NIK PEMBUATAN KEPUTUSAZIN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
2016
NASKAH AKADEMIS PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BADUNG
KERJASAMA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
DENGAN
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG
i
NASKAH AKADEMIS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Badung Dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana
2016
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,
Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Badung dapat
diselesaikan, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kajian akademis ini disusun dalam kaitan dengan penyusunan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pembentukan Dan Susunan
Perangkat Daerah, dimana sebelumnya Susunan Perangkat Daerah di
Kabupaten Badung disusun berdasarkan Peraturan Daerah yang mengacu
pada Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007.
Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2006, dimana pembentukan dan susunan perangkat daerah disusun
berdasarkan PP No 18 Tahun 2016 dengan mempergunakan kriteria-
kriteria tertentu sehingga memperoleh nilai berupa skor, nilai skor tersebut
dipergunakan untuk menentukan tipe perangkat daerah yang boleh
dibentuk.
Melalui kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada
Bupati Badung dan Rektor Universitas Udayana yang telah memberi
kesempatan kepada Fakultas Hukum untuk membuat kajian. Disamping
itu ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Hukum
yang telah memberikan kepercayaan kepada tim peneliti untuk
mengerjakan Naskah Akademis Rancangan Peraturan Pembentukan
Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Badung.
Semoga kajian ini bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagai bahan
guna mendukung pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Badung.
Denpasar, 22 Agustus 2016
Tim Penyusun
iii
TIM PENELITI
No Nama
1 Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.MS 2 I Ketut Sudiarta, SH.MH
3 Ni Luh Gede Astariyani,SH.MH 4 Anak Agung Ari Atu Dewi, SH.MH 5 Cokorda Dalem Dahana, SH.MKn
iv
DAFTAR ISI
Judul .................................................................................................. i
Kata Pengantar .................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................... 4 C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik .............................................................................. 5
D. Metode .................................................................................. 5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ................................. 7
A. Kajian Teoritis Tentang Perangkat Daerah.............................. 7 B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan
Penyusunan Norma Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah. .................................................................................
14 C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan,Kondisi Yang Ada
Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat Berkaitan Dengan Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah .........
19 D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan
diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyrakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. ..................................................................................
38 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH ...............................................
39 A. Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan terkait
dengan kondisi hukum yang ada ...........................................
39 B. Keterkaitan Peraturan Daerah yang baru dengan Peraturan
Perundang-undangan lain .....................................................
43 C. Harmonisasi secara vertikal dan horizontal serta Status dari
Peraturan Daerah yang ada ...................................................
44 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS .................. 48
A. Landasan Filosofis ................................................................ 48 B. Landasan Sosiologis .............................................................. 56 C. Landasan Yuridis .................................................................. 62
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ..............
88
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan .......................................... 88 B. Ruang Lingkup ..................................................................... 88
BAB VI PENUTUP .................................................................................. 90 A. Simpulan .............................................................................. 90 B. Saran .................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92 LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH ......................................... 95
v
DAFTAR TABEL
Halm.
Tabel 1. Skor Urusan dan Tipe Perangkat Daerah. ........................... 12
Tabel 2. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Formal) Berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya. ...............................................
14
Tabel 3. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Materiil Berdasarkan Pasal 6 yat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan...................................
16
Tabel 4. Asas Pembentukan Perangkat Daerah Yang Bersifat Materiil
Berdasarkan Pasal 2 PP No18/206 dan Penjelasan ..............
18
Tabel 5. Kajian teoritik dan empirik terhadap Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Badung...............................................
20
Tabel 6. Kajian Teroritik dan Empirik terhadap Sekretariat Daerah Kabupaten Badung ..............................................................
21
Tabel 7. Perbandingan jumlah struktur organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Badung ..................................................
22
Tabel 8. Kajian teoritik dan empirik terhadap Sekretariat DPRD Kabupaten Badung ..............................................................
24
Tabel 9. Kajian teoritik dan emprik terhadap Inspektorat Kabupaten Badung.................................................................................
27
Tabel 10. Kajian teoritik dan empirik terhadap Dinas Daerah Kabupaten Badung ............................................................
30
Tabel 11. Kajian teoritik dan praktik empiris terhadap Badan Daerah Kabupaten Badung ..............................................................
33
Tabel 12. Kajian teoritik dan praktik empiris terhadap Kecamatan di Kabupaten Badung...............................................................
36
---------------------
1| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Berdsarkan Profil Kabupaten Badung Tahun 2015, tergambarkan
sekilas tentang organisasi dan perangkat daerah di Kabupaten Badung,
telah diatur mengikuti Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007(
selanjutnya ditulis PP 41/2007). Dalam PP 41/2007 diamantkan, penataan
organisasi dan perangkat daerah harus sudah dilaksanakan selambat-
lambatnya tanggal 23 Juli 2008, berajak dari amanat PP 41/2007 tersebut
maka ditetapkanlah Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor. 7 Tahun
2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Badung, dimana Susunan Organisasi Pemerintahan Kabupaten
Badung dikepalai oleh Bupati Badung/Wakil Bupati Badung.
Dengan diundankannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
(selanjutnya ditulis UU 23/2014) tentang Pemerintahan Daerah membawa
perubahan yang signifikan terhadap pembentukan Perangkat Daerah, yakni
dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran berdasarkan beban kerja
yang sesuai dengan kondisi nyata di masing-masing Daerah. Hal ini juga
sejalan dengan prinsip penataan organisasi Perangkat Daerah yang
rasional, proporsional, efektif, dan efisien.
Berdasarkan UU 23/2014 dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 (selanjutnya ditulis PP 18/2016), tentang
Perangkat Daerah ditentukan bahwa Pembentukan dan susunan Perangkat
Daerah ditetapkan dengan Perda. Lebih lanjut ditentukan pembentukan
Perangkat Daerah dilakukan berdasarkan asas:
a. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
b. intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah;
c. efisiensi;
d. efektivitas;
e. pembagian habis tugas;
f. rentang kendali;
2| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
g. tata kerja yang jelas; dan
h. fleksibilitas.
Asas pembentukan perangkat daerah sebagaimana ditentukan
dalam dua peraturan tersebut diatas, sejalan dengan salah satu misi
Kabupaten Badung bidang palemahan yakni :
a. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah.
b. Mewujudkan pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai
fungsi wilayahnya.
c. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Perangkat daerah yang ada sekarang ini perlu ditata disesuaikan
dengan PP 18/2016,dan visi misi Kabupaten Badung.Mengacu pada Profil
Kabupaten Badung Tahun 2015, organisasi perangkat daerah di Kabupaten
Badung yang sudah berjalan selama ini tergambarkan sebagai berikut1:
Pusat Pemerintahan berada di Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung Mangupraja Mandala Jalan Raya Sempidi-Mengwi. Seluruh
Dinas (SKPD) pelaksana jalannya pemerintahan berada dalam satu kawasan terpadu, sehingga pelaksanaan roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berada dalam satu Kawasan bersama
Sekretaris Daerah Kabupaten Badung selaku Kepala Sekretariat Daerah. Sekretaris Daerah dibantu oleh tiga asisten yang
bertanggung jawab terhadap tugas di bidangnya masing-masing yang juga dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh beberapa Kepala Bagian.
Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Badung yang terdiri dari: a. Sekretaris Daerah; b. Inspektorat;
c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan;
d. Dinas Daerah terdiri dari:
1. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga; 2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja; 4. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; 5. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
6. Dinas Kebudayaan; 7. Dinas Pariwisata;
8. Dinas Bina Marga dan Pengairan; 9. Dinas Cipta Karya; 10. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan;
1Buku Profil Kabupaten Badung Tahun 2015, halaman II 29-II 31.
3| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
11. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; 12. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan;
13. Dinas Pendapatan/Pasedahan Agung; 14. Dinas Kebersihan dan Pertamanan;
e. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari: 1. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat; 2. Badan Lingkungan Hidup;
3. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemerintahan Desa; 4. Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera; 5. Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan, dan Pelatihan;
6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD); 7. Satuan Polisi Pamong Praja;
8. Kantor Perpustakaan Daerah; 9. Kantor Arsip Daerah; 10. Kantor Pemberdayaan Perempuan;
11. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) f. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
g. Staf Ahli terdiri dari: 1. Bidang Hukum dan Politik; 2. Bidang Pemerintahan;
3. Bidang Pembangunan; 4. Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia; 5. Bidang Ekonomi dan Keuangan;
h. Kecamatan terdiri dari: 1. Kecamatan Petang;
2. Kecamatan Abiansemal; 3. Kecamatan Mengwi; 4. Kecamatan Kuta Utara;
5. Kecamatan Kuta; 6. Kecamatan Kuta Selatan;
i. Kelurahan terdiri dari:
1. Kelurahan Sempidi; 2. Kelurahan Lukluk;
3. Kelurahan Kapal; 4. Kelurahan Abianbase; 5. Kelurahan Sading;
6. Kelurahan Kerobokan; 7. Kelurahan Kerobokan Kaja;
8. Kelurahan Kerobokan Kelod; 9. Kelurahan Tuban; 10. Kelurahan Kedonganan;
11. Kelurahan Kuta; 12. Kelurahan Legian; 13. Kelurahan Seminyak;
14. Kelurahan Benoa; 15. Kelurahan Tanjung Benoa;
16. Kelurahan Jimbaran. Sebagaimana telah disampaikan pada uraian diatas, maka
organisasi perangkat daerah Kabupaten Badung yang didasarkan pada PP
4| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
41/2007 dan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 7 Tahun
2008,sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2016 tentang Perangkat Daerah maka terdapat beberapa perubahan dan
penyesuaian terhadap Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
sehingga perlu dilakukannya perubahan.Selain itu PP Nomor 41 Tahun
2007 yang hingga saat ini mengatur pembentukan organisasi perangkat
daerah dianggap belum cukup memberikan pedoman menyeluruh bagi
penyusunan dan pengendalian organisasi perangkat daerah yang
menangani seluruh urusan pemerintahan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan
diatas, identifikasi masalah pada kajian ini dirumuskan pada 3 (tiga)
pokok masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Permasalahan hukum apakah yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah?.
2.Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan
filosofis,sosiologis dan yuridis dari pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang pembentukan dan
susunan perangkat daerah?
3. Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Badung tentang pembentukan dan susunan
perangkat daerah?
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan
di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
5| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah.
2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah.
3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pembentukan Dan
Susunan Perangkat Daerah.
Adapun kegunaan penyusunan naskah akademik adalah sebagai
acuan penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Badung tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah.
D. Metode
Penyusunan naskah akademik ini pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan penelitian hukum. Metode yang digunakan dalam penyusunan
naskah akademik berbasiskan metode penelitian hukum.2
2 Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU 12/2012), prihal Teknik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undan-Undang, Rancangan Peratuan Daerah Provinsi, dan
Rancangan Peratuan Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam Lampiran I itu selanjunya dikemukakan, bahwa penelitian hukum dapat
dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Metode yuridis
empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan
Perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum
lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat
dengar pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali
dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan
kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh
terhadap Peraturan Perundang-undangan yang diteliti.
Jadi, pembentuk UU 12/2012 menyamakan metode yuridis empiris dengan sosiolegal.
Bersebrangan dengan itu, Soelistyowati Irianto mengemukakan, “Dalam rangka luasnya
ruang metodologi yang dapat dimasuki oleh studi sosiolegal, tidak tepat untuk mereduksi penelitian sosiolegal sebagai penelitian hukum empiris”. Penelitian hukum empiris adalah
suatu ranah penelitian hukum yang biasanya diasosiasikan dengan studi lapangan untuk
mengetahui bagaimana hukum bekerja dan beroperasi dalam masyarakat. Soelistyowati
6| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian
penyusunan naskah akademik ini melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Melakukan studi tekstual, yakni menganalisis teks hukum yaitu
pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan
publik (kebijakan negara) dijelaskan makna dan implikasinya
terhadap subjek dan obyek hukum yang terkait dengan
pembentukan dan susunan perangkat daerah.
2. Melakukan studi kontekstual, yakni mengaitkan dengan konteks saat
peraturan perundang-undangan itu dibuat ataupun ditafsirkan
dalam rangka pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah.
Intinya, metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian
penyusunan naskah akademik ini berada dalam paradigma interpretivisme
terkait dengan hermeneutika hukum.3 Hermeneutika hukum pada intinya
adalah metode interpretasi atas teks hukum, yang menampilkan 2 (dua)
segi tersurat yakni bunyi teks hukum dan segi tersirat yakni yang
merupakan gagasan yang ada di belakang teks hukum itu.
Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang
makna teks hukum itu perlu memahami gagasan yang melatari
pembentukan teks hukum dan wawasan konteks kekinian saat teks hukum
itu diterapkan atau ditafsirkan. Kebenaran dalam ilmu hukum merupakan
kebenaran intersubjektivitas, oleh karena itu penting melakukan konfirmasi
dan konfrontasi dengan teori, konsep, dan pemikiran para sarjana yang
mempunyai otoritas di bidang keilmuannya berkenaan dengan tematik
penelitian penyusunan naskah aAkademik ini.4
Irianto, “Memperkenalkan Studi Sosiolegal dan Implikasi Metodologisnya”, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, eds., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm. 173-190 (177). 3 Lihat Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan Studi Sosiolegal …”, Ibid., hlm. 181. 4 Diadaptasi dari Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum dalam
Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang,
2012, hlm. 17-18.
7| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian TeoritisPerangkat Daerah.
Kajian teoritis lasimnya merujuk ketentuan peraturan perundang-
undanganpada dan pandangan para ahli, artinya ketika didalam ketentuan
peraturan perundangan yang masih berlaku tidak ditemukan difinisi,
konsep-konsep hukum tentang yang dikaji, maka kajian diteruskan
menelusuri pandangan para ahli, sehingga menemukan difinisi, konsep-
konsep hukum yang nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan untuk
menyusun pengertian-pengertian yang dituangkan dalam draft rancangan
peraturan daerah yang akan dibentuk.
Pengertian, susunan dan tugas dari perangkat derah yang akan
dibentuk sudah sangat jelas sekali diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Beberapa ketentuan dari PP No 18 Tahun 2016 setelah dilakukan
penelusuran dapat dipergunakan sebagai rujukan atau batasan-batasan
guna memperoleh pengertian dari perangkat daerah seperti yang ditentukan
dalambeberapa ketentuan pasal-pasalnya seperti:
1. Pasal 1 angka 3 menentukan sebagai berikut:
“Perangkat Daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu bupati/wali kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota”. Difinisi tentang perangkat daerah ini nantinya dapat
dipergunakan dalam menentukan batasan atau difinisi tentang
Perangkat Daerah Kabupaten Badung. Rumusan Pasal 1 angka 3
diatas jika diterapkan, paling tidak akan didapat pengertian
Hermeneutika tersebut di atas merupakan modifikasi 2 (dua) orientasi hermeneutika.
Pertama, Schleiermacher dan Dilthley menarik penafsir (interpreter) ke dalam zaman teks.
Gadamer justru menarik teks ke zaman penafsirnya. Dengan perkataan lain, hermeneutika
intensionalisme, dituntut memahami teks sebagaimana yang dikehendaki oleh penulis aslinya. Sebaliknya, hermeneutika dialogis Gadamer terjadi dialog antara penafsir dan teks
dalam situasi zamannya dan kemampuannya untuk memaknai teks atas dasar tanda-tanda yang terdapat dalam teks itu sendiri. H. Mudjia Raharjo, Dasar-Dasar Hermeneutika Antara Intensionalisme dan Gadamerian, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, hlm. 89-94.
8| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
rumusan perangkat daerah untuk Kabupaten Badung yakni
Perangkat daerah kabupatenadalah unsur pembantu bupati dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah kabupaten.
2. Pasal 5 ayat (2) menentukan “Perangkat Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. sektretariat Daerah b. sekretariat DPRD c. inspektorat
d. dinas e. badan;dan
f. kecamatan Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 29 PP No 18 Tahun
2016, maka diperoleh beberapa batasan tentangSekretariat
Daerah yakni Sekretariat Daerah merupakan unsur staf,
dipimpin oleh Sekretaris Daerah kabupaten/kota dan
bertanggung jawab kepada bupati/wali kota.
Jika batasan-batasan diatas dipergunakan sebagai
pedoman dalam perumsan batasan tentang sekretariat daerah,
maka Sekretariat Daerah yang dimaksudkan disini yakni
Sekretariat Daerah Kabupaten Badung yang merupakan unsur
staf dipimpin olehSekretaris Daerah Kabupaten Badungdan
bertanggung jawab kepada Bupati Badung.
Selanjutnya batasan tentang Sekretariat DPRD
Kabupaten/Kota, dengan merujuk ketentuan Pasal 31 PP No 18
Tahun 2016, ditentukan batasan-batasannya Sekretariat
DPRD kabupaten/kota merupakan unsur pelayanan
administrasi dan pemberian dukungan terhadap tugas dan
fungsi DPRD kabupaten/kota. Dipimpin oleh sekretaris DPRD
kabupaten/kota yang dalam melaksanakan tugasnya secara
teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota dan secara
9| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
administratif bertanggung jawab kepada bupati/wali kota
melalui sekretaris daerah.
Jika batasan-batasan tersebut diatas dipergunakan
sebagai rujukan, maka Sekretariat DPRD kabupaten unsur-
unsur pengertiannya terdiri dari:
a. Sebagai unsur pelayanan administrasi dan pemberian
dukungan terhadap tugas dan fungsi DPRD kabupaten.
b. Dalam melaksanakan tugasnya secara teknis
operasional berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada pimpinan DPRD kabupaten.
c. Secara administratif bertanggung jawab kepada bupati
melalui sekretaris daerah.
d. Dipimpin oleh sekretaris DPRD kabupaten
Dengan melihat unsur-unsur tersebut, maka dapat
dirumuskan yang dimaksudkan dengan Sekretariat DPRD
adalah Sekretariat DPRD Kabupaten Badung .
Selanjutnya batasan tentang inspektorat dapat dirujuk
ketentuan Pasal 33 PP No 18 tahun 2016. Dalam pasal ini
ditentukan sebagai berikut:
(1) Inspektorat Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c merupakan unsur pengawas penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah. (2) Inspektorat Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh inspektur.
Berdasarkan ketentuan diatas, unsur-unsur daribatasan-
batasan tentang inspektorat daerah adalah unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dipimpin oleh
inspektur.
Berdasarkan uraian diatas, maka di Kabupaten Badung
yang memenuhi unsur-unsur seperti tersebut adalah
Inspektorat Daerah Kabupaten Badung.Dengan berpedoman
padaunsur-unsur tersebut, maka dalam rancangan peraturan
daerah yang akan dibentuk yang dapat dimaksudkan
denganInspektoratadalah Inspektorat Kabupaten Badung.
10| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Selanjutnya pengertian DinasDaerah Kabupaten
sebagaiana ditentukan pada Pasal 35 PP No 18 tahun 2016
sebagai berikut:
(1) Dinas Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d merupakan unsur pelaksana Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(2) Dinas Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala dinas Daerah
kabupaten/kota yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris Daerah kabupaten/kota.
Unsur-unsur dinas daerah berdasarkan ketentuan diatas,dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah.
b. dipimpin oleh kepala dinas daerah
c. berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah
kabupaten/kota.
Dengan demikian dalam rancangan perda yang akan
dibentuk rumusan yang dapat diadopsi sebagaidinas daerah
adalah Dinas Daerah Kabupaten Badung, karena Dinas Daerah
inilah yangmerupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah serta berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada bupatimelalui sekretaris
daerah kabupaten.
Pengertian Badan Daerah dapat ditelusuri dari ketentuan
Pasal 46 PP No 18 Tahun 2016, ditentukan sebagai berikut:
(1) Badan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, merupakan unsur
penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.
(2) Badan Daerah kabupaten/kota dipimpin oleh kepala
badan Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota
melalui sekretaris Daerah kabupaten/kota. (3) Badan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempunyai tugas membantu bupati/wali
11| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
kota dalam melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
kabupaten/kota. Unsur-unsur pengertian dari Badan Daerah
kabupaten/kota dari rumusan diatas adalah:
a. Merupakan unsur penunjang dalam melaksanakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah kabupaten/kota.
b. Dipimpin oleh kepala badan daerah kabupaten/kota.
c. Berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/wali kota melalui sekretaris Daerah
kabupaten/kota.
d. Bertugas membantu bupati/wali kota dalam
melaksanakan fungsi penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
kabupaten/kota.
Berpedoman pada unsur-unsur diatas, maka Badan Daerah
yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas di Kabupaten Badung
adalah Badan Daerah Kabupaten Badung, dengan demikian
rumusan yang dapat diadopsi dalam rancangan peraturan daerah
yang akan dibentukterhadap apa yang dimaksudkan dengan Badan
Daerah adalah Badan Daerah Kabupaten Badung, karena Badan
Daerah inilah yang memenuhi unsur-unsur ketentuan Pasal 46 PP
No 18 Tahun 2016.
Kecamatan sebagai perangkat daerah dibentuk dalam rangka
meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan,
pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat desa atau
sebutan lain dan kelurahan. Kecamatan dipimpin oleh camat atau
sebutan lain yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah
kabupaten/kota.
Untuk menentukan tipe perangkat daerah berdasarkan PP No 18
Tahun 2016 Pasal 6 menentukan sebagai berikut :
12| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
(1)Kriteria tipelogi Perangkat Daerah untuk menentukan tipe Perangkat Daerah berdasarkan hasil pemetaan urusan
pemerintahan dengan variabel: a. umum dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
b. teknis dengan bobot 80% (delapan puluh persen). (2) Kriteria variabel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a ditetapkan berdasarkan karakteristik Daerah yang
terdiri atas indikator: a. jumlah penduduk; b. luas wilayah; dan
c. jumlah anggaran pendapatan dan belanja Daerah. (3) Kriteria variabel teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b ditetapkan berdasarkan beban tugas utama pada setiap Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota serta fungsi penunjang
Urusan Pemerintahan.
Berkaitan dengan penggabungan urusan pemerintahan diatur
dalam Pasal 18 ayat (6) yang mengatur :
(6) Tipelogi dinas hasil penggabungan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan 1 (satu) tingkat lebih tinggi
atau mendapat tambahan 1 (satu) bidang apabila mendapatkan tambahan bidang baru dari Urusan Pemerintahan yang digabungkan.
Berdasarkan ketentuan diatas, dilakukan pemetaan urusan
pemerintahan, yang dilaksanakan bersama-sama Satuan Kerja Perangkat
Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung sesuai dengan
indikator variable yang telah ditentukan, maka didapatkan skor urusan dan
tipe perangkat daerah berdasarkan hasil input pada sistem fasilitasi
pemetaan urusan Kementerian Dalam Negeri dan telah diverivikasi oleh Tim
Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian /Lembaga terkait di
Gedung Wiswa Sabha Pratama dan Madya Kantor Gubernur Bali Tangal 14
Juni 2016 dan telah ditandatangani oleh Bupati Badung tanggal 28 Juni
2016 sebagai berikut :
Tabel1. Skor Urusan dan Tipe Perangkat Daerah.
NO URUSAN SKOR TIPE KETERANGAN
1 ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN DAN
PENCATATAN SIPIL
760
Dinas
Kabupaten/Kota
Tipe B
ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL 140
Bukan Dinas
Kabupaten
13| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
2 Tersendiri (Setingkat
Sub Bidang)
3 INSPEKTORAT 810 Inspektorat
Kabupaten Tipe A
4 KEARSIPAN 620 Dinas Kabupaten
Tipe B
5 KEBUDAYAAN 920 Dinas Kabupaten
Tipe A
6 KEHUTANAN 450 Dinas Kabupaten
Tipe C
7 KELAUTAN DAN PERIKANAN 660 Dinas Kabupaten
Tipe B
8 KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN,
DAN PELATIHAN 780
Badan Kabupaten
Tipe B
9 KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 510 Dinas Kabupaten
Tipe C
10 KESEHATAN 800 Dinas Kabupaten
Tipe B
11 KETENTERAMAN DAN
KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT
(SUB KEBAKARAN)
720 Dinas Kabupaten Tipe B
12 KETENTERAMAN DAN
KETERTIBAN UMUM SERTA
PERLINDUNGAN MASYARAKAT
(SUB POL PP)
880 Sat Pol PP Kab/Kota
Tipe A
13 KEUANGAN 880 Badan Kabupaten
Tipe A
14 KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA 704
Dinas Kabupaten
Tipe B
15 KOPERASI, USAHA KECIL, DAN
MENENGAH 700
Dinas Kabupaten
Tipe B
16 LINGKUNGAN HIDUP 940 Dinas Kabupaten
Tipe A
17 PANGAN 740 Dinas Kabupaten
Tipe B
18 PARIWISATA 940 Dinas Kabupaten
Tipe A
19 PEKERJAAN UMUM DAN
PENATAAN RUANG 712
Dinas Kabupaten
Tipe B
20 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DAN DESA 682
Dinas Kabupaten
Tipe B
21 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PELINDUNGAN ANAK 640
Dinas Kabupaten
Tipe B
22 PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU
860 Dinas Kabupaten Tipe A
23 PENDIDIKAN 790 Dinas Kabupaten
Tipe B
24 PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN 550
Badan Kabupaten
Tipe C
25 PENGENDALIAN PENDUDUK
DAN KELUARGA BERENCANA 716
Dinas Kabupaten
Tipe B
26 PERDAGANGAN 680 Dinas Kabupaten
Tipe B
27 PERENCANAAN 880 Badan Kabupaten
Tipe A
14| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
28 PERHUBUNGAN (Untuk Wilayah
DARATAN) 762
Dinas Kabupaten
Tipe B
29 PERINDUSTRIAN 860 Dinas Kabupaten
Tipe A
30 PERPUSTAKAAN 694 Dinas Kabupaten
Tipe B
31 PERSANDIAN 364
Bukan Dinas
Kabupaten
Tersendiri (Setingkat
Bidang)
32 PERTANAHAN 290
Bukan Dinas Kabupaten
Tersendiri (Setingkat
Sub Bidang)
33 PERTANIAN 706 Dinas Kabupaten
Tipe B
34 PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN 498
Dinas Kabupaten
Tipe C
35 SEKRETARIAT DAERAH 820 Sekretariat Daerah
Kabupaten Tipe A
36 SEKRETARIAT DEWAN 620 Sekretariat DPRD
Kabupaten Tipe B
37 SOSIAL 790 Dinas Kabupaten
Tipe B
38 STATISTIK 300
Bukan Dinas
Kabupaten
Tersendiri (Setingkat Sub Bidang)
39 TENAGA KERJA 620 Dinas Kabupaten
Tipe B
40 TRANSMIGRASI 140
Bukan Dinas
Kabupaten
Tersendiri (Setingkat
Sub Bidang)
Sumber: Bagian Organisasi dan Tata Laksana Kabupaten Badung Tahun 2016
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah.
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang
telah dipositipkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Asas yang
berifat formal diatur dalam Pasal 5 dan asas yang bersifat materiil diatur
dalam Pasal 6. Pengertian masing-masing asas ini dikemukakan dalam
penjelasan pasal sebagaimana tampak dalam tabel berikut dibawah ini.
Tabel 2.Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik,
Yang Bersifat Formal) Berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan
Penjelasannya.
Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011
Dalam membentuk Peraturan
15| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada
asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang
baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan
bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (PPu) harus
mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat
bahwa setiap jenis PPu harus dibuat
oleh lembaga negara atau pejabat
Pembentuk PPu yang berwenang. PPu
tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat yang tidak
berwenang.
c. kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi
muatan
bahwa dalam Pembentukan PPu harus
benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat sesuai dengan jenis
dan hierarki PPu.
d. dapat dilaksanakan
bahwa setiap Pembentukan PPu harus
memperhitungkan efektivitas PPu
tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, sosiologis, maupun
yuridis.
e. kedayagunaan dan
kehasilgunaan
bahwa setiap PPu dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
f. kejelasan rumusan
bahwa setiap PPu harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan PPu,
sistematika, pilihan kata atau istilah,
serta bahasa hukum yang jelas dan
mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan bahwa dalam Pembentukan PPu mulai
dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan
16| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan
dalam Pembentukan PPu.
Sumber: Diolah dari Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasan
Sedangkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik, yang bersifat materiil berikut pengertiannya, diuraikan dalam tabel 3
dibawah ini.
Tabel 3.Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik,
Yang Bersifat Materiil Berdasarkan Pasal 6 yat (1) dan ayat (2) UU
12/2011 dan Penjelasan.
PASAL 6 UU 12/2011 PENJELASAN PASAL 6
UU 12/2011
Ayat (1)
Materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan (PPu) harus
berfungsi memberikan pelindungan
untuk menciptakan ketentraman
masyarakat.
b. kemanusiaan
bahwa setiap Materi Muatan PPu
harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia
secara proporsional.
c. kebangsaan
bahwa setiap Materi Muatan PPu
harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang majemuk
dengan tetap menjaga prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
d. kekeluargaan
bahwa setiap Materi Muatan PPu
harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.
e. kenusantaraan
bahwa setiap Materi Muatan PPu
senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan Materi Muatan PPu
yang dibuat di daerah merupakan
bagian dari sistem hukum nasional
17| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
f. bhinneka tunggal ika bahwa Materi Muatan PPu harus
memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
g. keadilan
bahwa setiap Materi Muatan PPu
harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara.
h. kesamaan kedudukan dalam hukum
dan pemerintahan
bahwa setiap Materi Muatan PPu tidak
boleh memuat hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku,
ras, golongan, gender, atau status
sosial.
i. ketertiban dan kepastian hukum
bahwa setiap Materi Muatan PPu
harus dapat mewujudkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
j. keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan
bahwa setiap Materi Muatan PPu
harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat dan
kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
PPu tertentu dapat berisi asas lain
sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang
bersangkutan.
Asas-asas tersebut antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya,
asas legalitas, asas tiada
hukuman tanpa kesalahan, asas
pembinaan narapidana, dan asas
praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya,
dalam hukum perjanjian, antara
lain, asas kesepakatan, kebebasan
berkontrak, dan itikad baik.
Sumber: Diolah dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan
Penjelasan.
Asas-asas tersebut kemudian membimbing para legislator dalam
perumusan norma hukum ke dalam aturan hukum, yang berlangsung
dengan cara menjadikan dirinya sebagai titik tolak bagi permusan norma
hukum dalam aturan hukum.
18| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Selain asas-asas yang disampaikan diatas, PP 18/2016 Pasal 2
menentukan asas-asas materiil dari Pembentukan Perangkat Daerah
sebagai berikut:
Tabel 4. Asas Pembentukan Perangkat Daerah Yang Bersifat Materiil
Berdasarkan Pasal 2PP No18/206 dan Penjelasan.
PASAL 2 PP18/2016 PENJELASAN PASAL 2 PP18/2016
Pembentukan Perangkat Daerah
dilakukan berdasarkan asas:
a Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah
bahwa Perangkat Daerah hanya
dibentuk untuk melaksanakan
Urusan Pemerintahan berdasarkan
asas otonomi dan Tugas Pembantuan
b Intensitas Urusan Pemerintahan
dan potensi Daerah
bahwa penentuan jumlah dan
susunan Perangkat Daerah
didasarkan pada volume beban tugas
untuk melaksanakan suatu Urusan
Pemerintahan atau volume beban
tugas untuk mendukung dan
menunjang pelaksanaan Urusan
Pemerintahan
c Efisiensi bahwa pembentukan Perangkat
Daerah ditentukan berdasarkan
perbandingan tingkat daya guna
yang paling tinggi yang dapat
diperoleh.
d Efektivitas; bahwa pembentukan Perangkat
Daerah harus berorientasi pada
tujuan yang tepat guna dan berdaya
guna.
e Pembagian habis tugas bahwa pembentukan Perangkat
Daerah yang membagi habis tugas
dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan kepada Perangkat
Daerah dan tidak terdapat suatu
tugas dan fungsi yang dibebankan
pada lebih dari satu Perangkat
Daerah.
f Rentang kendali bahwa penentuan jumlah Perangkat
Daerah dan jumlah unit kerja pada
Perangkat Daerah didasarkan pada
19| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
kemampuan pengendalian unit kerja
bawahan
g Tata kerja yang jelas bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi
Perangkat Daerah dan unit kerja
pada Perangkat Daerah mempunyai
hubungan kerja yang jelas, baik
vertikal maupun horizontal
h Fleksibilitas bahwa penentuan tugas dan fungsi
Perangkat Daerah dan unit kerja pada Perangkat Daerah memberikan
ruang untuk menampung tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan setelah Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
Sumber: Diolah dari Pasal 2 PP 18/2016 dan Penjelasannya.
Dari paparan diatas, dalam penyusunan Raperda Kabupaten
Badung tentang Pembentukan Perangkat Daerah didasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat
formal dan materiil dan asas yang termuat dalam Pasal 2 PP No 18 Tahun
2016.
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan,Kondisi Yang Ada Serta
Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat Berkaitan Dengan
Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah.
Kajian teoritis yang dipaparkan dalam kajian ini, berupa kajian
sebagaimana yang diamanatkan oleh kedua peraturan ( UU 23/2014 dan
PP 18/2016) yang memerintahkan pembentukan dan susunan perangkat
daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.Bahan yang dikaji berupa
Perda Kabupaten Badung No 8 Tahun 2007(selanjutnya ditulis Perda
7/2008) sebagai perwujudan praktik empiris berkaitan dengan organisasi
perangkat daerah di Kabupaten Badung. Wujud kajian teoritis dipaparkan
dalam matrikseperti berikut dibawah ini.
20| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Tabel 5. Kajian teoritik dan empirik terhadap Organisasi Perangkat
DaerahKabupaten Badung.
No PP 18/2016) Praktik Empiris di Kabupaten Badung
1 Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:
1) Sekretariat Daerah, 2) Sekretariat DPRD,
3) Inspektorat, 4) Dinas, 5) Badan,
6) Lembaga Lain, 7) Kecamatan.
Pasal 2 Perda 7/2008 Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Badung
meliputi; 1) Sekretarit Daerah;
2) Inspektorat; 3) Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah,
Penelitian, danPengembangan; 4) Dinas Daerah 5) Lembaga Teknis Daerah
6) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
7) Staf Ahli 8) Kecamatan 9) Kelurahan
Dari tabel yang dipaparkan diatas,terdapat perbedaan antara jumlah
dan nama organisasi perangkat daerah sebagaimana yang diatur dalam PP
18/2016 dan Perda 7/2008. Dalam PP 18/2016 tidak memasukan Staf
Ahli dan Kelurahan sebagai organisasi perangkat daerah, sebagaimana yang
diatur dalam Perda 7/2008.
Selanjutnya kajian terhadap setiap organisasi perangkat daerah di
Kabupaten Badung akan mempergunakan pola perbandingan antara PP
18/2016 dengan Peraturan DaerahKabupaten Badung No 7 tahun 2008.
Perbandingan substansi materi setiap perangkat daerah yang ada baik
berdasarkan PP 18/2016 dan Perda Kab Badung No 7/ 2008 disajikan
dalam bentuktabel.
1. Sekretariat Daerah
Pembentukan Sekretariat Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksudkan untuk melaksanakan tugas membantu bupati/wali kota
dalam penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administratif terhadap
pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan administratif.
Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban tersebut Sekretariat
Daerah kabupaten/kota menyelenggarakan fungsi:
21| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
a. pengoordinasian penyusunan kebijakan Daerah;
b. pengoordinasian pelaksanaan tugas satuan kerja Perangkat
Daerah;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Daerah;
d. pelayanan administratif dan pembinaan aparatur sipil negara
pada instansi Daerah; dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati/wali kota
terkait dengan tugas dan fungsinya.
Dengan menganalisis subtansi materi PP No 18/2016 dan Perda
Kabupaten Badung No 7/2008 yang mengatur tentang sekretariat daerah,
ditemukan kajian teoritik dan praktek empirik nya sebagai berikut :
Tabel 6. Kajian Teroritik dan Empirik terhadap Sekretariat Daerah
Kabupaten Badung.
No PP 18/2016) Praktik Empiris di Kabupaten Badung
1 Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota berdasarkanPP 86/2016
diklasifikasikan menjadi (tiga) 3 tipe, yakni: 1) Tipe A,dengan perangkatnya
terdiri atas: a) paling banyak 3 (tiga) asisten;
b) paling banyak 4 (empat) bagian.
c) paling banyak 3 (tiga)
subbagian. 2) Tipe B, dengan perangkatnya
terdiri atas: a) paling banyak 3 (tiga) asisten; b) paling banyak 3 (tiga) bagian.
c) paling banyak 3 (tiga) subbagian.
3) Tipe C, dengan perangkatnya
terdiri atas: a) paling banyak 2 (dua) asisten.
b) paling banyak 3 (tiga) bagian. c) paling banyak 3 (tiga)
subbagian
Sekretariat Daerah Kabupaten Badung terdiri atas:
a. 3(tiga) asisten b. 10(sepuluh ) bagian c. 30 (tiga puluh ) sub
bagian. Tiap bagian terdiri atas 3 subbagian. Ini
berarti 10 bagian dikalikan 3 subbagian, sehingga berjumlah 30 subbagian.
