PROSES MANUFAKTUR
Proses Pemurnian Aluminium, Tembaga, Timah dan Timbel, Baja Karbon Rendah, Kuningan dan Perunggu, serta Galvalum
Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Mariana Sianipar I03130652. Raka Auliya Rahman I03130813. Rico Andreano Fahreza I03130844. Royan Fajar Gumilang I03130895. Tia Rizky Noviani I0313094
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
1
PROSES PEMURNIAN BIJIH ALUMINIUM
Pembuatan Aluminium terjadi dalam dua tahap:
1. Proses Bayer merupakan proses pemurnian bijih bauksit untuk memperoleh
aluminium oksida (alumina).
2. Proses Hall-Heroult merupakan proses peleburan aluminium oksida untuk
menghasilkan aluminium murni.
1. Proses Bayer
Secara umum proses Bayer terdiri dari 3 tahapan. Yaitu : ekstraksi,
Presipitasi dan Kalsinasi (Anonymous,2009). Pada proses ekstraksi, bauksit
dihancurkan secara mekanik dan kemudian dilarutkan dalam larutan natrium
hidroksida panas pada susu 175oC, pelarutan ini akan melarutkan aluminium
oksida menjadi aluminium hidroksida, Al(OH)3. Dengan OH- berlebih akan
menghasilkan [Al(OH)4]-
Al2O3 + 2 OH- + 3 H2O => 2 [Al(OH)4]-
Komponen lain selain aluminium oksida (impuritis) tidak larut.
Sehingga aluminium oksida dari bauksit akan dapat dipisahkan dari
pengotornya seperti Fe2. Pemisahan dapat dilakukan dengan penyaringanuntuk
pengotor padat yang tak larut yang disebut Red Mud. Setelah dipisahkan
dengan pengotornya yang tidak larut, masuk pada proses presipitasi. Larutan
filtrat yang berisi aluminium hidroksida didinginkan, sehingga dihasilkan
presipitat putih padat berbentuk seperti benang – benang. Tahapan selanjutnya
yaitu kalsinasi, dimana padatan putih aluminium hidroksida dipanaskan hingga
suhu ±1050oC, pada proses pemanasan ini aluminium hidroksida akan
mengalami dekomposisi menjadi alumina, dan menghasilkan uap air pada
prosesnya. (Anonymous,2009) :
2 Al(OH)3 => Al2O3 + 3 H2O
Proses Bayer secara bertahap:
1) Bauksit dihancurkan secara mekanik, kemudian dicampur dengan soda
kaustik (NaOH), dihasilkan suspensi berair yang mengandung partikel
murni yang sangat beragam.
2
2) Suspense cair dipompa menuju digester (Tank yang berfungsi seperti
tabung pengontrol tekanan). Larutan tersebut dipanaskan hingga suhu
230-520°F (110-270°C) dibawah tekanan 50 lb/in2(340 kPa). Pada
kondisi ini, dilakukan selama sekitar setengah jam atau hingga beberapa
jam. Pada prosesnya penambahan soda kaustik dilakukan untuk
memastikan bahwa seluruh senyawa aluminium yang terkandung terlarut.
3) Larutan panas, yang menjadi larutan natrium aluminat, dilewatkan
melalui beberapa tangki flash yang mereduksi tekanan dan merecovery
panas yang dapat digunakan kembali untuk proses pemurnian.
4) Selanjutnya larutan dipompakan menuju tangki pengendap. Pada tangki
ini, pengotor yang tidak larut akan mengendap dibawah tangki. Sehingga
larutan hanya mengandung aluminium oksida yang terlarut dalam kaustik
soda. Residu yang ada dibawah tangki (yang dinamakan “Red Mud”)
mengandung pasir halus, besi oksida, oksida – oksida dari trace elemen
misalnya titanium.
5) Setelah pengotor diendapkan, cairan yang tertinggal (dengan bentuk fisik
seperti kopi), dipompa menuju sederetan saringan. Beberapa partikel
halus dari pengotor yang tertinggal pada larutan akan ditangkap oleh
filter. Material ini akan dicuci untuk mendapatkan alumina dan kaustik
soda yang dapat digunakan kembali selama proses.
