NADHARIYAT AL-ADAB I
PENDEKATAN EKSPRESIF DALAM SASTRA
Dosen pengampu:
Dr. H. Helmi Syaifuddin, M,.Fil.I
Oleh :
Utari Dwi Mayasari 13310062
Ahmad Qusyairi 13310109
Ahmad Cecep Mughnillabib 13310107
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga Kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam meningkatkan kemampuan sastra pada
umumnya, dan pendalaman kajian teori kritik sastra secara khusus.
Hanya ungkapan terima kasih dan salam penghormatan yang dapat kami
berikan kepada Dr.H.Helmi Syaifuddin, M,.Fil.I selaku Dosen pengampu yang
sangat membantu dalam proses perbaikan makalah, juga kepada seluruh teman
sejawat yang secara tidak langsung menjadi semangat dan motivasi besar kami
dalam merampungkan makalah ini. Karenanya, kami berharap semoga makalah ini
benar-benar dapat membantu menambah ilmu, pengetahuan, dan pengalaman bagi
anda semua juga seluruh pembaca.
Makalah ini kami sadari masih memiliki banyak kekurangan dikarenakan
pengalaman dan kemampuan yang kami miliki masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendekatan Ekspresif 4
B. Langkah Penerapan Pendekatan Ekspresif 5
C. Contoh Penerapan Pendekatan Ekspresif 6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan 21
B. Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil dari daya cipta dan karsa manusia dengan
kandungan nilai seni tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, seorang seniman atau
penyair tidak menciptakannya secara asal-asalan. Melainkan membutuhkan usaha
yang keras hingga menghasilkan sebuah karya yang baik. Lebih dari itu, terdapat
pelbagai aspek yang dipertimbangkan dalam pembuatan karya sastra. Misalnya
aspek keindahan, nilai guna/manfaat. Untuk itu memerlukan waktu yang tidak
sedikit bagi penyair/pengarang dalam membuat sebuah karya sastra1.
Karya sastra selalu sarat dengan nilai seni, hal ini menjadi daya tarik tersendiri
bagi para penikmat sastra untuk mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan
sebuah Karya sastra. Dalam perkembangannya kegiatan pengkajian ini tumbuh
berkembang pesat hingga di dalamnya muncul berbagai metode penelitian. Karena
sebuah karya sastra mengandung banyak nilai seni dan bahkan berbagai aspek
internal dan eksternal yang mempengaruhi atau terkait dengan karya sastra tersebut,
maka dalam melakukan analisis dan pengkajian sebuah karya sastra membutuhkan
metode/cara yang tepat. Dengan penggunaan metode yang sesuai, diharapkan para
pembaca atau penikmat karya sastra dapat menangkap ide (apapun itu) yang ingin
disampaikan penulis atau pencipta karya sastra tersebut dengan tepat. Salah satu
metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian karya sastra disebut dengan
Pendekatan Ekspresif.
Penekanan aspek ekspresif karya sastra telah lama dimulai. Pada masa Yunani
dan Romawi penonjolan aspek ekspresif karya sastra telah dimulai seorang ahli
sastra Yunani Kuno, Dionysius Casius Longius, dalam bukunya On the Sublime
1 Pelajar Bahasa, Pendekatan Ekspresif,
http://ssgpelajarbahasa.blogspot.co.id/2011/11/pendekatan-ekspresif.html, Senin, 26 Okt 2015, pkl
18:52 WIB.
2
(Mana Sikana, dalam Atmazaki, 1990: 32-33). Bila kemudian Plato
mengungkapkan bahwa karya sastra adalah meniru dan meneladani ciptaan Tuhan,
cukupkah sampai di situ peran seorang pengarang?. Ternyata Aristoteles menolak
pendapat yang menyatakan bahwa posisi pengarang hanya berada di bawah Tuhan.
Menurutnya, ciptaan Tuhan hanyalah sebagai tempat bertolak. Pengarang dalam
penciptaan karyanya, dengan daya khayal dan kreativitas yang dimilikinya, justru
mampu menciptakan kenyataan yang lebih kurang terlepas dari kenyataan alami.
Dalam hal ini secara lancang menurut Aristoteles (Atmazaki, 1990: 33) seorang
pengarang dengan sombongnya sebagai pencipta telah menyamai Tuhan.
