PAJAK PENGHASILAN
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
SUBJEK PAJAK
Orang Pribadi
Warisan yang Belum Terbagi
Badan
Bentuk Usaha Tetap
SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI
Tanpa batasan tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha Perusahaan Perorangan
Karyawan
Profesional / Tenaga Ahli Pekerjaan Bebas
(dokter, akuntan, pengacara, konsultan, arsitek, notaris, penilai, aktuaris)
WARISAN YANG BELUM DIBAGI
Merupakan satu kesatuan, menggantikan yang berhak (ahli waris)
Tetap harus membayar pajak meskipun warisan belum dibagi kepada yang berhak.
SUBJEK PAJAK BADAN
Sekumpulan orang dan atau kumpulan modal sebagai satu kesatuan, baik melakukan usaha atau tidak melakukan usaha
PT, CV, firma, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga
BENTUK USAHA TETAP
Bentuk usaha yang digunakan oleh subyek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
Berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi/penjualan, pertambangan, pengeboran, pertanian, proyek konstruksi, pemberian jasa, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai asuransi, komputer untuk e-commerce
JENIS SUBJEK PAJAK
SPDN : Subjek Pajak Dalam Negeri
SPLN : Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak Dalam Negeri
Orang Pribadi (OP) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau OP yang berada di Indonesia dan berniat tinggal di Indonesia;
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF DALAM NEGERI MULAI
• Pada waktu OP dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia
• Pada waktu Badan didirikan atau bertempat kedudukan Indonesia
• Pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF DALAM NEGERI BERAKHIR
Pada saat OP meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
Pada saat Badan dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia
Pada saat warisan selesai dibagi
Subjek Pajak Luar Negeri
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal/ berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan/berkedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
BUKAN SUBJEK PAJAK
BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING
PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK, KONSULAT, ATAU PEJABAT-
PEJABAT ASING, DAN ORANG-ORANG YANG DIPERBANTUKAN
DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK
MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH
PENGHASILAN DI INDONESIA
ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN
OLEH MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT:
PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL
YANG DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK
MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH
PENGHASILAN DI INDONESIA
PENENTUAN PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
TAXABLE INCOME
PASAL 4 AYAT 1
NON TAXABLE INCOME
PASAL 4 AYAT 2
OBJEK PPH FINAL
PASAL 4 AYAT 2
OBJEK PPH
NON FINAL
WAJIB PAJAK
Mempunyai kewajiban pajak subjektif dan objektif
Termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak (withholding agents)
OBJEK PPH : PENGHASILAN
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun
PENGELOMPOKAN PENGHASILAN
1. PENGHASILAN DALAM HUBUNGAN KERJA DAN
PEKERJAAN BEBAS
2. PENGHASILAN DARI USAHA DAN KEGIATAN
3. PENGHASILAN DARI MODAL
4. PENGHASILAN LAIN (HADIAH & PEMBEBASAN
UTANG)
17
PPH & LAPORAN LABA RUGI
Besarnya PPh atas laba dihitung tersendiri menurut ketentuan fiskal, bukan dari laporan laba rugi yang disusun menurut ketentuan akuntansi
Laporan laba rugi komersial disusun menurut standar akuntansi keuangan
Laporan laba rugi fiskal disusun menurut peraturan perpajakan (pajak penghasilan)
Proses penyusunan laporan laba rugi fiskal melalui koreksi fiskal atas laporan laba rugi komersial
18
PENGHASILAN
AKUNTANSI Kenaikan manfaat
ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari penanaman modal
Meliputi revenues dan gain
PAJAK Tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi dan atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak ybs dengan nama dan dalam bentuk apapun
Ada Obyek Pajak dan Bukan Obyek Pajak
19
EXPENSES & LOSS
AKUNTANSI
Revenue
Expenditure
(Expenses)
Loss
PAJAK
Deductible Expenses
(Pengurang
Penghasilan)
Nondeductible
Expenses (Bukan
Pengurang
Penghasilan)
20
LAPORAN LABA RUGI
PRETAX FINANCIAL INCOME (LABA SEBELUMPAJAK PENGHASILAN)
TAXABLE INCOME (PENDAPATAN KENAPAJAK)
LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL
LAPORAN LABA RUGI FISKAL
KOREKSI FISKAL
PAJAK PENGHASILANPAJAK PENGHASILAN
LABA SETELAH PAJAK
21
KOREKSI FISKAL
Rekonsiliasi fiskal adalah usaha mencocokkan
perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi
komersial dan laporan laba rugi fiskal.
