REAKTOR (R-01)
Tugas : Mereaksikan Sikloheksena (C6H10) dengan H2O2 (30% wt)
menjadi C6H10O4 dengan katalisator H2WO4, dan H3PO4.
Fase Proses : Cair-Cair
Tipe Alat : Reaktor Alir Tangki Berpengaduk Gelembung
Kondisi operasi : Isothermal non adiabatic (tekanan 15 atm dan suhu 100OC)
Katalisator : Tris (triphenyl phosphine) rhodium carbonyl hydride yang
terlarut dalam olefin maupun aldehyde.
Sistem pendingin : Cooling coil
Daftar 1. Data Umpan Cair Masuk Reaktor
Komponen kmol/jam kg/jamFraksi
massa, wiDensitas, ρi
(kg/m3)wi ρi
C7H14 94,3077 9242,1501 0,1925 624,0487 120,1374
C7H16 6,2527 625,2671 0,0130 613,3228 7,9880
C8H16O 2,7751 355,2093 0,0073 760,9310 5,6301
HRhCO(PPh3)3 126,3723 37785,3049 0,7870 1104,0719 868,9750
Total 229,7077 48007,9316 1,0000 3102,3747 1002,7307
Daftar 2. Data Umpan Gas Masuk Reaktor
Komponen kmol/jam kg/jamFraksi massa,
wiDensitas, ρi
(kg/m3)wi ρi
CO 15,2369 426,6341 0,3654 13,7217 5,0145
H2 15,4396 30,8792 0,0264 0,9801 0,0259
N2 17,2021 481,6585 0,4125 7,8409 3,2350
CH4 7,1442 114,3073 0,0979 13,7217 1,3435
C7H14 0,5799 56,8260 0,0486 48,0260 2,3377
C7H16 0,2268 22,6840 0,0194 49,0061 0,9522
C8H16O 0,2690 34,4345 0,0294 62,7279 1,8502
Total 56,0985 1167,4236 1,0000 196,0247 14,7593
Dari data diatas, diperoleh kecepatan volumetrik cairan masuk sebesar (Fvcairan) 47,8771
m3/jam, sedangkan kecepatan volumetrik gas(Fvgas) sebesar 79,0973 m3/jam.
A. SIFAT FISIS CAMPURAN
1. Berat molekul
Berat molekul campuran diperoleh dengan persamaan berikut
BM=Σ xi BMi (1)
dimana, BM = berat molekul campuran, kg/kmol
xi = fraksi mol
BMi = berat molekul komponen, kg/kmol
Daftar 3. Data Perhitungan Berat Molekul Campuran Cairan
KomponenLaju,
(kmol/jam)Fraksi mol
(xi)Berat Molekul
(BMi), kg/kmolxi Bmi
(kg/kmol)
C7H14 94,3077 0,4106 98 40,2344
C7H16 6,2527 0,0272 100 2,7220
C8H16O 2,7751 0,0121 128 1,5464
HRhCO(PPh3)3 126,3723 0,5501 299 164,4930
Total 229,7077 1 - 208,9958
Daftar 4. Data Perhitungan Berat Molekul Campuran Gas
Komponen kg/jamFraksi mol
(xi)Berat Molekul
(BMi), kg/kmolxi Bmi
(kg/kmol)
CO 15,2369 0,2716 16 4,3458
H2 15,4396 0,2752 2 0,5504
N2 17,2021 0,3066 28 8,5859
CH4 7,1442 0,1274 16 2,0376
C7H14 0,5799 0,0103 98 1,0130
C7H16 0,2268 0,0040 100 0,4044
C8H16O 0,2690 0,0048 128 0,6138
Total 56,0985 1 - 17,5509
Berdasarkan tabel diatas maka,
BM campuran cairan = 208,9958 kg/kmol
BM campuran gas = 17,5509 kg/kmol
2. Massa jenis campuran
Massa jenis campuran dapat diperoleh dari persamaan berikut
ρ=Σ wi ρi (2)
dimana,
ρ = massa jenis campuran, kg/m3
wi = fraksi mol
ρi = massa jenis komponen, kg/m3
Daftar 5. Data Perhitungan Massa Jenis Campuran Cair
KomponenLaju Fraksi massa Densitas Wi ρi
Fi (kg/jam) Wi ρi (kg/m3) (kg/m3)C7H14 9242,1501 0,1925 624,0487 120,1374
C7H16 625,2671 0,0130 613,3228 7,9880
C8H16O 355,2093 0,0073 760,9310 5,6301
HRhCO(PPh3)3 37785,3049 0,7870 1104,0719 868,9750
Total 48007,9316 1 - 1002,7307
Berat jenis gas dengan asumsi gas ideal diperoleh dengan persamaan
ρi gas=P BMiR T
(3)
dimana,
ρi = massa jenis gas, kg/m3
P = tekanan operasi, atm
BMi = berat molekul komponen gas, kg/kmol
R = tetapan gas ideal, 0,082 m3 atm/kmol/K
T = suhu operasi, K
Daftar 6. Data Perhitungan Massa Jenis Campuran Gas
KomponenLaju Fraksi massa Densitas Wi ρi
Fi (kg/jam) Wi ρi (kg/m3) (kg/m3)CO 426,6341 0,3654 13,7217 5,0145
H2 30,8792 0,0264 0,9801 0,0259
N2 481,6585 0,4125 7,8409 3,2350
CH4 114,3073 0,0979 13,7217 1,3435
C7H14 56,8260 0,0486 48,0260 2,3377
C7H16 22,6840 0,0194 49,0061 0,9522
C8H16O 34,4345 0,0294 62,7279 1,8502
Total 1167,4236 1 - 14,7593
Berdasarkan tabel diatas maka,
ρ campuran cairan = 1002,7307 kg/m3
ρ campuran gas = 14,7593 kg/m3
3. Viskositas campuran
Viskositas campuran dapat diperoleh dengan persamaan berikut
ln μ=Σ wi ln μi (4)
dimana,
= viskositas campuran, cP
Wi = fraksi massa
i = viskositas komponen, cP
Daftar 7. Data Perhitungan Viskositas Campuran Cair
KomponenLaju Fraksi massa Viskositas Wi ln mi
Fi (kg/jam) Wi (kg/kmol) mi (cP) CpC7H14 9242,1502 0,1925 0,1866 -0,3232
C7H16 625,2672 0,0130 0,2020 -0,0208
C8H16O 355,2093 0,0074 0,5534 -0,0044
HRhCO(PPh3)3 37785,3049 0,7871 2,1913 0,6175
Total 48007,9316 1 - 0,2691
Daftar 8. Data Perhitungan Viskositas Campuran Gas
KomponenLaju Fraksi massa Viskositas Wi ln mi
Fi (kg/jam) Wi (kg/kmol) mi (cP) CpCO 426,6341 0,3654 0,2036 -0,5817
H2 30,8792 0,0265 0,1023 -0,0603
N2 481,6585 0,4126 0,2060 -0,6518
CH4 114,3073 0,0979 0,1336 -0,1971
C7H14 56,8260 0,0487 0,0772 -0,1247
C7H16 22,6840 0,0194 0,0731 -0,0508
C8H16O 34,4345 0,0295 0,0696 -0,0786
Total 1167,4236 1,0000 - -1,7450
Berdasarkan tabel diatas maka,
campuran cairan = 1,3087 cP
campuran gas = 0,1746 cP
4. Tegangan Muka
Tegangan muka rata-rata diperoleh dari persamaan berikut
τ 0,25=ρcamp Σxi τi0,25
ρi(5)
dengan : τi = tegangan muka komponen i, dyne/cm
ρi = rapat massa komponen i, gr/cm3
ρcamp = rapat massa campuran cairan, gr/cm3
xi = fraksi mol komponen i dalam fase cair.