6) Cairan yang sudah disaring dipompa menuju tangki six story tall
precipitation. Bibit kristal dari alumina hidrat (alumina yang mengikat
molekul air) ditambahkan diatas tangki. Bibit kristal akan tumbuh sejalan
dengan pengendapan cairannya dan alumina akan terikat pada kristal
yang terjadi.
7) Endapan Kristal yang terbentuk di bawah tangki kemudian dipindahkan.
Setelah pencucian, dialihkan menuju pengering untuk kalsinasi
(Pemanasan untuk menghilangkan molekul air yang terikat pada molekul
alumina). Temperaturnya berkisar 2000° F (1,100° C) yang akan
menghilangkan molekul air, sehingga hanya tinggal Kristal alumina
anhidrat. Selanjutnya cristal dialirkan menuju cooler untuk pendinginan
dan proses finishing.
3
2. Proses Hall-Heroult
Secara umum pada proses ini, leburan alumina dielektrolisis, dimana
lelehan tersebut dicampur dengan lelehan elektrolit kriolit didalam pot dimana
pada pot tersebut terikat serangkain batang karbon dibagian atas pot sebagai
katoda. Karbon anoda berada dibagian bawah pot sebagai lapisan pot, dengan
aliran arus kuat 4 – 5 V antara anoda dan katodanya proses elektrolisis terjadi.
Alumina mengalami pemutusan ikatan akibat elektrolisis, lelehan aluminium
akan menuju kebawah pot, yang secara berkala akan ditampung menuju
cetakan berbentuk silinder atau lempengan. Masing – masing pot dapat
menghasilkan 66,000-110,000 ton aluminium per tahun (Anonymous,2009).
4
Secara umum, 4 ton bauksit akan menghasilkan 2 ton alumina, yang nantinya
akan menghasilkan 1 ton aluminium. (Ulucak,2003)
Reaksi kimia secara umum pada proses Hall-Heroult :
2Al2O3 (dissolved) + 3C (s) = 4Al (l) + 3CO2 (g)
Proses Hall-Heroult Secara Bertahap :
Lelehan alumina hingga menjadi logam aluminium terjadi pada baja vat
yang disebut pot reduksi. Bagian bawah dari pot terlapisi/dibatasi dengan
karbon yang bertindak sebagai salah satu elektroda (konduktor arus listrik)
dari system. Electrode lawannya terdiri dari serangkain batang karbon yang
tergantung diatas pot. Pot reduksi ini disusun sedemikian rupa, berjajar yang
terdiri dari 50 – 200 pot yang terhubung satu sama lain membentuk sirkuit
elektrik.
1) Dalam pot reduksi, Kristal alumina dilarutkan pada lelehan kriolit pada
temperature 1.760-1.780° F (960-970° C) sehingga dihasilkan larutan
elektrolit yang akan menghantarkan listrik dari batang karbon (Katoda)
menuju Lapisan-Karbon (Anoda). Arus DC (4-6 volts and 100,000-
230,000 amperes) dialirkan melaului larutan. sehingga akan terjadi reaksi
yang akan memutuskan ikatan aluminium dengan oksigen pada molekul
alumina. Oksigen yang dibebaskan terikat pada batang karbon (Katoda),
sehingga membentuk karbon dioksida. Aluminium murni terendapkan di
bawah pot sebagai lelehan logam.
2) Proses peleburan dilanjutkan, dengan penambahan alumina pada larutan
kriolit untuk menggantikan senyawa yang terdekomposisi. Arus listrik
konstan tetap dialirkan. Panas yang berasal dari aliran listrik menjaga
agar isi pot tetap berada pada keadaan cair. Lelehan aluminium murni
terkumpul dibawah pot.
3) Lelehan yang berada dibawah pot, dikumpulkan. Ditampung pada
cetakan (batang atau lempeng). Saat aliran tersebut dialirkan kecetakan,
bagian luar cetakan didinginkan dengan aliran air, yang menyebabkan
aliminium menjadi padat. Logam murni yang padat dapat dibentuk
dengan penggergajian sesuai dengan kebutuhan.
5
6
PROSES PEMURNIAN BIJIH TEMBAGA
Tembaga digunakan secara luas, terutama pada kabel listrik. Tembaga
membentuk alloys (paduan) lebih bebas daripada kebanyakan logam lainnya dan
dengan berbagai elemen paduan, seperti seng, timah, nikel dan aluminium.
