Pelita Perkebunan 2002, 18(1), 1-9
RagaIn Genetik Kerentanan TanaInan Kakao Terhadap Phytophthora palmivora (But!.)
The Genetic Variance oj Pod Rot Susceptibility on Cocoa
Agung Wahyu Susilo '), Dedy SUhendi 11 , dan Sri-Sukamto l)
Ringkasan
Penyakit busuk buah yang disebahkan oleh Phywphthora palmivora merupakan salah salu penyakit penting pada tanaman kakao. Ragam genetik merupakan tolok ukur untuk menilai kemajuan seleksi. Penelitian ini bertujuan mengukur ragam genetik kerentanan tanaman kakao terhadap P. palmivora rnelalui inokulasi buatan pada buah petik sebagai gambaran perilaku genetik ketahanan terhadap P. palmivora. Pereobaan disusun dalam raneangan aeak lengkap dengan 5 ulangan, dengan buah sebagai unit pereobaan. Bahan pereobaan adalah genotipe kakao, terdiri atas 33 genotipe hasil ekspJorasi di Kebun Jatirono, PTPN XII, klon Sea 12 dan GC 7 masing-masing sebagaipembanding sifat tahan dan sifat rentan. Isolat P. palmivora diambil dari buah sakit dan diinokulasikan pada setiap buah dengan kerapatan 100 zoospora per buah. Isolat diinokulasikan pada lingkungan berkelembaban udara 80-90%. Peubah yang diamati adalah luas bereak pada hari ke-3 dan ke-5 setelah inokulasi, dan keeepatan perluasan bereak. Hasil anal isis menunjukkan bahwa luas bereak dan keeepatan perluasan bereak berdayawaris ani luas sedang. Keeepatan perluasan bercak secara nyata memenuhi kurva linier. Nilai kovarian ragam genetik ketiga peubah yang diukur lehih hesar dari dua kaJi standar deviasi ragam genetik yang menunjukkan bahwa ekspresi kerentanan terhadap P. palmivora hervariabilitas luas, namun kemajuan genetik harapan herdasar asumsi intensilas seleksi sebesar 22,86% termasuk kategori sedang. Terdapat 25 genotipe yang memiliki luas hereak lehih rendah daripada Sea 12, dan 4 di anraranya, yaitu genotipe KW 235, KW 236, KW 233, dan KW 256 berpotensi sebagai bahan tanam ungguI.
Summary
Pod rot disease caused by Phytophthora palmivora is the most serious pest on cocoa. Generic variance is a variable to derect genetic gain on selection. The genetic variance of pod rot susceptibility was studied using artificial innoeulatiol1 on detached pods. Experiment was arranged by randomized complerely design with 5 replicarions, and the experimental unit was pod. The evaluared-genotypes comprised a/' 33 seleered-genotypes from Jatirono eSlQte,
1) Asislcn l'rnclili, Ahli Prncliti dan Pcnclili (Assislai1l Researcher. Senior Researcher and Researcher); Pusat Penclilian Kopi dan Kakao Indoncsia, JI. P.B. Sudirman 90, Jrmber 68118, Indoncsia.
Naskah ditcrima 14 Dcscmbcr 2001 (Manuscript received 14 December 2001).
SusiJo, Suhendi dan Sri-Suka11l1O
resistant Kenotype of Sca 12, and susceptible genof}pe of GC 7 were used in this study. Phyrophthora palmivora used in this study was isolated from infected pods and inoculated to each pod with 100 zoo.\pores. The pods were incubated at the chamber with 80-90% (~( air humidity. Data recorded cr~vererl
lession size at the 3'd and 5 r11 day ajier inoculation and velocity of the lessioll enlargement. All of the variables showed moderately broad sense hericability. T1Je lession enlargement increased linearly. Covariance genetic of all variables showed more tlwn two times of its genetic variance performing broadly variability of pod rot susceptibility. At 22.86% of selection intensity, the expected genetic gain was moderate. There were 25 genotypes showing smaller of less ion size than Sca J2 in which KW 235, KW 236, KW 233, and KW 256 are the promising clones.
Key words: Genetic variance, pod rot, P. palmivora, Theobrama cacao.