Jika dijumlahkan seluruhstruktur organisasi yang
ada pada Sekretariat Kabupaten Badung berjumlah 43 (empat puluh tiga) struktur organisasi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 74 sampai 76 PP 18/2016, dapat
ditafsirkan mengenaiSusunan Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota sebagai berikut: Pertama, sebagaimana yang tercantum
dalam ketentuan pasal 74-76 tersebut, sehingga untuk Tipe A terdiri atas 3
(tiga) asisten, 4(empat) bagian dan 3(tiga) subbagian. Sehingga jumlah
22| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
susunan organisasi sekretariat daerah untuk tipe A dari asisten sampai
subbagian adalah 10 organisasi. Kedua dapat juga diartikan sebagai
berikut: untuk Tipe A Asisten paling banyak 3 asisten, paling banyak 4
bagian, ini dapat diartikan setiap asisten paling banyak terdiri atas 4
bagian. Tiap bagian terdiri atas tiga (3) sub bagian, ini dapat diartikan
setiap bagian terdiri dari paling banyak 3 sub bagian. Jika penafsiran yang
kedua ini dipergunakan berarti untuk Sekretariat Daerah kabupaten/kota
tipe A terdiri atas:
a. Tiga (3) asisten
b. Dua belas (12 ) bagian, karena tiap asisten terdiri atas empat (4)
bagian, berarti satu(1) asisiten tediri atas 4 bagian, jika tiga (3) Asisten
berarti tiga (3) asistenx 4 bagian =dua belas (12 ) bagian.
c. Dua belas (12) bagian karena tiap bagian terdiri atas tiga(3) subbagian.
Ini berarti 12 bagian x 3 subbagian =tiga puluh enam (36) subbagian.
Dengan mempergunakan pola pemikiran seperti penafsiran yang kedua,
pada Sekretariat Daerah kabupaten/kota untuk Tipe A berjumlah 51
organisasi. ( 3 asisiten + 12 bagian +36 subbagian ).
Jika dilihat praktik empiris yang berjalan di Kabupaten Badung
selama ini, jumlah keseluruhan organisasi pada Sekretariat Daerah
Kabupaten Badung berjumlah 45 organisasi terdiri atas :
a. 1(satu)Sekretaris Daerah
b. 1(satu) staf ahli
c. 3(tiga) asisten
d. 10(sepuluh ) bagian
e. 30(tiga puluh) sub bagian, sebagaimana yang tertuang dalam
struktur dibawah ini.
Dengan mempergunakan alur kajian diatas, jika dibuat
perbandingan jumlah struktur organisasi sekretariat daerah di Kabupaten
Badung adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Perbandingan jumlah struktur organisasi Sekretariat Daerah
No Uraian Jumlah
1 Jumlah struktur organisasi Sekretariat Daerah 51 susunan
23| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Tipe A berdasarkan UU 23/2014 dan PP
18/2016
organisasi
2 Jumlah struktur organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Badung berdasarkan Perda No 7
/2008
45 susunan organisasi.
Untuk membentuk susunan organinasi pada Sekretariat Daerah
Kabupaten Badung sesuai dengan asas-asas yang diatur dalam Pasal 2 PP
18 Tahun 2016, perlu dilakukan kajian perhitungan variabel umum dan
variabel teknis pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan penentuan
beban kerja Sekretariat DaerahKabupaten Badung.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Badung, terhadap variabel umum dan variabel teknis pemetaan intensitas
urusan pemerintahan dan penentuan beban kerja Sekretariat Daerah
diperoleh hasil berupa skor sejumlah delapan ratus dua puluh (820).
Berdasarkan PP No 18 Tahun 2016,total skor lebih dari 800 merupakan
intensitas besar dan diwadahi dalam Perangkat Daerah tipe A. Dengan skor
sejumlahdelapan ratus dua puluh (820), maka Sekretariat Daerah
Kabupaten Badungdapat diwadahi dalamSekretariat Daerah Kabupatentipe
A.
2. Sekretariat DPRD
Sekretariat DPRD kabupaten/kota dibentuk untuk melaksanakan
tugas dan fungsi kesekretariatan DPRD.
Adapun tugas-tugas dari Sekretariat DPRD antara lain
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan dan keuangan, mendukung
24| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD kabupaten/kota, serta menyediakan
dan mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD
kabupaten/kota dalam melaksanakan hak dan fungsinya sesuai dengan
kebutuhan.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, Sekretariat DPRD
mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD
kabupaten/kota;
b. penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD kabupaten/kota;
c. fasilitasi penyelenggaraan rapat DPRD kabupaten/kota; dan
d. penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh
DPRD kabupaten/kota.
Kajian teroritik dan praktek emprik terhadap susunan organisasi
pada Sekretariat DPRD Kabupaten Badung dilakukan dengan menganalisis
subtansi materi PP No 18/2016 dan Perda Kabupaten Badung No 7/2008
khusunya yang mengatur tentang susunan organisasi pada Sekretraiat
DPRD Kabupaten Badung. Perbandingan substansi materi terhadap hal
tersebut ditampilkan pada tabel berikut dibawah ini.
Tabel 8. Kajian teoritik dan empirik terhadapSekretariat DPRD Kabupaten
Badung
No PP 18/2016) Praktik Empiris di Kabupaten
Badung
1 Susunan organisasi pada Sekretariat DPRD
Kabupaten/Kotadikalsifikasikan sebagai berikut:
Tipe A . Terdiri atas paling banyak
4 (empat) bagian.
Terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian
Tipe B Terdiri atas paling banyak
3 (tiga) bagian.
Terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian.
Tipe C
Terdiri atas paling banyak
Susunan organisasi pada Sekretariat DPRD Kabupaten Badung terdiri
dari atas: a. empat (4) bagian
b. Tiap bagian terdiri atas 3 subbagian.( 4 bagian x3 subbagian ) = 12 subbagian.
Jumlah struktur organisasi yang
ada pada Sekretariat DPRD kabupaten Badung berjumlah 16 struktur organisasi, terdiri atas 4
(empat) bagian dan 12 subbagian.
25| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
3 (tiga) bagian.
Terdiri atas paling banyak 2 (dua) subbagian.
Praktik empiris yang berjalan selama ini di Sekretariat DPRD
Kabupaten Badung struktur organisasi Sekretariat DPRD Kabupaten
Badung berjumlah 16 struktur susunan organisasi terdiri dari 4(empat)
bagian dan 12 subbagian, sebagaimana yang terlihat pada struktur
organisasi Sekretariat DPRD Kabupaten Badung dibawah ini.
Untuk lebih memberikan dasar argumentasi yang lebih kuat dan
mendasar, dalam pembentukan susunan organinasi pada Sekretariat DPRD
Kabupaten Badung, perlu dilakukan kajian perhitungan variabel umum
dan variabel teknis pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan
penentuan beban kerja Sekretariat Daerah DPRDKabupaten Badung.
Hasil perhitungan ini sangat diperlukan guna menentukan Tipe
Sekretariat DPRD Kabupaten Badung. Dengan diketahui tipe yang tepat
sesuai dengan perhitungan yang ditentukan, maka pembentukan dan
susunan Sekretariat DPRD Kabupaten Badung diharapkan sesuai dengan
asas-asas pembentukan perangkat daerah sebagaimana ditentukan oleh PP
18/2016.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Badung, terhadap variabel umum dan variabel teknis pemetaan intensitas
urusan pemerintahan dan penentuan beban kerja Sekretariat Daerah DPRD
26| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Kabupaten Badung diperoleh hasil berupa skor sejumlah enam ratus dua
puluh (620). Dengan jumlah skor enam ratus dua puluh (620), maka
Sekretariat Daerah DPRD Kabupaten Badung digolongkan sebagai
Sekretariat Daerah Kabupaten tipe B. Berdasarkan PP No 18/2016, maka
Struktur organisasi Sektretariat Daerah DPRD Kabupaten Badung dengan
tipe B terdiri atas paling banyak 3(tiga) bagian dan tiap bagian terdiri atas
paling banyak 3(tiga)subbagian. Dengan demikian jumlah keseluruhan
organisasi pada Sektretariat Daerah DPRD Kabupaten Badung tipe B jika
mempergunakan rumusan paling banyak berjumlah 13 (tiga belas)
organisasi, terdiri atas:
a. 1(satu) Sekretaris DPRD
b. 3 (tiga ) bagian
c. 9(sembilan) sub bagian
3. Inspektorat
Inspektorat daerah kabupaten/kota merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerahdipimpin oleh inspektur. Inspektur
daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.
Inspektorat daerah kabupaten/kota mempunyai tugas membantu
bupati/wali kota membina dan mengawasi pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan
oleh perangkat daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya Inspektorat daerah kabupaten/kota
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis bidang pengawasan dan fasilitasi
pengawasan;
b. pelaksanaan pengawasan internal terhadap kinerja dan
keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan
kegiatan pengawasan lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas
penugasan bupati/wali kota;
27| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
d. penyusunan laporan hasil pengawasan;
e. pelaksanaan administrasi inspektorat kabupaten/kota; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati/wali kota
terkait dengan tugas dan fungsinya.
Kajian teoritik dan empris terhadap struktur organisasi Inspektorat
Kabupaten Badung dipaparkan pada tabel berikut dibawah ini.
Tabel 9. Kajian teoritik dan praktek emprik terhadap Inspektorat Kabupaten Badung
No PP 18/2016) Praktik Empiris di Kabupaten Badung
1 Inspektorat Daerah kabupaten/Kota diklasifikan
menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu : Tipe A , terdiri atas :
1 (satu) sekretariat, danterdiri atas 3 (tiga) subbagian.
paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu
Tipe B, terdiri atas :
1(satu) sekretariat dan 2 (dua) subbagian.
paling banyak 3 (tiga) inspektur pembantu.
Tipe Cterdiri atas :
1 (satu) sekretariat paling banyak 2 (dua)
inspektur pembantu.
Susunan Organisasi Inspektorat Kabupaten Badung terdiri dari atas
: 1.Inspekturterdiri atas ;
Inspektur Pembantu Wilayah I Inspektur Pembantu Wilayah II Inspektur Pembantu Wilayah III
Inspektur Pembantu Wilayah IV 2. Sekretariat terdiri dari : Sub Bagian Perencanaan;
Sub Bagian Evaluasi dan Laporan;
Sub Bagian Administrasi dan Umum;
3. Kelompok Jabatan Fungsional
Auditor.
Praktik empiris yang berjalan selama ini berkaitan dengan organisasi
Inspektorat di Kabupaten Badung, jika dikaitkan dengan PP 18/2016,
Inspektorat Kabupaten Badung tergolong Tipe A, hanya saja dalam dan PP
18/2016 tidak ditemukan struktur organisasi Kelompok Jabatan
Fungsional (Auditor) sebagaimana diatur pada Perda Kabupaten Badung No
7 Tahun 2008 dan Bagan susunan organisasi Inspektorat dibawah ini.
28| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Namun untuk membentuk susunan organinasi pada Inspektorat
Daerah Kabupaten Badung sesuai dengan asas-asas yang diatur dalam PP
18 Tahun 2016, perlu dilakukan kajian perhitungan variabel umum dan
variabel teknis pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan penentuan
beban kerja InspektoratDaerah Kabupaten Badung.
Hasil perhitungan ini sangat diperlukan guna menentukan Tipe
pada Inspektorat Kabupaten Badung. Dengan diketahui tipe yang tepat
sesuai dengan perhitungan yang ditentukan, maka pembentukan dan
susunan Inspektorat Kabupaten Badung diharapkan sesuai dengan asas-
asas pembentukan perangkat daerah sebagaimana ditentukan oleh Pasal 2
PP 18/2016.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Badung, terhadap variabel umum dan variabel teknis pemetaan intensitas
urusan pemerintahan dan penentuan beban kerja Inspektorat Daerah
Kabupaten Badung diperoleh hasil berupa skor sejumlah delapan ratus
sepuluh(810). Dengan jumlah skor ini, maka Inspektorat Daerah Kabupaten
Badung digolongkan sebagai Inspektorat Daerah Kabupaten tipe A.
Berdasarkan PP No 18/2016 Pasal 79, maka Inspektorat Daerah Kabupaten
Badung dengan tipe A terdiri atas terdiri atas:
a. 1 (satu) sekretariat
29| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
b. Sekretariat terdiri atas 3 (tiga) subbagian
c. paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu.
4. Dinas Daerah Kabupaten.
Dinas Daerah kabupaten/kota merupakan unsur pelaksana urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, dipimpin oleh kepala
dinas daerah kabupaten/kota yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris Daerah
kabupaten/kota.
Dinas daerah kabupaten/kota mempunyai tugas membantu
bupati/wali kota melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang diberikan kepada
kabupaten/kota.
Dinas daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. pelaksanaan kebijakan sesuai dengan lingkup tugasnya;
c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai dengan lingkup
tugasnya;
d. pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup
tugasnya; dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati/wali kota
terkait dengan tugas dan fungsinya.
Kajian teoritik dan praktik empiris berkaitan dengan dinas daerah
di Kabupaten Badung, ditemukan praktik empirisnya antara lain bahwa
dinas daerah yang ada berdasarkan Perda Kabupaten Badung No 7 Tahun
2008 berjumlah 15 dinas daerah. PP 18/2016 tidak menentukan berapa
jumlah dinas yang semestinya ada pada setiap kabupaten /kota. PP
18/2016 hanya menentukan tipe dinas daerah menjadi tiga tipe yaitu Tipe
A, Tipe B dan Tipe C.
30| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Berikut ditampilkan pengaturan dinas daerah kabupaten/kota
berdasarkan PP 18/2016 dengan dinas-dinas daerah di Kabupaten Badung
berdasarkan Perda Kabupaten Badung No 7 Tahun 2008pada tabel
dibawah ini.
Tabel 10.Kajian teoritik dan empirik terhadap Dinas Daerah Kabupaten
Badung.
No UU 23/2014 dan PP 18/2016)
Praktik Empiris di Kabupaten Badung
1 PP 18/2016 hanya menentukan tiga tipe dinas
daerah kabupaten, yaitu: 1. Dinas Daerah
kabupaten/kota tipe A terdiri atas : 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4 (empat) bidang.
Sekretariat terdiri
atas paling banyak 3 (tiga) subbagian.
Bidang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) seksi.
2. Dinas Daerah kabupaten/kota tipe A
terdiri atas : 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4
(empat) bidang. Sekretariat terdiri
atas paling banyak 3
(tiga) subbagian. Bidang terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) seksi.
3. Dinas
daerahkabupaten/kota tipe C terdiri atas
1 (satu) sekretariat dan paling banyak 2 (dua) bidang.
Sekretariat terdiri atas paling banyak 2 (dua) subbagian.
Bidang terdiri atas
Dinas Daerah yang ada di Kabupaten Badung terdiri dari :
1. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga;
2. Dinas Kesehatan; 3. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja; 4. Dinas Perhubungan, Komunikasi
dan Informatika; 5. Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil;
6. Dinas Kebudayaan; 7. Dinas Pariwisata;
8. Dinas Bina Marga dan Pengairan; 9. Dinas Cipta Karya; 10. Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan; 11. Dinas Pertanian, Perkebunan
dan Kehutanan; 12. Dinas Peternakan, Perikanan
dan Kelautan;
13. Dinas Pendapatan / Pasedahan Agung;
14. Dinas Pemadam Kebakaran;
15. Dinas Kebersihan dan Pertamanan;
31| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
paling banyak 3 (tiga)
seksi.
Untuk membentuk susunan organinasi pada Dinas Daerah
Kabupaten Badung sesuai dengan asas-asas yang diaur dalam PP 18 Tahun
2016, perlu dilakukan kajian perhitungan variabel umum dan variabel
teknis pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan penentuan beban
kerja Dinas-dinas Daerah di Kabupaten Badung.
Hasil perhitungan ini sangat diperlukan guna menentukan Tipe
pada Dinas-dinasyang akan dituangkan dalam rumusan norma yang
dituangkan dalam Peraturan Daerah yang akan dibentuk.
Dengan diketahui tipe yang tepat sesuai dengan perhitungan yang
ditentukan, maka pembentukan dan susunan Dinas-dinas Daerah
Kabupaten Badung diharapkan telah sesuai dengan asas-asas
pembentukan dinas daerah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 PP
18/2016.
Berdasarkan hasil perhitungan Skor yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Badung sebagaimana telah ditampilkan pada tabel
1. Untuk pengkajian dikutip kembali khusu berkaitan dengan skor Dinas
Daerah. Urusan, Skor dan Tipe Dinas dibawah ini akan dipergunakan
sebagai rujukan untuk dirumuskan dalam Peraturan Daerah yang akan
dibentuk. Urusan,Skor dan Tipe Dinas Daerah, berdasarkan hasil skor
adalah sebagai berikut:
No Urusan Skor Tipe Dinas
1 Administrasi Kependudukan Dan
Catatan Sipil
760 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
2 Kearsipan 620 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
3 Kebudayaan 920 Dinas Kabupaten/Kota Tipe A
4 Kehutanan 450 Dinas Kabupaten/KotaTipe C
5 Kelautan dan Perikanan 660 Dinas Kabupaten/KotaTipe B
6 Kepemudaan dan Olaraga 510 Dinas Kabupaten/KotaTipe C
7 Kesehatan 720 Dinas Kabupaten/KotaTipe B
8 Ketentraman Dan Ketertiban Umum Serta
720 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
32| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Perlindungan Masyarakat
(Sub Kebakaran )
9 Komunikasi dan Informatika
704 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
10 Koperasi,Usaha Kecil Dan Menengah
700 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
11 Ketentraman Dan Ketertiban Umum Serta
Perlindungan Masyarakat (Sub Pol PP )
880 Sat Pol PP Kabupaten/Kota Tipe A
Ketentraman Dan Ketertiban Umum Serta Perlindungan Masyarakat
(SubKebakaan )
720 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
12 Lingkungan Hidup 940 Dinas Kabupaten/Kota Tipe A
13 Pangan 740 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
14 Pariwisata 940 Dinas Kabupaten/Kota Tipe A
15 Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
712 Dinas Kabupaten/Kota TipeB
16 Pemberdayaan Masyarakat Desa
682 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
17 Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
640 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
18 Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu
860 Dinas Kabupaten/Kota Tipe A
19 Pendidikan 790 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
20 Pengedalian PendudukDan Keluarga Berencana
716 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
21 Perdagangan 680 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
22 Perhubungan (Untuk
Wilayah Daratan)
762 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
23 Perindustrian 860 Dinas Kabupaten/Kota Tipe A
24 Perpustakaan 694 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
25 Pertanian 706 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
26 Perumahan Dan Kawasan Permukiman
498 Dinas Kabupaten/Kota Tipe C
27 Sosial 790 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
28 Tenaga Kerja 620 Dinas Kabupaten/Kota Tipe B
Sumber : Skor Urusan Kabupaten Badung Tanggal 28 Juni 2016.