Tembaga biasanya ditambahkan untuk tujuan meningkatkan kekuatan dan
meningkatkan ketahanan terhadap aus dan korosi, tetapi tembaga juga dapat
memengaruhi warna paduan.
Konstruksi; Persentase Penggunaan Tembaga;
0.25; 25%
Transportasi; Persentase Penggunaan Tembaga;
0.07; 7%Barang-barang Elektronik; Persentase Penggunaan
Tembaga; 0.65; 65%
Lainnya; Persentase Penggunaan Tembaga;
0.03; 3%
Persentase Penggunaan Tembaga
Tabel 1. Persentase penggunaan tembaga dalam kehidupan sehari-hari
Sekitar 80% dari tembaga utama dunia berasal dari bijih tembaga dalam
bentuk mineral sulfida misalnya, kalkopirit (CuFeS2), bornit (Cu5FeS4), dan
kalkosit (Cu2S). Bijih ini mengandung biasanya hanya sekitar 0,5-2% tembaga.
Sisa produksi primer berasal dari bijih tembaga ada dalam bentuk silikat, sulfat,
karbonat dan oksida, yang terbentuk oleh pelapukan dan oksidasi mineral sulfida.
Proses pembuatan tembaga berlangsung 3 tahap, yaitu:
1. Konsentrasi Bijih
Bijih ini diperkaya oleh flotasi buih. Bubuk bijih dicampur dengan minyak
dan diaduk dengan air dalam sebuah tangki besar yang telah ditambahkan
detergen. Udara terkompresi dipaksa untuk melalui campuran. Partikel ringan
dari tembaga sulfida selanjutnya terbawa ke atas dan mengapung di atas buih.
7
Lempung berat dan silikat lainnya mengendap di dasar tangki. Residu ini
dikenal sebagai 'gangue'.
Gambar 1. Konsentrasi bijih tembaga dengan flotasi buih
2. Konversi Sulfida dan Senyawa Tembaga Lain
Ada beberapa metode dalam proses ini:
a. Dengan memanggang bijih tembaga sulfida
Bijih yang diperkaya dipanggang dengan cukup udara untuk mengubah
besi sulfida menjadi besi (II) oksida. Campuran padat kemudian dicampur
dengan kalsium karbonat (kapur), silika (pasir), dan dipanaskan sampai
1300 K. Besi membentuk terak silikat dan tembaga (I) sulfida mencair
dan tenggelam ke dasar tungku. Hal ini dikenal sebagai matte tembaga.
Dalam perkembangan terakhir, proses Isasmelt, bijih yang diperkaya
(konsentrat), batu kapur, dan silika bersama-sama dengan bahan bakar
padat (batubara) yang dicampur dan ditekan menjadi pelet. Ini
dimasukkan ke dalam tungku di mana ada tombak bawah yang gas alam
(metana) dan minyak dengan udara oksigen dipompa. Hal ini lebih
ekonomis untuk menggunakan oksigen murni, atau udara yang kaya
oksigen, dibandingkan udara karena hal ini meningkatkan laju reaksi dan
berarti bahwa pabrik kimia yang lebih kecil dapat digunakan dan biaya
bahan bakar berkurang. Selanjutnya akan lebih mudah untuk memastikan
bahwa tidak ada gas seperti sulfur dioksida hilang dan mencemari
atmosfer. Campuran ini dipompa ke bawah dengan kecepatan yang
menyebabkan turbulensi dan mendorong reaksi yang sangat cepat. Proses
8
ini sangat efisien dan sejumlah besar bahan baku dapat diproses dalam
tungku yang relatif kecil. Matte tembaga dan terak disadap ke dalam
tungku lain untuk menetap dan pemisahan. Matte tembaga kemudian
jalankan ke dalam tungku lain dan udara atau udara oksigen ditiupkan,
untuk menghasilkan logam tembaga:
Cu2S(s) + O2(g) 2Cu(l) +SO2(g)
Sulfur dioksida sering diubah untuk asam sulfat. Tembaga murni ini
dikenal sebagai blister tembaga. Hal ini dipanaskan sampai itu cair dan
lebih banyak udara disuntikkan untuk menghilangkan sulfur yang tidak
diinginkan. Ini diikuti dengan injeksi metana untuk menghapus oksigen.
