OSTEOCHONDROMA
MAKALAH
Untuk memenuhi sebagian tugas
bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh :
Mya That Mon
09/290661/KU/13584
Kelompok 14204
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Tumor tulang inisidensinya kurang dari 1% dari semua tumor-tumor yang ada pada
tubuh manusia. Tumor sendiri terjadi karena adanya pertumbuhan sel baru, abnormal dan
progresif. Tumor tulang dapat bersifat jinak dan ganas. Tumor tulang dapat dibedakan
menjadi primer dan sekunder, untuk tumor tulang primer yaitu tumor yang berasal dari sel
yang membentuk jaringan tulang sendiri, sedangkan tulang tumor sekuder jika penyebarannya
berasal dari organ tubuh lain ke tulang.
Menurut klasifikasi WHO, lesi pada osteochondroma didefinisikan sebagai penonjolan
tulang yang muncul di bagian permukaan luar tulang, penonjolan tulang ini ditutupi (diliputi)
oleh cartilago. Tumor ini mengandung komponen tulang (osteosit) dan tulang rawan
(chondrosit).
Osteochondroma terjadi pada 3% populasi umum dan ini menyumbang lebih dari 30%
dari seluruh tumor jinak tulang dan 10-15% dari keseluruhan tumor tulang. Osteochondroma
biasanya ditemukan pada anak dan remaja dan jarang pada infant dan bayi baru lahir.
Pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan histologis dapat menentukan staging tumor.
Pemeriksaan radiologik merupakan suatu pemeriksaan yang penting untuk menegakkan
diagnosa tumor tulang. Deteksi awal dini mempercepat untuk menentukkan terapi dan
prognosis pasien dengan diagnosis tumor tulang.
I.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi, klasifikasi,
gejala dan tanda serta temuan gambaran radiolog pada kasus tumor tulang jenis
osteochondroma dan penatalaksanaan serta prognosis.
I.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu dan kepustakaan
mengetahui gambaran radiologi dari tumor tulang osteochondroma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Tulang
Pertumbuhan tulang (osteogenesis) bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan
berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan tulang diatur oleh hormon pertumbuhan, kalsium,
dan aktivitas sehari-hari. Osteoblas dan osteoklas berperan dalam proses pembentukan tulang,
dimana keduanya bekerja secara sinergi (osteoblas memicu pertumbuhan tulang, sedangkan
osteoklas menghambat pertumbuhan tulang) agar tercapai proses pembentukan tulang yang
seimbang.
Tulang dibagi berdasarkan bentuknya :
a. Tulang Panjang (humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula)
b. Tulang Pendek (tulang-tulang metacarpal, metatarsal dan phalange pada tangan dan kaki
dan clavicula).
c. Tulang Pipih (scapula, costa dan sternum)
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrae)
e. Tulang Sesamoid (patella)
Tulang panjang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis. Sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Diantara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh disebut “epiphyseal plate” atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblast dan tulang
tambah memanjang. Pada akhir tahun remaja, tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi
dan tulang bethenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng
epifisis.
Gambar 1. Anatomi tulang panjang
II.2 Foto Rontgen Tumor Tulang
Pemeriksaan terbaik untuk diagnostik tumor tulang adalah pemeriksaan radiologik.
Untuk menentukan luas lesi tumor atau keterlibatan jaringan sekitar dapat dilakukan
pemeriksaan CT-SCAN atau MRI. Pemeriksaan scanning nuklir penting untuk melihat adanya
metastasis tulang.
Syarat Prmbacaan foto tulang :
1. Membandingkan sisi normal dengan sisi yang sakit
2. Dilakukan dalam 2 kali kesempatan
3. Dilakukan dalam 2 proyeksi
4. Pada foto polos 2 sendi terlihat
Hal yang diperhatikan dalam menilai tumor tulang :
1. Umur penderita
2. Apakah lesi merupakan bentuk soliter atau multiple
a. Kebanyakan tumor tulang primer soliter
b. Jika ada metastasis menandakan multiple
3. Bagian tulang yang terkena :
A. Osteosarkoma biasanya didaerah metafisis
B. Ewing’s Sarcoma kebanyakan pada diafisis dan sebagainya
4. Kelainan yang terlihat, apakah merupakan destruksi, reaksi periosteal, pembentukan tulang
baru dan bagian jaringan lunak sekitarnya
5. Batas-batas lesi, biasanya tumor jinak berbatas tegas, korteks menipis dan tidak ada reaksi
periosteal. Sedangkan tumor ganas batasnya tidak tegas, korteks mengalami destruksi dan
ada reaksi periosteal.