5. Badan Daerah Kabupaten.
Badan daerah kabupaten/kota merupakan unsur penunjang
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
Dipimpin oleh kepala badan daerah kabupaten/kota yang berkedudukan di
33| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris
daerah kabupaten/kota.
Badan daerah kabupaten/kota mempunyai tugas membantu
bupati/wali kota dalam melaksanakan fungsi penunjang urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
Dalam melaksanakan tugas tersebut badan daerah
kabupaten/kota menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas
dukungan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
d. pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi-fungsi penunjang
urusan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya;
dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati/wali kota
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Kajian teoritik dan praktik empiris terhadap Badan Daerah
Kabupaten Badung dilakukan berdasarkan PP 18/2016 dan Perda
Kabupaten Badung No 7 Tahun 2008. Perbandingan substansi materi
pengaturan tentang susunan organisasi ada Badan Daerah baik yang
terdapat pada PP18/2016 maupun pada Perda Kabupaten Badung 7/2008,
disajikan pada tabel 11 dibawah ini.
Tabel 11.Kajian teoritik dan praktik empiris terhadap Badan Daerah
Kabupaten Badung
No UU 23/2014 dan PP 18/2016) Praktik Empiris di Kabupaten Badung
34| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
1 Berdasarkan kedua peraturan ini,Badan Daerah Kabupaten diklasifikasikan menjadi tiga(3) tipe yaitu Tipe A, Tipe B dan Tipe C, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Tipe A terdiri atas :
1 (satu) sekretariat. paling banyak 4 (empat)
bidang paling banyak terdiri atas 3
(tiga) subbagian paling banyak 3 (tiga)
subbidang.
2. Tipe B terdiri atas : 1 (satu) sekretariat. paling banyak 3 (tiga) bidang paling banyak terdiri atas 2
(dua) subbagian paling banyak 3 (tiga)
subbidang. 3. Tipe C terdiri atas :
1 (satu) sekretariat. paling banyak 2 (dua) bidang paling banyak terdiri atas 2
(dua) subbagian paling banyak 3 (tiga)
subbidang.
a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan
b. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari
1. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat;
2. Badan Lingkungan Hidup; 3. Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa dan Pemerintahan Desa;
4. Badan Keluarga Berencana
dan Keluarga Sejahtera; 5. Badan Kepegawaian Daerah,
Pendidikan, dan Pelatihan; 6. Satuan Polisi Pamong Praja; 7. Kantor Perpustakaan
Daerah; 8. Kantor Arsip Daerah; 9. Kantor Pemberdayaan
Perempuan; 10. Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD)
Untuk membentuk susunan organinasi pada BadanDaerah di
Kabupaten Badung agar memenuhi asas-asas yang diaur dalam PP 18
Tahun 2016, perlu dilakukan kajian perhitungan variabel umum dan
variabel teknis pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan penentuan
beban kerja perangkat kerja BadanKabupaten Badung.
Hasil perhitungan ini sangat diperlukan guna menentukan Tipe
pada Badan yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah. Dengan diketahui
tipe yang tepat sesuai dengan perhitungan yang ditentukan, maka
pembentukan dan susunan Badan Daerah Kabupaten Badung diharapkan
sesuai dengan asas-asas pembentukan BadanDaerah sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 PP 18/2016.
35| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Badung, terhadap variabel umum dan variabel teknis pemetaan intensitas
urusan pemerintahan dan penentuan beban kerja sebagaimana telah
disampaikan pada tabel 1. Khusus yang diklasifikasikan sebagai Badan
Daerah kabupaten Badung dengan skor dan tipenya ditampilkan sebagai
berikut:
NO URUSAN SKOR TIPE KETERANGAN
1 PERENCANAAN 880
Badan
Kabupaten Tipe A
2 KEUANGAN 880
Badan Kabupaten
Tipe A
3 KEPEGAWAIAN,
PENDIDIKAN, DAN PELATIHAN
780
Badan
Kabupaten Tipe B
4 PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN 550
Badan
Kabupaten Tipe C
6 Kecamatan
Kecamatan dibentuk dalam rangka meningkatkan koordinasi
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan
masyarakat desa atau sebutan lain dan kelurahan. Kecamatan dipimpin
oleh camat atau sebutan lain yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah
kabupaten/kota. Camat mempunyai tugas:
a. menyelenggarakan Urusan Pemerintahan umum.
b. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
c. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum.
d. mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan
Peraturan Bupati/Wali kota.
e. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana
pelayanan umum;
36| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
f. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
yang dilakukan oleh Perangkat Daerah di tingkat kecamatan;
g. membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan desa atau
sebutan lain dan/atau kelurahan;
h. melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh unit
kerja Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di
kecamatan; dan
i. melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Selain melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, camat juga
melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh bupati/wali kota untuk
melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah kabupaten/kota. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya camat
dibantu oleh perangkat kecamatan.
Kajian teoritik dan praktik empiris terhadap kecamatan di
Kabupaten Badung dengan mempergunakan landasan PP 18/2016 dan
Perda kabupaten Badung No 7 Tahun 2008, disajikan dalam tabel berikut
dibawah ini.
Tabel 12. Kajian teoritik dan praktik empiris terhadap Kecamatan di
Kabupaten Badung.
No UU 23/2014 dan PP 18/2016) Praktik Empiris di Kabupaten Badung
1 Kecamatan
1. Kecamatan tipe A terdiri atas:
1 (satu) sekretariat dan paling banyak 5 (lima) seksi.
Sekretariat paling banyak terdiri atas 2
(dua) subbagian.
2. Kecamatan tipe B terdiri
atas: 1 (satu) sekretariat
dan paling banyak 4
Kecamatan di Kabupaten Badung
terdiri dari : 1. Kecamatan Petang;
2. Kecamatan Abiansemal; 3. Kecamatan Mengwi; 4. Kecamatan Kuta Utara;
5. Kecamatan Kuta; 6. Kecamatan Kuta Selatan;
37| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
(empat) seksi.
Sekretariat paling banyak terdiri atas 2 (dua) subbagian.
Untuk membentuk susunan organinasi pada Kecamatan di
Kabupaten Badung agar memenuhi asas-asas yang diaur dalam PP 18
Tahun 2016, perlu dilakukan kajian perhitungan variabel umum dan
variabel teknis pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan penentuan
beban kerja perangkat kerja Kecamatan di Kabupaten Badung.
Hasil perhitungan ini sangat diperlukan guna menentukan Tipe
pada kecamatan-kecamatan yang dirumuskan dalam norma Peraturan
Daerah yang akan dibentuk. Dengan diketahui tipe yang tepat sesuai
dengan perhitungan yang ditentukan, maka pembentukan dan susunan
kecamatan di Kabupaten Badung diharapkan sesuai dengan asas-asas
pembentukan perangkat daerah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 PP
18/2016.
Berdasarkankajian perhitungan variabel umum dan variabel teknis
pemetaan intensitas urusan pemerintahan dan penentuan beban kerja
perangkat kerja Kecamatan di Kabupaten Badung skor dan tipe setiap
Kecamatan sebagai berikut :
NO URUSAN SKOR TIPE KETERANGAN
1 KECAMATAN PETANG 940 Kecamatan tipe
A
2 KECAMATAN ABIANSEMAL 900 Kecamatan tipe
A
3 KECAMATAN MENGWI 900 Kecamatan tipe A
4 KECAMATAN KUTA UTARA 720 Kecamatan tipe A
5 KECAMATAN KUTA 720 Kecamatan tipe A
6 KECAMATAN KUTA SELATAN
800 Kecamatan tipe A
38| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
D.Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur
Dalam Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Masyrakat Dan
Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara.
Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah yang baru akan
membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat, antara lain:
1. Pembentukan Perangkat Daerah dengan prinsip tepat fungsi dan
tepat ukuran (rightsizing) berdasarkan beban kerja yang sesuai
dengan kondisi nyata akan berakibat pada penataan organisasi
Perangkat Daerah yang rasional, proporsional, efektif, dan efisien.
2. Pembentukan Perangkat Daerah yang akan dibentuk
mempertimbangkan faktor luas wilayah, jumlah penduduk,
kemampuan keuangan daerah serta besaran beban tugas sesuai
dengan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
sebagai mandat yang wajib dilaksanakan oleh setiap daerah
melalui Perangkat Daerah. Dengan mempersiapkan faktor-faktor
yang diperlukan untuk membentuk perangkat daerah akan
berakibat pada pengeluaran keuangan daerah.
3. Perangkat daerah yang akan dibentuk pemerintahan daerah
memprioritaskan pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar, agar kebutuhan dasar
masyarakat dapat terpenuhi secara optimal.
4. Pembentukan perangkat daerah berdasarkan Peraturan Daerah
yang akan dibentuk, diharapkan pembinaan dan pengendalian
perangkat daerah dalam rangka penerapan koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan simplifikasi antar sektor, sehingga masing-
masing taat asas dan taat norma dalam penataan kelembagaan
perangkat daerah.
-------------------------------------
39| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
A. Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan
Kondisi Hukum Yang Ada.
Kajian pada sub bab ini bertujuan untuk dapat dipergunakan
sebagai rujukan ketentuan mengingat atau dasar hukum dalam peraturan
daerah yang akan dibentuk.
Berdasarkan hasil penelusuran terhadapPeraturan Perundang-
undangan yang ada, yang relevan dirujuk menjadi ketentuan mengingat
atau dasar hukum dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten
Badung berkaitan dengan pembentukan dan susunan perangkat
daerahantara lain:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.UUD 1945 Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menentukan
“pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”. Ketentuan ini merupakan landasan hukum
konstitusional bagi pembentukan peraturan daerah. Berdasarkan
uraian tersebut, maka UUD 1945 Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 sangat
relevan dipergunakan sebagai salah satu rujukan dasar hukum
penyusunan peraturan daerah ini.
2. Undang - Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655.Dalam Pasal 4
nya menentukan sebagai berikut :
Pasal 4.
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 31 ayat 1 Undang-undang No. 1 tahun 1957 urusanrumah-tangga dan kewajiban daerah meliputi semua urusan yang kini dimiliki oleh
40| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
bekas "Daerah" yangbersangkutan sebelum berlakunya Undang-undang ini, kecuali urusan-urusan yang sewajarnya terletakdalam
bidang urusan rumah-tangga daerah tingkat I atau urusan Pemerintah Pusat.
(2) Apabila daerah yang dibentuk menurut pasal 1 adalah suatu Daerah Swapraja, maka dengan tidakmengurangi ketentuan dimaksud dalam ayat 1, untuk sementara waktu sampai diadakan
ketentuan lain,segala urusan rumah-tangga Daerah Swapraja yang bersangkutan itu menurut peraturan-peraturan yangada tidak merupakan urusan Pemerintah Pusat, menjadi urusan
daerah tingkat II yang bersangkutan.
Dengan diundangkannya Undang - Undang Nomor 69 Tahun 1958
daerah tingkat II memiliki kewenangan untuk mengurus urusan yang
menjadi kewenangannya. Dengan demikian undang-undang ini
relevan dipergunakan sebagai salah satu ketentuan mengingat dalam
peraturan daerah yang akan dibentuk.
3. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234 ). Undang-undang ini mengatur
tentang asas formal dan materil tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 dan
Pasal 6 nya. Oleh karena itu, peraturan daerah yang akan dibentuk
harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik.
Merujuk pada kedua ketentuan pasal tersebut, maka Undang -
Undang Nomor 12 Tahun 2011, relevan dirujuk sebagai salah satu
ketentuan mengingat dalam pembentukan perda yang akan dibentuk.
4. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494). Dalam
ketentuan Pasal 55 nya menentukan sebagai berikut :
Pasal 55
(1) Manajemen PNS meliputi:
a. penyusunan dan penetapan kebutuhan;
41| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
b. pengadaan;
c. pangkat dan jabatan;
d. pengembangan karier;
e. pola karier;
f. promosi;
g. mutasi;
h. penilaian kinerja;
i. penggajian dan tunjangan;
j. penghargaan;
k. disiplin;
l. pemberhentian;
m. jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan
n. perlindungan.
(2) Manajemen PNS pada Instansi Pusat dilaksanakan oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (3) Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan dan susunan perangkat daerah yang akan disusun
yang dituangkan dalam perda yang akan dibentuk berkaitan dengan
manajemen PNS. Manajemen PNS di daerah dilakukan oleh Instansi
Daerah. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan
perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah,
sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah. Mengingat bahwa Undang - Undang Nomor 5
Tahun 2014 juga memberikan wewenang kepada daerah
kabupaten/kota untuk mengatur manajemen PNS, maka Undang -
Undang Nomor 5 Tahun 2014 relevan dirujuk sebagai salah satu
ketentuan mengingat dalam peraturan daerah yang akan dibentuk.
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
Undang-undang ini merupakan dasar hukum pembentukan
peraturan daerah, sebagaimana ditentukan dalam Pedoman angka
42| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
39 TP3U, “Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah …
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah”. Pasal 9 UU 23/2014
menentukan Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan konkuren yang
diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Ketentuan ini memberikan arahan dalam pembentukan peraturan
daerah Kabupaten Badung berkaitan dengan Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah. Lebih lanjut dalam Pasal 212 UU
23/2014 ditentukan Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah
sebagaimana ditetapkan dengan Perda.
Berdasarkan uraian ini, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014, relevan dipergunakan sebagai salah satu ketentuan mengingat
dalam peraturan daerah yang akan dibentuk.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114). Pasal 3 (1) nya menentukan Pembentukan
dan susunan Perangkat Daerah ditetapkan dengan Perda. Peraturan
Pemerintah ini memerintahkan pembentukan dan susunan perangkat
daerah dibentuk berdasarkan peraturan daerah. Berdasarkan
rumusan ketentuan Pasal 3 ayat (1) maka peraturan daerah yang
akan dibentuk sangat relevan merujuk Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 sebagai salah satu
ketentuan mengingat dari peraturan daerah yang akan dibentuk.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah. Pasal 4 nya menentukan
peraturan daerah memuat materi muatan:
a. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
Peraturan daerah yang akan dibentuk merupakan perintah dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hal ini PP N0
43| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
18/2016. Dengan ketentuan ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 relevan untuk dirujuk sebagai salah satu
ketentuan mengingat.
B. Keterkaitan Peraturan Daerah Yang Baru Dengan Peraturan
Perundang-Undang Lain
Dengan dibentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Badung No... Tahun
... tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
Badung, beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terkait diantaranya:
A. Jenis peraturan perundang-undangan yang memberikan wewenang
kepada daerah untuk membentuk Perda. Peraturan-peraturan ini
sekaligus merupakan peraturan-peraturan yang layak dipergunakan
sebagai ketentuan mengingat peraturan daerah yang akan dibentuk.
No Jenis Peraturan Perundang-undangan
1 Pasal 18 ayat (6) Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2 Undang - Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1655.
3 Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234 ).
4 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5494)
5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
44| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587)
6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 114).
7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
C. Harmonisasi Secara Vertikal Dan Horizontal Serta Status Dari
Peraturan Daerah Yang Ada
Kajian untuk melakukan harmonisasi secara vertial dan horizontal
serta status dari Peraturan Daerah yang ada bertujuan untuk dituangkan
dalam rumusan ketentuan penutup pada draft Rancangan Perauran Daerah
yang akan dibentuk. Kajian pada sub bab ini dapat menghasilkan rumusan
sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
angka 146 dan 148 menentukan frase rumusan ketentuan penutup sebagai
berikut:
a. Angka 146 UU No 12 Tahun 2011 menentukan”Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dan
telah mulai berlaku, gunakan frase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b. Angka 148 UU No 12 Tahun 2011 menentukan “Pencabutan Peraturan Perundang-undangan disertai dengan keterangan
status hukum dari peraturan pelaksanaan atau keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang dicabut”.
c. Angka 282 menentukan “Untuk menyatakan peraturan
pelaksanaan dari suatu Peraturan Perundang-undangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan, gunakan frasa dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam... (jenis Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan)ini.
Dalam Ketentuan Peralihan PP 18/2016 dari Pasal 121 sampai
Pasal 123 menentukan sebagai berikut:
45| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
a. Pasal 121
Penyesuaian pengisian jabatan direktur rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (9) dan Pasal 95 ayat (8) serta pengisian
jabatan kepala pusat kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (9) sebagai jabatan fungsional, dilaksanakan paling
lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
Berdasarkan rumusan Pasal 121 PP 18/2016 tersebut, maka
direktur rumah sakit, kepala pusat kesehatan masyarakat sebagai
jabatan fungsional dilaksanakan paling lambat Tahun 2018. Ini berati
untuk rumah sakit sebagai perangkat daerah di Kabupaten Badung,
penyesuaian pengisian jabatan dapat dilakukan paling pada tahun 2018.
Jika penyesuaian pengisian jabatan pada rumah sakit daerah dapat
dilakukan paling lambat pada tahun 2018, maka untuk rumusan
ketentuan peralihan dalam perda dapat mempergunakan rumusanmasih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Peratura Daerah Kabupaten Badung No... Tentang Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah.
b. Pasal 122
(1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, seluruh Perangkat Daerah yang melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesatuan bangsa dan politik, tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan umum diundangkan.
Demikian juga halnya seluruh Perangkat Daerah yang
melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesatuan bangsa dan
politik, tetap melaksanakan tugasnyasampai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan
umum diundangkan. Dengan demikian maka Perangkat Daerah yang
melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesatuan bangsa dan
politik di Kabupaten Badung dalam ketentuan peralihan Peraturan
Daerah yang akan dibentuk dapat dirumuskan dengan polatetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peratura Daerah
Kabupaten Badung No... Tentang Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah.
46| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
d. Pasal 117
(1) Ketentuan mengenai Perangkat Daerah yang menyelenggarakan sub
urusan bencana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.
