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan
yang disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi.
- Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
6
No Masalah Tujuan Pertanyaan Bentuk
pertanyan
1 Pemahaman
tentang
pengembangan
pendidikan
pondok pesantren
Untuk
mengetahui
paradigma kiyai
tentang
pengembangan
pendidikan
pesantren
Apa
paradigam
kiyai tentang
paradigma
pengembangan
pesantren?
“Upami
kapayunna
pesantren teh
bakal
dikembangkeun
sapertos
kumaha?”
2 Sejarah pesantren Mengetahui
sejarah
pesantren
Bagaimana
sejarah
pesantren al-
Musri‟ 1?
“Kumaha
dongengna
pesantren ieu
ngadeg?”
3 Pengembangan
kurikulum dan
dampaknya
Mengetahui
pengembangan
kurikulum
pesantren dan
dampaknya
Bagaimana
pengembangan
pesantren
dalam aspek
kurikulum?
Dan apa
dampaknya?
“Dupi
kelebihan na
belajar di
pesantren al-
Musri‟ 1 naon?
4 Dampak
pengembangan
lembaga ponpes
Al-Musri‟ 1
Mengetahui
dampak
pengembangan
pesantren
Apa dampak
pengembangan
pesantren?
“Kumaha
dampak na tina
perubahan-
perubahan nu
tos dilakukeun
di pesantren?”
Format Pedoman Wawancara
No Aspek-aspek yang
diwawancara
Ringkasan jawaban Ket.
1 Sejarah dan profil pesantren
2 Aspek-aspek pengembangan
pesantren
3 Dampak pengembangan
pesantren
Dalam melaksanakan wawancara, peneliti memperhatikan :
- Hubungan baik dan ta‟zim antara pewanwancara dengan orang yang
diwawancarai, terutama dengan kiyai.
- Menusahakan dalam wawancara tidak kaku, tapi akrab dan tetap sopan.
- Memperlakukan responden sebagai sesama manusia secara jujur.
- Berusaha sesingkat mungkin, terutama dengan Kiyai guru peneliti yang
kondisinya sedang tidak sehat.
7
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
Pengembangan artinya proses, cara, perbuatan mengembangkan (Kamus Bahasa
Indonesia, 2002: 538). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun
2002, pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya
untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Pengembangan secara umum berarti pola pertumbuhan, perubahan secara perlahan
(evolution) dan perubahan secara bertahap.
Menurut Sells & Richey (Alim Sumarsono, 2012) pengembangan berarti proses
menterjemahkan atau menjabarkan spesifikasi rancangan ke dalam bentuk fitur fisik.
Pengembangan secara khusus berarti proses menghasilkan bahan-bahan pembelajaran.
Pengembangan adalah proses perubahan yang berlangsung terus-menerus sejak
terjadinya sesuatu hingga meninggal dunia atau akhir. (Yelon and Weinstein, 1977).
Dengan demikian peneliti menyimpulkan, hakikat pengembangan adalah makna
mendasar, pokok dan inti sebuah usaha atau proses, dilakukan secara sadar, terencana,
terarah untuk membuat perbaikan dan kemajuan serta peningkatan kualitas menuju
kepada kesempurnaan. Tidak akan ada sebuah proses kemajuan pendidikan tanpa adanya
makna inti, dasar, dan pokok dari pengembangan itu sendiri.
Sementara itu, Barnadib (2002: 4) mengatakan, bisa dikatakan hakikat itu sebagai ciri
khas yang membedakan sesuatu dari yang lain, hakikat adalah suatu yang terpenting dari
sesuatu yang bersifat abstrak, artinya tidak dapat diamati dan dihayati panca indra. Dalam
hal ini hakikat pengembangan pendidikan, dimaknai dengan karakteristik atau ciri khas
dari pengembangan pendidikan, yang sifatnya abstrak, yang dengannya dapat
membedakan dengan yang bukan pendidikan.
Lembaga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti adalah n 1 asal mula (yg
akan menjadi sesuatu); bakal (binatang, manusia, atau tumbuhan); 2 bentuk (rupa, wujud)
yg asli; 3 acuan; ikatan (tt mata cincin dsb); 4 badan (organisasi) yg tujuannya melakukan
suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; 5 ark kepala suku (di Negeri
8
Sembilan); 6 pola perilaku manusia yg mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dl
suatu kerangka nilai yg relevan.
Dalam (Depdikbud, 1994: 851) lembaga adalah badan atau organisasi (tempat
berkumpul). Secara konsep, lembaga sosial terdiri dari tiga bagian, yaitu 1) asosiasi,
misalnya universitas atau persatuan. 2) organisasi khususnya misalnya sekolah,
rumahsakit. 3) pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan.
Pengertian lembaga lebih menunjuk pada sesuatu bentuk, sekaligus juga mengandung
mana yang abstrak. Karena dalam pengertian lembaga juga mengandung tentang
seperangkat norma-norma, peruturan-peraturan yang menjadi ciri lembaga tersebut.
Lembaga merupakan sistem yang kompleks yang mencangkup berbagai hal yang
berhubungan dengan konsep sosial, psikologis, politik dan hukum.
Konsep lembaga/ kelembagaan telah banyak dibahas dalam sosiologi, antropologi,
hukum dan politik. Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak di
tekankan pada norma, tingkah laku maupun adat istiadat. Dalam ilmu politik kelembagaan
banyak ditekankan pada aturan main, kegiatan kolektif untuk kepentingan bersama. Dalam
ilmu Psikologi menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut pandang tingkah laku
manusia. Sedangkan dari ilmu hukum melihatnya dari sudut hukum atau regulasinya serta
istrumen dan litigasinya (Djogo, dkk, 2003)
Dalam Ensiklopedia Sosiologi lembaga diistilahkan dengan kata „institusi‟
sebagaimana didefinisikan oleh Macmillan adalah merupakan seperangkat hubungan
norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang nyata, yang terpusat pada
kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang.
Adelman & Thomas, mendefinisikan institusi sebagai suatu bentuk interaksi di antara
manusia yang mencakup sekurang-kurangnya tiga tingkatan. Pertama, tingkatan nilai
kultural yang menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Kedua,
mencakup hukum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut aturan main
(the rules of the game). Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual yang
digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan institusi di atas menunjuk pada
hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak) hingga yang paling konkrit, dimana institusi
yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang lebih tinggi tingkatannya.
9
Dari definisi lembaga menurut beberapa ahli di atas, menurut peneliti bahwa lembaga
di dalam masyarakat merupakan kumpulan dari hukum-hukum atau aturan yang ditaati
oleh masyarakat demi mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan kepentingan
masyarakat. Sekaligus lembaga juga sebagai wadah dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu
dengan berpegang kepada nilai, norma, dan hukum yang berlaku. Dengan demikian
sebuah pondok pesantren yang merupakan tempat mengkaji ilmu dan membentuk karakter
islam dapat disebut sebagai sebuah lembaga.
Lembaga pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok
manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada
peserta didik sesuai dengan badan tersebut.