PENDAHULUAN ramah Jingkungan. Konsep terseblll
dirumuskan dalam sistem pengendalianPhyrophlhora palmivora (Butler) terpadu yang secara nasional telahmerupakan agcns pcnyebab penyakit busuk elikukuhkan melalui UU no. 12 tahun 1992. buah (pod rot) pada tanaman kakao. Salah satu komponen sis tern pengendalian Serangan penyakit terse but menyebabkan terpadu adalah bahan tanam tahan.pcnmunan hasil rata-rata 10 %, bahkan pada Penggunaan bahan tanam taban terbuktidaerah-daerah basah penurunan hasil bisa
mencapai 90% (Keane, 1992). Pada efektif mengendalikan serangan berbagai
pertanaman kakao di Jawa pernah dilaporkan jenis hama dan penyakit tanaman. Oleh
penUlunan hasil akibat penyakit busuk buah karena itu ketersediaan bahan tanam tahan
mencapai 50% (Wardojo, 1992). Penyakit terhadap penyakit busuk buah diharapkan
busuk buah tcrmasuk jenis penyaki t yang akan menjadi komponen sistcm pengen
sebarannya cukup luas eli dunia. Oleh sebab dalian yang penting.
itu penyakit busuk buah termasuk katcgori Arah strategi pemuliaan ketahanan penyakit penting pada tanaman kakao, tanaman kakao terutama tertujll pada sehingga lindakan pcngendaliannya selalu penggunaan metode seJeksi, mengingat mendapal penanganan Ulama dalam tanaman kakao berdaur hidliP panjang pengelolaan tanaman kakao. sehingga kurang memungkinkan metode
Pengendalian jasad penganggu tanam persilangan berulang dapat diterapkan
an berbasis teknologi kimiawi kurang secara efisien dalam program pemuliaan.
ekonomis serta tidak ramah Iingkungan. Sifat tanarnan kakao yang menyerbuk silang
Pengembangan teknologi pengendalian jasad merupakan potensi £II am yang bermanfaat pengganggu tanaman mengarah pada bagi program pemuliaan. Persilangan penggunaan metode yang mampu mereka antartanaman kakao akan mclibatklUl tetua
yasa sumber daya aJamiah karena dinilai yang bukan gaJur murni (non-homozigous)
2
Ragam genclik kcrcl1lanan lanaman kakao tcrhadap P. palmivora (Bull.)
sehingga pada generasi turunannya akan
bermunculan segregan-segregan dalam
keanekaragaman sifat yang tinggi (Wood,
J973). Keanekaragaman sifat dalam suatu
spesies atau yang disebut plasma nurfah
merupakan kekayaan genetik yang
diperlukan dalam program pemuliaan
tanaman (Sastrapraja & Rifai, 1989).
Sifat tanaman terekspresi sebagai
pengaruh faktor genetik dan lingkungan
yang bertindak secara simultan (Allard,
1966). Parameter genetik digunakan sebagai
tolok ukur untuk mengetahui kontribusi
pengamh genetik terhadap penampakan sitat
tanaman. Karena itu pengukuran parameter
genetik merupakan tahapan yang hams
dilakukan dalam kegiatan pemuliaan
tanaman.
Pengujian ketahanan tanaman kakao
terhadap P. pCllmivora telah dikembangkan
secara buatan menggunakan metode
inokulasi potongan daun (Efron & Blaha,
1998) dan metode inokuJasi buah (Jwaro
ef Cll., 2000). Adanya kedua metode
tersebut mernungkinkan evaluasi ketahanan terl1adap P. palmivora dapat dilakukan
secara cepat pada sejumlah bcsar matcri
pengujian. Efron & Blaha (1998)
menyebutkan bahwa ada kesamaan bentuk
jari ngan antara permukaan daun bagian
bawah dan permukaan tongkol buah
schingga daun dapat dimanfaatkan untuk
pengujian ketahanan P. palmivora.
Penggunaan mctode potongan daun
diarahkan pada evaluasi ketahanan secara
dini terhadap tanamaIHanaman yang bclwll
menghasilka.J.l buah agar dapat mcmperecpat
siklus seleksi.