(2) Peraturan daerah mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi, dan tata kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan sub urusan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 117 PP No 18 Tahun 2016, perangkat
daerah yang menangani urusan bencana ditetapkan dengan berpedoman
pada Peraturan Menteri. Untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum
berkaitan dengan Perangkat Daerah yang menangani urusan bencana di
Kabupaten Badung,maka sebaiknya dalam ketentuan peralihan pada
Peraturan Daerah yang akan dibentuk untuk perangkat daerah yang
menangani urusan bencana dipergunakan rumsan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peratura Daerah Kabupaten
Badung No... Tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah.
e. Pasal 125
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan ketentuan dalam PP 18 Tahun 2016 seperti yang telah
dikemukakan diatas, maka organisasi perangkat daerah yang akanbentuk
masih memungkinkanmempergunakan ketententuan yang lamasepanjang
ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peratura
Daerah yang akan dibentuk.
Dengan demikian dalam ketentuan peralihan pada Peraturan Daerah
yang akan dibentuk, beberapa perangkat daerah masih memungkinkan
mempergunakan ketententuan yang lama sepanjang ketentuan tersebut
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peratura Daerah yang akan
dibentuk,perangkat daerah tersebut seperti:
1) Perangkat Daerah yang menangani rumah sakit, khususnya
berkaitan dengan:
a. Penyesuaian pengisian jabatan direktur rumah sakit
b. Pengisian jabatan kepala pusat kesehatan masyarakat.
47| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
2) Seluruh Perangkat Daerah yang melaksanakan Urusan
Pemerintahan di bidang kesatuan bangsa dan politik.
3) Perangkat Daerah yang menangani urusan bencana
Sedangkan perangkat daerah lainnya berdasarkan ketentuan Pasal
125 PP 18 Tahun 2016dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.Dengan demikian jika merujuk pada ketentuan Pasal 125 PP 18
Tahun 2016, maka ada beberapa Peraturan Daerah yang mengatur tentang
organisasi perangkat daerah di Kabupaten Badung harus dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku, seperti:
1) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Badung.
2) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2013 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Kabupaten Badung.
-------------------------------
48| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, mengatur bahwa, “Pancasila Merupakan
Sumber Segala Sumber Hukum Negara”. Pancasila sebagai norma dasar
merupakan wujud dari kristalisasi dari cita Bangsa Indonesia. Pancasila
menjiwai seluruh kehidupan Negara hukum Indonesia dan merupakan
filsafat Bangsa Indonesia yang meliputi “de zin van wereld en leven” yaitu
makna dari dunia dan kehidupan bangsa. Segala bidang kegiatan dan
tindakan dalam pembangunan Negara dan Bangsa Indonesia harus
berdasar dan berpangkal pada Pancasila sebagai cita hukum (rechtsidee).
Cita hukum ini diwujudkan lebih nyata dalam tujuan nasional negara yang
secara normatif tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945yaitu, membentuk masyarakat adil
dan makmur berdasarkan pancasila, melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia,
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Seluruh
derap langkah penyelenggaraan pemerintahan negara ditujukan untuk
mencapai tujuan nasional negara tersebut, dan strategi penyelenggaraaan
pemerintahan baik pusat maupun pemerintahan daerah merupakan salah
satu kunci yang menentukan jalannya bangsa dan negara untuk mencapai
tujuan nasional, dengan segenap instrumen pemerintahan yang digerakan
secara bersamaan dan serentak.
49| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Berkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah , wujud
kewilayahan negara yang luas, masyarakatnya yang multi kultural serta
potensi masing-masing wilayah yang berbeda merupakan alasan ketika
sistem desentralisasi digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dengan kewenangan untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan. Sistem ini diterapkan merupakan pilihan yang
rasional sebagai upaya menciptakan proses demokratisasi untuk mencapai
kesejahteraan di masing-masing wilayah. Harapannya dengan rentang
kendali pemerintah daerah yang tidak terlampau luas, tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan dapat terpenuhi dengan lebih efektif dan efisien.
Untuk pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintah daerah dalam
rangka menyikapi dinamika perubahan dalam masyarakat, ada beberapa
hal mendasar yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan fungsi
pemerintahan, pelayananan , kelembagaan, sumber daya manusia,
anggaran dan pengawasan. Penataan terhadap hal-hal yang mendasar
tersebut penting untuk dilakukan secara terus menerus
berkesinambungan, agar usaha – usaha pencapaian peningkatan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan untuk menyikapi perubahan dalam
masyarakat dan pencapaian tujuan nasional tampak lebih nyata.
Efektifitas dan efisiensi merupakan salah satu asas dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik, artinya bahwa
penyelenggaraan pemerintahan tersebut berdasarkan prioritas – prioritas
terentu dan sesuai dengan kebutuhan riil yang bersifat empiris. Salah satu
50| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
hal mendasar yang terkait erat dengan persoalan efektifitas dan efisiensi
adalah kelembagaan dalam pemerintahan daerah. Kenapa demikian, karena
kelembagaan merupakan wadah dari pemerintah daerah menjalankan
fungsinya, kelembagaan merupakan wadah bagi personil atau
administratur negara dalam melaksanakan tugasnya, kelembagaan pula
tempat dimana anggaran dan pelayanan publik pemerintah daerah
dijalankan. Kelembagaan pemerintah daerah mempunyai fungsi yang
sentral yang memberikan kejelasan dalam pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan
demikian maka penataan terhadap kelembagaan pemerintah daerah sangat
urgen dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah.
Kabupaten Badung sebagai kabupaten yang letak wilayahnya sangat
strategis sebagai penyangga ibu kota Provinsi Bali, merupakan wilayah
sentral pariwisata Bali. Kabupaten Badung mempunyai wilayah yang
luasnya 418,52 Km2 (7,43 % luas Pulau Bali ). Jumlah penduduk
Kabupaten Badung pada tahun 2013 sebanyak 458.406 jiwa. Dengan
kondisi demikian tentunya Pemerintah Daerah Kabupaten Badung
memerlukan memerlukan kelembagaan berupa organisasi perangkat daerah
yang harus mampu memberi dukungan yang optimal terkait dengan
pelaksanaan program otonomi daerah.
Kompleksitas persoalan dan urusan Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung, membawa konskwensi bahwa organisasi perangkat daerah harus
dibuat berdasarkan peta kebutuhan yang terukur dan kajian argumentasi
yang rasional. Organisasi perangkat daerah merupakan aktor yang
51| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga perbaikan
– perbaikan dalam upaya mengantisipasi perubahan dan perkembangan
masyarakat perlu dilakukan secara berkelanjutan agar eksistensinya selalu
selaras dan sinergi dengan kondisi yang ada.
Substansi dari persoalan kelembagaan organisasi perangkat daerah
Kabupaten Badung, sejatinya adalah bahwa organisasi perangkat daerah
dibentuk berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
mencerminkan nilai – nilai Pancasila sebagai landasan filosofis artinya
bahwa hendaknya nilai – nilai terkandung adalahpenghormatan terhadap
nilai moral Ketuhanan, penghargaan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia, niai persatuan bangsa, nilai demokratis dan keadilan sosial .
Secara empiris perlu dipertimbangkan mengenai kontribusi dari
kelembagaan tersebut dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan. Kelembagaan pemerintah daerah harus mampu membantu
kepala daerah dan mampu memberikan dukungan dalam
mengimplementasikan program – program pemerintah daerah.
Kelembagaan pemerintah daerah juga harus mampu berfungsi sebagai
wadah yang solutif dalam pencapaian tujuan – tujuan pembangunan di
daerah, dan bukan sebaliknya, bahwa eksistensi perangkat daerah yang
ada hanya membebani anggaran daerah dan tidak banyak memberikan
kontribusi bagi kepentingan masyarakat. Dasar utama dibentuknya
perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi pada prinsipnya adalah
adanya urusan pemerintah yang perlu ditangani. Namun demikian perlu
dipahami pula bahwa tidak setiap penanganan urusan pemerintahan itu
52| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
harus dibentuk ke dalam organisasi perangkat daerah tersendiri.
Pembentukan organisasi perangkat daerah hendaknya dibentuk
berdasarkan filosofi pembentukan organisasi, dengan mempertimbangkan
efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Dengan
demikian maka sewaktu-waktu peninjauan kembali terhadap keberadaan
organisasi perangkat daerah wajib dilakukan agar selalu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah.
Pembentukan perangkat daerah Kabupaten Badung, selain dipandang
dari tujuannya secara hakiki wujud dari usaha pencapaian tujuan nasional,
juga dipandang dari sisi keilmuanyang merupakan suatu organisasi.
Organisasi dirumuskan sebagai suatu struktur hubungan manusia yang
didalamnya terdapat tujuan tertentu dan memiliki unit-unit yang diatur
secara sistematis untuk memajukan dan mengejar tujuan atau kepentingan
bersama. SP. Siagian mendefinisikan organisasi sebagai setiap bentuk
persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta
secara formal terikat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan, dalam ikatan mana terdapat seseorang/beberapa orang yang
disebut atasan dan seseorang/beberapa orang yang disebut bawahan.5
Dwight Waldo menyatakan organisasi adalah struktur antar hubungan
pribadi yang berdasarkan atas wewenang formal dan kebiasaan di dalam
suatu sistem administrasi.6 Berdasarkan definisi tersebut maka dapat
dikembangkan unsur dari organisasi yaitu bahwa organisasi senantiasa
memiliki tujuan, organisasi mempunyai kerangka atau struktur, organisasi
5 S.P. Siagian, 1973, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta 6 Dwight Waldo, 1971, Pengantar Studi Public Administration, Tjemerlang, Jakarta
53| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
memiliki sumber pembiayaan, organisasi mempunyai tata cara kerja untuk
mencapai tujuan, organisasi mempunyai pola dasar kebudayaan dan
organisasi mempunyai hasil – hasil yang ingin dicapai.
Suatu organisasi yang baik adalah oragnisasi yang memiliki prinsip –
prinsip sebagai berikut :
1. Terdapat tujuan yang jelas;
2. Tujuan organisasi harus dipahami oleh setiap anggotanya;
3. Tujuan organisasi harus diterima oleh anggotanya;
4. Adanya kesatuan arah;
5. Adanya kesatuan perintah;
6. Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab;
7. Adanya pembagian tugas yang jelas;
8. Struktur organisasi idealnya disusun sesederhana mungkin;
9. Memiliki pola dasar yang relatif permanen;
10. Adanya profesionalitas pengelolaan.
Unsur-unsur dan prinsip-prinsip organisasi diatas memberikan
deskripsi tentang kondisi ideal dari suatu organisasi. Suatu organisasi
tentunya akan berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan apabila masih
melekat prinsip-prinsip organisasi yang baik tersebut. Prinsip-prinsip
organisasi yang baik juga merupakan parameter penilaian eksistensi dari
suatu organisasi, artinya apakah suatu organisasi masih dalam kondisi
yang ideal atau sebaliknya sehingga kemudian perlu dijadikan bahan
perttimbangan untuk adanya perbaikan - perbaikan kondisi atau justru
meniadakannya.
54| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Berkait dengan perangkat daerah yang apabila dipandang sebagai
suatu organisasi tentunya sangat penting dilakukan evaluasi apakah
organisasi perangkat daerah yang ada masih dalam kondisi yang ideal
sesuai dengan prinsip – prinsip organisasi yang baik, apabila dari hasil
penilaian ada kondisi yang kurang ideal tentunya sebagai bahan
pertimbangan untuk mengadakan perbaikan – perbaikan untuk kemudian
menyempurnakan kembali eksistensi dari organisasi perangkat daerah
tersebut.
Menurut The Liang Gie penyempurnaan organisasi mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Tercapainya tujuan organisasi atau terlaksananya berbagai program
dengan sebaik-baiknya;
2. Terpeliharanya struktur organisasi dan pola-pola hubungan kerja
yang sederhana, jelas, dan rasional yang disusun berdasarkan
kebutuhan yang nyata;
3. Terpeliharanya koordinasi termasuk integrasi dan sinkronisasi dari
kegiatan-kegiatan organisasi itu, baik yang beraspek personalia,
finansial, maupun material;
4. Terbinanya tata hubungan, tata kerja, dan prosedur yang
sederhana dan praktis;
5. Terjaminya penerapan dari asas-asas tata kelola yang baik;
6. Terlaksananya segenap kegiatan peningkatan sfisiensi pada segala
bidang kerja dengan sepenuhnya.7
7 The Liang Gie, 1978, Unsur – Unsur Administrasi, Suatu Kumpulan Karangan,
Karya Kencana Yogyakarta.
55| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Sebagaiman diketahui bahwa organisasi meupakkan wadah kerja
sama, merupakan struktur yang mengatur pembagian wewenang dan
tanggung jawab. Dalam aktifitasnya organisasi harus diusahakan agar
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Berkenaan dengan berbagai faktor,
baik yang bersifat internal atau eksternal, senantiasa terbuka kemungkinan
diadakan penataan kembali berupa perbaikan, perubahan dan
penyempurnaan organisasi. Penataan kembali yang dilakukan memiliki
tujuan menghasilkan efisiensi yang lebih besar sehingga tercipta suatu
kondisi yang lebih kondusif bagi peningkatan produktivitas. Candler dan
Plano mengemukakan tujuan-tujuan dari reorganisasi atau penataan
kembali organisasi adalah :
1. Memperkecil pemborosan dan duplikasi dengan mengitegrasikan
beberapa satuan organisasi yang menjalankan tugas yang sama;
2. Mengurangi jumlah satuan-satuan organisasi yang harus melapor
pada pemimpin, dengan mengonsolidasikan mereka ke dalam
kelompok satuan kerja yang lebih sedikit;
3. Memungkinkan para staf memberikan saran pendapat kepada
pimpinan;
4. Mempertegas garis kewenangan dan tanggung jawab, sehingga
keputusan dapat dibuat secara lebih efektif dan bertanggung jawab;
5. Mengurangi jabatan-jabatan dan satuan – satuan pimpinan yang
lebih banyak terlibat pada hal – hal rutin daripada terlibat pada
proses pembuatan kebijakan.
6. Menyemangati satuan – satuan perencanaan untuk selalu
memberikan bantuan kepada para pembuat keputusan;
56| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
7. Membuka kemungkinan untuk melakukan peninjauan yang
sistematis dan kontinyu terhadap manajemen personalia dan
prosedur anggaran.8
Landasan filosofis penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten
Badung yaitu bahwa dalam esensi hakiki perangkat daerah merupakan
organisasi yang memiliki unsur – unsur dan prinsip – prinsip ideal sebagai
parameter atau tolak ukur. Gunanya tentu saja untuk menilai apakah
organisasi perangkat daerah yang ada berjalan dengan baik atau tidak,
apabila dinilai kurang baik dan kurang memberi manfaat bagi pencapaian
tujuan maka merupakan suatu kewajaran bila ada peninjauan kembali
dalam kerangka penataan organisasi perangkat daerah. Efektifitas dan
efisiensi sebagai landasan dasar penataan secara substansi memberikan
dampak yang sangat baik secara internal karena akan menghemat
anggaran yang ada, dan secara eksternal tentunya fungsi pemerintah
sebagai pelayan publik dapat memberikan kontribusi yang lebih kepada
masyarakat.
B. Landasan Sosiologis
Menurut Bagir Manan, suatu peraturan perundang-undangan yang
baik bilamana memenuhi persyaratan sebagai berikut:9
a. Ketepatan struktur, ketepatan pertimbangan, ketepatan dasar hukum, ketepatan bahasa (peristilahan), ketepatan pemakaian huruf dan tanda baca;
b. Kesesuaian isi dengan dasar yuridis, sosiologis dan filosofis;
8 Ali Mufis, 2009, Pengantar Ilmu Administrasi Negara, Universitas Terbuka, Jakarta. 9 Bagir Manan, 1995, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan
Tingkat Daerah. Univ. Islam Bandung, Bandung, h. 12.
57| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
c. Perturan perundang-undangan tersebut dapat dilaksankaan (applicable) dan menjamin kepastian.
Pandangan ini sejalan dengan pendapat Van der Vlies sebagaimana
dikutip oleh A. Hamid S Attamimi yang mengemukakan 2 (dua) asas pokok
yang harus dipenuhi dalam membuat suatu pertauran perundang-
undangan yang baik, yakni asas formal dan asas material. Asas formal
mencakup “asas tujuan yang jelas, asas organ/lembaga yang tepat, asas
perlunya peraturan, asas dapat dilaksanakan, dan asas konsensus”,
sedangkan asas material mencakup “asas terminologi dan sistematika yang
benar, asas dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas
kepastian hukum dan asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual”10.
Selain dari apa yang dikemukakan diatas dalam mengkaji hukum
dalam bentuk peraturan perundang-undangan ada satu teori yang cukup
relevan untuk diperhatikan yaitu Teori Hukum Responsive. Teori hukum ini
dikembangkan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick, merupakan bagian
dari teori hukum modern. Teori ini dilandasi oleh pemikiran Jerome Frank
yang memberikan suatu catatan bahwa tujuan kunci dari kaum realis
(realisme hukum ) adalah membuat hukum lebih responsif terhadap
kebutuhan sosial (masyarakat). Sehubungan dengan ini maka lapangan
relevansi hukum (legal relevant) menjadi diperluas yaitu dengan
memasukkan pengetahuan tentang konteks sosial di dalam penalaran
hukum. Aliran Sociological jurisprudence juga menghendaki agar lembaga
10 A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peraturan Keputusan Presiden republik Indonesia
Dalam Penyelenggaraan pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan
Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertai,
Fakultas Pascasarjana, Univ. Indonesia, Jakarta, h. 330.
58| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
hukum lebih memperhatikan secara lengkap dan kritis mengenai fakta-
fakta sosial terhadap mana hukum itu ditampilkan dan diterapkan. Teori
dari Roscoe Pound tentang kepentingan sosial merupakan upaya yang lebih
jelas untuk mengembangkan satu model tentang hukum responsif. Dalam
perspektif ini hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu yang
lebih dari sekedar keadilan prosedural. Hukum memiliki kekuasaan dan
sekaligus terbuka, membantu merumuskan kepantingan publik, dan
dijalankan untuk pencapaian keadilan substantif.11 Dengan kata lain Teori
Hukum Responsif menghendaki agar hukum lebih memperhatikan
kepentingan-kepentingan masyarakat dalam rangka mewujudkan keadilan
substansif. Dengan melihat teori di atas maka seyogyanya setiap produk
hukum sudah memperhatikan kepentingan-kepentingan social, artinya
kepentingan sosial ini mencakup pula nilai-nilai yang melandasi
kepentingan sosial tersebut. Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu
masyarakat pada dasarnya merupakan pengejawantahan cita hukum yang
dianut dalam masyarakat yang bersangkutan kedalam perangkat berbagai
aturan hukum positif, lembaga hukum dan proses (perilaku birokrasi
pemerintahan dan warga masyarakat).