Ada dua jenis koreksi fiskal
Koreksi positif yang menyebabkan Penghasilan
Kena Pajak membesar
Koreksi negatif yang menyebabkan Penghasilan
Kena Pajak mengecil
22
LAPORAN LABA RUGI
Financial Income Taxable Income
Revenues 130.000 110.000
Expenses 60.000 50.000
Pretax Financial
Income70.000
Taxable Income 60.000
Tax Expense
(Tax rate 25%)15.000
23
PENYEBAB PERBEDAAN
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
Contoh : PPh atas Bunga Deposito, PPh atas Sewa Tanah & Bangunan
BEDA TETAP (PERMANENT DIFFERENCE)
Contoh : Sumbangan, Upah dalam bentuk natura
BEDA WAKTU (TEMPORARY DIFFERENCE)
Contoh : Penyusutan
24
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
WAJIB
PAJAK
MEMBAYAR PAJAK
ATAS PENGHASILAN
SENDIRI
MEMOTONG PAJAK
ATAS PENGHASILAN
PIHAK LAIN
(WITHHOLDING TAX)
MENGHITUNG
PPH TAHUNAN
MEMBAYAR
UANG MUKA
PPH BULANAN
MEMBAYAR
ANGSURAN BULANAN
DIPOTONG PAJAK
ATAS PENGHASILAN
YANG DIBAYAR OLEH PIHAK LAIN
(WITHHOLDING TAX)
25
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
WAJIB
PAJAK
MEMBAYAR PAJAK
ATAS PENGHASILAN
SENDIRI
MEMOTONG PAJAK
ATAS PENGHASILAN
PIHAK LAIN
(WITHHOLDING TAX)
MENYETORKAN
KE PEMERINTAH
26
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
MEMBAYAR PAJAK
ATAS PENGHASILAN
SENDIRI
MENGHITUNG
PPH TAHUNAN
(PPH TERUTANG)
MEMBAYAR
UANG MUKA
PPH BULANAN
MEMBAYAR
ANGSURAN BULANAN
DIPOTONG PAJAK
ATAS PENGHASILAN
YANG DIBAYAR OLEH PIHAK LAIN
(WITHHOLDING TAX)
SETORAN KE PEMERINTAH ADALAH
PPH TERUTANG TAHUNAN DIKURANGI UANG MUKA PPH BULANAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (1)Pasal 4 Ayat 1
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. laba usaha
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (2)
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (3)
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (4)
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;14. premi asuransi;15. iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (5)
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. surplus Bank Indonesia.
1. Penghasilan dikenakan PPh saat diperoleh
2. Penghasilan tersebut tidak perlu dilaporkan ataudihitung kembali pada akhir tahun
3. PPh tersebut sifatnya Final tidak dapatdikreditkan terhadap PPh Terutang di akhirtahun
4. Contoh: bunga deposito, hadiah undian, sewatanah dan bangunan, dan lain-lain
PPH FINAL
OBJEK PAJAK PENGHASILANFINAL
1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. penghasilan berupa hadiah undian;
3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. penghasilan tertentu lainnya
Tarif PPh Final (1) – Pasal 4 Ayat 2
No. Jenis Penghasilan DPP / Tarif Pajak
1. Penghasilan Bunga Deposito, Termasuk Simpanan pada Bank Dalam Negeri yang Memiliki Cabang di Luar Negeri
Jumlah Bruto/20%
2. Penghasilan Bunga Tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Jumlah Bruto/20%
3. Penghasilan Berupa Hadiah Jumlah Bruto/25%
4. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Jumlah Bruto/5%
5. Penghasilan Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Jumlah Bruto/10%
Tarif PPh Final (2)
No. Jenis Penghasilan DPP / Tarif Pajak
6. Penghasilan yang Diterima/Diperoleh dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
1.Nilai Transaksi / 0,1% untuk non pemilik saham pendiri
2.Nilai Transaksi / 0,1% + 0,5% untuk pemilik saham pendiri
7. Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi lebih dari Rp. 240.000
Jumlah Bruto / 10%
Tarif PPh Final (3)
No. Jenis Penghasilan DPP / Tarif Pajak
Usaha Jasa Konstruksi
8. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil.
