MODUL PENGUJIAN PARAMETER PERAIRAN TAMBAK
Editor:
Dr. Ir. Muh. Junda, M.Si
Prof. Oslan Jumadi, S.Si., M.Phil., Ph.D
Dr. Ir. Muh. Wiharto Caronge, M.Si
Kamaruddin, S.Pi.,M.Sc
Penerbit Jurusan Biologi FMIPA UNM
Kampus UNM Parangtambung
Jalan Malengkeri Raya
MAKASSAR
Email: [email protected]
Hasil Kerja Sama :
Jurusan Biologi FMIPA UNM
&
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan
MODUL PENGUJIAN PARAMETER PERAIRAN TAMBAK
Editor Dr. Ir. Muh. Junda,M.Si.
Prof. Oslan Jumadi, S.Si., M.Phil.,Ph.D.
Dr. Ir. Muh. Wiharto Caronge, M.Si
Kamaruddin, S.Pi.,M.Sc
ISBN 978-623-94869-2-1
Penerbit Jurusan Biologi FMIPA UNM
Kampus UNM Parangtambung
Jalan Malengkeri Raya
Makassar
Email: [email protected]
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas berkat rahmat Allah
Subhanahu Wa Ta’alaatas limpahan karunia, rahmat, nikmat serta hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan modul ini sampai selesai. Modul ini
berjudul ―Modul Pengujian Parameter Perairan Tambak‖Modul ini merupakan
luaran yang ditulis oleh mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar yang telah melaksanakan
kerja praktik di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan (BRPBAPPP) Maros.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. A. Indra Jaya Asaad, S.Pi.,M.Sc, selaku Kepala Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAPPP) Maros yang
telah menerima kami untuk KP.
2. Drs. H. Abd. Muis, M.Si, selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar
3. Kamaruddin, S.Pi.,M.Sc, selaku pembimbing KP BRPBAPPP Kabupaten
Maros.
Kami menyadari modul ini jauh dari kesempurnaan baik materi maupun
penulisan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan. Adapun saran dan kritikan yang membangun sangat diharapkan
agar modul ini dapat menjadi karya tulis yang lebih baik. Terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Agustus 2021
Tim Editor
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….………………i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iii
SINOPSIS ........................................................................................................................iv
BAB 1 PARAMETER KUALITAS TAMBAK.............................................................. 1
(Maghfirah Sir)
BAB IIPENGUJIAN KUALITAS AIR TAMBAK ........................................................ 7
(Didik Imam Sakirin dan Fahdah Fauziah)
BAB IIIPENGUJIAN KUALITAS TANAH TAMBAK ............................................. 20
(Aiman Makhshum dan Mega Octavia Biringallo)
BAB IVPENGUJIAN KUALITAS PAKAN ................................................................ 38
(Awal Nur Rahmat dan Octavia Cisiliana Devi)
BAB VPENGUJIANPENYAKIT UDANG DAN CARA PENCEGAHANNYA ....... 49
(Astri Dwi Anugrah dan Iffah Masrurah Ramadhani)
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 58
PROFIL JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNM ........................................................... 64
PROFIL BRPBAPPP MAROS .................................................................................... 67
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengerjaan Sampel Bahan Oganik Total (BOT) .......................................... 10
Gambar 2.2 Pengerjaan Sampel Total Suspended Solid (TSS) ....................................... 13
Gambar 2.3 Pengerjaan Uji Kualitas Nitrat (NO3 - N) .................................................... 16
Gambar 2.4 Pengerjaan Uji Kualitas Fosfat (PO4-P) ....................................................... 18
Gambar 3.1 Proses Analisis Bahan Organik dengan Metode Black & Walkley .............. 22
Gambar 3.2 Proses Analisis N-Total Metode Kjeldahl.................................................... 27
Gambar 3.3 Segitiga Tekstur ........................................................................................... 29
Gambar 3.4 Proses Analisis Tekstur Tanah dengan Metode Hydrometer ....................... 31
Gambar 3.5 Proses Analisis pH Tanah ............................................................................ 34
Gambar 3.6 Proses Analisis Kadar Air Tanah Metode Gravimetri .................................. 36
Gambar 4.1 Destilator ..................................................................................................... 40
Gambar 4.2 Proses Uji Protein ........................................................................................ 41
Gambar 4.3 Proses Uji Abu ............................................................................................ 44
Gambar 4.4 Proses Serat Kasar ....................................................................................... 47
Gambar 5.1 Udang Windu dengan White Spot Syndrome Virus (WSSV) ....................... 50
Gambar 5.2 Proses Ekstraksi Sampel Udang Windu ....................................................... 51
Gambar 5.3 Daun Soneratia alba .................................................................................... 55
Gambar 5.4 Proses Penyaringan Air Ekstrak Daun Mangrove ........................................ 55
Lampiran 1BRPBAPPP Maros .........................................................................................67
Lampiran 2 Daftar Kepala BRPBAPPP Maros..................................................................69
Lampiran 3 Struktur Organisasi BRPBAPPP Maros.........................................................70
iv
SINOPSIS
Tambak adalah salah satu ekosistem perairan payau. Budidaya berbagai
organisme banyak dilakukan di tambak, misalnya budidaya ikan maupun udang.
Perubahan kondisi perairan tambak umumnya disebabkan oleh proses biologis
yang terjadi di dalam perairan tersebut serta adanya interaksi antara perairan
tambak dengan lingkungan sekitarnya. Secara umum parameter-parameter yang
mengalami perubahan dapat digolongkan ke dalam parameter fisika, kimia, dan
biologi. Detail parameter tambak yang dibahas pada buku ini meliputi kualitas air,
kualitas tanah, kualitas pakan serta penyakit dan pencegahannya.
1
BAB I
PARAMETER KUALITAS TAMBAK
Tambak adalah ekosistem perairan payau. Salinitasnya berada di antara air
laut dan air tawar. Perubahan kondisi perairan tambak umumnya disebabkan oleh
proses biologis yang terjadi di dalam perairan tersebut serta adanya interaksi
antara perairan tambak dengan lingkungan sekitarnya. Secara umum parameter-
parameter yang mengalami perubahan dapat digolongkan ke dalam parameter
fisika,kimia, dan biologi.
A. Parameter Fisika
1. Suhu
Kehidupan dan pertumbuhan organisme di dalam air sangat
berhubungan dengan suhu air. Suhu yang berkisar antara 27°C-32°C baik
untuk kehidupan organisme perairan. Suhu ini masih di atas kisaran suhu air
diperairan laut pada umumnya, dimana nilai suhu di lapisan permukaan laut
yang normal berkisar antara 20°C-30°C. Kelarutan gas dalam air, khususnya
oksigen dipengaruhi oleh suhu. Apabila suhu air di dalam tambak tinggi maka
kelarutan oksigen akan rendah. Sebaliknya, proses metabolisme pada
organisme akan semakin cepat, sehingga memerlukan oksigen yang tinggi
(Asaf dkk, 2016).
Suhu berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan organisme
perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu air diantaranya musim,
lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, aliran air serta kedalaman air. Udang windu umumnya
cocok pada kisaran suhu antara 20°C-30°C. Suhu optimal untuk pemeliharaan
udang windu adalah antara 28°C-30°C. Sedangkan untuk pertumbuhan ikan
bandeng kisaran suhu yang optimal adalah 28°C-30°C (Widanarni dkk,
2012).
2. Kecerahan
Kecerahan (transparancy) adalah kedalaman air yang dapat ditembus
oleh cahayamatahari serta dapat dilihat oleh mata secara langsung. Kecerahan
2
mengindikasikan seberapa jernih air disuatu perairan, sehinggadapat pula
mencerminkan banyak sedikitnyajumlah plankton di perairan.Selain itu,
kecerahan air juga ditentukan olehpartikel-partikel tersuspensi seperti
mikroorganisme, tanah liat, dan bahan organik lainnya. Aktifitas fotosintesa
dan produksi primer dalam suatu perairan erat kaitannya dengan tingkat
kecerahan pada perairan alami. Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm.
KEPMEN Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 menetapkan tingkat
kecerahan berkisar 0.8-3.2 m, sedangkan apabila tingkat kecerahan berada di
bawah 100 cm akan tergolong tingkat kecerahan rendah (Sudinno dkk, 2015
dan Asaf dkk, 2016). Pada udang, kecerahan optimum yang mendukung
pertumbuhannya yaitu berkisar 20-40 cm dari permukaan. Sedangkan nilai
kecerahan yang baik untuk pertumbuhan ikan bandeng di tambak pembesaran
berkisar antara 25-35 cm (Arsad dkk, 2017).
B. Parameter Kimia
Parameter kimia air tambak mencakup konsentrasi zat-zat terlarut seperti
Salinitas, Oksigen terlarut (DO), Derajat keasaman (pH), amonia(NH3), nitrit dan
nitrat.
1. Salinitas
Salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi
dan kehidupan organisme seperti mempengaruhi lajupertumbuhan, jumlah
makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya sintasan yaitu
Salinitas.Salinitas ini dinyatakan dalam satuan gram/kg air atau permil (0/00)
(Sahrijanna dan Sahabuddin, 2014).
Salinitas juga merupakan faktor pembatas bagi organisme perairan
terutama pada range sempit. Penyebaran salinitas pada umumnya dipengaruhi
oleh curah hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung ataupun
melalui sungai, penguapan, arus laut, turbulensi campuran, dan gelombang
(Paena dkk, 2015).
Nilai salinitas sangat menentukan jenis perairan tersebut, di alam
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Perairan tawar, salinitas 0,50/00
3
b. Perairan payau, salinitas >0,50/00- 30
0/00
c. Perairan laut, salinitas >300/00
Pada perairan payau dapat dikelompokkan lagi berdasarkan kisaran
salinitas yang ada yaitu:
a. Oligohalin, salinitas 0,50/00- 3,0
0/00
b. Mesohalin, salinitas>3,00/00- 16
0/00
c. Polyhalin, salinitas >16,00/00- 30
0/00
Konsentrasi salinitas berpengaruh terhadap proses osmoregolasi yakni
hewan air yang berupaya mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh
dan lingkungannya. Kondisi salinitas yang terus berubah akan menyebabkan
kebutuhan energi untuk bermetabolisme semakin tinggi. Metabolisme yang
dilakukan merupakan bentuk adaptasi. Salinitas dengan kisaran >35 dapat
menyebabkan pertumbuhan udang terhambat sehingga seringnya terjadi
kematian pada larva udang windu (Syukri dan Ilham, 2016).
2. Derajat Keasaman (pH)
pH mengalami peningkatan akibat dari perairan yang sudah tercemar
oleh aktivitas manusia, banyaknyalimbah, ataupun bahan organik dan
anorganik yang mencemari perairan tersebut. Sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai pH
sangat mempengaruhi proses biokomiaperairan, misalnya proses nitrifikasi
akan berakhir jika pH rendah. Kondisi perairan yang bersifat asam maupun
basa akan membahayakan sintasan organisme karena akanmenyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Asaf dkk, 2016).
pH optimal untuk pertumbuhan udang berkisarantara 7-8,5 serta dapat
mentoleransi pH dengan kisaran 6,5-9. Selain itu pH yang berada di bawah
kisaran toleransi akan menyebabkan terganggunya proses molting sehingga
kulit menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah (Arsad dkk,
2017). Untuk budidaya ikan, pH optimal pertumbuhannya berkisar antara 6,5-
9. pH air laut cenderung basa, karena itu pergantian air dapat digunakan
untuk meningkatkan pH air tambak (Raswin, 2003).
4
3. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia yang
menunjang kehidupan biota perairan. Organisme perairan dalam melakukan
respirasi dan menguraikan zat organik menjadi anorganik oleh
memanfaatkanoksigen. Oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi
udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil (Paena dkk, 2015).
Penurunan kemampuan biota perairan akibat kurangnya efisiensi
pengambilan oksigen dapat dipengaruhi oleh rendahnya tingkat oksigen
terlarut.Nilai oksigen terlarut diperairan sebaiknya berkisar antara 6,3 mg/L,
Makin rendah nilai oksigen terlarut maka makin tinggi tingkat pencemaran
suatu ekosistem perairan tersebut (Sudinno dkk, 2015).
Standar Baku Mutu KepMen LH No. 51 Tahun 2004 untuk biota laut
menetapkan bahwa oksigen terlarut pada perairan tambak superintensif
berkisar 13,83–16,45 mg/L. Kadar oksigen akan lebih tinggi pada bagian
permukaan perairan karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas
serta adanya proses fotosintesis. Penurunan kadar oksigen terlarut akan
berbanding lurus dengan kedalaman perairan, hal ini disebabkan karena
proses fotosintesis yang semakin berkurang serta kadar oksigen yang ada
banyak dimanfaatkan untuk pernapasan dan oksidasi bahan–bahan organik
dan anorganik (Asaf dkk, 2016).
4. Amonia (NH3)
Amonia merupakan senyawa anorganik-N yang beracun bagi
organismepada kadar relatif rendah. Hasil ekskresi dari udang, ikan maupun
timbunan bahan organik dari sisa pakan dan plankton yang mati merupakan
sumber utama amonia dalam tambak. Kadar protein pada pakan sangat
mendukung akumulasi organik-N di tambak yang kemudian menjadi amonia
setelah mengalami proses amonifikasi (Sahrijanna dan Sahabuddin, 2014).
Pada dasarnya, kisaran amonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Konsentrasi
amonia yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan udang terhambat, dapat
meningkatkan kandungan nitrit yang bersifat toksik di perairan.(Arsad
dkk,2017).
5
5. Nitrit
Nitrit merupakan ion-ion anorganik alami,termasuk bagian dari siklus
unsur nitrogen di alam. Material yang mengandung nitrogen oleh
mikroorganisme akan diubah menjadi amonia (NH3), selanjutnyaamonia akan
mengalami oksidasi menjadi nitrit (NO2-), karena ikatan kimia pada nitrit
tidak stabil, sehingga nitrit akan mengalami oksidasi lagi menjadi nitrat (NO3-
).Berdasarkan Standar Baku Mutu KepMen LH No. 51 Tahun 2004 untuk
biota laut menetapkan kadar nitrit di parairan yaitu 0,06 mg/L (menurut PP
No. 82 tahun 2002, Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, kandungan nitrit yang dihitung sebagai N)(Asaf dkk, 2016).
Faktor yang menyebabkan tingkat akumulasi nitrit di perairan tinggi
karena tidak seimbangnya antara kecepatan perubahan dari nitrit menjadi
nitrat dibanding dari amonia menjadi nitrit. Selain itu, meningkatnya kadar
nitrit di laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah
terurai. Dengan demikian senyawa nitrit merupakan salah satu indikator
pencemaran (Choeronawati dkk, 2019).
6. Nitrat
Amonia, nitrit dan nitrat merupakan tiga bentuk utama dari senyawa
nitrogen dalam air laut. limbah buangan seperti limbah industri, bahan
peledak maupun limbah hasil pemupukan dapat menjadi faktor yang
menyebabkan keberadaan nitrat terakumulasi di perairan. Kadar nitrit yang
rendah di perairan menyebabkan kadar nitratpun menjadi rendah. Kadar nitrat
dapat menjadi tinggi dalam air tanah apabila di beri pupuk nitrat/nitrogen.