TulisaIl ini memaparkan basil pengujian
ketahanan rerhadap P. palmivora beberapa
genotipe kakao hasil eksplorasi di Kebun
Jatirono, PTPN XII melalui metode inokulasi buah guna mengkaji ragam
genetik ketahanan tanaman kakao terhadap 'penyakit busuk buah. Tolok ukur ketahaIlan
yang digunaka.J.l dalam penelitian ini adalah
luas bercak akibat infcksi P. palmivora
YaIlg sesungguhnya merupakan ekspresi kercntanan tanaman. Informasi ini
diharapkan akan berguna untuk kegiatan
pemuliaan tanaman kakao dalam memahaIni
mekanisme genetik ekspresi ketahanan
tanaman terhadap penyakit busuk buah.
BAHAN DAN METODE
Bahan penelitian adalah 33 genotipe
kakao hasil eksplorasi pada populasi dasar
di Perkebunan Jatirono, PTPN XII yang
dilaksanakan pada tahun 2001. Pemilihan
genotipe tersebut berdasarkan kriteria berbuah lebat dan secara visual tanlpak tahan
terhadap penyakit busuk buah. Percobaan dilakukan di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia di Jcmber dengan perlakuan
perlakuan disusun dalam raneangan aeak
lengkap diulaIlg 5 kali dengan buah sebagai
unit pcrcobaan, klon Sea 12 sebagai kontl'ol
klon tahaIl dan GC 7 sebagai kontrol klon rentan.
Sampel buah diambil dari setiap pohon induk terpilih dalam kondisi telah berkembang penuh namun belum memasuki
fase pemaSakaIl, dan dilakukaIl pada waktu pagi hari. Sewaktu pengambilan sampel
3
Susilo, Suhendi clan Sri-SukamlO
buah, dihindari timbulnya luka pada buah,
kellludian buah diletakkan pada bak
pengujian dengan kelembaban udara dijaga
pada kondisi 80-90%. 1solat diambiJ dari
buah yang terscrang P. palmivora di
lapangan, kellludian buah tel'sebut
diinkubasikan di dalam bak kaca pada suhu 25°C untuk menumbuhkan zoospora.
Zoospora dipanen dan disuspensikan pada
air dengan karapatan 105 ml- I kCllludian
diinoknlasikan pada masing-masing buah
menggunakan mikropipet sebanyak 10 ~O
per buah.
Pengamatan dilakukan terhadap luas
bercak yang dicatat sehari setelah inokulasi,
kemudian dilanjutkan seeara berturuHurut hingga hari ke-5 setelah inokulasi.
Berdasarkan data luas bereak dihitung nilai keeepatan perluasan bereak. Data luas
bel'eak hal'i ke-3 dan ke-5, serta keeepatan
perluasan bereak digunakan sebagai tolok
ukur ketahanan terhadap P. palmivora.
Bcrdasarkan peubah tersebut dihitung nilai duga parameter genelik yang meliputi nilai
dayawaris arti luas 012b)' kovarian ragam genetik (KVG), respons seleksi (R), dan kemajuan genelik (KG%) menurut rumus
(Singh & Chaudary, 1979):
0 2
P 0 2
g +0 2 ,
c
h2 bs
o2/ 0 2 g P
R i. h\.. Op
[ftI]KYO X x 100%
KG (%) [~] x 100%
Keterangan (Note) :
X l'erala (mean)
intensi tas seleksi (selection incensicy)
h\, dayawaris arti luas (broadsense heritability)
R respons seleksi (response to selection)
8 2 varians genetik (genetic variance) g
o2 varians penotipe (phenotypic variance) p
KYO: kovarian ragam genetik (covariance of genetic variance)
KO : kemajuan genetik (genetic gain)
Sualu sifat alau peubah memiliki
variabilitas genetik Juas apabila nilai varians
genetiknya (8/ ) lebih besar daripada dua kal i standal' deviasi ragam genelik (Hallauer & Miranda, 1981). Klasifikasi
nilai duga dayawaris (h2b) tcrgolong tinggi
(>50%), sedang (20% S; h\sS; 50%), dan
rendah « 20 %) menurut Me Whriter (1979), sedangkan klasifikasi kemajuan genetik menurul Begum & Sobhan (1991).
yaitu; rcndah; 0-7, sedang 7,1-14,1, d'ill tinggi > 14,1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil anal isis ragam menunjukkan
tel'dapat pengaruh nyata genotipe terhadap
peubah luas bereak hari ke-3, hari ke-5.
