REFRAT
PENYAKIT TULANG METABOLIK PADA PENYAKIT GINJAL KRONIS
Oleh:
Asih Novea Krediastuti G9911112024
Dyah Listyorini G9911112059
Pembimbing
dr. Agung Susanto, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
0
ABSTRAK
Gangguan metabolik tulang adalah suatu komplikasi umum dari penyakit ginjal kronis
(CKD) dan merupakan bagian dari spektrum yang luas dari gangguan metabolisme mineral
yang dapat berdampak ke skeletal maupun ekstraskeletal. Penelitian dalam 4 dekade terakhir
telah menemukan banyak mekanisme yang terlibat dalam proses inisiasi dan perkembangan
gangguan metabolisme tulang dan mineral dan telah berhasil diterapkan dari penelitian ke
dalam praktek. Akhir-akhir ini, ditekankan tentang pentingnya memulai terapi sejak awal
dalam perjalanan CKD. Hal penting dalam penilaian gangguan metabolisme tulang dan
mineral adalah kemampuan untuk menilai secara akurat adanya gangguan tulang dengan cara
non-invasif. Hal ini masih menimbulkan masalah. Meskipun pengukuran hormon paratiroid
sangat penting, namun akhir-akhir ini terdapat berbagai kesulitan untuk memberikan
pedoman praktek yang tepat secara klinis untuk berbagai tahap CKD. Penelitian lebih lanjut
terus mengevaluasi intervensi yang tepat untuk mengintegrasikan terapi skeletal maupun
ekstraskeletal dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pasien.
J Am Soc Nephrol 18: 875-885, 2007. doi: 10.1681/ASN.2006070771
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tulang metabolik adalah komplikasi umum dari penyakit ginjal kronis
(CKD) dan merupakan bagian dari spektrum yang luas dari gangguan metabolisme mineral
yang terdapat dalam klinis. Perubahan dalam mekanisme kontrol homeostasis kalsium dan
fosfor terjadi pada awal perjalanan CKD dan berlanjut menjadi penurunan fungsi ginjal, jika
kondisi ini tidak ditangani, maka dapat mengakibatkan komplikasi yang signifikan.
Gangguan tulang tidak hanya berkaitan dengan tulang itu sendiri, tetapi juga berkaitan
dengan komplikasi dari gangguan metabolisme mineral pada ekstraskeletal, termasuk
pembuluh darah. Karena spektrum gangguan metabolisme mineral yang luas, maka istilah
seperti "renal osteodystrophy " dan "renal bone disease" dapat diganti dengan istilah
"gangguan tulang dan mineral pada CKD" untuk menggambarkan gejala klinis sindrom ini
yang bersifat luas yang berkembang menjadi gangguan sistemik metabolisme tulang dan
mineral sebagai akibat dari CKD, yang bermanifestasi dalam salah satu atau kombinasi dari
berikut ini: (1) Abnormalitas kalsium, fosfor, hormon paratiroid (PTH), dan metabolisme
vitamin D, (2) Abnormalitas regenerasi tulang, mineralisasi, volume, pertumbuhan linier, dan
kekuatan, dan (3) kalsifikasi vaskular atau jaringan lunak (1).
Abnormalitas pada tulang dalam CKD termasuk efek dari tingginya PTH pada tulang,
yang mengakibatkan tingginya regenerasi tulang osteitis fibrosa. Selain itu, dalam CKD,
terdapat kelainan tulang yang berbeda dikenal sebagai adinamik tulang, yang ditandai dengan
regenerasi tulang yang sangat rendah. Beberapa kasus dapat menunjukkan gangguan
mineralisasi dan menunjukkan osteomalasia. Spektrum yang luas dari kelainan skeletal dapat
menimbulkan berbagai gejala campuran, dengan efek hiperparatiroidisme pada tulang
bersama dengan gangguan mineralisasi, dan dikenal sebagai osteodystrophy ginjal campuran.
Selain itu, proses sistemik lainnya yang dapat mempengaruhi skeletal, seperti akumulasi β-2
mikroglobulin atau efek sistemik dari osteoporosis pascamenopause atau osteoporosis yang
diinduksi steroid, dapat mempersulit gejala. Berbagai macam gangguan metabolisme tulang
mungkin terjadi dalam perjalanan CKD. Pemahaman tentang patogenesis kelainan ini
kemudian menjadi penting untuk merancang pendekatan rasional dalam pengobatan dan
untuk pencegahan komplikasi.
2
BAB II
ISI
I. Patogenesis penyakit tulang metabolik pada CKD
A. Tingginya tingkat regenerasi pada penyakit tulang metabolik pasien CKD
Penyakit tulang dengan tingkat regenerasi yang tinggi pada CKD adalah hasil
perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder. Telah dikenal bertahun-tahun
bahwa hiperplasia kelenjar paratiroid dan tingginya kadar PTH dalam darah terjadi di
awal perjalanan CKD (2,3). Banyak faktor yang menyebabkan aktivitas berlebihan dari
kelenjar paratiroid yang telah ditemukan secara klinis (Gambar 1). Faktor-faktor ini
meliputi retensi fosfor, penurunan kadar calcitriol, perubahan intrinsik di kelenjar
paratiroid yang menimbulkan sekresi PTH yang meningkat seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan paratiroid, ketahanan tulang terhadap aktivasi PTH, dan
hypocalcemia. Meskipun setiap kelainan dianggap secara terpisah, namun penting
untuk menekankan bahwa semua saling terkait erat dan satu atau lebih faktor-faktor
ini dapat mendominasi pada waktu yang berbeda selama perjalanan penyakit ginjal
dan kemungkinan akan bervariasi sesuai dengan jenis dan kecepatan dari
perkembangan CKD.
Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pathogenesis hiperparatiroid sekunder
3
B. Peran Retensi Fosfat.
Peran utama retensi fosfat dalam patogenesis hiperparatiroidisme sekunder
telah ditunjukkan oleh serangkaian studi beberapa tahun (4-7). Pendapat awal
mengatakan bahwa retensi fosfat sebagai akibat dari penurunan GFR akan
menyebabkan penurunan kadar kalsium terionisasi, yang akan memicu peningkatan
sekresi PTH sehingga kadar baru yang menetap akan tercapai dengan pemulihan
kadar kalsium dan fosfat normal tetapi dengan konsekuensi kadar PTH yang tinggi
diperlukan untuk mempertahankan homeostasis. "Trade off" untuk mempertahankan
konsentrasi normal kalsium dan fosfor adalah perkembangan hiperparatiroidisme (8).
Hal ini jelas menunjukkan bahwa diet tinggi fosfat mengakibatkan hiperplasia
paratiroid (9,10). Lebih penting lagi, bahwa pengurangan diet fosfat sesuai dengan
tingkat penurunan GFR berhasil dalam mencegah perkembangan dari
hiperparatiroidisme, dan pengamatan ini dikonfirmasi selanjutnya dalam studi klinis (11).
Pada manusia normal, telah ditunjukkan bahwa konsumsi fosfat peroral
menghasilkan peningkatan serum fosfat, penurunan kadar kalsium terionisasi, dan
peningkatan kadar PTH dalam darah. Namun, ada keraguan apakah hal ini terjadi
pada gagal ginjal tahap awal, karena hiperphosphatemia tidak tampak, bahkan pada
pasien yang kadar PTHnya sudah meningkat (12,13). Demikian pula, hipocalcemia tidak
biasa tampak pada pasien dengan CKD, dan telah ada kesulitan dalam
memperlihatkan hipocalcemia intermitten setelah pemberian fosfat (12,14). Oleh karena
itu, ada keraguan bahwa ini adalah mekanisme yang mendasari efek fosfat pada
fungsi paratiroid. Pada kenyataannya, studi eksperimental tentang hipocalcemia dapat
dicegah dengan memberi diet tinggi kalsium, hipokalsemia tidak terjadi dan malah
sedikit meningkat, meskipun hiperparatiroidisme terjadi (15). Jelas bahwa hipocalcemia
bukan faktor penting perkembangan hiperparatiroidisme dalam CKD, dan faktor-
faktor lainnya harus dipertimbangkan.
Telah dibuktikan bahwa produksi calcitriol diatur oleh fosfor, sehingga retensi
fosfor dapat menyebabkan penurunan kadar calcitriol dalam darah (16). Ini telah
dibuktikan dalam penelitian eksperimental bahwa pemberian calcitriol dalam jumlah
yang cukup untuk mencegah turunnya kadar calcitriol dalam darah, berhasil dalam
mencegah perkembangan hiperparatiroidisme (15). Mekanisme ini juga dapat
menjelaskan efek pembatasan fosfat dalam perbaikan hiperparatiroidisme, karena diet
rendah fosfat mungkin menambah produksi calcitriol.