Aspek ekspresif sebagai salah satu pendekatan dalam sastra barangkali lebih
cocok dipakai dalam melihat kebimbangan pengarang dalam berkarya. Para kritikus
ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur
pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang
dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra
berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin
pengarang/keadaan pikirannya.
Atmazaki(1990: 34-35) mengatakan bahwa pementingan aspek ekspresif ini
disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
1. Pengarang adalah orang pandai. Ia adalah filsuf yang ajarannya dianggap
sebagai filsafat yang menguasai cara berpikir manusia.
2. Kata author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran ity berarti
berwenang atau berkuasa. Dalam hal ini yang dimaksudkan sudah tentu
penguasaan bahasa, namun menciptakan kenyataan lewat bahasa yang tidak
sama dengan kenyataan alami. Akan tetapi, walaupun tidak sama kenyataan
itu adalah hakiki, kenyataan yang tinggi nilainya, sehingga orang dapat
bercermin dengan kenyataan tersebut.
3. Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan,
punya wawasan kemanusiaan yang tinggi dan dalam. Pengarang punya
pemikiran dan perasaan yang selalu lebih maju, walau dalam masyarakat
hal ini sering kali dianggap membingungkan lantaran rumitnya.
3
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, berikut ini adalah beberapa rumusan masalah
yang dapat kami himpun :
1. Apakah hakikat Pendekatan Ekspresif?
2. Bagaimanakah langkah penerapan Pendekatan Ekspresif?
3. Di mana letak penerapan Pendekatan Ekspresif dapat diterapkan?
C. Tujuan
1. Mendapatkan pemahaman dasar tentang hakikat Pendekatan Ekspresif.
2. Memahami bagaimana langkah penerapan Pendekatan Ekspresif.
3. Menjelaskan tentang penerapan Pendekatan Ekspresif dapat diterapkan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendekatan Ekspresif
Kritik ekspresif berusaha mendefinisikan karya sastra sebagai sebuah ekspresi
atau curahan, atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imajinasi penyair yang
beroperasi/bekerja dengan pikiran-pikiran, perasaan; kritik itu cenderung
menimbang karya sastra dengan kemulusan, kesejatian, atau kecocokan visi pribadi
penyair atau keadaan pikiran; dan sering kritik ini mencari dalam karya sastra fakta-
fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman penulis, yang secara sadar
ataupun tidak, telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut (Pradopo,
1997:193). Pendapat lain menyatakan, Pendekatan Ekspresif merupakan
pendekatan yang mengkaji ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams,
1981:189). Menurut Semi (1984), Pendekatan Ekspresif adalah pendekatan yang
menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan
ide-idenya ke dalam karya sastra.
Pendekatan Ekspresif ini tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap
bagaimana karya itu diciptakan tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya
sastra yang dihasilkan2. Pendekatan kritik ekspresif ini menekankan kepada penyair
dalam mengungkapkan atau mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan
pengalaman pengarang ketika melakukan proses penciptaan karya sastra.
Pengarang menciptakannya berdasarkan subjektifitasnya saja, bahkan ada yang
beranggapan arbitrer. Padahal, ekspresif yang dimaksud berkenaan dengan daya
kontemplasi pengarang dalam proses kreatifnya, sehingga menghasilkan sebuah
karya yang baik dan sarat makna.
Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra
merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan
2Alfian Rokhmansyah, Studi Dan Pengkajian Sastra, (Graha Ilmu, Yogyakarta), 2014.
5
perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba
karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin
pengarang/keadaan pikirannya.
Setiap aspek karya sastra dalam penelitian atau dalam sejarah sastra dapat diberi
perhatian yang khas atau utama. Di dunia Barat, pada masa-masa tertentu salah satu
pendekatan itu sering dominan. Pada masa Romantik Pendekatan Ekspresif menjadi
dominan. Pada masa lain, karya mendapat minat utama, misalnya dalam aliran
strukturalisme3.
B. Langkah Penerapan Pendekatan Ekspresif
Karena pendekatan ini merupakan pendekatan yang mengaitkan sebuah karya
sastra dengan pengarangnya. Maka, terdapat beberapa langkah dalam menerapkan
Pendekatan Ekspresif4.