dan keeepatan perluasan bcreak pada aras 5 %. Keeepatan perluasan bercak seeara
nyata mengikuli pola kurva linier dengan
persamaan Y = -12.39* + 12.86**X. Peubah-peubah tersebut merupakan tolok
ukur ketahanan tanaman paseapenelrasi pada buah sehingga hal ini menunjukkan
bahwa faktor genetik berpengaruh nyata
4
terhadap ketahanan tanaman terhadap P. palmivora. Luas bercak pada buah merupakan tolok ukur utama kerentanan
tanaman kakao terhadap P. palmivora (Twaro et at., 2000), sehingga bahasan hasil kegiatan ini akan menitikberatkan pada peubah luas bercak.
Nilai duga dayawaris arti luas peubah luas bercak hari ke-3, hari ke-5 setelah inokulasi, dan kecepatan perluasan bercak tergolong sedang (Tabel 1). Nilai duga dayawaris ini merupakan parameter genetik yang mengungkap proporsi ragam genetik terhadap ekspresi sifaL-sifat tersebut. Dengan demikian tampak bahwa kontribusi ragam genetik terhadap ekspresi luas bercak hari ke-3, hari ke-5 setelah inokulasi, dan kecepatan perluasan bercak masing-masing mencapai 46 %, 47 %, dan 48 %. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor genctik terhadap ekspresi kerenLanan tanaman terjadi secara berimbang dcngan
pengaruh faktor non-genetik (Iingkungan). Karena itu ekspresi kerentanan tanaman terjadi secara maksimum apabila kondisi
lingkungan memberi dukungan opLimum bagi pertumbuhan P. palmivora.
Nilai dayawaris terscbut merupakan tolok ukur pendugaan keefekrifan seJeksi (Johnson ef ai., 1995). Berdasarkan hasil ini, seleksi akan kurang efekrif bila
dilakukan saaL kondisi faktor-faktor nongenerik kurang mendukung ekspresi luas
bercak secara maksimum. Peran faktor non-genetik terhadap ekspresi luas bercak
tersebut diduga terkaiL dengan bioekologi P. palmivora. Ada 2 faktor yang diidentifikasi berpengaruh terhadap ekspresi kerentanan tanaman kakao
terhadap P. paimivora, yaitu tingkat kelebatan buah (Kebe et ai., 1996; Nyasse et ai., ] 996) dan kemampuan tanaman menghindari (escape) infeksi P. palmivora (Kebe et al., 1996). Disebutkan bahwa semakin banyak jumlah buah maka intensitas serangan P. paimivora akan
semakin tinggi sebab tersedia media
tumbuh yang cukup bagi P. paimivora untuk berkembang, sedangkan kemampuan tanaman menghindari infeksi P. paimivora
Tabel J. Nilai duga ragam genetik luas bercak serelah inokulasi hari ke-3, hari ke- 5, dan kecepatan perluasan bereak
Tahle I. Expected genetic varial/ces of the lesion size at J'" and 5'" day after inocularion and stare of the lession KrOlvth
Parameter genelik Genetic l'ariables
Peubah (Variables) SO KGRerata 8 2 8 2 H KVG R g 8g
2 ' "., (%) ('Yo)"
Luas bercak har; ke-3, cm' 34.07 8.7 0.35 18.85 0.46 68.91 0.45l 0.66 Le.uion area at J'" after inoculation, C/ll'
Luas bereak hari ke-5. cm' tILl3 2H6 0.58 50.14 0.47 61.91 076 964 Lession area at 5'" after inoculation, ("/II'
Kee. perJuasan bercak, cm'/hari 22.23 4.33 0.24 903 0.48 55.94 0.33 8.86
Rate ollession growth, cm 2/day
5
Susilo, Suhendi dan Sri-Sukamto
Tabel 2. Nilai tolok ulmr kercnlanan beberapa genotipe kakao [erhadap P. palmimra