4
Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa fosfat mempengaruhi fungsi
paratiroid tanpa tergantung kadar kalsium atau calcitriol, ada kemungkinan bahwa
fosfat mempengaruhi secara langsung. Kemungkinan ini ditunjukkan oleh dua
kelompok peneliti, yang secara independen menunjukkan bahwa perubahan
konsentrasi fosfat ekstraseluler in vitro meningkatkan sekresi PTH tanpa adanya
perubahan pada calcium terionisasi (17-19). Mekanisme dari fosfor yang mempengaruhi
sekresi PTH belum dipahami dengan baik saat ini. Telah terbukti bahwa efek dari
konsentrasi fosfor yang tinggi untuk meningkatkan sekresi PTH adalah efek
posttranscriptional, dan penelitian ini telah menginisiasi studi baru tentang efek fosfor
pada stabilitas PTH mRNA (20). Telah dibuktikan bahwa stabilitas PTH mRNA diatur
oleh fosfor, dan efek ini dipengaruhi oleh protein (misalnya, Au-rich RNA binding
faktor 1 [AUF1]) dalam kelenjar paratiroid yang mengikat gen transkip PTH regio ke
3 yang tidak ditranslasikan (21-23).
Penelitian baru telah menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat ekstraseluler yang
tinggi mengurangi produksi asam arachidonic oleh jaringan paratiroid, dan efek ini
berhubungan dengan peningkatan sekresi PTH (24). Ada kemungkinan bahwa
mekanisme sinyal ini merupakan hasil dari perubahan kalsium cytosolic pada jalur
A2-asam arakidonat fosfolipase. Namun belum terbukti seberapa tinggi kadar fosfor
dapat mempengaruhi regulasi kalsium intraseluler dalam sel paratiroid.
Fosfor memiliki efek besar pada pertumbuhan paratiroid. Pada hewan yang
sedang menjalani diet tinggi fosfor, ada percepatan pertumbuhan paratiroid,
sedangkan diet rendah fosfor mencegah hiperplasia paratiroid (25,26). Penelitian pada
hewan percobaan telah menunjukkan bahwa diet fosfor berefek pada pertumbuhan
paratiroid yang terjadi sangat cepat, dalam beberapa hari setelah induksi uremia/ gagal
ginjal (27) (Gambar 2). Penelitian ini mungkin memiliki arti penting untuk terapi.
Efek dari diet rendah fosfor untuk mencegah pertumbuhan paratiroid
tampaknya dipengaruhi oleh peningkatan siklus sel-regulator p21 (28). Ada jalur yang
berbeda dalam pertumbuhan paratiroid yang distimulasi fosfor, dan penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi TGF-α di kelenjar paratiroid, dan
peningkatan serupa TGF-α oleh diettinggi fosfor pada hewan dengan uremia telah
dibuktikan (28 -30). Peningkatan konsentrasi TGF-α di kelenjar paratiroid dapat
berinteraksi dengan reseptor EGF dan menyebabkan aktivasi mitogen activated
protein kinase dan induksi cyclin-1 untuk mendorong sel ke dalam siklus proliferasi.
Mekanisme yang dipengaruhi efek fosfor belum dimengerti saat ini, dan meskipun
5
transporter fosfat tipe III tampak dalam kelenjar paratiroid, namun tidak ada bukti
bahwa transporter ini berhubungan dengan efek dari fosfor pada sekresi PTH(31).
Gambar 2. Efek cepat dari induksi uremia pada pertumbuhan kelenjar paratiroid dan
pengaruh diet fosfat (27)
C. Peran Penurunan Sintesis Calcitriol
Produksi utama calcitriol berasal dari ginjal, sehingga tidak mengherankan
jika penurunan massa ginjal mengakibatkan penurunan kemampuan ginjal untuk
menghasilkan calcitriol. Dalam CKD, penurunan produksi calcitriol berperan dalam
hiperparatiroidisme sekunder. Kadar calcitriol tampak menurun perlahan-lahan dan
progresif selama CKD (14). Penelitian tentang peningkatan kadar PTH akan
meningkatkan aktivitas 1-α-hidroksilase di ginjal dalam upaya memelihara kadar
konsentrasi mendekati normal, tampak meragukan. Hal ini tidak didukung oleh
penelitian yang menunjukkan kegagalan dari kemampuan PTH untuk menaikkan
kadar calcitriol pada pasien dengan CKD ringan (32). Pengamatan ini menunjukkan
bahwa faktor-faktor lain juga terlibat dalam keterbatasan fungsi dari penyakit ginjal
untuk meningkatkan produksi calcitriol. Salah satu faktor tersebut adalah retensi
fosfat, karena hal ini dapat menghambat 1-α-hidroksilase (33). Kemungkinan faktor lain
adalah fibroblast growth factor 23, yang terakumulasi pada gagal ginjal dan telah
terbukti menurunkan produksi calcitriol (34). Fibroblast growth factor 23 tampak diatur
oleh asupan diet fosfor dan kadar serum fosfor, oleh karena itu, mekanisme ini
setidaknya sebagian berperan dalam pemeliharaan homeostasis fosfat dengan
mengatur ekskresi fosfor ginjal dan juga memediasi efek fosfor pada
hiperparatiroidisme(35).
6
Dalam beberapa tahun terakhir, telah ditemukan mekanisme lain yang
memainkan peran (36). Hal ini diketahui bahwa 25-hydroxyvitamin D, bentuk
simpanan vitamin D, beredar menuju vitamin D-binding protein. Protein dapat
disaring di glomerulus dan memasuki sel tubular proksimal dengan mekanisme
mediasi reseptor yang melibatkan megalin, yang diperlukan untuk penyerapan 25-
hidroksi-bound vitamin D-binding protein ke dalam sel dan memfasilitasi pengiriman
prekursor, 25-hydroxyvitamin D, ke 1-α-hidroksilase (36). Dalam perjalanan CKD,
penurunan GFR dalam penurunan pengiriman substrat ke1- α hidroksilase, akan
membatasi fungsi ginjal untuk menghasilkan sterol aktif. Selain itu, dalam CKD,
banyak pasien memiliki proteinuria yang signifikan, yang akan menyebabkan
hilangnya vitamin D-binding protein dengan ligan yang terikat dalam urin dan
berpengaruh terhadap tingginya insiden kekurangan vitamin D, dan dimanifestasikan
dengan rendahnya tingkat 25-hydroxyvitamin D (37). Keterbatasan substrat dapat
merusak kemampuan ginjal untuk meningkatkan produksi calcitriol.
Seiring perkembangan penyakit ginjal, ada faktor lain yang dapat membatasi
aktivitas calcitriol. Hal ini bisa terjadi karena menurunnya reseptor vitamin D di
jaringan target (38-41) atau dari kegagalan dari ligan reseptor vitamin D untuk
berinteraksi dengan cara yang normal dengan elemen responnya dalam DNA (42,43).
Turunnya reseptor vitamin D telah ditunjukkan pada kelenjar paratiroid manusia
maupun hewan dengn gagal ginjal. Penelitian lanjut menunjukkan bahwa ultrafiltrasi
uremik plasma mempengaruhi aksi vitamin D yang normal.
D. Peran Perubahan Intrinsik pada Kelenjar Paratiroid
Hipokalsemia adalah stimulator kuat untuk sekresi PTH dan pertumbuhan
kelenjar paratiroid. Efek kalsium tampaknya diperantarai oleh calcium-sensing
receptor dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan ekspresi
calcium-sensing receptor pada kelenjar hiperplastik yang terlihat pada gagal ginjal (44,45). Penurunan pada calcium-sensing receptor sangat potensial menyebabkan
peningkatan sekresi PTH karena respon kelenjar paratiroid terhadap stimulasi kalsium
dapat hilang. Namun, hubungan antara calcium-sensing receptor dan kadar dasar dari
PTH tidak jelas. Pada model hewan coba murin untuk transplantasi ginjal, kadar PTH
kembali normal dalam jangka waktu pendek setelah transplantasi, meskipun
pengurangan calcium-sensing receptor tetap ada dalam kelenjar paratiroid (46).
Penelitian in vitro juga telah memisahkan normalisasi kadar PTH dengan ekspresi
calcium-sensing receptor (47). Sebaliknya, terdapat bukti bahwa calcium-sensing
7
receptor mungkin berperan dalam pertumbuhan kelenjar paratiroid, yaitu penelitian
pada hewan coba dengan agen kalsimimetik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
aktivasi dari calcium-sensing receptor lewat cara tersebut berhubungan dengan
pencegahan hiperplasia kelenjar paratiroid (48-50).