Daftar 9. Data Perhitungan Tegangan Muka Rata-rata
KomponenLaju Fraksi mol
Tegangan muka
Densitas Xi τi^0,25/ρi
Fi (kg/jam) Xi τi (dynes/cm) ρi (kg/m3) (dynes/cm)C7H14 9242,1501 0,1925 12,5129 624,0487 1,2374
C7H16 625,2671 0,0130 45,3965 613,3228 0,1152
C8H16O 355,2093 0,0073 20,6555 760,9310 0,0338
HRhCO(PPh3)3 37785,3049 0,7870 7,6984 1104,0719 0,8300
Total 48007,9316 1,0000 - - 2,2164
Berdasarkan data diatas maka
τ campuran cairan = 24,3966 dynes/cm
B. KINETIKA REAKSI
1. Kinetika reaksi kimia
Reaksi pembentukan oktaldehid merupakan reaksi 2 fase antara heptena yang berfase
cair dengan gas sintesis (CO dan H2) yang berfase gas. Katalis yang digunakan
adalah HRhCO(PPh3)3 yang merupakan katalis homogen karena larut dalam olefin
(heptena) maupun aldehid (oktaldehid). Reaksi yang terjadi
HRhCO(PPh3)3
CH3-(CH2)5=CH2 + CO + H2 CH3-(CH2)6-CHO (6)
Heptene Syn-gas Octaldehyde
Sebagai penyederhanaan lambang dapat dituliskan :
A + B + C D (7)
Dimana :
A = Olefin (Heptena)
B = Hidrogen
C = Karbonmonoksida
D = Aldehid (Oktaldehid)
Dalam reaksi heterogen gas cair, berlaku teori lapisan dua film yaitu film gas dan
film cairan. Agar reaksi dapat berjalan, gas CO dan H2 harus mendifusi ke fase cairan
agar bertemu dengan heptena. Oleh karena itu, terjadi fenomena transfer massa H2
dan CO ke dalam fase cair melewati lapisan film gas dan lapisan film cairan. Reaksi
tidak mungkin terjadi di badan utama gas karena tidak ada heptena yang mendifusi
ke fase gas. Setelah terjadi proses tansfer massa maka barulah terjadi reaksi
hidroformilasi.
Laju Transfer Massa
Peristiwa transfer massa gas CO dan H2 yang terjadi adalah sebagai berikut
1) Difusi syn-gas dari badan utama gas ke interface melalui lapisan film gas
NB = kBG.aG. (PBG-PBi) (8)
NC = kCG.aG.(PCG-PCi) (9)
2) Kesetimbangan di interface film gas-cairan :
PBi = HB. CBi (10)
PCi = HC. CCi (11)
3) Difusi syn-gas dari interface ke badan utama cairan melalui lapisan film cairan:
NB = kBL. aG. (CBi – CBL) (12)
NC = kCL. aG. (CCi - CCL) (13)
Untuk menghilangkan nilai tekanan dan konsentrasi yang tidak diketahui pada
interface (Pi dan Ci) maka persamaan di lapisan gas (8) dan lapisan film cairan (12)
dengan kesetimbangan di interface didekati dengan Henry (10), untuk komponen gas
H2, dapat dituliskan sebagai berikut
N B=PB−H CB
( 1kB g
+ Hk Bl
) (14)
Laju Reaksi Kimia
Sedangkan reaksi kimia yang terjadi, ditentukan oleh laju reaksi kimia yang nilainya
sebanding dengan orde satu konsentrasi katalis dan tekanan parsial gas hidrogen.
Persamaan laju reaksi kimia dapat dituliskan sebagai berikut:
(-rA) = k CKatalis PB (15)
Karena konsentrasi katalis bernilai tetap tiap waktunya, maka persamaan laju reaksi
diatas menjadi:
(-rA) = k PB (16)
Sehingga diperoleh persamaan laju reaksi reaksi hidroformilasi heptena dengan gas
sintesis menghasilkan oktaldehid dengan katalis rhodium termodifikasi berbanding
lurus terhadap order satu tekanan parsial hidrogen.
2. Menentukan rate controller
Pada reaksi yang melibatkan dua fase lapisan film, perlu ditinjau laju atau proses
mana yang mengontrol jalannya reaksi. Proses yang mengontrol adalah proses yang
berjalan paling lambat dari proses yang lain. Pada reaksi hidroformilasi ini, proses-
proses yang terlibat yaitu transfer massa dan reaksi kimia.
Jika pada saat kesetimbangan, laju transfer massa gas ke cairan sama dengan laju
reaksi kimia maka persamaan (14) dan (16) jika digabungkan akan menjadi
(−r A )=k CB
[ 1H
− V kA H ( 1
k Bg
+ HkBl
)] (17)
Untuk reaksi yang terjadi di lapisan film, konstanta Henry (H) dapat dipakai untuk
menentukan ada tidaknya tahanan pada fase gas. Untuk gas dengan nilai H yang
sangat besar maka ia merupakan gas yang susah larut, sehingga tahanan pada fase gas
dapat diabaikan. Sedangkan kebalikannya, gas dengan nilai H yang sangat kecil
maka tahanan pada fase gas tidak dapat diabaikan.
