Vol. 2(4) November 2018, pp. 843-854
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online)
843
PEMBERHENTIAN PARA KEUCHIK DAN PENGANGKATAN KEMBALI DI
KECAMATAN DARUL IMARAH KABUPATEN ACEH BESAR
Shella Namira Wardia
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Zahratul Idami
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Abstrak - Pasal 43 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan Dan Pemberhentian
Keuchik di Aceh menyebutkan bahwa Keuchik berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, dan
diberhentikan, selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa Keuchik dapat diberhentikan karena berakhir masa
jabatan, tidak dapat melaksanakan tugas berkelanjutan selama 6 bulan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Keuchik, melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban Keuchik dan melanggar larangan
Keuchik. Di Kecamatan Darul Imarah telah diberhentikan Keuchik pada tahun 2016 dan kemudian di angkat
kembali tahun 2017. Hal ini yang ingin dikaji lebih lanjut. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini
dilakukan penelitian yuridis dan emperis. Pelitian hukum yuridis berarti hukum dilihat sebagai norma (das
sollen), yang menggunakan bahan-bahan hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Penelitian
hukum empiris berarti penelitian yang melihat hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual
behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Faktor
Pemberhentian Para Keuchik di Kecamatan Darul Imarah tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan didalam
Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemilihan Dan Pemberhentian Keuchik
di Aceh hal ini dikarenakan Surat Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 141/21/K/PD/2016 Tentang
Pemberhentian Keuchik dan Pengangkatan Penjabat Keuchik di wilayah Kecamatan Darul Imarah dikeluarkan
hanya berdasarkan Kepada Surat Permohana Para Keuchik agar Wilayah Kecamatan Darul Imarah dapat
Bergabung Ke Kota Banda Aceh. Faktor Pengangkatan Kembali Para Keuchik yaitu Peraturan Bupati serta
keputusan Bupati, jadi para Keuchik diangkat kembali berdasarkan keputusan dan hak Bupati. Disarankan
Kepada Bupati Aceh Besar dan Para Keuchik Kecamatan Darul Imarah agar dapat menyelesaikan permasalahan
secara musyawarah dan tidak secara emosi, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam bertindak atas wewenang
yang berlaku.
Kata Kunci : Pemberhentian, Keuchik, Pengangkatan Kembali, Aceh Besar.
Abstract - Article 43 paragraph (1) Qanun Aceh number 4 of 2009 regarding the procedures for the election
and dismissal of the Keuchik in Aceh, mentioning that the Keuchik stopped because he passed away, own
request, and dismissed, Then paragraph (2) states that the Keuchik can be dismissed due to termination of his
term of office, unable to carry out continuous duties for 6 months, no longer qualify as Keuchik, violate oaths or
appointments, not carry out obligations of the Keuchik and violate the prohibition of Keuchik. In the Darul
Imarah sub-district, the Keuchik was dismissed in 2016 and was reappointed in 2017. This is what to be studied
further. The purpose of this thesis is to explain the factors of dismissal of Keuchik in the sub-districts of Darul
Imarah in Aceh Besar Regency and the factor of re-appointment of Keuchik in Darul Imarah sub-district after
the change of the new regent of Aceh District in practice. To obtain data in this thesis, juridical and empirical
research was conducted. Juridical legal research means that the law is seen as a Das Sollen, which uses legal
materials both written and unwritten law. Empirical legal research means research that looks at the law
conceptualized as actual behavior as an unwritten social phenomenon. Based on the results of the study it was
found that the dismissal of Keuchik in Darul Imarah sub-district was not in accordance with the rules stipulated
in the Aceh Qanun number 4 of 2009 regarding the procedures for the election and dismissal of the Keuchik in
Aceh. This is because the decision of the Regent of Aceh Besar number 14/21/K/PD/2016 concerning the
dismissal of the Keuchik and the appointment of Keuchik officials in the sub-district of Darul Imarah was issued
only based on the letter of request from the Keuchik so that the sub-district of Darul Imarah could join the City
of Banda Aceh. The factor of the reappointment of the Keuchik, namely the Regent's regulations and the
Regent’s decision, so the Keuchik were reappointed based on the decision and rights of the Regent. It was
suggested to the Regent of Aceh Besar and the Keuchik of The Darul Imarah sub-district to be able to resolve
the problem in consultation and not emotionally, so that there was no mistake in acting on the prevailing
authority.