Pencemaran antropogenik akibat aktivitas manusia menjadi indikasi bahwa
terdapat kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/L di perairan. Jenis alga yang
berbeda memerlukan kandungan nitrat dalam kadar yang berbeda pula untuk
keperluan pertumbuhannya. Agar fitoplankton dapat tumbuh optimal
diperlukan kandungan nitrat berkisar antara 0,9–3,5 mg/L, tetapi apabila
kadar nitrat di bawah 0,1 atau di atas 4,5 mg/L maka nitrat dapat merupakan
faktor pembatas (Asaf dkk, 2016).
6
C. Parameter Biologi
Keberadaan serta kelimpahan spesies atau populasi hewan, tumbuhan, atau
mikroorganisme menjadi indikator biologi di perairan. Indikator biologi di
perairan dapat mengindikasikan perubahan lingkungan perairan dengan
memperhatikan keberagaman organisme bentik, plankton dan penyebaran
penutupan rumput laut yang ada. Manfaat plankton salah satunya untuk
mendeteksi adanya pencemaran melalui pengamatan kelimpahan dan
keanekaragamanjenis plankton, misalnya Skeletonema sp. dan Brachionus sp.
populasinya akan melimpah pada perairan yang kaya akan bahan organik
(Sudinno dkk, 2015).
Pinggan secchi (secchi disk) adalah alat untuk mengecek tingkat kepadatan
plankton. Apabila tingkat kecerahan di atas 35 cm, artinya pertumbuhan plankton
buruk, sebaliknya apabila tingkat kecerahan dibawah 25 cm, artinya populasi
plankton terlalu padat dan dapat menjadi berbahaya bagikehidupan ikan bandeng
dan udang. Kecerahan optimal untuk kesuburan tambak berkisar 25-35
cm.Pertumbuhan plankton terutama fitoplankton sangat dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, hal ini karena fitoplankton
akan mudah untuk melakukan proses fotosintesis yang sebagaimana diketahui
berperan sebagai produsen di perairan(Raswin, 2003).
Berdasarkan indeks keanekaragaman (H’) plankton, perairan dapat di
kelompokan kualitasnya sebagai berikut: jika nilai H’>3 berarti perairan bersih
atau tidak tercemar, 3 < H’ < 1,berarti perairan tercemar sedang atau ringan dan
H’<1, berarti perairan tercemar berat. Selain menjadi indikator terjadinya
cemaran, keberadaan plankton di perairan juga dapat menjadi sumber nutrisi
perairan. Fitoplankton berperan sebagai produsen,penyedia oksigen di perairan,
dan indikatorpencemaran sedangkan zooplankton berperan sebagai konsumen
primer. Peran plankton lainnya adalah sebagai indikator kesuburan perairan
berdasarkan perhitungan kelimpahan plankton (Sudinno dkk, 2015).
7
BAB II
PENGUJIAN KUALITAS AIR TAMBAK
Kegiatan budidaya merupakan sebuah proses pemeliharaan yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi,pencegahan terhadap serangan penyakit bagi hewan
budidaya, serta perlindungan terhadap pemangsa (predator) bagi hewan budidaya.
Menurut Sutriyani dan Rohani (2006), faktor utama yang mempengaruhikegiatan
budidaya (pembenihan dan pembesaran) ikan dan organisme akuatik lainnya
adalah kualitas air. Faktor kualitas air sangat penting untuk mendukung kehidupan
biota air dalam kegiatan budidaya perairan.
Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat menyebabkan kegagalan
budidaya, sebaliknya kualitas air yang optimal dapat mendukung pertumbuhan
dan kelangsungan organisme dalam air. Kualitas air yang baik sangat penting
untuk mendukung kelangsungan kehidupan biota air (Samuel dkk, 2002).
Indikator kualitas air yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan budidaya
perairan biasanya didasarkan oleh beberapa faktor diantaranya Bahan Organik
Total (BOT), Total Suspended Solid (TSS), Nitrat (NO3-N), Fosfat (PO-4).
Parameter ini penting untuk diukur dalam budidaya perikanan.
A. Bahan Organik Total (BOT)
1. Dasar Teori
Bahan organik merupakan salah satu diantara beberapa indikator
kesuburan lingkungan baik di darat maupun di peraiaran. Kandungan bahan
organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan begitupun di perairan.
Bahan organik dalam jumlahoptimum akan bermanfaat bagi perairan, tetapi
apabila jumlahbahan organik yang masuk melebihi daya dukung perairan
maka akan memberikan dampak buruk bagi perairan itu sendiri. Dampak
tersebut berupa pendangkalan dan penurunan mutu kualitas air (Odum, 1997).
Bahan organik terlarut total terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi
(particulate) dan koloid suatu perairan.
Menurut Adiwijaya dalam Syafaat dkk (2012), bahwa kisaran optimal
bahan organik pada budidaya udang vaname adalah <55 mg/l. Terdapat
8
beberapa faktor yang menyebabkan tingginya konsentrasi bahan organik total
(BOT) di perairan diantaranya, pakan yang diberikan sebagian tidak dimakan
oleh hewan budidaya sehingga larut ke dalam air media pemeliharaan dan
terjadi pembusukan. Hal ini didukung oleh pendapat Rachmansyah (2004)
dalam Kilawati dan Maimunah (2015) yang berpendapat bahwa pakan
merupakan penyumbang bahan organik tertinggi sekitar 80%. Jumlah pakan
yang tidak dikonsumsi atau terbuang di dasar perairan sekitar 30%.Menurut
Komarawidjaja (2003) dalam Maimunah (2015), sumber kegagalan budidaya
udang diduga berasal dari faktor internal lingkungan pertambakan. Faktor
internal yang penting adalah perubahan kualitas air akibat penumpukan bahan
organik berupa sisa pakan dan kotoran udang pada substrat dasar tambak.
Faktor yang kedua menyebabkan tingginya konsentrasi BOT ialah,
pada saat pemeliharaan hewan budidaya tidak dilakukan pergantian air dan
penyiponan terhadap media pemeliharaan hewan budidaya. Menurut
Wulandari dkk (2015). Pergantian air dilakukan setiap 3 hari sekali setelah
hewan budidaya (udang) ditebar hingga dewasa dengan cara membuang air
tambak sebagian hingga beberapa sentimeter kemudian mengisinya kembali.
Pergantian air berguna untuk mengencerkan bahan organik sisa metabolisme
dan sisa pakan (Budiardi dkk, 2007). Melakukan pergantian air secara teratur
juga mampu membantu memasok oksigen terlarut (Fuady, 2013). Penyiponan
dilakukan setelah udang berumur 30 hari setiap 3 hari sekali. Penyiponan
dilakukan dengan bantuan selang kecil yang diletakkan di dasar kolam untuk
menyedot kotoran hewan budidaya. Tujuan dari penyiponan adalah menyedot
endapan sisa pakan dan feses sehingga tidak terurai menjadi zat toksik.
2. Alat
a) Erlenmeyer 500 mL
b) Gelas ukur
c) Buret analitik
d) Hot plate
e) Pipet volume 5 mL; 10 mL
f) Bulb
9
3. Bahan
a) Sampel air 50 mL
b) Air deionzer 50 mL
c) KMnO4 0,01 N
d) H2SO48 N
e) Natrium Oxalat 0,01 N
4. Prosedur kerja
Langkah kerja dalam menganalisis Bahan Organik Total(BOT)
dilakukan berdasarkan Laboratorium Kualitas Air BRPBAPPP Maros.
a) Menuang 50 mL sampel dengan menggunakan gelas ukur kemudian
memasukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL
b) Menambahkan air deionzer sebanyak 50 mL
c) Menambahkan KMnO4 0,01 N sebanyak 3 tetes ke dalam sampel
d) Menambahkan 5 mL H2SO4 8 N
e) Memanaskan sampel di atas hot plate dengan suhu 105OC selama 10 menit
kemudian menambahkan 10 mL KMnO4 0,01 N didihkan selama 10
menit
f) Pipet 10 mL Natrium Oxalat 0,01 N ke dalam sampel yang sudah
dipanaskan
g) Menitrasi dengan KMnO4 0,01 N hingga terbentuk warna merah muda
h) Mencatat volume pemakaian
5. Perhitungan
BOT mg/l = x f
Ket:
a : volume KMnO4 0,01 N (alkalis) yang dibutuhkan pada titrasi
b : normalitas KMnO4 (alkalis) yang sebenarnya (telah distandarisasi)
c : normalitas asam oksalat
d : volume contoh
f : faktor pengenceran contoh uji
10
Gambar 2.1 Pengerjaan Sampel BOT
(Sumber: Dokumentasi Pribadi,2020)
B. Total Suspended Sold (TSS)
1. Dasar Teori
Total Suspended Sold(TSS) merupakan salah parameter biofisik
perairan yang secara dinamis mencerminkan perubahan yang terjadi di
daratan maupun di perairan.TSS sangat bermanfaat sebagai parameter yang
digunakan untuk mengevaluasi mutu air, maupun menentukan efisiensi unit
pengolahan (Rinawati dkk, 2016). Konsentrasi TSS air dapat diketahui
menggunakan metode gravimetri. Metode gravimetri adalah pemeriksaan
jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan.
Langkah pengukuran pada gravimetri adalah pengukuran berat. Analit
secara fisik dipisahkan dari semua komponen lainnya maupun dengan
solvennya. Persyaratan yang harus dipenuhi agar gravimetri dapat berhasil
ialah terdiri dari proses pemisahan yang harus cukup sempurna sehingga
kualitas analit yang tidak mengendap secara analit tidak ditentukan dan zat
yang ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau
mendekati murni. Baku mutu air berdasarkan peraturan pemerintah No. 82
tahun 2001, batas ambang dari TSS dalam air yaitu 50 mg/L yang diukur
dengan metode gravimetri. Berdasarkan Badan Standar Nasional dengan
metode gravimetri dapat dihitung seperti persamaan berikut ini:
TSS (mg/l) = x 1000
11
dimana V adalah volume sampel dengan satuan (mL), A adalah massa akhir
kertas saring dengan satuan (mg), dan B adalah massa awal dari kertas saring
dengan satuan (mg) (Fatimah dkk, 2014).
Menurut Syamsuddin (2014) dalam Rohani dkk (2015) nilai standar
baku TSS untuk biota aquatik maksimum 80 mg/l, dan konsentrasi yang
optimal untuk budidaya udang sebesar 25 mg/l. Banyaknya TSS yang berada
dalam perairan dapat menurunkan kesediaan oksigen terlarut. Jika
menurunnya ketersediaan oksigen berlangsung lama akan menyebabkan
perairan menjadi anaerob, sehingga organisme aerob akan mati (Rinawati
dkk, 2016). Nilai konsentrasi total padatan tersuspensi yang tinggi juga dapat
menghalangi aktivitas fotosintesis tumbuhan laut baik yang mikro maupun
makro sehingga mengakibatkan kandungan oksigen dalam air menjadi
berkurang. (Murphy, 2007 dalam Helfinalis dkk, 2012).
Adapun cara mengatasi tingginya Total Suspended Solid (TSS) yang
pertama ialah pergantian air, Pergantian air berguna untuk mengencerkan
bahan organik sisa metabolisme dan sisa pakan (Budiardi, dkk, 2007).
Selanjutnya melakukan penyiponan dengan bantuan selang kecil yang
diletakkan di dasar kolam untuk menyedot kotoran udang. Tujuan dari
penyiponan adalah menyedot endapan sisa pakan dan feses udang sehingga
tidak terurai menjadi zat toksik. Selanjutnya ialah pemberian probiotik,
Fungsi pemberian probiotik adalah untuk menyehatkan lingkungan perairan
tambak. Menurut Nur (2011), probiotik dapat mengantisipasi dampak negatif
dari pembusukan bahan organik sisa pakan dan feses yang sangat berbahaya
bagi udang. Pengaruh penggunaan probiotik yaitu meningkatkan mutu dan
kesehatan lingkungan (Wulandari dkk, 2015 ).
2. Alat
a) Gelas ukur 100 mL
b) Erlenmeyer 500 mL
c) Botol sampel
d) Aspirator + vacum pump
e) Oven
12
f) Desikator
g) Neraca analitik
h) Pinset
i) Spatula
3. Bahan
a) Sampel air 100 mL
b) Kertas saring Whatman no.42 diameter 47 mm
c) Air deionizer
d) Aquades
4. Prosedur kerja
Langkah kerja dalam menganalisis Total Suspended Solid (TSS)
dilakukan dengan metode Gravimetri (berdasarkan Laboratorium Kualitas Air
BRPBAPPP Maros).
1) Persiapan kertas saring kosong
a) Letakkan kertas saring pada peralatan filtrasi, pasang pompa vakum
dengan akuades berlebih 20 mL, lanjutkan penyedotan untuk
menghilangkan semua sisa air, matikan vakum dan hentikan
pencucuian
b) Pindahkan kertas saring dari peralatan filtrasi ke wadah timbang
aluminium
c) Keringkan dalam oven pada suhu 103oC - 105
oC selama 1 jam,
dinginkan dalam desikator dan kemudian timbang
d) Ulangi langkah pada poin c sampai diperoleh berat konstan atau
sampai perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan
sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.
2) Cara Kerja
a) Lakukan penyaringan dengan peralatan vakum, basahi saringan
dengan sedikit air suling
b) Aduk contoh uji/sampel dengan pengaduk magnetik untuk
memperoleh contoh uji yang lebih homogen
13
c) Ukur 100 mL contoh uji, pada waktu contoh uji diaduk dengan
pengaduk magnetik;
d) Bilas kertas saring atau saringan dengan 3 x 10 mL air suling; biarkan
kering sempurna, lanjutkan penyaringan dengan vakum selama 3
menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Contoh uji dengan
padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian tambahan
e) Lipat kertas saring dan pindahkan ke wadah timbang aluminium
sebagai penyangga
f) Keringkan dalam oven pada suhu 103oC - 105
oC selama 1 jam,
dinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang
g) Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dilakukan
penimbangan sampai bobot tetap atau sampaiperubahan berat lebih
kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari
0,5 mg.
5. Perhitungan
TSS (mg/l) = x 1000
Ket:
A : bobot kosong + contoh uji (mg)
B : bobot kosong (mg)
V : volume contoh/sampel (mL)
Gambar 2.2 Pengerjaan Sampel TSS
(Sumber: Dokumentasi Pribadi,2020)
14
C. Uji Nitrat (NO3-N)
1. Pengujian Nitrat
Senyawa nitrat merupakan hasil dari proses penguraian senyawa amonia
oleh bakteri nitrifikasi. Kandungan nitrat diperairan dipengaruhi oleh
kandungan senyawa amonia atau amonium dan tingkat curah hujan.Ketika
kondisi air mengandung banyak oksigen tidak akan memberikan dampak
buruk karena akan terjadi proses denitrifikasi yang akan membuat konsentrasi
nitrat rendah. Konsentrasi nitrat rendah dikarenakan terjadinya proses
denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas
yang akhirnya kembali menjadi amoniak (Patricia dkk, 2018).
