PANDANGAN MINI FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TENTANG RUU PERFILMAN
Komlsi X- 07 September 2009
Dibacakan oleh : Ora HJ Trulyantl Habibie Sutrasno MPsi
Nomor Anggota: A - 542
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera untuk klta semua
Kepada Yang Terhormat,
Pimpinan Komisi dan anggota Komisi X DPR RI
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dan jajaran pemerintah
dan hadirin yang berbahagia.
Puji syukur marilah kita haturkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, hari ini
kita diberi kesempatan untuk melaksanakan tugas konstitusional kita, mengikuti
rapat kerja dalam rangka pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU
tentang perfilman.
Mengawali pandangan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
. besarnya kepada Panja RUU Perfilman dan pemerintah yang telah dengan
seluruh tenaga mencurahkan pikiran tanpa mengenal lelah melakukan
pembahasan RUU perfilman sehingga menghasilkan naskah yang jauh lebih
baik daripada naskah awal RUU ini dan lebih baik dibandingkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992.
Sebagaimana kita maklumi bersama, UU no 8 tahun 1992 sudah tidak memadai
lagi untuk dapat menjawab kondisi perfilman saat ini.
Page I 1/6
UU Nomor 8 Tahun 1992 dinilai tidak lagi cukup untuk mengatur kemajuan
dalam dunia perfilman dan tuntutan-tuntutan lainnya.
Sebagai akibat ketidakmampuan UU no 8 Tahun 1992 dalam menjawab
tantangan saat ini, dunia perfilman berada dalam suatu kondisi sebagai berikut :
a. Belum optimalnya penggunaan film sebagai media pembentuk
karakter bangsa
b. Belum terintegrasinya fungsi film sebagai karya budaya, hiburan,
informasi, pendidikan nilai serta ekonomi.
c. Proses perizlnan yang masih panjang
d. Persaingan usaha perfilman yang tidak sehat
e. Belum optimalnya penggunaan sumber daya dalam negeri
f. Lemahnya kelembagaan perfilman, dan
g. Belum adanya perlindungan terhadap insan perfilman
Kondisi perfilman tersebut memerlukan pengaturan baru agar industri perfilman
di Indonesia dapat tumbuh berkembang sesuai dengan kemajuan zaman
dengan tetap memperhatikan identitas kebudayaan dan jati diri bangsa. Tanpa
pengaturan yang lebih baik, mustahil industri perfilman akan dapat berkembang
karena tidak dapat mengakomodasi perkembangan dan tuntutan dunia
perfilman.
Pimpinan, dan hadirin yang berbahagia,
Setelah mempelajari naskah hasil Panja, FPG memandang bahwa, naskah
RUU Perfilman hasil Panja telah menjawab hampir semua persoalan di dunia
perfilman di Indonesia saat ini. RUU Perfilman ini telah menempatkan film
Indonesia dalam keseluruhan dimensi baik sebagai karya seni budaya, media
komunikasi massa maupun sebagai kegiatan ekonomi masyarakat.
Page 12/6
Dalam perspektif kebudayaan, RUU Perfilman ini menyatakan film Indonesia
memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan
kesejahteraan masyarakat lahir dan batin untuk memperkuat ketahanan
Nasional. Dalam dimensi ini, RUU Perfilman sudah mengakomodasi kegiatan
perfilman yang bersifat non komersial, sehingga karya budaya akan semakin
berkembang.
Sebagai media komunlkasi massa, RUU Perfilman ini menyatakan film
merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri,
pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan umum serta wahana promosi
Indonesia di ranah internasional. Film juga dapat digunakan sebagai sarana
pengembangan identitas/karakter bangsa, pendidikan nilai-nilai dan publikasi
panting lainnya. Dalam hubungan dengan bangsa lain, film dapat digunakan
sebagai sarana diplomasi, pengantar perkenalan agar dapat saling memahami
antar satu Negara dengan Negara yang lain. Sebaliknya, film juga dapat
digunakan sebagai alat infiltrasi ( penyusupan nilai, penghancuran budaya dan
publikasi buruk lainnya ; sehingga film perlu dijaga dari pengaruh negatif yang
tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan jati diri bangsa Indonesia.
Dalam perspektif ekonomi, RUU Perfilman ini telah mengatur film sebagai
kegiatan ekonomi, baik dalam hal pembuatan, jasa teknik film, pengedaran film,
pertunjukan film, penjualan atau penyewaan film, pengarsipan film, ekspor film
dan impor film. Pengaturan ini merupakan bentuk pengakuan bahwa film
merupakan industri kreatif yang memiliki nilai komersial tinggi yang dapat
menyerap tenaga kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.. lndustri film merupakan salah satu industri yang memiliki efek
berganda, karena melibatkan banyak komponen pendukung selain mereka yang
terlibat langsung dalam proses penggarapannya.
Rancangan Undang-undang Perfilman ini juga telah mengatur agar industri
perfilman nasional memiliki iklim persaingan yang sehat. lklim persaingan yang
Page I 3/6
sehat akan tercipta apabila tidak ada lagi monopoli dan dominasi atas usaha
perfilman. RUU Perfilman ini juga telah mengatur agar pelaku usaha perfilman
tidak melakukan prakek integrasi vertikal baik langsung maupun tidak langsung
agar tidak terjadi penguasaan sumber penerimaan pasokan kepada pihak lain
dari hulu sampai hilir atas dua jenis usaha atau lebih.
RUU Perfilman ini juga telah mengakomodasi perkembangan teknologi yang
berkembang sangat pesat. Dalam konteks perilman, teknologi berpengaruh
terhadap kualitas teknis film yang diproduksi, ruang penjelajahan artistik para
sineas dan kepuasan penonton. Pembuatan film dalam RUU ini sudah
mencantumkan pembuatan film melalui proses kimia, elektronik atau proses
lainnya dan direkam pada pita seluloid, pita video, cakram optik, atau bahan
lainnya.
Pada wilayah tata kelola, RUU Perfilman ini telah mengatur penyederhanaan
perizinan perfilman dan penyehatan persaingan usaha perfilman. RUU Perfilman
ini hanya mengharuskan pengajuan pendaftaran untuk pembuatan film tanpa
dipungut biaya dan dilakukan dalam jangka waktu tiga hari.Tata regulasi seperti
ini akan menggairahkan produksi perfiman nasional, karena hilangnya salah satu
kendala penting yang selama ini dirasakan dalam pembuatan film.
RUU Perfilman ini juga sudah mengatur perlindungan dan keterlibatan
masyarakat. Perlindungan masyarakat dilakukan dengan pencantuman
penggolongan usia penonton berdasarkan usia dan aturan jam tayang film yang
disiarkan di televisi. Sedangkan keterlibatan masyarakat secara aktif dilakukan
melalui apresiasi terhadap film Indonesia dan turut serta dalam melakukan
pengawasan dan penyelenggaraan perfilman. Peran serta masyarakat dapat
dilakukan melalui lembaga pendidikan perfilman, sinematek, kine klub, lembaga
arsip film, lembaga penelitian film, lembaga apresiasi film, museum film dan lain
sebagainya. Apresiasi masyarakat terhadap dunia perfilman akan mendorong
produksi film yang berkualitas.
Page 14/6
Melalui RUU Perfilman ini, perlindungan terhadap perfilman dan insan perfilman
dilakukan. RUU ini mengatur, perfilman nasional mendapatkan tempat utama
untuk dapat dipertunjukkan kepada khalayak. Pelaku usaha perfilman wajib
mempertunjukkan film-film Indonesia sekurang-kurangnya 60% dari seturuh jam
pertunjukan film yang dimilikinya selama enam bulan berturut-turut. Sementara
perlindungan kepada insan perfilman dilakukan dengan cara memberikan
perlindungan hukum, perlindungan asuransi pada usaha perfilman yang berisiko,
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja dan jaminan sosial. Pembuatan film
juga wajib mengutamakan insan perfllman Indonesia secara optimal.
Terkait sensor film, RUU Perfilman ini mewajibkan setiap film dan iklan film yang
akan diedarkan dan dipertunjukkan memperoleh surat tanda tutus sensor. Untuk
kepentingan penyensoran dibentuk lembaga lembaga sensor film yang bersifat
tetap dan independen yang melaksanakan penyensoran berdasarkan prinsip
dialog dengan pemilik film yang disensor.