Keywords : Dismissal, Keuchik, Reelected, Banda Aceh.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 844
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
PENDAHULUAN
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi
dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten
dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang.
Selanjutnya pasal 18 ayat (6) juga menyatakan Pemerintah Daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan. Selanjutnya pasal 18 ayat (7) juga menjelaskan bahwa susunan dan tata cara
penyelenggaraan Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang.
Berdasarkan peraturan tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berwenang
membuat Peraturan Daerah/Qanun guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas
pembantuan. Hal ini sesuai dengan dikemukakan oleh Stahl yaitu salah satu unsur dari
Negara Hukum adalah dalam menjalankan tugasnya pemerintah harus didasarkan pada
undang-undang (wetmatigbestuur), sehingga konsep negara hukum atau negara berdasarkan
atas Hukum (rechtsstaat atau the rule of law) mengandung prinsip legalitas.1 Prinsip legalitas
merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan.2 Prinsip legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi
dan gagasan negara hukum (het democratish ideal en het rechtsstaats ideal), secara teoritis
dan yuridis asas legalitas dapat diperoleh oleh pejabat administrasi melalui atributif
(legislator).3
Salah satu daerah di Indonesia yang menjalankan prinsip legalitas yang mengacu pada
otonomi adalah Provinsi Aceh, hal ini dapat dilihat dengan disahkannya Qanun Aceh Nomor
4 Tahun 2009 tentang Tata Cara pemilihan dan Pemberhentian Keuchik di Aceh.
Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik Di Aceh menyebutkan bahwa Keuchik adalah
pimpinan suatu Gampong yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan urusan
rumah tangga sendiri. Keuchik sebagai pimpinan suatu Gampong hanya dapat diberhentikan
apabila telah melakukan perbuatan yang jelas melanggar ketentuan hukum, ada berbagai
syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memberhentikan keuchik sebagai pimpinan
Gampong.
1 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 37 2 Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke 6, 2011, hlm. 94 3 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke 8, 2013, hlm, 87
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 845
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
Pasal 39 dan Pasal 43 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik yaitu:
Pasal 39 (Tentang Pemilihan Keuchik)
1. Pelantikan Keuchik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk dilaksanakan
paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya keputusan Bupati/Walikota
tentang pengesahan Keuchik terpilih.
2. Dalam hal pelantikan Keuchik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
terlaksana dapat ditunda paling lam 3 (tiga) bulan.
3. Serah terima jabatan Keuchik dilaksanakan oleh Tuha peut dengan
menandatangani berita acara serah terima jabatan yang disaksikan oleh mukim
dan camat atau pej abat lain yang ditunjuk.
Pasal 43 (Tentang Pemberhenyian Keuchik)
1. Keuchik berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Permintaan sendiri, atau
c. Diberhentikan
2. Keuchik diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. Berakhir masa jabatan dan telah dilantik Keuchik yang baru
b. Tidak dapat melaksanakan tugas berkelanjutan atau berhalangan tetap selama
6(enam) bulan.
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Keuchik
d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan
e. Tidak melaksanakan kewajiban Keuchik, dan
f. Melanggar larangan bagi Keuchik
3. Keuchik dapat diberhentikan karena melakukan perbuatan kolusi, korupsi,
nepotisme, maisir, khalwat, dan minum khamar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Salah satu daerah di Provinsi Aceh yaitu Kabupaten Aceh Besar juga mempunyai
peraturan tersendiri yang mengatur mengenai pemerintahan Gampong yaitu dengan
disahkannya Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan
Gampong, yang menyatakan bahwa “Pengaturan tentang pemilihan, pengangkatan dan
pemberhentian Keuchik berpedoman pada Qanun Aceh.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 846
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
Berdasarkan hal tersebut, maka pasal 39 dan Pasal 43 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun
2009 Tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik di Aceh.
Pasal 39 (Tentang Pemilihan Keuchik)
4. Pelantikan Keuchik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk dilaksanakan
paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya keputusan Bupati/Walikota
tentang pengesahan Keuchik terpilih.
