BAB II
DASAR TEORI
2.1. Mineral Dalam Batuan
2.1.1. Batuan Beku
Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari
proses pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil
pembekuan lava di permukaan bumi. Bila membeku di bawah
permukaan bumi, maka terbentuklah batuan beku dalam atau batuan
beku intrusif atau sering diisebut sebagai batuan beku plutonik.
Sedangkan bila magma membeku di permukaan bumi maka akan
terbentuk batuan beku luar atau batuan beku ekstrusif atau sering
disebut batuan beku vulkanik
a. Stuktur
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala
besar. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan
waktu, proses, dan tempat terbentuknya.
Macam-macam struktur batuan beku:
1. Struktur Masif
Struktur ini tidak mempunyai fragmen batuan lain di dalam
tubuhnya. Kenampakan struktur masih berupa batuan pejal,
tanpa retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas.
2. Struktur Bantal
Struktur batu seperti ini dicirikan oleh massa dengan
kenampakan seperti kubah-kubah yang saling bersusun dan
tumpang tindih, dimana ukuran dari bentuk ini pada umumnya
antara 30-60 cm. Biasanya jaraknya berdekatan dan terisi oleh
bahan-bahan yang berkomposisi sama dengan “bantal”
tersebut., dan juga sedimen-sedimen klastik. Karena adanya
sedimen klastik ini, maka struktur bantal dapat terbentuk di
dalam air dan umunya terbentuk di laut dalam.
Proses terbentuknya struktur bantal adalah sebagai
berikut:
a. Adanya desakan magma dari dasar laut yang memiliki
kemiringan sudut yang kecil sehingga terdapat suatu retakan .
b. Magma lalu keluar dari retakan tersebut. Magma yang keluar
terlebih dahulu secara langsung akan bertemu dengan air laut
dengan suhu yang dingin sehingga akan mengerak, sedangkan
di dalamnya masih dalam kondisi liat. Akibatnya terjadi
retakan pada bagian permukaannya.
c. Pola seperti itu akan terus terlulang seiring dengan keluarnya
magma dari retakan tersebut sehingga membentuk suatu
lapisan bantal.
3. Struktur Vesikuler
Ketika magma mengalir menuju permukaan bumi, terdapat
gas-gas yang keluar setelah tekanan menurun. Keluarnya gas-gas
dari lava akan menghasilkan lubang-lubang yang berbentuk bulat,
elips, silinder, atau tidak beraturan, sehingga ketika lava tersebut
membeku akan membentuk rongga-rongga di dalamnya. Lava
yang sebagian besar terdiri dari lubang-lubang yang tidak
beraturan disebut Terak. Terak yang terjadi pada magma basa akan
menghasilkan batuan beku Skoriaan, sedangkan pada magma asam
akan menghasilkan batuan beku Pumisan atau biasa disebut batu
apung.
4. Struktur Aliran
Lava yang dalam perjalannya menuju permukaan bumi,
tidak ada yang dalam keadaan homogen. Keheterogenan inilah
yang menyebabkan terbentuknya suatu aliran. Aliran tersebut
digambarkan dengan bentuk goresan. Goresan-goresan pada
batuan beku tersebut menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan
dalam komposisi dan tekstur mineralnya. Bentuk mineral dalam
batuan yang mempunyai bentuk memanjang atau pipih akan
condong menjadi sejajar dengan arah aliran lava.
5. Struktur Kekar
Kekar biasanya terdapat pada semua jenis batuan yang
terjadi karena adanya proses pendinginan, tetapi ada juga yang
terjadi karena adanya retakan yang disebabkan oleh gaya tektonik
yang terjadi sesudah batuan itu membeku.
Kekar terbagi menjadi 2:
d. Kekar Tiang
Kekar ini terjadi akibat adanya pendinginan dan
penyusutan yang merata di dalam magma. Kekar tiang pada
umumnya terdapat pada batuan basal, tetapi kadang-kadang
juga terdapat pada batuan beku jenis lainnya.
e. Kekar Lempeng
Kekar lempeng terajdi akibat adanya erosi yang sangat
ekstrem. Kekar ini umumnya terbentuk pada batuan-batuan
aliran lava.
6. Struktur Amigdaloidal
Ini adalah struktur pada batuan beku dimana lubang-lubang
gas yang ada telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.
7. Struktur Weldeel
Adalah struktur pada batuan beku dengan kenampakan
lubang-lubang dimana lubang tersebut bukanlah lubang gas tetapi
bekas mineral yang terlepas dari batuan induknya akibat suatu
proses pencucian.
b. Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang
erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara
mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar
dari batuan Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh
tiga hal yang penting, yaitu:
a. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan
beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas
dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa
banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk
kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan
pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya
berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika
pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus,
akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat
sekali maka kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat
kristalisasi, yaitu:
1) Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya
tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah
karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang
telah membeku di dekat permukaan.
2) Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari
massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
3) Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari
massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai
lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang
lebih kecil dari tubuh batuan.
b. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran)
pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok
tekstur ukuran butir, yaitu:
1) Fanerik/fanerokristalin. Besar kristal-kristal dari golongan
ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis
dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat
dibedakan menjadi:
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari
1 mm.
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir
antara 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5
– 30 mm.
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter
butir lebih dari 30 mm.
2) Afanitik. Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat
dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan
mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun
oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisa
mikroskopis dapat dibedakan:
Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan
beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan
ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan
beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan
bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara
0,01 – 0,002 mm.
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun
oleh gelas
3) Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam
batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan.
Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk
kristal, yaitu:
Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli
dari bidang kristal.
Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya
sudah tidak terlihat lagi.
Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai
bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat
bentuk kristal, yaitu:
Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga
dimensinya sama panjang.
Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih
panjang dari satu dimensi yang lain.
Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih
panjang dari dua dimensi yang lain.
Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
4) Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi
didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang
satu dengan yang lain dalam suatu batuan.
Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran
kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama
besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka
equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian
besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineral yang euhedral.
b) Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian
besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineral yang subhedral.
c) Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian
besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineral yang anhedral.
Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya
sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral
yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut
massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau
gelas.
c. Klasifikasi Batuan Beku
Pada umunya digunakan 2 sistem klasifikasi dalam
menentukan nama dari batuan beku berdasarkan kuantitas dan jenis
mineral yang terkandung ddalamnya. Sistem klasifikasi tersebut
dikenal dengan klasifikasi Travis dan klasifikasi Thorpe and
Brown.
Tabel 2.1 Klasifikasi batuan beku Thrope and Brown (1985)
Tabel 2.1 Klasifikasi batuan beku Thrope and Brown (1985)
2.1.2. Batuan Sedimen
Batuan sedimen merupakan batuan yang tersusun dari material-
material hasil pelapukan batuan induk, baik aktivitas geologi atau
proses kimia, fisika maupun kerja dari organisme. Pada umumnya
batuan sedimen pada lapangan panas bumi terjadi akibat sedimentasi
bahan lepas hasil suatu erupsi gunung api.
a. Struktur
Kebanyakan sedimen ditranspor oleh arus yang akhirnya
diendapkan, sehingga cirri utamanya adalah berlapis. Batas antara
satu lapisan dengan lapisan yang lainnya disebut bidang pelapisan.
Bidang pelapisan dapat terjadi akibat adanya perbedaan: warna,
besar butir, dan jenis batuan antara dua lapisan.
Struktur sedimen lain yang umum dijumpai pada batuan
sedimen adalah lapisan bersusun atau graded bedding dan lapisan
silang-siur atau cross bedding, gelembur gelombang, dan rekah
kerut.
Terjadinya struktur-struktur sedimen di atas disebabkan oleh
mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan
pengendapan tertentu. Dengan mempelajari struktur sedimen yang
dijumpai saat ini, dapat diketahui mekanisme dan lingkungan
pengendapan pada masa lampau saat sedimen terbentuk.
b. Tekstur
Batuan sedimen pada umumnya memiliki tekstur berbentuk
batuan yang runcing tajam, terutama dikenal sebagai “glasshard”
serta adanya batu apung.
c. Komposisi
1. Mineral Sialis
a. Kuarsa yang hanya ditemukan pada batuan gunung
api yang kaya kandungan silikia atau bersifat asam.
b. Feldspar, baik K-Feldspar. Na-Feldspar, maupun
Ca-Feldspar.
c. Feldspar merupakan kelompok mineral yang
terjadi jika kondisi larutan magma dalam keadaan
tidak atau kurang jenuh akan kandungan silika.
2. Minreal Ferromagnesia
Mineral-mineral Ferromagnesia merupakan keompok
mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat dan
kadang disusul dengan Ca-Silikat. Kelompok mineral tersebut
adalah:
a. Piroksen, merupakan mineral penting dalam batuan
gunung berapi
b. Olivin, mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan
miskin silika.
3. Mineral Tambahan
a. Homblende
b. Biloit
c. Magnetit
d. Limenit
2.1.3. Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk
yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan
metamorf sendiri yang telah mengalami proses/perubahan mineralogi,
tekstur maupun struktur sebagai akibat pengaruh temperatur dan
tekanan yang tinggi.
a. Struktur
1. Foliasi
Yaitu struktur yang ditunjukan oleh adanya penjajaran mineral-
mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini meliputi:
2. Struktur Slatycleavage
Adalah peralihan dari sedimen yang berubah ke metamorf,
merupakan derajat rendah dari lempung. Meneralnya
berukuran halus dengan memperlihatkan belahan-belahan yang
rapat.
3. Struktur Filitik
Adalah struktur yang hampir mirip dengan struktur
Slatyclavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai
agak kasar.
4. Struktur Skitstosa
Adalah struktur dimana mineral pipih lebih dominan terhadap
mineral butiran. Struktur ini biasanya dihasilkan oleh proses
metamorfosa regional, yang sangat khas berupa kepingan-
kepingan yang jelas dari mineral pipih.
5. Struktur Gneitosa
Adalah struktur dimana jumlah mineral-mineral yang granural
realtif lebih banyak dari mineral-mineral pipih. Struktur ini
memiliki sifat bended dan mewakili metamorfosa regional
derajat tinggi.
