BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penambangan dalam kegiatan dan konstruksinya sering
menerobos dan memotong muka air tanah lokal atau regional. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sistem yang mengatur air yang timbul (baik akibat pengupasan
lahan atau air dari yang berasal dari hujan). Sistem tersebut dinamakan sistem
penyaliran tambang.
Sistem penyaliran tambang saat ini lebih dikenal dengan mine dewatering
(terpisah dari mine drainage yang lebih berfokus pada penanganan air asam
tambang/acid mine drainage). Pengetahuan, pemahaman, serta penerapan
sistem penyaliran tambang ini merupakan bagian penting dari proses
penambangan, baik itu tambang terbuka (open pit mining) ataupun tambang
dalam (underground mining).
Salah satu sumber air yang harus dipelajari dan diatasi pada sistem
penyaliran tambang adalah air yang berasal dari hujan. Dimana hujan tersebut
merupakan fenomena alam yang tidak bisa dipungkiri dan dicegah. Hal itu
dikarenakan hujan termasuk ke dalam salah satu bagian dari siklus hidrologi
bumi yang selalu terjadi dan tidak akan pernah terhenti.
Namun, hal penting yang perlu mendapat perhatian serius adalah
memprediksi kapan cuaca ekstrim terjadi, yaitu di mana aliran air tanah dan air
limpasan sangat membahayakan front penambangan. Ketika pengambilan
keputusan untuk memilih salah satu cara penyaliran saja tanpa memperhitungan
kondisi cuaca ekstrim, maka bila terjadi banjir di dalam front penambangan
semuanya akan sia-sia dan biaya pun akan membengkak.
Oleh sebab itu, kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar
efeknya terhadap aktifitas penambangan dan apabila hal ini sudah
diperhitungkan sebelumnya, maka front penambangan akan terhindar dari
kondisi yang membahayakan karyawan maupun peralatan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dibuatlah laporan ini yang di
dalamnya menjelaskan mengenai sistem penyaliran tambang terbuka, aspek
1
2
yang mempengaruhi sistem penyaliran tambang, dan menjelaskan pula
mengenai metode penyaliran tambang tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari pembuatan laporan Praktikum Perencanaan dan Simulasi
Tambang ini adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai kajian hidrologi
dalam perencanaan tambang.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kajian hidrologi dengan penirisan dan penyaliran
tambang pada kegiatan perencanaan tambang,
2. Mengetahui penentuan arah aliran air permukaan,
3. Untuk mengetahui parameter pembuatan catchment area,
4. Untuk mengetahui perhitungan debit air yang masuk ke dalam tambang,
5. Untuk mengetahui kebutuhan pompa dalam suatu tambang yang memiliki
besaran debit tertentu.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Penyaliran Tambang Terbuka
Sistem penyaliran pada suatu lokasi tambang sangat penting untuk
menjaga kelancaran dan keselamatan kerja. Hal ini berkaitan dengan adanya air
tanah yang berasal dari curah hujan berupa air limpasan, maupun airtanah yang
dikandung di dalam lapisan batuan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyaliran adalah jumlah
prepitasi/uap air yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah (mm), intesitas curah
hujan (mm/jam), ukuran dan dimensi saluran air, daerah pengaliran, kecepatan
dan arah angin, hubungan topografi dan hujan, sistem penyaliran yang
digunakan, pengamatan curah hujan, ukuran butir dan kecepatan jatuh.
Gambar 2.1 Model Sistem Penyaliran Tambang
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi :
2.1.1 Mine Drainage
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya atau
mengalirnya air ke tempat lokasi tambang, hal ini umumnya filakukan untuk
menangani air tanah dan air yang berasal dari aliran permukaan (surface run off).
Metode pengaliran tambang (mine drainage) ada beberapa diantaranya metode
siemens, metode elektro osmosis, metode vacum pump with small pipe, metode
pemompaan dalam, dan sebagainya.
3
4
2.1.2 Mine Dewatering
Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan ait yang telah
masuk ke lokasi tambang, dan belum sempat di antisipasi, biasanya untuk
penanganan air hujan. Ada beberapa metode dalam mine dewatering antara lain
system sumuran, system puritan dan system adit.
2.2 Faktor-faktor Hidrologi yang mempengaruhi Lokasi Tambang
Berikut faktor-faktor hidrologi yang terjadi dan mempengaruhi lokasi
pertambangan.
1. Curah Hujan
Curah hujan yang terjadi pada suatu daerah regional akan mempengaruhi
besar kecilnya volume air yang yang masuk pada lokasi tambang. Dengan
demikian, data curah hujan yang baik akan sangat membantu dalam penentuan
dan perhitungan dalam penyaliran tambang.
2. Limpasan Permukaan (surface run-off)
Air yang masuk ke dalam lokasi tambang dapat terjadi karena air
limpasan permukaan yang terjadi. Air tersebut dapat terjadi karena turunnya
hujan baik itu pada lokasi tambang sendiri ataupun pada lokasi lain yang
termasuk daerah yang mempengaruhi keadaan air lokasi tambang seperti
daerah yang terletak lebih tinggi dan satu kawasan dengan lokasi penambangan.