Proses ini dikenal sebagai api pemurnian. Tembaga masih murni
kemudian dilemparkan ke anoda untuk elektro-pemurnian.
b. Proses pencucian
Tembaga diperoleh dari bijih dengan mereaksikan bijih dengan larutan
tembaga (II) klorida, dan besi (III) klorida:
CuFeS2(s) + 3CuCl2(aq) 4CuCl(s) + FeCl2(aq) + 2S(s)
CuFeS2(s) + 3FeCl3(aq) CuCl(s) + 4FeCl2(aq) + 2S(s)
Tembaga pulih dalam bentuk tembaga (I) klorida. Untuk menjaga
senyawa dalam larutan sodium klorida ditambahkan. Dengan adanya ion
klorida berlebih, kompleks ion [CuCl2] terbentuk, yang larut dalam air:
CuCl(s) + Cl-(aq) [CuCl2]-
(aq)
Akhirnya, tembaga murni diperoleh dengan electrolyzing solusi dari
[CuCl2] ion logam:
2[CuCl2]-(aq) Cu(s) + CuCl2(aq) + 2Cl-
(aq)
Tembaga (II) klorida kemudian didaur ulang.
c. Metode bakteri
Sebuah jumlah yang signifikan dari tembaga yang diproduksi di AS
diperoleh dengan menggunakan bakteri. Air yang diasamkan
disemprotkan ke limbah tambang tembaga, yang mengandung tembaga
kadar rendah. Bakteri Thiobacillus ferrooxidans, yang tumbuh subur di
daerah asam dan belerang, menguraikan sulfida besi di batu dan
mengkonversi besi (II) menjadi ion besi (III). Ion besi (III) pada
9
gilirannya mengoksidasi ion sulfida dari sulfida tembaga untuk sulfat,
meninggalkan ion tembaga (II) dalam larutan. Air tembaga sarat ini akan
terbentuk di bawah tumpukan dan logam tembaga diperoleh dengan
mereduksinya dengan scrap iron:
Cu2+(aq) + Fe(s) Cu(s) + Fe2+
(aq)
3. Pemurnian Tembaga
Gambar 2. Pemurnian tembaga dengan menggunakan elektrolisis
Apapun metode yang digunakan untuk memproduksi tembaga dari bijih,
pemurnian akhir adalah dengan elektrolisis. Lembaran tembaga murni
(copper blister), bersama-sama dengan lembaran tipis dari logam tembaga
murni atau stainless steel atau titanium direndam dalam larutan tembaga (II)
sulfat (0,3 mol dm3) dan asam sulfat (2 mol dm3). Tembaga atau baja
lembaran murni menjadi katoda dari sel elektrolisis dan lembaran murni
adalah anoda. Ini berarti bahwa ion tembaga terbentuk pada anoda (terjadi
oksidasi) dan berpindah ke larutan:
Anoda : Cu(s) Cu2+(aq) + 2e-
Katoda : Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)
10
Gambar 3. Diagram skematik proses pemurnian tembaga dari bijihnya
11
PROSES PEMURNIAN BIJIH TIMAH DAN TIMBEL
http://id.wikipedia.org/wiki/Timah
Cara Memperoleh Pb :1. Ekstraksia. Bijih Galena dipekatkan dengan teknik flotasi buih.b. Ditambah kuarsa, SiO2 lalu dilakukan proses pemanggangan.2PbS + 5SO2→2PbS + 2SO2c. Direduksi dengan batu bara coke (C) dan air kapur.PbO (s) + C (s)→Pb (l) + CO (g)PbO (s) + CO (g)→Pb (l) + CO2 (g)Maksudnya dalam proses pemanggangan dengan temperatur tinggi ada kemungkinansebagian Galena diubah menjadi PbSO4, dimana oleh kuarsa akan diubah menjadisilikat menurut persamaan :PbSiO3 + SO4→PbSO4 + SiO2Silikat diubah oleh air kapur (CaO) menjadi PbCO dan kalsium silikat (CaSPO3).PbO + CaSiO3→PbSiO3 (s) + CaOAlternatif lain pada proses reduksi dipakai reduktan bijih bakar dari Galena segar sebagai pengganti batu bara.Pb + SO2 (g)→PbS (s) + 2PbO (s)2. Pemurniana. Pb dilelehkan beberapa saat pada suhu di bawah titik leleh tembaga sehingga Cupengotor