5. Dalam hal pelantikan Keuchik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
terlaksana dapat ditunda paling lam 3 (tiga) bulan.
6. Serah terima jabatan Keuchik dilaksanakan oleh Tuha peut dengan
menandatangani berita acara serah terima jabatan yang disaksikan oleh mukim
dan camat atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pasal 43 (Tentang Pemberhenyian Keuchik)
4. Keuchik berhenti karena:
d. Meninggal dunia
e. Permintaan sendiri, atau
f. Diberhentikan
5. Keuchik diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
g. Berakhir masa jabatan dan telah dilantik Keuchik yang baru
h. Tidak dapat melaksanakan tugas berkelanjutan atau berhalangan tetap selama
6(enam) bulan.
i. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Keuchik
j. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan
k. Tidak melaksanakan kewajiban Keuchik, dan
l. Melanggar larangan bagi Keuchik
6. Keuchik dapat diberhentikan karena melakukan perbuatan kolusi, korupsi,
nepotisme, maisir, khalwat, dan minum khamar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan data awal yang diperoleh bahwa di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten
Aceh Besar telah dilakukannya Pemberhentian dan Pengangkatan Kembali sebelum habisnya
masa jabatan. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Kabupaten Aceh
Besar Nomor 141/21/K/PD/2016 tentang Pemberhentian Keuchik dan Pengangkatan Penjabat
Keuchik dalam Wilayah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar diterbitkan oleh
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 847
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
Bupati pada tanggal 17 September 2016. Pemberhentian tersebut diberitahukan melalui Ketua
Forum Keuchik Kecamatan Darul Imarah menerima surat keputusan tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah dilandasi di atas, maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa faktor pemberhentian Keuchik di Kecamatan Darul imarah oleh Bupati Kabupaten
Aceh Besar ?
2. Bagaimanakah faktor pengangkatan kembali para Keuchik di Kecamatan Darul Imarah
setelah pergantian Bupati baru Kabupaten Aceh Besar dalam praktek ?
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini adalah penelitian
yuridis empiris. Penelitian hukum yuridis berarti hukum dilihat sebagai norma (das sollen),
yang menggunakan bahan-bahan hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Penelitian hukum empiris berarti penelitian yang melihat hukum yang dikonsepkan sebagai
perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis.4 Dalam
penelitian yuridis empiris data yang dipergunakan adalah data sekunder dan data primer.