Standar ini digunakan untuk penentuan kadar nitratdalam air laut yang
tidak berwarna dengan reduksi kadmium secara spektrofotometri pada
kisaran kadar 0,05-1,00 mg/L dengan warna merah yang terbentuk yang
diukur nilai absorbansinya dengan panjang gelombang 543 nm. Acuan
menggunakan SNI 19-6964.7-2003 tentang kualitas air laut.
1. Alat
a) Tabung kalorimeter 50 mL
b) Rak tabung
c) Pipet skala 1 mL, 5 mL
d) Spektrofotometer
e) Erlenmeyer
f) Corong
g) Gelas beaker 1000 mL
2. Bahan
a) Air suling bebas nitrat
b) Kertas saring no.42 Whatman diameter 12,5
c) Serbuk kalium nitrat, KNO3
d) Serbuk natrium nitrit, NaNO2
15
e) Air laut buatan
Air laut buatan dibuat dengan melarutkan 31,0gram NaCl 10,0gram
MgSO4.7H2O dan 0,05gram NaHCO3.H2O dengan 800 mL air suling
bebas nitrat ke dalam labu ukur 1000 mL.
f) Butir kadmium (Cd) ukuran 20-100 mesh
g) Asam klorida HCl 6 N;
Asam klorida dibuat dari 50 mL HCI pekat ke dalam gelas piala 250 mL
yang berisi 50 mL air suling bebas nitrat.
h) Larutan CuSO4 2%
Larutkan 20gram CuSO4.5H2O dalam 500 mL air suling bebas nitrat lalu
ditepatkan menjadi 1000 mL.
i) Butir kadmium tembaga, Cd-Cu
Butir kadmium (20-100 mesh) sebanyak 25 gram dicuci dengan HCl 6 N
lalu bilas dengan air sampai pH netral. Butir Cd kemudian direndam
dengan 100 mL larutan CuSO4 2% selama 5 menit sampai warna biru
memucat.Larutan yang terbentuk kemudian dibuang. Langkah ini diulangi
dengan menggunakan larutan CuSO4 2% baru sampai terbentuk endapan
cokelat, kemudian dibilas dengan udara untuk menghilangkan endapan
Cu.
j) Larutan pekat NH4CL – EDTA
NH4Cl sebanyak 13,0 gram dan 1,7 gram dinatrium-EDTA ke dalam 900
mL air suling bebas nitrat kemudian ukur pH 8,5 dengan NH4OH pekat
lalu ditepatkan menjadi 1000 mL.
k) Larutan NH4CL - EDTA encer
NH4CL-EDTA pekat dincerkan sebanyak 300 mL dengan air suling bebas
nitrat menjadi 500 mL.
l) Larutan pewarna
Air suling bebas nitrat sebanyak 800 mL, ditambah dengan 100 mL
H3PO4. 85% dan 10 gram sulfanilamid. Setelah larut ditambahkan 1 gram
n-(1-naftil)-etilendiamindihidroklorida (NED dihidroklorida),kemudian
dihomogenkan dan ditepatkan menjadi 1000 mL dengan penambahan air
16
suling bebas nitrat. Larutan ini dapat stabil selama 1 bulan dengan
penyimpanan dalam botol gelap pada temperatur 4°C.
3. Prosedur Kerja
a) Contoh uji persiapan sebanyak 50 mL kemudian di masukkan kedalam
tabung kolorimeter 50 mL.
b) Contoh uji ditambahkan 1,0 mL larutan NH4CL-EDTA pekat kemudian
dihomogenkan.
c) Contoh uji tersebut dilewatkan melalui kolom reduksi. Contoh uji yang
telah dilewatkan pada kolom, ditampung sebanyak 15 mL ke dalam
tabung reaksi tertutup kemudian ditambahkan 0,6 mL larutan pewarna
kemudian dihomogenkan.
d) Setelah semua larutan ditambahkan, maka uji yang diukur absorbansinya
dalam kisaran waktu 10 menit sampai dengan 2 jam setelah penambahan
larutan pewarna pada panjang gelombang optimal sekitar 543 nm.
e) Kadar yang terbentuk adalah kadar nitrat dari nitrit.
Pengukuran kandungan unsur hara nitrat dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Pengerjaan Uji Kualitas Nitrat (NO3 - N) (Sumber : Dokumentasi Pribadi,2020)
D. Kadar Fosfat
1. Pengujian Fosfat
Fitoplankton merupakan faktor penting yang menentukan tingkat
kesuburan suatu perairan. Fitoplankton merupakan organisme yang
17
melayang-layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat
lemah dan pergerakannya selalu dipengaruhi oleh pergerakan massa air
(Mustofa, 2015). Sumber utama zat hara fosfat berasal dari perairan itu
sendiri melalui proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-
tumbuhan dan sisa-sisa organisme mati (Patty dkk, 2015).
Standar uji yang digunakan dalam menentuka kandungan fosfat di
perairan yaitu metode spektofotemeter dengan asam askorbat pada kisaran
kadar0,01-1,0mg/L dengan panjang gelombang 880 nm. Acuan menggunakan
SNI 06.6989.31-2005 tentang air dan air limbah.
2. Alat
a) Tabung kalorimeter 50 mL
b) Rak tabung
c) Pipet skala 1 mL, 5 mL, 10 mL
d) Spektrofotometer
e) Erlenmeyer
f) Corong
3. Bahan
a) Kertas saring Whatman No.42 diameter 12,5
b) Larutan asam sulfat (H2SO4) 5N
Asam sulfat pekat sebanyak 70 mL dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
gelas piala yang berisi 3000 mL air suling dan diletakkan pada penangas
es, kemudian larutan diencerkan dengan air suling sampai 500 mL dan
dihomogenkan.
c) Larutan kalium antimoni tartrat (K(SbO)C4H4O6. ½ H20)
Kalium antimotil tartrat sebanyak 1.3715 gram dilarutkan dengan 400 mL
air suling dalam labu ukur 500 mL, kemudian ditambahkan air suling
hingga tepat tanda tera lalu dihomogenkan.
d) Larutan amonium molibdat ((NH4)6 MO7O24. 4H2O)
Amonium molibdat sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 500 mL, air suling
lalu dihomogenkan.
e) Larutan asam askorbat C6H8O6 0,1 M
18
f) Asam askorbat sebanyak 1,76 gram dilarutkan dalam 100 mL air suling.
Larutan ini dapat stabil selama 1 minggu pada suhu 4˚C.
g) Larutan campuran
H2SO4 5N sebanyak 50 mL dicampurkan secara berturut-turut, 5 mL
larutan kalium antimotil tartrat, 15 mL larutan amonium molibdat dan 30
mL larutan asam askorbat (untuk jumlah larutan 100 mL)
Catatan 1
Bila terbentuk warna biru larutan campuran tidak dapat digunakan
Catatan 2
Jika terjadi kekeruhan pada larutan campuran, kocok dan biarkan beberapa
menit sampai hilang kekeruhannya sebelum digunakan.
Catatan 3
Larutan campuran ini stabil selama 4 jam.
4. Prosedur Kerja
a) Contoh uji persiapan sebanyak 25 mL kemudian di masukkan kedalam
tabung kolorimeter
b) Tambahkan 1 tetes indikator PP untuk megetahui apakah sampel telah
dalam keadaan netral. Jika dalam keadaan basa akan terbentuk warna.
Untuk menetralkan, ditambahkan tetes demi tetes H2S04 5N sampai
warnanya hilang.
c) Tambahkan 4 mL larutan campuran dan dihomogenkan
d) Contoh uji coba dimasukkan ke dalam cuvet pada alat spektrometer, baca
dan serapannya pada panjang gelombang 880 nm dalam kisaran waktu
antara 10 menit sampai 30 menit.
Pengukuran kandungan unsur hara fosfat dapat dilihat pada Gambar 2.4.
20
BAB III
PENGUJIAN KUALITAS TANAH TAMBAK
Soil Secience Society of America, mendefinisikan kualitas tanah sebagai
sifat yang melekat pada tanah yang diketahui dari karakteristik tanah atau
observasi langsung (seperti kepadatan dan kesuburan). Beberapa sifat fisik, kimia,
dan biologi berinteraksi secara kompleks untuk menunjukkan kemampuan
potensial tanah pada produksi berkelanjutan. Kegiatan awal yang harus dilakukan
dalam pengelolaan lahan kering berkelanjutan adalah bagaimana kita dapat
memperbaiki kualitas tanah (soil quality atau soil health), sehingga produktivitas
dapat meningkat. Kualitas tanah merupakan sifat tanah yang menggambarkan
tanah tersebut sehat, memiliki sifat tanah yang baik dan mampu ditunjukkan
dengan produktivitas yang tinggi (Matheus, 2019).
Tambak merupakan salah satu unsur wadah budidaya organisme air. Faktor
yang sangat mempengaruhi tambak dalam bidang perikanan ialah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan merupakan penentu keberhasilan dalam budidaya
hewan air sehingga menjaga kualitasnya mutlak diperlukan sesuai dengan kondisi
hidup alami hewan air yang dibudidayakan. Jenis tanah yang digunakan
punbermacam-macam. Jenis tanah yang baik untuk usahapertambakan adalah
lempung berpasir (clayloam). Namun beberapa tambak juga menggunakan jenis
tanahliat berpasir (sandy clay), liat berlumpur (silty clay) dan liat (clay). Jenis
tanah lempung berpasir sangat sesuai untuk pertumbuhan makanan alami,
sedangkan jenis tanah pasir dan pasir berlumpur bersifat sangat porous, sehingga
tidak dapat menahan air serta miskin hara (Bahri dkk, 2014; Hendrajat dkk, 2018).
Persyaratan karakteristik tanah memegang peranan penting dalam
menentukan baik tidaknya lahan untuk usaha pertambakan.Tanah yang dikatakan
baik tidak hanya mampu menahan air, namun juga mampu menyediakan berbagai
unsur hara untuk makanan alami udang. Kemampuan tanah menyediakan berbagai
unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan makanan alami dipengaruhi oleh
kesuburan tambak dan ditentukan pula oleh komposisi kimiawi tanah (Hidayanto
dkk, 2004).
21
Tanah dasartambak dapat bertindak sebagai penyimpan (singk) dan sumber
(source) dari beberapa unsur dan oksigen terlarut. Tanah dasar tambakjuga
berfungsi sebagai penyangga atau buffer, penyedia hara, sebagai filter biologis
melalui absorbsi sisa pakan, ekskreta kultivan dan metabolit alga, sehingga tanah
dasar tambak merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan pengelolaan
tambak.Secara umum, faktor lingkungan tambak (kualitas tanah dan air) adalah
faktor penentu dominan dalam budidaya tambak sehingga dipertimbangkan
sebagai kriteria dalam kesesuaian lahan untuk budidaya tambak (Muir dan
Kapetsky, 1988; Boyd, 1995; Treece, 2000; Salam dkk, 2003; Karthik dkk, 2005;
Mustafa dkk, 2007).
Terdapat beberapa parameter pada kualitas tanah dalam suatu pertambakan
diantaranya, indikator fisik yang meliputi: tekstur tanah, struktur tanah, kerapatan
massa tanah (berat volume). Kemudian indikator kimia yang meliputi pH tanah
(metode pH meter), Bahan Organik (C-Organik) (Metode Black and Walkley),
Nitrogen Total (N-Total) (Metode Mikro Kjeldhal), Fosfat Tersedia (P-
Tersedia)(Metode Olsen and Bray), Kalium Tersedia (K-Tersedia) (Metode
Kolorimetri) tanah. Serta indikator biologi dimana mengukur banyaknya jenis
serta banyaknya mikroorganisme di dalam tanah.Adapun pada modul ini yang
akan dibahas hanya parameter fisik: tekstur tanah serta parameter kimia yaitu
Bahan Organik (C-Organik), N-Total, pH tanah dan kadar air tanah.
A. Bahan Organik Tanah (C-Organik)
1. Dasar Teori
Salah satu parameter yang memiliki peranan penting terutama dalam
kesuburan tanah ialah Bahan Organik Tanah (terutama tanah-tanah tropis).
Secara ringkas, beberapa peran dari bahan organik dalam kesuburan tanah,
yaitu (a) sumber dan pemasok unsur hara, (b) meningkatkan KTK (Kapasitas
Tukar Kation/indikator kesuburan tanah), (c) meningkatkan agregasi dan
kelembaban tanah, (d) bahan khelat, (e) pemasok karbon untuk untuk
aktivitas mikroba tanah, dan (f) jika berada dipermukaan tanah, bahan
organik dapat mengurangi erosi tanah, mengurangi kehilangan air, dan
menurunkan suhu tanah. Bahan organik tidak hanya mampu memasok dan
22
mendaur hara melainkan juga dapat memperbaiki sifat-perilaku tanah baik
secara kimia, fisik, dan biologi tanah. Ringkasnya, bahan organik tanah
adalah kunci dalam meningkatkan kesuburan tanah (Utomo dkk, 2016).
Bahan organik makro umumnya terdiri dari semua bahan organik
tanah yangmemiliki ukuran>50μm (biasanya diperoleh dari proses
penyaringan). Bahan-bahan organik yang memiliki ukuran 150 μm–2mm
digolongkan sebagai bahan-bahan organik makro. Bahan organik makro
didefenisikan sebagai semua bahan organik yang dipisahkan dengan saringan
yang memiliki ukuran >0, 25 mm. Kandungan bahan organik makro didalam
tanah sangat berpengaruh bagi kesuburan tanah (Saidy, 2018).
Cara menganalisis kandungan bahan organik pada tanah tambak dapat
menggunakan dengan berbagai metode tetapi pada modul ini akan dibahas
mengenai metode Black and Walkley (pembakaran basah).
2. Alat
a) Timbangan analitik
b) Erlenmeyer 250 mL
c) Gelas ukur 50 mL
d) Gelas piala 1000 mL
e) Pipet ukur 10 mL
f) Bulb
g) Buret 50 mL dan statif
h) Pipet tetes
i) Baki
3. Bahan
a) Sampel tanah/sampel sedimen laut kering 0,1 gram
b) Larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) 1N 5 mL
c) Larutan Sulfuric Ccid (H2SO4) 5 mL
d) Larutan Ferro Sulfat (FeSO4) 0,2N
e) Larutan natrium fluoride 5 mL
f) Indikator feroin 3 tetes
g) Aquades 50 mL
23
h) Tissu
4. Prosedur Kerja
Langkah kerja dalam menganalisis Bahan Organik Tanah dilakukan
dengan metode Black and Walkley (berdasarkan laboratorium Tanah
BRPBAPPP Maros).
a) Timbang 0,1 gram sampel sedimen laut/tanah tambak yang telah diayak ke
dalam erlenmeyer 250 mL
b) Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 1N sambal
digoyangkan perlahan
c) Tambahkan 5 mL larutan asam sulfat pekat (H2SO4) dalam ruang asam
d) Erlenmeyer digoyangkan perlahan (untuk mempercepat reaksi) dan
biarkan selama 30 menit (sampai dingin)
e) Tambahkan aquades sebanyak 50 mL
f) Tambahkan 3 tetes indikator feroin
g) Titrasi menggunakan ferro sulfat (FeSO4) 0,2N hingga titran berwarna
coklat
h) Hasil akhir dicatat kemudian dianalisis, dihitung dengan menggunakan
rumus.