Menyadari nilai strategis perfilman, Undang-Undang ini mewajibkan kepada
Pemerintah untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi insan perfilman,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perfilman dan pembuatan film
untuk memenuhi ketersediaan film Indonesia hingga minimal 60% dari film yang
dipertunjukkan. Sementara pemerintah daerah diwajibkan untuk memfasilitasi
pengembangan kompetensi insan perfilman, pembuatan film untuk memenuhi
ketersediaan film Indonesia dan pembuatan film dokumenter tentang warisan
budaya bangsa di daerahnya.
Pimpinan Sidang dan hadirin yang berbahagia
Setelah mempelajari dengan seksama naskah RUU Perfilman hasil pembahasan
Panja RUU Perfilman, Fraksi Partai Golkar memandang bahwa Rancangan
Undang-Undang ini telah memenuhi syarat baik secara prosedur maupun
Page I 5/6
substansi. Oleh karena itu, dengan mengucap "Bismillahirrahmanirrahiim",
Fraksi Partai Golkar dapat menerima dan menyetujui RUU ini untuk dapat
diambil keputusan pad a pembahasan ta hap kedua ..
Terima kasih kami sampaikan kepada anggota Panja, seluruh anggota komisi
X dan Pemerintah yang telah bekerja keras menyelesaikan rancangan RUU
perfilman ini. Tidak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan
kepada seluruti pemangku kepentingan perfilman telah memberikan masukan
dan saran dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Perfilman ini.
Demikian pendapat Fraksi Partai Golkar dalam pengambilan keputusan tingkat
pertama tentang RUU Perfilman. Terima kasih atas segala perhatiannya, mohon
maaf atas kekhilafan. Semoga seluruh usaha kita dapat menjadikan dunia
perfilman kita menjadi lebih berkembang dan berkualitas, serta bermanfaat bagi
bangsa Indonesia
Jakarta, 07 September 2009
Fraksi Partai Golkar
Poksi X DPR RI
Ors.
Ketua
Page 16/6
6.il DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN ' · GEDUNG NUSANTARA I, DPR/MPR-RI, JL. JENO. GATOT SUBROTO, JAKARTA 10270 ~ Telp. (021) 575 5561·575 5562 • 575 5497 • 575 5498 • 575 5487 ·Fax. (021) 575 5488
~_::: emall :[email protected]/ fppp'"[email protected]
PENDAPAT AKHIRMINI FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEW AN PERW AKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENT ANG
PERFILMAN Disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI, 7 September 2009
Oleh Juru Bicara: Drs.H.Djabaruddin Ahmad, ME. Anggota DPR RI Nomor: A-22
Assalamu'alaikum Wr Wb.
Saudara Plmpinan Rapat Yang Terhormat
Rekan-rekan Anggota Dewan Yang Terhormat
Yang terhormat Saudara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Yang terhormat Saudara Menteri Hukum d~n HAM ,. ·"--,.·· - '' - ~GltNl1· f<.tlWW4M k.M,· tUn .1 lt,._--.'t
Hadirin yang kami hormati. ·
Segala puja dah puji h.anya untuk Allah SWT dan teriringan rasa syukur yang
penuh tawakkal ke hadiratNya jua. Berkat rahmat, pertolongan, ridho dan
ketentuanNya jua Rapat Kerja komisi X DPR RI pada hari ini dapat terlaksana
dengan agenda mendengarkan pandangan akhir mini fraksi-fraksi bersama
pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Pewrfilman. Sholawat
beriring salam marilah klta sampaikan untuk rasulullah Muhammad SAW yang
telah memberi contoh teladan kepada ummat manusia.
Rapat kerja yang terhormat.
Setelah melalui proses pembahasan yang panjang dan berlangsung secara amat
intensif, Rancangan Undang-Undang Perfilman ini sudah berjalan sangat balk
dan amat lancar. Semua masukan, balk dari fraksl-faraksi, pemerintah, maupun
dari masyarakat, · adalah upaya unt~k menjadlkan Undang-Undang lni menjadi
bermutu dan menempatkan bangsa Indonesia lebih bermartabat.
2
Rapat kerja hari ini terjadi sungguh sudah merupakan kehendak yang maha
kuasa. Karena komisi X DPR RI semula . menjadualkan rapat kerja sebelum
tanggal 7 September 2009. Tapi Allah SWT menggerakkan kita semua sepakat
rapat kerja hari senin tanggal 7 September 2009, maka berlangsunglah rapat
kerja hari ini yang insya Allah final pembicaraan tingkat I atas Rancangan
Undang-Undang tentang Perfilman ini dimana bersamaan dengan tanggal 17
Ramadhan 1430 H, dalam bulan suci di tanggal/hari pilihan yang amat
bersejarah bagi bangsa Indonesia. Semoga nanti pada gilirannya Undang
Undang ini mendorong film Indonesia lebih maju dan lebih bermakna bagi
bangsa Indonesia, tetapi tetap dalam bingkai kepribadian Indonesia.
Hadirin yang kami hormati.
Sungguh pengaruh film amat berkesan kepada penonton, walaupun kadang
kadang pengaruh itu berkembang secara laten, oleh sebab itu jenis film yang
serupa ditonton berulang-ulang akan membentuk pandangan dan prilaku tertentu .
seperti dalam film itu dalam masyarakat, bahkan mungkin suatu bangsa
(demikian hasil penelitian psykologis). Maka film sangat berpengaruh dan juga
menyangkut tata nilai. Oleh sebab itu film pe.rlu pengaturannya oleh Negara.
Undang-Undang film tldak boleh memblarkan film jatuh di tangan orang atau
pihak yang tidak bertanggungjawab terhadap perjalanan bangsa, apapun
alasannya, apalagi hanya sekedar mengatasnamakan demi karya budaya dan
seni, serta karya intelektual belaka. Dalam kaidah mengawal ideology bangsa,
maka Negara berwenang mengatur film dalam rangka mengamankan nilai-nilai
ideology dan budaya luhur bangsa.
Selanjutnya landasan Ketuhanan Yang Maha Esa bagi setiap Undang-Undang
Negara Republik Indonesia adalah mutlak adanya, termasuk Undang-Undang
· Perfilman, karena citra bangsa Indonesia adalah bangsa yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, dan itu jelas ukurannya bagi aturan dan norma tata nilai, yang
juga harus dimillki oleh setiap film sebagai karya budaya dan seni dan harus
bernafas nilai Ketuhanan darl setiap kreator dan produser film.
Rapat Kerja Dewan Yang Terhormat.
Perkembangan dunia perfilman yang demikian cepat setidak-tidaknya
menyangkut beberapa hal: pertama, Teknologi dengan berkembangnya teklogi
cakram dan digital, membuat produksi film dengan pita sellulold kian berkurang •
penggunaannya dan cendrung lebth mahal. Kedua, Metodologi cendrung
menuntut pekerja film tidak bitc,lagi bekerja amatir karena persaingan mutu, dan
3
mereka harus bekerja penuh waktu dengan kapasitas lebih professional. Ketiga,
Pembagian spesifikasi pekerjaan film menuntut pengembangan semua sumber
daya yang lebih focus dan lebih rinci lagi. Keempat, Kemungkinan peluang
investasi dan usaha membangun pusat perfilman adalah sesuatu yang patut
mendapat perhatian yang lebih dicermati lagi. Hal-hal yang seperti itu dan hal
lainnya masih maslh banyak yang terkait dan terus berkembang, belum ada
payung hukumnya, menjadikan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 semakln
mendesak untuk diganti dengan Undang-Undang yang baru.
Hadirin yang kami hormatl.
Dalam kesempatan Rapat kerja yang terhorrnat ini Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan memandang perlu menyampaikan beberapa catatan, antara lain:
1. Karena perubahan yang disusun dalam Rancangan Undang-Undang ini
sudah sangat jauh berbeda dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992,
ketika Rancangan ini dlsahkan menjadi Undang-Undang, maka kebutuhan
sosialisasi harus segera dilaksanakan dan dilakukan secara intensif,
dengan pertimbangan bahwa berlaku sejak tanggal diundangkan, agar
semua pemangku kepentingan dapat segera memahaml dan
mematuhinya. lni dikarenakan perubahannya sangat banyak dan lebih
komplit.