II. 3 Osteochondroma
1. Definisi
Osteoma ialah tumor yang seluruh komponennya terdiri dari tulang. Chondroma ialah
tumor yang seluruh komponennya terdiri dari kartilago atau tulang rawan. Sehingga
osteochondroma (osteocartilogenous exostosis) diartikan sebagai pertumbuhan tulang yang
berasal dari permukaan tulang (biasanya di dekat epiphyseal plate) yang dilapisi pembungkus
dari kartilago. Sebagian besar dari penderita tumor ini biasanya tanpa gejala, gangguan sering
muncul biasanya menyebabkan gejala mekanik tergantung lokasi dan ukuran dari tumor
tersebut. Sebagai lesi jinak, osteochondroma tidak memiliki kecenderungan untuk metastasis.
Gambar 2. Perkembangan dari osteochondroma, dimulai dari kartilago epifisial
2. Epidemiologi
Frekuensi aktual osteochondroma tidak diketahui karena banyak yang tidak didiagnosis.
Kebanyakan ditemukan pada pasien lebih muda dari 20 tahun. Insidensi terjadinya
osteochondroma pada laki-laki dan perempuan sama. Osteochondroma dapat terjadi dalam
setiap tulang yang mengalami pembentukan tulang enchondral, namun paling sering terjadi
pada lutut.
Osteochondroma dibagikan menjadi soliter osteochondroma dan multipel
osteochondroma. Mayoritas tumor ini merupakan jenis soliter yang merupakan non herediter.
Osteochondroma soliter menunjukkan predileksi pada metafisis pada tulang-tulang panjang,
terutama femur (30%), humerus (26%), dan tibia (43%). Lesi jarang terjadi pada tulang carpal
dan tarsal, patella, sternum, tulang cranium dan tulang belakang. Sekitar 15% muncul sebagai
osteochodroma yang multipel yang bersifat herediter (diturunkan dari gen autosomal
dominan). Osteochondroma multipel herediter lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Osteochondroma jenis ini 80% terjadi pada dekade awal kehidupan.
Osteochondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%) serta tulang pipih
seperti pelvis (5%) dan scapula (4%) walaupun jarang.
3. Etiologi
Penyebab utama dari berbagai kemungkinan proses terbentuknya osteochondroma ini
masih belum diketahui dengan jelas namun salah satu teori yakni herniasi fragmen lempeng
epifisis pertumbuhan diduga merupakan akibat dari trauma atau idiopatik atau defisiensi
cincin perichondrial (Dickey, 2011). Pada 1891, Virchow menyampaikan postulat bahwa
osteochondroma berasal dari fragmen kartilago epifiseal yang lepas dan kemudian rotasi 90
derajat lalu berkembang dengan arah transversal sepanjang axis tulang. Keith menjelaskan
bahwa osteochondroma kemungkinan besar disebabkan oleh herniasi dari fragmen lempeng
epifisis pertumbuhan melalui defek manset tulang periosteal. Sementara itu menurut
Lichtenstein osteochondroma merupakan hasil dari aktivitas tidak lazim periosteum yang
membentuk foci anomali kartilago metaplastik. Foci kartilago ini dengan pertumbuhan dan
osifikasi endochondral dapat bermanifestasi sebagai exostosis (Barnes, 2001). Radiasi juga
disinyalir dapat memberikan efek merusak pada lempeng epifisis sehingga terjadi migrasi
jaringan kartilago ke metafisis yang dengan pertumbuhan selanjutnya dapat menjadi
osteochondroma (Murphey et.al., 2000). Proses normal remodelling tulang panjang dan
kelainan genetik juga dapat menjadi sebab terjadinya osteochondroma (Murpheyet.al., 2000).
4. Patofosiologi
Herniasi fragmen kartilago di epiphyseal plate kemudian menjadi kartilago metaplastik
yang memberi respon pada faktor-faktor yang menstimulasi terjadinya proliferasi sel.