Penghasilan Bruto/2%
9. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Usaha.
Penghasilan Bruto/4%
10. Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil dan penyedia Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Usaha.
Penghasilan Bruto/3%
11. Perencanaan Konstruksi atau PengawasanKonstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang Memiliki Kualifikasi Usaha.
Penghasilan Bruto/4%
12. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia Jasa yang tidak Memiliki Kualifikasi Usaha
Penghasilan Bruto/6%
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN Pasal 4 ayat 3
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
2. harta hibahan yang diterima oleh:
• keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
• badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (2)
3. Warisan
4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (3)
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (4)
8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11. penghasilan yang diterima atau modal ventura
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (5)
12. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (6)
14. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Objek PPh : Laba Usaha (Penghasilan Netto) menurut ketentuan fiskal
LABA FISKAL
Penghasilan Netto = Penghasilan Bruto yang Merupakan Objek Pajak –Beban yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
PENENTUAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
EXPENSES
DEDUCTIBLE EXPENSES
PASAL 6 AYAT 1
NON DEDUCTIBLE
EXPENSES
PASAL 9 AYAT 1
DEDUCTIBLE EXPENSES
1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
c. bunga, sewa, dan royalti;d. biaya perjalanan;e. biaya pengolahan limbah;f. premi asuransi;g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;h. biaya administrasi; dan
DEDUCTIBLE EXPENSES
2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A
3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
5. kerugian selisih kurs mata uang asing;6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia;7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
DEDUCTIBLE EXPENSES
8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
c. atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d. syarat sebagaimana dimaksud pada HURUF C tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil
DEDUCTIBLE EXPENSES
9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
10. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
DEDUCTIBLE EXPENSES : ENTERTAINMENT
HARUS DIDUKUNG DENGAN DOKUMENTASI MEMADAI DAN DAFTAR NOMINATIF YANG MEMUAT INFORMASI:
1. Nomor urut
2. Tanggal diberikan
3. Nama/tempat entertainment diberikan
4. Alamat entertainment
5. Jenis entertainment
6. Jumlah
7. Relasi, nama, posisi,nama perusahaan dan jenis usaha
DEDUCTIBLE EXPENSES :
HANDPHONE dan KENDARAAN PERUSAHAAN(KEP. DJP No. KEP-220/PJ./2002, tanggal 18 April 2002)
1. Handphone
a. Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I
b. Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan dibebankan 50% pada tahun pengeluaran
2. Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II
b. Pemeliharaan rutin dibebankan seluruhnya pada tahun pengeluaran
3. Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan Tertentu
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II
b. Pemeliharaan rutin dibebankan 50% pada tahun pengeluaran
DEDUCTIBLE EXPENSES : PENYUSUTAN
Infomasi penting untuk menghitung penyusutan berdasarkan pajak adalah: Penyusutan dalam peraturan perpajakan
ditentukan berdasarkan tarif sesuai dengan metode penyusutan yang di pilih
Tarif penyusutan berdasarkan pengelompokkan barang yang diatur dalam peraturan perpajakan.
Penyusutan dengan menggunakan saldo menurun, nilai sisa pada akhir masa masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Penyusutan dimulai pada bulan saat barang tersebut siap untuk di pakai.
TARIF & METODE PENYUSUTAN
Contoh Menghitung Biaya
Penyusutan
Harga Perolehan 100,000,000
Tahun Tarif Penyusutan Akumulasi
Penyusutan Penyusutan Per Tahun Penyusutan
2009 25% 12,500,000 12,500,000
2010 25% 25,000,000 37,500,000
2011 25% 25,000,000 62,500,000
2012 25% 25,000,000 87,500,000
2013 25% 12,500,000 100,000,000
Total 100,000,000
KOMPENSASI KERUGIAN
Kerugian Fiskal muncul apabila BebanFiskal lebih besar daripada PenghasilanFiskal
Kerugian Fiskal dapat dikompensasikanmulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai 5 tahun
Tidak boleh digabung dengan kerugianfiskal tahun berikutnya.