Sedangkan pendidikan Islam (M. Arifin, 1996: 16) adalah proses membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa
sesuai dengan tujuan pendidikan islam.
Jadi, lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk
menjalankan proses bimbingan, didikan, dan pengasuhan secara sistematis dan sistemik
sehingga mempermudah mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dapat
dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam adalah tempat atau oganisasi yang
menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan
bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti
sekolah (madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam.
B. Hakikat Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
Pengembangan pendidikan menjadi keniscayaan yang melekat erat pada hakikat
pendidikan itu sendiri. Cukup tiga keunikan dari pendidikan yang menegaskan pandangan
tersebut. Tiga hal tersebut dipaparkan dengan menarik oleh A. Tafsir; pertama, pendidikan
adalah masalah bersama, semua orang berkepentingan dengan pendidikan. Pendidikan
merupakan urusan yang setiap orang membicarakannya, mencercanya, mengutuknya,
tidak puas terhadapnya tetapi ia tetap saja menyerahkan pendidikan anaknya ke lembaga
pendidikan. Itu sebabnya pendidikan tidak pernah selesai dan tidak akan pernah selesai
10
dibicarakan. Karena fitrah manusia menginginkan yang lebih baik. Ia menginginkan
pendidikan yang lebih baik sekalipun ia belum tentu mengetahui pendidikan yang lebih
baik itu. Jadi sudah ditakdirkan urusan pendidikan itu tidak pernah selesai. (A. Tafsir,
2006: 41). Dengan demikian membicarakan pendidikan sama halnya dengan
memperbincangkan kehidupan itu sendiri. Manusia hidup tidak akan pernah berhenti
memperbincangkan dirinya sendiri, karena seperti itulah manusia seharusnya, yakni
selamanya ingin mendapatkan dan memperoleh sesuatu yang lebih baik dari saat ini.
Keunikan kedua, agak miris karena ternyata teori pendidikan itu selalu ditinggalkan
oleh kebutuhan masyarakat. Manusia selalu berkembang mengikuti perubahan waktu dan
keadaan maka kebutuhan manusia juga terus berkembang dan berubah. Karena adanya
perubahan maka masyarakat selalu tidak puas dengan teori pendidikaan yang ada.
Manusia menuntut pendidikan untuk terus mengikuti keinginan manusia.
Dan ketiga, karena pengaruh pandangan hidup. A. Tafsir menyebutkan, pada suatu
waktu manusia merasa puas dengan keadaan pendidikan di tempatnya karena sesuai
dengan pandangan hidupnya. Kemudian pandangan hidupnya berubah, maka berubah pula
pandangannya tentang pendidikan yang tadinya sudah memuaskan, ia kemudian
merubahnya atau mengembangkannya (A. Tafsir, 2006: 41). Pada prinsipnya, menurut
penulis keunikan ini sama saja dengan keunikan pendidikan yang kedua, yakni sama-sama
mengikuti kebutuhan kemajuan manusia, penekanannya pada aspek kemajuan manusia
yang berpengaruh langsung dalam menciptakan adanya pegembangan pendidikan, yaitu
paradigma.
Pengembangan lembaga pendidikan Islam itu sendiri, sejatinya merupakan aktivitas
yang sudah dilakukan oleh orang Islam sejak awal kelahiran Islam. Tidak mengherankan
bila pada masa keemasan sejarah islam, dalam bidang pendidikan telah berkembang
konsep-konsep pendidikan Islam. Bahkan sebagai fakta sejarah, pendidikan islam menjadi
pionir yang memajukan perdaban manusia di dunia. Yang lebih istimewa lagi adalah
kemajuan pendidikan Islam bukan hanya kaya dengan kazanah keilmuah yang ilmiyah
tetapi juga outcome dari kemajuan ilmu pendidikan Islam menjadi „rahim‟ yang
melahirkan manusia-manusia beradab, bertanggung jawab, manusia yang berakhlak mulia,
menjungjung nilai-nilai kemanusian, tanpa membeda-bedakan ras, agama, dan
kepercayaan.
11
Pengembangan lembaga pendidikan islam dimulai dari membangun paradigma
pendidikan islam. Filsafat pendidikan Islam didudukan sebagai landasan filosofis dalam
membangun paradigma apa itu pendidikan islam. Paradigma seperti „kembang‟-nya, untuk
selanjutnya supaya menghasilkan buah perlu penggalian dari sumber pokok islam, yaitu
Al-Qur‟an dan Hadis atau Sunah sebagai acuan normatifnya. Karena pendidikan islam
tidak akan terpisah dari pesan-pesan pokok dari sumber nilai Islam (Al-Qur‟an dan Hadis).
Telaah filosofis-normatif Al-Qur‟an Hadis dan pemikiran atas tuntutan lingkungan
sangat dibutuhkan sebagai dasar pengembangan pendidikan islam, yang secara konseptual
dapat diterima oleh logika, secara norma tentang berpegang kepada petunjuk dan rujukan
agama Islam, secara kultural sesuai dengan budaya bangsa, dan secara politis dapat
diterima oleh masyarakat (Dirjen Kelembagaan Agama Islam: 2005).
Selanjutnya, sebagai sebuah ikhtiar pengembangan lembaga pendidikan islam
dimaksudkan untuk mengembangkan semua potensi siswa, paradigma ini juga akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan strategis, baik pengaruh lingkungan global,
lingkungan nasional, maupun lokal. Oleh karena itu paradigma pengembangan juga di
arahkan untuk membangun dan menghasilkan siswa lulusan yang berguna di
lingkungannya, memiliki jiwa nasionalisme atas negaranya dengan kesadaran global
sebagai bagian dari masyarakat dunia.
Menurut A. Tafsir, yang terpenting dalam pengembangan pendidikan Islam adalah
pengembangan ilmu pendidikan Islam (2006: 281). Ini artinya hakikat pengembangan
pendidikan islam adalah suatu proses manusia yang menghasilkan „kembang‟ yang sesaat
ke depan akan menghasilkan buah, buah itu adalah ilmu pendidikan Islam. „Kembang‟
dihasilkan dari rumusan paradigma, sedangkan „buah‟ dihasilkan dari implementasi,
penelitian ilmiyah, dan penemuan-penemuan pengembangan konsep yang sudah ada.
Seperti kajian tafsir tarbawi dan hadis tarbawi membawa arah pada pengembangan
ilmu-ilmu pendidikan Islam. Al-Qur‟an dan Hadis, dalam hal ini tidak hanya dihadirkan
sebagai stempel ilmu-ilmu pendidikan Barat. Tuduhan itu yang menjadi persoalan
tersendiri dari pengembangan pendidikan islam. Ilmuwan-ilmuwan tarbiyah dituntut untuk
membuktikan secara ilmiyah, bahwa Islam sebagai agama yang konprehensif (kaffah) dan
sempurna (syumul) membuat segala aspek hidup manusia, tidak terkecuali persoalan
pendidikan manusia.