Pertumbuhan abnormal ini awalnya hanya akan menimbulkan gambaran pembesaran tulang
dengan korteks dan spongiosa yang masih utuh. Jika tumor semakin membesar maka akan
tampak sebagai benjolan menyerupai bunga kol dengan komponen osteosit sebagai batangnya
dan komponen kondrosit sebagai bunganya.
Tumor akan tumbuh dari metafisis, tetapi adanya pertumbuhan tulang yang semakin
memanjang maka lama kelamaan tumor akan mengarah ke diafisis tulang. Pertumbuhan ini
membawa ke bentuk klasik “coat hanger” variasi dari osteochondroma yang mengarah
menjauhi sendi terdekat.
Gambar 3. Panah putih menunjukkan bentuk jamur, pedunkulata
bongkol yang timbul dari antero metafisis femur distal, melekat pada tulang primer
dan menunjuk jauh dari metafisis.
6. Gambaran klinis
Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara kebetulan. Tanda
awal yang mungkin muncul adalah benjolan tidak nyeri di dekat sendi. Lutut dan bahu lebih
sering terlibat. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan menimbulkan
rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis pada tangkai tumor (bursa
exotica) dan bila mengalami inflamasi pasien dapat mengeluh bengkak dan sakit. Apabila
timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur, bursitis atau penekanan saraf dan tumor terus tumbuh
setelah lempeng epifisis menutup maka harus dicurigai adanya keganasan.
Osteochondroma dapat menyebabkan timbulnya pseudoaneurisma terutama pada
a .poplitea dan a.femoralis disebabkan karena fraktur pada tangkai tumor di daerah distal
femur atau proximal tibia. Osteochondroma yang besar pada kolumna vertebralis dapat
menyebabkan angulasi kyfosis dan menimbulkan gejala spondylolitesis. Jika benjolang lesi
osteochondroma terletak dekat saraf atau pembuluh darah, seperti di belakang lutut, mungkin
ada mati rasa dan kesemutan pada ekstremitas itu. Suatu tumor yang menekan pada pembuluh
darah dapat menyebabkan periodik dalam aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya
pulsasi atau perubahan dalam warna ekstremitas. Pada herediter multiple exositosis keluhan
dapat berupa massa yang multiple dan tidak nyeri dekat persendian. Umumnya bilateral dan
simetris.
Gejala nyeri terjadi bila terdapat penekanan pada bursa atau jaringan lunak sekitarnya.
Nyeri biasanya disebabkan oleh efek langsung mekanik massa osteochondroma pada jaringan
lunak di atasnya. Iritasi tendon sekitarnya, otot, atau saraf juga dapat mengakibatkan rasa
sakit. Kapsul pembungkus tulang atau cartilage cap bisa mengalami infark atau nekrosis
iskemik.
7. Diagnosis
A. Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik dapat teraba massa yang multiple atau soliter, dengan atau
tanpa disertai dengan tanda-tanda peradangan (color, rubor, dolor, fungsiolesa). Biasanya
pasien tidak merasakan gejala tersebut, terkadang pasien hanya mengeluhkan adanya benjolan
tanpa disertasi nyeri.
B. Pemeriksaan Radiologis
Ada 2 tipe osteochondroma yaitu pedunculated / narrow base dan tidak bertangkai
sesile / broad base. Pada tipe pedunculated, pada foto polos tampak penonjolan tulang yang
menjauhi sendi dengan korteks dan spongiosa masih normal. Penonjolan ini berbentuk seperti
bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit sebagai tangkai dan komponen kondrosit
sebagai bunganya. Densitas penonjolan tulang inhomogen (opaqu pada tangkai dan lusen pada
bunga). Terkadang tampak adanya kalsifikasi berupa bercak opaq akibat komponen kondral
yang mengalami kalsifikasi. Tumor dapat bersifat tunggal atau multiple tergantung dari
jenisnya. Untuk pemeriksaan radiologis dapat menggunakan :
FOTO POLOS
Radiografi polos adalah pemeriksaan penunjang dalam pencitraan untuk oseokondroma.
Radiograf dengan kualitas baik harus diperoleh dalam 2 proyeksi tegak lurus dengan ciri lesi
sepenuhnya.
Gambar 4. Foto AP dari osteochondroma pedunkulata femur distal
Gambar 5. Foto lateral dari osteochondroma pedunkulata femur distal. Orientasi yang jauh
dari lempeng pertumbuhan dan kontinuitas meduler jelas.