Gambar 3.1 Proses Analisis Bahan Organik dengan Metode Black & Walkley
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
5. Perhitungan
% Bahan Organik =
24
Keterangan :
V1 = Volume titar blanko
V2 = Volume titar contoh
N = Konsentrasi FeSO4
W = Berat contoh (gram)
B. Nitrogen Total (N-Total)
1. Dasar Teori
Nitrogen merupakan unsur hara jenis makro esensial. Menurut
Hardjowigeno (2003), Nitrogen yang ada dalam tanah berasal dari : pupuk,
air hujan, bahan organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara.
Sumber nitrogen berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya
berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Bahan organik
juga membebaskan nitrogen dan senyawa lainnya setelah mengalami proses
dekomposisi oleh aktifitas jasad renik yang terjadi dalam tanah.Nitrogen yang
terdapat didalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk
nitrogen anorganik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N.
Sumber utama nitrogen adalah bahan organik yang terkandung dalam
dasar tanah tambak.Bakteri memineralisasi bahan organik ammonia yang
dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan makanan alami. Analisis kandungan
N-total dilakukan, bukan hanya untuk mengetahui kandungan N-total tanah
tetapi juga untuk mengetahui rasio C:N yang ideal untuk tanah tambak adalah
8:1 sampai 12:1 (Boyd, 2008).
Kandungan N-total tertinggi umumnya terdapat pada lapisan 0-20 cm,
dan 20-40 cm, dimana aktifitas perakaran dan mikroorganisme cukup intensif
di daerah tersebut. Hal ini juga akibat pemupukan yang intensif pada lapisan
tersebut. Namun kadar N-total semakin menurun dengan bertambahnya
kedalaman dimana pengaruh pengelolaan semakin rendah. Dengan
meningkatnya umur dan pembukaan lahan gambut, kandungan nitrogen akan
meningkat dan akan saling berkorelasi dengan tingkat dekomposisi.
Tingginya permukaan air tanah berpengaruh terhadap jumlahnitrogen yang
dilepaskan, karena efeknya terhadap zona perakaran, aerasi dan temperatur.
25
Makin tinggi muka air tanahnya, jumlahnitrogen yang tersedia bagi tanaman
makin rendah (Ervina dkk, 2015).
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara tanah yang banyak diminta
untuk dianalisis oleh pengguna jasa laboratorium. Oleh karena itu, diperlukan
teknik yang akurat, tepat dan terstandar dalam penetapannya. Teknik destilasi
cukup baik digunakan untuk pengukurankadar nitrogen total pada contoh
tanah dan memberikanhasil analisis yang baik (Usman, 2012). Hasil
pengukuran yang diperoleh dengan teknik iniakan lebih konsisten karena
tidak terdapat gangguan dalampengukuran. Prinsip kerja dari teknik ini
tergolong sederhana.Faktor-faktor yang dapat memengaruhi teknik ini adalah
ketelitian perlakuan pada tiap tahapan analisis karena alatini bekerja secara
manual mulai dari pemipetan ekstrakcontoh, penambahan pereaksi, sampai
pembacaan hasilpengukuran (titrasi) (Minardi, 2014).
Proses pengujian nitrogen total diawali dengan preparasi sampel
sedimen laut dan tanah tambak yaitu pengeringan dengan udara kering selama
beberapa hari, jika proses pengeringan ini terlalu lama maka sampel
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu sekitar 40℃. Setelah kering,
sampel kemudian dihaluskan dengan mortar. Proses penghalusan ini
diperlukan agar menghasilkan luas permukaan yang lebih besar sehingga
mampu berinteraksi dengan reagen-reagen pereaksi lebih optimal. Sampel
sedimen laut dan tanah tambak direaksikan dengan asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen
teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya akan berubah
menjadi asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan
adanya bahan protein lemak dan karbohidrat (Wiyantoko dkk, 2017).
Agar mempercepat destruksi perlu ditambah katalisator berupa
campuran K2SO4, CuSO4 dan Selenium, reaksi pada saat destruksi adalah
sebagai berikut :
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain
menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi
26
ke valensi rendah atau sebaliknya. Penggunaan selenium lebih reaktif
dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium mempunyai kelemahan
yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut
hilang. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian selenium yang sangat sedikit
yaitu kurang dari 0,25 g. proses destruksi sudah selesai apabila larutan
menjadi jernih atau tidak berwarna (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Untuk
menganalisis kandungan N-total pada tanah tambak banyak metode yang bisa
digunakan, pada kesempatan ini metode yang dibahas ialah metode Mikro
Kjeldhal.
2. Alat
a) Neraca analitik
b) Tabung destruksi
c) Alat destruksi
d) Labu ukur 100 mL
e) Erlemeyer 250 mL
f) Labu kjeldahl
g) Alat destilasi
h) Buret.
3. Bahan
a) Selenium mix
b) Batu didih
c) Asam sulfat pekat
d) NaOH 40%
e) Asam borat 1%
f) Indikator conway
g) Aquades.
4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam menganalisis Nitrogen Total Tanah dilakukan
dengan metode kjelhdal. Pengujian pada N-total dilakukan dalam 3 proses
yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
a. Destruksi
27
1) Timbang 2 g (2,0000-2,0005g)sampel tanah/sedimen laut
2) Dimasukkan ke dalam tabung destruksi
3) Tambah sedikit campuran selen dan batu didih + 1 g, kemudian tambah
7 mL asam sulfat pekat.
4) Dipanaskan di atas alat destruksi dengan suhu 420℃ hingga larutan
jernih selama 20 menit.
b. Destilasi
1) Setelah larutan di dalam tabung destruksi menjadi dingin, dilarutkan
dengan 100 mL aquades ke dalam labu ukur.
2) Erlemeyer 100 mL lalu diisi dengan 10 mL asam borat dan
ditambahkan 3 tetes indikator conwey.
3) Erlenmeyer tersebut di tempatkan dibawah pendingin destilasi sehingga
ujung alat pendingan tersebut tercelup di bawah permukaan asam.
4) Sebanyak 10 mL larutan hasil dekstruksi dipipet ke dalam labu
kjeldahl,dan ditambahkan 100 mL aquadest dan 10 mL NaOH 40%.
Penambahan NaOH harus melalui dinding labu. Penyulingan dihentikan
setelah volumenya mencapai 60 mL.
5) Setelah destilasi selesai, erlenmeyer diambil dan alat destilasi di
matikan.
6) Dibilas dengan aquades diujung atas dan bawah dari alat pendingin.
c. Titrasi
1) Larutan dalam erlenmeyer di titrasi dengan asam sulfat 0,01 N sampai
warna merah.
2) Kemudian dicatat hasil titrasi.
28
Gambar 3.2 Proses Analisis N-Total Metode Kjeldahl (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
5. Perhitungan
Keterangan :
Vc =mL titran contoh
Vb = mL titran blanko
N = Normalitas larutan penitar
14 = bobot setara nitrogen
P = faktor pengenceran
C. Tekstur Tanah
1. Dasar Teori
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang
sangatmenentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan
tanaman. Teksturtanah yang berbeda akan mempengaruhi kemampuan tanah
menyimpan danmenghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara
tanaman yangberbeda pula (Soil Survey Staff, 2012).
Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-
butir tanah atauperbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-
29
butir tersebut adalah pasir, debudan liat. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut
dinyatakan dalam persen dan disebut sebagaikelas tekstur (Braja, 1993).
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Kelas tekstur tanah
dikelompokkanberdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu
dan liat (Hardjowigeno, 1995).Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan
tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponenutama yang dikandungnya,
misalnya lempung berpasir (sandy clay), lempung berlanau (siltyclay), dan
seterusnya (Braja, 1993).
Tanah yang memiliki tekstur yangberpasir merupakan tanah dengan
kandungan pasir >70%, porositasnyarendah (<40%), sebagian ruang pori
yang ada berukuran besar sehingga aerasinya baik,daya hantar air akan lebih
cepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasirjuga
disebut tanah ringan. Tanah yangmemiliki tekstur liat yang>
35%kemampuannya dapat menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang
ada diserap denganenergi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama
bila kering sehinggakurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat juga disebut
tanah berat. Tanahberlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu,
dan liat sedemikianrupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan
berliat. Jadi tata udaraserta udara cukup baik, kemampuan menyimpan dan
menyediakan air untuktanaman tinggi (Arifin, 2010).
Tanah dengan berbagai perbandingan pasir, debu, dan liat
dikelompokkan atasberbagai kelas tekstur seperti digambarkan pada segitiga
tekstur (Gambar 3.3). Carapenggunaan segitiga tekstur adalah sebagai berikut
:
30
Gambar 3.3 Segitiga Tekstur
(Sumber : Soil Survey Staff, 2012)
Misalkan suatu tanah mengandung 50% pasir, 20% debu, dan 30%
liat. DariGambar 3.3 Segitiga Tekstur dapat dilihat bahwa sudut kanan bawah
segitiga menggambarkan0% pasir dan sudut kirinya 100% pasir. Temukan
titik 50% pasir pada sisi dasarsegitiga dan dari titik ini garis sejajar dengan
sisi kanan segitiga (ke kiri atas).Kemudian temukan titik 20% debu pada sisi
kanan segitiga. dari titik ini tarikgaris sejajar dengan sisi kiri segitiga,
sehingga garis ini berpotongan dengan garispertama. Kemudian temukan titik
30% liat dan tarik garis ke kanan sejajar dengansisi dasar segitiga sehingga
memotong dua garis sebelumnya. Dari perpotonganketiga garis ini, di
temukan bahwa tanah ini mempunyai kelas tekstur ―lempungliat berpasir‖.
Penentuan tekstur suatu contoh tanah secara kuantitatifdilakukan melalui
proses analisis mekanis (Undang, 2006).
2. Alat
a) Gelas kimia 250 mL
b) Neraca analitik
31
c) Hidrometer
d) Gelas piala 250 mL
e) Gelas ukur 1000 mL
f) Mesin pengocok tekstur
3. Bahan
a) Sampel tanah/sedimen laut
b) Larutan calgon
c) Aquades
4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam menganalisis Tekstur Tanah dilakukan dengan
metode hidrometer (berdasarkan Laboratorium Tanah BRPBAPPP Maros).
a) Sebanyak 50 gram sampel tanah/sedimen laut yang telah diayak ditimbang
dan dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL
b) Ditambahkan larutan calgon 100 mL (10 mL calgon ditambah 90 mL
aquades)
c) Dilakukan perendaman selama semalam
d) Penambahan air secukupnya kemudian kocok dengan mesin
pengocoktekstur selama 1 menit
e) Memasukkan ke dalam gelas ukur 1000 mL
f) Menambahkan air sampai 950 mL
g) Dilakukan pengadukan 10 kali dan memasukkan hidrometer (proses ini 40
detik dan langsung dibaca pada hidrometer)
h) Didiamkan 2 jam dan baca hidrometer
32
Gambar 3.4 Proses Analisis Tekstur Tanah dengan Metode Hydrometer (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
5. Perhitungan
% Pasir = 100 – (2 x 40 detik)
% Liat = 2 x 2 jam
% Debu= 100 - % Pasir - % Liat
= 100 – (% Pasir + % Liat)
D. pH Tanah
1. Dasar Teori
Tambak yang berada dekat dengan garis pantai (laut) mempunyai Na+,
KB, pH (H2O dan KCl), P2O5 tersedia, K2O tersedia dan kandungan fraksi
pasir yang lebih besar dibanding dengan tambak yang letaknya jauh dari garis
pantai. Hal ini disebabkan karena tambak yang letaknya dekat dengan laut
33
mempunyai kandungan Na+ yang lebih tinggi sehingga berpengaruh terhadap
KB (Kejenuhan Basa) dan pH tanah. Sedangkan pH tanah akan berpengaruh
terhadap ketersediaan unsur hara makro seperti P dan K. Sebaliknya tambak
yang letaknya jauh dari garis pantai mempunyai kandungan C organik, bahan
organik, N-total, Nisbah C/N, Ca 2+
, Mg 2+
, Al3+
, H+, dan KTK (Kapasitas
Tukar Kation) (efektif dan potensial) lebih tinggi.Tingginya kation- kation
basa berpengaruh terhadap pH tanah. Pada umumnya semakin tinggi
kejenuhan basa, maka semakin tinggi pula nilai pH tanah. Tambak yang
produktif mempunyai pH tanah antara netral sampai basa. Tanah dengan pH
7, mengandung banyak garam Natrium dan Fosfor, sehingga dapat
mendukung pertumbuhan alga dasar (Hidayanto dkk, 2004).
pHF atau pH fresh adalah pH tanah yang diukur langsung di lapangan
dengan pH-meter sedangkan pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan
dengan pH-meter setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida 30%. Selisih
nilai pHF dan pHFOX digunakan untuk menentukan potensi kemasaman tanah.
Semakin besar nilai selisihnya, semakin tinggi nilai potensi kemasamannya
(Hendrajat dkk, 2018).
Rendahnya pH H2O terkait dengan mineral utama penyusun batuan
induk. Batupasir, tuf masam dan batuan granit disusun oleh mineral utama
kuarsa, sehingga bersifat masam. Pelapukan mineral seperti feldspar dan
feromagnesia di dalam tanah, selain membebaskan basa-basa, seperti Ca, Mg,
K,dan Na, juga menghasilkan ion OH-yang dapat menyangga (buffer) dan
meningkatkan nilai pH H2O di dalam tanah. Rendahnya kandungan mineral
tersebut menyebabkan kemampuan menyangga rendah, akibatnya pH
rendah(Subandiono dkk, 2014).
Naik turunnya pH tanah merupakan fungsi ion H+ dan OH-. Jika
konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah naik, maka pH akan turun dan jika
konsentrasi ion H+ naik, maka pH akan naik. Selanjutnya Tan (1998)
menyatakan bahwa pH H2O (kemasaman aktif) menyebabkan terjadinya
peningkatan pH KCl (kemasaman potensial). Jika konsentrasi ion H+ bebas
34
(ion H dalam larutan tanah) dinetralkan maka kemasaman potensial akan
melepaskan ion H+ tertukar dalam larutan tanah (Bakri dkk, 2016).
2. Alat
a) Timbangan analitik
b) Spatula
c) Botol ekstrak
d) pH meter
3. Bahan
a) Sampel tanah/sedimen laut
b) Aquades
c) Larutan KCl
4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam menganalisis pH tanah (berdasarkan
Laboratorium Tanah BRPBAPPP Maros).
a. pHH2O
1) Alat dan bahan yang akan digunakan disediakan
2) Sampel tanah yang kering ditimbang sebanyak 2,5 gram kemudian
dimasukkan dalam botol ekstrak
3) 5 mL aquades ditambahkan kedalam botol ekstrak yang telah berisi
sampel
4) Sampel dihomogenkan dan setelah itu pHH2O di ukur menggunakan pH
meter
b. pHKCl
1) Alat dan bahan yang akan digunakan disediakan
2) Sampel tanah yang kering ditimbang sebanyak 2,5 gram kemudian
dimasukkan dalam botol ekstrak
3) 5 mL KCl 1 M ditambahkan kedalam botol ekstrak yang telah berisi
sampel
4) Sampel dihomogenkan dan setelah itu pHKCl di ukur menggunakan pH
meter
35
Gambar 3.5 Proses Analisis pH Tanah (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
E. Kadar Air Tanah
1. Dasar Teori
Air merupakan salah satu komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Air yang diserap tanaman adalah air yang berada
pada pori-pori tanah. Setiap jenis tanah memiliki distribusi dan ukuran pori
yang berbeda-beda yang akan memengaruhi ketersediaan air di dalam tanah.