Penurunan kadar kalsitriol dapat juga memberi peran dalam abnormalitas
paratiroid. Kalsitriol adalah pengatur utama sekresi PTH dan resptor vitamin D yang
diekspresikan pada kelenjar paratiroid. Kalsitriol menurunkan kadar sekresi PTH
secara in vivo dan in vitro akibat efek pada level transkripsi gen PTH (51,52). Kalsitriol
juga mengubah sekresi PTH lewat mekanisme lain. Selain efek tidak langsung dari
peningkatan serum kalsium dengan meningkatkan absorpsi kalsium, efek langsung
kalsitriol adalah meningkatkan reseptor vitamin D paratiroid, regulasi pertumbuhan
paratiroid, perubahan pada ekspresi calcium-sensing receptor dan kemungkinan efek
pada set point untuk sekresi PTH yang diatur oleh kalsium. Telah ditunjukkan bahwa
ekspresi reseptor vitamin D menurun pada kelenjar paratiroid hiperplastik yang
terlihat pada penyakit ginjal (39,41). Telah ditunjukkan pula secara eksperimental bahwa
pemberian kalsitriol berhubungan dengan upregulasi reseptor vitamin D dan calcium-
sensing receptor dalam kelenjar paratiroid tersebut (53,54). Efek kalsitriol pada
pertumbuhan paratiroid juga telah ditunjukkan (55). Efek tersebut tampaknya
melibatkan induksi inhibitor p21, cyclin-dependent kinase (%). Peran kalsitriol pada
pertumbuhan paratiroid telah dikonfirmasi dengan percobaan pada tikus yang
dihilangi reseptor vitamin D nya dimana normalisasi serum kalsium mengoreksi kadar
PTH namun tidak mengoreksi hiperplasia paratiroid (57). Akibat pertumbuhan
paratiroid juga penting pada kasus gangguan fungsi paratiroid akibat hiperparatiroid
sekunder pada CKD. Telah diketahui sejak lama bahwa beberapa kelenjar paratiroid
yang telah direseksi melalui paratiroidektomi menunjukkan nodul dan bahwa
pewarnaan untuk vitamin D dan calcium-sensing receptor turun bermakna pada nodul
tersebut (44,45). Beberapa dari nodul tersebut dapat mewakili ekspansi monoklonal dari
sel paratiroid (58). Sebuah pertanyaan penting adalah apakah penurunan ekspresi dari
calcium-sensing receptor dan reseptor vitamin D mengakibatkan akselerasi
pertumbuhan paratiroid atau akselerasi pertumbuhan hanya terkait dengan reduksi dari
ekspresi reseptor tersebut. Penelitian oleh Ritter, et al. (59) menunjukkan bahwa
proliferasi sel paratiroid tampak mengawali hilangnya calcium-sensing receptor pada
kelenjar paratiroid dari hewan uji dengan gagal ginjal.
8
E. Resistensi Skeletal terhadap Aksi Hormon Paratiroid (PTH)
Sebuah respon calcemic yang berkurang terhadap pemberian PTH telah dikenal
selama bertahun-tahun, dan juga telah diakui bahwa terdapat pemulihan tertunda dari
hipokalsemia pada pasien dengan penyakit ginjal (60,61). Fenomena ini, dikenal sebagai
resistensi skeletal/tulang terhadap aksi calcemic dari PTH, dapat berkontribusi untuk
berkembangnya hiperparatiroidisme. Banyak faktor kemungkinan terlibat dalam
resistensi tulang, termasuk retensi fosfor (62), kemungkinan akibat penurunan tingkat
calcitriol (63-65), down-regulasi dari reseptor PTH (66,67), dan aksi potensial dari fragmen
PTH yang telah terbukti menumpulkan efek calcemic PTH (68). Dukungan
eksperimental untuk semua faktor tersebut telah diungkapkan.
F. Rendahnya Proses Regenerasi Tulang pada Penyakit Tulang Metabolik dengan
CKD
Rendahnya proses regenerasi pada penyakit tulang umumnya diamati pada
pasien dengan penyakit ginjal, terutama pada pasien yang menjalani dialisis, dan
ditandai oleh tingkat formasi tulang yang sangat lambat. Beberapa kasus
menunjukkan osteomalacia, yang ditandai dengan cacat mineralisasi tulang selain
tingkat pembentukan tulang yang sangat lambat. Lesi osteomalacic terutama karena
akumulasi aluminum. Namun, menjadi kurang umum saat ini dengan adanya
penurunan penggunaan aluminum berbasis pengikat fosfor (69). Tulang adinamik pada
penyakit ginjal ditemukan meningkat frekuensinya (70) dan telah dijelaskan dalam
beberapa kasus bahkan sebelum dialisis (71,72). Patogenesis tulang adinamik tidak
didefinisikan dengan baik, tetapi tampaknya beberapa faktor mungkin terlibat
(Gambar 3) (73). Sejumlah faktor berkontribusi terhadap keadaan relatif
Hipoparatiroidisme seperti pemberian muatan tinggi kalsium dari kalsium yang
mengandung pengikat fosfat atau penggunaan konsentrasi tinggi dialisat kalsium,
serta penggunaan vitamin D sterol yang poten. Umur juga dapat menjadi faktor karena
banyak pasien usia lanjut mungkin memiliki pergantian tulang yang rendah atas dasar
adanya osteoporosis postmenopause atau osteopenia terkait dengan penyakit sistemik.
Beberapa komplikasi lain dari keadaan uremik dapat mengarah langsung pada
penurunan pembentukan tulang dan termasuk peningkatan konsentrasi peptida dalam
sirkulasi yang dapat menurunkan pembentukan tulang, seperti osteoprotegerin dan
fragmen PTH N-terminal, racun uremik tak spesifik, asidosis, penurunan ekspresi
reseptor PTH, perubahan dalam konsentrasi faktor pertumbuhan dan sitokin yang
mempengaruhi pergantian tulang, osteoporosis diinduksi terapi kortikosteroid
9
sebelumnya, atau malnutrisi umum. Satu faktor pertumbuhan tulang yang menarik
adalah morphogenic protein-7, yang awalnya terbukti memiliki efek yang
menguntungkan dalam osteitis fibrosa (74) namun, akhir-akhir ini diduga memiliki efek
menguntungkan pada tulang adinamik (75). Pergantian tulang yang rendah pada
osteomalacia yang terjadi pada pasien CKD telah diketahui selama bertahun-tahun.
Sekarang jelas bahwa kebanyakan kasus osteomalacia terkait dengan akumulasi
aluminum dalam tulang dan insidensinya telah menurun secara bermakna dengan
penurunan penggunaan aluminum yang mengandung pengikat fosfor.
Gambar 3. Faktor-Faktor yang terlibat dalam patogenesis adinamik tulang pada CKD (73)
II. Tanda dan Gejala Klinis Penyakit Metabolik Tulang pada CKD
Penyakit metabolik tulang pada pasien dengan penyakit ginjal sering asimtomatik,
dan gejala muncul terlambat dalam perjalanannya. Banyak gejala yang tidak spesifik
termasuk rasa sakit dan kekakuan pada sendi, tendon ruptur spontan, predisposisi untuk
fraktur, dan kelemahan otot proksimal. Gejala serupa dapat dilihat di kedua jenis
kelainan skeletal dengan tingkat pergantian tulang yang rendah maupun yang tinggi.
Penting untuk menekankan bahwa tidak adanya tanda dan gejala klinis dari penyakit
tulang metabolik bukan berarti kelainan ini bisa diremehkan, karena banyak proses
terlibat yang mendasari penyakit metabolik tulang juga memiliki konsekuensi di
ekstraskeletal dan pengendalian proses-proses ini penting untuk mengurangi morbiditas
dan mortalitas. Kalsifikasi ekstraskeletal, khususnya yang melibatkan pembuluh darah,
dan kalsifikasi pada kulit dan calciphylaxis juga dapat dilihat. Kalsifikasi kardiovaskular
sangat umum dan penting pada pasien dengan penyakit ginjal, di antaranya berkembang
10
dan berlangsung dengan cepat dan memprediksi berbagai hasil yang merugikan.
Berbagai jenis penyakit tulang metabolik dan gangguan mineral terkait dapat
berkontribusi untuk hal tersebut.. Proses yang bertanggung jawab untuk kalsifikasi
vaskular adalah fokus penelitian terbaru (76,77). Bukti sekarang menunjukkan bahwa
kalsifikasi vaskular adalah proses aktif yang teratur memiliki banyak kemiripan dengan
proses mineralisasi tulang. Penelitian menunjukkan bahwa dinding pembuluh yang
normal mengekspresikan protein yang menghambat kalsifikasi seperti protein GLA
matriks. Selain itu, protein yang beredar dalam sirkulasi seperti fetuin-A diproduksi pada
tempat lokal dan bertindak untuk menghambat kalsifikasi jaringan lunak sistemik.