Gambar 6. anteroposterior radiograf dari osteochondroma sessile humerus
CT SCAN
Pada tulang tertentu, seperti panggul dan tulang belikat, CT scan merupakan tambahan
yang berguna untuk melokalisasi lesi. Lokalisasi CT dapat berguna ketika merencanakan
reseksi.
Gambar 6. Foto polos menunjukkan kecurigaan osteochondroma soliter di pelvis (gambar kiri
dengan tanda panah hitam). Gambar kanan yang merupakan hasil CT-scan lebih jelas melihat
gambaran tmor dengan kontinuitas tulang dan kapsul kartilago.
Gambar 7. CT scan dari ostechondroma sessile humerus
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI diperlukan hanya dalam kasus-kasus yang dicurigai terjadinya keganasan atau
anatomi jaringan lunak yang relevan perlu digambarkan. MRI adalah modalitas pilihan untuk
menilai ketebalan tulang rawan tutup, seperti pada gambar di bawah ini. Mesikipun tidak
merupakan indikasi mutlak, ketebalan dari cartilage cap berhubungan dengan keganasan.
Tebal cartilage cap yang >4 cm adalah sugestif degenerasi ganas, terutama ketika mereka
berhubungan dengan nyeri.
Gambar 8. MRI sessile osteochondroma femur menunjukkan ketebalan tutup tulang rawan.
Scan tulang, sebagai salah satu peraturan. Tidak berguna dalam pemeriksaan dari
ostechondromas atau untuk perencanaan pra operatif untuk reseksi.
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
- Gambaran makroskopis
Tumor dengan kartilago penutup di atasnya, besar, berkilau dan berwarna kebiru-biruan
-Gambaran mikroskopis
Kartilago penutup mengandung jaringan fibrous yang padat dan chondrosit dan matrix
ekstraseluler dan temukan periosteum. Ada osifikasi pada daerah batang tulang.
Gambar 9. Gambaran macroscopic dan microscopic pada osteochondroma
9. Manajemen
Apabila terdapat gejala penekanan pada jaringan lunak misalnya pembuluh darah atau saraf
sekitarnya atau tumor tiba-tiba membesar disertai rasa nyeri maka diperlukan tindakan operasi
secepatnya, terutama bila hal ini terjadi pada orang dewasa.
Terapi Medis
Tidak ada terapi medis saat ini yang ada untuk osteochondroma. Andalan pengobatan
nonoperative adalah observasi karena lesi kebanyakan tanpa gejala. Lesi yang ditemukan secara
kebetulan dapat diamati dan pasien dapat diyakinkan.
Terapi Bedah
Perawatan untuk gejala osteochondroma adalah reseksi. Perawatan harus diambil untuk
memastikan bahwa tidak ada tutup tulang rawan atau perichondrium yang tersisa, jika tidak hal ini
memungkinkan terjadi kekambuhan. Idealnya, garis reseksi harus melalui dasar tangkai, dengan
demikian seluruh lesi dihapus secara total. Lesi atipikal atau sangat besar harus diselidiki sepenuhnya
untuk mengecualikan kemungkinan terpencil keganasan. MRI berguna dalam menilai ketebalan dari
cartilage cap.
10. Komplikasi Osteochondroma
a. Fraktur
fraktur pada osteochondroma adalah komplikasi yang tidak biasa yang merupakan hasil dari
trauma yang terlokalisir dan biasanya melibatkan dasar dari tangkai lesi. Osteochondromas
pedunkulata di lutut yang paling mungklin untuk terjadinya fraktur. Selanjutnya, pembentukan kalus
menyebabkan sklerosis bandlike pada radiografi terjadi penyembuhan. Tidak ada kejadian signifikan
nonunion yang dilaporkan. Menariknya, regresi atau resorpsi osteochondroma soliter yang terjadi baik
secara spontan dan setelah patah tulang telah dilaporkan.