Langkah pertama, seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang karya
sastra yang akan dikaji
Langkah kedua, melakukan penafsiran pemahaman terhadap unsur-unsur yang
terdapat dalam karya sastra, seperti tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan
sebagainya. Menurut Todorov dalam menafsirkan unsur-unsur karya sastra bisa
dengan cara berspekulasi, sambil juga meraba-raba, tetapi sepenuhnya memiliki
kesadaran diri, dari pada merasa memiliki pemahaman tetapi masih buta. Artinya,
seorang kritikus boleh bebas melakukan penfasiran pemahaman terhadap unsur-
unsur yang membangun sebuah karya sastra.
Langkah ketiga, mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan
psikologis kejiwaan pengarang. Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain
dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu
kondisi kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar
3 Yudiono KS, Pengkajian Kritik Sastra Indonesia, (Grasindo, Jakarta) 2009. 4 MJ Brigaseli, Makalah Pendekatan Ekspresif, http://mjbrigaseli.blogspot.co.id/2014/07/makalah-
pendekatan-ekspresif_25.html, Minggu, 25 Okt 2015, 13:00 WIB
6
(subconscious) setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar
(conscious). Kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang
mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta
sastra.
C. Contoh Penerapan Pendekatan Ekspresif
Contoh Penerapan Pendekatan Ekspresif Kaitannya dengan makalah ini,
penulis akan mencoba membahas beberapa puisi dari Subagio Sastrowardoyo
berdasarkan Pendekatan Ekspresif.
1. Puisi Doa di Medan laga5
Judul : Doa di Medan Laga
Karya : Subagio Sastrowardoyo
Berikan kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutera
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini.
(Daerah Perbatasan, 1970)
5 Pengalaman Sahabat, Puisi Doa di Medan Laga,
https://www.facebook.com/permalink.php?id=403335983079479&story_fbid=40375924637
0486, Minggu, 25 Okt 2015, Pukul 13:30 WIB
7
a. Biografi Penyair
Subagio Sastrowardoyo (lahir di Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 1924
meninggal di Jakarta, 18 Juli 1995 pada umur 71 tahun) adalah seorang dosen,
penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus sastra asal Indonesia.
Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan penerbitan Balai Pustaka.
Puisi-puisi Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot filosofis yang
tinggi dan mendalam, dan tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan
dan lambang digunakannya secara dewasa dan matang.
Subagio berpendidikan HIS di Bandung dan Jakarta, HBS, SMP, dan SMA
di Yogyakarta, Fakultas Sastra UGM selesai tahun1958, Universitas Yale tahun
1961-1966. Pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Kursus B-I di
Yogyakarta (1954-1958), dosen Kesustraan Indonesia di Fakultas Sastra dan
Kebudayaan UGM (1658-1961), dosen UNPAD, dosen SESKOAD keduanya
di Bandung, dosen bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Universitas Flinders,
Adelaide, dan terakhir bekerja di Penerbit Balai Pustaka. Pada musim panas
1984, ia juga pernah menjadi seorang instruktur tamu di Universitas Ohio, dan
mengajarkan bahasa Indonesia.
1) Penafsiran Pemahaman Puisi
a) Pemilihan kata
Diksi
Diksi yang digunakan Subagio Sastrowardoyo dalam puisi Doa
di Medan Laga sudah mewakili perasaan dan pengalaman pengarang.
Selain itu, juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang
mempertahankan kehidupan di jagat raya ini.
Berilah kekuatan sekeras baja.
Larik tersebut memiliki makna konotasi yang dapat diartikan
sesuai situasi dan kondisi, yakni ingin mempunyai kekuatan yang
keras sehingga mampu menghadapi segalanya dengan kesabaran dan
8
ketabahan lahir dan batin. Secara denotatif memiliki makna yang
sesungguhnya yakni sekeras baja (baja yang keras dan kuat).
Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini.
Makna yang terkandung pada larik tersebut adalah menjalani
kehidupan di dunia ini dengan penuh kesungguhan.
Berilah kesabaran seluas angkasa.
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terhingga, tetapi
secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah ingin diberikan
kelapangan hati (sabar).
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini.
Maksudnya adalah segala tantangan dan rintangan mampu diatasi
dan yang sudah berlalu biarlah berlalu.
Berilah kemauan sekuat garuda.