Kemampuan tanah menahan air dianggap setara dengan kadar air kapasitas
lapang. Secara umum, kadar air kapasitas lapang didefinisikan sebagai kadar
air tanah di lapang pada saat air drainase sudah berhenti atau hampir berhenti
mengalir karena adanya gaya grafitasi setelah sebelumnya tanah tersebut
mengalami jenuh sempurna. Kadar air kapasitas lapang dapat ditetapkan
dengan tiga metode yang berbeda-beda, yaitu metode Alhricks, Drainase
bebas, dan Pressure plate. Ketiga metode tersebut memiliki prinsip yang
berbeda (Haridjaja dkk, 2013).
2. Alat
a) Cawan Porselen
b) Desikator
c) Oven
d) Timbangan analitik
36
3. Bahan
a) Sampel tanah/sedimen laut
b) Sendok
4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam menganalisis Kadar Air Tanah dilakukan dengan
metode Gravimetri (berdasarkan Laboratorium Tanah BRPBAPPP Maros).
a) Cawan porselen yang telah dalam keadaan bersih dimasukkan kedalam
oven dengan suhu 1050C selama 3 jam
b) Setelah 3 jam, cawan porselen dikeluarkan dari oven dan dimasukkan
kedalam desikator dan kemudian ditimbang
c) ± 2 gram contoh tanah kering udara (berat basah) ditimbang dan
dimasukkan kedalam cawan porselen sebelumnya
d) Sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1050C selama 3 jam
e) Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam desikator lalu ditimbang berat
kering.
f) Hitung kadar air dalam tanah.
37
Gambar 3.6 Proses Analisis Kadar Air Tanah Metode Gravimetri
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
5. Perhitungan
KAT =
Keterangan :
KAT = Kadar Air Tanah (%)
BB = Berat Basah
BK = Berat Kering
38
BAB IV
PENGUJIAN KUALITAS PAKAN
Dewasa ini volume pakan komersil di pasar sangat bermacam-macam baik
jenis maupun komposisi.Pakan merupakan hal yang dibutuhkan dalam budidaya
perikanan. Biaya produksi untuk pakan mencapai 70% dari total biaya
produksi.Hal ini tentu menuntut ketelitian dan selektivitas yang tinggi agar
mampu memilih pakan yang berkualitas baik untuk budidaya
perikanan(Darmawiyanti dan Baidhowi, 2015).
Menurut Suryaningsih (2010) menyatakan sumber kualitas pakan tidak
hanya sebatas pada nilai gizi yang dikandungnya melainkan, pada sifat fisik pakan
seperti kelarutannya di dalam air, ketercernaanya, warna, bau, rasa dan anti nutrisi
yang dikandung. Kualitas juga dipengaruhi oleh bahan komposisi dasarnya.
Pemilihankomposis dasar yang baik dapat dilihat berdasarkan indikator nilai gizi
yang dikandungnya; kecernaannya; dan daya serap. Nilai gizi pakan yang
berkualitas akan mendukung tercapainya tujuan produksi yang optimal. Oleh
karena itu pengetahuan tentang nutrisi, gizi, komposisi serta kualitas secara fisik
perlu diketahui.
Banyaknya komposisi gizi yang dibutuhkan ikan tergantung dari spesies,
ukuran serta kondisi lingkungan.Dalam membuat formulasi pakan, kandungan
nutrisi yang dibutuhkan ikan perlu diketahui terlebih dahulu. Nilai nutrisi (gizi)
pakan pada umumnya dilakukan melalui analisa proksimat. Beberapa kandungan
gizi yang penting diketahui nilai kadarnya dalam rangka mengetahui komposisi
yang tepat bagi yaitu protein, lemak, karbohidrat yang terdiri dari serat, serta
abu.Dengan mengetahui semua itu diharapkan pakan yang dibuat memiliki
kualitas yang tinggi yakni dapat meningkatkan pertumbuhan, perkembangan dan
kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Selain itu juga perlu diketahui
kandungan airnya, sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan
tidak ditumbuhi oleh jamur saat peyimpanan. (Darmawiyanti dan Baidhowi,
2015).
39
Berikut beberapa parameter pengamatan untuk mengenatuhui kandungan
gizi daru suatu bahan baku pembuatan pakan melalui analisis proksimat seperti uji
protein, uji lemak, uji abu, uji serat kasar, dan BETN.
A. Uji Protein
1. Dasar Teori
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein
ini berperansangat penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber
energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara
dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji, 1989).
Penentuan kadar protein yang tepat tergantung pada spesies dan
ukuran ikan. Secara alami protein disusun dari 100 asam amino. Hanya 20
jenis asam amino yang umum dan 10 jenisnya adalah asam amino esensial
yang harus ada pada pakan dengan susunan jumlah tertentu yang seimbang
(Anonymous, 2008).
Kebutuhan asam amino (protein) masing-masing jenis ikan berbeda-
beda. Jumlah protein yang dibutuhkan ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor lain ukuran badan ikan, suhu air, jumlah pakan yang dimakan ikan,
kesediaan dan kualitas pakan alami, dan kualitas protein. Protein yang
dibutuhkan ikan peliharaan berhubungan erat dengan tingkat protein optimum
(optimum protein level) dalam pakan 12 ikan tersebut. Jenis ikan karnivora
membutuhkan tingkat protein yang lebih tinggi daripada ikan herbivora, ikan
pada stadia awal (larva) membutuhkan protein yang lebih tinggi daripada ikan
dewasa (Akbar 2000). Menurut Usman 2015 menyatakan bahwa pada ikan
karnivora, membutuhkan protein yang lebih banyak : > 40% contohnya pada
Ikan kerapu, ikan kakap, lalu pada ikan omnivora, kebutuhan protein sedang
yang berkisar : 30 – 40% contonya pada ikan nila, lele sedangkan pada ikan
herbivora, protein rendah berkisar : 20 – 30% , contohnya pada Ikan bandeng,
ikan baronang, ikan gurami.
2. Alat
a) Blender atau food grinder,
b) Alatdekstruksi,
40
c) Alatpenjepit,
d) Alatdestilasi,
e) Sendokstainlles steel,
f) LabuKjeldahl,
g) Timbangananalitik,
h) Labuukur 100 mL,
i) Buret 25 mL skala 0,01 mL.
3. Bahan
a) Natriumhidroksida, NaOH 32%: timbangNaOHpeletsebanyak 250 gram
danlarutkandenganakuadessebanyak 1 liter.
b) Asam borat, H3BO3 4%: timbang 40 gram H3BO3 dan larutkan dengan
akuades sebanyak 1 liter.
c) Indikator Bromocresolgreen (BCG) : timbang BCG sebanyak 0,25 gram
dan methyl red (MM) 0,05 gram, larutkan dengan etanol 95% sebanyak 50
mL.
d) Larutan drochlori Acid, HCl 1 N: encerkan larutan HCl pekat (37%)
sebanyak 16,53 mL dengan 250 mL akuades.
4. Prosedur Kerja
Acuan : Laboratorium Pakan BRPBAPPP Maros
a) Sebanyak2 gram sampel contoh ditimbangmenggunakan kertas timbang,
lipat-lipat dan dimasukkan kedalam labu destruksi 100 mL;
b) Ditambahkan 2 gram campuran selenium serta beberapa butir batu didih
c) Dilakukan penambahan15 mLH2SO4 pekat (95% - 97%0 dan 3 mL H2O2
secara perlahan-lahan dan diamkan 10 menit dalam ruang asam)
d) Pemanasan dilakukan di atas alat dektruksi selama ± 2 jam, hingga larutan
menjadi jernih kehijauan;
e) Biarkan dingin hingga mencapai suhu kamar, kemudian diencerkan dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan sampai tanda garis;
f) Dilakukan pemipetan sebanyak 10 mL larutan dan dimasukkan ke dalam
alat destilasi, ditambahkan 50-75 mL Natrium hidroksida-thiosulfat
41
g) Lakukan destilasi dan tamping destilat dalam Erlenmeyer yang berisi 25
mL larutan H3BO3 4% mengandung indikator sebagai penampung
destilant, hingga volume mencapai minimal 150 mL.
h) Titrasi hasil destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah dibakukan sampai
warna berubah dari hijau abu-abu netral
i) Bilas ujung pendingin dengan air suling;
j) Lakukan pengerjaan blanko seperti tahapan contoh
k) Lakukan pengujian contoh minimal duplo (dua kali).
5. Perhitungan
Rumus Penetapan Kadar Protein :
%100007,14)( 21
W
FpxFkxxNxVVproteinKadar
Keterangan:
W =Beratcontoh (gram)
V1 = Vol HCl 0,01N yang digunakanmenitarcontoh (mL)
V2= Vol HCl 0,01N yang digunakan menitar blanko (mL)
N =NormalitasHCl
Fk=Faktorkonversiuntuk protein darimakanansecaraumum
6,2,Susudanhasilolahannya 6.38 , mentegadankacang 5,46
Fp=Faktorpengenceran
Gambar 4.1 Destilator
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
42
Gambar 4.2 Proses Uji Protein
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
B. Uji Lemak
1. Dasar Teori
Lemak adalah salah satu komposisi makanan utama yang dibutuhkan
dalam pertumbuhan ikan, karena lemak sebagai sumber energi yang utama
dalam melakukan aktivitas sehari-hari ikan seperti berenang, mencari makan,
menghindari musuh, pertumbuhan, dan ketahanan tubuh. Lemak dan minyak
penting karena adanya asam-asam lemak esensial yang terkandung di
dalamnya. Fungsinya dapat melarutkan vitamin A, D, E, dan K yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Sutantyo, 2011).
Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam lemak esensilnya
yaitu asam-asam lemak tak jenuh atau PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid)
antara lain asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat.Kandungan lemak
sangat dipengaruhi oleh pakan harus mempunyai ketahanan dalam air (water
stability) yang tinggi agar tidak cepat hancur.Mudjiman (2004) bahwa
kandungan lemak yang tepat untuk pakan ikan berkisar 4-18%.
2. Alat
a) Blender atau food grinder,
b) Alatpenjepit,
43
c) Sendokcontohstainless steel,
d) Timbangananalitik
e) Desikator
f) Tabung lemak
g) Oven
h) Gelas ukur/ mikropipet
i) Beaker glass
j) Kertas saring
3. Bahan
a) Petroleum Benzene.
4. Prosedur kerja
a) Timbang tabung lemak kosong (A g)
b) Timbang seksama 2 g contoh yang sudah dihomogenkan lalu dibungkus
dengan kertas saring (B), panaskan dalam oven.
c) Masukkan berturut- turut 125 mL petroleun benzena ke dalam tabung
lemak, sampel kedalam selongsong lemak dam pasang rangkaian alat
ekstrak lemak dengan benar.
d) Ekstraksi sampel dengan petroleun benzena dalam tabung lemak sampai
kering
e) Masukkan tabung yang berisi lemak ke dalam oven dengan suhu 105 oC
selama 2 jam untuk menghilangkan sisa petroleun benzena dan uap air.
f) Dinginkan tabung lemak dalam desikator selama 30 menit.
g) Timbang berat tabung yang berisi lemak (C g) sampai konstan
h) Kerjakan pengujian minimal duplo
5. Perhitungan
Rumus Penetapan Kadar Lemak:
%100xB
ACLemakKadar
Keterangan:
A = Berat tabung lemak kosong (gram)
B = Berat contoh (gram)
44
C = Berat tabung lemak dan lemak hasil ekstraksi (gram)
C. Uji Abu
1. Dasar Teori
Kadar Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh setelah
penghilangan bahan organik dalam suatu bahan makanan. Penghilangan
bahan-bahan organik pada pakan dilakukan dengan cara mebakar bahan baku
pakan. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui baik tidaknya suatu pakan
yang dicerna oleh ikan, membedakan makanan asli dan sintesis serta sebagai
parameter suatu bahan (Irawati, 2008).Sutikno (2011) menyatakan bahwa
kadar mineral atau kadar abu sangat penting untuk pertumbuhan gigi dan
sisik. Standar kadar abu untuk pakan ikan yang baik sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) adalah di bawah 13%.
2. Alat
a) Muffle (tungkupengabuan)
b) Cawanporselin
c) Desikator
d) Penjepit
e) Timbangananalitik
3. Bahan
a) Bahan baku uji
4. Prosedur kerja
Acuan : Laboraturium Pakan BRPBAPPP Maros
a) Cawan abu kosong dimasukkan ke dalam tungku pengabuan. Suhu
dinaikkan secara bertahap sampai mencapai 550oC ± 5
oC . Pertahankan
pada suhu 550oC selama 2 jam
b) Suhu pengabuan diturunkan menjadi ± 40oC, keluarkan cawan abu
porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian
timbang berat cawan abu porselin kosong (A g);
c) 2 (dua) gram contoh yang telah di homogenkan kemudian dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam
45
d) Pindahkan cawan abu porselin ke dalam tungku pengabuan dan naikkan
temperatur secara bertahap sampai suhu mencapai 550oC ± 5
oC.
Pertahankan selama 3-4 jam sampai diperoleh abu berwarna putih;
e) Setelah selesai tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi ± 40oC,
keluarkan cawan porselin dengan menggunakan penjepit dan masukkan
ke dalam desikator selama 30 menit. Kemudian timbang (B). Bila abu
belum putih benar harus dilakukan pengabuan kembali dengan cara :
a. Basahi (lembabkan) abu dengan akuades secara perlahan, keringkan
pada hotplate dan abukan kembali pada suhu 550oC selama 3 – 4 jam
sampai berat konstan.
b. Turunkan suhu pengabuan menjadi ± 40oC, keluarkan cawan abu
porselin dan masukkam ke dalam desikator selama 30 menit,
kemudian timbang.
Catatan:
Lakukan penetapan secara duplo.
5. Perhitungan
Rumus Penetapan Kadar Abu:
%100xcontohBerat
ABAbuKadar
Keterangan:
A = beratcawanporselin (gram)
B = berat cawan + contoh (gram)
Gambar 4.3 Proses Uji Abu
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
46
D. Uji Serat Kasar
1. Dasar Teori
Serat kasar merupakan hasil sisa dari bahan makanan atau hasil
pertanian. Komponen dari serat kasar terdiri dari selulosa, dengan sedikit
lignin dan pentosa. Serat kasar juga merupakan kumpulan dari semua serat
yang tidak bisa dicerna. Serat kasar tidak mempunyai nilai gizi akan tetapi
serat ini sangat penting untuk proses memudahkan pencernaan didalam tubuh
(Hermayanti dkk, 2006).
Zat-zat yang tidak larut selama pemasakan bisa diketahui karena
terdiri dari serat kasar dan zat-zat mineral, kemudian disaring, dikeringkan,
ditimbang dan kemudian dipijarkan lalu didinginkan dan ditimbang sekali
lagi. Analisis dari kadar serat kasar adalah untuk mengetahui kadar serat
kasar yang ada pada bahan baku pakan. Perbedaan berat yang dihasilkan dari
penimbangan menunjukkan berat serat kasar yang ada dalam makanan atau
bahan baku pakan (Murtidjo, 1987). Menurut Rukmana (1997), pada ikan nila
kadar serat kasar yang optimal dalam menunjang pertumbuhan ikan adalah 4-
8%.