Air hujan yang akan mempengaruhi secara langsung system drainase adalah air
hujan yang mengalir pada permukaan tanah (run off) ditambah sejumlah air yang
keluar dari proses infiltrasi air tanah.
3. Limpasan Bawah Permukaan (subsurface run-off)
Limpasan bawah permukaan atau disebut juga dengan air bawah
permukaan biasanya menjadi pemasok terbesar air yang masuk ke dalam lokkasi
tambang karena kebanyakan lubang bukaan tambang biasanya selalu
memotong lapisan akifer.
Semua air yang mengalir ini tidak akan menjadi sumber dari suatu sistem
drainase. Kondisi ini tegantung dari daerah tangkapan hujannya dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi serta
keadaan geologi. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan pada
peta daerah yang akan diteliti. Setelah tugas tersebut ditentukan, maka
pengukuran luasnya menggunakan planimeter dengan memperhatikan daerah
5
aliran air limpasan yang mengalir sesuai dengan kontur masing-masing daerah.
Hasil dari pembacaan planimeter kemudian dikalikan dengan skala yang
digunakan dalam peta sehingga didapatkan luas tangkapan hujan dalam m2.
2.3 Pompa
Pompa adalah merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi
untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan.
Zat cair tersebut contonya adalah air, oli atau minyak pelumas, atau
fluida lainnya. Industri-industri banyak menggunakan pompa sebagai salah
satu peralatan bantu yang penting untuk proses produksi. Sebagai contoh
pada pembangkit listrik tenaga uap, pompa digunakan untuk menyuplai
air umpan ke boiler atau membantu sirkulasi air yang akan diuapkan di
boiler.
Pada industri, pompa banyak digunakan untuk mensirkulasi air
atau minyak pelumas atau pendingin mesin-mesin industri. Pompa juga
dipakai pada motor bakar yaitu sebagai pompa pelumas, bensin atau air
pendingin. Jadi pompa sangat penting untuk kehidupan manusia secara
langsung yang dipakai dirumah tangga atau tidak lansung seperti pada
pemakaian pompa di industri.
Pada pompa akan terjadi perubahan dari dari energi mekanik
menjadi energi fluida. Pada mesin-mesin hidrolik termasuk pompa, energi
fluida ini disebut head atau energi persatuan berat zat cair. Ada tiga
bentuk head yang mengalami perubahan yaitu head tekan, kecepatan dan
potensial. Selain dapat memindahkan cairan, pompa juga dapat berfungsi
sebagai untuk meningkatkan kecepatan, tekanan dan ketinggian pompa.
Berdasarkan sistem kerjanya pompa dalam penambangan batubara dan
yang biasa digunakan dalam industri perminyakan dapat dibedakan menjadi :
2.2.1 Pompa Sentrifugal
Pompa Sentrifugal merupakan penemuan terbesar di bidang fluida.
Pompa yang pertama berkembang adalah positive discplacement pump (PD
pump), Namun kapasitasnya sangat terbatas. Dengan pompa sentrifugal, air
dapat digunakan untuk kapasitas jauh lebih besar. Desainnya jauh lebih simple
sehingga bisa lebih murah.
6
Pada pompa lumpur cara kerjanya berbeda dengan pompa PD, yaitu
membanting lumpur menggunakan gaya sentrifugal. Cara kerja inilah yang
membuat pompa sentrifugal unggul, namun juga memiliki kelemahan ketika
memompa cairan yang lebih kental.
Pada industri minyak bumi, sebagian besar pompa yang digunakan dalam
fasilitas gathering station, suatu unit pengumpul fluida dari sumur produksi
sebelum diolah dan dipasarkan, ialah pompa bertipe sentrifugal. Gaya sentrifugal
ialah sebuah gaya yang timbul akibat adanya gerakan sebuah benda atau
partikel melalui lintasan lengkung (melingkar).
Prinsip-prinsip dasar pompa sentrifugal ialah sebagai berikut:
Gaya sentrifugal bekerja pada impeller untuk mendorong fluida ke sisi
luar sehingga kecepatan fluida meningkat,
Kecepatan fluida yang tinggi diubah oleh casing pompa (volute atau
diffuser) menjadi tekanan atau head.
Selain pompa sentrifugal, industri juga menggunakan pompa tipe positive
displacement. Perbedaan dasar antara pompa sentrifugal dan pompa positive
displacement terletak pada laju alir discharge yang dihasilkan oleh pompa. Laju
alir discharge sebuah pompa sentrifugal bervariasi bergantung pada besarnya
head atau tekanan sedangkan laju alir discharge pompa positive displacement
adalah tetap dan tidak bergantung pada head-nya.