mengkristal dan dapat dipisahkan.b. Udara ditiupkan di atas permukaan lelehan Pb sehingga pengotor Arsen dan antimondiubah menjadi Arsenat dan antimonat atau oksidanya.termasuk Bismuth sehingga buihdi atas permukaan yang dapat disendoki keluar.c. Ditambah 1-2% Zn agar Ag dan Au akan terbawa dalam Zn yang akan mengkristallebih dahulu dan dapat dipisahkan dari lelehan Pb.d. Didinginkan perlahan pada suhu 4800-4200 C.3. Elektrolisisa. Menggunakan elektrolit larutan PbSiF6 dan H2SiF6.b. Lembaran tebal Pb dipasang sebagai katoda.c. Anoda Pb teroksidasi menjadi logam Pb dan melekat pada katoda.d . D ipe ro l eh kemurn i an Pb 99 ,9%.https://www.scribd.com/doc/49591042/Timbal-Pb
12
PEMURNIAN BAJA KARBON RENDAH DARI BESI COR
13
PROSES PEMBUATAN PERUNGGU DARI LOGAM DASARNYA
Dalam pembuatan perunggu diperlukan beberapa jenis logam seperti tembaga (bahan
utama) yang takarannya paling banyak lalu dicampur dengan timah (hitam dan putih).
Campuran itu lalu dilebur dengan cara dipanaskan hingga mencair lalu tuangkan dalam
cetakan yang bentuknya diinginkan pembuat.
Contoh perbandingan bahan-bahan logam yang digunakan untuk membuat perunggu di
Indonesia ialah:
Benda
Tembaga
(Cu)
Timah Hitam
(Pb)
Timah Putih
(Sn)
Nekara tipe Heger I di
KeiNekara tipe Pejeng (Bebitra)
Kapak di Pasir Angin (Bogor)
Bejana Asemjaran (Madura)
71,30 %75,50
%
26,13 %
63,40 %
15,82 %6,09 %
0,55 %
2, 83 %
12,70 %14, 51
%
37,22 %
15,20 %
(Soedjono,1984,265)
Tembaga merupakan bahan yang tidak mudah diperoleh, tembaga hanya dapat ditemukan di
Kepulauan Sunda Besar, Pulau Timor, dan Papua. Karena itu benda-benda dari perunggu
yang sudah tak terpakai lagi biasanya dilebur kembali untuk dijadikan barang baru. Dalam
proses pembuatan biasanya dilakukan di bengkel logam, di sana logam dipanaskan di
perapian yang dihidupkan terus menerus dengan menggunakan tabung-tabung bambu besar.
14
Teknik pembuatan perunggu ada dua macam yaitu:
Teknik setangkup (bivalve)
Teknik setangkup menggunakan dua buah cetakan yang dapat ditangkupkan. Cetakan tersebut
diberi lubang pada bagian atasnya dan cairan logam dituangkan melalui lubang itu. Setelah
dingin, cetakan dibuka. Jika ingin berongga (corong), maka digunakan tanah liat sebagai
intinya, setelah dingin tanah liat itupun dibuang. Kelebihan dari cetakan setangkup ini bisa
digunakan berulang kali. Untuk hasil biasanya ada garis memanjang antara pertautan kedua
bagian yang menangkup.
Teknik cetakan lilin (a cire perdue)
Teknik cetakan lilin mempergunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin
yang berisi tanah liat sebagai intinya. Lalu dihias sesuai keinginan. Pada nekara perunggu
misalnya, pola-pola hiasnya dicapkan pada permukaan lilin dengan cetakan-cetakan (seperti
cetakan batu dari Manuaba). Setelah bentuknya jadi, lilin dibungkus lagi dengan tanah liat
yang lunak. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang. Dari lubang inilah logam cair
dituangkan. Setelah dingin cetakan dipecah untuk mengambil benda jadinya. Jadi cetakan ini
hanya bisa digunakan sekali. Pada benda hasil cetakan lilin biasanya ditemukan lubang (cacat)
karena tidak rapatnya penutupan cetakan.