2. Alat
a) Blender atau food grinder
b) Gelaspiala 100 mL
c) Gelasukur 50 mL
d) Cawanporselin
e) Kertassaring
f) Oven
g) Hot plate
h) Timbanganalitik
i) Desikator
j) Alatpenjepit
3. Bahan
a) AsamSulfat (H2SO4)1,25%: pipet H2SO4 pekatsebanyak 12,5
mLdanimpitkandenganakuadessebanyak 1 liter.
47
b) Natriumhidroksida (NaOH) 3,25 %: timbangNaOHpeletsebanyak 32,5
gram danlarutkandenganakuadessebanyak 1 liter.
c) Alkohol 95%.
4. Prosedur kerja
Acuan : Laboraturium Pakan BRBAPPP Maros
a) Timbang dengan teliti 2 gram contoh bebas lemak lalu masukkan ke dalam
gelas piala 100 mL;
b) Tambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25%;
c) Panaskan di atas hot plate dengan suhu skala 4 selama 30 menit
d) Tambahkan 50 mL larutan NaOH 3,25%, lalu panaskan kembali selama 30
menit
e) Cawan dan kertas saring kosong dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC
selama 2 jam (A gram );
f) Sampel yang telah dipanaskan kemudian disaring dengan
menggunakankertas saring yang telah ditimbang bersama cawan;
g) Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci dengan aquades yang
telah ditambahkan asam sulfat 1,25% sebanyak 3 mL dalam 1 liter
aquades.
h) Setelah contoh bebas dari asam dan basa, biarkan hingga kering dan
tambahkan 20 mL alkohol 95%, kemudian bungkus dan masukkan ke
dalam cawan yang telah ditimbang;
i) Keringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam;
j) Keluarkan dari oven dan masukkan ke dalam desikator sampai dingin
(suhu ruang);
k) Timbang sampai berat konstan (B gram)
5. Perhitungan
Rumus Penetapan Kadar Serat Kasar
%100)(
xcontohBerat
ABKasarSeratKadar
Keterangan:
A =beratcawan + kertassaringkosong
B = beratcawan + kertas saring + contoh
48
Gambar 4.4 Proses Serat Kasar
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2020)
E. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen(BETN) merupakan bahan yang sangat
bergantung kepada 6 fraksi lainnya seperti abu, protein kasar, serat kasar dan
lemak kasar. Penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan perhitungan dari
zat-zat fraksi tersebut. BETN adalah bagian dari karbohidrat seperti gula, pati dan
asam organik.
Perhitungan BETN
Perhitungan BETN = 100% - (uji protein+uji abu + uji serat kasar + uji lemak).
49
BAB V
PENYAKIT UDANG DAN CARA PENCEGAHANNYA
A. Penyakit Pada Udang Windu (Penaeus monodon)
1. Dasar Teori
Dalam budidaya udang, penyakit merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil produksi. Terutama penyakit infeksius yang disebabkan
oleh virus patogen menjadi yang sangat penting.Timbulnya gejala penyakit
pada suatu organisme merupakan akibat adanya interaksi antara tiga faktor,
yaitu inang, agen penyakit, dan lingkungan. Bila lingkungan tidak dijaga
dengan baik, maka cenderung berpengaruh positif pada pertumbuhan patogen
yang dapat menimbulkan penyakit pada organisme peliharaan.
Salah satu penyakit yang dapat merugikan budidaya udang ialah
penyakit bintik putih atau yang dikenal dengan White Spot Syndrome
Virus (WSSV). WSSV dapat mempengaruhi kualitas udang dengan
menyebabkan adanya ciri seperti bintik putih pada pada bagian dalam kulit
dengan bagian permukaan kulit yang masih halus. WSSV dapat
mempengaruhi kuantitas udang dengan menyebabkan mengurangnya nafsu
makan maupun kematian. Hal ini akan mempengaruhi produksi hingga
menyebabkan penurunan produktivitas yang dapat menyebabkan kerugian
secara finansial.
Salah satu jenis virus yang sering menyerang udang adalah White Spot
Syndrome Virus (WSSV) merupakan virus double stranded DNA (ds-DNA)
bentuk seperti batang yang menyelubung dan nampak berpori.Virus dapat
menyerang berbagai stadia pertumbuhan udang dan akibat dari infeksi virus
antara lain pertumbuhan lambat, perubahan bentuk tubuh atau kematian.
Dalam budaya udang,infeksiWSSV dapat menyebabkankematian kumulatif
hingga 100%dalam waktu 3-4 hari(Nurbariah dan Khairurrazi, 2015).
Keberadaan WSSV terdapat pada beberapa organ.Distribusi WSSV
antara lain terdapat pada insang, kaki renang (pleiopod), kaki jalan
(pereiopod), jantung, dan organ-organ lainnya. Beberapa penelitian
50
infeksiartifisial dengan analisis patogenik kuantitatif menunjukkan bahwa
jaringan yang dijadikan target major dari proses replikasi WSSV yaitu
terdapat pada insang, lambung dan epitel kutikula tubuh, jaringan
hematopoietik, organ limfoid dan kelenjar antennal (Yanti dkk, 2017).
Hasil diagnosis yang dilakukan Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAPPP) Maros menunjukkan adanya
indikasi bahwa serangan virus yang terjadi di tambak pembesaran berkaitan
erat dengan kondisi benur yang digunakan. Dalam hal ini tetua atau induk
yang digunakan juga sangat berpengaruh. Muliani dkk (2004) melaporkan
bahwa serangan WSSV pada udang windu selain terjangkit secara
horizontal juga secara vertikal, dimana induk yang telah terinfeksi WSSV
dapat menurunkan ke naupli yang dihasilkan. WSSV dapat menyebabkan
kematian 80% selama 2-3 hari padayuwana dan 7-10 hari pada udang
dewasa.
Berdasarkan hasil uji LC WSSV pada udang windu yang telah
dilakukan ditemukan bahwa semakin tinggi konsentrasi WSSV yang
diinfeksikan pada udang windu, semakin tinggi pula mortalitas yang terjadi,
tergantung pula dari tingkat virulensi dari virus yang diaplikasikan serta daya
tahan tubuh atau sistem imun tubuh udang windu yang digunakan. Hal ini
sesuai dengan teori, yang menyatakan bahwa WSSV dapat menyebabkan
kematian pada udang windu sebesar 100% dalam waktu 2-7 hari.
Nilai LC sendiri adalah konsentrasi senyawa atau ekstrak yang dapat
mematikan larva udang hingga 50% dibandingkan terhadap kontrol. Nilai
LC (Lethal Concentration) ditentukan untuk tujuan penelitian nilai ambang
batas yang layak di suatu lingkungan penelitian (Rumampuk dkk, 2010). LC
50 (konsentrasi mematikan) digunakan untuk mengekspresikan konsentrasi
yang akan membunuh setengah dari populasi hewan uji (Hasyim dkk, 2019).
51
Gambar 5.1 Udang Windu yang Terserang WSSV
(Sumber: www.mongabay.co.id, 2020)
Gejala klinis yang dapat diketahui apabila sudah terinfeksi WSSV bisa
terlihat seperti kehilangan nafsu makan, warna tubuh mejadi gelap, terdapat
tanda bercak putih pada karapaks udang dan udang sering berenang ke
permukaan. Udang yang terinfeksi WSSV akan mengalami perubahan
tingkah laku atau perubahan perilaku yaitu menurunya aktivitas berenang,
berenang tidak terarah, dan sering kali berenang pada salah satu sisinya saja.
Pada fase akut terdapat bercak-bercak putih pada karapas dengan
diameter0,5–3,0 mm, dan bercak putih ini pertama kali muncul pada
cephalothoraks,segmen ke 5 dan ke 6 dari abdominal dan terakhir menyebar
ke seluruh kutikula tubuhnya (Yanti dkk, 2017).
Diagnosa WSSV yang menyerang udang windu dapat dilakukan
secara dini menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
sehingga dapat diambil tindakan pencegahan khususnya pada benur udang.
Metode tersebut mampu mendeteksi virus melalui keberadaan DNA virus,
namun belum diketahui sejauh mana efektivitas metode tersebut mampu
mendeteksi virus khususnya WSSV. Usaha mengatasi WSSV adalah
melakukan diagnosa dini dalam deteksi WSSV yang menyerang udang
windu.
Kegiatan diagnosa meliputi pengujian, deteksi dan identifikasi untuk
mengetahui jenis virus yang menyerang secara spesifik. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan adalah biologi molekuler menggunakan
52
metode PCR. Virus yang menginfeksi udang dalam jumlah sedikit dan
belum menimbulkan gejala penyakit pada udang dapat dideteksi dengan
menggunakan alat PCR. Keberadaan virus dapat dilacak sejak dini karena
bahan genetik virus yang jumlahnya sedikit dapat digandakan dengan PCR
sehingga keberadaannya segera dilacak dan dapat diambil tindakan
pencegahan khususnya pada benur udang yang akan ditebar.EkstraksiDNA
dilakukanuntukmemisahkan jaringandanselDNA pada sampel.DNA
diekstrakdarisel-selsampeluntukkemudiandiamankandari kerusakanakibat
kerjaenzim dNase (Yantidkk, 2017).
Gambar 5.2 Proses Ekstraksi Sampel Udang Windu (Sumber : Dokumentasi pribadi 2020)
2. Alat
a) Toples volume1 liter
b) Seser
c) Kontainer plastik
d) Alat Aerasi (selang, batu aerasi, pengatur, serta penyambung selang aerasi)
e) Kontainer
f) Sendok
g) Pipet tip
h) Alat tulis
3. Bahan
a) Udang windu (Penaeus monodon)
53
b) Air laut salinitas 28 dan salinitas 15
c) Stok WSSV berbagai konsentrasi
d) Pakan udang windu
e) Air Ledeng
4. Prosedur Kerja
Acuan : Lab Patologi BRPBAPPP Maros
a) Menyiapkan dan melakukan sterilisasi alat
b) Sterilisasi Air laut dengan menggunakan kaporit 150 ppm dan dinetralkan
dengan Natrium Thiosulfat 75 ppm
c) Toples diisi dengan air salinitas 28 ppt sebanyak 500 mL
d) Alat aerasi dirangkai
e) Dilakukan pemberian label pada masing-masing toples sesuai perlakuan
konsentrasi WSSV yang digunakan.
A: Konsentrasi 10000 ppm
B: Konsentrasi 1000 ppm
C: Konsentrasi 100 ppm
D: Konsentrasi 10 ppm
E: Konsentrasi 1 ppm
F: Konsentrasi 0,1 ppm
G: Konsentrasi 0,01
H: Kontrol negatif
f) Sebanyak 10 ekor hewan uji dihitung kemudian dimasukkan kedalam air
laut salinitas 15 ppt selama 15 menit dengan mengunakan seser kecil.
Lalu kemudian dimasukkan ke dalam toples yang telah diisi dengan air
dengan salinitas 28
g) Virus WSSV dimasukkan ke dalam stoples sebanyak 5 mL/stoples
dengan konsentrasi berbeda pada setiap perlakuan kecuali kontrol (kode
H)
h) Kecepatan aerasi diatur di dalam toples untuk mencegah udang windu
mati.
54
i) Dilakukanpengamatanpada hari ke-1 hingga hari ke-7 pada jam yang sama
saat melakukan sampling.
j) Jumlah kematian udang pada setiap perlakuan dihitung dan dicatat
k) Dilakukan pemberian pakan secara teratur 3 kali sehari dengan takaran
yang sesuai agar mencegah udang saling memangsa satu sama lain.
B. Pencegahan penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang
1. Dasar Teori
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan penyakit virus WSSV adalah menggunakan bibit yang bebas
dari penyakit tertentu (SFP,Specific Free Pathogen) melalui rekayasa
genetika, aplikasi bakteriprobiotik, pengelolaan lingkungan tambak sesuai
SOP (Standar Operasional Prosedur) dan penggunaan pakan yang berkualitas.
Lingkungan yang kurang baik akan menjadi penyebab datangnya bakteri dan
virus, oleh karena itu pengelolaan lingkungan merupakan salah satu langkah
utama dalam mengantisipasi timbulnya penyakit pada larva udang di
pertambakan.Pengendalian penyebaran penyakit perlu dilakukan secara dini
agar kerugian ekonomi tidak terjadi. Peningkatan kualitas benih udang windu
khususnya peningkatan ketahanan terhadap penyakit adalah hal yang sangat
penting. Salah satu prosedur pencegahan penyakit di hatchery yang
disarankan oleh Wang dkk. (1998) adalah pemberian immunostimulan untuk
meningkatkan daya tahan atau kekebalan alami udang terhadap
penyakit(Wahjuningrum dkk, 2006).
Penggunaan bahan kimia dalam bentuk antibiotik dilarang dalam
budidaya tidak hanya pada budidaya udang tetapi juga pada pada budidaya
ikan, akan tetapi peredaran obat-obatan kimia dan antibiotik sedikit sulit
dikendalikan karena tingginya permintaan dikalangan petani
tambak.Penggunaan obat-obatan kimia dan antibiotik tidak hanya terjadi pada
perbenihan tapi juga di pembudidaya. Hal ini tentunya sangat merugikan
karenatanpadisadari,penggunaanobat-
obatantersebutsemakinmenambahpermasalahan di lapangan akibat efek
samping yang ditimbulkan seperti terjadiresistensibakteri patogen
55
terhadapantibiotik,akumulasibahankimia,danpencemaran pada lingkungan
yang semakin memperburuk lingkungan budidaya yang salah satunnya
merupakantanggungjawabparapetani tambakdaripenggunaanobat-
obatanyangtidakjelaskegunaanyadenganmenyediakanalternatifpenggantiobat-
obatantersebutyanglebihefisiendanramahlingkungan.Penggunaanbahanalamse
bagaialternatifpencegahanpenyakitdibidangperikananmulaidikembangkandia
ntaranyadenganmemanfaatkantanamanmangrove danasosiasinya
(Mulianidkk,2015).
Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lain yang
mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik.
Imunostimulan berhubungan langsung dengan sel sistem imun yang membuat
sel tersebut lebih aktif (Dewi dkk, 2019).Salah satu tumbuhan yang dapat
digunakan ialah mangrove.Mangrovemerupakankombinasiantara Bahasa
portugismanguedanbahasa inggris grave. Dalam bahasa inggris mangrove
digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan
pasang surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang
menyusun komunitas tersebut. Metabolitsekunder yang ditemukan pada
tumbuhan mangrove meliputi senyawa golonganalkaloid,fenolat,steroid
danterpenoid (Kustanti,2011 danHerawati,2011).