b. Komplikasi Vaskuler
komplikasi vaskuler yang berhubungan dengan osteochondroma termasuk kelainan pembuluh
darah, stenosis, oklusi danpembentukan pseudoaneurysm. Gejala klinis pada kasus kompromi vaskuler
termasuk rasa sakit, bengkak dan jarang klaudikasio atau massa berdenyut teraba biasanya
mempengaruhi pasien muda. Trombosis pembuluh darah atau oklusi dapat mempengaruhi baik sistem
arteri atau vena dan paling sering terlihat dalam pembuluh tentang lutut, teruatam arteri poplitea atau
vena. Pseudoaneurysm formasi yang terkait dengan osteochondroma pertama kali dilaporkan oleh
Paulus pada tahun 1953, lokasi dari kelainan komplikasi ini terutama mengenai arteri femoralis,
brakialis dan arteri tibialis posterior. Komplikasi ini mempengaruhi pasien muda didekat akhir
pertumbuhan tulang normal dan terjadi dengan lesi soliter dan beberapa dengan frekuensi yang sama.
c. Gejala sisa neurologis
kompromi neurologis dapat dikaitkan dengan kedua (dasar tulang belakang atau tengkorak)
osteochondromas yang terjadi di vertebrae atau di basis kranii. Lesi perifer dapat menekan saraf,
menyebabkan drop foot dan keterlibatan saraf peroneal dari fibulan osteochondroma telah dilaporkan
paling sering. Keterlibatan saraf radialis juga telah dijelaskan. Osteochondromas yang terjadi pada
dasar tengkorak, tulang belakang, tulang rusuk atau kepala dapat menyebabkan defisit saraf kranial,
radikulopati, stenosis tulang belakang, cauda equina syndrome dan myelomacia.
10. Prognosis
Untuk osteochondroma soliter, hasil dan prognosis setelah operasi sangat baik dengan kontrol
lokal yang sangat baik dan tingkat kekambuhan lokal kurang dari 2%. Demikian, prognosis biasanya
salah satu dari pemulihan lengkap. Hasil yang lebih buruk biasanya berkaitan dangan morbiditas yang
terkait dengan eksposur yang dibutuhkan untuk menghapus lesi atau berhubungan dengan deformitas
tulang sekunder, tetapi yang terakhir biasanya diamati dalam bentuk turun – temurun beberapa
penyakit.
BAB III
KESIMPULAN
Singkatnya, osteochondroma merupakan tumor tulang yang paling umum, dan penampilan
radiografi dari lesi terdiri dari tulang kortikal dan menunjukkan kontinuitas meduler dan adanya kapsul
kartilago. Foto polos pada daerah predileksi seperti femur dan tibia baik tipe pedunculated maupun
sessile, soliter maupun multipel, biasanya dapat memberikan gambaran diagnostik. Osteochondroma
yang melibatkan daerah kompleks anatomi (tulang belakang atau panggul) sering lebih baik dinilai
dengan CT atau MRI untuk mendeteksi karakteristik kapsul kartilago dan kontinuitas kortikal. Banyak
komplikasi yang berhubungan dengan osteochondroma termasuk fraktur, kompresi vaskuler,
neurologis sequelae, pembentukan bursa atasnya, dan transformasi ganas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Allan, G & Blonchi, S, et al. 2004. Paediatric Musculoskeletal Disease. Cambridge :
Cambridge University Press.
2. Appley, A.G & L. Solomon. 2002. Appley System of Orthopaedics and Fractures. Oxford :
ELBS.
3. Barnes, L. 2001. Surgical Pathology of the Head and Neck Second Edition Volume 2, Marcel
Dekkel Inc.
4. Dickey, L.D. 2011. Solitary Osteochondroma. Eastern maine medical centre.
www.Medscape.com Accesss date 11 Oktober 2014.
5. Murphey, M. et al. 2000. Imaging of Osteochondroma : Variant complication with radiologic
corelation.
6. Newman, M.A. 2002. Dorland : Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC.
7. Schmall, G.A. et al. 2008. Hereditery Multiple Osteochondroma. Seattle : NCBI Book Shelf.
8. Weiner, D.S. 2004. Paediatric Orthopaedic for Primary Care Physician 2nd ed. New York :
Cambridge University Press.
9. Kitsoulis, P et.al., 2008, ‘Osteochondroma : Review of The Clinical, Radiological and
Pathological Features’, in vivo vol.22, June, pp.633-646
10. Kumar, V et.al., 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th ed. Elsevier
Saunders.
11. World Health Organization Classification of Tumours “Pathology and Genetics of Tumours of
Soft Tissue and Bone”, IARCPress, Lyon, 2002.