2. Agar semua plhak memahaml betul keputusan politik dalam Undang
Undang Perfilman ini menyatakan Film sebagai produk budaya dan seni,
bukan komodltl pemiagaan, untuk menghindarkan konflik pasar yang
merugikan film Indonesia.
3. Meminta Lembaga Sensor Film benar-benar melaksanakan penegakan
hukum dengan balk, karena metodologi sensor dan rentang kendali yang
berubah dan kian meluas. Metode sensor ada dua substansi pokok yang
harus diperhatikan; pertama, sensor dini dimana rambu hukumnya harus
diingatkan oleh lembaga sensor bahwa semua scenario dan produser
harus mematuhi larangan-larangan dalam pembuatan film. Kedua, sua
sensor dimana lembaga sensor harus menegaskan pada setiap
pembuatan film dan penulis skenario agar mematuhi anjuran dan
menghindari semua larangan dalam pembuatan film. Dan akhirnya
lembaga sensor betul-betul tidak meluluskan setiap film yang melanggar.
4
Dalam hal rentang kendali harus menjangkau sampai ke daerah, karena
kenyataan rumah produksi sudah berkembang sampai ke daerah-daerah.
4. Untuk memenuhi ketentuan tata edar yang baru dalam Rancangan
Undang-Undang yang baru ini, dan untuk memudahkan dalam pembuatan
film serta menjamin pemenuhan kuota film nasional, maka reformasi
dibidang perizinan tldak lagi menganut rezim perizinan, tapi dalam hal
pembuatan film cukup dengan pemberitahuan kepada Menteri, karena itu
diminta agar Menteri dalam waktu yang sama mengoordinasikannya
dengan lembaga sensor film untuk mendapat perhatian dalam melakukan
sensor dini dan swasensor.
5. Dalam hal pengedaran dan untuk tujuan pertunjukkan film tidak
dibenarkan praktek monopoli, untuk menjamin peredaran film yang
seluas-luasnya hingga ke pelosok daerah-daerah, karena akhir-akhir ini
sudah tidak ada lagi pemutaran film layar lebar sampai ke kabupaten dan
kecamatan. Yang jelas Undang-Undang ini harus sejalan dengan
ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tentang Larangan Monopoli
dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat.
6. Masalah Badan Perfilman, adalah wadah mandiri tempat berhimpun
masyarakat terutama masyarakat perfilman, namun tetap perlu mendapat
perhatian dan fasilitasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewajiban, tugas dan wewenang pemerintah dan
pemerintah daerah.
Rapat Kerja Dewan Yang Terhormat.
Pada prlnsipnya Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI sejak awal
mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perfilman inl.
Dalam kesempatan yang terhormat lni, Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan setelah mengikuti dan mendengar secara seksama
pembahasan, pemikiran, saran dan pendapat dari masyarakat, pemerintah,
para fakar, dan fraksl-fraksi DPR RI, kami dapat mengerti dan memahami.
Selanjutnya dalam Rapat Kerja yang terhormat ini untuk mengambil
keputusan pada pembicaraan tingkat I, maka dengan mengucap
Bismillahirrohmanirrohism, Fraksi Partal Persatuan Pembangunan DPR RI
menyatakan setuju untuk disahkan dalam Rapat kerja ini, untuk selanjutnya
5
dibawa ke pembicaraan Tingkat II pengambilan keputusan pengesahan
menjadi Undang-Undang di Sidang Paripurna Dewan.
Fraksi kami menghaturkan terima kasih kepada pemerintah, rekan-rekan
fraksi, masyarakat, secretariat jendral DPR RI, secretariat Komisi X DPR RI,
massmedia, dan semua plhak, atas kerjasama yang baik dan telah banyak
membantu, sehlngga fraksi kaml dapat berperan dengan baik dalam
melaksanakan tugas.
Demikianlah Pendapat Akhir Fraksl Partal Persatuan Pembangunan DPR RI
atas Rancangan Undang-Undang tentang Perfilman.
Semoga Allah mefimpahkan rahmat dan ridhoNya untuk kita. Amin.
Nashrun minallah wafathun qorib.
Wallahumuaffiq ila aqwamitthoriq.
Wabillahi taufiq walhidayah.
Wasslamu'alaikum wr wb.
Jakarta, 7 September 2009
FRAKSIPARTAIPERSATUANPEMBANGUNAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DR H. DJABARUDDIN AHMAD, ME
Anggota DPR RI Nomor: A-22
..........
. .........
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2004 • 2009
FRAKSIPARTAIDEMOKRAT Sekretariat : Gedung MPR I DPR - RI, Nusantara I, Lantai IX Ruang : 0903
JI. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270 Telp. (021) 575 5119, Fax. (021) 575 5120 -~IU.M.aw.IW.W,:Ull
PENDAPAT AKHIR MINI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERFILMAN
Juru Bicara: ANGELINA SONDAKH,.SE, MSi Nomor Anggota : A-106
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera bag; kita semua,
Yth. Pimpinan Rapat Komisi X, · Yth. Sdr. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Republik Indonesia Yth. Sdr. Menteri Komunikasi dan lnformatika, RepubUk Indonesia · Yth. Sdr. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,Republik Indonesia Yth. Para Anggota Komisi X, dan hadirin yang kami horinati,
Setelah kita mendengar Pandangan atau Pendapat Fraksi-Fraksi di DPR-RI dan Tanggapan Pemerfntah atas Pandangan atau Pendapat Fraksi~ terhadap Rancangan Undang-Undang Perfilman untuk menjadi Undang-Undang yang baru, sebagai pengganti Undang-Undang Perfilman No. 8 Tahun 1992, perkenankan ~ami . Fraksi Part~i · Demokrat DPR-Rl menyatakan Pendapat Akhir Mini Fraksi, dengan terlebih dahulu menyampaikan pandangan sebagai berikut.
Sebagaimana telah kami sampaikan terdahulu, dalam Pandangan atau Pendapat kami tentang Rancangan Undang-Undang Perfilman ini, Fraksi Partai Demokrat DPR-RI senantiasi mendukung . dan pro aktif dalam setf ap up a ya yang dilakukan oleh komisi X DPRl-RI untuk meltndungi dan memajukan .dunta film nasto.,al kita •
•
• ··1... .
Dunia film nasfonal kita saat ini, memerlukan darah segar agar kebangkitannya tetap terjaga dan semakin berkibar, setelah mengalami mati suri hampir 20 tahun lamanya.
Pimpinan Rapat Kerja, Para Anggota Komisi X, Sdr. Menteri dan para hadirin yang saya hormati. .
Kita semua mengetahui bahwa film merupakan hasfl l<arya cipta seni yang bersifat multi dimensi. Di dalamnya tidak hanya mengandung unsur . hiburan se.mata, tetapi ada kepentingan ekonomi, ada aspek sosial yang perlu kita perhatikan, ada aspek pendidikan yang harus tetap menjadi acuan dan ada aspek budaya yang harus kfta lestarfkan. Bahkan dalam eta kemajuan . teknologi dan globalisasi seperti sekarang irii, dimana kompetisi terasa semakin ketat, film harus dijadikar,i sebagai sebuah strategi kebudayaan dalam memenangkan persatngan global. Film nasional kita, tidak · hanya diposisikari sebagai alat untuk menangkal berbagai ef ek negatif darf luar, tetapi film nasional kita juga harus mampu melakukan penetrasf positif dalam ka·ncah pergaulan dunia internasional. Oleh sebab ·itu, dengan tidak . bermaksud untuk mengesampingkan kepentingan lainnya, maka pendekatan budaya harus tetap menjadi acuan utama dalam Rancangan Undang-Undang ini. ·
Pendekatan budaya harus diaraiikan untuk menghasilkan sebuah strategi budaya yang tidak hanya mampu melindungi masyarakat dari pengaruh negatif, tetapi juga harus di arahkan untuk dapat mengembangkan serta memajukan dunia ·. film nasional kita, demi kesejahteraan masyarakat, bang~a dan Negara. · · · ·
Pimpinan Rapat Kerja, Para Anggota Komisi X, Sdr. Menteri dan para hadirin yang saya hormati.