Perhitungan konstanta Henry pada tiap gas didekati dengan hukum Rault-Dalton
yi Ptot = xi P io (18)
yixi
= Pio
Ptot
= H ¿ (19)
Konstanta Henry dimensionless dijabarkan sebagai berikut
Pi = H Ci (20)
yi Ptot = H xiC (21)
yixi
= HCcamp
Ptot(22)
H ¿ =
H
BMcampρ camp
Ptot
(23)
Berdasarkan persamaan diatas diperoleh nilai konstanta Henry
H CO = 1,53 106 Pa m3
mol
H H2 = 2,07 106 Pa m3
mol
Nilai konstanta Henry baik gas CO dan H2 sangat besar sehingga kedua gas adalah
gas yang sukar larut dan tahanan di fase gas dapat diabaikan. Persamaan (17) dapat
disederhanakan sebagai berikut:
(−r A )= k
[ 1k Bl
−V kA k Bl
]CB
(24)
3. Menentukan letak terjadi reaksi
Untuk mengetahui dimana terjadinya reaksi, dilakukan peninjauan terhadap bilangan
Hatta. Bilangan Hatta menunjukkan:
MH2 = konversi maksimal yang mungkin terjadi di lapisan film (25)
transfer difusi maksimal yang terjadi di lapisan film
Bilangan Hatta diperoleh dari persamaan berikut:
MH2 = kr DAL (26)
kAL2
Jika nilai MH >>1 maka reaksi terjadi hanya di lapisan film dan luas permukaan
transfer massa merupakan rate controller. Sedangkan jika nilai MH<<1 maka reaksi
tidak ada yang terjadi di lapisan film dan volume bulk yang menjadi rate controller.
Atau dapat disimpulkan menjadi:
1) MH > 2 : reaksi terjadi di lapisan film
2) 2 > MH >0,02 : reaksi terjadi di lapisan film dan badan cairan
3) MH < 0,02 : reaksi terjadi di badan utama cairan
(Levenspiel, 1999)
Untuk keperluan perhitungan Modulus Hatta maka perlu dicari dulu parameter-
parameter yang menentukan nilai Modulus Hatta yaitu k, DAL, dan kAL..
1) Konstanta reaksi
Dari Pruett (1969) diperoleh nilai konstanta laju reaksi untuk
k 1-hexene = 55,8 103 1/menit
k cis-2-hexena = 34,4 103 1/menit
k cis-2-heptena = 40,2 103 1/menit
sehingga nilai k untuk 1-heptena dapat didekati dengan persamaan
k heptena= k hexenak cishexena
k cisheptena (27)
Sehingga diperoleh nilai k untuk 1-heptena sebesar 65,2 103 1/menit
2) Koefisien difusivitas
Menurut Wilke Chang, koefisien difusivitas gas ke cairan dapat diperoleh dari
persamaan berikut
DAL=7,4 10−8 T (θ BM )0,5
μL va0,6 (28)
dengan
DAL = koefisien difisivitas gas ke cairan, cm2/s
T = suhu operasi, K
= parameter asosiasi, untuk zat organik diambil = 1
BM = berat molekul komponen, g/mol
L = viskositas cairan, cP
va = volume molal gas pada titik didih mormal, cm3/mol
Data yang diperlukan
T = 373 K
va CO = 446,4064 cm3/gmol
va H2 = 110,9451 cm3/gmol
BM CO = 28 g/gmol
BM H2 = 2 g/gmol
L = 0,013088 g/cm/s
Sehingga diperoleh nilai koefisien difusivitas CO dan H2 sebesar
DAL CO = 2,87 10-4 cm2/s
= 2,87 10-8 m2/s
DAL H2 = 1,77 10-4 cm2/s
= 1,77 10-8 m2/s
3) Konstanta transfer massa gas ke cairan
Nilai konstanta transfer massa gas ke cairan dapat diperoleh dari persamaan
K AL=0,42( μL gρL )
1 /3( ρL DAL
μL )1 /2
(29)
dengan
KAL = koefisien transfer massa gas ke cairan, m/s
DAL = koefisien difisivitas gas ke cairan, cm2/s
L = viskositas cairan, kg/m/s
ρL = massa jenis cairan, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/s2
Data yang diperlukan
DAL CO = 2,87 10-4 cm2/s
= 2,87 10-8 m2/s
DAL H2 = 1,77 10-4 cm2/s
= 1,77 10-8 m2/s
L = 1,3108 10-3 kg/m/s
ρL = 1002,73 kg/m3
g = 9,81 m/s2
Sehingga diperoleh nilai koefisien transfer massa masing-masing gas sebesar
KAL CO = 1,46 10-3 m/s
KAL H2 = 1,14 10-3 m/s
Dari hasil perhitungan diatas, dapat dicari bilangan Hatta sebesar
MH CO = 3,8331
MH H2 = 3,8331
Dari tinjauan bilangan Hatta baik untuk gas CO maupun H2, nilainya berada pada kisaran
MH>2 sehingga reaksi terjadi di lapisan film cairan, sehingga rate overall reaksi
dikontrol oleh laju transfer massa.
Dari pembahasan diatas diperoleh informasi dimana terjadinya reaksi yaitu di lapisan
film cairan karena nilai Hatta number menunjukkan lebih dari 2. Selain itu dperoleh laju
reaksi overall seperti pada persamaan (24) sebagai berikut
(−r A )= k
[ 1k Bl
−V kA k Bl
]CB
(24)
Nilai k overall didekati dengan nilai k observed. k observed merupakan nilai k gabungan
dari nilai k intrinsik yang mewakili konstanta transfer massa dan reaksi kimia nya.
Diperoleh nilai kobs sebesar 0,1175 1/menit. Laju reaksi kimia overall dapat dituliskan
sebagai berikut
(−r A )=kobs CB (30)
Persamaan laju reaksi kimia overall diatas serta data-data fisis yang diperoleh kemudian
digunakan untuk menghitung dimensi reaktor yang diperlukan untuk menghasilkan
oktaldehid sebesar 80.000 ton/tahun.
C. PERHITUNGAN VOLUME REAKTOR
Langkah-langkah perhitungan reaktor ditentukan oleh algoritma berikut:
1. Menebak trial diameter reaktor
Diameter reaktor ditebak untuk mencari data-data yang diperlukan setelahnya.
Nilai volume reaktor yang ditebak ditrial dengan volume reaktor yang dihitung
hingga diperoleh selisih antara keduanya sama dengan nol, dengan mengubah
nilai diameter tebakannya.
2. Menentukan tinggi reaktor
Menurut Perry (1997) menyatakan bahwa tinggi reaktor dapat diperoleh dari nilai
rasio H/D yaitu sebesar 2-3.
