KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan inayah-Nya, Saya dapat
menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul Diabetes mellitus dengan selulitis ini tepat
waktu, tak lupa shalawat serta salam, tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membimbing kita ke dalam naungan agama yang lurus.
Laporan Kasus ini dibuat bertujuan untuk menambah pengetahuan baik untuk penulis
maupun pembaca pada umumnya tentang pterygium. Selain itu, laporan kasus ini dibuat
untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam
pembuatan laporan kasus ini, kepada orang tua yang telah mendukung penulis baik material
dan spiritual, tidak lupa ucapan terima kasih kepada Dr.Hj. Ihsanil Husna, Sp.PD selaku
dokter pembimbing, serta keluarga dan rekan-rekan yang turut mendukung terbentuknya
laporan kasus ini.
Dalam laporan kasus ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu,
saya harapkan kritik dan saran dari teman-teman, pembaca, dokter pembimbing.
Jakarta, 2 Januari 2014
Penulis
1
BAB I
STATUS PASIEN STASE INTERNA
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Mahmud Setia
Usia : 63 th
Tempat tanggal lahir : Bandung, 1 Januari 1950
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Teguh VI No. 61, Kelapa Gading Barat
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
Status Pernikahan : Menikah
No. RM : 00168409
Dokter yang merawat : dr. Ihsanil Husna, Sp.PD
Ruang : Matahari dua
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 11 Desember 2013
Keluhan Utama:
Pasien datang ke IGD RSIJ CP dengan keluhan kaki kanan bengkak sejak 1 minggu yl
SMRS.
Keluhan tambahan :
Badan terasa pegal-pegal, demam, tenggorokan gatal, baal pada kaki, badan terasa lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pesien datang ke IGD RSIJ CP dengan keluhan kaki kanan bengkak sejak 1 minggu yl
SMRS. Bengkak timbul setelah berjalan-jalan, saat berjalan pasien menggunakan sandal
jepit, bengkak dirasakan semakin lama semakin membesar, pada kaki yang bengkak terdapat
bercak-bercak kemerahan, kadang-kadang disertai keluar cairan berwarna putih yang
merembes dari kaki. Nyeri disangkal. Terasa hangat di bagian kaki kanan, kaki kanan pasien
saat ini terasa baal. Saat ini pasien juga mengeluhkan badan terasa pegal-pegal, badan terasa
lemas, kadang-kadang badan terasa panas.Pasien juga mengeluhkan tenggorokan terasa
gatal, batuk (-).
2
Pasien menderita kencing manis sejak tahun 1995 dan tidak terkontrol dengan baik,
pasien selalu ingin makan terus menerus, kadang-kadang suka terbangun malam hari untuk
BAK sebanyak >3x, sering haus, berat badan dirasakan lama-lama semakin berkurang.
Pasien belum BAB selama 3 hari, BAK sedikit akhir-akhir ini.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung. Riwayat hipertensi 6 bulan yang lalu,
pasien sering dirawat karena DM, 9 bulan yang lalu pasien pernah operasi katarak pada
kedua matanya, operasi ulkus pada jari 1-3 kaki kanan 6 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
“Riwayat DM keluarga pasien”
Riwayat pengobatan
Pasien saat ini mengkonsumsi obat metformin dan glibenklamid untuk diabetesnya. Nifedipin
untuk darah tingginya.
Riwayat Makanan
Pasien makan 3 kali sehari dengan porsi yang lumayan banyak
Riwayat Psikososial
Merokok, minum alkohol disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 37 0 C
Nadi : 86 x/ menit
Pernafasan : 24 x/menit
3
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 80 kg
BMI : 80 / (1,7)2 = 27,6 (obesitas 1)
BBI : (170-100) – 10% = 63kg
Pemeriksaan Umum
Kepala : normocephal
Rambut : berwarna putih, tidak mudah dicabut
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil tidak isokor
Hidung : normotia, deviasi septum (-), secret -/-, rhinore -/-
Telinga : normotia, otore -/-, serumen -/-
Mulut : caries (+), lidah kotor (+), tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Thorak:
Paru
Inspeksi : bentuk dada normochest. Pergerakan dinding dada simetris, skar (-)
Palpasi : vokal fremitus paru kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS 5, pada garis midclavikularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternalis dextra Batas jantung kiri atas pada ICS IV linea parasternalis sinistra Batas kiri bawah pada ICS VI linea axilla anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung reguler normal, murmur(-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : perut tampak cembung
4
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada keempat kuadran