1. Pompa- Aliran Campur,
2. Pompa Aksial.
Gambar 2.2Pompa Centrifugal
7
2.3.2 Pompa Reciprocating (bolak-balik)
Pompa Reciprocating merupakan suatu pompa yang dapat mengubah
energi mekanis menjadi energi aliran fluida dengan menggunakan piston
yang dapat bergerak bolak-balik didalam silinder.
Pompa ini merupakan pompa bolak-balik yang dirancang
untuk menghasilkan kapasitas yang cukup besar. Umumnya menggu
nakan head yang rendah. Dan digunakan pada perbedaaan ketinggian yang
tidak terlalu besar antara suction dan discharge. (Tyler G. Hicks 1971)
Udara yang bergerak cepat dibentuk dengan melepaskan udara
tekanan tinggi melalui sebuah celah buang dipermukaan yang berdekatan,
dan menyeret udara keluar, bersama dengan itu Semakin tinggi tekanan
pasokan udara primer maka semakin buruk efisiensi. Cairan memasuki
ruang pompa melalui katup inlet dan didorong keluar melalui katup keluaran
oleh aksi piston atau diafragma.
Pompa reciprocating terdiri dari banyak jenis dan diklasifikasikan
berdasarkan kriteria yang bermacam-macam. Adapun keuntungan dan
kerugian dalam menggunakan pompa reciprocating adalah:
Keuntungan dari Pompa Reciprocating :
a. Efisiensi lebih tinggi,
b. Dapat digunakan langsung tanpa memerlukan pancingan,
c. Bila bekerja pada kecepatan konstan, akan mempunyai kecepatan
dan tekanan yang konstan pula,
d. Cocok untuk penggunaan head tinggi dengan kapasitas rendah.
Kerugian dari Pompa Reciprocating :
a. Konstruksi lebih rumit,
b. Keadaan efisiensi yang tinggi tidak akan didapat lagi bila
pompa beroperasi pada kondisi yang tidak sesuai.
2.4 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Catchment area adalah daerah tempat hujan mengalir menuju ke saluran
yang biasanya ditentukan berdasakan perkiraan dengan pedoman garis kontur.
8
Pembagian catchment area didasarkan pada arah aliran yang menuju ke saluran
tersebut.
Catchment area biasanya terletak ditempat yang lebih rendah, karena
mengingat air hujan kan mengalir ke tempat yang lebih rendah sebelum menuju
ke saluran pengaliran. Daerah tangkapan hujan ini berpengaruh dalam
menentukan debit air limpasan yang akan masuk ke salam suatu tempat,
misalnya ke bukaan tambang (pit).
Penentuan geometri, bentuk, dan luasan daerah tangkapan hujan
berdasarkan peta topografi dan hasil pengamatan limpasan air permukaan
(surface run off) dilapangan. Biasanya digunakan daerah yang dibatasi gunung
atau bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan.
Atau dapat juga merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh pembatas
topografi berrupa punggung bukit atau gunung yang menampung air hujan yang
jatuh diatasnya, yang kemudian dialirkan ke sungi, laut ataupun danau.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Permasalahan air yang harus diatasi dan dikendalikan di area tambang,
baik tambang terbuka maupun tambang dalam dikaji di dalam penyaliran
tambang. Penyaliran bisa bersifat pencegahan atau pengendalian air yang
masuk ke lokasi penambangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah kapan cuaca
ekstrim terjadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat membahayakan
kegiatan penambangan. Oleh sebab, itu kondisi cuaca pada tambang terbuka
sangat besar efeknya terhadap aktifitas penambangan. Apabila hal ini sudah
diperhitungkan, maka kegiatan penambangan akan terhindar dari kondisi
membahayakan tersebut.
Dalam perencanaan tambang diperlukan pertimbangan dari data-data
hidrogeologi seperti intensitas curah hujan dan data koefisien permeabilitas dari
uji Falling Head. Berikut ini akan dibahas pengolahan data intensitas curah hujan
dan uji Falling Head.
3.1 Pembahasan
3.1.1 Intensitas Curah Hujan
Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak
merata di semua tempat, ada tempat yang memiliki curah hujan yang tinggi dan
ada pula tempat yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya
curah hujan tersebut disebabkan oleh letak, iklim maupun kelembaban suatu
tempat.
Analisis hidrologi ini dimaksudkan untuk memprediksikan keberadaan
sumber air pada area penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan
empiris yang memperhitungkan parameter alam yang mempengaruhinya. Di
bawah ini akan dibahas perhitungan intensitas curah hujan menggunakan
Persamaan Mononobe dan perhitungan curah hujan rencana menggunakan
Persamaan Distribusi Gumbell.
10
Perhitungan curah hujan rencana menggunakan Metode E.J Gumbell,
dapat dikerjakan dengan cara sebagai berikut :
Data-data yang diperlukan untuk menghitung curah hujan rencana
adalah:
a) Data curah hujan per tahun,
b) Data hari hujan per tahun.