Namun, perubahan protein ini dapat menyebabkan terlihatnya transformasi sel otot polos
pembuluh darah menjadi sel mirip osteo/chondrocytic yang kemudian memfasilitasi
kalsifikasi. Baik temuan penelitian klinis dan dasar menunjukkan hubungan terbalik
antara mineralisasi tulang dan kalsifikasi vaskular. Mekanisme yang menghubungkan
kedua proses adalah topik aktif penelitian.
III. Penilaian Biokimiawi Penyakit Tulang Metabolik pada CKD
Meskipun pemeriksaan histologis bagian dari tulang yang tidak terkalsifikasi tetap
menjadi gold standar untuk diagnosis tepat penyakit tulang ginjal, biopsi tulang tidak
banyak digunakan dalam praktik klinis karena sifat invasif dari teknik ini. Oleh karena
itu, penilaian biokimia dari gangguan tulang dan metabolisme mineral adalah andalan
diagnosis dan pengobatan. Selain pengukuran konsentrasi kalsium dan fosfor, yang dapat
berkontribusi untuk timbulnya hiperparatiroidisme, penting untuk mendapatkan indeks
langsung aktivitas paratiroid dengan cara pengukuran PTH. Pengukuran kalsium dan
fosfor harus sering dilakukan, dan terapi perlu disesuaikan dengan pedoman praktik
klinis yang diterima secara luas untuk mempertahankan konsentrasi kalsium dan fosfor
dalam rentang yang ditetapkan (78). Penilaian tepat dari tes PTH masih menjadi masalah,
bahkan meskipun tes untuk PTH telah mengalami evolusi substansial dalam beberapa
dekade terakhir (79). Kebingungan awal atas interpretasi tes PTH setelah pengenalan awal
mereka memberi jangka waktu lebih stabil dengan peluncuran dua situs Immunometric
tes, yang diyakini untuk mengukur PTH secara utuh. Hal ini atas dasar generasi pertama
Immunometric tes yang disediakan pedoman terapi saat ini. Lebih lanjut penelitian dalam
beberapa tahun terakhir, telah membuat rumit interpretasi hasil ini sehingga sekarang
diketahui bahwa tes tersebut juga mengukur, untuk berbagai tingkat, fragmen PTH N-
terminal selain PTH utuh (80,81). Sekarang tampaknya bahwa beberapa aktivitas biologis
dapat dikaitkan dengan fragmen PTH N-terminal ini, seperti PTH 7-84. yang tampaknya
11
berlawanan arah dengan aksi PTH pada tulang (68,82,83). Hal ini terus menjadi bidang
penelitian aktif. Perkembangan teknik assay PTH lebih lanjut telah memperkenalkan tes
yang sekarang lebih spesifik untuk molekul PTH utuh (1-84) (84). Pengujian ini telah
berperan dalam mengungkap aksi biologis PTH fragmen N-terminal, seperti PTH 7-84.
Banyak yang perlu dipelajari tentang biologi dan efek PTH fragmen tersebut sebelum
aplikasi klinis dan pengambilan keputusan klinis menggunakan pengukuran atau rasio
antara PTH 1-84 dan PTH fragmen seperti 7-84 dapat didefinisikan. Generasi kedua, tes
yang lebih spesifik untuk PTH 1-84 tidak tersedia secara luas, dan, dengan demikian,
terdapat ketergantungan lebih pada tes " PTH utuh " dari jenis generasi pertama, yang
tampaknya dapat dilakukan dengan baik dalam praktek klinis. Namun, meskipun tes
pada individu dapat memberi hasil baik, ada cukup banyak variasi dalam hasil yang
diperoleh dengan tes dari produsen yang berbeda, terutama karena tingkat reaktivitas
silang dengan PTH fragmen N-terminal yang berada dalam sirkulasi (79,85). Upaya sedang
dilakukan, dipelopori oleh Yayasan Ginjal Nasional, mencoba untuk memberikan standar
biologis yang dapat digunakan dokter dan peneliti untuk membantu dalam interpretasi
hasil PTH. Sejumlah penanda biologis pembentukan tulang dan resorpsi tulang dapat
digunakan dalam hubungannya dengan pengukuran ion mineral dan PTH untuk
mengukur aktivitas sel. Dari jumlah tersebut, tampaknya alkaline phosphatase dan
tulang-spesifik basa fosfatase adalah protein yang paling berguna dalam hal ini, dan
lainnya, seperti osteocalcin, procollagen, propeptides, produk kerusakan kolagen, tartrat
tahan asam fosfatase, dan kolagen C-terminal telopeptide, tidak menambah nilai klinis,
dan banyak pekerjaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencoba memperoleh penilaian
biokimia bermakna dari aktivitas sel tulang.
IV. Pencegahan dan Manajemen Penyakit Metabolik Tulang pada CKD
Tujuan pengelolaan penyakit tulang metabolik pada pasien dengan CKD adalah
untuk mempertahankan tingkat kalsium dan fosfor darah mendekati normal, melakukan
tindakan untuk mencegah perkembangan ke tingkat yang lebih parah, memulai
pengobatan hiperparatiroidisme dan untuk mencegah perkembangan hiperplasia
paratiroid. Tujuan tambahan adalah untuk mencegah kalsifikasi ekstraskeletal dan untuk
menghindari oversupresi pergantian tulang apabila adinamik tulang mungkin terjadi. Hal
ini juga diperlukan untuk menghindari akumulasi dari bahan yang dapat menjadi racun
bagi tulang, seperti aluminum. Inti dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit
metabolik tulang dalam praktik klinis adalah kemampuan untuk melakukan campur
tangan di awal perjalanan CKD, ketika proses ini dimulai, dengan menggunakan
12
pendekatan "perawatan bertingkat" seperti diilustrasikan pada Gambar 4. Gangguan
dalam regulasi homeostasis kalsium dan fosfat perlu dievaluasi dengan pengukuran PTH
saat LFG berkurang. Jika PTH meningkat, maka kadar vitamin D harus dievaluasi dan
diobati jika diperlukan.
Data terbaru telah memunculkan pertimbangan penting lain dalam penyakit ginjal
saat ini yaitu faktor risiko kekurangan vitamin D, dan kadar 2,5 - hidroksi vitamin D,
bentuk penyimpanan utama vitamin D dan indeks terbaik dari nutrisi vitamin D, yang
ditemukan sangat rendah di sebagian besar pasien dengan CKD (37). Rekomendasi terbaru
adalah untuk memperbaiki kekurangan ini dengan pemberian preparat vitamin D seperti
ergocalciferol dengan dosis cukup untuk meningkatkan kadar 2,5-hidroksi vitamin D di
atas 30 ng/ml. Efikasi klinis dari hal tersebut masih harus dibuktikan berkaitan dengan
pencegahan hiperparatiroidisme. Diet pembatasan fosfor dapat digunakan dalam CKD
awal untuk mengendalikan perkembangan hiperparatiroidisme, meskipun pembatasan
protein harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kekurangan gizi. Langkah-
langkah lain yang telah terbukti sukses termasuk suplemen kalsium, penggunaan
pengikat fosfat dan penggunaan vitamin D sterol seperti calcitriol (86), vitamin D
prohormones alfacalcidol (87) dan doxercalciferol (88), dan analog vitamin D paricalcitol (89). Pedoman praktek juga menunjukkan bahwa pembatasan jumlah pengikat fosfat
berbasis kalsium juga dipertimbangkan (78), karena beberapa data yang menunjukkan
bahwa besar beban kalsium dapat berkontribusi pada perkembangan kalsifikasi vaskular
pada pasien yang mengalami ESRD dan menjalani hemodialisis. Pengenalan non-
kalsium yang mengandung pengikat fosfat dapat memfasilitasi pembatasan asupan
kalsium, sebagai contoh yaitu sevelamer hidroklorida sangat berguna pada pasien yang
sedang menjalani dialisis untuk membantu kontrol serum fosfor sekaligus membatasi
asupan kalsium ke nilai yang dianjurkan (90). Sevelamer telah terbukti berhubungan
dengan penurunan perkembangan kalsifikasi vaskular (91). Baru-baru ini diperkenalkan
lantanum karbonat juga telah terbukti menjadi pengikat fosfat yang efektif yang juga
dapat memfasilitasi kontrol fosfor sekaligus membatasi asupan kalsium (90). Pada
penyakit ginjal lanjut, penggunaan sterol vitamin D aktif dapat berguna dalam
pengendalian hiperparatiroidisme, dan persiapan beberapa saat tersedia dalam hal ini.