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi
secara konotatif maksudnya ingin diberikan suatu kemauan/
keinginan yang kuat sekuat garuda untuk mengatasi segala problema
kehidupan.
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini.
Kekejaman dan penindasan mampu untuk dihadang,
kemauan/keinginan yang kuat mampu mengatasinya.
Berilah perasaan selembut sutra.
Secara denotatif sutra melambangkan kehalusan dan kelembutan.
Secara konotatif, memiliki arti ingin diberi perasaan dan kelembutan
hati bagai sutra.
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan
kemanusiaan ini.
9
Untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia di muka
bumi di negara yang tercinta ini dan juga mempertahankan segalanya
yang ada di dunia ini.
b) Kata Konkret
Kata konkret merupakan kata-kata yang memiliki makna dan arti
sama bila dilihat secara denotatif. Secara konotatif memiliki makna
dan arti berbeda yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakainya.
Kata-kata konkret pada puisi ini seperti terdapat pada kata:
Kekuatan sekeras baja.
Secara denotatif memiliki makna kekuatan seperti baja yang
sangat keras. Secara konotatif memiliki makna mempunyai kekuatan
yang keras sehingga mampu dalam menghadapi segalanya dengan
penuh kesabaran dan ketabahan lahir dan batin.
Kesabaran seluas angkasa.
Secara denotatif, angkasa memiliki luas yang tak terbatas, tetapi
secara konotatif seluas angkasa maksudnya adalah kelapangan hati
(sabar).
Kemauan sekuat garuda.
Secara denotatif, garuda memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi
secara konotatif maksudnya suatu kemauan/ keinginan yang kuat
sekuat garuda untuk mengatasi segala problema kehidupan.
Perasaan selembut sutra.
Secara denotatif sutra melambangkan kehalusan dan kelembutan.
Secara konotatif, memiliki makna perasaan dan kelembutan hati
bagai sutra.
10
c) Pengimajian
1) Imaji perabaan terdapat pada larik ketujuh, berilah perasaan
selembut sutera.
2) Imaji penglihatan terdapat pada larik sekeras baja, seluas angkasa,
sekuat garuda, dan selembut sutra.
3) Imaji perasaan terdapat pada larik berilah kesabaran seluas
angkasa, untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini,
untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini, dan
berilah perasaan selembut sutera.
d) Bahasa Figuratif
Pada puisi ini terdapat majas perbandingan, merupakan majas
yang membandingkan sesuatu dengan menggunakan kata-kata
perbandingan. Seperti bagai, bagaikan, bak, seperti, laksana, se-, dan
lain-lain.
Berilah kekuatan sekeras baja
Berilah kesabaran seluas angkasa
Berilah kemauan sekuat garuda
Berilah perasaan selembut sutra
e) Verifikasi
Rima dalam puisi ini termasuk dalam rima berselang yakni
pengulangan bunyi sajak a-b-a-b.
f) Tipografi
Puisi ini mempunyai tata wajah yang konvensional seperti pada
umumnya, dan berdasarkan bentuknya, puisi ini termasuk ke dalam
Oktaf/Stanza yaitu sajak yang terdiri dari 8 baris.
11
g) Tema
Tema yang diangkat pada puisi Doa di Medan Laga adalah tema
patriotisme. Tentang perjuangan dan pertahanan hidup. Tema ini
sesuai dengan isi tiap larik yang selalu berharap diberi kemudahan
dalam segala hal6.
h) Nada dan Suasana
Nada dan suasana dalam puisi ini tentang semangat juang yang
optimis dalam berbagai bidang kehidupan, tidak hanya berjuang
melawan musuh tetapi juga melawan berbagai hal tidak baik yang
ada dalam masyarakat dan bangsa kita.
i) Perasaan
Semangat dan optimis menjadi rasa dari tiap-tiap larik dalam
puisi Doa di Medan Laga.
j) Amanat
Amanat yang dapat diambil dari puisi Subagio Sastrowardoyo
yang berjudul Doa di Medan Laga ini adalah kehidupan dunia yang
sangat keras dan penuh dengan tantangan harus tetap dijalani dengan
penuh perjuangan. Semua yang dihadapi pasti mendapatkan
kemudahan untuk mengatasi tantangan tersebut. Berdoa dan selalu
berusaha dengan optimis, pasti Yang Maha Kuasa selalu berada dekat
kita dan akan menolong kita.