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas atas : akar hangat +/+, edema -/-, RCT < 2 detik, telapak tangan pucat +/+
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema +/-, RCT > 2 detik kaki kanan, pitting edem
+/-, telapak kaki pucat +/+
Status lokalis : bengkak (+), kemerahan(+), keluar cairan berwarna putih bening (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 10 Desember 2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 6,8 g/dL 11,7-15,5
Leukosit 20600 /µL 3,6-11,0
Hematokrit 21 % 35-47
Trombosit 238 ribu/µL 130-440
Eritrosit 2.37 106/µL 3,80-5,20
MCV 90 Fl 80-100
MCH 28 Pg 26- 34
MCHC 34 g/dL 32-36
GDS 557 mg/dL 70-200
SGOT 34 U/L 10-31
5
SGPT 31 U/L 9-36
Ureum darah 207 mg/dL 10-50
Kreatinin darah 11,7 mg/dL <1,4
Natrium 132 mEq/L 135-147
Kalium 6,9 mEq/L 3,5-5,0
Klorida 97 mEq/L 94-111
Keton darah Negatif Negatif
VI . RESUME
Seorang laki-laki usia 63 tahun datang ke RSIJ CP dengan keluhan kaki kanan
bengkak sejak 1 minggu yang lalu SMRS. Kaki bengkak dirasakan setelah berjalan-jalan,
badan terasa lemas, bengkak semakin lama semakin membesar, eritema (+), keluar cairan (+),
mialgia (+), febris (+), nausea (+), belum BAB selama 3 hari. BAK sedikit, Menderita DM
sejak 1995, Polidipsi (+), polifagi (+), poliuri (+),badan terasa lemas, saat ini mengkonsumsi
metformin, glibenklamid, nifedipin, riwayat operasi katarak 9 bulan yl, operasi ulkus 6 bulan
yl.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran CM, TD: 140/90mmhg, N: 84x/m,
RR: 24x/m, S: 37°c, IMT 27,6, konjungtiva anemis +/+, lidah kotor (+),telapak tangan dan
kaki pucat(+), ekstremitas bawah kanan tampak kaki bengkak, eritema (+), teraba hangat,
keluar cairan berwarna putih (+), pitting edem (+). CRT>2 detik. Pemeriksaan lab :HB 6,8
g/dl, leukosit 20600/ul, GDS : 557 mg/dl, SGOT: 34u/L, Natrium : 132 mEq/L, kalium : 6,9
mEq/L, ureum darah 207 mg/dl, kreatinin 11,7 mg/dl.
VI. DAFTAR MASALAH
1. Acute kidney injury
2. Hiperglikemia e.c Diabetes Melitus tipe 2
3. Selulitis e.c infeksi bakterial
4. Anemia
5. Hiponatremia
6. Hiperkalemia
6
7. Obesitas tipe 1
VII. ASSESTMENT
1. Acute kidney Injury
S: akhir-akhir ini buang air kecil sedikit tiba-tiba
O: Natrium : 132 mEq/L
kalium : 6,9 mEq/L
ureum darah 207 mg/dl
kreatinin 11,7 mg/dl
A: Acute kidney injury e.c diabetes tipe 2 DD/ Chronic kidney disease
P: - Rencana diagnostik: pasang DC, hitung GFR, periksa protein urin,USG
ginjal
- Terapi: R/ Hemodialisa
2. Hiperglikemia e.c diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol
S: Pasien sudah menderita diabetes sejak tahun 1995, Polidipsi (+), polifagi(+),
poliuri(+), saat ini mengkonsumsi metformin, glibenklamid tetapi tidak rutin.
O: GDS: 557 mg/dl
A: Hiperglikemia e.c Diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol DD/ KAD
P: - Rencana diagnostik : Pemeriksaan kadar keton darah, analisa gas darah,
HbA1C.
- Terapi : pemberian insulin 4 UI/6 jam
- Edukasi : memberi tau pasien agar rajin kontrol ke dokter, meminum obat
dengan rutin, konsul bagian gizi
3. Selulitis e.c infeksi bakteri
S: Pasien mengeluhkan kaki kanan bengkak sejak 1 minggu yl, bengkak timbul tiba-
tiba sehabis berjalan-jalan, bengkak dirasakan semakin lama semakin membesar,
bengkak juga disertai warna kemerahan dan keluar cairan berwarna putih bening.
Teraba hangat
O:Ektremitas bawah kanan tampak edema, kemerahan, pitting edema (+), teraba
hangat
A: Selulitis e.c infeksi bakteri DD/ gram positif
gram negatif
aerob atau anaerob
P: - Rencana diagnostik : kultur pus
- Terapi : Ceftriaxone 1x2gr, pasang verban, konsul dokter bedah
7
- Edukasi : menjaga kebersihan kaki, selalu memakai alas kaki ketika
berjalan
4. Hipertensi stage I
S: (-)
O: TD : 140/90mmHg
A: hipertensi stage 1
P: - Terapi: nifedipin 10mg 1x1
- Edukasi: memberitahu pasien untuk selalu kontrol TD, dan minum obat
secara rutin.
4. Anemia
S : pasien mengatakan badannya terasa lemas
O : Hb : 6,8 g/dl, MCV 90 fl, MCH 28 pg, MCHC 34 g/dl, telapak tangan dan kaki
terlihat pucat (+), konjungtiva anemis +/+
A : Anemia normokromik normositer DD/ e.c CKD
P : R/ transfusi darah
5. Hiponatremia
S : (-)
O : Na : 132 mEq/L
A : Hiponatremia
P : Infus dengan Nacl 0,9%
6. Hiperkalemia
S : pasien merasakan lemas pada badan
O : K : 6,9 mEq/L
A : Hiperkalemi
P: - Terapi : Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, bolus intravena, lalu
diikuti dengan infus Dekstrosa 5% untuk mencegah terjadinya
hipoglikemi.