3. Menentukan volume reaktor
Volume reaktor diperoleh dari persamaan
Vreaktor = π4
D2 H L (31)
dengan, Vreaktor = volume reaktor trial, m3
D = diameter reaktor, m
H = tinggi reaktor, m
4. Menentukan luas penampang reaktor (Ac)
Luas penampang reaktor diperoleh dari persamaan berikut
Ac = π4
D2(32)
dengan, Ac = luas penampang reaktor, m2
5. Menentukan kecepatan superficial gas (Usg)
Usg= F vgas
3600 Ac(33)
dengan, Usg = kecepatan superficial gas, m/s
Fvgas = debit gas, m3/jam
6. Menentukan diameter pengaduk (Ds)
Froment (1979) menyatakan pada umumnya, diameter pengaduk berkisar antara
1/3 sampai 2/5 kali diameter reaktor. Pada proses ini, dipilih diameter pengaduk
(Ds) sama dengan 1/3 Dr (diameter reaktor).
7. Menentukan posisi pengaduk terhadap tinggi cairan (Hs)
Hs = 12
H L (34)
dimana, Hs = tinggi pengaduk, m
HL = tinggi cairan, m
Perancangan dimensi reaktor ini menggunakan tinggi pengaduk sebesar setengah
kali tinggi cairan di dalam reaktor. Hal tersebut sesuai dengan persyaratan yang
harus dipenuhi pada penggunaan persamaan untuk perhitungan hold – up gas
yang diusulkan oleh Van Dierendonck.
8. Menentukan kecepatan pengaduk karakteristik (No*)
Kecepatan karakteristik diperoleh dengan persamaan berikut
No* = 2[ σL gρL ]
1 /4Dr
Ds2 [ HL−HSDr ]
1 /2
(35)
dengan, No* = kecepatan pengaduk karakteristik, putaran/s
σL = tegangan muka campuran cairan, kg m/s2/m
g = percepatan gravitasi, m/s2
ρL = massa jenis campuran cairan, kg/m3
Dr = diameter reaktor, m
Ds = diameter pengaduk, m
HL = tinggi cairan, m
HS = tinggi pengaduk, m
9. Menentukan kecepatan pengadukan (Nmin)
Kecepatan pengadukan minimum diperoleh dengan persamaan berikut
Nmin = [ F ' g( DrDs )
3,3
16 Ds4 ]1/3
(36)
dengan, Nmin = kecepatan pengadukan minimal, putaran/s
F’ = debit gas, m3/s
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/s2
Dr = diameter reaktor, m
Ds = diameter pengaduk, m
Kecepatan pengadukan harus lebih besar atau sama dengan kecepatan putaran
minimumnya. Menurut Froment (1979), apabila kecepatan putaran pengaduk (N)
> 2,5 No*, maka nilai Eob = 0,41. Pada perancangan ini, diambil nilai N lebih
besar dari 2,5 No*, sehingga Eob = 0,41. Nilai Eob dibutuhkan untuk perhitungan
diameter gelembung (db)
10. Menentukan diameter gelembung (db)
Diameter gelembung diperoleh dari persamaan berikut
db = √ Eob σ L
g (ρL−ρg)(37)
dengan, db = diameter gelembung, mm
σL = viskositas campuran cairan, kg/m/s
g = percepatan gravitasi, m/s2
ρL = massa jenis campuran cairan, kg/m3
ρg = massa jenis campuran gas, kg/m3
11. Menentukan kecepatan naik gelembung (Ub)
Kecepatan naik gelembung diperoleh dari persamaan berikut
Ub = 0,711 db g0,5 (38)
dengan, Ub = kecepatan naik gelembung, m/s
db = diameter gelembung, m
g = percepatan gravitasi, m/s2
12. Menentukan hold up gas (εG)
Hold up gas diperoleh dari persamaan berikut
εG =
0,31[ U SG
( σ L gρL
)0,5 ]
2 /3
+0,45¿¿(39)
dengan εG = hold up gas
Usg = kecepatan superficial gas, m/s
σL = viskositas campuran cairan, kg/m/s
g = percepatan gravitasi, m/s2
ρL = massa jenis campuran cairan, kg/m3
N = kecepatan pengadukan, putaran/s
No* = kecepatan pengaduk karakteristik, putaran/s
Dr = diameter reaktor, m
13. Menentukan volume cairan (Vc)
Volume cairan dalam reaktor diperoleh dengan perhitungan neraca massa
komponen dalam reaktor sebagai berikut:
Laju massa – laju massa + laju massa = laju massa (40)
masuk keluar generasi akumulasi
Pada keadaan steady state, laju massa akumulasi mempunyai nilai 0 sehingga
Laju massa – laju massa + laju massa = 0 (41)
masuk keluar generasi
Reaksi yang terjadi
A + B + C D
Diperoleh data stoikiometri berikut dengan
FAO = laju awal komponen A, kmol/jam
M = rasio jumlah B/A atau C/A
x = konversi
Daftar 10. Tabel stoikiometri
KomponenMol mula-mula,
kmol/jam
Mol bereaksi/terbentuk,
kmol/jamMol sisa, kmol/jam
A FAO = FAO x FAO FA = (1-x) FAO
B FBO = M FAO x FAO FB = (M-x) FAO
C FCO = M FAO x FAO FC = (M-x) FAO
D - x FAO FD = x FAO
Jumlah FTO = (1+2M) FAO - FT = (1+2M-2x) FAO
Sehingga neraca massa komponen A dalam reaktor
FAO - FA – (-rA) Vc = 0 (42)
dimana,
(-rA) = kobs CB (43)
CB = FB/Fv (44)
FB = (M-x) FAO (45)
Sehingga volume cairan dapat diperoleh dri persamaan berikut
Vc = xkobs (M−x )
Fv (46)
Dari persamaan diatas dapat diperoleh berbagai volum cairan dalam berbagai
konversi sebagai berikut
Gambar 1. Grafik Hubungna Konversi dengan Volume Cairan untuk Perhitungan
Volume Reaktor
Berdasarkan gambar 1 diatas, dapat dilihat bahwa pada konversi diatas 0,85, garis
sudah mulai melengkung (mendatar), yang berarti apabila konversi diatas 0,85
untuk mencapai konversi yang lebih tinggi sedikit saja, diperlukan volume cairan
yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, konversi yang digunakan pada proses ini
0 50 100 150 200 250 300 350 4000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Konversi vs volume
Volume, m3
Konv
ersi,
x
adalah 0,85. Setelah dipilih konversi reaktor sebesar 0,85 maka diperoleh volume
cairan di reaktor.