6 CompoShare, Analisis Puisi Doa di Medan Laga Karya Subagio Sastrowardhoyo,
http://composhare.blogspot.com/2015/06/Analisis-Puisi-Doa-di-Medan-Laga-Karya-
Subagio-Sastrowardhoyo.html, Minggu, 25 Okt 2015, Pukul 12:30 WIB
12
c. Kajian Berdasarkan Tinjauan Psikologis/Kejiwaan Pengarang
Berdasarkan tinjauan psikologis pengarang, Subagio Sastrowardoyo
adalah seorang penyair, dosen, dan kritikus. Kaitannya dengan pembuatan
puisi Doa di Medan Laga ini merupakan bentuk dari pengalamannya dari
suatu kejadian pada zaman dulu. Pada saat itu rakyat Indonesia meskipun
sudah dikatakan merdeka, tetapi masih harus semangat dan terus berjuang
dalam menghadapi kehidupan dunia yang sangat keras dan penuh dengan
tantangan itu.
Pada puisi ini tidak hanya mewakili perasaan dan pengalaman
pengarang saja, tetapi juga mewakili perasaan semua rakyat yang sedang
mempertahankan kehidupan di jagat raya ini. Pengarang berusaha ingin
menggambarkan pesan apa yang bisa diambil dari setiap karya sastra yang
dibuatnya. Puisi ini merupakan bentuk ekspresinya terhadap keadaan pada
saat itu.
13
2. Berdiri Aku
Judul : Berdiri Aku
Karya : Amir Hamzah
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang.
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun alun di atas alas.
Benang raja mencelup ujung
Naik marak menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Dalam rupa maha sempurna
Rindu sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.
14
a. Biografi Penyair
Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura pada tanggal 28 Pebruari 1911, dan
wafat pada tahun 1946. beliau belajar di H.I.S, A.M.S dan belajar di
Sekolah Hukum Tinggi. Ia dibesarkan dalam lingkungan yang taat
beragama Islam, dan banyak mempelajari kesusastraan Melayu Lama,
sehingga dalam karyanya banyak menggunakan bahasa Melayu Lama dan
bahasa daerahnya, contohnya pada puisi Berdiri Aku. Amir Hamzah
termasuk salah seorang pendiri dan pemimpin Pujangga Baru.
1) Penafsiran Pemahaman Puisi
a) Tema
Tema Puisi Berdiri Aku pencarian makna hidup dan tentang sesuatu
yang menjadi tujuan utama manusia dalam kehidupan ini.
b) Diksi/Gaya Bahasa
1. Bait ke 1
Baris pertama mengandung majas Inversi/Anastrof (susunan
kalimat terbalik ) Berdiri aku di senja senyap.
Baris pertama mengandung majas aliterasi (perulangan
konsonan awal) Berdiri aku di senja senyap.
Baris kedua mengandung majas hiperbola (melebihi sifat
dan kenyataan yang sesungguhnya) Camar melayang
menepis buih.
Baris keempat mengandung majas metonimia
(menggunakan sesuatu nama tetapi yang dimaksud benda
lain) Berjulung datang ubur terkembang.
15
2. Bait ke 2
Pada bait ini mengandung majas personifikasi (benda mati
dianggap benda hidup), misalnya angin pulang, menepuk
teluk , lari ke gunung , berayun.
Mengandung majas asonansi (pengulangan bunyi vokal),
misalnya atas alas.
3. Bait ke 3
Baris pertama dan kedua mengandung majas metonimia
(menggunakan suatu nama tetapi yang dimaksud benda
lain). Misalnya Benag raja (pelangi), Elang leka ( manusia).
Baris ketiga mengandung majas epitet (acuan untuk
menunjukkan sifat khusus seseorang atau hal lain) Elang
leka sayang tergulung.
Baris keempat mengandung majas asonansi, yaitu Dimabuk
warna berarak-arak.
4. Bait ke 4
Pada bait ini mengandung majas asonansi (perulangan bunyi
vokal), misalnya rupa maha sempurna, rindu sendu
mengharu kalbu, merasa sentosa, bertentu tuju.
2) Amanat
Puisi ini mengandung amanat agar manusia jangan terlalu terlena
dengan kehidupan dunia dan berambisi untuk menguasainya.