KOMPENSASI KERUGIAN
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut:
2010 : laba fiskal Rp. 200.000.000
2011 : rugi fiskal Rp.(300.000.000)
2012 : laba fiskal Rp. Nihil
2013 : laba fiskal Rp. 100.000.000
2014 : laba fiskal Rp. 800.000.000
KOMPENSASI KERUGIAN
2009. Rugi Fiskal Rp 1. 200.000
2010. Laba Fiskal Rp 200.000
2011. Rugi Fiskal Rp 300.000
2012. NIHIL
2013. Laba Fiskal Rp 100.000
2014. Laba Fiskal Rp 800.000
2015. Laba Fiskal Rp 75.000
2016. Laba Fiskal Rp 200.000
2017. Laba Fiskal Rp 500.000
LATIHAN KOMPENSASI KERUGIAN
2009 Rugi Fiskal Rp 1.200.000
2010 Laba Fiskal Rp 200.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000
2011 Rugi Fiskal Rp 300.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
2012 NIHIL
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
2013 Laba Fiskal Rp 100.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 900.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
2014 Laba Fiskal Rp 800.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 100.000
(habis masa kompensasinya)
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
2015 Laba Fiskal Rp 75.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 225.000
2016 Laba Fiskal Rp 200.000Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 25.000(habis masa kompensasinya)
2017 Laba Fiskal Rp 500.000
Besaran atau nominal
Rp 15.840.000 bagi diri WP
Rp 1.320.000 tambahan bagi WP yang kawin
Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami
Rp 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota
keluarga yang menjadi tanggungan,
maksimum 3
Mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2009
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pengurang Penghasilan Untuk WP Orang Pribadi
besaran atau nominalRp24.300.000,00 bagi diri WPRp2.025.000,00 tambahan bagi WP yang kawinRp24.300.000,00 tambahan untuk seorang istriyang penghasilannya digabung denganpenghasilan suamiRp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggotakeluarga yang menjadi tanggungan
mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2013
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012
TANGGUNGAN
setiap anggota keluarga
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya (tidak memiliki penghasilan)
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
HUBUNGAN KELUARGA
WAJIB PAJAK
SEDARAH SEMENDA
LURUS:ORANGTUA
ANAK KANDUNG
KE SAMPING:SAUDARA (KAKAK & ADIK)
LURUS:MERTUA,
ANAK TIRI
KE SAMPING:IPAR
ISTILAH DALAM PTKP
TK/0 : tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan TK/1 : tidak kawin dan mempunyai satu tanggungan TK/2 : tidak kawin dan mempunyai dua tanggungan K/1 : kawin dan mempunyai satu tanggungan K/2 : kawin dan mempunyai dua tanggungan K/3 : kawin dan mempunyai tiga tanggungan K/I/1: kawin, isteri mempunyai penghasilan yang
digabung dengan penghasilan suami dan mempunyai 1 tanggungan
PH : wajib pajak kawin dan pisah harta dan penghasilan
HB : wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyak tanggungan yang mendapatkan pengurangan PTKP
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
8. Pajak Penghasilan;
9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
10. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
12. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
2. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final
3. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
4. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan
5. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Penggabungan Penghasilan Untuk Keluarga – Pasal 8
berdasarkan Undang-Undang PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
Pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah
Penghasilan isteri diperoleh semata-mata dari satu pemberi kerja dan
Penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Penghitungan pajaknya dilakukan secara proposional
suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Penghasilan Anak Yang Belum Dewasa
penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.
Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Definisi Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang
Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.