o Nonfoliasi
Adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral penyusunan batuan metamorf. Struktur ini terbagi atas:
1) Struktur Hornfelsik
2) Struktur Milonitik
3) Struktur Kataklastik
4) Struktur Pilonitik
5) Struktur Flaser
6) Struktur Augen
7) Struktur Granulosa
8) Struktur Liniasi
b. Tekstur
1. Hornfels
a. Tidak menunjukan schistosity
b. Tekstur granoblastik
c. Struktur granular
2. Slate
a. Batuan metamorf berbutir halus
b. Struktur saltycleavage
c. Sebagai hasil dari metamorfosa regional
3. Phyllite
a. Batuan metamorf berbutir halus
b. Memperlihatkan schistosity
c. Mulai terlihat segregation banding
d. Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral
muskovit dan klorit
e. Butiran lebih kasar
4. Sekis
a. Batuan metamorf yang sangat schistosity
b. Butiran kasar
c. Struktur close schistose
5. Amphibolite
a. Butiran kasar
b. Hasil metamorfosa berderajat medium tinggi
c. Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral-
mineral prismatik
6. Gneiss
a. Butiran kasar
b. Struktur open schistose
c. Hasil metamorfosa regional
7. Granulite
a. Batuan metamorf tanpa mika
b. Tidak ada schistosy
c. Tekstur granublastik
d. Hasil metamorfosa fasies granulit
8. Marble
a. Batuan metamorf terdiri dari karbonat
b. Tekstur granublastik
c. Schistosy tidak ada
9. Milonit
a. Batuan berbutir halus
b. Sebagai hasil penggerusan yang kuat
c. Sebagai hasil metamorfosa kataklastik
10. Kataklastik
a. Butiran kasar
b. Penggerusan kuat
c. Tidak ada rekonstitusi kimia
11. Filonit
a. Terjadi rekristalisasi
b. Butiran halus
c. Sebagai hasil penggerusan
Komposisi
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari
batuan sebelumnya, sehingga ada beberapa mineral dari
batuan asalnya terdapat pula dalam batuan metamorf.
Mineral tersebut adalah:
1. Mineral yang terdapat pada batuan metamorf-beku:
kuarsa, feldspar, muskovit, bionit, hornblende, piroksin,
olivin, dan bijih besi
2. Mineral yang terdapat pada batuan metamorf-sedimen:
kuarsa, muskovit, mineral lempung, kalsit, domolit.
3. Mineral yang terdapat pada batuan metamorf: garnet,
kianit, silimanit, staurolit, kordierit, epidot, dan klorit.
Macam
o Metamorfosa Lokal
Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas
hanya beberapa kilometer saja. Termasuk dalam tipe
metamorfosa ini adalah:
f. Metamorfosa kontak/thermal
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh
kenaikan temperatur yang tinggi, dan biasanya jenis
ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi
magma/ekstrusi dengan batuan di sekitarnya dengan
lebar 2 – 3 km.
g. Metamorfosa dinamo/dislokasi/kataklastik
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh
kenaikan tekanan. Tekanan yang berpengaruh disini
ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke
segala arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja.
Makin dalam ke arah kerak bumi pengaruh tekanan
hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan pada
bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja,
metamorfosa semacam ini biasanya didapatkan di
daerah sesar/patahan.
o Metamorfosa Regional
Tipe metamorfosa ini penyebarannya sangat luas,
dapat mencapai beberapa ribu kilometer. Termasuk
dalam tipe ini adalah:
h. Metamorfosa regional/dinamothermal
Terjadi pada kulit bumi bagian dala, dimana
faktor yang mempengaruhi adalah temperatur dan
tekanan yang tinggi. Proses ini akan lebih intensif
apabila diikuti oleh orogenesa.
i. Metamorfosa beban/burial
Proses ini tidak ada hubungannya dengan
orogenesa dan intrusi, tetapi terjadi pada daerah
geosinklin, hingga karena adanya pembebanan
sedimen yang tebal di bagian atas, maka lapisan
sedimen yang ada di bagian bawah cekungan akan
mengalami proses metamorfosa.
BAB III
HASIL DESKRIPSI
3.1. Peraga Nomor 36
No. Urut : 1
Jenis Batuan : Batuan Beku
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna abu - abu, berstruktur masif, memiliki
kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal equigranular, granularitas
faneroporforitik, dan bentuk kristal euhedral.
Deskripsi Komposisi :
Plagioklas (35 %) : Rumus kimia (Na,Ca)(Si,Al)4O8, warna putih,
cerat putih, kekerasan 6 - 6,5, transparansi
opaque, kilap kaca.
Kuarsa (10%) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,
kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap
kaca.
Massa dasar (55 %)
Petrogenesa :
Warnanya yang abu-abu menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk
dari magma yang bersifat intermediet. Berdasarkan teksturnya yang
faneroporfiritik, batuan ini mengalami 2 fase pembekuan. Pembekuan
pertama adalah pembekuan mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut.
Pembekuan kedua adalah pembekuan massa dasar dari magma yang
menerobos dan membawa serta mineral-mineral yang telah ada tersebut.
Pembekuan pada fase kedua ini sangat cepat sehingga tidak membentuk
mineral. Jadi batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati
pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.
Gambar Batuan :
Gambar 3.1 Peraga Nomor 36
Nama Batuan : Gabro
plagioklaskuarsa
3.2. Peraga Nomor 89
No. Urut : 2
Jenis Batuan : Batuan Beku
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna abu-abu cerah, berstruktur massive, memiliki
kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal inequigranular, granularitas
faneroporforitik, dan bentuk kristal euhedral.
Deskripsi Komposisi :
Plagioklas (10 %) : Rumus kimia (Na,Ca)(Si,Al)4O8, warna putih,
cerat putih, kekerasan 6 - 6,5, transparansi
opaque, kilap kaca.
Biotite (20 %) : Rumus kimia K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2, warna
hitam, cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi
opaque, kilap kaca.
Hornblende (10 %) : Rumus kimia Ca2[Mg4(Al,Fe3+)]Si7AlO22(OH)2,
warna hitam , cerat putih, kekerasan 5 - 6,
transparansi transparent, kilap kaca.
Ortoklas (5 %) : Rumus kimia K(AlSi3O8), warna merah, cerat
putih, kekerasan 6, transparansi opaque, kilap
kaca.