Table 2. Value of The suscepTibiliTy of cocoa !?enoTypes To P. palmivDra
Intensilas serangan 1) Luas hereak hari Luas hereak hari Keecpalan pcrlua~an
No Gcnolipc Geniifypes
di lapangan, % Disease severiTy of
ke-3, em 2
Lessioll size aT The ke-5, i:m'
Lession size aT The hereak, cm 21hari
VelociTy of lession jield incidellce" 3"" day. em2
! 5 f/l day, em lJ enlargement, cm21d
KW 259 0(67) 74.47 2J7.30 43.46
2 KW261 o (1IR) 21.21 • 100.68 * 20.14 *
3 KW262 32.3 (65) 38.00 * 125.17 " 25.03 *
4 KW260 0(20) 26.09 * 123.48 * 24.69 "
5 KW263 3.29 (91) 29.38 76.69 • 15.34 "
6 KW255 0(112) 25.94 103.03 * 20.61 *
7 KW 253 0(22) 7.39 * 52.68 " 10.53 * 8 KW231 15 (40) 95.09 259.37 51.87
9 KW 235 1.88 (159) o * 0.00 " 0*
10 KW 237 3.03 (66) 0.10 • 8.!!3 " 1.77 *
II KW 232 0(35) 16.98 " 4431 • 8.86 " 12 KW233 0(198) 29.70 * 136.73 " 27.35 * 13 KW 234 0(52) o • 0.00 * 0*
14 KW 258 0(84) 0.37 " 1l.08 * 2.22 " 15 KW 249 5.26 (19) 16.49 " 42.23 " 8.42 * 16 KW245 5.66 (53) 5.83 " 76.06 " 15.21 "
17 KW 256 0(124) 0* 0.00 * () " 18 KW251 0(28) 32.40 " 146.38 29.28
19 KW 252 0(59) 89.64 259.73 51.95
20 KW254 o (102) 13.72 • 82.43 * J6.49 " 21 KW257 4.54 (22) 129.53 285R2 57 16
22 KW 244 3.29 (91) 14.33 " 80.15 * 16.03 * 23 KW240 285 (140) 53.18 53.18 • 10.64 " 24 KW243 0(30) 26.53 * 136.07 " 12.56 "
25 KW241 0(95) o * 46.65 " 9.33 '"
26 KW 248 o (5J) 25.03 " 73.41 * 14.68 "
27 KW 247 0(39) 26.55 * 123.59 " 24.72 "
28 KW238 0(65) 85.12 246.51 49.30
29 KW246 J2.96 (54) 128.37 333.00 666
30 KW250 0(33) 49.12 228.. 86 45.77
31 KW 239 o(17) o • 0.00 * 0"
32 KW 242 10 (30) 2.64 • 23.24 • 4.65 "
33 KW236 0(134) o • 7.58 " 1.52 "
34 GC 7 85.53 3J2.87 62.57
35 Sea 12 43.58 145.87 29.17
Keterangan (NOles) . I) angka dalam kurung adalah jlllniah buah (nllmber ill Ihe brackel is rhe pod flwllber) 2) angka yang diikut; landa asterik (*) menunjukkan lehih rendah dari klon Sea 12 (nllmber/of/olved by G.<feric means Ihat il is lower 'hallihe
resiSla1ll clone o/Sea 12)
6
Ragam gcnclik kcrcnlanan ranaman kakao lcrhadap P. palmivora (Bull.)
terkait dengan kemampuan tanaman berbuah
di luar musim infeksi. Oleh sebab itu
kegiatan seleksi di lapang seharusnya
dilakukan saat kondisi lingkungan
mendukung pertumbuhan P. palrnivora secara optimum, yaitu saat puncak
pembuahan pada musim hujan. Pada saat
musim hujan kondisi udara berkelembaban
tinggi yang merupakan kondisi optimum
bagi pertumbuhan P. palmivora (Keane,
1992).
Nilai koefisien ragam genetik (KVG)
merupakan tolok ukur variabilitas genetik
tanaman. Berdasarkan tolok ukur ini
variabi Iitas kerentanan terhadap P. palmivora termasuk kategori luas scbab nilai
KVG ketiga peubah yang diukur lebih
besar daripada dua kali standar deviasi
ragam genetik (Tabel 1). Pada Tabel 3
terlihat adanya variasi yang tinggi pada nibil
ketiga peubah yang diukur. Hal ini
menunjukkan adanya variasi yang tinggi
sifal kerentanan terhadap P. palmivora. Karena itu peluang perbaikan genetik
ketahanan terhadap P. palmivora melalui cara seleksi cUkup baik sebab tersedia
variasi genctik yang besar.