PROSES PEMBUATAN KUNINGAN DARI LOGAM DASARNYA
Paduan CuZn dengan kandungan Cu sedikitnya 55% dikenal dengan sebutan Kuningan. Secara umum kuningan terdiri dari Kuningan-α yang memiliki matriks (struktur dasar) α dan Kuningan-β yang memiliki matriks β.
Dalam keadaan padat Cu mampu melarutkan Zn sangat banyak didalam kristal campurannya. Pada temperatur 902 oC terjadi transformasi peritektik dimana Zn larut sebesar 32,5%. Kelarutan ini meningkat sampai dengan temperatur sekitar 450 oC menjadi 39% dan kemudian pada kondisi keseimbangan akan kembali menurun, yaitu pada proses pemanasan panjang dan pendinginan sangat lama.
Gambar 1. Diagram Biner CuZn
15
Pada proses pendinginan yang umum dicapai secara teknis, struktur kuningan dengan kandungan Zn 39% setelah perlakuan panas biasanya akan terdiri dari kristal α yang homogen tanpa ada sedikitpun kristal β. Kuningan inilah yang kemudian dikenal dengan kuningan α (alfa) yang memiliki sifat ulet namun cukup memiliki ketermesinan yang baik dengan unit sel FCC seperti pada umumnya paduan tembaga lainnya.
Sebagai contoh untuk kuningan dengan kandungan Zn 28%, secara teoritis pada temperatur 970 oC akan mulai terbentuk kristal-kristal α dendritik yang memiliki kandungan Zn sekitar 24%. Konsentrasi Zn didalam sisa cairan yang semakin menyusut kemudian akan naik bersama turunnya temperatur, sedangkan kristal α tumbuh membesar dengan konsentrasi Zn yang meningkat. Pada saat mencapai temperatur solidusnya (sekitar 930 oC) sisa cairan terakhir dengan konsentrasi Zn sebesar 33% pun membeku sebagai kristal α sehingga seluruh paduan telah berada dalam keadaan padat dengan struktur α yang homogen.
Pada proses pengecoran logam, pendinginan biasanya berlangsung sangat cepat karena enerji cairan segera terserap oleh bahan cetakan. Pada keadaan ini terjadi segregasi kristal dimana perbedaan konsentrasi didalam setiap butiran saat pertumbuhannya tidak sempat terseragamkan, maka pada struktur coran ini akan ditemukan dendrit-dendrit yang baru dapat dihilangkan setelah melalui proses pemanasan pada temperatur tinggi serta pendinginan yang lambat untuk menghasilkan butiran α yang homogen dan polieder lengkap dengan struktur kembarnya.
Perbesaran 100 x
Gambar 2. Kuningan dengan Zn 28% pasca pegecoran.
(Dendrit-dendrit kristal α inhomogen)
Perbesaran 100 x
Gambar 3. Kuningan dengan Zn 28% setelah perlakuan panas pada T=800 oC.
(Kristal α polieder homogen)
Pada kuningan dengan kandungan Zn 47,5%, kristal β akan tebentuk terlebih dahulu pada temperatur 890 oC, fasa ganda ( β + sisa cairan) hanya terdapat pada selang yang kecil sehingga segregasi praktis tidak terjadi. Segera, begitu temperatur mencapai 880 oC, cairan akan membeku seluruhnya sebagai kristal β yang homogen. Kuningan semacam ini disebut kuningan β (beta) dengan sifat-sifatnya yang keras, rapuh dan ketermesinan rendah serta lebih banyak digunakan pada perangkat instrumen musik.
Warna kuningan sangat dipengaruhi oleh kandungan Zn nya. Kuningan α akan mengalami perubahan warna dari merah tembaga menjadi semakin kuning dengan
16
bertambahnya Zn. Sedangkan akibat dari pembentukan kristal β yang kemerahan, maka pada kuningan β fenomena warna tersebut justru terbalik kembali menuju kemerahan.
Perbesaran 100 x
Gambar 4. Kuningan dengan Zn 47,5% pasca pegecoran.
(Kuningan β homogen)
Perbesaran 100 x
Gambar 5. Kuningan dengan Zn 52% pasca pengecoran.