2. Alat
a) Topleskacavolume3liter
b) Boxplastik
c) Peralatanaerasi(selang,batuaerasi,pengaturudara,sambunganselang)
d) Seserkecil
e) Sendok
f) Mangkukpenghitungbenur
3. Bahan
a) Stok WSSV(1000ppm)
b) Hasilperebusan ekstrakdaunmangrove(Sonneratiaalba)
c) Air laut
d) Airtawar
56
e) Benurudangwindu (Penaeusmonodon)
4. Prosedur Kerja
Persiapanekstrak daun Mangrove(Sonneratiaalba)
Gambar 5.3 Daun Soneratia alba (Sumber : Dokumentasi pribadi,2020)
a) Daun mangrove yang kering yang telah berwarna kecokelatan disiapkan.
b) Daunmangrove ditimbang sebanyak900gdan dimasukkan
kedalampanci.
c) Daun mangrove dicuci sebanyak3 kali.
d) Air ditambahkan sebanyak 15literpadapanci
e) Perebusandilakukan
selama4jamhinggaairmenjadisetengahnya(kuranglebih7liter).
f) Ekstrakmangrovekemudiandisaringmenggunakansaringankasardan
saringanhalus.
Gambar 5.4 Proses Penyaringan Air Ekstrak Daun Mangrove (Sumber: Dokumentasi pribadi,2020)
57
g) Ekstrakmangrovedisimpankedalamwadah yangtertutup.
Pengujian ekstrak Mangrove sebagai immunostimulan
a) Siapkanalatdanbahanyangakandigunakan lalu sterilisasialatdanbahan
sebelumdigunakandalampenelitian.
b) Sterilisasiairlautdenganmenggunakan kaporit150ppmdan dinetralkan
denganNatriumThiosulfat75ppm.
c) Dilakukan pengisian airlautsterilsebanyak2Lkedalamtoples.
d) Benur udang windu dimasukkansebanyak 20ekorkedalamtoples.
e) Toplesyangtelahterisibenurdanairlautditambahkanekstrakmangrove.Pena
mbahanekstrakdilakukansesuaiketentuanlamaperendaman.Ekstrakmangr
oveditambahkansebanyak 20mL.
f) Waktu perendaman yang dilakukan pun berbeda-beda hal ini dilakukan
agar dapat diketahui lama perendaman yang efektif. Dalam pengujian
ini, lama perendaman yang dilakukan selang 12 jam. (Lama perendaman:
12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, 72 jam serta kontrol (+) (-)).
g) Setelah itu, dilakukan pemindahan benur udang windu ke toples
untukinfeksiWSSV.
h) Selanjutnya,saringbenurudangwinduyangberadapadatoplesperendamanm
angrove. Benur udang windu dimasukkan dalam air
lautsalinitas15ppt.Didiamkanselama 15menit.
i) Setiaptoplesdiisiairpayausebanyak2liter.Larvaudangwindudimasukkan
ke dalam toples sebanyak 20 ekor. Stok WSSV dimasukkanke
dalamsetiaptoples sebanyak20mL.
j) Pengamatandan perhitungan dilakukanselama 7hari sesuai waktu yang
ditentukan.
k) Padaawalpengamatandilakukandenganmenghitunglarvaudangwindu
yang hidup dalam toples selama 4 jam dan 8 jam, 12 jam serta 12 jam.
58
DAFTAR PUSTAKA
Amandanisa , Amira , Prayoga Suryadarma. 2020. Kajian Nutrisi dan Budi Daya
Maggot (Hermentia illuciens L.) Sebagai Alternatif Pakan Ikan di RT 02
Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Jurnal Pusat
Inovasi Masyarakat. Vol 2 (5).
Amrillah, A.M., Sri. W., Yuni.K. 2015. Dampak Stres Salinitas terhadap
Prevalensi White Spot syndrome Virus (WSSV) dan Survival Rate Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Kondisi Terkontrol. Research
Journal of Life Science. Vol.2(1):110-123.
Arifin, M. 2010. Kajian Sifat fisik tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan
Dalam Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Skripsi.
Arsad, S., Afandy, A., Purwadhi, A. P., Maya V, B., Saputra, D. K., & Buwono,
N. R. 2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda
[Study of Vaname Shrimp Culture (Litopenaeus vannamei) in Different
Rearing System]. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan.9(1): 1.
Asaf,Ruzkiah Mudian Paena, dan Kamariah. 2016. Kondisi Perairan Sekitar
Tambak Udang Superintensif BerdasarkanParameter Fisika Kimia
Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Payau. Maros.
Babu, D., Ravuru, J.N. Mude. 2014. Effect of Density on Growth and Production
of Litopenaeus vannamei of Brackish Water Culture System in Summer
Season with Artificial Diet in Prakasam District, India. American
International Journal of Research in Formal, Applied, & Natural
Sciences. 5(1):10-13.
Bahri, S., Indra., Muyassir. 2014. Kualitas Lahan Tambak dan Sosial Ekonomi
pada Budidaya Udang dan Ikan Di Kecamatan Seunuddon Kabupaten
Aceh Utara. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. 3(1).
Bakri, I., Abdul R.T., Isrun. 2016. Status Beberapa Sifat Kimia Tanah pada
Berbagai Penggunaan LAhan di DAS Poboya Kecamatan Palu Selatan. e-J
Agrotekbis. Vol. 4(5)
59
Barus, S., Riris, A., Wike Ayu E.P., Ellis N., Gusti D., Elyakim S. 2019.
Hubungan N-Total dan C-Organik Sedimen dengan Makrozoobentos di
Perairan Pulau Payung, Banyuasin, Sumatera Selatan. Jurnal Kelautan
Tropis. Vol. 22(2): 147-156
Boyd, C.E. 1995. Bottom soils, sediment and pond aquaculture. Chapman and
Hall. New York. Hal 348.
Boyd, C.E. 2008. ―Pod bottom soil analyses”. Global Aquaculture Advocate,
September/October: 90-93.
Braja, M.1993. Mekanika Tanah. Jakarta: Erlangga
Bilotta, G.S., dan Brazier, R.E., 2008, Understanding the influence of suspended
solids on water quality and aquatic biota, Water Research, 42, 2849-2861.
Budiardi., I. Widyaya dan D. Wahjuningrum. 2007. Hubungan Komunitas
Fitoplankton dengan Produktivitas Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
di Tambak Biocrete, Jurnal Akuakultur Indonesia.Vol 6. No 2.
Cahyono, B. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius
Choeronawati,Anggih Isti., Slamet Budi Prayitno dan Haeruddin. 2019. Studi
Kelayakan Budidaya Tambak Di Lahan Pesisir Kabupaten Purworejo.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 11 No. 1, Hlm. 191-204,
April 2019. DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v11i1.22522.
Dewi, Nina Nurmalia., Kismiyati., Rozi., Gunanti, M., Woro. H.S. 2019. Aplikasi
Probiotik, Immunostimulan, dan Manajemen Kualitas Air dalam Upaya
Peningkatan Produksi Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeun
vannamei) di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik. Journal of
Aquaculture and Fish Health. Vol.8 (3): 179
Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan, Kanisius, Yogyakarta.
Ervina Indrayani., Kamiso Handoyo Nitimulyo., Suwarno Hadisusanto., Rustadi.
2015, “Analisisi kandungan Nitrogen, fosforani-Papua”, Jurnal Manusia
Dan Lingkungan. 2(2): 217-225.
Fatimah Ani , Harmadi dan Wildian. 2014. Perancangan Alat Ukur TSS (Total
Suspended Solid) Air Menggunakan Sensor Serat Optik Secara Real Time.
Jurnal Ilmu Fisika (JIF), Vol 6. No 2.
60
Fuady, M. F. 2013. Pengaruh Pengelolaan Kualitas Air terhadap Tingkat
Kelulusanhidup dan Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) di P.T. Indikor Bangun Desa, Yogyakarta, Jurnal Maquares
UNDIP. Vol 2. No 4.
Hasyim, A., Wiwin.S., Liferdi. L.,Luluk .S.M. 2019. Evaluasi Konsentrasi Lethal
dan Waktu Lethal Insektisida Botani Terhadap Ulat Bawang (Spodoptera
exigua) di Laboratorium. J. Hort.Vol.29(1):69-80.
Hasyim, A., Wiwin.S., Liferdi. L.,Luluk .S.M. 2019. Evaluasi Konsentrasi Lethal dan
Waktu Lethal Insektisida Botani Terhadap Ulat Bawang (Spodoptera exigua) di
Laboratorium. J. Hort.Vol.29(1):69-80.
Herawati,N.2011.IdentifikasiSenyawaBioaktifTumbuhanMangroveSonneratia
alba.JurnalChemica.Vol12(2):54-58.
Haliman, R.W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vannamei, Pembudidayaan dan
Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Handayanto, E., Nurul, M., Amrullah F. 2017. Pengelolaan Kesuburan Tanah.
Malang: Penerbit dimensi
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Prakasa, Jakarta.
Haridjaja, O. 1980. Pengantar Fisika Tanah. Institut Pendidikan Latihan dan
Penyuluhan Pertanian. IPB. Bogor. 233 hal.
Haridjaja, O., Dwi, P.T.B., Mahartika S. 2013. Perbedaan Nilai Kadar Air
Kapasitas Lapang Berdasarkan Metode Alhricks, Drainase Bebas, dan
Pressure Plate pada Berbagai Tekstur Tanah dan Hubungannya dengan
Pertumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus l.). Jurnal Tanah
Lingkungan. Vol. 15(2)
Hermayanti, Y.,G. Eli . 2006. Modul Analisa Proksimat. Padang: SMAK 3
Padang.
Hidayanto, M., Agus, H.W., dan Yossita F. 2004. Analisis Tanah Tambak Sebagai
Indikator Tingkat Kesuburan Tanah. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(2): 180-186.
Hendrajat, E.A., Erna R., Akhmad M. 2018. Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah
dan Air Terhadap Produksi Total Tambak Polikultur Udang Vaname Dan
61
Ikan Bandeng Di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur Melalui
Aplikasi Analisis Jalur. Jurnal Ilmu dan Kelautan Tropis. 10(1).
Helfinalis, S. dan Rubiman. 2012. PadatanTersuspensi Total di PerairanSelat
Flores BolengAlor dan Selatan PulauAdonaraLembataPantar. JurnalIlmu
Kelautan. Vol. 17 No. 3.
Irawati, 2008, Modul Pengujian Mutu 1, Diploma IV PDPPTK Vedca: Cianjur.
Kustanti,A.2011.ManajemenHutanMangrove.Bogor:PenerbitIPBPress.
Karthik, M., J. Suri, N. Saharan, and R.S. Biradar. 2005. Brackish water
aquaculture site selection in Palghar Taluk, Thane District of Maharashtra,
India, using the techniques of remote sensing and geographical
information system. Aquacultural Engineering, 32: 285-302.
Legowo, A. M. dan Nurwantoro. 2004. Analisis pangan. Semarang: UNDIP
Press.
Matheus, Rupa. 2019. Skenario Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering:
Menuju Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Minardi, S. 2014, ―Imbangan Pupuk Organik Dan Anorganik Pengaruhnya
Terhadap Hara Pembatas Dan Kesuburan Tanah‖ , Jurnal Ilmu Tanah dan
Agroklimatologi Vol. 11 No. 2.
Muir, J.F. and J.M. Kapetsky. 1988. Site selection decisions and project cost: the
case of brackish water pond systems. In: Aquaculture engineering
technologies for the future. hemisphere publishing corporation, New York.
Hal 45-63.
Murtidjo.1987.Pedoman BeternakAyamBroiler. Yogyakarta: Kanisius.
Mustafa, A., Rachmansyah dan A. Hanafi. 2007. Kelayakan lahan untuk budidaya
perikanan pesisir. Dalam: Kumpulan makalah bidang riset perikanan
budidaya. Disampaikan pada simposium kelautan dan perikanan pada
tanggal 7 Agustus 2007 di Gedung Bidakara, Jakarta. Pusat Riset
Perikanan Budidaya, Jakarta. Hal 28.
Mustofa, Arif. 2015. Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Faktor Tingkat
Kesuburan Perairan Pantai. Jurnal Disprotek. Vol.6 No.1.
Mudjiman. A., 2004. Makanan Ikan. Penerbit Swadaya, Jakarta.
62
Muliani., Bunga. R.T., Muharijadi.A. 2007. Penyebaran dan Prevalensi White
Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Budi Daya Udang Windu (Penaeus
monodon). Jurnal Riset dan Akuakultur. Vol.2(2):231-241.
Muliani.,Nurhidayah.,Kurniawan,Koko.2015.HerbalMangrovesebagaiSumber
Anti Bakteri Vibrio harveyi Penyebab Penyakit pada Udang
WinduPenaeusmonodon.JurnalRisetdanAkuakultur.Vol10(3).405:414.
Nurbariah., Khairurrazi. 2015. Virulensi White Spot Syndrome Virus (WSSV)
pada Udang Pisang (Penaeus sp). Prosiding Seminar Nasional Biotik. 401-
404.
Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen. Jakarta: Penerbit
Kanisius
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Sounders Company.
Philadelphia, London
Paena, Mudian., Rezki Antoni Suhaimi, dan Muhammad Chaidir Undu. 2015.
Analisis Konsentrasi Oksigen Terlarut (DO) pH, Salinitas, dan Suhu pada
Musim Hujan terhadap Penurunan Kualitas Air Perairan teluk Punduh
Kabupaten Pasawaran Provinsi lampung. Seminar Nasional Kelautan X.
Balai Penelitian Budidaya Air Payau.
Patty, Simon I., Hairati Arfah, Malik S. Abdul. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat),
Oksigen Terlarut Dan Ph Kaitannya Dengan Kesuburan Di Perairan
Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. Vol.1 No.1
Patricia Conchita, Widyo Astono, Diana Irvindiaty Hendrawan. 2018. Kandungan
Nitrat Dan Fosfat Di Sungai Ciliwung. Seminar Nasional Cendekiawan.
Raswin, Muhammad M. 2003. Modul Pengelolaan Air Tambak.
Rinawati, Diky Hidayat , R. Suprianto, Putri Sari Dewi. 2016. Penentuan
Kandungan Zat Padat (Total Dissolve Solid Dan Total Suspended Solid)
Di Perairan Teluk Lampung. Analit: Analytical and Environmental
Chemistry. Volume 1, No 01.
Sahrijanna, Andi dan Sahabuddin. 2014. Kajian Kualitas Air Pada Budidaya
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)Dengan Sistem Pergiliran Pakan
Di Tambak Intensif. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros.
63
Samuel, L., Muslimin, Manggampa , M. 2002. Penetasan dan Pemeliharaan Benih
Bandeng (Chanos chanos) Dengan Menggunakan Media Air Tanah
Dalam Bak Terkontrol.Prossiding Seminar Nasional BPTP Sultra.
Kendari
Sudinno, Dinno., Iis Jubaedah dan Pigoselpi Anas. 2015. Kualitas Air dan
Komunitas Plankton Pada Tambak Pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat.
Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan, 9 (1): 13-28.
Sutrisyani, Rohani S. 2006. Panduan Praktis Analisis Kualitas Air Payau.Pusat
Riset Perikanan Budidaya. Jakarta.
Suparjo. 2010, Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi, Laboratorium Makanan
Ternak fakultas Peternakan Universitas jambi, jambi.