Sebagaimana kita ketahui bersama, semenjak reformasi bergulir di bulan Mei tahun 1998 lalu, berbagai perubahan yang
•
positif, telah terjadi di negeri tercinta ini. Transparansf dan . demokratsisasi telah menjadi kata kunci dalam setiap tatanan kehidupan kita. RUU Perfilman ini, lahir dengan· dilandasi .oleh semangat reformasi yang tinggi, dimana kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara ditempatkan pada tataran ·yang paling tinggi. · · ·
Ref ormasi telah mendorong insan film dan industri film nasional kearah paradigma yang relatif baru. Paradigma dimana· kebebasan berekspresi harus di imbangi dengan tangung jawab moral bagi setiap insan warga Negara. Oleh sebab itu, dunia film nasional kita saat inf membutuhkan sebuah·Undang-Undang baru, sebagai pengganti Undang-Undang Perfilman No. 8 t~hun 1992, yang dipandang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan tuntutan yang ada di masyarakat.
Keberadaan Undang-Undang perfilman yang baru fni, tic:lak hanya ditujukan untuk melindungi insan film ·dan industri film nasional kita, tetapi juga diarahkan untuk mampu menjawab segala tantangan dan rintangan di masa yang akan datang. Dalam Rancangan Undang·Undang ini, secara tegas dinyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi dan memajukan dunia film nasional kita. Bentuk kepedulian pemerintah ini, salah satunya diwujukan dengan adanya alokasi pendanaan perfilman, termasuk fasilitas pendanaan untuk film yang bermuatan pendidikan, budaya, patriotisme dan sejarah perjuangan bangsa, serta yang berpotensi untuk meraih prestasi internasional. Alokasi pendanaan perfilman ini, dapat bersumber dari APBN maupun APBD. . .
Dalam RUU Film yang baru ini, . terkandung adanya semangat anti monopoli yang kuat untuk menjamin rasa keadilan. Adanya jaminan perlindungan hukum terhadap para insan perfilman atas ·pekerjaan yang mereka lakukan. Keberadaan Lembaga Sensor film (LSF) yang akan bekerja dengan mengedepankan dialog · sebagai prinsip utamanya, dimana
•
mayoritas anggotanya berasal dari unsur masyarakat, merupakan terobosan lain yang patut kita apresfa.si. · . . .
RUU ini juga memberi peluang yang. cukup· besar kepada· masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam penyelenggaraan perfilman, baik secara individu maupun kelompok. Masyarakat dapat membentuk Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang bersifat mandiri, dimana pemerintah dimukinkan dapat terlibat sebagai f asilitator. Tugas utama Bad an Perfilman Indonesia · ini adalah untuk meningkatkan apresiasi dan promosi film, baik di dalam · negeri maupun di luar · negeri. Yang tidak kalah pentingnya adalah. bahwa RUU ini juga mendorong para insan film kita, untuk meningkatkan kapasitas dan kapab1l1tas mer.eka, agar mereka bekerja berdasarkan asas ko.rnpetensi dan · profesfonal fsme.
Pimpinan Rapat Kerja, Para Anggota Komisi X, Sdr. Menteri dan para hadirin yang saya hormati.
···\,,.· · Secara subtansi, RUU ini , telah kita bahas daf) ·sepakati bersama, meskipun masukan-masukan dari berbagai stakeholders telah kita catat sebagai bahan bagi penyempurnaan · RUU ini. Penetapan RUU ini untuk menjadi UU merupakan sebuah langkah penting yang harus kita tempuh, demi kepentingan yang jauh lebih besar. Keberadaan RUU ini, tidak lain adalah semata-mata untuk melindung1, menumbuhkan dan memajukan 1nsan film ·maupun 1ndustr1 film nasional, sebagat bagtan dar1 kebudayaan kita.
Sudah barang tentu sebagai buatan manusia, UU ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Alloh S.W.T semata. Namun dengan dedikasi yang tinggi ·s~rta semangat untuk memajukan dunia film nasional kita, kami telah bekerja keras tanpa lelah dengan melakukan dialog sebanyak dan sesering mungkin dengan para stakeholders . . Kami berharap, keberadaan UU ini dapat menjawab · berbagai
•
.......... -
permasalahan yang ada dan mampu mendorong tumbuh kembangnya dunta film ·nasional kita.
Akhirnya, dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohlm, serta memanjatkan Puji Syukur kehadirat Alloh. S.W.T, Tu.han · Yang Maha Esa, Fraksi Partai Demokrat dengan ini · menyatakan· ; menyetujui Rancangan Undang·Undang tentang Perfiln:ian untuk menjadi · Undang·Undang, diteruskan. dalam pengambilan keputusan Tingkat II pada Rapat Paripurna DPR· RI yang akan datang.
Demikianlah Pendapat Akhir Mini Fraksi Partai Demokrat yang disampaikan dalam rapat Kerja Komisi X DPR-RI pada hari ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa merldhoi kita semua, 'agar kita dapat segera menyelesaikan RUU ini. Terimakasih.
Wabillahi Taufiq Walhidayah, Wassalammu'alaikum ••.• Warahmatullahi ...•. Wabarakatuh . . Salam Sejahtera bagi kita semua~
Jakarta, ·7 September 2009
PIMPINAN FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA . ·
Ketua~ · Sekretaris,
:'., . . . ·:'. ;. .. -' .· .
DR. SYARIEF HASAN. SE, MM, MBA ··. ''Drs.WAYAN SUGIANA, MM A-94 · A-122
•
( '
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992
TENTANG
PERFILMAN
Dlbacakan Oleh: Dr. H. Munawar Sholeh, M.Pd.
No. Anggota: A-164
Jakarta, 7 September 2009
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA ·
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Gedung Nusantara I - MPR/ DPR RI, Lt. 19 Ruang 1909, JI. Jend. Gatot Subroto, Senayan - Jakarta 10270 INDONESIA Telp. : ( +6221) 575 5810, 575 5812 Fax. : ( +6221) 575 581.1
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992
TENT ANG
PERFILMAN
=============================================================
Assalamu'aliakum Wr, Wb,
Salam sejahtera bagi kita semua
Saudara Pimplnan dan Anggota yang saya hormatl,
a PAN
Saudara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, berserta Jajarannya yang kaml
hormati,
Saudara Menteri Komunikasi dan informatika dan Menteri Hukum dan HAM
berserta Jajarannya yang kaml hormatl,
Pertama-tama marllah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang
telah memberikan kesehatan dan kelapangan waktu kepada kita, sehlngga kita
dapat hadlr dalam rapat kerja inl untuk melanjutkan pembahasan tentang
Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UU No. 8 Tahun 1992 tentang
Perfilman.
1
Selanjutnya perkenankanlah kami dari Fraksi Partai Amanat Nasional
memberikan pendapat akhir mini terhadap Rancangan Undang-Undang ini.
Pada kesempatan pertama ini, kaml dari Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI
memberikan penghargaan kepada semua plhak yang telah berpartlsipasi secara
aktif dalam pembahasan Rancangan UU ini.
Sebagaimana kita pahami bersama bahwa seni perfilman merupakan hasil
kreatifitas yang memerlukan kebebasan berekspresi di dalam proses
penclptaannya. Gagasan-gagasan cemerlang yang diwujudkan menjadi sebuah film
pada dasarnya merupakan refleksi dari pelbagai fenomena yang terjadi di
lingkungan kita, baik masyarakat maupun lingkungan alam. Kita semua tentu tahu
bahwa pada proses selanjutnya kreatifltas ltu tidak berjalan sendlrian, namun
secara paralel membutuhkan bidang lain agar film dapat disebarluaskan sehingga
dapat diapresiasi oleh masyarakat luas, bahkan seyogyanya dapat memberi
kemaslahatan bagi masyarakat maupun bagi para insan perfilman itu sendiri.
Pada tahap selanjutnya kita juga sadar bahwa kreatifltas itu akan bergullr
memasuki ranah publik. Dengan kata lain, di dalam domain publik, film dengan
segala aspeknya sedikit banyak akan bersentuhan dengan norma-norma yang ada
di dalam masyarakat dan tidak akan terlepas dari aspek sosial, ekonomi, politik
maupun agama.