12
C. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren memiliki komponen pokok, yaitu adanya sosok kiyai sebagai guru atau
pengajar, kemudian santri sebagai para pencari ilmu atau yang belajar, dan tempat yang
terdiri dari pondok/asrama dan mesjid.
Istilah pondok berarti tempat tinggal/menginap (asrama), dan pesantren berarti tempat
para santri mengkaji agama islam dan sekaligus diasramakan.
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta
diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (pondok) dimana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya
berada di bawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-
ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Penggunaan
gabungan kedua istilah antara pondok dengan pesantren menjadi pondok pesantren,
sebenarnya lebih mengakomodasikan karakter keduanya. (M.Arifin (1991) dikutip oleh
Mujamil Qomar).
Bardasarkan lembaga reseach islam (pesantren luhur) mendefinisikan pesantren
merupakan suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-
pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggal.
D. Tujuan Berdiri Pondok Pesantren
Pesantren sebagai salah satu pendidikan Islam non formal di Indonesia, memiliki
sejarah panjang sejak masa perjuangan kemerdekaan. Tidak sedikit pesantren pada masa
pejajahan dijadikan basis perjuangan dalam mengusir para penjajah. Sehingga saat itu,
pesanren bukan hanya bertujuan untuk menyebarkan agama Islam atau pusat kajian ilmu
agama Islam saja, tetapi juga memiliki tujuan sebagai pusat gerakan perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
Walaupun pesantren secara umum tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam
teks tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki tujuan, setiap lembaga
pendidikan yang melakukan suatu proses pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan
yang diharapkan dapat dicapai, yang membedakan hanya apakah tujuan-tujuan tersebut
13
tertuang secara formal dalam teks atau hanya berupa konsep-konsep yang tersimpan dalam
pikiran kiyai. Hal itu tergantung dari kebijakan lembaga yang bersangkutan.
Garis besar tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan menggambarkan
kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,
berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau mengabdi kepada umat, mampu berdiri
sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menghidupkan agama islam, dan mencintai
ilmu dalam rangka mengembangkan kepriadian manusia.
Menurut keputusan hasil musyawarah/lokakarya intensifikasi pengembangan pondok
pesantren yang dilakukan di Jakarta pada tanggal 2-6 Mei 1978, tujuan umum pesantren
yaitu membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran
agama islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut. Pada segi kehidupannnya serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah :
1. Mendidik santri untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah
SWT, berakhlak mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin.
2. Mendidik siswa untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan
mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan
ajaran islam secara utuh dan dinamis.
3. Mendidik santri sebagai tenaga-tenaga penyuluh agama Islam di lingkungan
sekitar.
Arah dan Kerangka Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam pondok pesantren;
Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama ada di Indonesia, telah ikut andil membina
dan mengembangkan kehidupan beragama di Indonesia, juga ikut berperan dalam
melahirkan putra-putri terbaik anak bangsa yang berbakti kepada negaranya dengan rasa
kebangsaan serta jiwa nasionalisme Indonesia. Namun demikian, performa pondok
pesantren saat ini diuji oleh perkembangan jaman, kemajuan ilmu pengetahuan
danteknologi, arus informasi dan globalisasi.
Diantara permasalahan yang muncul terkait eksistensi pondok pesantren adalah
sebagai berikut:
14
1. Pengembangan pondok pesantren dihadapkan pada lemahnya menghadapi dunia
kerja. Lulusan pesantren dari aspek keterampilan masih kalah dengan lulusan-lusan dari
pendidikan formal.
2. Kurikulum pondok pesantren yang belum masih berpegang teguh pada kurikulum
lama dan model pembelajaran yang lama, tidak adaktif terhadap kemajuan dunia
pendidikan, terutama di pesantren-presantren yang salafy dan tradisional.
3. Belum adanya desain baku yang dirumuskan oleh satu lembaga atau institusi
pemerintah ataupun swadaya terhadap pengembangan lembaga pendidikan pondok
pesantren. Pemikiran pengembangan ini lahir dari pemikiran yang kuat, yang dapat
menjadi acuan pesantren-presantren salafy tradisional dalam mendesain pengembangan
pesantren ke depan.
Arah pengembangan pesantren harus berangkat dari nilai-nilai islam, nilai filosofis,
normatif, serta sejarah panjang perjalanan pesantren di Indonesia. Oleh karena itu misi
pendidikan yang melandasi filsafat pendidikan di pesantren sebagai rekontruksi sosial
yang mengacu kepada norma dan nilai ke-islaman dengan bersumber kepada Al-Qur‟an
dan Sunnah, dengan menggunakan kaidah: al-muhafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-
akhdu bi al-jadid al-ashlah (melestarikan nilai-nilai islam lama yang baik dan mengambil
nilai-nilai baru yang lebih baik) (Mahpuddin Noo; 2006).
E. Metode Pendidikan Pondok Pesantren Salafy Tradisional
Metode-metode pembelajaran yang berkembang dan lestari di pondok-pondok
pesantren salafy tradisional, diantaranya :
1) Metode sorogan . Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara
ustadz menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode
ini biasanya kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru
menguasai pembacaan Al-quran. Melalui sorogan, pengembangan intelektual
santri dapat ditangkap oleh kiai secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan
penuh sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran terhadap santri-santri
tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan
kapasitas mereka. Kelemahan penerapan metode ini menuntut pengajar untuk
besikaf sabar dan ulet, selain itu membutuhkan waktu yang lama yang berarti
15
pemborosan, kurang efektif dan efisien. Kelebihannya yaitu secara signifikan
kiai/ustadz mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan
santri dalam menguasai materi yang diajarkan.
2) Metode Bandungan . Metode bandungan atau di sebut juga metode wetonan
adalah metode pengajaran dengan cara ustadz/kiyai membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan mengulas kitab/buku-buku keislaman dalam bahasa arab,
sedangkan santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan kitab/bukunya
sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-
kata yang diutarakan oleh ustadz/kiyai. Kelemahan dari metode ini yaitu
mengakibatkan santri bersikaf pasif. Sebab kreatifitas santri dalam proses belajar
mengajar di domoninasi oleh ustadz/kiai, sementara santri hanya mendengarkan
dan memperhatikan. Kelebihan dari metode ini yaitu terletak pada pencapaian
kuantitas dan pencapaian kajian kitab, selain itu juga bertujuan untuk
mendekatkan relasi antara santri dengan kiai/ ustadz.
3) Metode Ceramah. Metode ceramah ini merupakan hasil pergeseran dari metode
wetonan dan metode sorogan. Said dan Affan melaporkan bahwa metode wetonan
dan metode sorogan yang semula menjadi ciri khas pesantren, pada beberapa
pesantren telah diganti denganm metode ceramah sebagai metode pengajaran
yang pokok dengan sistem klasik. Namun pada beberapa pesantren lainnya masih
menggunakan metode sorogan dan wetonan untuk pelajaran agama, sedangkan
untuk pelajaran umum menggunakan metode ceramah. (Said dan Affan : 98).