Hormon calcitriol yang asli tersedia dalam sediaan oral dan intravena dan bersifat efektif
tetapi memiliki rentang jendela terapi yang cukup sempit antara efikasi dan toksisitas.
Vitamin D sterol lain telah diperkenalkan, seperti prohormon vitamin D, 1 -α-
Hidroksivitamin D3 dan 1 - α -Hidroksivitamin D2. Kedua sterol ini mengalami
13
hidroksilasi di hati menjadi 1-25-dihidroksivitamin D3 dan 1-25-dihidroksi vitamin D2.
Sedangkan dalam rentang terapi, ada sedikit perbedaan antara vitamin D2 dan
prohormon vitamin D3 untuk meningkatkan kalsium dan fosfor, namun tampaknya
toksisitas yang lebih rendah dimiliki sterol vitamin D2 saat diberikan pada dosis tinggi,
efek yang mungkin disebabkan jalur metabolik alternatif (92,93).
Pendekatan lain dilakukan dengan menggunakan analog vitamin D, dengan
melakukan modifikasi pada struktural molekul vitamin D untuk mencapai selektivitas
penekanan PTH sambil meminimalkan efek kalsium dan fosfor. Tiga analog tersebut
telah diperkenalkan: 19-nor-1 ,25-dihydroksivitamin D2 (94), 22-oxacalcitriol (95), dan
26,27-hexafluorocalcitriol (96). 19-Nor-1 ,25-dihydroksivitamin D2 secara luas digunakan
di Amerika Serikat dan terbukti efektif dengan toksisitas yang agak lebih rendah
daripada sterol calcitriol asli(97). Analog tersebut digunakan pada awalnya dalam bentuk
intravena pada pasien yang menjalani hemodialisis tapi sekarang tersedia dalam bentuk
oral dan sedang digunakan pada CKD derajat 3 dan 4 (89). Meskipun pada hewan
percobaan terdapat perbedaan yang signifikan dalam sifat berbagai analog vitamin D
dalam hal efek pada penyerapan kalsium dan fosfor serta pada kalsifikasi vaskular (98-100),
namun tidak ada studi banding dari analog vitamin D berkaitan dengan keamanan dan
kemanjuran pada pasien.
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat pengamatan menarik tentang efek positif
pemberian sterol vitamin D pada pasien yang menjalani hemodialisis dapat dikaitkan
dengan peningkatan survival rate dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima
sterol vitamin D (101). Mekanisme untuk efek tersebut tidak diketahui, tetapi menimbulkan
pertimbangan bahwa efek vitamin D nonklasikal mungkin memainkan peran. Demikian
pula, studi retrospektif dari pasien yang dirawat dengan calcitriol dibandingkan dengan
mereka yang menerima paricalcitol menunjukkan bahwa tampaknya ada manfaat
peningkatan survival rate dengan adanya pemberian vitamin D analog paricalcitol (102).
Sekali lagi, mekanisme efek tersebut tidak diketahui dan jelas membutuhkan studi lebih
rinci.
Cinacalcet calcimimetic merupakan agen terapi lain untuk kontrol pada pasien
dengan hiperparatiroidisme ESRD dan telah terbukti efektif dalam mengurangi kadar
PTH (103.104). Agen ini, yang merupakan aktivator alosterik kalsium-sensing reseptor,
menghasilkan penurunan serum kalsium dan dapat memfasilitasi dalam menjaga
konsentrasi serum kalsium dalam target yang disarankan. Terapi cinacalcet juga
menghasilkan penurunan kecil dalam konsentrasi fosfor pada pasien dengan ESRD yang
14
juga menguntungkan dalam memenuhi pedoman praktik. Pendekatan ini sangat berguna
bagi pasien yang memiliki kalsium dan fosfor serum di atas batas atas normal dan di
mana penggunaan vitamin D sterol mungkin bermasalah. Terapi Calcimimetic dapat
digunakan dalam kombinasi dengan semua pendekatan terapi yang telah dibahas diatas.
Hasil dari penelitian rinci dalam 4 dekade terakhir, telah ada kemajuan yang cukup
besar dalam pemahaman patofisiologi berbagai pola penyakit metabolik tulang pada
CKD. Pengamatan ini telah menyebabkan pendekatan rasional untuk terapi dan
pengenalan agen terapi baru yang dapat digunakan untuk memodifikasi komplikasi
penyakit ginjal ini. Pendekatan juga terus mengarah pada pengungkapan hal-hal baru
yang membutuhkan penyelidikan, seperti upaya untuk memahami dan memodifikasi
kalsifikasi vaskular, untuk memahami peran biologis N-terminal dari fragmen PTH, dan
untuk memahami makna biologis nonklasikal dari vitamin D. Diharapkan dengan
kemajuan ini kondisi kesehatan pasien dengan CKD dapat ditingkatkan.
Gambar 4. Pendekatan “Perawatan bertahap” untuk pencegahan dan penatalaksanaan
hiperparatiroid sekunder pada CKD.
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Gangguan metabolik tulang adalah suatu komplikasi umum dari penyakit ginjal
kronis (CKD) dan merupakan bagian dari spektrum yang luas dari gangguan
metabolisme mineral yang dapat berdampak ke skeletal maupun ekstraskeletal.
2. Spektrum Penyakit Tulang Metabolik ditandai dengan adanya abnormalitas
kalsium, fosfor, hormon paratiroid (PTH), dan metabolisme vitamin D;
abnormalitas regenerasi tulang (turnover), mineralisasi, volume, pertumbuhan
liniar, dan kekuatannya; kalsifikasi vaskular atau jaringan lunak .
3. Patogenesis dasar dari penyakit tulang metabolik adalah tingginya regenerasi
tulang akibat hiperparatirodisme sekunder, rendahnya regenerasi tulang akibat
hipoparatiroidisme relatif dan proses sistemik lain yang telah ada sebelumnya.
4. Manifestasi klinik Penyakit Tulang Metabolik pada CKD dapat non-spesifik
seperti rasa sakit dan kekakuan pada sendi, ruptur tendon spontan, rentan terhadap
fraktur, kelemahan otot proksimal, dan dapat berupa asimtomatik skeletal yang
mungkin terjadi manifestasi ekstraskeletal seperti kalsifikasi pembuluh darah pada
sistem kardiovaskular.
5. Pencegahan dan manajemen Penyakit Tulang Metabolik pada CKD memiliki
tujuan utama dan tambahan. Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan
tingkat kalsium dan fosfor darah mendekati normal, melakukan tindakan untuk
mencegah perkembangan ke tingkat yang lebih parah, memulai pengobatan
hiperparatiroidisme dan untuk mencegah perkembangan hiperplasia paratiroid.
Tujuan tambahannyya adalah untuk mencegah kalsifikasi ekstraskeletal dan dapat
menghindari oversupresi tulang bila terjadi adinamik tulang.