14. Menentukan volume total reaktor (Vt)
Volume total diperoleh dengan persamaan berikut
Vt = Vc
1−ε G(47)
dengan, Vt = volume total reaktor, m3
Vc = volume cairan, m3
εG = hold up gas
15. Menemukan volume dengan spacing gas (VT)
Perry (1997) menyatakan jumlah space untuk gas yaitu 20% dari volume total
reaktor sehingga
VT = 100 %
(100−20 )%Vt (48)
dengan, VT = volume total dengan space vapor, m3
Vt = volume reaktor total, m3
16. Menentukan volume desain reaktor (Vdesain)
Volume desain reaktor diperoleh dari persamaan berikut
Vdesain = 1,2 VT (49)
dengan, Vdesain = volume desain reaktor, m3
VT = volume total reaktor, m3
Dengan persamaan-persamaan diatas yang dihitung secara simultan dan dengan trial
error diperoleh data-data berikut:
Diameter reaktor, DR = 3,1933 m
Tinggi reaktor, HR = 7,0252 m
Luas penampang reaktor, Ac = 8,0119 m2
Kecepatan superficial gas, Usg = 0,0027 m/s
Diameter pengaduk, DS = 1,0644 m
Tinggi pengaduk, HS = 2,1191 m
Kecepatan karakteristik, No* = 0,4953 rps
Kecepatan pengadukan min, Nmin = 0,7328 rps
Kecepatan pengadukan, N = 2,9718 rps
Diameter gelembung, Db = 1,0164 mm
Kecepatan naik gelembung, Ub = 0,0710 m/s
Hold up gas, εG = 0,0951
Volume cairan, Vc = 33,9563 m3
Volume total, Vt = 37,5238 m3
Volume total dengan space, VT = 46,9047 m3
Volume desain, Vdesain = 56,2851 m3
D. MECHANICAL DESIGN REAKTOR
1. Pemilihan Bahan Reaktor
Bahan tangki yang digunakan dalam reaktor ini adalah Carbon Steel ASTM-A-
283 Grade C. Grade C dipilih karena cocok untuk bahan yang tidak bersifat
korosif dan untuk tangki dengan head berbentuk (form head), selain itu Grade C
memiliki tingkat ductility yang cukup tinggi dan mudah untuk di las. Menurut
Brownell and Young (1959), Carbon Steel ASTM-A-283 Grade C memiliki tensil
strengths minimum 55000 psi dan ketebalannya tersedia sampai 2 in (5,08 cm).
2. Penentuan Tebal Shell Reaktor
Langkah pertama untuk menentukan tebal shell yaitu menghitung tekanan
hidrostatis menggunakan persamaan berikut:
Ph = ρL g HL (50)
dengan
Ph = tekanan hidrostatik, Pa
ρL = densitas cairan, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/s2 diambil g = 9,81 m/s2
HL = tinggi cairan baru, m
Kemudian tekanan operasi merupakan jumlah dari tekanan reaksi dengan tekanan
hidrostatik pada reaktor
Poperasi = Preaksi + Phidrostatik (51)
Setelah diperoleh tekanan operasi, dihitung tekanan desain yang merupakan 1,2
kali dari tekanan operasi
Pdesain = 1,2 Poperasi (52)
Tebal shell dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
t= Pi Di2 Jf −Pi
+C (53)
dengan, t = tebal shell, mm
Pi = tekanan desain (1,2 tekanan operasi), N/mm2
Di = diameter vessel, mm
J = design stress, N/mm2
f = welded joint effiency
C = corrosion factor, mm
Data untuk nilai J, f, dan C diperoleh dari Coulson (1999) sebagai berikut
J = 0,85
f = 150 N/mm2
C = 2 mm
Dari data-data dan persamaan-persamaan diatas diperoleh
Tekanan hidrostatis, Ph = 0,5136 atm
Tekanan operasi, Top = 15,5136 atm
Tekanan desain, Tdes = 18,6163 atm
Tebal shell, t = 25,6564 mm
= 1,0101 in
Tebal standard, Tstandard = 1 in
3. Pemilihan Jenis Head dan Tebalnya
Pemilihan jenis head yang digunakan pada reaktor bergantung pada tekanan
desain yang digunakan yaitu sebesar 18,6163 atm dimana dapat dipakai jenis head
torispherical head atau ellipsoidal head. Torispherical head dapat digunakan untuk
tekanan sampai dengan 20 bar, namun terkadang untuk tekanan yang lebih dari 10
bar, ellipsoidal head lebih ekonomis dibandingkan dengan torispherical head.
Sehingga perlu dibandingkan antara tebal kedua head tersebut.
4. Perhitungan Tebal Head
Perhitungan Torispherical Head
Perhitungan tebal torispherical head dilakukan dengan menggunakan persamaan
dari Brownell and Young (1959) berikut ini.
t= Pi Rc Cs2Jf −PiCs−0,2
(54)
dengan, t = tebal shell, mm
Pi = tekanan desain (1,2 tekanan operasi), N/mm2
Di = diameter vessel, mm
J = design stress, N/mm2
f = welded joint effiency
C = corrosion factor, mm
Rc = Di
Rk = 0,06 Rc
Cs = 0,25(3+√ RcRk )
Data yang digunakan dalam perhitungan
Preaksi = 1,5198 N/mm2
Poperasi = 1,5719 N/mm2
Di = 3193,2780 mm
J = 125 N/mm2
f = 0,85
C = 2 mm
Rc = Di = 3193,2780 mm
Rk = 191,5966 mm
Cs = 1,7706
Tekanan yang digunakan untuk head bagian bawah adalah tekanan operasi.
Sedangkan untuk head bagian atas, tekanan yang dipakai yaitu tekanan reaksi.
Sehingga diperoleh:
Tebal head atas, ttop = 39,9652 mm
Tebal head bawah, tbottom = 41,3159 mm
Perhitungan Ellipsoidal Head
Perhitungan untuk tebal ellipsoidal head adalah dengan persamaan berikut.
t= Pi Di2 Jf −Pi
+C (55)
dengan, t = tebal shell, mm
Pi = tekanan desain (1,2 tekanan operasi), N/mm2
Di = diameter vessel, mm
J = design stress, N/mm2
f = welded joint effiency
C = corrosion factor, mm
Tekanan yang digunakan untuk head bagian bawah adalah tekanan operasi.
Sedangkan untuk head bagian atas, tekanan yan dipakai yaitu tekanan reaksi.
Sehingga diperoleh:
Tebal head atas, ttop = 22,8721 mm
Tebal head bawah, tbottom = 23,6564 mm
Tebal pada ellipsoidal head lebih kecil (lebih tipis) dibandingkan dengan tebal
pada torispherical head, sehingga dipilih ellipsoidal head karena lebih ekonomis.