(Kristal γ diantara struktur dasar β)
Pada kuningan dengan fasa campuran α/β, kandungan Zn digunakan untuk memperkirakan sifat-sifat mekanik bahan ini, mengingat kandungan Zn sangat menentukan persentasi fasa-fasa yang terdapat didalamnya, dimana pada kandungan sampai 39% ternyata struktur masih terdiri dari α seluruhnya sedangkan setelah 46,5% struktur telah terdiri dari β seluruhnya.
Secara khusus sifat-sifat mekanik kuningan dapat ditingkatkan dengan penambahan sejumlah kecil unsur paduan lainnya tanpa mengurangi karakteristik kuningan secara umum. Tambahan unsur paduan tersebut bertujuan untuk memodifikasi persentasi α maupun β didalam strukturnya.
Unsur Al akan meningkatkan kekerasan kristal campuran α maupun β, sehingga dengan demikian akan secara umum meningkatkan kekuatan bahan. Selain itu unsur ini akan menggeser daerah α pada diagram binernya menjadi lebih sempit (lihat gambar 1) sehingga pada kandungan Zn yang sama akan memiliki struktur β yang lebih banyak. Kandunga Al sampai dengan 6% atau 7% biasanya diaplikasikan pada pengecoran dengan pasir cetak, pengecoran cetak grafitasi maupun pengecoran sentrifugal.
Unsur Fe hanya dapat larut sedikit didalam kristal campuran α maupun β. Secara umum Fe hanya diberikan sebanyak 0.2% sampai 1.2%. Apabila secara bersamaan dipadukan pula unsur Al sampai dengan 7%, maka Fe dapat dinaikkan hingga 4.5%, mengingat unsur ini memiliki efek grain refining terhadap paduan CuZn.
Unsur Mn umumnya disertakan pada paduan CuZn dengan kandungan Al maupun Fe tinggi. Unsur ini memiliki kemampuan larut relatif lebih baik dibandingkan dengan Fe, meningkatkan kekuatan bahan serta ketahanannya terhadap korosi.
Unsur Ni larut sangat baik didalam paduan CuZn, sehingga dapat diberikan sebanyak 10% sampai 25%. Kuningan dengan paduan Ni sebanyak itu disebut dengan new silver, karena berwarna putih seperti perak. Bahan ini memiliki ketahanan korosi yang sangat baik
17
serta banyak diaplikasikan diindusti kimia maupun pangan sebagai bahan alternativ pengganti stainless steel.
Unsur Si mempersempit daerah α maupun juga β pada diagram biner Cu-Zn, sehingga pada kandungan 4% saja, sudah akan menghasilkan struktur campuran α+β walaupun kandungan Cu masih sangat tinggi. Bahan ini memiliki ketahanan korosi yang baik termasuk terhadap air laut. Secara teknis bahan inipun memiliki kemampuan cor yang baik.
Tabel 1: Komposisi kimia dan sifat mekanik umu Kuningan menurut ASM
Tabel 2: Komposisi kimia dan sifat mekanik umum Kuningan menurut DIN.
18
PROSES PEMBUATAN GALVALUM
A. Menyiapkan Permukaan baja untuk dilapisi
1. Lembaran baja yang berupa gulungan dilewatkan pada cairan kaustik yang
sudah dipanaskan agar bersih dari minyak, debu, dan berbagai residu
lainnya.
2. Lembaran dilewatkan pada larutan asam sulfat untuk menghilangkan karat
dan skala pabrik.
3. Lembaran dilewatkan pada larutan zinc ammonium klorida sebagai wetting
zigent antara baja dengan lelehan zinc nantinya
B. Proses Galvanisasi
1. Lembaran baja direndam dalam alumunium zinc cair(55% alumunium dan
45% zinc) bersuhu 850℉ hingga seluruh lapisan baja tertutup oleh lapisan
alumunium zinc.
2. Lembaran kemudian dibersihkan dari kelebihan alumunium-zinc dengan air
jet lalu dilakukan proses chroaming agar lembaran lebih tahan lama
C. Pemeriksaan
1. Galvalum yang telah berbentuk kemudian diperiksa kekuatan ikatan antara
lapisan dengan baja, keseragaman lapisan, ketebalan, dan penampilan sesuai
dengan standar yang ada sebelum dipasarkan
19
Surface Preparation
Caustic Cleaning Pickling Fluxing
Galvanizing Molten Zinc Bath
Dilute Chromate Quench
Inspection Adherence of Coating
Uniformity of Coating
20