B. Saran
1. Diharapkan para klinisi dapat melakukan pencegahan dan pengelolaan penyakit
metabolik tulang dalam praktik klinis dan dapat melakukan campur tangan di awal
perjalanan CKD ketika proses ini dimulai, agar menghasilkan output yang lebih
baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Moe S, Drueke T, Cunningham J, Goodman W, Martin K, Olgaard K, Ott S, Sprague S, Lameire N, Eknoyan G:Definition, evaluation, and classification of renal osteodys-trophy: A position statement from Kidney Disease: Im-proving Global Outcomes (KDIGO). Kidney Int 69: 1945–1953, 2006
2. Reiss E, Canterbury JM, Kanter A: Circulating parathyroid hormone concentration in chronic renal insufficiency. Arch Intern Med 124: 417– 422, 1969
3. Arnaud CD: Hyperparathyroidism and renal failure. Kid-ney Int 4: 89 –95, 1973\4. Slatopolsky E, Caglar S, Pennell JP, Taggart DD, Canter-bury JM, Reiss E, Bricker NS:
On the pathogenesis of hyperparathyroidism in chronic experimental renal insuf-ficiency in the dog. J Clin Invest 50: 492– 499, 1971
5. Slatopolsky E, Caglar S, Gradowska L, Canterbury J, Reiss E, Bricker NS: On the prevention of secondary hyperpara-thyroidism in experimental chronic renal disease using “proportional reduction” of dietary phosphorus intake. Kidney Int 2: 147–151, 1972
6. Slatopolsky E, Bricker NS: The role of phosphorus restric-tion in the prevention of secondary hyperparathyroidism in chronic renal disease. Kidney Int 4: 141–145, 1973
7. Slatopolsky E, Delmez JA: Pathogenesis of secondary hy-perparathyroidism. Am J Kidney Dis 23: 229 –236, 1994
8. Bricker NS: On the pathogenesis of the uremic state. An exposition of the “trade-off hypothesis.” N Engl J Med 286:1093–1099, 1972
9. Laflamme GH, Jowsey J: Bone and soft tissue changes withoral phosphate supplements. J Clin Invest 51: 2834 –2840,1972
10. Jowsey J, Reiss E, Canterbury JM: Long-term effects of high phosphate intake on parathyroid hormone levels and bone metabolism. Acta Orthop Scand 45: 801– 808, 1974
11. Rutherford WE, Bordier P, Marie P, Hruska K, Harter H, Greenwalt A, Blondin J, Haddad J, Bricker N, Slatopolsky E: Phosphate control and 25-hydroxycholecalciferol ad-ministration in preventing experimental renal osteodystro-phy in the dog. J Clin Invest 60: 332–341, 1977
12. Portale AA, Booth BE, Halloran BP, Morris RCJ: Effect of dietary phosphorus on circulating concentrations of 1,25-dihydroxyvitamin D and immunoreactive parathyroid hormone in children with moderate renal insufficiency. J Clin Invest 73: 1580 –1589, 1984
13. Wilson L, Felsenfeld A, Drezner MK, Llach F: Altered divalent ion metabolism in early renal failure: Role of 1,25(OH)2D. Kidney Int 27: 565–573, 1985
14. Martinez I, Saracho R, Montenegro J, Llach F: The impor-tance of dietary calcium and phosphorous in the secondary hyperparathyroidism of patients with early renal failure. Am J Kidney Dis 29: 496 –502, 1997
15. Lopez-Hilker S, Galceran T, Chan YL, Rapp N, Martin KJ, Slatopolsky E: Hypocalcemia may not be essential for the development of secondary hyperparathyroidism in chronic renal failure. J Clin Invest 78: 1097–1102, 1986
16. Tanaka Y, Deluca HF: The control of 25-hydroxyvitamin D metabolism by inorganic phosphorus. Arch Biochem Biophys 154: 566 –574, 1973
17. Slatopolsky E, Finch J, Denda M, Ritter C, Zhong M, Dusso A, MacDonald PN, Brown AJ: Phosphorus restriction pre-vents parathyroid gland growth. High phosphorus directly stimulates PTH secretion in vitro. J Clin Invest 97: 2534 –2540, 1996
18. Almaden Y, Hernandez A, Torregrosa V, Canalejo A, Sa-bate L, Fernandez Cruz L, Campistol JM, Torres A, Rodri-guez M: High phosphate level directly stimulates parathy-roid hormone secretion and synthesis by human parathyroid tissue in vitro. J Am Soc Nephrol 9: 1845–1852, 1998
17
19. Almaden Y, Canalejo A, Hernandez A, Ballesteros E, Gar-cia-Navarro S, Torres A, Rodriguez M: Direct effect of phosphorus on PTH secretion from whole rat parathyroid glands in vitro. J Bone Miner Res 11: 970 –976, 1996
20. Kilav R, Silver J, Naveh-Many T: Parathyroid hormone gene expression in hypophosphatemic rats. J Clin Invest 96:327–333, 1995
21. Yalcindag C, Silver J, Naveh-Many T: Mechanism of in-creased parathyroid hormone mRNA in experimental ure-mia: Roles of protein RNA binding and RNA degradation. J Am Soc Nephrol 10: 2562–2568, 1999
22. Sela-Brown A, Naveh-Many T, Silver J: Transcriptional and post-transcriptional regulation of PTH gene expression by vitamin D, calcium and phosphate. Miner Electrolyte Metab 25: 342–344, 1999
23. Sela-Brown A, Silver J, Brewer G, Naveh-Many T: Identi-fication of AUF1 as a parathyroid hormone mRNA 3-untranslated region-binding protein that determines para-thyroid hormone mRNA stability. J Biol Chem 275: 7424 – 7429, 2000
24. Almaden Y, Canalejo A, Ballesteros E, Anon G, Rodriguez M: Effect of high extracellular phosphate concentration on arachidonic acid production by parathyroid tissue in vitro. J Am Soc Nephrol 11: 1712–1718, 2000
25. Naveh-Many T, Rahamimov R, Livni N, Silver J: Parathy-roid cell proliferation in normal and chronic renal failure rats. The effects of calcium, phosphate, and vitamin D. J Clin Invest 96: 1786 –1793, 1995
26. Yi H, Fukagawa M, Yamato H, Kumagai M, Watanabe T, Kurokawa K: Prevention of enhanced parathyroid hor-mone secretion, synthesis and hyperplasia by mild dietary phosphorus restriction in early chronic renal failure in rats: Possible direct role of phosphorus. Nephron 70: 242–248, 1995
27. Denda M, Finch J, Slatopolsky E: Phosphorus accelerates the development of parathyroid hyperplasia and second-ary hyperparathyroidism in rats with renal failure. Am J Kidney Dis 28: 596 – 602, 1996
28. Dusso AS, Pavlopoulos T, Naumovich L, Lu Y, Finch J, Brown AJ, Morrissey J, Slatopolsky E: p21(WAF1) and transforming growth factor-alpha mediate dietary phos-phate regulation of parathyroid cell growth. Kidney Int 59: 855– 865, 2001
29. Dusso AS, Sato T, Arcidiacono MV, Alvarez-Hernandez D, Yang J, Gonzalez-Suarez I, Tominaga Y, Slatopolsky E: Pathogenic mechanisms for parathyroid hyperplasia. Kid-ney Int Suppl 102: S8 –S11, 2006
30. Cozzolino M, Lu Y, Sato T, Yang J, Suarez IG, Brancaccio D, Slatopolsky E, Dusso AS: A critical role for enhanced TGF-alpha and EGFR expression in the initiation of para-thyroid hyperplasia in experimental kidney disease. Am J Physiol Renal Physiol 289: F1096 –F1102, 2005
31. Tatsumi S, Segawa H, Morita K, Haga H, Kouda T, Yamamoto H, Inoue Y, Nii T, Katai K, Taketani Y, Miy-amoto KI, Takeda E: Molecular cloning and hormonal reg-ulation of PiT-1, a sodium-dependent phosphate cotrans-porter from rat parathyroid glands. Endocrinology 139: 1692–1699, 1998
32. Ritz E, Seidel A, Ramisch H, Szabo A, Bouillon R: Atten-uated rise of 1,25 (OH)2 vitamin D3 in response to para-thyroid hormone in patients with incipient renal failure. Nephron 57: 314 –318, 1991
33. Perwad F, Azam N, Zhang MY, Yamashita T, Tenenhouse HS, Portale AA: Dietary and serum phosphorus regulate fibroblast growth factor 23 expression and 1,25-dihy-droxyvitamin D metabolism in mice. Endocrinology 146: 5358 –5364, 2005
34. Fukagawa M, Kazama JJ: With or without the kidney: The role of FGF23 in CKD. Nephrol Dial Transplant 20: 1295–1298, 2005
18
35. Gutierrez O, Isakova T, Rhee E, Shah A, Holmes J, Col-lerone G, Juppner H, Wolf M: Fibroblast growth factor-23 mitigates hyperphosphatemia but accentuates calcitriol de-ficiency in chronic kidney disease. J Am Soc Nephrol 16: 2205–2215, 2005