Kelemahan dari metode ini justru mengakibatkan santri menjadi lebih fasif,
sedangkan kelebihannya yaitu mampu menjangkau santri dalam jumlah banyak,
bisa diterapkan pada peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen dan
pengajar mampu menyampaikan materi yang relatif banyak.
4) Metode Mudzakarah. Metode mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang
secara spesifik membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah
agama pada umumnya. Aplikasi metode ini dapat mengembangkan dan
membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka diajak berfikir ilmiah dengan
menggunakan penalaran-penalaran yang didasarkan pada Al-Qur‟an dan Assunah
serta kitab-kitab keislaman klasik. Namun penerapan metode ini belum bisa
16
berlangsung optimal, ketika para santri membahas aqidah khususnya, selalu
dibatasi pada madzhab-madzhab tertentu. Materi bahasan dari metode
mudzakarah telah mengalami perkembangan bahkan diminati oleh kiyai yang
bergabung dalam forum bathsul masail dengan wilayah pembahasan yang sedikit
meluas.
F. Kurikulum Pondok Pesantren Salafy Tradisional
Pada umumnya pembagian keahlian dilingkungan pesantren telah melahirkan produk-
produk pesantren yang berkisar pada: nahwu-sharaf, fiqih, aqa‟id, tasawuf, hadits, tafsir,
bahasa arab dan lain sebagainya.
- Nahwu-Sharaf
Istilah nahwu-sharaf ini mungkin diartikan sebagai gramatika bahasa arab.
Keahlian seseorang dalam gramatika bahasa arab ini telah dapat merubah status-
keagamaan, bentuk keahliannya yaitu kemampuan mengaji atau mengajarkan
kitab-kitab nahwu-sharaf tertentu, seperti al-jurumiyah, imriti, yaqulu maqshud,
al-fiyah, atau untuk tingkat yang lebih tingginya lagi, dari karya ibnu Aqil.
- Fiqih
Menurut Nurcholish Madjid, keahlian dalam fiqih merupakan konotasi terkuat
bagi kepemimpinan keagamaan Islam, sebab hubungan yang erat dengan
kekuasaan. Faktor ini menyebabkan meningkatnya arus orang yang berminat
mendalami dalam bidang fiqih. Umumnya fiqih diartikan sebagai kumpulan
hukum amaliah (sifatnya akan diamalkan) yang di syariatkan Islam. Kitab-kitab
yang menjadi sumber kajiannya, diantaranya : Safinah, Riyadlul Badi‟ah, Takrib,
Al-Bajuri, Kifayatul Ahyar, I‟anatuth Thalibin, Fathul Wahab, dan lain-lain.
- Aqa‟idul Iman
Aqa‟id meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan
seorang muslim. Tetapi, menurut Nurcholis Madjid, meskpun bidang pokok-
pokok kepercayaan atau aqa‟id ini disebut ushuludin (pokok-pokok agama),
sedangkan fiqih disebut furu (cabang-cabang), namun kenyataannya perhatian
pada bidang aqa‟id ini kalah besar dan kalah antusias dibanding dengan
perahtiaan pada bidang piqih yang hanya merupakan cabang (furu). Kitab-kitab
17
yang dikaji diantaranya : Tijan Ad-Daruri, Jauhar Tauhid, aqoidul iman, dan lain-
lain.
- Akhlak, Adab, dan Tasawuf.
Pemahaman yang berkembang tentang ilmu tasawuf hanya seputar tarikat, suluk,
dan wirid. Kitab yang dikaji diantaranya : Sulam taufiq, Ihya ulumuddien, Al-
Hikam, dan lain-lain.
- Tafsir.
Bidang kajian yang memperjelas dalam pemahaman Al-Qur‟an, disebut tafsir Al-
Qur‟an dan pemahaman Hadis, disebut tafsir hadis. Kitab-kitab yang dikaji
diantaranya : Tafsir Jalalain, Tafsir Munir, Tafsir Ibnu Katsir, Al-Maraghi,
Subussalam, Riyadhush Shalihin, dan lain-lain.
- Hadits
Nurcholis Madjid berpendapat, produk pondok pesantren menyangkut keahlian
dalam hadits jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan tafsir. Padahal
penguasaan hadits jauh lebih penting, mengingat hadits merupakan sumber
hukum agama (Islam) kedua setelah al-qur‟an. Keahlian dibidang ini tentu saja
amat diperlukan untuk pengembangan pengetahuan agama itu sendiri. Kitab
hadis dainatarnya : Al-Muawatha, Musnad Ahmad, Musnad Asy-Syafi‟i,
Kutubbusittah, dan lain-lain.
18
PEMBAHASAN DAMPAK PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN
ISLAM PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM AL-MUSRI’ 1
A. Profil Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri’ 1
Pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟1 merupakan pondok pesantren yang
berada di Kampung Babakan Simpang, Ds. Dukuh Rt/Rw 02/04 Kec. Ibun Kabupaten
Bandung. Terletak di kaki gunung Beber, menjadikan pesantren ini nampak eksostis
dengan pemandangannya yang indah. Daerah Majalaya, Ciparay, Sapan, Kabupaten
Bandung, bahkan kota Bandung nampak indah bila dilihat dari posisi pesantren ini,
terlebih pada malam hari. Udaranya yang sejuk dan air yang jernih, langsung dari mata
air pegunungan menjadi daya tarik alami yang membuat para santri kerasan atau betah.
Pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri 1 didirikan pada tanggal 9 Agustus 1996.
Pesantren ini didirikan oleh (Alm) KH. Khaer Afandi dan menantunya KH. Mahmudin
Efendi di atas tanah wakap keluarga (Alm) KH. Tamami.
Menurut nara sumber; bahwa asal mulanya di tempat itu telah berdiri pesantren
Bahrul Ulum, yang didirikan oleh (Alm) KH. Tamami. Setelah Kiyai sepuh (sebutan
kepada KH. Tamami) meninggal, kepemimpinan pesantren berlajut kepada mantunya
(Alm) KH. Khaer Efendi. Hingga tahun 1996, pada saat putrinya menikah dengan salah
seorang santri lulusan Pesantren Miftahul Huda Al-Musri Cianjur pimpinan (Alm) K.H.
Faqih (mama Ciranjang, Cianjur), yakni Mahmudin Efendi. Dalam acara “pemukiman”1
pesantren Bahrul Ulum berubah nama menjadi pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1.
Pada awal berdirinya, pesantren ini hanya memiliki bangunan mesjid sederhana dan
pondok yang berukuran kecil, hanya mampu menampung 20 sampai 30 santri putra saja.
Baru pada tahun 2001 bangunan pesantren di renovasi, meliputi bangunan mesjid dan
pondok putra, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan pondok putri dan madrasah
yang berfungsi sebagai tempat mengaji santri putri. Pada tahun 2005 dibangun kelas
untuk menampung kegiatan TPA dan Majelis Ta‟lim Al-Musri 1. Bangunan ini juga pada
1 Pemukiman adalah prosesi formal dari pimpinan pesantren Al-Musri Ciranjang Cianjur kepada lulusannya untuk mendapatkan mandat dan ijazah mengajarkan ilmu kepada masyarakat di tempat yang sudah ditentukan.
