Model-model Pengembangan Komunitas dalam Interaksi antara Korporasi berbasis Sumber Daya Alam dan Masyarakat Lokal
oleh Arief Rahman1)
1) Divisi Perencanaan dan Pengembangan Komunitas, P4W-LPPM IPB
Latar Belakang
Seperempat PDB bergantung pada SDA melalui sektor primer
Gambar 1. Rata-rata distribusi PDB menurut lapangan usaha 2004-2009Sumber: diolah dari BPS
✓
✓
Sektor primer terus tumbuh meskipun tidak setinggi sektor-sektor lain
✓
✓
Di dalam sektor primer tersebut, korporasi (baik swasta maupun BUMN, baik PMA maupun PMDN) menjadi aktor utamanya
• Dari kontribusi sektor pertanian sebesar 13,7% terhadap PDB (pada triwulan I 2007), hampir 12,5% diantaranya disumbangkan sektor swasta.
• Pada triwulan yang sama, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian sebesar 10,7% terhadap PDB, dan kontribusi pemerintah didalamnya diperkirakan kurang dari 4% sedangkan selebihnya disumbangkan utamanya oleh sektor swasta (http://kadin.kadin-indonesia.or.id, diakses 25 November 2012).
• Persetujuan investasi swasta pada tahun 2006 (hingga 31 Agustus 2006) di sektor pertanian (tanpa kehutanan dan perikanan) tumbuh 103% melalui PMDN dan 105% melalui PMA (Syafa’at et al. Tanpa tahun).
Permasalahan
Aktivitas korporasi di sektor primer
Konflik dengan masyarakat lokal
Biaya sosial yang tinggi
Penurunan kinerja sektor primer
?menggunakan pendekatan kelembagaan (institution)
Akar Permasalahan yang Sesungguhnya
Masyarakat Senantiasa berubahMemunculkan ketidakpastian (uncertainty)
• Tidak pernah berada dalam keadaan tetap• Memiliki dinamikanya yang tanpa henti.• Sebagai dinamika tanpa henti, maka
masyarakat haruslah dibayangkan sebagai sebuah proses yang:
• bukanlah organisasi melainkan proses pengorganisasian,
• bukanlah struktur melainkan proses strukturisasi, dan
• bukanlah bentuk melainkan proses pembentukan (Sztompka 1993)
Ketidakpastian DiminimumkanPerubahan yang terkelola (planned change)
• Kelembagaan (institution) mengurangi ketidakpastian (North 1995), bahkan menjadi peran utama dari kelembagaan (Poel 2005)
• Ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat, di situ ada hukum) dinyatakan oleh Cicero sejak 20 abad yang lalu
• Melalui aturan, maka perilaku orang lain menjadi dapat diprediksi
Kelembagaan informal Kelembagaan formalvsTidak harus dipahami dalam konteks
pertentangan karena bisa juga conform satu sama lain
Tabel 1. Perbandingan delapan Undang-Undang terkait sumber daya alam
Sumber: Sumardjono et. al. 2011
Pluralisme hukum = ko-eksistensi antara berbagai sistem hukum dalam lapangan sosial tertentu yang dikaji (Irianto 2007)
Kelembagaan informal Kelembagaan formalvs• Konformitas utamanya dilihat dari sikap
terhadap pluralisme hukum• Dari 8 UU terkait SDA, 6 diantaranya tidak
mengatur tentang pluralisme hukum• Ditambah lagi keberpihakannya yang lebih
pro-kapital ketimbang pro-rakyat
KetidakpastianPerubahan yang tidak terkelola (unplanned change)
• Resistensi• Distrust• Perilaku
memuaskan kepentingan pribadi (utility maximization) ketimbang mencapai kesejahteraan bersama (welfare optimization)
Tidak dapat dikelola oleh kelembagan informal karena dinegasikan oleh kelembagaan formal
Coping Strategies oleh Korporasi
Berbasis CSR• By-request/by-events, tidak by-design• Kegiatan sampingan, dan bukan kegiatan inti• Penggunaan jasa pihak ketiga dalam melaksanakan program CSR• Kegiatan eksklusif yang enggan untuk disinergikan• Mengandalkan pendekatan struktural, kelompok elit atau
minoritas aktif
Non-CSR• Komunikasi yang tereduksi• Pelibatan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja
Kesimpulan
• Coping strategies yang dikembangkan oleh korporasi pada umumnya belum menyentuh akar permasalahan sesungguhnya dari konflik, yaitu soal kelembagaan (institution).
• Menggunakan pendekatan kelembagaan, maka konflik tidak cukup dilihat sebagai konflik antara dua pihak saja (yaitu antara perusahaan dan masyarakat lokal), melainkan terdapat pihak lain yang memiliki pengaruh signifikan yaitu negara sebagai kelembagaan formal.
Sekian&
Terima Kasih