36. Nykjaer A, Dragun D, Walther D, Vorum H, Jacobsen C, Herz J, Melsen F, Christensen EI, Willnow TE: An endo-cytic pathway essential for renal uptake and activation of the steroid 25-(OH) vitamin D3. Cell 96: 507–515, 1999
37. Gonzalez EA, Sachdeva A, Oliver DA, Martin KJ: Vitamin D insufficiency and deficiency in chronic kidney disease. A single center observational study. Am J Nephrol 24: 503–510, 2004
38. Merke J, Hugel U, Zlotkowski A, Szabo A, Bommer J, Mall G, Ritz E: Diminished parathyroid 1,25(OH)2D3 receptors in experimental uremia. Kidney Int 32: 350 –353, 1987
39. Korkor AB: Reduced binding of [3H]1,25-dihydroxyvita-min D3 in the parathyroid glands of patients with renal failure. N Engl J Med 316: 1573–1577, 1987
40. Brown AJ, Dusso A, Lopez-Hilker S, Lewis-Finch J, Grooms P, Slatopolsky E: 1,25-(OH)2D receptors are de-creased in parathyroid glands from chronically uremic dogs. Kidney Int 35: 19 –23, 1989
41. Fukuda N, Tanaka H, Tominaga Y, Fukagawa M, Kuro-kawa K, Seino Y: Decreased 1,25-dihydroxyvitamin D3 receptor density is associated with a more severe form of parathyroid hyperplasia in chronic uremic patients. J Clin Invest 92: 1436 –1443, 1993
42. Patel SR, Ke HQ, Vanholder R, Koenig RJ, Hsu CH: Inhi-bition of calcitriol receptor binding to vitamin D response elements by uremic toxins. J Clin Invest 96: 50 –59, 1995
43. Sawaya BP, Koszewski NJ, Qi Q, Langub MC, Monier-Faugere MC, Malluche HH: Secondary hyperparathyroid-ism and vitamin D receptor binding to vitamin D response elements in rats with incipient renal failure. JamSoc Nephrol 8: 271–278, 1997
44. Gogusev J, Duchambon P, Hory B, Giovannini M, Goureau Y, Sarfati E, Drueke TB: Depressed expression of calcium receptor in parathyroid gland tissue of patients with hy-perparathyroidism. Kidney Int 51: 328 –336, 1997
45. Kifor O, Moore FD Jr, Wang P, Goldstein M, Vassilev P, Kifor I, Hebert SC, Brown EM: Reduced immunostaining for the extracellular Ca2-sensing receptor in primary and uremic secondary hyperparathyroidism. J Clin Endocrinol Metab 81: 1598 –1606, 1996
46. Lewin E, Garfia B, Recio FL, Rodriguez M, Olgaard K: Persistent downregulation of calcium-sensing receptor mRNA in rat parathyroids when severe secondary hyper-parathyroidism is reversed by an isogenic kidney trans-plantation. J Am Soc Nephrol 13: 2110 –2116, 2002
47. Ritter CS, Martin DR, Lu Y, Slatopolsky E, Brown AJ: Reversal of secondary hyperparathyroidism by phosphate restriction restores parathyroid calcium-sensing receptor expression and function. J Bone Miner Res 17: 2206 –2213, 2002
48. Mizobuchi M, Hatamura I, Ogata H, Saji F, Uda S, Shiizaki K, Sakaguchi T, Negi S, Kinugasa E, Koshikawa S, Akizawa T: Calcimimetic compound upregulates de-creased calcium-sensing receptor expression level in para-thyroid glands of rats with chronic renal insufficiency. J Am Soc Nephrol 15: 2579 –2587, 2004
49. Wada M, Nagano N, Furuya Y, Chin J, Nemeth EF, Fox J: Calcimimetic NPS R-568 prevents parathyroid hyperplasia in rats with severe secondary hyperparathyroidism. Kidney Int 57: 50 –58, 2000
50. Wada M, Furuya Y, Sakiyama J, Kobayashi N, Miyata S, Ishii H, Nagano N: The calcimimetic compound NPS R-568 suppresses parathyroid cell proliferation in rats with renal insufficiency. Control of parathyroid cell growth via a calcium receptor. J Clin Invest 100: 2977–2983, 1997
19
51. Silver J, Russell J, Sherwood LM: Regulation by vitamin D metabolites of messenger ribonucleic acid for prepropara-thyroid hormone in isolated bovine parathyroid cells. Proc Natl Acad Sci U S A 82: 4270 – 4273, 1985
52. Russell J, Lettieri D, Sherwood LM: Suppression by 1,25(OH)2D3 of transcription of the pre-proparathyroid hormone gene. Endocrinology 119: 2864 –2866, 1986
53. Brown AJ, Zhong M, Finch J, Ritter C, McCracken R, Mor-rissey J, Slatopolsky E: Rat calcium-sensing receptor is regulated by vitamin D but not by calcium. Am J Physiol 270: F454 –F460, 1996
54. Naveh-Many T, Marx R, Keshet E, Pike JW, Silver J: Reg-ulation of 1,25-dihydroxyvitamin D3 receptor gene expres-sion by 1,25-dihydroxyvitamin D3 in the parathyroid in vivo. J Clin Invest 86: 1968 –1975, 1990
55. Kremer R, Bolivar I, Goltzman D, Hendy GN: Influence of calcium and 1,25-dihydroxycholecalciferol on proliferation and proto-oncogene expression in primary cultures of bo-vine parathyroid cells. Endocrinology 125: 935–941, 1989
56. Cozzolino M, Lu Y, Finch J, Slatopolsky E, Dusso AS: p21WAF1 and TGF-alpha mediate parathyroid growth ar-rest by vitamin D and high calcium. Kidney Int 60: 2109 – 2117, 2001
57. Panda DK, Miao D, Bolivar I, Li J, Huo R, Hendy GN, Goltzman D: Inactivation of the 25-hydroxyvitamin D-1al-pha-hydroxylase and vitamin D receptor demonstrates in-dependent and interdependent effects of calcium and vi-tamin D on skeletal and mineral homeostasis. J Biol Chem 279: 16754 –16766, 2004
58. Arnold A, Brown MF, Urena P, Gaz RD, Sarfati E, Drueke TB: Monoclonality of parathyroid tumors in chronic renal failure and in primary parathyroid hyperplasia. J Clin In-vest 95: 2047–2053, 1995
59. Ritter CS, Finch JL, Slatopolsky EA, Brown AJ: Parathyroid hyperplasia in uremic rats precedes down-regulation of the calcium receptor. Kidney Int 60: 1737–1744, 2001
60. Evanson JM: The response to the infusion of parathyroid extract in hypocalcaemic states. Clin Sci 31: 63–75, 1966
61. Massry SG, Coburn JW, Lee DB, Jowsey J, Kleeman CR: Skeletal resistance to parathyroid hormone in renal failure. Studies in 105 human subjects. Ann Intern Med 78: 357–364, 1973
62. Somerville PJ, Kaye M: Evidence that resistance to the calcemic action of parathyroid hormone in rats with acute uremia is caused by phosphate retention. Kidney Int 16: 552–560, 1979
63. Somerville PJ, Kaye M: Resistance to parathyroid hormone in renal failure: Role of vitamin D metabolites. Kidney Int 14: 245–254, 1978
64. Massry SG, Stein R, Garty J, Arieff AI, Coburn JW, Norman AW, Friedler RM: Skeletal resistance to the calcemic action of parathyroid hormone in uremia: Role of 1,25 (OH)2 D3. Kidney Int 9: 467– 474, 1976
65. Galceran T, Martin KJ, Morrissey JJ, Slatopolsky E: Role of 1,25-dihydroxyvitamin D on the skeletal resistance to para-thyroid hormone. Kidney Int 32: 801– 807, 1987
66. Olgaard K, Arbelaez M, Schwartz J, Klahr S, Slatopolsky E: Abnormal skeletal response to parathyroid hormone in dogs with chronic uremia. Calcif Tissue Int 34: 403– 407, 1982
67. Picton ML, Moore PR, Mawer EB, Houghton D, Freemont AJ, Hutchison AJ, Gokal R, Hoyland JA: Down-regulation of human osteoblast PTH/PTHrP receptor mRNA in end-stage renal failure. Kidney Int 58: 1440 –1449, 2000
68. Slatopolsky E, Finch J, Clay P, Martin D, Sicard G, Singer G, Gao P, Cantor T, Dusso A: A novel mechanism for skeletal resistance in uremia. Kidney Int 58: 753–761, 2000
69. Gonzalez E, Martin K: Aluminum and renal osteodystro-phy: A diminishing clinical problem. Trends Endocrinol Metab 3: 371–375, 1992
20
70. Malluche HH, Mawad H, Monier-Faugere MC: The impor-tance of bone health in end-stage renal disease: out of the frying pan, into the fire? Nephrol Dial Transplant 19[Suppl 1]: i9 –i13, 200471. Torres A, Lorenzo V, Hernandez D, Rodriguez JC, Con-cepcion MT, Rodriguez AP, Hernandez A, de Bonis E, Darias E, Gonzalez-Posada JM, et al.: Bone disease in pre-dialysis, hemodialysis, and CAPD patients: Evidence of a better bone response to PTH. Kidney Int 47: 1434 –1442, 1995