19
tahun 2015 digunakan untuk ruang belajar siswa-siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Musri
1, seiring dengan berdiri pendidikan formal MTs Al-Musri‟.
Jangkauan para santri yang modok di pesantren juga semakin berkembang. Para santri
tersebar dari daerah Ibun, Paseh, Majalaya, Bandung, Garut, Bogor, Cianjur, Subang, dan
Lampung. Sedangkan pengajian umum meliputi wilayah kecamatan Paseh dan Majalaya.
B. Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren Miftahul Ulum
Al-Musri’ 1
Pengembangan pondok pesantren Miftahul Huda Al-Musri‟ 1 sudah dimulai dari
tahun 1996, yakni saat berdirinya pesantren ini dan merubah namanya dari pondok
pesantren Bahrul Ulum. Pada saat ini dikembangkan beberapa hal, yaitu :
1) Visi misi pesantren : melahirkan lulusan yang siap menjadi kiyai dengan
menguasai 12 fan ilmu dan mengembangkan kepesantrenan dii daerahnya
masing-masing
2) Merekrut santri mondok dengan metode dikirim santri bibit dari Al-musri‟
pusat (Cinajur), dalam hal ini peneliti merupakan bagian dari santri bibit yang
dikirim, semuanya berjumlah 7 orang. Selain melanjutkan ngaji mereka
bertugas membantu mengembangkan pesantren juga, setelah 3 tahun dan
tujuan tercapai maka santri-santri ini kembali ke Al-Musri‟ pusat.
3) Mengembangkan kurikulum pesantren. Kurikulum pesantren yang semula
hanya pengajian ba‟ada Magrib dan Subuh saja dirubah menjadi :
No Waktu Kegiatan Tujuan Keterangan
1 04:00 – 05:00 Bangun, solat Subuh
berjamaah, dzikir
Riyadhah
ubudiyah
2 05:00 – 06:00 Sorogan Menguasai
kitab kuning
Individual
3 06:00 – 08:00 Aktivitas pribadi Kemandirian
4 08:00 – 11:00 Bandungan Menguasai
kitab kuning
Kelas
Ibtida,
Tsanwi,
dan Aliyah
5 11:00 – 12:30 Istirahat Istirahat
6 12:30 – 13:00 Salat, dzikir Riyadhah
ubudiyah
7 13:00 – 15:00 Bandungan Menguasai
kitab
Idem
8 15:00 – 16:30 Salat, tasrifan, setoran Menguasai
20
kitab
9 16:30 – 18:00 Kegiatan kesantrian Kemandirian
10 18:00 – 19:30 Salat, tadarus Qur‟an Ubudiyah
11 19:30 – 22:00 Majelis ta‟lim sesuai
kelas
Keterampilan
4) Berdiri Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPA) yang dikelola oleh santri-santri
senior, sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat.
5) Renovasi bangunan dan pembebasan tanah. Di tahun itu juga dimulai renovasi
bangunan pondok putra dan putri serta pembebasan tanah. Karena, bangunan
yang ada sudah rapuh dan lokasi yang terbatas.
Hingga tahun 2000 bisa disebutkan sebagai tahap pertama pengembangan pondok
pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1. Pada tahap ini yang paling menonjol dan
terasa pengaruh dari pengembangan adalah jumlah santri yang naik dengan sangat
signifikan. Dari 0 santri yang mondok menjadi 60 hingga 75 santri putra-putri yang
modok.
Kegiatan-kegiatan yang padat sepanjang hari dan sepanjang tahun, menjadikan
kampung Babakan Simpang terkenal di wilayah Ibun, Paseh, dan Majalaya. Kegiatan-
kegiatan bukan hanya kegiatan pesantren, tetapi juga kegiatan organisasi NU dan GP
Anshar.
Pada tahap berikutnya, pengembangan pondok pesantren Miftahul Ulum Al-
Musri‟ 1 lebih terstruktur lagi secara organisasi. Terutama setelah KH. Khaer Afandi
meninggal dunia (semoga Beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT-
Allohummagfirlahu warhamhu) Visi pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1
mengalami revisi, yaitu menjadi lembaga pendidikan pesantren yang mewujudkan
masyarakat Islam di Indonesia yang berlandaskan kepada akidah ahlu sunnah
waljama’ah.
Adapun misi dari pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 adalah :
1. Mencetak alim ulama yang memiliki keilmuan agama dengan menguasai
kitab-kitab kuning ahlu sunnah wal jamaah;
2. Melahirkan Alim ulama/kiyai/ajengan yang menguasai 12 fan ilmu.
21
3. Mengembangkan dakwah Islam yang memegang teguh pada Ulama dan
akidah ahlu sunnah wal jamaah.
Kurikulum semakin dikembangkan, tidak hanya kajian kulikuler tetapi juga sudah
ditambahkan dengan ektra kulikuler.
Daftar kitab-kitab yang dikaji, baik sorogan ataupun bandungan yang menjadi
program kulikuler :
No Kelas Nama Kitab Katagori/Fan
1 Ibtida Safinatun Naja‟
Sulam taufiq
Tijan ad darury
Jurumiyah
Amstilah tasrif
Fiqh
Fiqh dan akhlak
Akidah/tauhid
Alat/nahwu
Sharaf
2 Tanawy Fathul qarib
Kifayatul awam
Hadis Arbaiin
Alfiyah
Fathul atfal
Fiqh
Aqoidul iman
Hadis
Nahwu dan soraf
Tajwid
3 Aliyah Fathul Muiin
Alfiyah
Risyadhu shalihin
Jauhar maknun
Fiqh
Nahwu sharaf
Hadis
Balaghah
4 Ma‟had Fathul wahab
Alfiyah
Tafsir Jalalain
Jam‟ul jawami‟
Hikam
Fiqh
Nahwu
Tafsir
Usul fiqh
Tasawuf
Program ektra kulikuler :
- Kursus mubalighin-mubalighoh (pablic speaking)
22
- Kursus Bahasa Inggris
- Kursus komputer
- Kursus wirausaha (peternakan, pertanian, dan konveksi lap pel)
Tenaga pengajar di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 terdiri diri
pengajar utama dan pengajar pembantu/asisten. Pengajar utama adalah :
- KH. Mahmudin Efendi
- KH. Mustafa
- Ajengan Eman
- Ajengan Husni
- Ustadzah Nyai Euis.
Pengajar pembantu/Asisten adalah santri-santri senior, baik dari santri putra
ataupun santri putri.
Jadwal kegiatan Pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1, meliputi program
belajar harian, mingguan, tengah semester, semesteran, dan tahunan.