Massa dasar (55 %)
Petrogenesa :
Warnanya yang abu-abu cerah menunjukkan bahwa batuan ini
terbentuk dari magma yang bersifat intermediet. Berdasarkan teksturnya yang
faneroporfiritik, batuan ini mengalami 2 fase pembekuan. Pembekuan
pertama adalah pembekuan mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut.
Pembekuan kedua adalah pembekuan massa dasar dari magma yang
menerobos dan membawa serta mineral-mineral yang telah ada tersebut.
Pembekuan pada fase kedua ini sangat cepat sehingga tidak membentuk
mineral. Jadi batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati
pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.
Gambar Batuan :
Gambar 3.2 Peraga Nomor 89
Nama Batuan : DIORIT PORFIR
3.3. Peraga Nomor 10
No. Urut : 3
Jenis Batuan : Batuan Beku
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna putih keabuan, berstruktur massive, memiliki
kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal inequigranular -
faneroporfiritik, granularitas fanerik, dan bentuk kristal subhedral.
Deskripsi Komposisi :
Biotite ( %) : Rumus kimia K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2, warna
hitam, cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi
opaque, kilap kaca.
Kuarsa ( %) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,
kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap
kaca.
Massa dasar ( %)
Petrogenesa :
Warnanya yang putih keabuan menunjukkan bahwa batuan ini
terbentuk dari magma yang bersifat asam. Berdasarkan teksturnya yang
faneroporfiritik, batuan ini mengalami 2 fase pembekuan. Pembekuan
pertama adalah pembekuan mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut.
Pembekuan kedua adalah pembekuan massa dasar dari magma yang
menerobos dan membawa serta mineral-mineral yang telah ada tersebut.
Pembekuan pada fase kedua ini sangat cepat sehingga tidak membentuk
mineral. Jadi batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati
pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.
Gambar Batuan :
Gambar 3.3 Peraga Nomor 10
Nama Batuan : GRANIT PORFIR
3.4. Peraga Nomor 3
No. Urut : 4
Jenis Batuan : Batuan Beku
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna hitam, berstruktur massive, memiliki
kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal equigranular, granularitas
afanitik, dan bentuk kristal anhedral.
Deskripsi Komposisi :
100 % Mineral afanit
Petrogenesa :
Warnanya yang hitam menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk dari
magma yang bersifat basa. Berdasarakan strukturnya yang massive, memiliki
kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal equigranular, granularitas
afanitik, dan bentuk kristal anhedral, dapat disimpulkan bahwa batuan ini
terbentuk di permukaan bumi dalam waktu yang sangat cepat.
Gambar Batuan :
Gambar 3.4 Peraga Nomor 3
Nama Batuan : BASALT
mineral afanit
3.5. Peraga Nomor 9
No. Urut : 4
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna coklat, berstruktur klastik, ukuran butir pasir
sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi baik, kemas tertutup, dan kebulatan well
rounded.
Deskripsi Komposisi :
Fragmen : -
Matriks : pasir sedang (1/4 - 1/2 mm)
Semen : karbonat
Petrogenesa :
Batuan ini berwarna coklat, berstruktur klastik, ukuran butir pasir
sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi baik, kemas tertutup, dan kebulatan well
rounded. Berdasarkan hasil deskripsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
batuan ini terbentuk dari proses erosi, transportasi dengan jarak yang cukup
jauh dan energi transport yang sedang, serta pengendapan dengan energi yang
kecil.
Gambar Batuan :
Gambar 3.5 Peraga Nomor 9
Nama Batuan : BATUPASIR
3.6. Peraga Nomor 84
No. Urut : 6
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna abu-abu gelap, berstruktur klastik, ukuran butir
kerakal (4 – 64 mm) sampai pasir sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi buruk, kemas
terbuka, dan kebulatan subrounded.
Deskripsi Komposisi :
Fragmen : kerakal (4 – 64 mm) sampai pasir sedang (1/4 - 1/2
mm)
Matriks : pasir sedang (1/4 - 1/2 mm)
Semen : karbonat
Petrogenesa :
Batuan ini berwarna abu-abu gelap, berstruktur klastik, ukuran butir
ukuran butir kerakal (4 – 64 mm) sampai pasir sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi
buruk, kemas terbuka, dan kebulatan subrounded. Berdasarkan hasil deskripsi
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk dari proses erosi,
transportasi dengan jarak yang pendek dan energi transport yang rendah, serta
pengendapan dengan energi yang rendah pula.
Gambar Batuan :
Gambar 3.1 Peraga Nomor 26
Nama Batuan : KONGLOMERAT POLIMIX
kerakalpasir sedang
3.7. Peraga Nomor 83
No. Urut : 7
Jenis Batuan : Batuan Metamorf
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna hijau kehitaman, berstruktur foliasi – gneissic,
dengan granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan metamorfisme
kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular.
Deskripsi Komposisi :
Klorit (50 %) : Rumus kimia Mg3 (Si4O10) (OH)2.Mg3 (OH)6,
warna hijau,cerat putih, kekerasan 2,5,
transparansi opaque, kilap kaca sampai mutiara.
Kuarsa (50 %) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,
kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap
kaca.
Petrogenesa :
Berdasarkan warnanya yang hijau kehitaman, berstruktur foliasi –
gneissic, dengan granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan
metamorfisme kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular, serta
komposisi yang terdiri dari 50 % klorit dan 50 % kuarsa, maka dapat
disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk dari proses metemorfisme regional,
dimana keadaan suhu dan tekanan sama-sama tinggi, namun yang lebih
dominan adalah tekanan.