Dari kedua data tersebut maka dapat dibuat data curah hujan per hari
hujan dalam setahun. Tabel berikut ini merupakan tabel curah hujan dalam 10
tahun terakhir di wilayah penyelidikan
11
12
Tabel 3.1 Data Curah Hujan dari mulai Tahun 1991-2008
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1991 152.1 159 237.3 122.5 319.7 113.3 18.2 47.9 28.2 80 281.9 193.1
1992 42.4 42.8 22.6 127.9 213.6 202.8 153 91.7 220.6 165.3 149.1 133.8
1993 88.9 187.5 165.7 124.5 228.4 232.4 89.2 105.8 92 122.4 126.5 147.5
1994 319.9 237.4 279.8 237.4 226.3 319.7 75.6 45 42 139.2 100 312.7
1995 195.3 92.9 139.6 295.5 177.7 331.8 164.8 161 220 148.1 234 217.3
1996 240 275.5 126.1 152.1 252.7 227.9 91.6 258.7 159 251.1 243.8 290
1997 319.8 412.8 179.4 147.2 105.5 75.7 46.6 8 4 56.5 135.5 187.6
1998 15.3 2.5 0 10.5 76.2 262.1 191.8 182.2 122.3 241.1 213.8 338
1999 222.1 392.2 218.5 180.7 170.5 121.3 129.8 203.7 226.3 317.6 255.1 264.2
2000 188.8 308.3 265.9 138.5 249.4 279.6 118.2 101 209.1 175.3 381.4 168.7
2001 156.4 307.3 235.7 157.6 189.7 109.7 98.4 26.4 167.7 134.1 220.8 112.1
2002 156.9 128.2 284.4 190 130 180.6 76.4 32.7 73.5 140.1 101.7 181
2003 253.2 157.9 417.3 135.7 244.9 79.8 44.5 95.6 273.8 220.9 203.7 217.9
2004 339.7 224.3 401.6 384.8 367.6 55.4 100.1 0 236.7 2.1 300.9 178.3
2005 200.7 38.9 225.4 336.3 199.4 98.6 271 145.4 94.1 339.6 304.5 296.5
2006 227.8 206.8 214.6 206.6 306.5 184.6 24.4 97.5 107.7 69.9 190.6 110
2007 258 154.6 234.2 405.2 291.2 255 253 113 174.5 114.3 190.8 165.8
2008 222 192 246.5 333.71 125.75 156.5 - - - - - -
TahunCurah Hujan (mm)
Sumber : Data Praktikum Perencanaan Modul Hidrologi Tahun 2014
13
Tabel 3.2Data Hari Hujan dari mulai Tahun 1991-2008
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1991 20 17 19 19 28 17 9 8 6 15 20 12
1992 13 9 6 15 18 21 28 16 21 17 21 23
1993 14 16 18 16 20 20 11 9 17 17 21 23
1994 24 17 24 25 24 18 5 13 1 19 15 19
1995 10 16 19 19 20 24 24 27 19 23 27 27
1996 27 25 13 19 21 25 17 24 18 22 24 24
1997 18 24 2 19 16 9 10 1 3 13 15 15
1998 4 2 1 6 18 17 23 26 22 24 20 28
1999 17 17 28 21 24 20 29 29 21 27 19 21
2000 21 21 21 24 21 26 18 21 24 24 21 18
2001 24 22 22 24 20 16 17 4 23 20 19 15
2002 16 14 22 19 18 20 10 6 10 11 24 17
2003 18 14 20 23 18 17 18 16 20 20 20 20
2004 18 22 24 21 24 13 23 1 21 7 19 23
2005 19 10 13 24 22 23 22 13 13 23 26 25
2006 19 18 18 21 22 22 5 10 9 6 20 22
2007 6 3 4 7 3 4 4 2 2 2 3 3
2008 3 3 5 5 2 2
TahunHari Hujan
Sumber : Data Praktikum Perencanaan Modul Hidrologi Tahun 2014
14
1. Menghitung Data Curah Hujan per Hari Hujan dalam Setahun
Curah Hujan per Hari Hujan =Curah Hujan per Tahun Bulan Januari Hari Hujan per Tahun Bulan Januari
=152.1 mm20
= 7.605 mm/hari hujan dalam setahun di tahun
1991
2. Menghitung Curah Hujan Tertinggi dalam Setahun
Curah Hujan Maksimal = Data Curah Hujan dari Bulan Januari –
Desember
= 16.091 mm (Tertinggi di Tahun 1991 pada Bulan
Desember)
Pada Persamaan Distribusi E.J. Gumbell diperlukan data Xrata-rata.
Dapat dicari secara Aritmatika, yaitu dengan rumus :
Dimana :∑x = Jumlah curah hujan maxn = Banyaknya data curah hujan max
X rata-rata = 532.89 18
= 29.60 mm
Setelah data curah hujan tersebut dihitung, maka didapatkan beberapa
pengolahan data seperti :
Koreksi rata-rata curah hujan,
Standar deviasi,
Koreksi simpangan besaran curah hujan, dan
Menentukan curah hujan rencana.