2
Saudara Plmplnan dan Anggota yang saya hormatl,
Untuk itu Fraksl Partai Amanat Nasional DPR RI akan menyampaikan
pandangan berupa catatan dalam pembahasan RUU tersebut, yakni sebagai
berikut:
Pertama, Fraksi Partal Amanat Nasional berpendapat bahwa kebebasan
berekspresi merupakan hal yang sangat panting dalam upaya penciptaan film-film
yang berkualitas. Tantangan kreatifltas yang nyata adalah bagaimana gagasan
gagasan film yang cemerlang dapat dlwujudkan, berjatan secara paratel dengan
norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Kedua, sebagaimana disebutkan dalam RUU Perfilman pada pasal 55 dibentuk
lembaga sensor film bersifat independen yang beranggotakan kalangan profeslonal,
akademisi dan unsur-unsur yang kompeten sehingga mampu melaksanakan tugas
penyensoran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, tanpa harus
mengorbankan nilal-nilai estetika film.
Ketlga, dalam Rancangan Undang- Undang lni sebutkan bahwa masyarakat dapat
berperan serta dalam penyelenggaraan. perfilman. Secara lmplisit disebutkan pula
pada Pasal 62 ayat 2 bahwa peranserta masyarakat dilakukan antara lain dalam
bentuk: apreslasi dan promosi perfilman; pembentukan lembaga pendidikan
perfilman; pengembangan ilmu dan teknologl perfilman dan seterusnya.
Keempat, kedepan kita menaruh perhatian yang besar terhadap perfilman, karena
film tidak saja dapat dlgunakan sebagal wahana hiburan, melainkan juga sebagai
3
sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pembentukan moral dan etika. Begitu strategisnya peran film karena dapat
membentuk karakter dan nilai-nllai di dalam masyarakat. Kita berharap agar film
film nasional dapat berperan bagi lahirnya generasi yang cerdas dan mempunyai
kepribadian luhur untuk membangun bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan catatan tersebut, maka dengan membaca
Blsmlllahlrrohmanlrrohlem, Fraksi Partai Amanat Nasional menyetujui RUU
tersebut untuk dilanjutkan pembahasannya dalam bentuk Pembicaraan Tingkat
11/Pengambilan Keputusan pada Sidang Paripurna DPR RI.
Demiklanlah disampaikan, atas perhatian kita semua kami ucapkan terlma
kaslh
Wassalamu'alaikum Warahmatullahl Wabarakatuh.
Jakarta, 7 September 2009
JURU BICARA
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
4
. .
FKB·DPRRI FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KRITIS • KONSTRUKTIF • SOLUTIF
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR-RI
TERHADAP
RANCANGAN UNOANG-UNOANG TENTANG PERFILMAN
Disampaikan Oleh Juru Bicara FKB DPR-RI : Drs. H. Muchotob Hamzah, MM
Anggota Nomor: A- 200
================================================= Assalamu'alalkum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Sejahtera untuk klta semua
Yang Terhormat Saudara Pimpinan Sidang Saudara Menteri Kebudayaan dan Pariwlsata RI Saudara-saudara Anggota Dewan dan hadirin yang terhormat
Mengawali Pendapat Akhir Mini Fraksi atas RUU tentang Perfilman, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita dapat mengikuti rapat kerja untuk menyampaikan Pendapat Akhir Mini dalam keadaan sehat wal afiat.
Shalawat dan salam semoga tetap dillimpahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, yang tetah mengajarkan kepada kita akan makna seni budaya yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan Negara.
Pada kesempatan inl, Poksi FKB Komisi X setelah melakukan pembahasan bersama Komisi X dan Pemerintah secara mendalam atas RUU Perfilman, Alhamdulillah dapat menyampaikan pendapat Akhir Mini Fraksi guna pembasan pada tingkat selanjutnya.
Pimpinan sldang dan segenap Hadlrln yang terhormat
Sebelum melanjutkan uraian ini, perkenankanlah Fraksi Kebangkitan Bangsa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada seluruh anggota komisi X, Pemerintah dan sekretariat yang telah membantu dengan sabar dan semangat tinggi selama pembahasan RUU
' SEKRETARIAT FKB DPR RI· GED UNG NUSANTARA I DPR/MPR RI, LANTAI 17 I RUANG 17 09 '. JL. JENO. GATOT SUBROTO, SENAYAN. JAKARTA 10270 TELP. (021) 575 5623; 5625/5627; 5628 ·
. f 1\X (021) 575 5624 WEBSITE: www.fkb dpr.or.1d ' ,
ini. Tak lupa terima kasih kepada para pemangku kepentingan, media massa dan masyarakat luas yang tak henti-hentinya memberikan masukan yang sangat berguna bagi kesempurnaan RUU ini.
Semua kita telah sepakat, betapa penting dan strategisnya Undangundang tentang Perfilman, karena selain film sebagai media komunikasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menumbuh kembangkan budaya dan jati diri Pancasila bagi bangsa, perfilman juga sebagai sektor industri yang memilikii nllai ekonomi. Maka Fraksi Kebangkitan bangsa mengharapkan kesungguhan kita semua terhadap apa yang telah kita sepakati bersama dengan diaturnya beberapa materi panting dalam undang-undang ini, tentunya memiliki pembeda dengan Undang-undang nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman.
Selanjutnya kita berharap Undang-undang tentang Perfilman ini dapat menjadi payung hukum dan mampu menjawab berbagai persoalan film maupun industri perfilman lndonesia,agar supaya mampu mendorong kebangkltan film Indonesia yang mulai menggeliat menuju statusnya sebagai tuan di negeri sendiri.
Pimpinan sidang dan segenap Hadirin yang terhormat
Selain itu, Fraksi Kebangkitan Bangsa juga menyambut baik adanya klausul-klausul baru yang lebif reformatif, yang meliputi: Pertama, beralihnya rezim perijinan yang massif menuju keseimbangan dengan rezim pendaftaran. Rezim ini akan memberi kemudahan bagi para pemangku kepentingan datam usaha perfiman. Kedua, pengaturan reformatif yang memangkas semua bentuk monopolistic, yang tentunya dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat luas yang ingin memberikan kontribusinya di bidang perfilman. Ketlga, diubahnya rezim gunting film oleh lembaga sensor film menjadi rezim dialogis yang lebih demokratis. Keempat, diberikannya stressing pada selfsensorship yang dapat membimbing diri para pemangku perfilman dalam menengaral batas kreatifitasnya yang lebih elegan. Kellma, dibentuknya lembaga sensor film daerah dan jangkauan yang lebih luas sehingga menjangkau berbagai lembaga penyiaran. Keenam,. dlwajibkannya pemerintah dan atau pemerintah daerah memberikan apresiasi dalam berbagai bentuk, sehingga dapat menggairahkan perfilman Indonesia. Ketujuh, penguatan independensi lembaga sensor film dengan menjadikannya sebagai lembaga kuasi pemerintah yang leblh condong kepada civil society. Kedelapan, dibentuknya badan perfilman Indonesia yang dapat menggerakkan kemajuan perfilman Indonesia baik lokal maupun global.
Pimplnan sidang dan hadlrin yang mulia.
Sebelum mengakhlri pendapat akhlr mini fraksi ini, pertu klranya disampaikan, tentang ada persoalan dalam kondisi perfilman di Indonesia sehingga belum dapat bangkit secara maksimaf. Persoalan tersebut yaitu belum adanya titik temu antara pemerlntah dan para pelaku lndustrl perfilman. Kebijakan pemerlntah sebagai fasilitator kemajuan perfilman nasional dirasa masih belum optimal, khususnya menyangkut masalah birokrasi dan
perlindungan terhadap industri film nasional terutama tentang masalah pembajakan film. Diperlukan adanya Political Will dari Pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut sehingga tidak mengurangi semangat membangun industri kreatif yang sedang kita upayakan bersama-sama.
Disamping itu, pro-kontra tentang penyensoran film hendaknya disikapi dengan semangat kesadaran hukum yang tinggi dimana penyensoran bukanlah bentuk pemasungan kreatifrtas melainkan upaya untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif yang bisa merusak moral bangsa sebagaimana telah diuraikan di atas.
Saudara Ketua dan hadlrln yang terhormat, Saudara anggota Dewan dan hadirln yang terhormat,
Dengan mencermati subtansi materi yang telah kita sepakati bersama serta proses pembahasan yang berlangsung selama ini, maka Fraksi Kebangkitan Bangsa menyetu}ul RUU ini untuk diputuskan dan dilanjutkan pada tingkat II.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah menyukseskan pembahasan RUU ini Fraksi Kebangkitan Bangsa sekali lagi menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya.
Wallahul Muwafflq Ila Aqwamlt Thorleq, Wassalamu'alalkum Wr. Wb.