72. Hernandez D, Concepcion MT, Lorenzo V, Martinez ME, Rodriguez A, De Bonis E, Gonzalez-Posada JM, Felsenfeld AJ, Rodriguez M, Torres A: Adynamic bone disease with negative aluminium staining in predialysis patients: Prev-alence and evolution after maintenance dialysis. Nephrol Dial Transplant 9: 517–523, 1994
73. Couttenye MM, D’Haese PC, Verschoren WJ, Behets GJ, Schrooten I, De Broe ME: Low bone turnover in patients with renal failure. Kidney Int 56: S70 –S76, 1999
74. Gonzalez EA, Lund RJ, Martin KJ, McCartney JE, Tondravi MM, Sampath TK, Hruska KA: Treatment of a murine model of high-turnover renal osteodystrophy by exoge-nous BMP-7. Kidney Int 61: 1322–1331, 2002
75. Lund RJ, Davies MR, Brown AJ, Hruska KA: Successful treatment of an adynamic bone disorder with bone mor-phogenetic protein-7 in a renal ablation model. JamSoc Nephrol 15: 359 –369, 2004
76. Shanahan CM: Mechanisms of vascular calcification in re-nal disease. Clin Nephrol 63: 146 –157, 2005
77. Moe SM: Vascular calcification and renal osteodystrophy relationship in chronic kidney disease. Eur J Clin Invest 36[Suppl 2]: 51– 62, 2006
78. Eknoyan G, Levin A, Levin NW: Bone metabolism and disease in chronic kidney disease. Am J Kidney Dis 42: 1–201, 2003
79. Martin KJ, Akhtar I, Gonzalez EA: Parathyroid hormone: New assays, new receptors. Semin Nephrol 24: 3–9, 2004
80. Brossard JH, Cloutier M, Roy L, Lepage R, Gascon-Barre M, D’Amour P: Accumulation of a non-(1-84) molecular form of parathyroid hormone (PTH) detected by intact PTH assay in renal failure: Importance in the interpretation of PTH values. J Clin Endocrinol Metab 81: 3923–3929, 1996
81. D’Amour P, Brossard JH, Rousseau L, Nguyen-Yamamoto L, Nassif E, Lazure C, Gauthier D, Lavigne JR, Zahradnik RJ: Structure of non-(1-84) PTH fragments secreted by parathyroid glands in primary and secondary hyperpara-thyroidism. Kidney Int 68: 998 –1007, 2005
82. Nguyen-Yamamoto L, Rousseau L, Brossard JH, Lepage R,D’Amour P: Synthetic carboxyl-terminal fragments of parathyroid hormone (pth) decrease ionized calcium con-centration in rats by acting on a receptor different from the pth/pth-related peptide receptor. Endocrinology 142: 1386 – 1392, 2001
83. Langub MC, Monier-Faugere MC, Wang G, Williams JP, Koszewski NJ, Malluche HH: Administration of PTH-(7-84) antagonizes the effects of PTH-(1-84) on bone in rats with moderate renal failure. Endocrinology 144: 1135–1138, 2003
84. Gao P, Scheibel S, D’Amour P, John MR, Rao SD, Schmidt-Gayk H, Cantor TL: Development of a novel immunora-diometric assay exclusively for biologically active whole parathyroid hormone 1-84: Implications for improvement of accurate assessment of parathyroid function. J Bone Miner Res 16: 605– 614, 2001
85. Souberbielle JC, Boutten A, Carlier MC, Chevenne D, Cou-maros G, Lawson-Body E, Massart C, Monge M, Myara J, Parent X, Plouvier E, Houillier P: Inter-method variability in PTH measurement: Implication for the care of CKD patients. Kidney Int 70: 345–350, 2006
21
86. Ritz E, Kuster S, Schmidt-Gayk H, Stein G, Scholz C, Kraatz G, Heidland A: Low-dose calcitriol prevents the rise in 1,84-iPTH without affecting serum calcium and phos-phate in patients with moderate renal failure (prospective placebo-controlled multicentre trial). Nephrol Dial Trans-plant 10: 2228 –2234, 1995
87. Brandi L, Nielsen PK, Bro S, Daugaard H, Olgaard K: Long-term effects of intermittent oral alphacalcidol, cal-cium carbonate and low-calcium dialysis (1.25 mmol L-1) on secondary hyperparathyroidism in patients on contin-uous ambulatory peritoneal dialysis. J Intern Med 244: 121– 131, 1998
88. Coburn JW, Maung HM, Elangovan L, Germain MJ, Lind-berg JS, Sprague SM, Williams ME, Bishop CW: Doxercal-ciferol safely suppresses PTH levels in patients with sec-ondary hyperparathyroidism associated with chronic kidney disease stages 3 and 4. Am J Kidney Dis 43: 877– 890, 2004
89. Coyne D, Acharya M, Qiu P, Abboud H, Batlle D, Rosan-sky S, Fadem S, Levine B, Williams L, Andress DL, Sprague SM: Paricalcitol capsule for the treatment of secondary hyperparathyroidism in stages 3 and 4 CKD. Am J Kidney Dis 47: 263–276, 2006
90. Chertow GM, Burke SK, Dillon MA, Slatopolsky E: Long-term effects of sevelamer hydrochloride on the calcium x phosphate product and lipid profile of haemodialysis pa-tients. Nephrol Dial Transplant 15: 559, 2000
91. Chertow GM, Burke SK, Raggi P: Sevelamer attenuates the progression of coronary and aortic calcification in hemo-dialysis patients. Kidney Int 62: 245–252, 2002
92. Sjoden G, Smith C, Lindgren U, DeLuca HF: 1alpha-Hy-droxyvitamin D2 is less toxic than 1alpha-hydroxyvitamin D3 in the rat. Proc Soc Exp Biol Med 178: 432– 436, 1985
93. Mawer EB, Jones G, Davies M, Still PE, Byford V, Schr-oeder NJ, Makin HL, Bishop CW, Knutson JC: Unique 24-hydroxylated metabolites represent a significant pathway of metabolism of vitamin D2 in humans: 24-Hydroxyvitamin D2 and 1,24-dihydroxyvitamin D2 de-tectable in human serum. J Clin Endocrinol Metab 83: 2156 –2166, 1998
94. Martin KJ, Gonzalez EA, Gellens M, Hamm LL, Abboud H, Lindberg J: 19-Nor-1-alpha-25-dihydroxyvitamin D2 (pari-calcitol) safely and effectively reduces the levels of intact PTH in patients on hemodialysis. J Am Soc Nephrol 9: 1427–1432, 1998
95. Tsukamoto Y, Hanaoka M, Matsuo T, Saruta T, Nomura M, Takahashi Y: Effect of 22-oxacalcitriol on bone histology of hemodialyzed patients with severe secondary hyperpara-thyroidism. Am J Kidney Dis 35: 458 – 464, 2000
96. Akiba T, Marumo F, Owada A, Kurihara S, Inoue A, Chida Y, Ando R, Shinoda T, Ishida Y, Ohashi Y: Controlled trial of falecalcitriol versus alfacalcidol in suppression of para-thyroid hormone in hemodialysis patients with secondary hyperparathyroidism. Am J Kidney Dis 32: 238 –246, 1998
97. Sprague SM, Llach F, Amdahl M, Taccetta C, Batlle D: Paricalcitol versus calcitriol in the treatment of secondary hyperparathyroidism. Kidney Int 63: 1483–1490, 2003
98. Finch JL, Brown AJ, Slatopolsky E: Differential effects of 19-nor-1,25-(OH)2 D2 on calcium and phosphate resorp-tion in bone [Abstract]. J Am Soc Nephrol 8: 573A, 1997
99. Finch JL, Brown AJ, Slatopolsky E: Differential effects of 1,25-dihydroxy-vitamin D3 and 19-nor-1,25-dihydroxy-vi-tamin D2 on calcium and phosphorus resorption in bone. J Am Soc Nephrol 10: 980 –985, 1999
100. Hirata M, Katsumata K, Endo K, Fukushima N, Ohkawa H, Fukagawa M: In subtotally nephrectomized rats 22-oxacalcitriol suppresses parathyroid hormone with less risk of cardiovascular calcification or deterioration of re-sidual renal function than 1,25(OH)(2) vitamin D(3). Neph-rol Dial Transplant 18: 1770 –1776, 2003
101. Teng M, Wolf M, Ofsthun MN, Lazarus JM, Hernan MA, Camargo CA Jr, Thadhani R: Activated injectable vitamin D and hemodialysis survival: A historical cohort study. J Am Soc Nephrol 16: 1115–1125, 2005
22
102. Teng M, Wolf M, Lowrie E, Ofsthun N, Lazarus JM, Thadhani R: Survival of patients undergoing hemodialysis with paricalcitol or calcitriol therapy. N Engl J Med 349: 446 – 456, 2003
103. Moe SM, Cunningham J, Bommer J, Adler S, Rosansky SJ, Urena-Torres P, Albizem MB, Guo MD, Zani VJ, Goodman WG, Sprague SM: Long-term treatment of secondary hy-perparathyroidism with the calcimimetic cinacalcet HCl. Nephrol Dial Transplant 20: 2186 –2193, 2005
104. Goodman WG: Calcimimetic agents for the treatment of secondary hyperparathyroidism. Semin Nephrol 24: 460 – 463, 2004
23