Untuk curah hujan rencana di dapatkan hasil pengolahan data sebagai
berikut :
Tabel 3.3Periode Ulang Hujan Rencana
Periode Hujan yt sd snCurah Hujan Rencana I
(CHR) (mm/jam)
2 0.3665129 28.06726229 1.078461574 25.61609164 5.5944293
C urah Hujan per Hari Hujan =Curah Hujan per TahunHari Hujan per Tahun
X rata-rata = ∑x n
15
4 1.2458993 48.50236727 10.59268
6 1.7019834 60.37208099 13.184968
8 2.0134187 68.47727185 14.955102
10 2.2503673 74.64392632 16.301869
3.2 Pengujian Falling Head
Pada pengujian falling head, lapisan yang diuji adalah lapisan yang
diperkirakan bersifat permeable atau impermeable yang dianggap sebagai
sumber air yang berpotensi merembes masuk ke dalam bukaan tambang. (modul
praktikum perencanaan dan simulasi tambang. Unisba tahun 2014)
Perhitungan debit air tanah yang merembes melalui lapisan batuan
dilakukan dengan pendekatan rumus yang sederhana, yaitu
Keterangan :
Q = Debit air limpasan (m3/detik),
k = Koefisien Permeabilitas (m/detik),
i = Gradien Hidraulik
A = Luas Permukaan Batuan yang Dirembesi Air Tanah (m2).
Untuk menghitung nilai koefisien permeabilitas (k) menggunakan rumus
sebagai berikut
Keterangan :
k = Koefisien Permeabilitas (m/s),
A = Luas Penampang dari Kolom Air (m2),
F = Shape Factor yang disesuaikan dengan kondisi bottom dari lubang,
T1,t2 = Pengukuran Perubahan Waktu Penurunan Level Air (detik),
H1,h2 = Level Air Di dalam Pipa
Dengan ketentuan bahwa nilai, L > 4D maka di dapatkan hasilnya
sebagai berikut
Q = k I A
k = AF (t2-t1)
x Ln H1H2
16
Gambar 3.1Sketsa Pengujian Falling Head
Tabel 3.4Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Claystone
NoWaktu (T)
Penurunan Air Tanah (he)
Penambahan Air Tanah
ht = Hw - he (cm)
ht/hwKeteranga
n
T (detik
)(menit) (cm)
1 1 0.1 99.9 0.999 60
2 2 0.2 99.8 0.998 1203 3 0.3 99.7 0.997 180
4 4 0.4 99.6 0.996 240
5 5 0.4 99.6 0.996 3006 6 0.5 99.5 0.995 3607 7 0.5 99.5 0.995 4208 8 0.5 99.5 0.995 4809 9 0.6 99.4 0.994 54010 10 0.7 99.3 0.993 60011 12 0.8 99.2 0.992 72012 14 0.9 99.1 0.991 84013 16 1 99 0.990 96014 18 1.1 98.9 0.989 108015 20 1.2 98.8 0.988 120016 25 1.9 98.1 0.981 150017 30 2.2 97.8 0.978 1800
Sumber : Data Praktikum Perencanaan dan Simulasi Tambang Tahun 2014
Dengan datanya adalah sebagai berikut untuk semua lapisan yang diuji :
Hw = 100 cm,
L = 4 Inc = 10.16 cm,
4D = 40.64 cm, L>4D
A = 81.03.
Didapatkan grafik hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu seperti pada
grafik dibawah ini
17
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 20000.965
0.970
0.975
0.980
0.985
0.990
0.995
1.000
1.005
Grafik Hubungan HT/HW dengan T
Waktu (T) (Detik)
HT/
HW
(cm
)
Gambar 3.2Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Claystone
Tabel 3.5Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas)
Lapisan Diameter ( Cm ) H1 H2
T1 T2
FK
(detik)(detik
)(cm/det)
Claystone 10.160.99
50.98 410 1380 137.315 6.76E-06
Tabel 3.6Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 1
NoWaktu (T)
(menit)Kedalaman MAT (he) dalam (cm)
Penambahan MAT
ht = Hw - he ( cm)
ht/hwKeteranga
nT
(detik)
1 1 0.6 99.4 0.994 602 2 2 98 0.980 1203 3 3.5 96.5 0.965 1804 4 5.7 94.3 0.943 2405 5 6.8 93.2 0.932 3006 6 8 92 0.920 3607 7 9.1 90.9 0.909 4208 8 10 90 0.900 4809 9 12 88 0.880 540
10 10 12.5 87.5 0.875 60011 12 15 85 0.850 72012 14 17 83 0.830 84013 16 19 81 0.810 96014 18 21 79 0.790 108015 20 23 77 0.770 120016 25 27 73 0.730 1500
18
17 30 31 69 0.690 1800
50 250 450 650 850 1050 1250 1450 16500.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
Grafik Hubungan HT/HW dengan T
Waktu (t) (detik)
HT/
HW
(cm
)
Gambar 3.3 Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batubara ke 1
Tabel 3.7Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas)
Lapisan Diameter ( Cm )H1 H2 T1 T2 F K
(detik) (detik) (cm/det)
Coal 10.16 0.98 0.78 200 1300 137.3151 1.22E-04
Tabel 3.8Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batupasir
NoWaktu (T)
(menit)Kedalaman MAT (he) dalam (cm)
Penambahan MAT
ht = Hw - he ( cm)
ht/hw
Keterangan