5. Perhitungan Volume Head
Perhitungan Volume Head Tanpa Porsi Straight-flange
Menurut Brownell and Young (1959), persamaan untuk menghitung volume
elliptical dished head tanpa melibatkan porsi volum straight flange adalah sebagai
berikut
V = 0,000076 di3 (56)
dengan,
di = diameter head, in
V = volume head, ft3
Sehingga diperoleh
Volume head, V = 151,0158 ft3
= 4,2762 m3
Menghitung tinggi pada satu head
Gambar 3. Hubungan Dimensional untuk Flangeddan Dished Head
Keterangan gambar :
t = tebal head, in
icr = inside corner radius, in
sf = staright flange, in
r = radius dri dish, in
OD = outside diameter, in
b = tinggi dish (inside), in
a = ID/2 = radius dalam, in
s = slope dari cone, deg
OA = dimensi overall, in
H - diameter flat spot
Berdasarkan gambar di atas yang diperoleh dari Brownell and Young (1959),
diperoleh persamaan untuk menghitung tinggi head bagian dalam sebagai berikut.
LHinside = b + sf (57)
Sedangkan untuk menghitung tinggi head bagian luar digunakan persamaan
berikut
LHoutside = b + sf + t (58)
dengan,
LHinside = tinggi head bagian dalam, in
LHoutside = tinggi head bagian luar, in
b = tinggi dish (inside), in
sf = staright flange, in
t = tebal head, in
Dimana nilai b atau tinggi dish diperoleh dari hubungan dengan diameter reaktor
menurut hubungan berikut
b = 0,5 a = 0,5 0,5 Di
b = 0,25 Di
Untuk mencari nilai sf standard digunakan Table 5.11 Brownell and Young
(1959) dengan memilih nilai gage (tebal standar) yang bernilai lebih tinggi dari
tebal head yang terhitung, tebal head yang terhitung merupakan tebal head bagian
bawah. Setelah itu disesuaikan dengan range diameter head yang ada lalu akan
diperoleh nilai standar sf adalah.
Pemilihan sf berdasarkan data-data berikut
Tebal head bagian bawah, tbottom = 0,9313 in
Gage = 1 in
Diameter head, Dr = 3,1932 m
= 125,7196 in
Diameter available, D = 12-156 in
Standard sf, sf = 2-4 in (diambil 3 in)
Dari data dan persamaan diatas diperoleh
Tinggi dish inside, b = 31,4299 in
Tinggi head inside, LHinside = 34,4299 in
Karena tebal head di bagian atas dan bawah berbeda, maka diperoleh tinggi
head bagian luar
Tinggi head outside bagian atas, LHoutside top = 35,3612 in
Tinggi head outside bagian atas, LHoutside bottom= 35,3303 in
Menghitung Volume Head dengan Porsi Volum Straight Flange
Untuk menghitung volume straight flange digunankan persamaan berikut:
V sf =π4
Di2 sf (59)
Data:
Di = 125,7196 in
sf = 3 in
Sehingga didapatkan
Volume straight flange head, Vsf = 37255,6328 in3
= 0,6105 m3
Menghitung Volume Head Total
Volume head total didapatkan dari
Vhead = V + Vsf (60)
dengan, Vhead = volume head total, m3
V = volume head tanpa sf, m3
Vsf = volume straight flange, m3
Dari data perhitungan diperoleh
Volume head tanpa straight flange, Vhead = 4,2763 m3
Volume straight flange, Vsf = 0,6105 m3
Sehingga didapatkan volume head secara keseluruhan,
Volume head total, Vhead = 4,8868 m3
Perhitungan Tinggi Cairan Baru
Perhitungan tinggi cairan dalam reaktor yang sebelumnya dilakukan adalah tinggi
cairan dengan asumsi bahwa bagian dasar reaktor berbentuk datar (tabung biasa).
Namun, karena adanya head yang berbentuk setengah bola pada dasar reaktor,
maka tinggi cairan di dalam reaktor harus dihitung ulang. Perhitungan tinggi
cairan di dalam reaktor dilakukan dengan persamaan berikut.
V 2=V 1+V headbottom (61)
h2=V 1−V headbottom
π4
Di2 (62)
dengan, V1 = volume cairan yang lama, m3
V2 = volume cairan yang baru, m3
Vheadbottom = volume cairan di dalam head bagian bawah, m3
h2 = tinggi cairan baru, m
Data
V1 = 33,9563 m3
Di (design) = 3,1932 m
Vhead = 4,8868 m3
Sehingga diperoleh
Volume cairan baru, V2 = 29,0694 m3
Tinggi cairan baru, h2 = 3,6282 m
Tinggi cairan yang baru untuk perhitungan tekanan hidrostatis adalah tinggi
cairan di dalam vessel yang baru ditambah tinggi terbesar dari bottom head
hliquid = h2 + hheadbottom (63)
Data:
Lhinside = 0,8399 m
hliquid = 4,5027 m
Perhitungan Volume Total Reaktor dan Volume Ruang Kosong
Volume reaktor diperoleh dari persamaan berikut
VR = Vdesign + 2 Vhead (64)
Volume ruang kosong didapatkan dari hasil pengurangan dari volume reaktor total
dan volume cairan yang ada di dalam reaktor.
Vruang kosong = Vreaktor - Vcairan (65)
Sedangkan persen ruang kosong diperoleh dari persamaan berikut
%Vkosong = V ruang kosong
V reaktor
x100 % (66)
Data:
Vdesign = 56,2856 m3
Vhead = 4,8868 m3
Vcairan = 33,9563 m3
Sehingga diperoleh
Volume reaktor, VR = 66,0592 m3
Volume ruang kosong, Vkosong = 32,1029 m3
Persen ruang kosong, %Vkosong = 48,5972 %
E. PERANCANGAN PENGADUK
1. Pemilihan Jenis Pengaduk
Pemilihan jenis pengaduk dilakukan dengan menggunakan Figure 10.57 Coulson
(1999) dengan mempertimbangkan viskositas dan ukuran vessel. Jenis pengaduk
yang dipilih dalam reaktor ini adalah six blade disk turbine impellers (Rushton
turbine). Menurut Walas (2005), pengaduk jenis tersebut sesuai dengan tujuan
pengadukan yaitu untuk mendispersi gas sintesis ke dalam larutan heptena. Selain
itu, jenis pengaduk ini cocok untuk larutan yang mempunyai viskositas kecil dan
adanya reaksi kimia dalam vessel.