PPH TERUTANG
PPH TERUTANG = TARIF PPH X PENGHASILAN KENA PAJAK
UNTUK WP ORANG PRIBADI
PENGHASILAN KENA PAJAK = PENGHASILAN NETTO - PTKP
UNTUK WP BADAN
PENGHASILAN KENA PAJAK = PENGHASILAN NETTO
PENGHASILAN NETTO
PENGHASILAN NETTO WP OP
PEMBUKUAN
NORMA PERHITUNGAN
PENGHASILAN NETTO WP BADAN:
PEMBUKUAN
NORMA PERHITUNGAN
Hanya untuk WP Orang Pribadi
Peredaran bruto dalam satu tahun < Rp 4,8 milyar
Memberitahukan kepada DJP dalam 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
Wajib menyelenggarakan pencatatan
CONTOH : PENGGUNAAN NORMA
Seorang dokter, status kawin, istri tidak bekerja/tidak memiliki penghasilan, mempunyai 3 (tiga) orang anak, bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon.
Norma perhitungan penghasilan netto industri rotan (kode 33100) adalah 12,5% dan untuk dokter (kode 93213) sebesar 45%
Penghasilan selama tahun 2009:
- Peredaran usaha dari Industri Rotan : Rp. 200.000.000
- Penerimaan bruto sebagai dokter : Rp. 72.000.000
Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :
- Industri rotan : 12,5%XRp. 200.000.000 : Rp.25.000.000
- Dokter : 45%XRp. 72.000.000: Rp.32.400.000
Jumlah Penghasilan Neto Rp.57.400.000
Penghasilan Kena Pajak untuk WP Orang Pribadi
= Penghasilan Neto dikurangi PTKP
= Rp. 57.400.000 - Rp. 21.120.000
= Rp. 36.280.000
Pajak penghasilan yang terutang :
5% X Rp. 36.280.000 = Rp. 1.814.000
Contoh Perhitungan PKP untuk WP Orang Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan (5,400,000,000)Rp
Laba Usaha (Penghasilan Neto Usaha) 600,000,000Rp
Penghasilan lainnya 50,000,000Rp
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan lainnya (30,000,000)Rp
20,000,000Rp
Jumlah seluruh penghasilan neto 620,000,000Rp
Kompensasi kerugian (10,000,000)Rp
Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian 610,000,000Rp
PTKP (K/2) (19,800,000)Rp
Penghasilan Kena Pajak bagi WP Orang Pribadi 590,200,000Rp
Contoh Perhitungan PKP untuk WP Badan (Harus Menyelenggarakan Pembukuan)
Peredaran Bruto 6,000,000,000Rp
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan (5,400,000,000)Rp
Laba Usaha (Penghasilan Neto Usaha) 600,000,000Rp
Penghasilan lainnya 50,000,000Rp
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan lainnya (30,000,000)Rp
20,000,000Rp
Jumlah seluruh penghasilan neto 620,000,000Rp
Kompensasi kerugian (10,000,000)Rp
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan 610,000,000Rp
TARIF PPHPasal 17 UU No. 36/2008 tentang PPh
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif PPh
(dalam Rupiah)
sampai dengan 50.000.000 5%
50.000.000 - 250.000.000 15%
250.000.000 - 500.000.000 25%
di atas 500.000.000 30%
WP Orang Pribadi
TARIF PPHPasal 17 UU No. 36/2008 tentang PPh
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif PPh
(dalam Rupiah)
Untuk semua penghasilan kena pajak 25%
WP Badan
1. Tarif ini ditetapkan sebesar 28% dan berubah menjadi 25% sejak tahun pajak 20102. Bagi WP yang telah go public dengan minimal 40% saham Dimiliki masyarakat diberikan pengurangan 5%
CONTOH PENERAPAN TARIF
1. WP A (ORANG PRIBADI) PENGHASILAN KENA PAJAKRp 600.000.000.PAJAK PENGHASILAN TERUTANG :
- s/d Rp 50.000.000.- 5% = Rp 2.500.000.-- Rp 200.000.000.- 15% = Rp 30.000.000.- Rp 250.000.000.- 25% = Rp 62.500.000.-- Rp 100.000.000.- 30% = Rp 30.000.000.-
JU M L A H = Rp 125.000.000.
2. WAJIB PAJAK BADAN :PT ANTARIKSA, PENGHASILAN NETO 2009 = Rp 1.250.000.000.PPh Terutang 28% x Rp 1.250.000.000 = Rp 350.000.000.