Jakarta, 7 September 2009
PIMP IN AN FRAKSI KEBANGKITAN BANSGA DPR RI
Marwan Ja'far. SH. SE Sekretaris
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA MPR I DPR - RI, Nusantara I, JI. Jend. Gatot Soebroto, Jakarta 10270
Telp. (021) 575 6087 - 575 6088 - 575 6090, Fax. (021) 575 6086 Website: www.fpks-dpr-ri.com
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR RI
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Bismillahirrahmanirrahim
PERFILMAN
Disampaikan oleh
Nomor Anggota
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang kami hormati,
Pimpinan dan Anggota Komisi X DPR RI,
: Ors. Abdi Sumaithi, Le.
: A-275
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI beserta segenap jajaran,
Menteri Komunikasi dan Informatika RI beserta segenap jajaran,
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI beserta segenap jajaran,
Rekan-rekan wartawan dan hadirin yang kami muliakan,
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta 'ala.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga, para shahabat, dan
pengikutnya.
Pimplnan, Anggota dewan, Para Menterl serta hadlrin yang kaml hormatl.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang demikian pesat
telah mempengaruhi aktivitas manusia di segala bidang, termasuk di bidang
1
perfilman. Sementara UU No. 8 Tahun 1992 Tentang Perfilman dipandang
perlu penyempumaan untuk merespon perkembangan teknologi, sosial, dan
budaya.
Hal itu menuntut adanya tata aturan yang memadai yang dapat
mengantisipasi tuntutan perkembangan di bidang perfilman. Sebuah undang
undang yang menjadi koridor bagi kemajuan perftlman.
Pada kenyataannya, perjalanan pembahasan RUU yang penuh dinamika
ini telah memberikan pelajaran amat berharga pada kita bahwa interaksi
gagasan-gagasan yang cerdas dan komprehensif pada akhimya mencapai titik
temu yang kita sepakati bersama.
Kini, kita hampir rampung menyelesaikan sebuah produk perundang
undangan perftlman yang menurut pandangan kami lebih maju, progresif,
komprehensif, egaliter, dan partisipatif. Insya Allah, jika RUU ini nantinya
disepakati menjadi Undang-Undang, akan menjadi titik anjak dan · sekaligus
menjadi instrumen positif bagi perkembangan dan kemajuan perftlman
nasional.
Pimpinan, Anggota dewan, Para Menteri serta hadirin yang kaml hormatl.
Film se bagaimana dinyatakan dala.tn Pasal 1 ayat 1 RUU ini adalah
karya seni budaya dan merupakan pranata sosial serta media komunikasi
massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa
suara dan dapat dipertunjukkan. Sementara dalam Pasal 5 dinyatakan bahwa
kegiatan perfilman dan usaha perftlman dilakukan berdasarkan kebebasan
berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa. Ini berarti, seluruh
prosesnya tidak boleh dilepaskan · dari nilai-nilai agama, etika, moral,
kesusilaan, dan budaya bangsa.
Pandangan itu sekaligus menunjukkan keniscayaan keberpihakan serta
perhatian pemerintah dalam mengembangkan dunia perfilman dalam
kerangka memajukan budaya bangsa, sebagaimana dinyatakan secata jelas
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 32
ayat (1). "Bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
2
I •' ·, ~ . ;
I I
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya." Oleh sebab itulah, amanat
Konstitusi ini harus terwujud secara kongkrit dalam implementasinya.
Sebagai_ penjabaran dari amanat itulah, RUU ini secara tegas
mengharuskan Pemerintah turut memikul tanggung jawab dalam hal
pendanaan bersama-sama Pemerintah Daerah, pelaku kegiatan, pelaku usaha,
dan masyarakat sebagaimana tertulis pada Pasal 69. selain itu, pemerintah
juga berperan dalam menyusun, menetapkan, dan mengoordinasikan
pelaksanaan kebijakan dan rencana induk perfilman nasional serta
memfasilitasi pengembangan dan kemajuan perfilman
Pimpinan, Anggota dewan, Para Menteri serta hadirin yang kami hormatl.
Hal lain yang patut dicatat, RUU ini juga mengandung spirit keadilan,
kesetaraan, dan kebersamaan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 2. Ini
adalah jawaban terhadap praktek monopoli yang selama ini berlangsung
dalam industri perfilman kita yang menyebabkan ambruknya usaha-usaha
perfilman daerah. Penegasan sifat anti monopoli dari RUU ini dipertegas pula
dalam Pasal 13 dan 14. Keberpihakan bagi tumbuhnya dunia perftlman
nasional dibuka ruang yang terbuka dalam RUU ini seperti dinyatakan dalam
Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1).
Atas dasar argumen di atas, dengan mengucapkan
BismUlaahirrahmaanirrahiim, kami dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
DPR RI menyetujui draft akhir Rancangan Undang-Undang Perfilman ini
untuk disahkan pada pembahasan Tingkat II dalam forum Rapat Paripuma
DPR RI.
Pimpinan dan Anggota DPR, Para Menteri, serta Hadirin yang terhorm.at.
Demikian pendapat akhir mini Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang
disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI yang terhormat ini. Atas
segala kesalahan dan kekhilafan yang mungkin terjadi selama terlibat dalam
pembahasan, kami sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besamya.
Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi
semua pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU Perfilman ini. Atas
I I I I
I
3
perhatian Bapak/lbu kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah subhanahu
wa ta'ala senantiasa melindungi, membimbing, serta memberkati bangsa dan
negara Indonesia.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.
Jakarta, 17 Rama<ihan 1430 H
07 September 2009 M
KETUA POKSI X
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI BIN1"ANG PELOPOR DEMOKRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT: Gedung Nusantara I Lantai 21 Ruang 21.25 JI. Jendern! Gatot Subrcto, s~nayan - hkart1 : 82. 70
ft!ft 02· 57~~-"8 ~1~-···--o ...... 02' ~1-5~-(\ u l ... . ).){'S~ ,. ) )~~~)c. rax __ 1 .... J :;, O:>~
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI BINTANG PELOPOR DEMOKRASI
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERFILMAN
Disampaikan oleh :
TIMOTJUS TIMBUL DARSOATMOD]O.SE.MM
Anggota : A-132
Pada
RAPAT KERJA KOMISI X
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 7 September 2009
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI BINTANG PELOPOR DEMOKRASI
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG PERFILMAN
Disampaikan oleh:
TIMOTIUS TIMBUL DARSOATMOD]O,SE,MM
Anggota: A-132
Assalamu 'alaikum, Wr, Wb
Yang Kami Hormati Bapak Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,
Yang Kami Hormati Bapak Menteri Komunikasi dan Informatika,
Yang Kami Hormati Bapak Menteri Hukum dan HAM,
Yang Kami Hormati Rekan·rekan Anggota DPR,
Hadirin dan Hadirat yang berbahagia,
Puji syukur marilah sama-sama kita panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wata'ala, atas rahmat dan karuniaNya kita dapat
berkumpul bersama-sama di sini dalam rangka melaksanakan tugas
tugas Negara yang diamanahkan rakyat kepada kita semua. Atas izin
dan kesempatan yang diberikanNya pula kita dapat mengupayakan , penyelesaian Rancangan Undang-Undang Tentang Perfilman.
Bapak Menteri, dan Anggota Dewan yang kami hormati.
Perkenankanlah pada kesempatan ini kami dari Fraksi Bintang
Pelopor Demokrasi menyampaikan pandangan-pandangan berkaitan
dengan Rancangan Undang-Undang Tentang perfilman ini sebagai
bagian dari tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang
Perfilman ini dapat membuahkan hasil yang maxsimal untuk
kepentingan seluruh Steak Holder Perfilman.
Seiring dengan berjalanya waktu, seiring pula dengan terjadinya
dinamika seluruh kehidupan dimuka bumi ini termasuk didalamnya
kehidupan insan perfilman.
Terkait dengan gerak dinamika tersebut sudah barang tentu akan
mempunyai konsekwensi-konsekwensi perubahan sesuai dengan
keinginan jaman.
Selanjutnya sudah pasti perubahan -peerubahan yang terjadi
diharapkan mampu menyajikan hasil yang lebih baik dibanding dengan
sebelumnya (UU No.8 tahun 1992).