Gambar 2. Typical Configuration dan Dimensi Tangki Berpengaduk
Keterangan gambar:
D = diameter pengaduk
DT = diameter tangki
ZA = tinggi pengaduk dari dasar tangki
H = tinggi cairan
R = jumlah pengaduk
WB= lebar baffles
N = kecepatan pengadukan
P = pitch pengaduk
W = lebar blades pengaduk
Menurut table 7.1 Coulson vol. 1 (1999), spesifikasi dari jenis pengaduk ini
adalah :
Baffle = 4
WB/DT = 0,1
D = 0,051-0,2 m
DT/D = 1,3 – 5,5 (Diambil Dt/Di = 2,4)
N = 0,05 – 1,5 Hz (Diambil N = 1,5 Hz = 9,42 rps)
Ks (n < 1) = 11.5 ± 1.5
Menurut Rase (1977), terdapat beberapa informasi tambahan mengenai dimensi
pengaduk, yaitu :
ZA/D = 3/4
Dengan DT = 3,0549 m, maka parameter lainnya dapat dihitung dan hasilnya
adalah sebagai berikut.
D = 1,0644 m
WB = 0,3193 m
ZA = 0,7983 m
2. Perhitungan Power Pengaduk
Power pengadukan cairan
Perhitungan power pengaduk (untuk mengaduk cairan saja) dilakukan pertama-
tama dengan meninjau nilai reynold dengan menggunakan persamaan berikut.
ℜ=ρ N Di
μ(67)
Power pengaduk dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Np= P
ρ N3 D5 (68)
Nilai Np diperoleh dari Figure 7.8 Coulson (1999) dengan menyesuaikan nilai Re
dengan tipe pengaduk, sehingga diperoleh nilai Np.
Dengan menggunakan data-data yang telah tertera di atas, diperoleh berikut
Reynold number, Re = 1041677,15
Np = 0,8
Power pengaduk, P = 1894,0675 Watt
= 1,8940 kWatt
Power pengadukan campuran cairan dan gas
Perhitungan power pengadukan (untuk mencampurkan gas + cairan), dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut
Pag=0,08(P2 N D3
Q g0,56 ) (69)
dengan,
Qg = kecepatan volumetric gas
= 79,0973 m3/jam
= 0,0219 m3/s
Sehingga diperoleh power pengaduka campuran cairan dan gas sebesar 220,2088
Watt dan 0,2202 kWatt
3. Perhitungan Jumlah Pengaduk
Jumlah pengaduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Rase,1977)
Jumlah pengaduk=WELHD
(70)
dengan
WELH = Water Equivalent Liquid Height (ZL. Sg)
D = diameter dalam tangki
Sg = specific gravity
Specific gravity dapat diperoleh dari persamaan berikut
Sg=ρcampuran
ρair (40C )(71)
Data :
ρ air (40 C) = 999,97 kg/m3
ρ campuran = 1002,7310 kg/m3 (pada T = 100 C)
Sg = 1,0027
zL = 4,5027 m
WELH = 4,5152
Berdasarkan data–data di atas, diperoleh
Jumlah pengaduk = 4,2419
Diambil jumlah pengaduk berjumlah 5.
4. Menentukan Layout Sparger Plate
Bentuk sparger plate dijabarkan seperti gambar berikut
Gambar 3. Gambar Susunan Triangular Pitch
Gas sintesis digelembungkan melalui sparger plate dengan sejumlah orifice atau
hole yang disusun dalam bentuk triangular pitch. Penjabaran persamaan untuk
perhitungan konfigurasi triangular pitch adalah sebagai berikut.
[ 12
PT ]2
+X2=PT 2 (72)
X=12
√3 PT (73)
Luas PQR = 12
PT X= 14
√3 PT2
Luas 3 orifice = 3[ 60o
360o
π4
Do2]=18
πDo
Luas sparger plate (Ap) sama dengan 80% dari luas penampang reaktor.
Sehingga jumlah orifice adalah
Nb= ApLp
(74)
dengan,
Lp = luas plate tiap orifice =
Luas ∆ PQR
360o
360o
=12
√3 PT2
(75)
Spesifikasi sparger plate selengkapnya adalah sebagai berikut.
Diameter hole/orifice, do = 10 mm
Jarak pitch, Pt = 50 mm
Luas plate, Lp = 0,002165 m2
Luas penampang, Ar = 8,0119 m2
Luas sparger plate, Ap = 6,4095 m2
Jumlah orifice = 2960,4482
Sehingga didapatkan jumlah orifice sebanyak 2960 lubang.
F. PERANCANGAN PIPA
1. Perhitungan diameter pipa
Karena fluida yang mengalir tidak bersifat korosif, maka digunakan pipa dengan
material carbon steel. Perhitungan diameter optimum pipa untuk pipa carbon steel
dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Coulson (1999).
doptimum = 293 G0,53 ρ-0,37 (76)
Data:
G = Flowrate liquid
= 48007,9316 kg/jam
= 13,3355 kg/s
ρ = 1002,7307 kg/m3
Sehingga diperoleh
Diameter optimum, doptimum = 89,6778 mm.
Diambil diameter standar pipa 90 mm.
Untuk diameter pipa tersebut, perlu dicek apakah aliran turbulen atau tidak.
Digunakan persaman bilangan reynold untuk mengecek jenis aliran ini.
Re = ρ v d
μ= 4 G
π μ d(77)
Data:
L = 0,001308 kg/m/s
Sehingga diperoleh
Reynold number, Re = 144092
Bilangan Reynold lebih kurang dari lebih dari 10000, sehingga aliran turbulen,
pemilihan diameter pipa sudah tepat.
2. Perhitungan Tebal Pipa
Untuk menghitung tebal pipa, digunakan persamaan berikut.
t= P d20 σd+P (78)
Data
d = 150 N/mm2 (menurut table 13.2 Coulson (1999))
P = 15 atm
= 1,5683 N/mm2 (tekanan yang digunakan mengabaikan tekanan hidrostatis).
d = 3054,9000 mm
Sehingga didapatkan :
Tebal pipa, t = 0,05642 mm
= 0,2221 in
G. PERHITUNGAN JAKET PENDINGIN
Tugas dari jaket pendingin pada reaktor ini adalah untuk menjaga suhu reaksi
agar tetap 100oC. Pendingin jaket dipilih sebagai alternatif pertama, karena luas
transfer panas jaket yang dipakai dapat memenuhi kebutuhan pendinginan.