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan
mempelajari buku-buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel,
tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Sedangkan penelitian
lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara dengan
responden dan informan. Data yang telah terkumpul dari penelitian kepustakaan dan
wawancara selanjutnya ditabulasikan dan disusun sesuai dengan kapasitasnya. Analisis
terhadap data yang telah tersusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Teori Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong
Pemerintahan dalam pengertian yang sempit ialah segala aktifitas, tugas, fumgsi dan
kewajiban yang dijalankan oleh lembaga yang berwenang mengelola dan mengatur jalannya
sistem pemerintahan negara untuk mencapai tujuan negara. Penyelenggaraan pemerintahan
yang didasarkan pada asas legalitas berarti didasarka pada undang-undang (hukum tertulis).5
4http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122812-PK%20IV%202105.8215-Analisis%20aspek-
Metodologi.pdf, Diakses Pada Tanggal 16 Maret 2017, Pukul 20.21 WIB. 5Ridwan, HR, Op. Cit., hlm. 94
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 848
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
Gampong adalah kesatuan masyarakat Hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung berada dibawah mukim atau nama lain yang menempati
wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak melaksanakan
rumah tangganya sendiri.6
Berdasarkan Pasal 18 Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor : 11 Tahun 2009 Tentang
Pemerintahan Gampong ada beberapa asas dalam penyelenggaraan pemerintahan Gampong
yaitu:
a. asas ke-Islaman
b. asas kepastian hukum
c. asas tertib penyelenggara pemerintahan
d. asas tertib kepentingan umum
e. asas keterbukaan
f. asas demokrasi
g. asas pemberdayaan masyarakat
h. asas profesionalitas
i. asas akuntabilitas
j. asas efisiensi
k. asas efektivitas
l. Asas Keadilan
2. Hak dan Kewajiban Keuchik dalam Regulasi
a. Hak Keuchik
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik seseorang dan penggunaannya
tergantung individu tersebut.7 Berdasarkan pasal 21 ayat (4) Qanun Kabupaten Aceh Besar
Nomor : 11 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Gampong, hak Keuchik adalah:
a. Mengangkat dan menetapkan perangkat gampong lainnya;
b. Mengajukan rancangan Qanun Gampong;
c. Mengelola keuangan gampong sesuai dengan peraturan yang berlaku;
d. Menerima penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan lainnya;
e. Menetapkan pejabat pengelola keuangan gampong;
6http://keGampong.id/id_ID/wiki/penyelenggaraan-pemerintahan-Gampong-dan-peraturan-Gampong/,
Diakses Pada Tanggal 11 Agustus 2018, Pukul 21.55 WIB. 7http://www.langkahpembelajaran.com/2015/02/makna-pengertian-hak-dan-kewajiban.html, Diakses
Pada Tanggal 11 Agustus 2018, Pukul 22.03 WIB
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 849
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
f. Melimpahkan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat gampong.
b. Kewajiban Keuchik
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.8
Berdasarkan pasal 21 ayat (4) Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor : 11 Tahun 2009
Tentang Pemerintahan Gampong, hak Keuchik adalah:
a. Melaksanakan syariat Islam, memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan kehidupan demokrasi;
f. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan gampong yang bersih dan bebas dari Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme;
g. Menjalin hubungan kerja yang baik dengan seluruh mitra kerja;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan gampong yang baik;
i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan;
j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan gampong;
k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di gampong;
l. Mengembangkan ekonomi gampong;
m. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan gampong;
n. Membina dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
o. Memberdayakan masyarakat, lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat di gampong;
p. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;
c. Pemberhentian Keuchik Menurut Peraturan Perundang-undangan.
Pada prinsipnya dasar pemberhentian Keuchik dapat dilakukan pada masa jabatan
atau pada akhir masa jabatan. Pemberhentian sering disebut dengan istilah impeachment
berasal dari kata to impeach yang berarti meminta pertanggungjawaban. Charles L. Black
menyatakan bahwa “strictly speaking impeachment means accusating or charge” ( kata
8Ibid.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 850
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
impeachment dalam bahasa indonesia dapat dialih bahasakan sebagai dakwaan atau
tuduhan).9
Seorang Pegawai Negeri dapat diberhentikan karena ia dijatuhi hukuman jabatan
dalam hal:10
a. Melalaikan kewajiban
b. Menjalankan pekerjaannya yang lain, tanpa izin dari pihak atasan
c. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang pekerja
yang bermartabat
d. Melanggar suatu ketentuan dalam Umdang-Undang
e. Terbukti melakukan penyelewengan atau pemberontakan terhadap pemerintah
atau negara
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Gampong,
Keuchik Gampong dilarang:
a. Merugikan kepentingan umum
b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak
lain dan/atau golongan tertentu
c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak dan/atau kewaibannya
d. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau masyarakat tertentu
Ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Gampong yaitu “Keuchik diberhentikan karena melanggar larangan sebagai Keuchik
Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan bahwa “Pemberhentian Keuchik ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota”.