Film merupakan jati diri suatu bangsa yang mempunyai kandungan
nilai budaya serta karya cipta dan mempunyai fungsi serta peran sangat
lengkap dalam melihat kepentingan kehidupan ditengah-tengah
masyarakat.
Film merupakan aset bangsa yang dapat berperan sebagai perekat
budaya bangsa ditanah air kita yang kaya akan budaya bangsa sehingga
bisa menjadi wadah aneka ragam budaya yang kita miliki dan
seterusnya akan menjadi bagian kekuatan bangsa.
Bapak Menteri, dan Anggota Dewan yang kami hormati.
Kita menyadari bahwa setiap ada perubahan undang-undang
apapun, akan menjadi perhatian publik khususnya para Steak holder.
Sehingga sebelum rencana perubahan undang-undang disahkan banyak
berbagi kritik,saran masukan-masukan yang semuanya menaruh
harapan agar perubahan undang-undang ini mampu menyajikan solusi
yang dapat menjawab kegundahan dan kegelisahan insan perfilman
sekaligus sebagai reformasi perfilman di Indonesia.
Pasang surut serta keterpurukan perfilman ditanah air kita tidak
terlepas dari keperpihakan dalam penerapan regulasi yang tidak
mampu membangkitkan semangat gairah untuk tumbuh dan
berkembanganya sendi-sendi kehidupan perfilman ditanah air kita.
Kita semua berharap dengan penyempurnaan undang-undang ini
nantinya akan bisa menjadi sandaran pijakan regulasi yang dapat
mengaspirasi keinginan,kepentingan secara komperhensip.
Keinginan yang luhur ,cita-cita yang luhur akan bisa terwujud
apabila diikuti kemauan,kepedu!ian,keberanian yang ikhlas untuk
menggapai kenyataan.serta diperlukan pengawalan dan pengawasan
implementasi regulasi agar tidak belok atau dibelokan diperjalanan
untuk samapi pada tujuan.
Bapak Menteri, dan Anggota Dewan yang kami hormati.
Setelah kita telusuri dan kita renungi ternyata begitu indah dan
banyak manfaat yang bisa kita petik dari dunia perfilman untuk
menambah dan melengkapi, perbendaharaan sendi-sendi kehidupan
dipandang dari sudut budaya,pendidikan,cipta karya dan lain-lainnya
yang akhirnya bermuara untuk memperkokoh kehidupan berbangsa
dan bernegara. untuk selanjutnya marilah kita berkomitmen untuk
memberikan perhatian,motifasi,perlindungan sehingga dunia perfilman
kita bisa mewahana diseantero dunia dengan tetap menjaga jati diri
bangsa yang berbudaya dan bermartabat sehingga dapat meningkat
secara kuantitas dan kualitasnya.
Bapak Menteri, dan Anggota Dewan yang kami hormati.
Dengan beberapa pandangan tersebut, perkenankan kami dari
Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dengan iktikad demi kebaikan bagi
seluruh Rakyat Indonesia dengan mengucapkan
bismillahirrmanirrahim, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dapat
menyetujui Rancangan Undang-Undang Tentang Perfilman dibawa ke
Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Wabillahi Taufiq Walhidayah
Assalamu 'alaikum, Wr, Wb
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
FRAKSI BINT ANG PELOPOR DEMOKRASI
Jakarta, 7 September 2009
Ketua, Sekretaris
Dto Oto
Jamaluddin Karim,SH Rapiuddin Hamarung
PENDAPAT AKHIRMINI FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI
TERHADAP
RUU TENTANG PERFILMAN
Disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR-RI
Tanggal Juru Bicara
Nomor Anggota
: 7 September 2009 : Ir. Bahran Andang, M.Sc. : A-296
Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Saudara Pimpinan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Menteri
Komunikasi dan Informasi dan Menteri Hu/cum dan HAM RI, serta para
Anggota Komisi X yang kami hormati.
Pada kesempatan yang berbahagia ini marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang tiada hentinya melimpahkan rahmat, maunah dan karunianya yang tiada terbatas, sehingga pada hari ini kita dapat menghadiri Rapat Kerja Komisi X DPR-RI dengan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata RI, Menteri Komunikasi dan Informasi dan
Menteri Hu/cum dan HAM RI untuk mendengarkan Pandangan Akhir Mini Fraksi-fraksi terhadap RUU tentang Perfilman.
Film sebagai sebagai karya seni budaya merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi yang dapat dipertunjukkan. Untuk memenuhi prinsip-prinsip di atas dan
menghindari ekses perfilman maka RUU ini melarang adanya kandungan
isi film yang mendorong timbulnya perbuatan yang melawan hukum dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mengharuskan pencantuman golongan usia penonton pada setiap film.
Esensi film sebagai karya seni budaya telah tercermin utuh dari pasal demi pasal dalam RUU ini. Termasuk proses penyengsoran. Sejalan dengan semangat demokratisasi dan penghormatan terhadap HAM,
mekanisme penyengsoran dilakukan dengan prinsip persuasif-dialogis
dengan para pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman. Kendati LSF memiliki otoritas untuk memotong atau menggunting film
yang dianggap tidak layak untuk dipertunjukkan di depan khalayak
um um.
Sdr. Pimpinan, anggota dan para Menteri yang kami hormati
RUU ini juga mengatur hak dan kewajiban masyarakat, insan perfilman, pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman secara
proporsional. RUU ini juga mengatur kewajiban pemerintah dan
pemerintah daerah yang berkaitan dengan rencana induk perfilman termasuk kewajiban pemerintah membiayai dan memberikan keringanan
pajak.
Peran aktif dan partisipasi masyarakat pun didorong, terutama dalam hal apresiasi, promosi dan litbang perfilman yang dilaksanakan melalui Badan Perfilman Indonesia yang berasal dari kelompok swasta mandiri.
Dalam hal pengusahaan film, RUU ini memberikan kesempatan yang
luas kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berusaha dalam bidang
perfilman mulai dari tahap pembuatan film, jasa teknik film, pengedaran
film, pertunjukan film, penjualan dan penyewaan film, apresiasi film,
sampai dengan pengarsipan film. Untuk lebih mendorong berkembangnya perfilman nasional maka RUU ini juga melarang para pelaku usaha perfilman melakukan praktik monopoli dan bentuk
persaingan usaha tidak sehat lainnya.
Sdr. Pimpinan, anggota dan para Menteri yang kami hormati Untuk meningkatkan kompetensi bagi insan perfilman, RUU ini
mengamanatkan perlunya dibentuk sentra pendidikan perfilman yang nantinya menjadi candradimuka bagi pusat pendidikan bagi seluruh masyarakat perfilman. Untuk mengapresiasi usaha dan kegiatan perfilman pemerintah dan pemerintah daerah wajibk memberikan
penghargaan bagi film-film yang meraih prestasi nasional dan/atau
intemasional.
Saudara Pimpinan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Menteri Komunikasi dan Informasi dan Menteri Hukum dan HAM RI, serta para Anggota Komisi X yang kami hormati.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka dengan
mengucapkan bismillahirrahmanirrahiim, Fraksi Partai Bintang
Reformasi menvetului Rancanean Undane-undane tentane Perfilman
keputusan tingkat kedua menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR RI.
Demikianlah pendapat Fraksi Partai Bintang Reformasi DPR RI. Semoga Allah SWT meridhoi amal ibadah kita dan senantiasa melimpahkan
rahmat kepada hamba-Nya yang setiap saat bertawakkal kepada-Nya.
Billahit Taufik Wal hidayah Wassalamu 'alaikum Wr. Wb
PIMPINAN FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI DEWANPERWAKILANRAKYATRI
Jakarta, 7 September 2009
FRAKSIPARTAIDAMAISEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Sekretariat: MPR I OPR - RI, NUSANTARA I, LANTAI XXll, RUANG 2225 3 JL. JENO.GATOT SUBROTO. SENAYAN JAKARTA 10270
TELP. (021) 5755993. 575 5957 FAX : 575 5992
PANDANGAN MINI
FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG USUL INISIATIF KOMIS! X DPR-RI
Disampalkan Oleh
Nomor Anggota
Vang Terhormat:
TENTANG
PERPIFILMAN
MENJADI RUU DPR-RI
: Ors. Arisman Zagoto
:A-409
"Assalamualaikum Warahmatullahl Wabarakatuh Salam Damal Sejahtera Bagi Kita Semua, Shalom!"