Pcubah luas bercak merupakan tolok
ukur ketahanan yang menggambarkan
respons kcrcntanan tanaman. Olch scbab
itu seleksi yang mendasarkan kriterium
ini dianggap sebagai proses seleksi
ncgatif. Artinya bahwa kemajuan genctik
diukur berdasarkan intensitas seleksi
tcrhadap gcnotipc yang tidak diikulkan
dalam proses seJeksi Janjul. Berdasarkan
hasil ini terdapat 25 gcnotipe yang nilai
luas bercaknya lebih rendah dari Sea 12,
dan 8 klan lainnya tidak layak diikutkan
dalam seleksi lanjut. Dengan demikian nilai
intensitas seleksi adalah i = 8/35 x ] 00 % = 22,86 %. Berdasarkan nilai intensitas
seleksi ini maka niJai kcmajuan genetik
harapan (KG, %) yang diperoleh termasuk kategori sedang menurut Begum & Sobhan (1991), sehingga meskipun variabilitas
genetik kerentanan terhadap P. palmivora
termasuk luas, namun tidak selalu diikuli
dengan kemajuan genelik yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai
genetik antargenotipe yang diuji tidak rerlalu besar.
Gcnotipe yang dapat dipilih dalam
proses selcksi lanjut sebanyak 25, yaitu;
KW 26\, KW 262, KW 260, KW 263,
KW 255, KW 253, KW 235, KW 237, KW 232, KW 233, KW 234, KW 258,
KW 249, KW 245, KW 256, KW 25],
KW 254, KW 244, KW 243, KW 241,
KW 248, KW 247, KW 239, KW 242,
dan KW 236. Hal ini menwljukkan bahwa
keefektifan seleksi di Japang terhadap
tanaman tahan penyakit busuk buah
mencapai 75,75 % yang termasuk kategori tinggi. Pada Tabel 2 tampak bahwa
meskipun suatu genotipe memiliki nilai
intensitas serangan di lapang rendall, tidak
selalu diikuti dengan nilai luas bercak yang
juga rendah. Namun dcmikian tcrdapat kecenderungan bahwa genoripc yang
memiliki intensitas serangan tinggi akan menghasilkan luas bcrcak yang juga tinggi.
Hal ini terkait dengan adanya pengaruh
lingkungan terhadap ekspresi kctahanan
tanaman di lapang. Kegiatan selcksi lapang ini dilakukan saar kondisi lingkungan
optimum bagi pertumbukan P. palmivora sehingga intensitas serangan di lapang
tersebut diasumsikan sebagai ekspresi
7
Susilo, Suhendi dan Sri-Sukamto
maksimum ketahanan tanaman terhadap
penyakit busuk buah. Meskipun demikian
tampak bahwa sebagian besar genotipe yang
terseleksi menghasilkan nilai luas bercak
lebih rendah daripada Sca 12.
Genotipe yang terpilih dalam seleksi
ini merupakan plasma nutfah sumber
genctik kctahanan tcrhadap P. palmivora.
Pemanfaatannya hams diselaraskan dengan
tahapan kegiatan pemuliaan tanaman.
Di antara genotipe terseleksi tersebut,
terdapat 4 genotipe, yaitu KW 235,
KW 236, KW 233, dan KW 256 yang
memenuhi karakteristik sifat-sifat unggul
bahan tanam kakao.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa:
I. Ekspresi luas bercak buah akibat
penetrasi P palmivora pada tanaman
kakao bersifat genetik. Luas bercak hari
ketiga dan hari kelima setelah inokulasi,
serta kecepatan perluasan bcrcak
berdayawaris ani luas tergolong sedang
dengan nilai masing-masing 0,46; 0,47;
dan 0,48. Kecepatan perluasan bercak
secara nyata mcmenuhi kurva Iinier.
2. Berdasarkan nilai kovarian ragam genetik
ketiga peubah yang diukur, ekspresi
kerentanan tcrhadap P. palmivora
bervariabilitas luas yang menunjukkan
bahwa sifat ketahanan tanaman kakao
terhadap P. palmivora termasuk
bervariabilitas genetik luas.