Program Harian
No Waktu Kegiatan Tujuan Keterangan
1 04:00 – 05:00 Bangun, solat Subuh
berjamaah, dzikir
Riyadhah ubudiyah
2 05:00 – 06:00 Sorogan Menguasai kitab
kuning
Individual
3 06:00 – 08:00 Aktivitas pribadi Kemandirian
4 08:00 – 11:00 Bandungan Menguasai kitab
kuning
5 11:00 – 12:30 Istirahat Istirahat
6 12:30 – 13:00 Salat, dzikir Riyadhah ubudiyah
7 13:00 – 15:00 Bandungan Menguasai kitab
8 15:00 – 16:30 Salat, tasrifan, setoran Menguasai kitab
9 16:30 – 18:00 Kegiatan kesantrian Kemandirian
10 18:00 – 19:30 Salat, tadarus Qur‟an Ubudiyah
11 19:30 – 22:00 Majelis ta‟lim sesuai Keterampilan
23
kelas
Program Mingguan adalah kegiatan yang terjadwal di hari-hari tertentu
No Hari Kegiatan Tujuan Keterangan
1 Rabu Kursus Mubalighin Melatih
keterampilan
pidato/ceramah
Malam,
ba‟da isya
2 Jum‟at Riyadhohan solawatan Meningkatkan
kemapuan spiritual
dan mujahadah
3 Sabtu Kursus bahasa Inggris Melatih
kemampuan bahasa
asing aktif
4 Minggu Kursus wirausaha Menumbuhkan
kemampuan
interpreneur
Program tengah semester adalah kegiatan yang terjadwal setiap per tiga bulan.
Kegiatannya meliputi keorganisasian.
Program semesteran adalah kegiatan yang terjadwal per enam bulan sekali, bulan
ramadhan sebagai patokan akhir tahun ajaran dan bulan syawal sebagai patokan awal
tahun ajaran. Kegiatan semesteran meliputi Musabaqah Tahfizul Kutub (MTK) di
semester satu, selain juga Ulangan Semester Satu dan pembagian buku Rapor. Sedangkan
kegiatan di semester akhir adalah pasaran Ramadhan dan kenaikan kelas.
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, aspek yang mengalami pengembangan
juga adalah metode pembelajaran. Berikut ini merupakan metode-metode yang
digunakan oleh pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 yaitu :
1. Metode Sorogan
Metode sorogan adalah metode individual. Setiap santri diajari langsung secara
individual oleh kiyai/santri senior. Di pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1
ini diterapkan metode sorogan dimana ketika pembelajaran, santri satu persatu di
dengarkan diperhatikan oleh kiyainya, cara membaca dan memahami materi. Seperti
24
santri membawa satu kitab, kemudian satu persatu setiap santri tersebut
mendengarkan dan mengucapkan kembali apa-apa yang telah diucapkan gurunya.
Misalnya ketika membawa kitab safinatun naja, kemudian santri tersebut diajari
kata-perkata oleh kiyai, kemudian diucap kembali secara beulang-ulang sampai cukup
hapal, tidak berlebihan.
2. Metode Bandungan
Metode bandungan merupakan metode pembelajaran yang dimana guru
membacakan, menjelaskan, dan menerangkan suatu materi, sedangkan para santri
mendengarkan, memperhatikan dan mencatat hal-hal yang tidak dipahami untuk di
tanyakan kepada ustadznya, dan mencatat hal-hal yang sekiranya dianggap penting.
Di pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 juga diterapkan metode ini, dimana
ketika pembelajaran kiai membaca arti dari kitab yang diajarkan, dan menjelaskan
menerangkan materi yang berkenaan dengan kitab tersebut, sedangkan para santri
mendengarkan dengan seksama materi yang diterangkan kemudian mencatat hal-hal
yang sekiranya penting dan mudah lupa.
3. Metode Ceramah
Metode ceramah ini bersifat teacher center, dimana dalam hal ini ustadz yang
berperan aktif, sedangkan santri mendengarkan. Di pondok pesantren miftahussalam
juga diterapkan metode ceramah, dimana metode ceramah dilakukan ketika
melakukan kegiatan pengajian dan penyampaina nasehat-nasehat dari kiai atau
ustadz kepada santri.
4. Metode setoran
Metode setoran adalah setiap santri menyampaikan kembali tentang materi yang
sudah dipelajari dalam kurun waktu satu hari. Bentuknya; dapat membacakan kitab
tertentu ataupun setor hapalan, seperti hapalan jurumiyah, alfiyah, dan yang lainnya.
5. Training dan work shop
Metode ini dipakai dalam materi ektra kulikuler, terutama pelatihan-pelatihan
kewirausahaan.
6. Praktek
25
Metode praktek langsung adalah metode pembelajaran yang tidak melalui paparan
teori, tetapi santri langsung otodidak mempraktekannya. Metode ini dipakai dalam
kegiatan kursus mubalighin-mubalighoh. Bahkan para santri disebar untuk mengisi
pengajian-pengajian umum di mesjid-mesjid dan madrasahh sekitar wilayah
kecamatan Ibun.
Pengembangan berikutnya adalah evaluasi pembelajaran. Bila di pondok-pondok
lain evaluasi pembelajaran tidak begitu dDi pondok pesantren Miftahul Ulum Al-
Musri‟1 juga terdapat bentuk evaluasi, baik itu evaluasi proses pembelajaran maupun
evaluasi terhadap pelanggaran-pelanggaran.
- Bentuk evaluasi pembelajaran adalah :
1. Evaluasi harian
Evaluasi ini berbetuk setoran hapalan jurumiyah, tasrifan, dan al-fiyah
2. Evaluasi mingguan
Evaluasi ini dalam bentuk setoran pembacaan kitab yang dikaji, yaitu safinahtun
naja‟, fathul qarib, fathul muin, dan tafsir jalalain, disesuaikan dengan kelas masing-
masing.
3. Evaluasi semesteran
Perlombaan hapalan dan pembacaan kitab dan cerdas cermat.
4. Evaluasi tahunan
Bentuk tahunan adalah dengan musabaqah yang melibatkan pesantren-pesantren
alumni.
Bentuk laporan hasil belajar telah dibuat buku lapor pesantren.
- Bentuk evaluasi terhadap pelanggaran
Evaluasi ini dilakukan guna memperbaiki sikap-sikap santri yang menyimpang dari
aturan-aturan dan tata tertib yang berlaku. Evaluasi ini dilakukan dengan bentuk kontrol
sosial agar santri jera dan tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Dalam hal
ini evaluasi cenderung lebih bersifat umum. Pelanggara berikut ini merupakan contoh
hukuman yang diberikan di pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 yaitu:
pelanggaran telat salat berjamaah, bolos ngaji, pencurian, memakai narkoba dan
sejenisnya. Adapun ta‟jirnya dari mulai denda dengan sejumlah uang, dicepret telapak
26
kaki dengan kayu, membersihkan kolah atau wc, rambut dipotong habis dan bisa sampai
dikeluarkan dari pondok pesantren.