Dalam neraca panas yang dijabarkan di atas, disebutkan bahwa panas yang
dikeluarkan dari sistem sebesar -12,309,523.1414 kJ/jam, atau sebesar -3419.311984
kJ/s. Perhitungan pendinginan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
Pertama-tama, untuk media pendingin, digunakan air bersuhu 30oC (298K).
Apabila suhu pendingin keluar adalah 40oC, maka suhu rata-rata adalah 35oC atau
95oF. Data fisis kemudian dihitung dengan menggunakan suhu rata-rata tersebut dari
persamaan dan konstanta yang telah diberikan oleh Yaws (1999), didapatkan data fisis
air sebagai berikut.
Cp = 4179 J/kg/oC
μ = 0.0007 kg/m/s
k = 4179 J/kg/oC
Jumlah air pendingin yang harus dialirkan, didapatkan dari persamaan berikut,
W = Q
CpT(79)
Data :
Q = -12,309,523.14 kJ/jam
Cp = 4179 J/kg/oC
ΔT = 31.00 oC
Dengan data tersebut, didapatkan jumlah pendingin yang harus dialirkan sebesar
981855.56 kg/jam.
Gambar 1. Pendingin jaket
Dari perhitungan mechanical design reaktor diperoleh data sebagai berikut,
Impeller speed (N) = 9.4200 rps
Tinggi cairan di vessel (Z) = 4.2382 m
Diameter impeller (D) = 1.0644 m
Diameter tangki (DT) = 3.1933 m
Menentukan Inside Film Coefficient
Korelasi untuk menentukan inside film coefficient (hi) untuk vessel berjaket, dengan
impeller jenis flat blade turbin, 6-blade, dan Re>400 adalah (Dream,1999).
Nu=0.85 ℜ0.66 Pr0.33( ZDT )
−0.56
( DDT )
0.13
( μμw )
0.14
(80)
dengan,
Nu = bilangan Nusselt
Z = tinggi cairan di vessel, m
D = diameter impeller, m
DT = diameter tangki, m
μ = viskositas campuran, kg/m/s
μw = viskositas air, kg/m/s (Asumsi μ/μw =1)
Bilangan reynold untuk fluida dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
ℜ=D 2 N ρμ
(81)
Sehingga didapatkan
Re = 4127562
Bilangan prandtl untuk fluida dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
Pr¿C p μ
k(82)
Sehingga didapatkan,
Pr = -1.5561
Nilai Nu terhitung = -16915.15
Nilai koefisien transfer panas pada bagian tangki (hi) dapat dihitung dengan
mengguanakn persamaan berikut ini,
hi= Nu kDT
(83)
Dengan data yang telah dihitung sebelumnya maka diperoleh,
hi = 3380.00 W/m2/oC
Menentukan Outside Film Coeffisient
Korelasi untuk menentukan outside film coefficient (hj), jika dipilih annular jacket
with no baffle dan dengan mengambil asumsi aliran di dalam jaket turbulen adalah
(Dream, 1999):
(84)
dengan,
De : diameter equivalen, m
Dc : diameter jaket rata-rata, m
Diameter equivalen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
De= Djo2−Dji2
Dji(85)
Dengan,
Djo = diameter dalam jaket, m
Dji = diameter luar reaktor, m
Maka didapatkan,
De = 0.4125 m
Nilai diameter jaket rata rata dapat dihitung dengan mengguanakan persamaan berikut
Dc=Dji+Djo2
(86)
Sehinggga didapatkan,
Dc = 3.2933 m
Nilai Nu terhitung = 888.32
Nilai koefisien transfer panas pada bagian jaket (hj) dapat dihitung dengan
mengguanakn persamaan berikut ini,
hj= Nu kDe
(87)
Dengan data yang telah dihitung sebelumnya maka diperoleh,
hj = 1323.71 W/m2/oC
Koefisien Overall
Hambatan total dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
1Uc
= 1hi+hj
(88)
Didapatkan nilai koefisien panas overall,
Uc = 951.18 W/m2/oC
Dari nilai koefisien panas overall tersebut dapat dihitung luas transfer panas yang
diperlukan dengan menggunakan persamaan :
Areq= Q 1000Uc ΔT LMTD
(89)
Didapat nilai luas transfer panas yang diperlukan yaitu
Areq = 52.10 m2
Sedangkan luas transfer panas yang tersedia melalui persamaan berikut.
A=π Z DT (90)
Didapatkan nilai luas transfer panas yang tersedia yaitu,
A = 42.51 m2
Tinggi jaket (L) dapat dihitung dengan persamaan
L= AreqA
Z (91)
Dengan demikian diperoleh,
L = 5.20 m
Pemilihan Jaket dan Material Konstruksi
Jenis Jaket : Type-1 (Jacket of any length confined entirely
to the cyclindrical shell)
Jenis Material Konstruksi : Carbon Steel SA-285 Grade C
Maximum Temperature (T) : 40oC
Maximum Allowable stress (S) : 77221280.64 Pa
Perhitungan Tekanan Maksimum di Dalam Jaket
Diameter Luar Reaktor (Dji) : 3.1933 m
Diameter Dalam Jaket (Djo) : 3.2433 m
Diameter ekivalaen (De') : 0.2000 m
Roughness Factor (ε) : 2.50E-05
Relative Roughness (ε/De') : 1.25E-04
Percepatan gravitasi (g) : 9.80 m/s2
Lebar Jaket (L) : 5.1936 m
Kecepatan linier cairan (v) : 0.3982 m/s
Densitas Fluida (ρ) : 993 kg/m3
Reynold Number (Re) : 203850
Pout : 101325.00 Pa
Perhitungan friction factor dengan menggunakan persamaan berikut :
(92)
Didapatkan nilai friction factor sebesar 0.0151
Perhitungan Pressure drop dapat menggunakan persamaan berikut :
∆ P=4 f f ( v2
2g )( LDe )( ρ
144 ) (93)
Dengan demikian didapatkan nilai pressure drop,
∆P = 0.0872 kg/m2
Tekanan Maksimum Jaket dihitung dengan menggunakan persamaan
P=Pout+(∆ P g) (94)
Diperoleh nilai tekanan maksimum yaitu,
P = 101325.85 Pa
Perhitungan Tebal Jaket
Type Joint = Single Lap Joint
Joint Efficiency (E) = 0.8
Corrossion allowance (C) = 0.003175 m
Maximum Allowable stress (S) = 77221281.68 Pa
Jari-jari dalam Jaket (R) = 1.69665 m
Tebal dinding jaket dapat dihitung dengan persamaan berikut :
t j=P R
S E−0.6 P+C (95)
Didapatkan nilai tebal dinding jaket sebesar 0.0060 m.