Gambar Batuan :
Gambar 3.7 Peraga Nomor 83
Nama Batuan : SCHIST
kuarsaklorit
3.8. Peraga Nomor 98
No. Urut : 8
Jenis Batuan : Batuan Metamorf
Deskripsi Megaskopis :
Batuan ini berwarna putih dan ungu, berstruktur foliasi, dengan
granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan metamorfisme
kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular.
Deskripsi Komposisi :
Kuarsa (100 %) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,
kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap
kaca.
Petrogenesa :
Berdasarkan warnanya yang hijau kehitaman, berstruktur foliasi, dengan
granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan metamorfisme
kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular, serta komposisi yang
berupa 100 % kuarsa, maka dapat disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk
dari proses metemorfisme regional, dimana keadaan suhu dan tekanan sama-
sama tinggi, namun yang lebih dominan adalah tekanan.
Gambar Batuan :
Gambar 3.8 Peraga Nomor 98
Nama Batuan : KUARSIT
kuarsa
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Peraga Nomor 36
Secara megaskopis batuan ini berwarna abu-abu. Warna yang
demikian mengindikaasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan
magma yang bersifat intermediet. Strukturnya yang massive (pejal)
menunjukkan bahwa batuan ini membeku didalam permukaan bumi atau
dengan kata lain disebut dengan batuan beku intrusif.
Batuan ini terdiri dari beberapa mineral. Mineral-mineral tersebut
menunjukkan tekstur-tekstur tertentu. Dari kristalinitasnya dapat diamati
bahwa batuan ini bersifat holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya
berupa kristal. Kristal-kristal tersebut memiliki bidang-bidang batas yang
jelas. Ini berarti tekstur bentuk kristal batuan ini adalah euhedral.
Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang lainnya
cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang tidak sama. Oleh karena
itu, batuan ini disebut memiliki relasi inequigranular. Mineral yang tampak
disebut fenokris, sedangkan sisanya disebut masa dasar. Komposisi tersebut
disebut faneroporfiritik. Tekstur faneroporfiritik ini terjadi akibat adanya dua
fase pembekuan. Pada fase pertama, terjadi pembekuan magma yang
membentuk mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut. Fase kedua
adalah pembekuan massa dasar dari magma yang menerobos dan membawa
serta mineral-mineral yang telah ada tersebut. Pembekuan pada fase kedua ini
sangat cepat sehingga tidak membentuk mineral. Jika diperhatikan dari proses
pembekuannya, batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati
pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.
Batuan ini terdiri dari 35 % plagioklas, 10 % kuarsa, dan 55 % massa
dasar. Plagioklas ((Na,Ca)(Si,Al)4O8) ber warna putih, cerat putih, kekerasan
6 - 6,5, transparansi opaque, dan kilap kaca. Sedangkan kuarsa (SiO2) ber
warna bening, cerat putih, kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, dan
kilap kaca.
Plagioklas berada pada seri kontinyu dalam seri reaksi Bowen.
Mineral plagioklas dalam peraga nomor 26 ditemukan bersama dengan kuarsa
meskipun dalam kadar yang sedikit. Kuarsa sendiri berada pada urutan paling
bawah Seri reaksi Bowen. Dalam seri reaksi tersebut, mineral ini terbentuk
pada suhu 800°C. Pada keadaan ini kandungan silika pada mineral berada
pada jumlah paling banyak. Inilah yang menyebabkan kuarsa menjadi mineral
paling resisten terhadap keadaan permukaan bumi.
Jika dilihat dari proses pembentukan mineral-mineral tersebut dan
komposisinya dalam peraga nomor 26, mineral yang pertama kali terbentuk
adalah plagioklas. Suhu yang membentuk plagioklas terus turun dan akhirnya
mencapai suhu pembentukan kuarsa. Jika kuarsa terbentuk, berarti suhu
pembentukan plagioklas berada pada titik terendahnya. Ini berarti plagioklas
pada peraga ini lebih kaya Na daripada Ca.
Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi
batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 26 ini memiliki nama
diorit porfir.
4.2. Peraga Nomor 89
Secara megaskopis batuan ini berwarna abu-abu cerah. Warna yang
demikian mengindikaasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan
magma yang bersifat intermediet. Strukturnya yang massive (pejal)
menunjukkan bahwa batuan ini membeku didalam permukaan bumi atau
dengan kata lain disebut dengan batuan beku intrusif.
Batuan ini terdiri dari beberapa mineral. Mineral-mineral tersebut
menunjukkan tekstur-tekstur tertentu. Dari kristalinitasnya dapat diamati
bahwa batuan ini bersifat holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya
berupa kristal. Kristal-kristal tersebut sebagian masih memiliki bidang batas
yang jelas dan sebagian lagi tidak. Ini berarti tekstur bentuk kristal batuan ini
adalah subhedral.
Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang lainnya
cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang tidak sama. Oleh karena
itu, batuan ini disebut memiliki relasi inequigranular. Mineral yang tampak
disebut fenokris, sedangkan sisanya disebut masa dasar. Komposisi tersebut
disebut faneroporfiritik. Tekstur faneroporfiritik ini terjadi akibat adanya dua
fase pembekuan. Pada fase pertama, terjadi pembekuan magma yang
membentuk mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut. Fase kedua
adalah pembekuan massa dasar dari magma yang menerobos dan membawa
serta mineral-mineral yang telah ada tersebut. Pembekuan pada fase kedua ini
sangat cepat sehingga tidak membentuk mineral. Jika diperhatikan dari proses
pembekuannya, batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati
pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.