16
3) Latar
Latar atau tempat yang terdapat di puisi ini yaitu senja, bakau, angin,
bumi, gunung, sunyi, alas, raja, ujung, corak, elang leka, warna, rindu,
hidup.
4) Verifikasi
Rima dalam puisi ini tidak memperhatikan kesamaan bunyi. Rima puisi
ini campuran, namun terdapat beberapa kesamaan seperti berikut ini:
Ketika gerombolan memukul muk/a/ Dan mendopak dadany/a/
Ketika gerombolan membakar rumahny/a/ Dan menembak
kepalany/a/
5) Tipografi
Puisi Pidato di Kubur Orang ini menggunakan tata wajah yang
konvensional seperti pada umumnya dan berdasarkan bentuknya, puisi
ini termasuk ke dalam Soneta yaitu sajak yang terdiri dari 14 baris.
6) Tema
Puisi di atas mengandung tema kesabaran seorang tokoh.
7) Nada dan Suasana
Sikap penyair lembut dan halus karena menceritakan sebuah kesabaran
tokoh ia yang mendapatkan berbagai cobaan.
17
8) Perasaan
Penyair merasa tokoh ia tidak berdaya dan mempunyai perasaan yang
sangat sabar dalam menghadapi berbagai cobaan yang harus
dihadapinya.
9) Amanat
Amanat pada puisi ini adalah tentang bagaimana sikap kita menjalani
proses kehidupan yang kita alami. Dalam menjalani sebuah cobaan
kehidupan, kita harus menjalaninya dengan sabar dan tabah serta tidak
menyesali atas cobaan yang telah diberikan kepada kita.
2. Kajian Berdasarkan Tinjauan Psikologis/Kejiwaan Pengarang
Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh
anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan
pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar
(subconscious) setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar
(conscious). Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh
pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke
dalam sebuah cipta sastra.
Pada puisi Berdiri Aku ini, Amir Hamzah mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaannya tentang sesuatu yang merasuk dalam
imajinasi dan pemikirannya tentang pencarian makna hidup dan tentang
sesuatu yang menjadi tujuan utama manusia dalam kehidupan ini. Lalu
pengalamannya tersebut menjadi imajinasi yang melahirkan produk
kreativitas yang berupa karya sastra dalam puisinya yang berjudul Berdiri
Aku ini.
18
Seperti yang dapat kita temukan pada bait ke satu:
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang.
Penulis mengungkapkan rasa emosionalnya tentang apa yang
dirasakannya pada apa yang dilihatnya. Penantian dan perenungan diri
terhadap apa yang dilihatnya tentang peristiwa/kejadian di suatu pantai/laut
menjadi pengalaman yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu.
Begitu juga pada bait ke dua:
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun alun di atas alas.
Pada bait ini, penulis mengungkapkan hubungan antara kehidupan
manusia dengan peristiwa alam. Terlihat pada baris Angin pulang
menyejuk bumi Menepuk teluk mengempas emas bahwa angin laut
(peristiwa alami) dapat dimanfaatkan oleh nelayan (kegiatan manusia)
untuk membawa perahunya ke daratan dengan membawa hasil lautnya.
Selain itu perwatakan tokoh yang ditampilkan Amir Hamzah
mampu menggambarkan perwatakan tokoh yang semakin hidup. Dimana
tokoh aku pada puisinya ini tiada lain adalah dirinya sendiri. Namun
selain itu tokoh aku juga bisa mewakili manusia secara umum. Dimana
terlihat dalam setiap baitnya, tokoh aku menjadi subjek sekaligus objek
dari setiap makna yang dimaksudnya.
19
Sentuhan-sentuhan emosi yang ditampilkan tokoh aku dalam puisi
Amir Hamzah ini sebetulnya gambaran kekalutan dan kejernihan batin
pencipta karya sastranya sendiri. Hal ini menjadikan keaslian karya sastra
ini. Kekalutan ini terlihat pada penggambarannya tentang proses alam
sebagai bagian dari yang mewarnai kehidupan, dan yang menggambarkan
peristiwa-peristiwa/kejadian-kejadian dari kehidupan manusia.