d. Faktor Pemberhentian Keuchik Dalam Praktek
1. Bahwa tindakan para Keuchik untuk meminta bergabung dengan Kota Banda Aceh
merupakan tindakan yang dilakukan atas nama jabatan sebagai keuchik, hal ini
dapat dilihat pada pembubuhan tanda tangan dan stempel jabatan sebagai keuchik
masing-masing gampong, tindakan ini dikategorikan sebagai tindakan
maladministrasi. Maladministrasi secara umum adalah prilaku yang tidak wajar yang
dilakukan oleh pejabat publik, ketentuan Pasal 1 angka ke 3 Undang-Undang Nomor
9 Jimly Assiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2007,
hlm. 600 10M. Manullang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Citapustaka Media Perintis, Bandung: 2012, hlm.
203
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 851
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
37 Tahun 2008 tentang Ombudsman menjelaskan bahwa “pengertian
maladministrasi yaitu prilaku atau perbuatan melampaui wewenang, menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut.
2. Bahwa para Keuchik telah melampaui tugas dan fungsinya sebagai kepala
desa/keuchik dengan dalil melaksanakan aspirasi masyarakat untuk bergabung
dengan Kota Banda Aceh, tindakan para Keuchik ini selalu mengatasnamakan
aspirasi masyarakat yang merupakan fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) atau Tuha Peut. Permasalahannya adalah para anggota BPD/Tuha Peut tidak
pernah mengetahui ada aspirasi masyarakat gampong setempat terkait keinginan
untuk bergabung dengan Kota Banda Aceh, jajaran pemerintahan mukim, kecamatan
dan pemerintahan kabupaten tidak pernah mengetahui ada aspirasi masyarakat
tersebut, hal ini tidak pernah dibicarakan pada level musrenbang desa/gampong,
musrenbang kecamatan bahkan musrenbang kabupaten.
3. Bahwa ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
berbunyi, Kepala Desa dilarang:
a. merugikan kepentingan umum
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak
lain, dan/atau golongan tertentu
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat
tertentu
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa
dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya
g. menjadi pengurus partai politik
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan
Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang
ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 852
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan
kepala daerah
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturutturut tanpa alasan
yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
Berdasarkan Pasal 23 Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Pemerintahan Gampong, menyatakan bahwa Keuchik dilarang :
a. Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri sendiri,
anggota keluarga, kroni dan atau golongan tertentu;
b. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa
dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
c. Merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota Tuha Peuet, Lembaga
Kemasyarakatan di Gampong yang bersangkutan, Anggota DPRA, Anggota DPRK
dan jabatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan;
d. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan Presiden dan wakil
Presiden, pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, pemilihan Bupati dan wakil
Bupati serta pemilihan Walikota dan wakil Walikota;
e. Merugikan kepentingan umum;
f. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat;
g. Mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
h. Menyalahgunakan wewenang;
i. Menjadi pengurus dan atau anggota partai politik atau partai politik lokal;
j. Melanggar sumpah/janji jabatan;
k. Meninggalkan tugas selama 1 (satu) bulan berturut-turut tanpa alasan yang jelas.
l. Melanggar norma agama dan adat setempat
Berdasarkan Pasal 43 ayat (3) Qanun Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Pemilihan Dan Pemberhentian Keuchik di Aceh menyatakan bahwa selain pemberhentian
sebagaimna dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) Keuchik dapat dierhentikan karena
melakukan perbuatan kolusi, korupsi, nepotisme, maisir, dan minum khamar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dilihat dari penjelasan Pasal 43 ayat (3) Qanun Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Tata
Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik di Aceh tersebut, untuk dapat dinyatakan
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 853
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
Keuchik telah melakukan perbuatan kolusi, korupsi, nepotisme, maisir dan khamar maka
harus terdapat bukti yang konkret artinya Keuchik tersebut telah diperkarakan di hadapan
hukum dan telah ada putusan berkekuatan hukum tetap maka selanjutnya bupati/waikota baru
dapat memeberhentikan Keuchik yang bersangkutan.11
Berdasarkan penjelasan tersebut maka pemberhentian Keuchik di Kecamatan Darul
Imarah Kabupaten Aceh Besar dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Aceh
BesarNomor: 141/21/K/PD/2016 tentang Pemberhentian Keuchik dan Pengangkatan Penjabat
Keuchik Dalam Wilayah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2016
sampai dengan tahun 2017 tidak sesuai dengan yang diatur didalam Pasal 43 Qanun Nomor 4
Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik karena tidak
memenuhi ketiga unsur tersebut, hal ini dikarenakan Keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati
hanya mengacu Kepada Surat Permohana Para Keuchik agar Wilayah Kecamatan Darul
Imarah dapat Bergabung Ke Kota Banda Aceh.