T (detik
)
1 1 64 36 0.360 602 2 87 13 0.130 1203 3 90 10 0.100 1804 4 90 10 0.100 2405 5 92 8 0.080 3006 6 92 8 0.080 3607 7 92 8 0.080 4208 8 93 7 0.070 4809 9 93 7 0.070 54010 10 93 7 0.070 60011 12 94 6 0.060 72012 14 94 6 0.060 84013 16 94 6 0.060 96014 18 94 6 0.060 108015 20 94 6 0.060 120016 25 96 4 0.040 150017 30 96 4 0.040 1800
19
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 20000.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.350
0.400
Grafik Hubungan HT/HW dengan T
Waktu (T) (Detik)
HT/
HW
(cm
)
Gambar 3.4Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batupasir
Tabel 3.8Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas)
Lapisan Diameter ( Cm )H1 H2 T1 T2 F K (detik) (detik) (cm/det)
Sandstone 10.16 0.13 0.065 120 1020 137.3151 0.015683599
Tabel 3.9Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 2
NoWaktu (T)
(menit)Kedalaman MAT (he) dalam (cm)
Penambahan MAT
ht = Hw - he ( cm)
ht/hw KeteranganT
(detik)
1 1 20 80 0.800 602 2 35 65 0.650 1203 3 42 58 0.580 1804 4 51 49 0.490 2405 5 63 37 0.370 3006 6 69 31 0.310 3607 7 72 28 0.280 4208 8 75 25 0.250 4809 9 76 24 0.240 540
10 10 78 22 0.220 60011 12 80 20 0.200 72012 14 82 18 0.180 84013 16 85 15 0.150 96014 18 86 14 0.140 108015 20 87 13 0.130 120016 25 89 11 0.110 1500
20
17 30 90 10 0.100 1800
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 20000.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0.700
0.800
0.900
Grafik Hubungan HT/HW dengan T
Waktu (T) (Detik)
HT/
HW
(cm
)
Gambar 3.5Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batubara ke 2
Tabel 3.10Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas)
Lapisan Diameter ( Cm ) H1 H2T1 T2 F
K(detik) (detik) (cm/det)
Coal 2 10.16 0.45 0.14 280 1190 137.3151 7.57E-04
Tabel 3.11Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 3
NoWaktu (T)
(menit)Kedalaman MAT (he) dalam (cm)
Penambahan MAT
ht = Hw - he ( cm)
ht/hwKeteranga
nT
(detik)
1 1 8 92 0.920 602 2 8.5 91.5 0.915 1203 3 9.5 90.5 0.905 1804 4 10 90 0.900 2405 5 11 89 0.890 3006 6 12 88 0.880 3607 7 13 87 0.870 4208 8 14 86 0.860 4809 9 14.5 85.5 0.855 54010 10 15.5 84.5 0.845 60011 12 17 83 0.830 72012 14 18.5 81.5 0.815 84013 16 19 81 0.810 96014 18 21.5 78.5 0.785 108015 20 22 78 0.780 1200
21
16 25 25 75 0.750 150017 30 26 74 0.740 1800
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 20000.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0.700
0.800
0.900
1.000
Grafik Hubungan HT/HW dengan T
Waktu (T) (Detik)
HT/
HW
(cm
)
Gambar 3.6Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batubara ke 3
Tabel 3.11Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 3
Lapisan Diameter ( Cm ) H1 H2T1 T2 F
K(detik) (detik) (cm/det)
Coal 3 10.16 0.89 0.81 380 980 137.3151 9.26E-05
Untuk menghitung debit air yang masuk ke dalam tambang, digunakan
debit air limpasan permukaan (surface run off) dan debit air tanah. Perhitungan
debit air yang masuk ke tambang dibatasi dengan daerah tangkapan hujan
(catchment area).
Untuk menghitung debit air limpasan permukaan yang akan masuk ke
dalam tambang, terlebih dahulu dengan menentukan luasan daerah tangkapan
air hujan (catchment area). Penentuan luasan catchment area ini, dapat
dilakukan secara manual pada peta arah aliran air sungai ataupun dapat
menggunakan software dengan berdasarkan ketinggian garis kontur, dan
perkiraan kemana air tersebut akan tertampung.
Luasan catchment area ditentukan pada daerah yang memiliki daerah
yang memiliki ketinggian yang rendah dan merupakan daerah yang
22
memunggungi perbukitan ataupun gunung-gunung. Sehingga air hujan akan
tertahan dan terkumpul pada daerah tersebut.
Gambar 3.7Arah Aliran Air Permukaan di Lokasi Sekitar Penambangan
Gambar 3.2Catchment area
23
Seperti dapat dilihat pada gambar 3.2, bahwa luasan catchment area
ditentukan dengan perkiraan pada daerah sekitar tambang dimana air akan
diperkirakan terperangkap dan berkumpul. Terlihat pada gambar 3.2, catchment
area ditunjukkan oleh tanda panah warna merah.