Syafaat, Muhammad Nur, Abdul Mansyur, Syarifuddin Tonnek. 2012. Dinamika
Kualitas Air Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)
Semi-Intensif Dengan Teknik Pergiliran Pakan. Prosiding Indoaqua -
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
Syukri, M., & Ilham, M. 2016. Pengaruh salinitas terhadap sintasan dan
pertumbuhan larva udang windu (Penaeus monodon). Jurnal Galung
Tropika. 5(2): 86–96.
Saidy, A. Rizalli. 2018. Bahan Organik Tanah: Klasifikasi, Fungsi dan Metode
Studi. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.
Salam, M.A., L.G. Ross, and C.M.M. Beveridge. 2003. A comparison of
development opportunities for crab and shrimp aquaculture in
southwestern Bangladesh, using GIS modeling. Aquaculture. 220: 477-
494.
Soil Survey Staff. 2012. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga.
Subandiono, R.E., Erna S., Djadja S. 2014. Sifat-Sifat Tanah pada Lahan
Potensial untuk Pengembangan Pertanian di Provinsi Jambi dan Implikasi
Pengelolaannya. Jurnal Tanah dan Iklim. Vol. 38(1).
Sutantyo E. 2011. The Effect of Palm Oil, Peanut Oil and Margarine on Serum
Lipoprotein and Aterosklerosis in Rats. Jurnal Gizi Indonesia. 2(1): 19-29.
Tarigan M.S, Edward. 2003. Kandungan Total ZatPadatTersuspensi (Total
Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Makara, Sains,
Vol. 7. No. 3.
64
Treece, G.D. 2000. Site selection. In: Stickney (eds.). Encyclopedia of
aquaculture. John Wiley dan Sons, Inc.. New York. Hal 869-879.
Undang, K. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar
LitbangSumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan
PengembanganPertanian. Departemen Pertanian.
Usman. 2012. ―Teknik Penetapan Nitrogen Total Pada Contoh Tanah Secara
Destilasi‖ Buletin Teknik Pertanian. 17(1): 41-44.
Utomo, Muhajir., Sudarsono., Bujang R., Tengku S., Jamalam L., Wawan. 2016.
Ilmu Tanah Dasar-Dasar dan Pengelolaan. Jakarta: Penerbit Kencana.
Wahjuningrum,D., Sholeh,S.H., Nuryati,S. 2006. Pencegahan Infeksi VirusWhite
Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu Penaeus
monodondenganCairanEkstrakPohonMangrove(CEPM)Avicenniasp.DanS
onneratiasp.JurnalAkuakultur Indonesia.Vol5(1):65-75.
Wulandari Tjatur, Niniek Widyorini, Pujiono Wahyu P. 2015.
HubunganPengelolaanKualitas Air DenganKandunganBahanOrganik,
NO2 Dan NH3 Pada BudidayaUdangVannamei (LitopenaeusVannamei)
Di DesaKeburuhanPurworejo. Ejournalundip. Vol 4(3).
Widanarni, Wahjuningrum, D., & Puspita, F. (2012). Aplikasi Bakteri Probiotik
melalui Pakan Buatan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang
Windu (Penaeus monodon). Jurnal Sains Terapan Edisi II.2(1): 19–29.
Wiyantoko, B., Kurniawati, P., dan Purbaningtias, T.E. 2017. Pengujian Nitrogen
Total, Kandungan Air dan Cemaran Logam Timbal Pada Pupuk
Anorganik Nitrogen Phosfor Kalium (NPK) Padat. Jurnal Sains dan
Teknologi. Vol. 6, No. 1, Hal 51-60.
Yanti, M.E.G., Nurlaila. E.H., Bertoka. N., Maya. A.F.U. 2017. Deteksi
Molekuler White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Vanamei
(Litopenaeus vannamei) di PT. HASFAM INTI SENTOSA. Jurnal
Enggano. Vol.2(2):156-169.
65
Profil Jurusan Biologi FMIPA UNM
A. Visi, Misi, dan Tujuan Jurusan Biologi FMIPA UNM
1. Visi
Jurusan Biologi menjadi jurusan unggulan pada tahun 2025 dalam bidang
riset dan pengajaran ilmu-ilmu hayati, serta berdaya guna secara maksimal
melayani masyarakat.
2. Misi
Menyelenggarakan kegiatan akademik, dengan mengoptimalkan
pendayagunaan potensi internal dan eksternal secara sehat dan dinamis untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan menghasilkan jurusan yang
kompetitif.
3. Tujuan
Menghasilkan Sarjana Pendidikan Biologi dan Sains Profesional, memiliki
jiwa kewirausahaan, sehingga memungkinkan untuk menjadi agen pembaharu
dalam pengembangan kewirausahaan berbasis biologi, menguasai teknologi yang
terkait bidang ilmunya, serta menguasai bahasa inggris sebagai bahasa pengantar
didalam berkomunikasi ilmiah/internasional.
B. Pimpinan Jurusan
Ketua Jurusan Biologi : Dr. Drs. Abd. Muis, M.Si
Sekretaris Jurusan Biologi : Rachmawaty, S.Si., M.P, Ph.D
Ketua Prodi Pendidikan Biologi : Dr. Muhiddin P, S.Pd., M.Pd
Ketua Prodi Biologi : Dr. Ir. Muhammad Junda, M.Si
Kepala Laboratorium Jurusan Biologi : Prof. Oslan Jumadi, S.Si,
M.Phil. Ph.D
Kepala Laboratorium Kebun Percobaan Biologi : Dr. Adnan, M.S
C. Fasilitas Jurusan Biologi FMIPA UNM
Jurusan Biologi sebagai salah satu jurusan yang ada di Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar, mempunyai beberapa
66
fasilitas pendukung yang dapat menunjang proses perkuliahan. Beberapa fasilitas
yang dimiliki oleh Jurusan Biologi yaitu:
1. Laboratorium
Laboratorium jurusan Biologi FMIPA UNM memiliki sub unit laboratorium
yaitu:
Laboratorium Botani
Laboratorium Zoologi
Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium Bioteknologi dan Biologi Molekuler
Laboratorium Kultur Jaringan
Laboratorium Mikroteknik
2. Laboratorium Kebun Percobaan Biologi (LKPB)
LKPB atau Laboratorium Kebun Percobaan Biologi sebagai wadah bagi
civitas akademika Biologi FMIPA UNM untuk melakukan penelitian, praktikum,
dan sebagai media edukasi di bidang biologi.
3. Ruang Microteaching
Ruangan ini digunakan untuk mata kuliah Microteaching yaitu mata kuliah
latihan mengajar bagi mahasiswa prodi Pendidikan Biologi.
4. BioNature
BioNature merupakan salah satu fasilitas di jurusan Biologi FMIPA UNM
yang bergerak dalam bidang penerbitan jurusan ilmiah.
5. Perpustakaan
6. Ruang Seminar
7. Gedung Kuliah
D. Program Studi Jurusan Biologi FMIPA UNM
1. Program Studi Pendidikan Biologi
Program studi Pendidikan Biologi merupakan program studi yang akan
mencetak calon-calon tenaga pengajar biologi. Program studi Pendidikan Biologi
dibagi menjadi dua yaitu Pendidikan Biologi (reguler) dan Pendidikan Biologi
ICP (bilingual).
67
2. Program Studi Biologi
Program studi Biologi merupakan salah satu prodi yang ada di jurusan
Biologi FMIPA UNM yang akan mencetak sarjana sains (S.Si), mencetak ilmuan
dan peneliti muda yang siap terjun ke dalam masyarakat dan dunia kerja.
68
Profil Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan (BRPBAPPP) Maros
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan
(BRPBAPPP), merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kelautan dan
Perikanan di bidang Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan
Perikanan, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala badan
yang menangani Riset Kelautan Dan Perikanan Serta Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kelautan Dan Perikanan.
BRPBAPPP Maros
Sumber: Dokumentasi pribadi 2020
A. Tugas BRPBAPPP Maros
BRPBAPPP mempunyai tugas melaksanakan kegiatan riset perikanan
budidaya air payau dan penyuluhan perikanan
B. Fungsi BRPBAPPP Maros
1. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan, evaluasi, dan
laporan;
69
2. Pelaksanaan riset perikanan budidaya air payau di bidang biologi,
reproduksi, genetika, bioteknologi, patologi, toksikologi, ekologi, nutrisi
dan teknologi pakan, pemetaan dan lingkungan, plasma nutfah, serta
analisis komoditi;
3. Pengembangan teknologi penelitian perikanan budidaya air payau;
4. Penyusunan materi, metodologi, pelaksanaan penyuluhan perikanan, serta
pengembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum masyarakat bagi
pelaku utama dan pelaku usaha;
5. Penyusunan kebutuhan peningkatan kapasitas penyuluh Pegawai Negeri
Sipil (PNS), swadaya, dan swasta;
6. Pengelolaan prasarana sarana riset perikanan budidaya air payau dan
penyuluhan perikanan; dan
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
C. Motto dan Janji Layanan BRPBAPPP Maros
1. Motto
Terdepan dalam Inovasi Teknologi Perikanan Budidaya AirPayau
2. Janji Layanan
Membangun kepercayaan, menjamin mutu dan kepuasan stakeholder
D. Visi dan Misi BRPBAPPP Maros
1. Visi
Profesional dalam penyediaan data, informasi dan teknologi budidaya air
payau
2. Misi
a) Mengembangkan teknologi perikanan budidaya air payau unggulan
yang diakui dan bermanfaat bagi pengguna
b) Meningkatkan sumberdaya litbang, pelayanan jasa litbang dan
mengembangkan kerja sama litbang perikanan budidaya air payau
E. Sejarah BRPBAPPP Maros
1969 Tjabang Penelitian Perikanan Darat di Makassar
1980 Sub Balai Penelitian Perikanan Darat di Bawah Balai Penelitian
Perikanan Darat di Bogor
70
1984 Balai Penelitian Budidaya Pantai (BALITDITA) dengan3 Sub Balai:
Gondol; Bojanegara; Tanjungpinang
1990 Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai (BALITKANDITA)
dengan3 Sub Balai: Gondol; Bojanegara; Tanjungpinang
1995 Balai Penelitian Perikanan Pantai (BALITKANTA)
Sub BALITKANTA Gondol—Loka Penelitian Perikanan Budidaya
Laut
Sub BALITKANTA Bojanegara—BPTP Kayu Ambon Lembang
Sub BALITKANTA Tanjungpinang—BPTP Padangmarpoyan
Pekanbaru
2002 Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP)
2011 Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP)
2017 Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan
(BRPBAPPP)
Sumber: https://bppbapmaros.kkp.go.id/diakses : 2021
71
F. Struktur Organisasi BRPBAPPP Maros
Bagan struktur organisasi BRPBAPPP
Sumber: https://bppbapmaros.kkp.go.id/, 2020
G. Letak Geografis BRPBAPPP
Balai Riset Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau dan
Penyuluhan Perikanan bertempat di JI. Makmur Dg Sitakka, Kelurahan Raya,
Kacamatan Turikale, Kabupaten Maros dan terletak pada 119 35 '21 "BT dan 05
06 15" LS.
H. Keadaan Sarana dan Prasarana BRPBAPPP
Sarana dan prasarana yang tersedia untuk menunjang pelaksanaan riset atas
tambak percobaan, keramba jaring apung, laboratorium kering (ekologi, biologi,
patologi, kimia, bioteknologi, nutrisi, laboratorium tanah, dan laboratorium basah)
selain itu terdapat di perpustakaan, ruang rapat, bengkel, garasi, rumah dan mess.
Balai Riset Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
72
Perikanan (BPPBAPPP) Maros menyediakan jasa laboratorium seperti analisa
kualitas air, penyakit ikan, tanah, nutrisi, pemetaan, serta kerja sama riset dengan
pihak swasta, instansi pemerintahan dan instansi luar negeri (ACIAR, JIRCA).
1. Instalasi
Instalasi yang dimiliki oleh BPPBAPPP di bentuk berdasarkan analisis
kebutuhan dan beban kerja yaitu pada instalasi penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau. Instalasi yang dimaksud adalah Marana Kabupaten Maros,
dan Karamba Jaring Apung di Kabupaten Barru, serta Tambak Super Intensif di
kabupaten Takalar.
2. Laboratorium
Laboratorium-laboratorium yang terdapat pada Balai Riset Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BPPBAPPP)
Maros yaitu:
a) Laboratorium Tanah
Laboratorium adalah laboratorium yang dapat menganalisis perubah- perubah
kualitas tanah dan sedimen, dimana contoh atau sampel yang diambil di
lapangan dapat dianalisis guna mendapatkan data-data yang diperlukan soal
peubah-peubah kualitas tanah dan sedimen untuk budidaya dan sumber daya
perikanan pesisir.
b) Laboratorium air
Laboratorium air adalah laboratorium yang menganalisis peubah-peubah
kualitas udara, dimana sampel diambil dari lapangan dianalisis di dalam udara
laboratorium.
c) Laboratorium Nutrisi
Laboratorium dapat menganalisis kandungan pakan dan bahan pakan.
Namun, di laboratorium ini dapat menganalisis sampel atau contoh sedimen
tanah yang berasal dari kawasan pesisir.
d) Laboratorium Bioteknologi
Laboratorium ini merupakan laboratorium untuk menganalisis hal-hal yang
bersifat bioteknologi.
e) Laboratorium Patologi
73
Laboratorium ini merupakan laboratorium yang dapat mengidentifikasi
penyakit pada budidaya perikanan pesisir.
I. Bidang Riset BRPBAPPP Maros
Pemetaan dan daya dukung lahan
Kesehatan ikan dan lingkungan
Nutrisi dan teknologi pakan
Bioteknologi dan pembenihan
J. Sarana BRPBAPPP Maros
Laboratorium Penguji (Akreditasi KAN) diMaros
Instalasi Tambak Percobaan di Marana,Kabupaten Maros
Pembenihan Kepiting Bakau di Marana,Kabupaten Maros
Instalasi Pembenihan di Siddo, KabupatenBarru
Tambak Produksi Calon Induk Udang diSiddo, Kabupaten Barru
K. Kelompok Peneliti BRPBAPPP Maros
Peneliti BRPBAPPP Maros terbagi-bagi dalam beberapa kelompok
berdasarkan bidang keahlian masing-masing yang terdiri dari kelompok
sumberdaya budidaya, kelompok kesehatan ikan dan lingkungan, kelompok
nutrisi dan teknologi pakangenetik, kelompok bioteknologi dan perbenihan, dan
kelompok keteknikan budidaya.
L. Layanan BRPBAPPP Maros
Layanan yang ditawarkan oleh BRPBAPPP Maros yaitu magang
teknologi, PKL, penelitian, laboratorium pengujian (air, tanah, patologi, nutrisi,
bioteknologi) meliputi 21 ruang lingkup terakreditasi, perpustakaan, tambak
percobaan, hatchery, konsultasi (meliputi desain-tata letak-konstruksi tambak,
teknologi budidaya air payau).
M. Produk Unggulan BRPBAPPP Maros
BRPBAPPP Maros ini memiliki beberapa produk unggulan yaitu
teknologi perikanan budidaya air payau, peta kelayakan lahan tambak, publikasi/
Karya Tulis Ilmiah (KTI), buku, leaflet, audiovisual, petunjuk teknis, produk
biologi berupa bibit rumput laut unggul, benur SPF, probiotik dan biakan bakteri,
kultur murni plankton, dan calon induk udang windu SPR.