Batuan ini terdiri dari 10 % plagioklas, 20 % biotite, 10 %
hornblende, 5 % ortoklas, dan 55 % massa dasar. Plagioklas ((Na,Ca)
(Si,Al)4O8) ber warna putih, cerat putih, kekerasan 6 - 6,5, transparansi
opaque, dan kilap kaca. Biotite (K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2) berwarna hitam,
cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi opaque, kilap kaca. Hornblende
(Ca2[Mg4(Al,Fe3+)]Si7AlO22(OH)2) berwarna hitam , cerat putih, kekerasan 5 -
6, transparansi transparent, kilap kaca. Sedangkan ortoklas (K(AlSi3O8))
berwarna merah, cerat putih, kekerasan 6, transparansi opaque, kilap kaca.
Plagioklas berada pada seri kontinyu dalam seri reaksi Bowen.
Dalam peraga nomor 89 ini mineral plagioklas ditemukan bersama dengan
mineral biotite, hornblende, dan ortoklas. Jika diperhatikan, ada dua jenis
mineral berbeda didalam batuan ini, yaitu mineral felsik (plagioklas &
ortoklas) dan mineral mafik (biotite & hornblende). Ini berarti kandungan
silika dalam magma yang membentuk batuan masih dalam taraf sedang,
berkisar antara 50% - 60%. Kadar silika yang masih sedang ini terdapat pada
magma yang bersifat intermediet.
Kandungan hornblende, biotite, dan plagioklas yang lebih banyak
dari pada ortoklas menandakan bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk
pada suhu 900° - 600° C dimana pada suhu tersebut mineral hornblende,
biotite, dan plagioklas terbentuk. Pembekuan terus terjadi hingga akhirnya
sedikit menyentuh \keadaan suhu pembentukan ortoklas. Ortoklas terbentuk
pada fase pembekuan ini. Sebelum suhu sempat turun lebih rendah lagi, fase
pembekuan kedua pembentuk tekstur faneroporfiritik terjadi, sehingga
ortoklas hanya terbentuk dalam jumlah yang sedikit.
Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi
batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 89 ini memiliki nama
diorit porfir.
4.3. Peraga Nomor 10
Secara megaskopis batuan ini berwarna putih keabuan. Warna yang
demikian mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan
magma yang bersifat asam. Strukturnya yang massive (pejal) menunjukkan
bahwa batuan ini membeku didalam permukaan bumi atau dengan kata lain
disebut dengan batuan beku intrusif.
Batuan ini tersusun atas mineral-mineral yang dapat dibedakan dan
diidentifikasi secara kasat mata atau dapat dikatakan bahwa granularitasnya
fanerik. Dari kristalinitasnya dapat diamati bahwa batuan ini bersifat
holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya berupa kristal. Kristal-
kristal tersebut seluruhnya memiliki bidang batas yang jelas. Ini berarti tekstur
bentuk kristal batuan ini adalah euhedral.
Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang lainnya
cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang tidak sama. Oleh karena
itu, batuan ini disebut memiliki relasi inequigranular. Mineral yang tampak
disebut fenokris, sedangkan sisanya disebut masa dasar. Komposisi tersebut
disebut faneroporfiritik. Tekstur faneroporfiritik ini terjadi akibat adanya dua
fase pembekuan. Pada fase pertama, terjadi pembekuan magma yang
membentuk mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut. Fase kedua
adalah pembekuan massa dasar dari magma yang menerobos dan membawa
serta mineral-mineral yang telah ada tersebut. Pembekuan pada fase kedua ini
sangat cepat sehingga tidak membentuk mineral. Jika diperhatikan dari proses
pembekuannya, batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati
pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.
Batuan ini terdiri dari % kuarsa, % biotite, % massa dasar. Kuarsa
(SiO2) berwarna bening, cerat putih, kekerasan 6,6 - 7, transparansi
transparent, dan kilap kaca. Biotite (K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2) berwarna
hitam, cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi opaque, kilap kaca.
Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi
batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 10 ini memiliki nama
granit porfir.
4.4. Peraga Nomor 3
Secara megaskopis batuan ini berwarna hitam. Warna yang demikian
mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan magma yang
bersifat basa. Strukturnya yang massive (pejal) menunjukkan bahwa batuan
ini membeku didalam permukaan bumi atau dengan kata lain disebut dengan
batuan beku intrusif.
Batuan ini tersusun atas mineral-mineral, namun tidak dapat dibedakan
dan diidentifikasi secara kasat mata atau dapat dikatakan bahwa
granularitasnya afanitik. Dari kristalinitasnya dapat diamati bahwa batuan ini
bersifat holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya berupa kristal.
Karena kristal-kristal mineralnya sulit diamati dengan mata telanjang, maka
bidang batas antar kristalnya pun tidak jelas, sehingga disebut memiliki
bentuk kristal anhedral. Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang
lainnya cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang sama. Oleh
karena itu, batuan ini disebut memiliki relasi equigranular.
Mineral-mineral pada peraga nomor 3 ini seluruhnya tidak dapat
diamati dan dibedakan dengan mata karena ukurannya yang halus. Maka
dapat dikatakan bahwa batuan ini terdiri dari 100 % mineral afanit.
Berdasarkan kenampakan mineral-mineral pada batuan ini, dapat disimpulkan
bahwa batuan ini merupakan batuan beku volkanik dimana proses pembekuan
magmanya terjadi dipermukaan atau dekat dengan permukaan bumi dalam
waktu yang relatif cepat.
Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi
batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 3 ini memiliki nama
basalt.
4.5. Peraga Nomor 9
Batuan peraga nomor 9 iniberwarna coklat. Di salah satu sisi batuan
ini, tampak pola perlapisan yang sejajar. Perlapisan tersebut tebalnya kurang
dari 1 cm. Oleh sebab itu, batuan ini disebut memiliki struktur laminasi.
Batuan ini terdiri dari butir-butir yang berukuran pasir sedang (1/4 -
1/2 mm) (skala Wentworth). Butir-butirnya berbentuk membulat tapi tidak
sempurna atau disebut rouded. Batuan ini terdiri dari butir-butir yang
ukurannya seragam dan saling bersentuhan satu sama lain tanpa dibatasi oleh
bahan semen. Oleh karena itu, batuan ini disebut memiliki sortasi baik dan
kemas yang tertutup.
Batuan ini tidak memiliki fragmen batuan lain yang ukurannya lebih
besar dibandingkan ukuran butirnya. Tetapi, batuan ini masih memiliki
material pengisi lain berupa matriks yang memiliki ukuran butir pasir sedang
(1/4 - 1/2 mm). Semen batuan ini merupakan karbonatan. Hal ini dibuktikan
dengan berbuihnya batuan saat ditetesi dengan larutan HCl. Semen
karbonatan terbentuk karena adanya pengaruh air laut pada batuan. Ini berarti
batuan ini terbentuk di daerah yang masih bisa tersentuh air laut atau dengan
kata lain berada di daerah transisi dari daratan ke laut.
Berdasarkan tekstur serta komposisinya, batuan ini terendapkan dalam
jarak yang cukup jauh dan dengan energi transport yang besar. Hal ini dibisa
dilihat dari bentuk butirnya yang mulai halus. Semakin halus butir batuan
sedimen, maka semakin jauh jarak transportnya dan semakin besar
energinya.Karena butirannya cukup halus, energi untuk mengendapkan
material-material sedimennya pun hanya membutuhkan energi yang kecil.
Dari hasil deskrpsi di atas, dapat disimpulkan bahwa batuan dengan
nomor peraga 9 memiliki nama batupasir (skala Wentworth).
4.6. Peraga Nomor 84
Batuan peraga nomor 9 ini berwarna abu-abu gelap. Tidak nampak
adanya perlapisan atau pun laminasi pada batuan ini. Fragmen dan matriks
tersortasi secara acak dan tidak teratur.
Batuan ini terdiri dari butir-butir yang berukuran pasir sedang (1/4 -
1/2 mm) hingga kerakal (4 – 64 mm) (skala Wentworth). Butir-butirnya
berbentuk membulat tapi agak tanggung dan tidak benar-benar bulat atau
disebut subrouded. Batuan ini terdiri dari butir-butir yang ukurannya tidak
seragam dan dibatasi oleh bahan semen. Oleh karena itu, batuan ini disebut
memiliki sortasi buruk dan kemas yang terbuka.
Batuan ini memiliki fragmen batuan lain yang ukurannya lebih besar
dibandingkan ukuran butirnya, yaitu butir dengan ukuran kerakal sampai pasir
sedang. Tetapi, batuan ini masih memiliki material pengisi lain berupa
matriks yang memiliki ukuran butir pasir sedang (1/4 - 1/2 mm). Semen
batuan ini merupakan karbonatan. Hal ini dibuktikan dengan berbuihnya
batuan saat ditetesi dengan larutan HCl. Semen karbonatan terbentuk karena
adanya pengaruh air laut pada batuan. Ini berarti batuan ini terbentuk di
daerah yang masih bisa tersentuh air laut atau dengan kata lain berada di
daerah transisi dari daratan ke laut.
Berdasarkan tekstur serta komposisinya, batuan ini terendapkan dalam
jarak yang dekat hingga sedang dan dengan energi transport yang cukup
rendah. Hal ini dibisa dilihat dari bentuk butirnya yang masih tergolong kasar.
Karena butirannya kasar, energi untuk mengendapkan material-material
sedimennya pun hanya membutuhkan energi yang besar.
Ukuran butir yang bervariasi pada batuan ini mengindikasikan bahwa
material lepasan pembentuk batuan sedimen ini tidak berasal dari tempat yang
sama. Butir dengan ukuran besar merupakan hasil dari transportasi material
lepasan dalam jarak yang relatif dekat. Sedangakn butir dengan ukuran yang
lebih halus merupakan hasil dari transportasi material lepasan dalam jarak
yang lebih jauh dari material dengan butir yang lebih besar.
Dari hasil deskrpsi di atas, dapat disimpulkan bahwa batuan dengan
nomor peraga 9 memiliki nama konglomerat polimix (skala Wentworth).
4.7. Peraga Nomor 83
Secara megaskopis batuan ini berwarna hijau kehitaman. Batuan ini
memiliki struktur foliasi. Struktur ini ditandai dengan adanya pola penjajaran
mineral-mineral pada batuan.
Batuan ini terdiri dari beberapa mineral. Mineral-mineral tersebut
menunjukkan tekstur-tekstur tertentu. Berdasarkan ketahanan terhadap proses
metamorfismenya, batuan ini termasuk batuan metamorf dengan tekstur
kristaloblastik, karena batuan asal / protolithnya tidak lagi terlihat. Mineral
pada batuan ini dapat diidentifikasi dengan mata telanjang atau bisa disebut
memiliki granulartas fanerik. Mineral-mineralnya terlihat memiliki ukuran
seragam atau equigranular.