Setelah penentuan luasan catchment area, dilakukan perhitungan debit
air limpasan permukaan pada catchment area, dengan menggunakan Rumus
Rational dapat dihitung sebagai berikut :
Q = C x I x A
Keterangan :
Q = Debit air limpasan permukaan (m3/jam)
C = Koefisien Limpasan
I = Intensitas Curah Hujan (m/jam)
A = Luasan Daerah (m2)
3.3 Perhitungan Debit Air Limpasan Permukaan (Surface Run Off)
Debit Air limpasan permukaan (surface run off) merupakan penjumlahan
antara air limpasan permukaan pada catchment area dan air limpasan
permukaan pada pit.
3.3.1 Catchment Area
Diketahui :
C = 0.65 (catchment area berupa daerah lapisan tanah penutup)
I = 0.005594429 m/jam (dari perhitungan intensitas curah hujan
menggunakan rumus mononobe)
A = 22400 m2 (luasan catchment area)
Maka didapat :
Qca = C x I x A
= 0.65 x 0.005594429 m/jam x 22400 m2
= 81.45489076 m3/jam
3.3.2 Pit
Diketahui :
C = 0.75 (dasar pit dan jenjang)
I = 0.005594429 m/jam (dari perhitungan intensitas curah hujan
menggunakan rumus mononobe)
A = 1464500 m2 (luasan pit)
24
Maka didapat :
Qpit = C x I x A
= 0.75 x 0.005594429 m/jam x 1464500 m2
= 6144.781294 m3/jam
Maka, jumlah debit air limpasan permukaan yang masuk ke dalam
tambang adalah:
Qtotal = Qca + Qpit
Qtotal = Qca + Qpit
= 81.45489076 m3/jam + 6144.781294 m3/jam
= 6226.236184 m3/jam
Tabel 3.12Perhitungan Debit Air Limpasan Permukaan
Catchment Area
A(m2) A (Ha)I
(mm/jam)I (m/jam) C
Q (m3/jam)
CA 22400 2.245.594429
310.0055944
290.65
81.45489076
Pit 1464500 146.455.594429
310.0055944
290.75
6144.781294
Limpasan6226.2361
84
3.4 Perhitungan Debit Air Tanah
Perhitungan debit air tanah dilakukan pada setiap lapisan tanah yang ada
dalam pit tersebut. Untuk litologinya, dapat diketahui dari data pemboran
geoteknik yang dilakukan sebelumnya. Untuk menghitung debit air tanah
digunakan rumus Darcy, yaitu :
Q = K x I x A
Keterangan :
Q = Debit air tanah (m3/jam)
K = Konduktivitas Hidraulik (m/s)
I = Gradien Hidraulik (m/jam)
A = Luasan Daerah (m2)
Setelah diketahui litologi, maka perhitungan debit air tanah dihitung pada
setiap litologi lapisan pada pit. Contohnya perhitungan debit air tanah pada
lapisan claystone :
Diketahui :
Tebal Lapisan : 0.5 m
25
Panjang Bukaan Pit : 6341.274 m
K : 6.763 x 10-8 m/s (didapat dari hasil pengujian falling head)
I : h1-h2/L = 0.0002
A : 3170.637 m2
Maka didapat :
Q = K x I x A
= 6.763 x 10-8 m/s x 0.0002 x 3170.637 m2 = 0.000154393 m3/s
= 0.000154393 m3/s x 3600 s/jam
= 4.288 x 10-8 m3/jam
Untuk perhitungan debit air tanah pada setiap lapisan, dapat dilihat pada
tabel 3.13. Setelah didapat debit air tanah tiap lapisan, kemudian jumlahkan
semuanya, sehingga didapatkan debit air tanah total pada pit tersebut.
Tabel 3.13Perhitungan Debit Air Tanah
lokasi
LitologiTebal (m)
Panjang
Bukaan
K (m/detik)
Luas (m2)
IQ
(m3/jam)Q(m3/detik)
PITClaysto
ne0.5
6341.274
6.76314E-08
3170.637
0.00020.000154
3934.28869E
-08
PIT Coal 0.56341.2
740.000122
4543170.63
70.004
5.590909021
0.00155303
PITSandsto
ne0.5
6341.274
0.000475626
3170.637
0.010456.46095
5040.015683
599
PIT Coal 0.56341.2
740.000757
173170.63
70.0062
53.58388198
0.014884412
PIT Coal 0.56341.2
749.26359E
-053170.63
70.0016
1.691798202
0.000469944
Air Tanah117.3276
9860.032591
027
3.5 Estimasi Kebutuhan Pompa
Kebutuhan pompa disesuaikan dengan kapasitas pompa dan besarnya
debit air yang akan di pompa. Debit air yang akan dipompa merupakan debit air
yang diperkirakan masuk ke dalam tambang, dapat berupa air limpasan maupun
air tanah. Maka debit air yang masuk ke tambang, merupakan penjumlahan
antara kedua debit tersebut.