3. Kemajuan genetik harapan seleksi
ketahanan terhadap P palmivora ter
masuk kategori scdang berdasarkan
nilai intcnsitas selcksi sebcsar 22,86%.
Keefcktifan seleksi mencapai 75,75 %
termasuk kategori tinggi, dan terdapat
25 gCllotipe yang dapat dimanfaatkan
scbagai sumber genetik ketahanan
terhadap P Palmivora, yaitu KW 261,
KW 262, KW 260, KW 263, KW 255,
KW 253, KW 235, KW 237, KW 232,
KW 233, KW 234, KW 258, KW 249,
KW 245, KW 256, KW 251, KW 254,
KW 244, KW 243, KW 241, KW 248,
KW 247, KW 239, KW 242, dan KW 236.
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R. W. (1966). Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons Inc., Sydney.
Begum, H. A. & M.A. Sobhan ([991). Genetic variabi lity, heri tabi lity, and correlation studied in Corcorus capsularis L. B.J. Jute Fiber Research. 1-14.
Efron, Y. & G. Blaha (1998). Negative selection of cocoa seedlings highly susceptible to PhylOphthora spp. using the leaf disc test. Newsleaer, December 1998, 18-20.
Hallauer, A.R. & J.B. Miranda (1981). Quanlilalive Genetics in Maize Breeding. Iowa State Univ. Press.
Iwaro, A.D.; T.N. Sreenivasan; D.R. Butler & P. Umaharan (2000). Rapid screening for PhywpJuhora pod rot resistance by means of detached pod inoculation. p. 109-113. Ill. A.B. Eskes, J.M.M. Engels & R.A. Lass (Eds.). Working Procedures for Cocoa Germplasm EvaluQlion and Selection. International Plant Genetic Resouces Institute, Rome.
8
Ragam gcnclik kercnlanan (anaman kakao lerhadap P. pa/mivora (BulL)
Johnson, H.W.; H.F. Robinson & R.E. Comstock (1955). Estimate of genetic and environmental variability in soybeans. Agriculture Journal, 47, 314318.
Keane. P.l (1992). Diseases and pest 0(' cocoa: an overview. p. 1-12. In: P.J. Keane & C.A.J. Putter (Eds.). Cocoa Pest and Diseases Management in Southeast Asia and Australasia. FAO, Rome.
Kebe, LB.; J.A.K. N'Goran; G.M. Tahi; D. Paulin; D. Clementy & A.B. Eskes (J 996). Pathology and breeding for resistance to black pod in Cote d'Ivoire. p. 135-139. In: F.L. Bekele (Ed.). Proceeding of the International Workshop on the Contribution of Diseases Resistance to Cocoa Variety Improvement. Salvador, 24th-26th November 1996. International Group for Genetic Improvement of Cocoa.
McWriter (1979). Breeding of cross pollinated crop. p. 80-91. In: R. Knight (Ed.). Plant Breeding. Australia Vice Concelor Committee, Bisbane.
Nyasse, S., L. Bidzanga Nomo, G. Blaha, M.H. Flament, D. Berry, C. Cilas, A.B. Eskes & D. Despreaux (1996). Update on the work on selection of cocoa for resistance to Phytophthora spp. in Cameron. p. 142-148. In: F.L. Bekele (Ed.). Proceeding of the International Workshop on the Contriblllion of Diseases ResistaJU'e to Cocoa Variety Improvement. Salvador. 24'h26 'h November 1996. International Group for Genetic Improvement of Cocoa.
Sastrapraja, S.D. & A.M. Rifai (1989). Mengenal Swnber Pangan Nabati dan Plasma Nutfahnya. Komisi PelestaLian Plasma Nutfah Nasional. Puslitbang Bioteknologi, LIPI. Bogor.
Singh, R.K. & B.D. Chaudhary (1979). Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publishers, New Delhi.
Wardojo, S. (1992). Major pests and diseases of cocoa in Indonesia. p. 63-69. In: P.J. Keane & C.A.J. Putter (Eds.) Cocoa Pest and Diseases Management in Southeast Asia and Australasia. FAO, Rome.
I
Wood, G.A.R. (1973). Cocoa. Tropical Ag3rdriculture Series. Ed. Longman.
***********
9