Yang paling mendasar dalam pengembangan evaluasi pembelajaran adalah
dipesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 ini mengadopsi sistem evaluasi dari Al-Musri‟
pusat yang notabene sudah mapan. Kata Al-Musri‟ itu sendiri yang berarti cepat,
mengandung nilai filosofis mengembangkan proses pembelajaran pesantren yang cepat
dan singkat dengan target mencetak kualitas kiyai. Bila masa lalu untuk menjadi kiyai
diperlukan waktu berpuluh-puluh tahun dan pindah dari satu pesatren ke pesantren lain,
maka di Al-Musri‟ pusat, seluruh fan ilmu yang dua belas, sudah ada kiyai yang
mengajarkannya, sehingga cukup mesantren di Al-Musri‟ saja untuk mencapai kualitas
kiyai. Salah satu pengembangannya adalah dengan sistem ujian semesteran dan
dilaporkan dalam buku lapor. Diharapkan dengan metode ini para santri giat belajar
untuk mencapai berbagai kompetensi yang sudah ditetapkan.
Keadaan Santri Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 tahun 2018 :
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah Keterangan
1 Ibtida 35 15 50
2 Tsanwy 21 10 31
3 Aliyah 9 2 11
4 Ma‟had 3 - 3
JUMLAH 68 27 95
C. Analisis Dampak Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren
Miftahul Ulum Al-Musri’ 1
Dari data-data yang dikumpulkan baik data fisik maupun data non fisik, yang paling
signifikan dari pengembangan LPI ponpes Miftahul Ulum Al-Musri‟ adalah dalam aspek
kurikulum. Pada awal peresmian dari ponpes Bahrul Ulum menjadi Miftahul Ulum Al-
Musri‟ 1, sudah mengadopsi kurikulum ponpes Al-Musri‟ pusat di Cianjur. Kelompok
belajar santri terklasifikikasi pada empat tingkta, yaitu : Ibtida, Tsanawi, Aliyah, dan
Ma‟had. Untuk tingkat Ibtida bertujuan melahirkan santri yang memiliki pemahaman
27
dasar akidah dan syariah yang mencukupi dia dalam menjalankan amal soleh (istilahnya
“sadirieun” artinya untuk bekal diri saja).
Tingkat Tsanawi bertujuan melahirkan santri yang memiliki bekal ilmu keagamaan
dan memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sekeluarga. Untuk tingkat Aliyah
bertujuan melahirkan santri yang memiliki kemampuan dakwah keagamaan bagi
masyarakat. Sedangkan untuk tingkat Ma‟had diproyeksikan mampu membuka pesantren
cabang yang berkembang dan melahirkan lulusan-lulusan yang sama dengan pondok
pesantren Al-Musri‟ pusat.
Pengembangan aspek kurikulum ini meliputi juga standar metode pembelajaran,
standar kitab yang menjadi materi kajiannya, standar evaluasi, dan kegiatan-kegiatan
ektra kulikuler.
Kelemahannya terletak pada jumlah sumber daya kiyai yang menjadi tulang
punggung implementasi kurikulum sebagai konsekwensi mengadopsi kurikulum Al-
Musri‟ pusat. Bila di pesantren Al-Musri‟ pusat tersedia sejumlah kiyai yang memiliki
kompetensi khusus sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tersedia sekitar 12 orang
kiyai, yakni putra putri serta mantu dari KH. Ahmad Faqih (Mama Ciranjang alm).
Sedangkan di pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 hanya tersedia seorang kiyai yang
memiliki kualitas sebanding dengan kiyai-kiyai Al-Musri‟ pusat, yaitu KH Mahmudin
Efendi, sehingga pengelolaan dan pengajaran tertumpu hanya pada satu orang saja.
Pengembangan berikutnya terletak pada pembangunan fisik, yakni dengan direnovasi
asrama santri putra dan dibangun madrasah serta asrama santri putri. Hal ini berpengaruh
pada berdatangan santri-santri putri baru, yang mana sebelumnya tidak menerima santri
putri untuk mondok di pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1. Dengan demikian, secara
kuantitas terjadi kenaikan jumlah santri dengan cukup signifikan. Sayangnya saat dipinta
data statistik jumlah santri dari tahun ke tahun, pesantren tidak bisa menunjukannya. Ini
pula yang menjadi kekurangannya dalam sisi manejemen dan administrasi. Semua
berjalan masih sangat tradisional, saat santri baru datang, diantar oleh orang tua,
kemudian diserahkan kepada pihak pesantren, setelah itu santri tersebut bisa langsung
mengikuti kegiatan pesantren, tanpa ada penadministrasian.
28
Bila pimpinan pesantren dinya tentang data alumni, maka Beliau dapat menyebutkan
satu persatu alumni terutama yang sukses menjadi ustadz, ajengan, ataupun kiyai
mengelola pesantren atau lembaga pendidikan Islam yang lainnya. Namun lagi-lagi
Beliau tidak bisa menunjukan bukti fisiknya sebagai sebuah dokumen. Namun demikian,
hal ini sudah cukup menunjukan bahwa mukiman pondok pesantren Miftahul Ulum Al-
Musri‟ 1 sudah ada yang berhasil menjadi alim ulama, baik sebagai ustadz, ajengan
ataupun kiyai di sebuah pesantren. Walaupun, menurut Beliau prosesntasenya masih kecil
dibandingkan dengan jumlah mukimin secara keseluruhan. Berapa prosentase mukimin
pondok yang menjad kiyai? Sekali lagi Beliau tidak bisa menujukannya dalam bentuk
data dokumen, sayang sekali.
Disamping pengajian untuk santri yang mondok, pesantren Miftahul Huda Al-Musri‟
1 juga menyelengarakan kegiatan keagamaan lainya, yaitu :
- Pengajian majelis ta‟lim ibu-ibu, yang biasa dihadiri oleh sekitar 100 orang lebih
setiap hari Jum‟at, pagi sekitar jam 08:00 – 10:00.
- Pengajian majelis ta‟lim bapak-bapak, setiap malam kamis.
- Pengajian syahriyahan para alumni dan mukimin, setiap bulan.
- Pengajian bagi santri „ngalong‟ dari mulai anak-anak hingga remaja.
- Menyelenggrakan TPA dan TQA
Pengembangan Lembaga Pendidikan Formal. Pada tahun 2015 berdiri MTs Al-Musri‟
1, walaupun jumlah muridnya masih sedikit, dan masih menginduk ke MTs Negeri Ibun.
Namun hal itu sudah cukup untuk memperjelas misi pengembangan Lembaga Pendidikan
Islam Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 ke depan. Bahwa Al-Musri‟1 mulai
keluar dari pakem Al-Musri‟ pusat yang hanya menyelenggarakan pesantren salafy
tradisional saja, tidak tergiur oleh berbagai dorongan untuk mendirikan lembaga
pendidikan formal, semacam madrasah tsanawiyah. Hal ini disebabkan, daerah Kp.