Sdr. Plmplnan dan anggota Komlsl X DPR·RI
Sdr. Menterl Kebudayaan dan Parlwlsata RI
Sdr. Menterl Komunlkasi dan lnformatlka RI
Sdr. Menter! Hukum dan HAM RI
Hadlrln yang Berbahaala
Pertama marilah klta mengucapkan puji syukur ke Hadirat Tuhan Vang Maha Esa, atas kasih dan
KarunlaNya, sehingga hari inl kita dapat berkumpul kembali dalam Rapat Parlpurna untuk
mendengarkan Pandangan Mini Fraksi-Fraksi dan pengambilan keputusan terhadap RUU Usul
lnislatlf Komisi X DPR RI tentang Perfilman.
Substansial RUU Perfilman inl di masa depan memang sudah menjadi sebuah kebutuhan, yang
menempatkan keberadaan film di negeri ini sebagai salah aspek penting dan strategis bagi
kemajuan dan pelestarian budaya bangsa, dengan system nllai dan kaidah sinematografi yang
tidak bertentangan dengan Ideology Pancaslla.
Fraksl Partal Damai Sejahtera DPR-RI pada dasarnya memahami substansl dan kebutuhan dari
Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut. Meskipun ada pandangan yang mencoba
menaflkannya, namun dalam konteks ini Fraksi Partai Damal Sejahtera melihat banyak kemajuan
yang sangat berarti, yang diharapkan mampu mendukung pengembangan dan kemajuan
perfilman Indonesia di masa depan. Adapun pandangan tersebut adalah:
1. Pemberdayaan dan Partlslpasl masyarakat sebagal wujud peran civil society yang lebih
terbuka, melalui pembentukan Sadan Perfllman Indonesia (BPI), sehlngga lnsan
Perfllman dan masyarakat umum dapat melakukan apresiasl yang leblh nyata,
demokratis, menghargai hak azasi dalam menumbuhkan secara luas karya-karya
perfilman naslonal yang berkualitas.
2. RUU ini menganut pemahaman Antimonopoli. Peredaran film balk yang berasai dari luar
negeri, maupun film-film nasional, selama ini terasa diskriminatif. Akibatnya
pertumbuhan industri bioskop terkesan dimonopoli oleh kelompok tertentu.
Hanya bioskop yang bermodal besar yang mampu bertahan, sedangkan lalnnya tergusur
secara perlahan. Begitu pula peredanan film-film impor yang terasa lebih
"dianakemaskan", dan kerap mendapat tempat lebih balk daripada film-film Indonesia.
3. RUU ini telah memberi kebebasan berkreasi, berinovasi, dengan tetap menjunjung
tinggi nilai; agama, etika moral, budaya bangsa, serta melindungi masyarakat dari
pengaruh negatif, melalui pencantuman golongan usia penonton film.
4. Mengatur tata edar film yang berkeadilan. Menegaskan peran, hak dan tanggung jawab
para pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman, melindungi hak para insan
perfilman dalam negeri, melindungi dan mendorong perfilman Indonesia, memudahkan
birokrasi perizinan, dan penegakan hukum melalui sanksi administrasi maupun pidana.
5. Peran Lembaga Sensor Film (LSF), yang lebih transparan, dialogis dan menjungjung
tinggi penllaian yang obyektif, dengan melibatkan bantuan kalangan tenaga professional
di bidang sensor film, untuk memberi harapan baru dalam efektlfitas klnerja lembaga
tersebut. Untuk menjaga independensi, akurasi penelltian materi film yang adil, maka
Fraksi Partai Damai Sejahtera mengusulkan agar dalam seleksi anggota LSF, tetap
memperhatikan unsur keberagaman agama, disiplln ilmu dan wawasan perfilman.
Saudara Plmpinan dan Hadlrf n yang Kami Hormatl
6. Satu kemajuan yang patut dicatat melalui RUU ini yaltu; penegasan Kewajlban, Tugas,
dan Wewenang Pemerintah Pusat dan pemerintah Oaerah, merupakan nafas baru bagi
eksistensi kehidupan perfilman Indonesia yang aktif. Memfasilltasi pengembangan
kompetensi insan perfilman, Memfasilitasi pengembangan ilmu pengetahuan dan
pengembangan teknologi perfilman, Memfasilitasi pembuatan film bagi pemenuhan
ketersediaan film Indonesia, serta secara khusus kewajiban Pemerintah Daerah untuk
memfasilitasl pembuatan film dokumenter warisan budaya bangsa yang berasal dari
daerah. Oemikian pula RUU lnl telah membuka dan mendukung ruang peran serta
masyarakat melalul komitmen hibah bantuan dana yang bersumber darl APBN dan
APBD, juga memberikan penghargaan profesi nasional an lnternaslonal, untuk
menjunjung tlnggl harkat dan martabat film Indonesia.
7. Satu hal yang membedakan RUU ini dengan UU sebelumnya· adalah, melalul RUU
Perfilman ini mengupayakan, menjaga proporsi film impor dan film Indonesia, serta
memberi wewenang kepada Pemerintah untuk tetap membuka kesempatan yang balk
kepada film impor, tetapi mencegah masuknya film-film impor yang berpengaruh
negatif. Terhadap nllai-nilai agama, etika, moral kesusilaan dan budaya bangsa. Untuk
pencegahan ini FPOS menegaskan agar pemerintah jangan ragu melaksanakan
kewenangan, serta jangan tunduk kepada tekanan kepentingan manapun, termasuk
pihak asing, karena RUU ini bertujuan mendorong kemajuan perfilman yang berbasis
karya seni budaya bangsa , dan bukan sekedar industrialisasi dan eksploitasi budaya
yang berorientasi pada kepentingan niaga semata.
8. Penerapan sanksi yang keras dan tegas, baik secara administratif maupun pidana,
merupakan baglan yang tak terpisahkan, sehingga dalam penerpannya kelak mampu
memberlkan perlindungan hukum bagi setiap pihak yang terllbat dalam dunia perfilman
Indonesia. Begitu pula terhadap kemudahan pemberlan izin usaha, yang tanpa dipungut
biaya. Batasan waktu pengurusan izln yang jelas merupakan kemajuan penting bagi
reformasi birokrasi perizinan, yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan
perfilman Indonesia ke arah yang lebih baik.
Saudara Plmplnan dan Hadlrln yang Kami Hormati
Telah tiba saatnya Perfilman Indonesia memerlukan landasan hukum yang jelas dan tegas.
Semua itu tentunya demi kemajuan dunia perfilman Indonesia sendirl. Keterlibatan setiap
kalangan, balk Pemerintah Pusat, pemerlntah Daerah, Lembaga sensor Film, Sadan Perfilman
Indonesia, insan perfilman, pelaku kegiatan dan usaha perfilman, serta seluruh lapisan
masyarakat, menjadi modal utama untuk memajukan perfilman nasional, sehingga dapat
terangkat, dan menjadi "Tuan Di Negeri Sendiri".
Dalam konteks ini, secara tulus Fraksi Partai Damai Sejahtera DPR RI mengucapkan terima kasih
kepada Pemerintah, Teman·teman Anggota Panja RUU Perfilman, serta semua pihak DPR RI
yang telah memberlkan masukan serta sumbangsih pemlkiran melalul fraksi-fraksi di DPR RI,
serta menghargai perbedaan pandangan yang memperkaya khasanah RUU ini. Berkat kerja
keras yang serius, penuh dedlkasl, serta kompak .memelihara komitmen bersama, yang semata
mata untuk memberikan bobot dan kualitas dalam RUU tentang perfilman lnl.
Atas dasar pandangan di atas, maka Fraksi Partai Damai Sejahtera DPR RI, pada haklkatnya
SETUJU RUU Usul lnisiatif Komlsi X DPR RI, tentang Perfilman, disahkan menjadl UU pada Sidang
Paripurna DPR RI.
Saudara Pimpinan dan Hadirln yang Kami Hormatl,
Demikian Pandangan Mini Fraksl Partai Damal Sejahtera DPR RI ini kami sampaikan. Kiranya
Tuhan Vang Maha Esa, senantlasi memberkatl kita semua.
Dama/ Negerlku, Sejahtera Bangsaku.
PIMPINAN
No. Anggota A-413 No. Anggota A-415