Seharusnya sebelum mengeluarkan Keputusan yang dibuat oleh Para Keuchik,
Buapati haruslah menelaah lebih lanjut perihal tersebut sehingga dalam mengeluarkan
keputusan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
e. Faktor Pengangkatan Kembali Para Keuchik
1. Hak Bupati
Berdasarkan wawancara dengan Syarifuddin selaku Camat Kecamatan Darul Imarah
mengatakan setiap Bupati memeiliki hak dalam memberikan suatu Putusan demi
Kepentingan Daerahnya dan mengayomi masyarakat melalui pertanggungjawaban yang
diberikan kepada aparatur-aparatur Gampong yang bersangkutan dengan kawasannya
masing-masing.12
2. Pemecatan Tanpa persetujuan Tuha Peut
Karena dalam proses para Keuchik dinyatakan diberhentikan oleh Bupati tidak
terdapat kesalahan yang sangat fatal, setelah pergantian Bupati baru periode 2017-2022 para
Keuchik yang diberhentikan diangkat kembali, sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Aceh
Besar menyebutkan mencabut keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 141/21/K/PD/2016
11 http:/ kedesa.id/id_id/wiki/ PemberhentianKepalaDesaKedesa.html. Op. Cit. 12 Syarifuddin, Camat Di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, Wawancara Pada Hari Rabu
Tanggal 29 Agustus 2018, Pukul 11.27 WIB
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol.2, No.4 November 2018 854
Shella Namira Wardia, Zahratul Idami
Tentang Pemberhentian Keuchik dan Pengangkatan Penjabat Keuchik Dalam Wilayah
Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
KESIMPULAN
Pemberhentian Para Keuchik dan Pengangkatan Kembali di Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 141/21/K/PD/2016 tentang
Pemberhentian Keuchik dan Pengangkatan Penjabat Keuchik dalam Wilayah Kecamatan
Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar tertanggal 17 September 2016 telah melanggar
Peraturan Perundang-undangan atau Qanun yang berlaku dan tidak bertentangan azas-azas
Umum Pemerintahan yang Baik.
Faktor Pengangkatan Kembali Para Keuchik juga dilakukan atas penepatan janji
Bupati periode 2017-2022 pada masa kampanye terhadap para Keuchik dan Bupati Aceh
Besar mencabut keputusan tersebut, berdasarkan keputusan Bupati Aceh besar bahwa Para
Keuchik yang pernah diultimatum diberhentikan karena melakukan maladministrasi telah di
angkat kembali menjadi Keuchik di Gampongnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke 6, 2011
Jimly Assiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Buana Ilmu Populer,
2007.
M. Manullang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Citapustaka Media Perintis, Bandung:
2012.
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke 8, 2013.
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia , Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
2. Internet
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122812-PK%20IV%202105.8215-Analisis%20aspek-
Metodologi.pdf, Diakses Pada Tanggal 16 Maret 2017, Pukul 10.30 WIB.
http://keGampong.id/id_ID/wiki/penyelenggaraan-pemerintahan-Gampong-dan-peraturan-
Gampong/, Diakses Pada Tanggal 11 Agustus 2018, Pukul 21.55 WIB.
http://www.langkahpembelajaran.com/2015/02/makna-pengertian-hak-dan-kewajiban.html,
Diakses Pada Tanggal 11 Agustus 2018, Pukul 22.03 WIB