Hal ini nampak pada bait ke 3 :
Benang raja mencelup ujung
Naik marak menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Bait ini bermakna, pelangi yang membentang dari satu ujung, naik
ke langit dan turun di satu ujung lainnya dengan keindahan warna-warni
yang dapat membuat lupa siapa pun yang melihatnya, yang padahal pelangi
itu hanyalah sesuatu yang semu, tidak dapat disentuh, namun hanya dapat
dilihat saja. Hal ini juga merupakan gambaran pengarang tentang kehidupan
ini. menggambarkan tentang ambisi manusia, nafsu manusia, dalam
berusaha dan melihat sesuatu tentang duniawi.
Amir Hamzah dalam mencipta puisi ini, menggunakan cipta, rasa,
dan karyanya. Ia, mengungkapkan gejolak jiwanya tentang kehidupan dan
tujuan kehidupan ini. Dimana pada bait terakhir, penulis mengungkapkan
gagasan dari puncak kegelisahan jiwaannya dengan ungkapannya bahwa
dalam semua peristiwa yang terjadi baik yang terjadi oleh sebab manusia
ataupun alamiah merupakan gambaran dari kehidupan yang dapat ditafakuri
manusia sebagai sesuatu yang sangat sempurna, dari kegelisahan rasa rindu
yang menggugah rasa haru di hati dan perasaan untuk mencapai keinginan
yang didambakan yaitu merasakan kebahagiaan, kesejahteraan dalam tujuan
yang jelas dalam kehidupan ini.
20
Dalam bait tersebut berbunyi:
Dalam rupa maha sempurna
Rindu sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.
Ungkapan penulis tentang hidup dan kehidupan serta makna
kehidupan pada puisinya yang berjudul Berdiri Aku ini, juga
dilatarbelakangi kehidupan penulis. Yaitu bahwa penulis dibesarkan dalam
lingkungan terpelajar baik pendidikan duniawi ataupun pendidikan agamis.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan Ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian
kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya
sastra.
Terdapat tiga langkah dalam Pendekatan Ekspresif, langkah pertama dalam
menerapkan Pendekatan Ekspresif, seorang kritikus harus mengenal biografi
pengarang karya sastra yang akan dikaji. Langkah kedua, melakukan penafsiran
pemahaman terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti tema,
gaya bahasa/ diksi, citraan, dan lain-lain. Langkah ketiga, mengaitkan hasil
penafsiran dengan berdasarkan tinjauan psikologis kejiwaan pengarang.
Dari keempat analisis puisi tersebut dalam Pendekatan Ekspresif adalah bahwa
hampir seluruh dari keempat pengarang tersebut dalam membuat karya sastranya
berdasarkan tanggapan atau ekspresi dari suatu pengalaman yang dialami dan dari
beberapa peristiwa yang terjadi di sekitarnya sehingga menarik perhatian pengarang
untuk dikaji dan semuanya itu dituliskan dalam sebuah karya sastra.
B. Saran
Dalam membuat suatu karya sastra, kita harus mempunyai banyak pengalaman
dan pengetahuan supaya dalam mengekspresikan sebuah pengalaman atau sebuah
peristiwa yang terjadi di sekitar kita, kita bisa menggambarkan atau
mengekspresikan dalam bentuk karya sastra.
22
DAFTAR PUSTAKA
KS, Yudiono, 2009, Pengkajian Kritik Sastra Indonesia, (Grasindo, Jakarta).
Rokhmansyah, Alfian,2014, Studi Dan Pengkajian Sastra, (Graha Ilmu,
Yogyakarta).
Bahasa Pelajar, 2015, Pendekatan Ekspresif,
http://ssgpelajarbahasa.blogspot.co.id/2011/11/pendekatan-ekspresif.html
Brigaseli MJ, 2015, Makalah Pendekatan Ekspresif,
http://mjbrigaseli.blogspot.co.id/2014/07/makalah-pendekatan-
ekspresif_25.html
CompoShare, 2015, Analisis Puisi Doa di Medan Laga Karya Subagio
Sastrowardhoyo, http://composhare.blogspot.com/2015/06/Analisis-Puisi-
Doa-di-Medan-Laga-Karya-Subagio-Sastrowardhoyo.html
Pengalaman Sahabat, 2015, Puisi Doa di Medan Laga,
https://www.facebook.com/permalink.php?id=403335983079479&story_fbi
d=403759246370486