Setelah dilakukan pengamatan, terdapat 2 jenis mineral yang dapat
diidentifikasi pada batuan ini, yaitu kuarsa dan klorit dengan kadar masing-
masing 50 %. Kuarsa (SiO2) berwarna bening, cerat putih, kekerasan 6,6 - 7,
transparansi transparent, dan kilap kaca. Sedangkan klorit (Mg3 (Si4O10)
(OH)2.Mg3 (OH)6) berwarna hijau,cerat putih, kekerasan 2,5, transparansi
opaque,dan kilap kaca sampai mutiara.
Mineral klorit pada batuan ini merupakan indikasi adanya proses
metamorfisme pada protolithnya. Mineral klorit ini berasal dari hasil
dekomposisi piroksen, amphibole, garnet, biotite, dan vesuvianit. Proses
dekomposisi tersebut terjadi karena tingkat resistensi mineral-mineral tersebut
yang rendah. Tingkat resistensi ini tergantung pada kandungan silika di dalam
mineral tersebut. Mineral asal pembentuk klorit mengandung silika dalam
jumlah sedikit sehingga mudah terombakkan dan berubah menjadi mineral
lain lewat proses metamorfisme.
Berbeda dengan kuarsa yang tetap pada bentuknya dan tidak
terdekomposisi. Mineral kuarsa lebih resisten dari pada mineral piroksen,
amphibole, garnet, biotite, dan vesuvianit karena kandungan silikannya yang
paling banyak diantara mineral pembentuk batuan yang lain. Semakin tinggi
kandungan silikanya, semakin rendah kemungkinan suatu mineral dapat
terdekomposisi menjadi mineral lain.
Berdasarkan hasil deskripsi di atas dapat diindikasikan bahwa peraga
batuan nomor 83 ini terbentuk akibat metamorfisme regional, yaitu proses
metamorfisme dimana suhu dan tekanan sama-sama tinggi, namun tekanan
lebih dominan. Proses metamorfisme pembentuk batuan ini termasuk kedalam
derajat rendah sampai tinggi.
Sesuai dengan klasifikasi batuan metamorf menurut W. T. Huang,
batuan ini terbentuk dari protolith berupa batuan karbonat atau batuan beku
mafik. Sehingga dapat disimpukan bahwa batuan ini bernama schist.
4.8. Peraga Nomor 98
Secara megaskopis batuan ini berwarna putih dan ungu. Batuan ini
memiliki struktur non foliasi. Struktur ini ditandai dengan tidak adanya pola
penjajaran mineral-mineral pada batuan.
Batuan ini terdiri dari mineral yang menunjukkan tekstur tertentu.
Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfismenya, batuan ini
termasuk batuan metamorf dengan tekstur kristaloblastik, karena batuan asal /
protolithnya tidak lagi terlihat. Mineral pada batuan ini dapat diidentifikasi
dengan mata telanjang atau bisa disebut memiliki granulartas fanerik.
Mineral-mineralnya terlihat memiliki ukuran seragam atau equigranular.
Setelah dilakukan pengamatan, ternyata peraga ini hanya terdiri dari 1
bahan penyusun, yaitu mineral kuarsa. Meskipun warnanya berbeda (putih
dan ungu), keduanya sama-sama mineral kuarsa. Kuarsa dengan warna ungu
kemungkinan terbentuk akibat adany zat pengotor yang mengakibatkan
mineral berubah warna tanpa mengubah sifat fisiknya. Kuarsa (SiO2) pada
peraga ini memiliki cerat putih, kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent,
dan kilap kaca.
Mineral kuarsa berada pada urutan paling bawah dari Seri Reaksi
Bowen. Pada kedudukan ini, kandungan silika pada mineral berada pada kada
maksimumya. Kadar silika yang tinggi pada mineral akan membuat mineral
tersebut lebih resisten terhadap berbagai proses eksogen dan endogen,
termasuk proses metamorfisme. Inilah alasannya mengapa penyusun peraga
ini seluruhnya adalah mineral kuarsa. Tingkat resistensi kuarsa yang tinggi
akan membuatnya tidak mudah berubah sementara bagian lain dari
protolithnya terdekomposisi menjadi material lain. Warna yang berbeda pada
beberapa bagiannya hanya merupakan efek dari bahan pengotor yang ikut
terkristalisasi bersama dengan mineral kuarsa, bukan aibat proses
metamoorfisme.
Berbeda dengan kuarsa yang tetap pada bentuknya dan tidak
terdekomposisi. Mineral kuarsa lebih resisten dari pada mineral piroksen,
amphibole, garnet, biotite, dan vesuvianit karena kandungan silikannya yang
paling banyak diantara mineral pembentuk batuan yang lain. Semakin tinggi
kandungan silikanya, semakin rendah kemungkinan suatu mineral dapat
terdekomposisi menjadi mineral lain.
Berdasarkan hasil deskripsi di atas dapat diindikasikan bahwa peraga
batuan nomor 83 ini terbentuk akibat metamorfisme regional, yaitu proses
metamorfisme dimana suhu dan tekanan sama-sama tinggi, namun tekanan
lebih dominan. Proses metamorfisme pembentuk batuan ini termasuk kedalam
derajat sedang sampai tinggi.
Sesuai dengan klasifikasi batuan metamorf menurut W. T. Huang,
batuan ini terbentuk dari protolith berupa batupasir kuarsa. Sehingga dapat
disimpukan bahwa batuan ini bernama kuarsit.