Setiap produk hukum yang baik harus memenuhi semua aspek
metode yang ada baik, kemudian juga materi dalam substansi yang relevan,
dan mempunyasi daya keberlakuan secara sosiologis. Pengabaian
keberlakuan secara sosiologis dari produk hukum khususnya di daerah
mengakibatkan banyak bermunculan Peraturan daerah yang tidak efektif,
11 Phillippe Nonet dan Philip Selznick, 1978, Law and Society in Transition Toward
Responsive Law, Harper Colophon Books, New York, , h. 73-74
59| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
artinya banyak Peraturan Daerah yang tidak berjalan, bahkan banyak pula
kemudian yang dibatalkan oleh pemerintah pusat. Dalam pembuatan suatu
perda idealnya yang dilakukan terlebih dahulu adalah melihat dan
mendengar masyarakat, sehingga dapat menyerap aspirasi dari
masyarakat. Jika produk hukum itu dari masyarakat maka dengan
sendirinya masyarakat akan mematuhinya.
Dalam hal ini, keterlibatan masyarakatakan sangat menentukan
aspek keberlakuan hukum secara efektif dan tujuan pemerintah akan sulit
terwujud jika masyarakat tidak berpartisipasi. Membicarakan hukum
adalah membicarakan hubungan antar manusia. Membicarakan hubungan
antar manusia adalah membicarakan keadilan. Dengan demikian setiap
pembicaraan mengenai hukum, senantiasa merupakan pembicaraan
mengenai keadillan pula. Kita tidak dapat hanya membicarakan hukum
hanya sampai kepada wujudnya sebagai suatu bangunan yang formal. Kita
juga perlu melihatnya sebagai ekspresi dari cita-cita keadilan
masyarakatnya.12
Keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus
untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya.
Keadilan adalah ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan
obyek diluar diri kita. Obyek yang ada diluar kita ini adalah manusia sama
dengan kita. Oleh karena itu ukuran tersebut tidak dapat dilepaskan dari
arti yang kita berikan kepada manusia dan kemanusiaan, tentang konsep
kita mengenai manusia. Bagai mana anggapan kita tentang manusia, itulah
yang akan membuahkan ukuran-ukuran yang kita pakai dalam
12Satjipto Raharjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, h. 15
60| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
memberikan perlakuan terhadap orang lain. Apabila manusia itu kita
anggap sebagai mahluk yang mulia, maka perlakuan kita padanyapun akan
mengikuti anggapan yang demikian itu dan hal ini akan menentukan
ukuran yang akan kita pakai dalam menghadapi mereka.
Roscoe Pound melihat keadilan dalam hasil-hasil konkrit yang bisa
diberikan kepada masyarakat. Roscoe Pound melihat bahwa hasil yang
diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan-kebutuhan manusia
sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Pound
sendiri mengatakan bahwa ia senang melihat semakin meluasnya
pengakuan dan penguasaan terhadap kebutuhan, tuntutan atau keinginan-
keinginan manusia melalui pengendalian sosial, semakin meluas dan
efektifnya jaminan terhadap kepentingan sosial, suatu usaha untuk
menghapus pemborosan yang terus menerus dan semakin efektif dan
menghindari pembenturan antara manusia dalam menikmati sumber-
sumber daya, singkatnyasocial engineering yang semakin efektif.13
Pandangan Pound merupakan bagaimana suatu produk hukum
tersebut harus memiliki sifat sosiologis, kemudian dalam sosiologi hukum,
hukum memiliki fungsi sebagai social controlyaitu upaya untuk
mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan
menciptakan keadaan suatu masyarakat yang serasi antara stabilitas dan
perubahan didalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain
yaitu sebagai sarana social engineeringyang maksudnya adalah sebagai
sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam
13 Ibid. h. 10
61| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional
kedalam pola pemikiran yang rasional atau modern.
Sosiologi hukum berusaha mengupas hukum sehingga hukum itu
tidak bisa dipisahkan dari praktek penyelenggaraannya, tidak hanya
bersifat kritis melainkan bisa juga kreatif. Kreatifitas ini terletak pada
kemampuannya untuk menunjukkan adanya tujuan-tujuan serta nilai-nilai
tertentu yang ingin dicapai oleh hukum. Sehingga konsekuensi berlakunya
produk hukum yang tidak memiliki sifat sosiologis ialah produk hukum itu
tidak dapat bertahan lama dan daya ikat kepada masyarakat sangat lemah,
kemudian efektivitas hukum tidak efektif sehingga produk hukum tersebut
kurang berlaku dimasyarakat sehingga produk hukum tersebut perlu untuk
di-review.
Di Kabupaten Badung , peraturan daerah tentang perangkat daerah
yang akan dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016,
agar berlaku efektif tentunya harus memiliki sifat sosiologis yakni mampu
untuk menunjukkan adanya tujuan-tujuan serta nilai-nilai tertentu yang
ingin dicapai oleh hukum. Sifat sosiologis hukum memiliki fungsi
sebagai social controlyaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di
dalam masyarakat, yang bertujuan menciptakan keadaan suatu
masyarakat yang serasi antara stabilitas dan perubahan didalam
masyarakat. Dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun
2016 tentang Perangkat Daerah, diatur bahwa penetapan tipelogi perangkat
daerah yang dibentuk didasarkan pada parameter jumlah penduduk, luas
wilayah dan kemampuan anggaran daerah. Hal menunjukan bahwa
masyarakat menjadi ukuran yang utama dalam pembentukan perangkat
62| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
daerah, artinya bahwa peraturan daerah yang dibuat merupakan deskripsi
dari kondisi masyarakat. Harapannya tentunya perda tentang perangkat
daerah tersebut dapat berlaku efektif dan diterima secara rasional oleh
masyarakat.
4.3. Landasan Yuridis
Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945,14 yang bertujuan untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur baik materiil maupun spiritual secara merata di
semua lapisan masyarakat. Berdasarkan penjelasan umum angka 1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtstaat). Hal ini juga diperjelas melalui
amandemen ke- 3 UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan bahwa
Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum maka
negara kita menganut suatu ajaran hukum.15
Istilah negara hukum muncul apa abad ke -19, sedangkan
pemikiran tentang negara hukum (di dunia barat sudah mulai pada abad
ke-17 yang diawali oleh pemikiran Plato di jaman Yunani. Menurut
Platodalam negara ideal (Politea) penyelenggaraan negara yang baik tidak
14
Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan tolak ukur Badan Peradilan Administrasi
di Indonesia, Alumni Bandung, h. 11 15 Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta, h.
8
63| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
cukup dilakukan hanya oleh para Filosof, melainkan juga harus
berdasarkan pada peraturan yang baik yang disebut Nomoi.16
Ide negara hukum ini muncul kembali pada permulaan
perkembangan dari liberalisme, yang melahirkan negara hukum liberal atau
negara hukum dalam arti sempit (negara hukum formal) atau yang lebih
dikenal dengan negara penjaga malam (nachtwakerstaat),17 yang
merupakan awal dari konsep rechtstaat, yang lebih mengutamakan pada
unsur perlindungan hukum.
Menurut Imannuel Kant, untuk disebut sebagai negara hukum
maka harus memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan
terhadap hak asasi manusia, adanya pemisahan kekuasaan dalam
negara.18 Ide ini selanjutnya dikembangkan oleh F.J. Stahl, dengan
menambah dua unsur lagi yaitu setiap tindakan negara harus berdasarkan
undang-undang serta adanya peradilan administrasi negara. Dengan
memantapkan prinsip liberalisme yang dikemukakan oleh Rousseau, yang
menekankan pada unsur-unsur negara hukum, sehingga rumusannya
menjadi :
1. Adanya jaminan atas hak asasi manusia/hak dasar manusia;
2. Adanya pemisahan kekuasaan;
3. Pemerintahan berasarkan hukum/undang-undang (asas legalitas);
16
J.H. Rapar, 1988, Filsafat politik Plato, Rajawali Pers, Jakarta h. 90 17 E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Republik Indonesia, Pustaka
Tinta Mas, Surabaya, h. 26 18 Moh. Kusnardi dan Bintan R Saragih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet. 4,
Gaya Media Pratama, Jakarta, h. 132
64| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
4. Adanya peradilan tata usaha negara/administrasi negara.19
Dalam konsep negara hukum, asas legalitas merupakan unsur yang
utama dalam sebuah negara hukum.20 Asas legalitas banyak digunakan
dalam lapangan hukum pidana. Dalam lapangan hukum administrasi
negara terwujud dalam “wetmatigheid van bestuur” yang merupakan
pemikiran abad XIX yang dikuasai oleh pemikiran negara undang-undang
(wettenstaat), sebaliknya pemikiran negara hukum abad XX lebih
mengedepankan “doelstalling” (penetapan tujuan) daripada “Normstelling
(penetapan Norma).21 Asas ini dijadikan sebagai dasar dalam setiap
penyelanggaraan pemerintahan terutama bagi negara-negara yang
menganut sistem Eropa continental (civil law). Asas legalitas menentukan
bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan
pada undang-undang yang merupakan ciri khas negara hukum yang sering
dirumuskan dalam ungkapan “Het beginsel van wetmatigheid van
bestuur”.22
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan
negara hukum.23 Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk
undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari
rakyat. Seperti yang dikemukakan oleh JJ. Rousseau, bahwa undang-
19
Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi
Revisi, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi RI, h. 151 20 A. Mukthie Fadjar, 2005, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, Malang,
h. 59 21 Philipus M Hadjon, 1992, Pemerintahan Menurut Hukum, Kumpulan Makalah
Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Tata Usaha Negara, disampaikan pada
penataran “Hukum Administrasi dan Hukum Lingkungan” Diselenggarakan Dalam Rangka
Kerja Sama Hukum Indonesia – Belanda tanggal 18 – 28 November 1992 Di Universitas
Airlangga, Surabaya, h. 1 (Selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon I) 22Ibid, h. 66 23 H. Mustamin DG. Matutu, et.al, 2004, Mandat, Delegasi, Atribusi Dan
Implementasinya Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, h. VIII
65| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
undang merupakan personifikasi dari akal sehat manusia sebagai
pengejawantahannya yang dapat dilihat dari prosedur pembentukan
undang-undang yang melibatkan atau memperoleh persetujuan rakyat.24
Dalam kaitanya dengan penelitian ini maka penyelenggaraan
kepariwisataan yang diselenggaakan oleh pemerintah daerah harus ada
dasar hukumnya, hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya kepastian
hukum.
Dalam negara hukum yang berlandaskan pancasila yang
merupakan konsep negara hukum Republik Indonesia yang secara umum
dapat dikatakan sebagai negara yang mengimplementasikan unsur-unsur
negara hukum yang dijiwai oleh filsafat dasar negara serta pandangan
hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan dilandasi oleh UUD NRI 1945
sebagai peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam negara
(supremasi).
Secara gramatikal dan terminologi, supremasi berarti tertinggi, jadi
supremasi hukum berarti sebagai suatu peraturan yang tertinggi atau
hukum merupakan kekuasaan yang tertinggi. Menurut H. Harris Soche
supremasi hukum di Indonesia ada pada UUD 1945.25 Dalam hal ini
supremasi hukum diidentikkan dengan supremasi konstitusi, yaitu UUD
merupakan peraturan peraturan perundang-undangan tertinggi di
Indonesia.
24Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, h. 67 25 H.Harris Soche, 1985, Supremasi Hukum dan prinsip Demokrasi di Indonesia, Hanindita,
Yogyakarta, h. 16
66| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Hal senada juga dikemukakan oleh L.M. Friedman mengatakan
bahwa constitution is the supreme law of the land, atau bahkan sering
disebut sebagai the highest authority.26 Sejalan dengan itu menurut AV.
Dicey,27 mengemukakan bahwa supremasi hukum merupakan salah satu
pengertian atau unsur negara hukum yang berdasarkan kedaulatan hukum
(Rule of law), yakni: supremacy of law, equality before the law, dan due
process of law, diartikan sebagai keunggulan mutlak atau supremasi aturan
hukum sebagai penentang dari pengaruh kekuasaan yang sewenang-
wenang, serta meniadakan adanya kesewenang-wenangan, lebih lanjut
dikatakan bahwa :
In the first place, the absolute supremacy or predominance of regular law
as opposed the influence of arbitrare power, and excludes the existence
of arbitrariness, of prerogrative, or even of wide discretionary authority
on the part of the government…, a man may with us be punished for a
breach of law, but he can not be punished for nothing else.28
Rule of law, Di tempat pertama, supremasi yang absolute atau
dominasi aturan hukum yang regular sebagai lawan dari pengaruh
kekuasaan arbitrasi, dan perkecualian dari eksistensi
arbitrasi,prerogratif, atau bahkan luasnya kekuasaan diskresi
pemerintah…, seseorang dapat saja dihukum apabila melanggar
hukum, tapi dia tidak dapat dihukum untuk hal lainnya.
Dengan demikian supremasi hukum berarti superioritas hukum,
sehingga tidak lagi ada kesewenang-wenangan. Seseorang hanya dapat
dihukum jika melanggar hukum, tidak untuk yang lain. Oleh sebab itu
26
Lawrence M. Friedman, 1998, American Law An introduction, Second Edition,
terjemahan Wishnu Basuki, 2001, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Tatanusa, Jakarta,
h. 251 27 Moh. Kusnardi & Bintan Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet. 4, Gaya Media
Pratama, Jakarta 28 Wade. E.C.S. and Godfrey Philips.G, 1997, Constitutional and Administrative
law, Ninth Edition by A.W. Bradley, Great Britain, h. 87
67| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
hukum tidak boleh menjadi “alat”, akan tetapi harus menjadi tujuan, yaitu
untuk melindungi kepentingan rakyat. Hukum disamping bersifat represif
juga harus bersifat responsif artinya bahwa hukum itu tidak hanya berisi
aturan-aturan yang normatif dan imperatif, melainkan harus mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan sehingga tidak merusak
kepentingan rakyat dalam artian hukum yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat (hukum responsif).29
Dalam konteks usaha penataan organisasi perangkat daerah
Kabupaten Badung tentunya tidak lepas dari asas legalitas dalam Negara
hukum bahwa segala tindakan pemerintah daerah tentunya didasarkan
atas hukum dan menempatkan hukum sebagai panglima yang mengatur
usaha penataan organisasi perangkat daerah tersebut. Dinamika
perubahan dalam skala global menuntut organisasi perangkat daerah
melakukan perubahan untuk mempertahankan eksistensinya. Organisasi
perangkat daerah harus disesuiakan dengan situasi dan kondisi yang ada
yakni melakukan penyesuaian untuk menjadi lebih fleksibel. Dalam lingkup
organisasi perangkat daerah, keluarnya Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah menuntut penyesuaian pada pola
penataan kelembagaannya.
Di Kabupaten Badung organisasi perangkat daerah sebelumnya
diatur berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 7 Tahun
2008 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah
29 Philip Selnick dan Seil Noneck 2008, Hukum Responsif, Cet, 2, Terjemahan
Raisul Muttaqien, Nusamedia, Bandung, h. 84
68| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Kabupaten Badung. Pedoman dasar pembentukan Peraturan Daerah ini
adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
dan Peraturan Pemerintah No 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah. Adanya perubahan undang-undang tentang Pemerintahan daerah
dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014, dan Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, maka dituntut penyesuaian Perda
Kabupaten Badung No. 7 tahun 2008 terhadap aturan baru yang ada
diatasnya tersebut. Mengapa demikian karena pada asasnya berlaku bahwa
aturan yang lebih rendah tidak bertentangan dengan aturan yang lebih
tinggi.
Suatu peraturan perundang-undangan yang berada dibawah UUD
harus sesuai atau tidak boleh bertentangan dengan UUD. Sehingga
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya dalam hal
ini hukum bersifat hierarki, yang artinya ketentuan yang paling bawah
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang derajatnya lebih tinggi
(Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Hal ini sejalan
dengan teori penjenjangan norma (Stufenbau Theorie ) dari Hans Kelsen30
yang menyatakan bahwa suatu norma hukum itu valid karena dibuat
menurut cara yang ditentukan oleh suatu norma hukum lainnya yang lebih
30 Otje Salman, 1992, Ikhtisar Filsafat Hukum, Cet. 3, Armico, Bandung, h. 14
69| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
tinggi yang digambarkan sebagai hubungan yang “superordinasi “ dan
“subordinasi”.31
Teori penjenjangan norma hukum dari Hans Kelsen ini diilhami oleh
seorang muridnya yang bernama Adolf Merkl yang mengemukakan suatu
norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah (das Dopplelte
Rechtsantlitz). Menurut Adolf Merkl, suatu hukum itu ke atas ia bersumber
dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi kebawahnya juga menjadi
dasar dan menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya. Suatu norma
hukum itu mempunyai masa berlaku (rechtskracht) yang relatif oleh karena
masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum
yang berada di atasnya sehingga apabila norma hukum yang berada di
atasnya dicabut atau dihapus, maka norma-norma hukum yang berada di
bawahnya tercabut atau terhapus pula.
Berdasarkan teori Adolf Merkl tersebut, dalam teori penjenjangan
norma dari Hans Kelsen, juga mengemukakan bahwa suatu norma hukum
itu selalu berdasar dan bersumber pada norma yang di atasnya, tetapi ke
bawah norma hukum itu juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi
norma yang lebih rendah daripadanya. Dalam hal tata susunan/hierarki
sistem norma, norma yang tertinggi (Norma Dasar) itu menjadi tempat
bergantungnya norma-norma dibawahnya sehingga apabila Norma Dasar
itu berubah, maka akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada di
bawahnya. Hans Nawiasky, salah seorang murid dari Hans Kelsen,
mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam
31
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum normative Sebagai
Ilmu Hukum Empirik-Deskriftif, Alih Bahasa Somardi, Rindipress, h. 126
70| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunya yang
berjudul Allegemeine Rechtslehre mengemukakan bahwa sesuai dengan
teori Hans Kelsen suatu norma hukum dari negara manapun selalu
berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, dimana norma yang dibawah berlaku,
berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih
tinggi berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi,
sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut Norma Dasar. Tetapi
Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan
berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-
kelompok. Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam
suatu negara menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas:
Kelompok I : Staatsfundamenlatnorm (Norma Fundamental Negara)
Kelompok II : Staats grundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara)
Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang „formal‟)
Kelompok IV : Verodnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana &
Aturan Otonom)
Kelompok-kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada dalam tata
susunan norma hukum setiap negara walaupun mempunyai istilah yang
berbeda-beda ataupun jumlah norma hukum yang berbeda dalam tiap
kelompoknya32.