Babakan Simpang Ds. Dukuh, kesadaran masyarakat dalam pendidikan formal masih
rendah. Kebanyakan anak-anak usia wajib belajar di sana, hanya mengenyam pendidikan
sampai tingkat dasar saja. Itulah yang mendorong Lembaga Pendidikan Islam Pondok
Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 mendirikan lembaga pendidikan formal, yaitu
Madrasah Tsanawiyah Al-Musri‟ 1.
29
Dampak dari berdirinya MTs hingga saat ini (Tahun Ajaran 2017-2018) belum terasa
signifikan terhadap peningkatan jumlah santri pesantren. Karena yang dijaring sebagai in-
put peserta didik MTs adalah warga sekitar. Itupun masih terkendala dengan kesadaran
masyarakat yang rendah, juga dana yang masih minim. Dampak positifnya baru terlihat
dari kepedulian yang besar dari pihak pesantren terhadap program wajib belajar 9 tahun
yang masih minim dirasakan oleh masyakarat Kp. Babakan simpang Ds. Dukuh dan
sekitarnya.
Hal lain disebutkan bahwa perkembangan pembangunan Pondok Pesantren Miftahul
Ulum Al-Musri‟ 1 mengalami perkembangan yang baik. Renovasi pondok putra dan putri
menjadi salah satu bukti pembangunan dengan swadaya masyarakat dan para donatur.
Pembangunan dan perluasan mesjid juga, yang menjadi icon DS Dukuh berdiri dengan
kokoh dan lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Sumber daya manusia terus mengalami peningkatan, dengan diberangkatkan putra-
putri Kiyai ke pesantren Al-Musri‟ pusat, di Cianjur, harapannya menjadi pelanjut yang
mengelola pondok pesantren dengan lebih baik. Bukan hanya pendidikan pesantren yang
dijalani, tetapi juga pendidikan formal. Menurut Pak Kiyai putra-putrinya akan didorong
untuk menempuh pendidikan formal yang tinggi (dikuliahkan) supaya kelak berdiri
sekolah umum yang terintegral dengan pesantren, pada masa sekarang baru
perintisannya.
Dukungan masyarakat setempat, kampung Babakan Simpang desa Dukuh sangat
baik. Kata beliau; “Dahulu pada masa (Alm) K.H. Tamami daerah ini merupakan daerah
yang kental dengan berbagai macam kemaksiatan, tahayul, dan syirik, namun dengan
perjuangan yang gigih dan terus istiqamah dilanjutkan oleh generasi berikutnya,
masyarakat memeprlihatkan perubahan yang signifikan. Masyarakat semakin religius dan
sedikit-demi sedikit sudah mengenal pokok-pokok dan dasar-dasar agama Islam.
Dampaknya adalah umat menjadi lebih perhatian kepada pesantren.”
Pernyataan di atas dibenarkan oleh alumni yang berasal dari daerah setempat.
Sehingga kiprah pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1, sesuai dengan visi dan misinya,
tidak hanya mencetak dan mendidik santri supaya menjadi Kiayai atau ajengan, tetapi
juga membina masyarakat sekitar menjadi masyarakat yang agamis dan berakhlak mulia.
30
Kekurangan dari pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 ini adalah letaknya
yang sangat jauh dari pusat kota Majalaya, dan berada di puncak gunung, dengan jalan
yang menanjak curam. Namun, bagi sebagian orang keadaan ini menjadi keuntungan
sendiri, karena para santri menjadi lebih fokus untuk belajar. Karena terletak di dataran
tinggi, maka suhunya pun dingin sekali, bagi mereka yang tak tahan dingin, berada dan
tinggal di pondok ini menjadi tantangan tersendiri.
31
PENUTUP
A. Simpulan
Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟1 didirikan
pada tanggal 9 Agustus 1996. Pesantren ini didirikan oleh (Alm) KH. Khaer Afandi,
kemudian dilanjutkan oleh putranya KH. Mustafa dan menantunya KH. Mahmudin
Efendi di atas tanah wakap keluarga (Alm) KH. Tamami.
Selanjutnya, Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟
1 tempatnya berada di kampung Babakan Simpang desa Dukuh Rt/Rw 02/04 Kecamatan
Ibun Kabupaten Bandung, melakukan pengembangan meliputi :
- Pengembangan fisik, yaitu : pengembangan banguna asrama/pondok, mesjid, dan
ruang belajar.
- Pengembangan non fisik, yaitu kurikulum dan
- Pengembangan lembaga pendidikan formal, yaitu mendirkan Madrasah Tsanawiyah
Swasta.
Pesantren ini belum dapat mengembangkan metode-metode baru, masih memegang
metode yang diajarkan dari pesantren Al-Musri‟ pusat, di Cianjur. Namun demikian
pendekatan sistem kurikulum dengan di kelas-kelas dan mengkaji kitab-kitab yang
pokok, menjadikan pesantren ini berani memberikan garansi, bila santri mondok selama 5
tahun, maka dia sudah cukup untuk menjadi ajengan dan mendirikan pesantren sendiri.
Ilmu-ilmu yang lain akan dapat mengembangkannya sendiri.
Dapat disebutkan bahwa pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesatren
Miftahul Ulum Al-Musr‟1 berdampak positif dengan tingkat signifikansi yang sedang.
B. Saran
Sebagai sebuah saran kepada pesantren, tanpa mengurangi rasa hormat dan ta’zim
dari peniliti kepada para Kiyai di pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Musri‟ 1 adalah
perlunya peningkatan SDM dalam aspek menejemen dan keorganisasian pesantren, serta
pengembangan dalam metode dan evaluasi pembelajaran.
32
DAFTAR PUSTAKA
Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. ''Rekontruksi Pesantren
Masa Depan'', Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005.
HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. ''Intelektualisme Pesantren'', Jakarta: Diva Pustaka, 2006.
Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-ma‟arif. 1989.
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. 2005.
_____________. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT Rosda Karya. 2006.
Nazir. Metode Penelitian. Jakarta, Rineka Cipta, 1998.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Arikunto, S. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta, Bina Aksara, 2006.
Barnadib, Imam. Hand Out Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Progdi Ilmu Filsafat PPS
UGM. 1994.
Hahpuddin Noo. Potret Dunia Pesantren. Bandung : PT Anggota Ikapi, 2006
Departemen Agama RI. Desain Pengembangan Madrasah. Jakarta, Dirjen Kelembagaan
Agama Islam : 2005.
H.M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Nanat Fatah Nashir. Pengembangan Pendidikan Tinggi dalam Perspektif Wahyu
Memandu Ilmu. Bandung: Gunung Djati Press, 2008.
Mahmud, 2018: artikel Pikiran Rakyat. Bandung terbit senin 9 April 2018: hlm.19
.
Haedari, H.Amin. ''Transformasi Peasntren'', Jakarta: Media Nusantara, 2007.
Khadijah Ummul Mu'minin Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam'', Al Haiah Al Mishriyah
Press, karya Abdul Mun'im Muhammad 1994.
Fadjan, Abdullah “ Peradaban dan pendidikan Islam”, Jakarta: CV. Rajawali, 1991
http//www.blogrspesantren.co.id. Bandung. 10 Mei 2018 09:00 wib