Q air yang masuk dalam tambang = QSRO + QAQ
Dimana:
QSRO = Debit air limpasan permukaan (m3/jam)
26
QAQ = Debit Air Tanah (m3/jam)
Maka, debit air total yang akan masuk dalam tambang adalah:
Qtotal = QSRO + QAQ
= 6226.236184 m3/jam + 117.3276986 m3/jam
= 6343.563883 m3/jam
Dengan jumlah debit air tersebut, dapat diperkirakan kapasitas pompa
dan jumlah kebutuhan pompa, yaitu dengan spesifikasi pompa :
Tipe Pompa : Pentair Mixed Flow Pump
Kapasitas : 150 – 11.000 m3/jam (660-48.431 USGPM)
Head : 5 – 40 mlc (16-131 feet)
Gambar 3.3Pentair Mixed Flow Pump
Dengan menggunakan kapasitas pompa hingga 11.000 m3/jam, maka
dapat diasumsikan bahwa kapasitas pompa 10.000 m3/jam dan jam kerja pompa
12 jam dalam sehari, maka estimasi pompa yang dibutuhkan adalah
= Q(Kapasitas Pompa x Jam Kerja Pompa)
= 6343.564 m3/jam
(10.000 m3jam
x 12 jam/hari)
= 1.2 buah pompa = 2 buah pompa
Tabel 3.14
27
Estimasi Kebutuhan Pompa
LokasiLimpasan (m3/jam)
Air Tanah (m3/jam)
Q (m3/jam)Q
(m3/hari)
Kap. Pompa (m3/jam)
Jam Kerja
Pompa
Estimasi Pompa
PIT6226.2361
84117.32769
866343.5638
83152245.53
3210000 12
1.268712777
28
BAB IV
ANALISA
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat dianalisa
bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang termasuk ke dalam kategori
jenuh dengan debit air total daerah tersebut tergolong cukup besar, yaitu
6343.563883 m3/jam. Hal ini berarti apabila terjadi hujan, debit air yang harus di
atasi agar tidak mengganggu proses produksi, sebesar jumlah debit tersebut.
Untuk menanggulanginya, maka dapat dilakukan upaya penirisan tambang.
Upaya penirisan tambang ini dilakukan dengan cara memompa air yang masuk
ke dalam tambang dan mengalirkannya ke dalam kolam penampungan (sump)
ataupun dapat dicegah dengan pembuatan saluran keliling yang dapat
menampung debit air yang akan masuk ke dalam pit.
Pembuatan saluran keliling di sekitar pit ini dapat menampung debit air
dengan volume sebesar 1463.782 m3. Jadi, hal ini dapat mengurangi debit air
yang akan masuk ke dalam pit dan memperingan kinerja dari pompa.
29
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa hidrogeologi sangat berpengaruh terhadap suatu tambang, terutama
masalah air yang akan mengganggu produksi dari suatu tambang. Maka untuk
menanggulanginya, dimanfaatkan ilmu hidrogeologi untuk penyaliran dan
penirisan tambang.
Catchment area merupakan daerah yang dibuat sebagai luasan yang
berguna untuk menampung atau menangkap air hujan. Pada daerah tangkapan
hujan ini, diperkirakan air hujan akan mengalir di daerah tersebut, sebelum
mengalir ke saluran hingga ke danau, sungai ataupun laut. Pembuatan
catchment area, sangat bergantung pada kondisi topografi daerah tersebut dan
debit limpasan air permukaan (surface run off).
Debit air limpasan permukaan (QSRO) pada bukaan tambang seluas 2.24
dan pada catchment area seluas 146.45 Ha, dengan intensitas hujan
0.005594429 m/jam adalah sebesar 6343.563883 m3/jam. Sedangkan debit air
tanahnya (Qaq) sebesar 117.3276986 m3/jam.
Dari debit air total yang harus diatasi agar kegiatan penambangan tetap
berproduksi dan permasalahan air dapat tertasi, maka dibutuhkan 2 buah pompa
Pentair dengan model Mixed Flow Pump dengan kapasitas 10.000 m3/jam.
30
DAFTAR PUSTAKA
Rudi. Z., 2002, dalam Buku Ajar Hidrogeologi dalam Perencanaan Tambang,
ITB. “Hidrogeologi dalam Perencanaan Tambang”. Bandung. Dikutip
dari E-book, diakses pada tanggal 16 November 2014 pukul 22.45 WIB
Zakaria, Ir., MT. 2011, dalam Jurnal Kuliah, “Hidrogeologi”. Universitas
Padjadjaran. Bandung. Dikutip dari E-book, diakses pada tanggal 16
November 2014 pukul 20.20 WIB
L.A. Ayres de Silva,A.P. Chaves,W.T. Hennies. 1996, terjemahan dari Buku
“Mine Planning and Equipment Selection”. Dikutip dari E-book,
diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 01.34 WIB