Menurut Hans Nawiasky, isi Staatsfundamentalnorm ialah norma
yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang
dasar suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya.
32Maria Farida Indarti Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang- Undangan,
Kanisius, Yogyakarta, h.25-27
71| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya
suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia ada terlebih dulu sebelum
adanya konstitusi, dan menurut Carl Schmitt ini merupakan keputusan
atau konsensus bersama tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik
(eine Gesammtentschedung iiber Art und Form einer politischen Einheit), yang
disepakati oleh suatu bangsa.33
Karakteristik dari negara kesatuan adalah sentralisasi/konsentrasi,
sehingga semua kewenangan baik kewenangan politik maupun kewenangan
administrasi akan terpusat pada Pemerintah Pusat. Kewenangan politik
berkaitan dengan perumusan kebijaksanaan/pembuatan kebijaksanaan
sedangkan kewenangan administrasi berkaitan dengan pelaksanan dari
kebijakasanaan tersebut dan itu semua merupakan ciri khas dari negara
kesatuan. Dengan luas wilayah yang ada di Indonesia dan juga karakter
yang berbeda-beda, maka pelaksanan segala urusan yang terpusat tidak
akan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Efektif berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai sedangkan efisien berkaitan dengan penggunaan
pikiran, tenaga, maupun waktu yang sehemat mungkin. Supaya
penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara efektif dan efisien
maka dari itu timbulah suatu pemikiran pemikiran kearah desentralisasi.
Desentralisasi berkaitan dengan kepentinyan nyata, yang sebenarnya
menjadi kepentingan masyarakat yang ada di masing-masing daerah,
sehingga diperlukan adanya pemencaran kewenangan dengan maksud
untuk dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Dalam negara kesatuan
33Ibid, h. 288.
72| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
dengan sistem desentralisasi ditandai dengan adanya kewenangan yang di
berikan Pemerintah Pusat kepada daerah.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi
terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap daerah tersebut
mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus urusanya sendiri
dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan atas desentralisasi
yang pada akhirnya melahirkan otonomi daerah. Pemberian otonomi
kepada daerah diaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat yang dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan beberapa
aspek yang terkait dengan keaneka ragaman daerah serta kekhususan yang
ada pada masing-masing daerah.
Tugas pemerintahan adalah untuk mewujudkan tujuan negara
sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan tugas tersebut
merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas-tugas
administrasi negara dan pemerintahan, sehingga diperlukan peraturan
yang dapat mengarahkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan
menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen
friendly), membatasi kekuasaan administrasi negara dalam menjalankan
73| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
tugas pemerintahan, pelayanan dan pembangunan. Dalam pelaksanan
urusan pemerintahan harus ada pembagian yang jelas antara pemerintah
pusat dengan Pemerintah daerah. Penyerahan kewenangan pemerintah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi harus disertai dengan penyerahan
pembiayaan, prasarana, personil dan dokumen sesuai dengan kewenangan
yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Oleh
karena itu dalam rangka melaksanakan cara pembagian urusan dikenal
adanya desentralisasi dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan.
Desentralisasi akan melahirkan apa yang disebut dengan otonomi, yang
berarti mengurus diri sendiri.
Dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) menyebutkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, dan tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan Undang-Undang . Undang-Undang yang dimaksud oleh UUD NRI
1945 tersebut saat ini adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah diberikan otonomi dan juga
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, (Pasal 18 ayat 6
UUD 1945). Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Otonomi Daerah adalah : Hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam system Negara kesatuan Republik
Indonesia. Daerah Otonom menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
74| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Pemerintahan Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ada beberapa ciri-ciri daerah otonom yaitu :
1. Mempunyai aparatur pemerintahan sendiri.
2. Mempunyai urusan / wewenang tertentu.
3. Mempunyai wewenang mengelola sumber keuangan sendiri.
4. Mempunyai wewenang membuat kebijaksaan / perbuatan sendiri.
Menurut Mohammad Hatta, pembentukan pemerintahan daerah
(pemerintahan yang berotonomi), merupakan salah satu aspek pelaksanaan
paham kedaulatan rakyat (demokrasi): “Menurut dasar kedaulatan rakyat
itu, hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk
pimpinan negeri, melainkan juga pada tiap tempat di kota, di desa dan di
daerah.34Prinsip otonomi daerah yang terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun
2014 adalah prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab.
Prinsip otonomi seluas-luasnya berarti daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi
urusan pemerintah yang ditetapkan dalam UU ini. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah memberi palayanan, peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan Otonomi Daerah dilaksanakan pula
34Mohammad Hatta, 1976,. Kumpulan Karangan (I), Bulan Bintang,
Jakarta. h. 3
75| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
dengan prinsip otonomi yang nyata, maksudnya adalah suatu prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan
tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah
tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian
utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan
masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang
tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah
juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah
lainya artinya, mampu membangun kerjasama antar daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar
daerah, masalah pemberian otonomi seluas-luasnya lebih banyak timbul
dari salah pengertian, yaitu ada semacam anggapan dengan pemberian
otonomi seluas-luasnya akan terjadi hubungan yang tidak seimbang antara
Pusat dan Daerah. Pusat dapat menjadi terlalu lemah dan daerah menjadi
terlalu kuat. Kesalah pengertian ini dapat dihindari kalau beberapa prinsip
negara berotonomi :
a) Otonom adalah perangkat dalam negara kesatuan. Jadi seluas-luasnya
otonomi tidak dapat menghilangkan arti, apalagi keutuhan negara
kesatuan.
76| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
b) Isi otonomi bukanlah pembagian jumlah (quantum) urusan
pemerintahan antara Pusat dan Daerah. Urusan pemerintahan tidak
dapat dikenali jumlahnya. Pembagian urusan (urusan yang diserahkan)
harus di lihat dari sifat dan kualitasnya. Urusan-urusan rumah tangga
daerah selalu lebih ditekankan pada urusan pelayanan (services).
Dengan demikian segala urusan yang akan menjadi ciri dan kendali
keutuhan negara kesatuan akan tetap pada pusat. Jadi sesungguhnya
pengertian otonomi luas bukanlah terutama soal jumlah urusan.
Otonomi luas harus lebih diarahkan pada pengertian kemandirian
(zelfstandingheid) yaitu kemandirian untuk secara bebas menentukan
cara-cara mengurus rumah tangganya sendiri, menurut prinsip-prinsip
umum negara berotonomi)
c) Dalam setiap otonomi, selalu disertai dengan sistem dan mekanisme
kendali dari Pusat. Kendali itu adalah kendali pengawasan dan kendali
keuangan. Telah dikemukakan bahwa dari berbagai sistem otonomi,
tampaknya otonomi riil dipandang sebagai suatu yang cocok bagi
penyelenggaraan otonomi di Indonesia. Dalam rangka menegaskan
bahwa otonomi riil (nyata) tersebut adalah otonomi nyata dan
bertanggung jawab. Dalam Tap MPR 1993 ditambah dengan kualifikasi
lain sehingga menjadi : “nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab”.
Akibat berbagai kualifikasi ini esensi otonomi nyata menjadi kabur,
karena yang selalu ditekankan misalnya soail bertanggung jawab. Salah
satu yang menyolok adalah tetap dilaksanakan prinsip uninformitas
dalam penyerahan urusan rumah tangga daerah. Sedangkan otonomi
riil (nyata) justru tidak menghendaki prinsip uniformitas tersebut.
77| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Pemberian otonomi harus benar-benar didasarkan pada kenyataan yang
ada di daerah yang bersangkutan. Dari uraian diatas, maka dua hal
penting dalam penentuan isi otonomi daerah, yaitu:
d) Pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah. Yang harus
diluaskan adalah kemandirian daerah. Betatapun banyak urusan yang
diserahkan, apabila daerah tidak mendiri tidak akan mewujudkan
otonomi yang sebenarnya.
e) Penyelenggaraan otonomi riil (nyata) tidak menghendaki prinsip
uniformitas dalam penyerahan urusan. Tiap daerah akan memilih
urusan rumah tangga sesuai dengan kenyataan yang ada pada daerah
tersebut.35
Pada pengertian otonomi daerah terkandung konsepsi adanya
kemandirian (zelfstandigheid) Pemerintah Daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri sebagian urusan pemerintahan yang diserahkan atau
dibiarkan sebagai urusan rumah tangga satuan pemerintahan lebih
rendah.36 Dalam melaksanakan otonomi yang diberikan kepada pemerintah
daerah maka kemudian pemerintah daerah menetapkan suatu peraturan
daerah dan peraturan lain sebagai instrument hukum untuk melaksanakan
otonomi daerah tersebut, dimana Peraturan Daerah ini merupakan salah
satu jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang
secara rincinya mengatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
35Bagir Manan, Op.Cit. h, 144-149 36Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1990, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Alumni, Bandung, h. 128
78| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Tap MPR
c. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah;
Menurut pertingkatan hukum, materi dan jenis hukum yang lebih
tinggi untuk operasionalnya harus dituangkan atau menjadi materi. Jenis
hukum yang lebih rendah, yang tidak dibenarkan adalah apabila
bertentangan, baik secara harfiah maupun dalam hal jiwanya pengaturan.
Sehingga dalam hal ini Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatanya. Hal ini
sejalan dengan teori penjenjangan norma (Sufenbou Theorie ) dari Hans
Kelsen,37 yang menyatakan bahwa suatu norma hukum itu valid karena
dibuat menurut cara yang ditentukan oleh suatu norma hukum lainnya
yang lebih tinggi yang digambarkan sebagai hubungan yang “superordinasi
“ dan “subordinasi”.38 Dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan
tersebut haruslah berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik seperti yang diatur dalam Pasal 5 beserta
penjelasannya . UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
Perundang-Undangan, yaitu sebagai berikut:
37 Otje Salman, 1992, Ikhtisar Filsafat Hukum, Cet. 3, Armico, Bandung, h. 14 38 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum normative Sebagai
Ilmu Hukum Empirik-Deskriftif, Alih Bahasa Somardi, Rindipress, h. 126
79| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
a. Asas kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
b. Asas kelembagaan atau organ pembentukan yang tepat,yaitu bahwa
setiap jenis peraturan Perundang-Undangan harus dibuat oleh Lembaga
Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan yang berwenang. Peraturan
Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu bahwa dalam
pembentukan peraturan Perundang-Undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan
Perundang-Undangannya.
d. Asas dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan
Perundang-Undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan
perundang-undangan tersebut didalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis maupun sosiologis.
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu bahwa setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar di butuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan, yaitu bahwa setiap peraturan perundang-
undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.
80| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
g. Asas Keterbukaan, yaitu bahwa dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,
dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
peraturan perundang-undangan.
Demikian juga materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mengandung beberapa asas seperti yang diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
diuraikan lebih lanjut dalam penjelasannya, yaitu sebagai berikut:
a. Asas Pengayoman, yaitu setiap menteri muatan peraturan perundang-
undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka
menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Asas Kemanusiaan, yaitu setiap materi muatan perundang-undangan
harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
c. Asas Kebangsaan, yaitu setiap muatan peraturan perundang-undanagn
harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik
Indonesia.
d. Asas Kekeluargaan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
81| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
e. Asas Kenusantaraan, yaitu setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan
senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan
materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila.
f. Asas Bhineka Tunggal Ika, yaitu materi muatan peraturan perundang-
undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang
menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
g. Asas Keadilan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa kecuali.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu
setiap materi muatan peraturan perundang-undangan todak boleh berisi
hal-hal yang bersifat membedakan berdasrkan latar belakang, antara
lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, yaitu setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melelui jaminan adanya kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, yaitu setiap metari
muatan setiap materi perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian dan keselarasan, antara kepentingan individu
dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
82| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Peraturan Daerah dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi
Peraturan Daerah yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan asas adalah
suatu alam pikiran dan cita-cita ideal yang bersifat umum dan abstrak yang
melatar belakangi pembentukan norma hukum yang konkret. Peraturan
Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah,
yang terdir dari Peraturan Daerah Provinsi/atau peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Salah satu yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
menciptakan produk hukum daerah khususnya Perda yang aspiratif dan
berkualitas adalah dengan memperhatikan dan memprioritaskan aspek dan
komponen yang harus ada dalam produk hukum daerah tersebut. Ada 5
aspek utama yang menjadi landasan dalam menciptakan produk Hukum
Daerah, yaitu:
a. Aspek Filosofis
Produk hukum daerah yang dibuat haruslah berlandaskan pada
kebenaran dan cita rasa keadilan serta ditujukan untuk kesejahteraan
masyarakat, kelestarian ekosistem dan supremasi hukum.
b. Aspek Sosiologis
Produk hukum daerah yang dibuat muncul dari harapan, aspirasi,
dan sesuai dengan konteks kebutuhan sosial masyarakat.
c. Aspek Yuridis
Produk Hukum Daerah yang dibuat menjungjung tinggi supremasi dan
kepastian hukum serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
83| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
d. Aspek Substansi
Produk Hukum Daerah harus memuat gagasan pengaturan suatu materi
di bidang tertentu yang telah ditinjau secara holistik-futuristik dan dari
berbagai aspek ilmu. Inilah mengapa penting bagi setiap peraturan
daerah memiliki naskah akademis yang memuat aspek subtansi yang
akan diatur secara ilmiah.
Dalam kaitan dengan hal di atas, dalam penyusunan suatu
perundang-undangan termasuk juga dalam penyusunan peraturan daerah
perlu juga diperhatikan beberapa prinsip agar produk hukum yang
dibentuk dapat memberikan dasar/landasan hukum bagi pelaksanaan
suatu tugas pemerintahan. Mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun suatu peraturan daerah antara lain adalah :
1. larangan adanya kekosongan hukum. Kekosongan hukum dapat terjadi
bilamana suatu undang-undang baru tidak menyebutkan kapan waktu
pemberlakuan undang-undang bersangkutan.
2. larangan adanya norma kabur dalam perundang-undangan. Norma
kabur dapat terjadi bilamana norma bersangkutan tidak jelas isi dan
lingkupannya.
3. larangan adanya konflik norma baik secara internal maupun eksternal.
Konflik norma internal dapat terjadi bila dalam suatu produk hukum
antara norma yang satu dengan norma yang lainnya tidak sinkron,
sedangkan konflik norma eksternal terjadi bilamana ketidaksinkronan
terjadi antara norma dalam suatu produk hukum dengan norma pada
produk hukum lainnya yang berkaitan.
84| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Dihindari atau tidak dijumpainya beberapa kelemahan dalam
penyusunan suatu perundang-undangan dan peraturan daerah seperti di
atas, akan dapat mencegah atau mengatasi kelemahan penegakan hukum
dari aspek hukumnya sendiri. Secara normatif, hal ini sangat penting
dalam pelaksanaan penegakan hukum, karena akan dapat
memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi
tindakan pemerintah yang diduga menimbulkan kerugian terhadap
masyarakat.
Disamping itu agar Produk Hukum Daerah khususnya Peraturan
Daerah dapat mendukung penegakan hukum yang efektif harus mengatur
secara komprehensif mengenai beberapa hal / mengandung beberapa
komponen, yaitu:
a. Substansi (Subtance)
Subtansi atau muatan produk hukum daerah harus memperhatikan
dam memuat aspek filosofis, sosiologis dan subtansi teori secara ilmiah.
b. Kelembagaan (structure)
Produk Hukum daerah khususnya peraturan daerah seharusnya
mengatur mengenai kelembagaan dan aparat penegak hukum yang
menjadi bagian terpenting dari penegak hukum yang diatur dalam
produk hukum daerah.
c. Budaya Hukum (Culture)
Produk hukum daerah harus juga memperhatikan, mengakomodir, dan
tidak bertentangan dengan kebudayaan masyarakat. Lebih baik jika
85| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
produk daerah dapat mengangkat kearifan masyarakat adat, agama dan
lokal, khususnya budaya penataan hukum masyarakat.39
Dalam Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa yang menjadi materi
muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaran otonomi daeah dan tugas pembantuan dan penampung
kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Materi muatan peraturan daerah tersebut
merupakan materi muatan yang bersifat atribusian maupun delegasian dari
materi maupun peraturan daerah juga berisi hal-hal yang merupakan
kewenangan daerah menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pemerintah Daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, didalam mengendalikan pelaksanaan tugas
pemerintahan maupun kegiatan pembangunan di wilayahnya menetapkan
berbagai produk hukum. Produk hukum yang ditetapkan diperlukan untuk
mengatur dan menjadi dasar yuridis dari pemerintah didalam mengurus
urusan yang menjadi wewenangnya. Perbuatan mengatur dan mengurus
tersebut merupakan wujud sikap-tindak Pemerintah berdasarkan hukum
publik bersegi satu yang dapat diperoleh dari peraturan perundang-
39 Harry Alexander, 2004, Paduan Perancang Peraturan Daerah di Indonesia,
Solusido, Jakarta, , h. 43-50
86| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
undangan baik secara langsung (atribusi) ataupun pelimpahan (delegasi
dan sub delegasi)40.
Pembentukan peraturan daerah mengenai organisasi perangkat
daerah di Kabupaten Badung menjadi hal yang sangat urgen untuk
dilakukan. Maksud pembuatan peraturan daerah ini sebagai respon dari
berlakunya Undang – Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat
Daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan yang
signifikan terhadap pembentukan perangkat daerah, yakni dengan prinsip
tepat fungsi dan tepat ukuran berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan
kondisi nyata di masing-masing daerah. Hal ini juga sejalan dengan prinsip
penataan organisasi perangkat daerah yang rasional, proporsional, efektif
dan efisien. Pengelompokan organisasi perangkat daerah didasarkan pada
konsepsi pembentukan organisasi yang terdiri dari 5 (lima) elemen yaitu
kepala daerah (strategic apex), sekretaris daerah ( middle line ), dinas
daerah (oprating core ), badan/fungsi penunjang (technostructure), dan staf
pendukung (supporting sataf ). Penerapan konsep – konsep baru
penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 dan penerapan konsep – konsep baru pula mengenai organisasi
perangkat daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
Tentang Perangkat Daerah, dimana diterapkan standar – standar penilaian
bagi masing – masing perangkat daerah yang menentukan eksistensinya,
berdasarkan asas legalitas dan teori hierarki perundang-undangan maka
40 Sjachran Basah, 1986, Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak
administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung, h. 13-14.
87| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
dipandang perlu untuk mengatur kembali organisasi perangkat daerah
Kabupaten Badung, menggantikan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Badung, yang secara yuridis sudah tidak
sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi dan
secara empiris sudah tidak sesuai dengan perubahan serta perkembangan
arah kebijakan pemerintah.
-------------------------------------------
88| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan
Jangkauan dari pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang perangkat daerah ini adalah pembentukan perangkat daerah
dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran berdasarkan beban kerja
yang sesuai dengan kondisi nyata. Arah pengaturannya yaitu pembentukan
perangkat daerah sebagai unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, yang dalam
pembentukaannya didasarkan pada asas efisiensi, efektivitas, pembagian
habis tugas, rentang kendali, tata kerja yang jelas dan fleksibilitas.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang menyatakan bahwa
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Peraturan Daerah dapat berlaku setelah mendapat persetujuan
dari Menteri bagi Perangkat Daerah Provinsi dan Dari Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah Pusat bagi Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota.
B. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup pengaturan dalam Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Badung tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat
Daerah ini terdiri dari:
No BAB TENTANG PASAL
1 I Ketentuan Umum 1
2 II Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah 2-6
3 III Pembentukan Unit Pelaksana Teknis 7-10
4 IV Staf Ahli 11
5 V Kepegawaian 12
6 VI Ketentuan Lain-Lain 13-16
7 VII Ketentuan Peralihan 17
8 VIII Ketentuan Penutup 19-22
89| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
9. Penjelasan atas Peraturan Daerah Kabupaten Badung Tentang
Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah. I. Penjelasan Umum II Penjelasan Pasal Demi Pasal
90| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Penerapan konsep – konsep baru penyelenggaraan otonomi daerah
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan penerapan konsep –
konsep baru pula mengenai organisasi perangkat daerah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, dimana
diterapkan standar – standar penilaian bagi masing – masing perangkat
daerah yang menentukan eksistensinya, berdasarkan asas legalitas dan
teori hierarki perundang-undangan maka dipandang perlu untuk mengatur
kembali organisasi perangkat daerah Kabupaten Badung, menggantikan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Badung, yang secara yuridis sudah tidak sesuai dengan peraturan
perundang – undangan yang lebih tinggi dan secara empiris sudah tidak
sesuai dengan perubahan serta perkembangan arah kebijakan pemerintah.
Jangkauan dari pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang perangkat daerah ini adalah pembentukan perangkat daerah
dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran berdasarkan beban kerja
yang sesuai dengan kondisi nyata. Arah pengaturannya yaitu pembentukan
perangkat daerah sebagai unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, yang dalam
91| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
pembentukaannya didasarkan pada asas efisiensi, efektivitas, pembagian
habis tugas, rentang kendali, tata kerja yang jelas dan fleksibilitas.
B. Saran
Kompleksitas persoalan dan urusan Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung, membawa konskwensi bahwa organisasi perangkat daerah harus
dibuat berdasarkan peta kebutuhan yang terukur dan kajian argumentasi
yang rasional. Organisasi perangkat daerah merupakan aktor yang
dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga perbaikan
– perbaikan dalam upaya mengantisipasi perubahan dan perkembangan
masyarakat perlu dilakukan secara berkelanjutan agar eksistensinya selalu
selaras dan sinergi dengan kondisi yang ada.
---------------------------------------
92| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku.
Ali Mufis, 2009, Pengantar Ilmu Administrasi Negara, Universitas Terbuka,
Jakarta.
A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peraturan Keputusan Presiden republik
Indonesia Dalam Penyelenggaraan pemerintahan Negara (Suatu Studi
Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertai, Fakultas
Pascasarjana, Univ. Indonesia, Jakarta. A. Mukthie Fadjar, 2005, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing,
Malang.
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1990, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung.
Bagir Manan, 1995, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat daerah. Univ. Islam Bandung, Bandung.
Dwight Waldo, 1971, Pengantar Studi Public Administration, Tjemerlang, Jakarta.
E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Republik Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya.
H.Harris Soche, 1985, Supremasi Hukum dan prinsip Demokrasi di
Indonesia, Hanindita, Yogyakarta.
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum normative
Sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriftif, Alih Bahasa Somardi, Rindipress.
J.H. Rapar, 1988, Filsafat Politik Plato, Rajawali Pers, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi RI.
Moh. Kusnardi & Bintan Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet. 4, Gaya
Media Pratama, Jakarta. Wade. E.C.S. and Godfrey Philips.G, 1997, Constitutional and Administrative
law, Ninth Edition by A.W. Bradley, Great Britain
H. Mustamin DG. Matutu, et.al, 2004, Mandat, Delegasi, Atribusi Dan Implementasinya Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta.
93| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Harry Alexander, 2004, Paduan Perancang Peraturan Daerah di Indonesia,
Solusido, Jakarta.
Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta.
Lawrence M. Friedman, 1998, American Law An introduction, Second Edition,
terjemahan Wishnu Basuki, 2001, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Tatanusa, Jakart.
Maria Farida Indarti Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang- Undangan,
Kanisius, Yogyakarta.
Moh. Kusnardi dan Bintan R Saragih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet.
4, Gaya Media Pratama, Jakarta. Mohammad Hatta, 1976,. Kumpulan Karangan (I), Bulan Bintang, Jakarta.
Otje Salman, 1992, Ikhtisar Filsafat Hukum, Cet. 3, Armico, Bandung.
Philip Selnick dan Seil Noneck 2008, Hukum Responsif, Cet, 2, Terjemahan
Raisul Muttaqien, Nusamedia, Bandung.
Phillippe Nonet dan Philip Selznick, 1978, Law and Society in Transition
Toward Responsive Law, Harper Colophon Books, New York.
Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta.
S.P. Siagian, 1973, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta.
Satjipto Raharjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan tolak ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni Bandung.
--------,1986, Perlindungan Hukum terhadap Sikap-Tindak administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung.
The Liang Gie, 1978, Unsur – Unsur Administrasi, Suatu Kumpulan Karangan, Karya Kencana Yogyakarta.
B. Artikel/Jurnal Ilmiah/Makalah.
Philipus M Hadjon, 1992, Pemerintahan Menurut Hukum, Kumpulan Makalah Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Tata Usaha
Negara, disampaikan pada penataran “Hukum Administrasi dan Hukum Lingkungan” Diselenggarakan Dalam Rangka Kerja Sama
Hukum Indonesia – Belanda tanggal 18 – 28 November 1992 Di Universitas Airlangga, Surabaya.
94| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
C. Peraturan Perundang-Undangan.
Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang – Undangan.
Undang – Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Perangkat
Daerah.
=====================================
95| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
LAMPIRAN
PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG
NOMOR ........... TAHUN 2016
TENTANG
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
KABUPATEN BADUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Badung.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat I Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234 );
3. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan
96| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114).
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
BADUNG
dan
BUPATI BADUNG
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN DAN
SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BADUNG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Kabupaten adalah Kabupaten Badung.
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah
Kabupaten Badung;
3. Bupati adalah Bupati Badung;
4. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Badung;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Badung;
6. Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah
97| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Kabupaten Badung;
7. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah
Kabupaten Badung;
8. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
selanjutnya disingkat Sekretariat DPRD adalah
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Badung;
9. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
selanjutnya disingkat Sekretaris DPRD adalah
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Badung;
10. Inspektorat adalah Inspektorat Kabupaten Badung;
11. Dinas Daerah adalah Dinas Daerah Kabupaten
Badung;
12. Badan Daerah adalah Badan Daerah Kabupaten
Badung;
13. Unit Pelaksana Teknis Dinas, adalah unsur
pelaksana teknis Dinas yang melaksanakan
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang tertentu;
14. Unit Pelaksana Teknis Badan, adalah unsur
pelaksana teknis Badan untuk melaksanakan
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang tertentu.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
Pasal 2
Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Perangkat Daerah
dengan susunan sebagai berikut:
a. Sekretariat Daerah Kabupaten Badung merupakan
Sekretariat Daerah Tipe A;
98| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
b. Sekretariat DPRD Kabupaten Badung merupakan
Sekretariat DPRD Tipe B;
c. Inspektorat Daerah Kabupaten Badung merupakan
Inspektorat Tipe A;
d. Dinas Daerah Kabupaten Badung, terdiri dari :
1. Dinas Pariwisata Tipe A menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang pariwisata;
2. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tipe A
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
lingkungan hidup dan bidang kehutanan;
3. Dinas Kebudayaan Tipe A menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang kebudayaan;
4. Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu
Satu Pintu dan Tenaga Kerja Tipe A
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
penanaman modal dan bidang tenaga kerja;
5. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang perindustrian, bidang perdagangan dan
bidang koperasi usaha Kecil dan menengah;
6. Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olah Raga
Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang pendidikan dan bidang kepemudaan dan
olah raga;
7. Dinas Pangan dan Pertanian Tipe A
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
pertanian dan bidang pangan;
8. Dinas Komunikasi dan Informatika Tipe A
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
komunikasi dan informatika, bidang persandian
dan bidang statistik;
9. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Tipe A menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang pengendalian
penduduk dan keluarga berencana pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak ;
99| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
10. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Tipe A
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
arsip dan bidang perpustakaan;
11. Satuan Polisi Pamong Praja Tipe A
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Ketentraman dan ketertiban umum serta
perlindungan masyarakat (sub Pol PP);
12. Dinas Kesehatan Tipe B menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang kesehatan;
13. Dinas Sosial Tipe B menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang sosial;
14. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tipe
B menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
pekerjaan umum dan penataan ruang;
15. Dinas Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Tipe B menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang administrasi kependudukan
dan pencatatan sipil;
16. Dinas Kelautan dan Perikanan Tipe B
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
Kelautan dan Perikanan;
17. Dinas Perhubungan Tipe B menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang perhubungan
wilayah daratan;
18. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Tipe B
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
pemberdayaan masyarakat dan desa;
19. Dinas Kebakaran Tipe B menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang Ketentraman dan
ketertiban umum serta perlindungan masyarakat
(sub kebakaran);
20. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Tipe C menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang perumahan dan kawasan
permukiman dan bidang pertanahan;
100| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
e. Badan Daerah terdiri dari :
1. Badan Perencanaan, Penelitian dan
Pengembangan Tipe A melaksanakan fungsi
penunjang urusan pemerintahan bidang
perencanaan dan fungsi penunjang urusan
pemerintahan bidang penelitian dan
pengembangan;
2. Badan Keuangan Tipe A melaksanakan fungsi
penunjang urusan pemerintahan bidang
keuangan;
3. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Tipe B melaksanakan fungsi penunjang
kepegawaian pendidikan dan pelatihan.
Pasal 3
1) Selain perangkat daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Kecamatan ditetapkan sebagai
perangkat daerah.
2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. Kecamatan Petang, Tipe A;
b. Kecamatan Abiansemal, Tipe A;
c. Kecamatan Mengwi, Tipe A;
d. Kecamatan Kuta Utara, Tipe A;
e. Kecamatan Kuta Tipe, A;
f. Kecamatan Kuta Selatan, Tipe A.
Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan
organisasi, tugas dan fungsi, serta tata kerja Perangkat
Daerah dan unit kerja di bawahnya ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
101| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Pasal 5
Dalam menetapkan besaran dan susunan organisasi
Perangkat Daerah, Bupati harus memperhatikan asas:
a. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah;
b. intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah;
c. efisiensi;
d. efektivitas;
e. pembagian habis tugas;
f. rentang kendali;
g. tata kerja yang jelas;dan
h. fleksibilitas.
Pasal 6
(1) Untuk meningkatan kualitas pelayanan perizinan
kepada masyarakat, dibentuk Unit Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Daerah Kabupaten Badung yang melekat
pada Dinas Penanaman Modal.
(2) Kepala Badan Penanaman Modal secara exoficio
sekaligus menjadi Kepala Unit Pelayan Terpadu Satu
Pintu Daerah Kabupaten Badung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Unit Pelayanan
Terpadu Satu Pintu diatur dengan Peraturan Bupati.
102| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB III
PEMBENTUKAN UPT
Pasal 7
(1) Pada Dinas Daerah dan Badan Daerah dapat dibentuk
Unit Pelaksana Teknis (UPT).
(2) UPT dibentuk untuk melaksanakan sebagian kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang
tertentu perangkat daerah induknya.
Pasal 8
(1) Selain Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 terdapat Unit
Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten Badung di
bidang pendidikan berupa Satuan Pendidikan Daerah
kabupaten Badung.
(2) Satuan Pendidikan Daerah Kabupaten Badung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
satuan pendidikan formal.
Pasal 9
(1) Selain unit pelaksana teknis dinas Daerah kabupaten
Badung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
terdapat unit pelaksana teknis dinas Daerah
kabupaten Badung di bidang kesehatan berupa
Rumah Sakit Umum Daerah Mangusada kabupaten
Badung sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan
unit layanan yang bekerja secara profesional.
(2) Rumah Sakit Umum Daerah Mangusada Kabupaten
Badung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah
sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola
pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah.
103| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Pasal 10
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, UPT yang
sudah dibentuk tetap melaksanakan tugasnya sampai
dengan ditetapkannya Peraturan Bupati tentang
pembentukan UPT yang baru.
BAB VI
STAF AHLI
Pasal 11
Bupati Badung dalam melaksanakan tugasnya dibantu 3
(tiga) staf ahli.
BAB VII
KEPEGAWAIAN
Pasal 12
Pejabat Aparatur Sipil Negara pada Perangkat Daerah
diangkat dan diberhentikan oleh Bupati sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13
(1) Perangkat Daerah yang melaksanakan Urusan
Pemerintahan di bidang kesatuan bangsa dan politik
yang terbentuk dengan susunan organisasi dan tata
kerja sebelum Perda ini diundangkan, tetap
melaksanakan tugasnya sampai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai pelaksanaan urusan
pemerintahan umum diundangkan.
104| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
(2) Anggaran penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di
bidang kesatuan bangsa dan politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sampai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan
urusan pemerintahan umum diundangkan.
Pasal 14
Perangkat Daerah yang melaksanakan sub Urusan
Pemerintahan bidang Bencana, yang terbentuk dengan
susunan organisasi dan tata kerja sebelum Perda ini
diundangkan, tetap melaksanakan tugasnya sampai
dengan dibentuknya Perangkat Daerah baru yang
melaksanakan sub urusan bencana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Rumah Sakit Umum Daerah Mangusada Kabupaten
Badung dan Satuan Pendidikan yang terbentuk dengan
susunan organisasi dan tata kerja sebelum Perda ini
diundangkan, tetap melaksanakan tugasnya sampai
dengan ditetapkannya Peraturan Bupati yang mengatur
tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis baru sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Pembiayaan penyelenggaraan Perangkat Daerah ini
dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Kabupaten Badung.
105| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, pejabat
yang ada tetap menduduki jabatannya dan melaksanakan
tugasnya sampai dengan ditetapkannya pejabat yang baru
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 18
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan
mulai tahun 2017
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7
Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Badung ;
b. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4
Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Badung;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Semua ketentuan yang mengatur tentang organisasi
perangkat daerah wajib mendasarkan dan
menyesuaikan pengaturannya dengan Peraturan
Daerah ini.
106| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini dapat ditinjau kembali dalam waktu
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya
Peraturan Daerah ini.
Pasal 22
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Badung.
Ditetapkan di : ................
Pada tanggal : ………………
BUPATI BADUNG,
NYOMAN GIRI PRASTA
Diundangkan di Mangupura pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BADUNG,
KOMPYANG R. SWANDIKA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN NOMOR
107| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH
KABUPATEN BADUNG
I. UMUM
Bahwa dalam rangka peningkatan dan kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan kepada
masyarakat, maka dipandang perlu menetapkan Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Badung. Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Badung sesuai dengan prinsip desain
organisasi, pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini didasarkan pada asas efisiensi, efektivitas,
pembagian habis tugas, rentang kendali, tata kerja yang jelas, fleksibilitas, Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah,dan intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah.
Bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah membawa perubahan yang signifikan terhadap pembentukan Perangkat Daerah, yakni dengan
prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing) berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan kondisi nyata di masingmasing Daerah. Hal ini juga sejalan dengan prinsip penataan organisasi Perangkat Daerah yang
rasional, proporsional, efektif, dan efisien. Pengelompokan organisasi Perangkat Daerah didasarkan pada konsepsi pembentukan organisasi yang terdiri atas 5 (lima) elemen, yaitu kepala Daerah (strategic apex),
sekretaris Daerah (middle line), dinas Daerah (operating core), badan/fungsi penunjang (technostructure), dan staf pendukung
(supporting staff).
Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dipandang
perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Darah Kabupaten Badung.
108| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas Pasal 2
Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5
Huruf a Yang dimaksud dengan asas “intensitas Urusan
Pemerintahan dan potensi Daerah” adalah penentuan jumlah dan susunan Perangkat Daerah didasarkan pada volume beban tugas untuk melaksanakan suatu Urusan
Pemerintahan atau volume beban tugas untuk mendukung dan menunjang pelaksanaan Urusan Pemerintahan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “efisiensi” adalah pembentukan Perangkat Daerah ditentukan berdasarkan perbandingan
tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh. Huruf c
Yang dimaksud dengan asas “efektivitas” adalah
pembentukan Perangkat Daerah harus berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna.
Huruf d Yang dimaksud dengan asas “pembagian habis tugas” adalah pembentukan Perangkat Daerah yang membagi habis
tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan kepada Perangkat Daerah dan tidak terdapat suatu tugas dan fungsi yang dibebankan pada lebih dari satu Perangkat Daerah.
Huruf e Yang dimaksud dengan asas “rentang kendali” adalah
penentuan jumlah Perangkat Daerah dan jumlah unit kerja pada Perangkat Daerah didasarkan pada kemampuan pengendalian unit kerja bawahan
Huruf f Yang dimaksud dengan asas “tata kerja yang jelas” adalah
pelaksanaan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dan unit kerja pada Perangkat Daerah mempunyai hubungan kerja yang jelas, baik vertikal maupun horizontal.
Huruf g Yang dimaksud dengan asas “fleksibilitas” adalah penentuan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dan unit kerja pada
Perangkat Daerah memberikan ruang untuk menampung tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan setelah Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
109| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan teknis operasional” adalah
kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Yang dimaksud dengan “kegiatan teknis penunjang tertentu” adalah kegiatan untuk
mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya. Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1)
Cukup Jelas Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”unit organisasi bersifat fungsional” adalah unit organisasi yang dipimpin oleh pejabat fungsional.
Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11
Cukup jelas Pasal 12
Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15
Cukup jelas Pasal 16
Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20
Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016
NOMOR
110| Naskah Akademik Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah |2016