PT ANTARIKSA, PENGHASILAN NETO 2010 = Rp 1.250.000.000.PPh Terutang 25% x Rp 1.250.000.000 = Rp 312.500.000.
Hubungan Istimewa – Pasal 18
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Kepemilikan
WP memiliki 25% atau lebih WP lain, baik langsung maupun tidak langsung
A
D B
C
25%
60%
50%
HUBUNGAN A & B:KEPEMILIKAN LANGSUNG
HUBUNGAN A & C:KEPEMILIKAN TIDAK LANGSUNG
A-B-C-D:HUBUNGAN ISTIMEWA
HUBUNGAN KELUARGA
WAJIB PAJAK
SEDARAH SEMENDA
LURUS:ORANGTUA
ANAK KANDUNG
KE SAMPING:SAUDARA (KAKAK & ADIK)
LURUS:MERTUA,
ANAK TIRI
KE SAMPING:IPAR
BEDAKAN DENGANKETENTUAN UNTUKTANGGUNGAN
Penguasaan Manajemen
WP menguasai WP lainnya atau dua/lebih pengusaha.
Terjadi karena penguasaan manajemen atau teknologi, kendati tidak ada hubungan kepemilikan
Pajak Penghasilan Kurang Bayar /Lebih Bayar Untuk WPOP
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih Bayar Untuk WP OP dengan Norma
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih Bayar Untuk WP Badan
JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPh YANG DAPATDIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT
a. Pasal 21 PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAIN
b. Pasal 22PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE
GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA
c. Pasal 23PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY,
HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN
JASA LAINNYA .
d.Pasal 24 PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS
PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN
e. Pasal 25 PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI.
f. Pasal 26
Ayat (5)
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
YANG TIDAK BERSIFAT FINAL
TIDAK BOLEH
DIKREDITKAN
SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA,
DENDA DAN KENAIKAN PAJAK
PASAL 28 Ayat (1) dan (2)
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak – Pasal 31E
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp. 4,5 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 500 juta.
Karena peredaran bruto kurang dari Rp. 4,8 Milyar, sehingga tarif pajak yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak tersebut adalah 50% dari tarif Pajak Penghasilan yang berlaku.
Perhitungan PPh terhutang adalah:
Penghasilan Kena Pajak 500,000,000Rp
Tarif PPh yang berlaku 25% x 50%
PPh terhutang Rp62,500,000
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp.30 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 3 Milyar.
Karena peredaran bruto PT X lebih dari Rp. 4,8 Milyar, maka yang mendapatkan fasilitas pengurang tarif dihitung secara proposional.
Perhitungan PPh terhutang adalah:
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas
Rp. 4.800.000.000 x Rp. 3.000.000.000 = Rp. 480.000.000
Rp. 30.000.000.000
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto yang
tidak memperoleh fasilitas
Rp. 3.000.000.000 - Rp. 480.000.000 = Rp. 2.520.000.000
PPh terhutang adalah:
1. (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 = 60,000,000Rp
2. 25% x Rp. 2.520.000.000 = 630,000,000Rp
Total PPh terhutang 690,000,000Rp
Penghitungan PPh Terutang – Orang Pribadi
Penghasilan Neto dari Pekerjaan
Penghasilan Neto dari Usaha atau Pekerjaan Bebas (LabaUsaha)
Penghasilan dari Modal/Investasi
Penghasilan Lain-lain
Penghasilan Neto
(Kompensasi Rugi)
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rugi
(PTKP)
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PPh Terutang = Tarif PPh x PKP
Penghitungan PPh Terutang – Badan
Penghasilan Neto dari Usaha (Laba Usaha)
Penghasilan dari Modal/Investasi
Penghasilan Lain-lain
Penghasilan Neto
(Kompensasi Rugi)
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PPh Terutang = Tarif PPh x PKP
Penghitungan PPh pada Akhir Tahun
PPh Terutang
dikurangi: Kredit Pajak I
(PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain)
PPh yang Masih Harus Dibayar Sendiri
dikurangi: Kredit Pajak II (PPh yang dibayar
sendiri)
PPh yang Kurang atau Lebih Dibayar