- Edukasi: diit rendah kalium
7. Obesitas 1
S :
O: IMT : 27,6
A: obesitas tipe 1
P: - edukasi: Olahraga rutin seminggu 3x minimal 30 menit/hari, menjaga makanan
sehari-hari.
8
Follow Up
Tanggal 10-12-13
Tanggal
/jamS O A P
10/12/13
Pukul
21.30
Pasien masuk ke
bangsal matahari dua
dengan keluhan kaki
kanan bengkak sejak 1
minggu yl, badan
pegal-pegal, demam,
riwayat DM
Sakit sedang, CM
TD:140/90mmhg
S: 37,5°c N: 88x/m
RR: 24x/m GDS :
557mg/dl Leukosit :
20600/ul, Hb : 6,8g/dl,
Na : 132 mEq/L, K :
6,9 mEq/L, ureum
darah : 207mg/dl,
kreatinin : 11,7 mg/dl,
telapak tangan dan
kaki pucat, kaki
bengkak, eritema,
hangat, keluar cairan.
1. Acute kidney
injury
2. Hiperglikemia
e.c Diabetes
Melitus tipe 2
3. Selulitis e.c
infeksi
bakterial
4. Anemia
5. Hiponatremia
6. Hiperkalemia
7. Obesitas tipe 1
- IVFD NaCl
0,9%
- Paracetamol 3x1
- Inj ranitidine
2x1
- Periksa keton
dan HbA1c
11/12/13
Pukul
07.30
Pasien mengeluhkan
perut terasa nyeri,
mialgia (+),
Sakit sedang, apatis
TD: 130/80 N: 84x/m
RR: 20x/m, nyeri
tekan epigatrium (+),
keton (-) HbA1c 8,9%
1. Acute kidney
injury
2. Hiperglikemia
e.c Diabetes
Melitus tipe 2
3. Selulitis e.c
infeksi
bakterial
4. Anemia
5. Hiponatremia
6. Hiperkalemia
7. Obesitas tipe 1
- Cairan ganti
dengan RL/8jam
- Insulin 4 UI/
6jam
- Cek GDS/6jam
- Ceftriaxone
1x2gr
- Ranitidine inj
2x1
- Paracetamol 3x1
- Syring pump
insulin 1 UI/jam
9
- Konsul dokter
bedah
12/12/13 Badan terasa lemas, Tampak sakit sedang,
apatis. TD: 120/80
mmhg, N: 90x/menit,
RR: 20x/m S: 36,5°c,
GDS : 58mg/dl pukul
05.30
1. Acute kidney
injury
2. Hiperglikemia
e.c Diabetes
Melitus tipe 2
3. Selulitis e.c
infeksi
bakterial
4. Anemia
5. Hiponatremia
6. Hiperkalemia
7. Obesitas tipe 1
- Stop syring
pump insulin
- Inj dext 40% 2
flc
- Infuse dext 10%
- Cek GDS 1 jam
kemudian
- Dari dokter
bedah instruksi
ceftriaxone
2x2gr
Pukul
14.15
Pasien apneu - RJP dan injek
adrenalin 1 ampl
- Pasien
meninggal pukul
14.20
BAB II
10
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
keduanya.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes
melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.
WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah
penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah
penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita
diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di
Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur. 2
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai
penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh
darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti
penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan
demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting
untuk diketahui dan dimengerti 3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin. 4
3.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2010,
yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan
dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya
normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur
hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan
dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
12KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI
1998
A
3.3 Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes
melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.
WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah
penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah
penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita
diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di
13
DM TIPE 1:
Defisiensi
insulin absolut
akibat destuksi
sel beta,
karena:
1.autoimun
2. idiopatik
DM TIPE 2 :
Defisiensi insulin
relatif :
1, defek sekresi
insulin lebih
dominan daripada
resistensi insulin.
2. resistensi insulin
lebih dominan
daripada defek
sekresi insulin.
DM TIPE LAIN :
1. Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity onset diabetes of the young
Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis
Pankreatektomy
3.Endokrinopati : akromegali, cushing,
hipertiroidisme
4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
5.Akibat virus: CMV, Rubella
6.Imunologi: antibodi anti insulin
7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter
DM
GESTASIONAL
Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2
3.4 Patogenesis
3.4.1 Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas
sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya
masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan
genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini
merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap
ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan
limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap
sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5
3.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama
tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.
Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar
insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga
meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk
hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi
insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5
3.5 Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga
keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu
makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikit nya 8 jam, atau
14
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air.8
Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT
(glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
3.6 Komplikasi4
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan
hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir
hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun,
asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat
diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak
yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang
kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang
bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang
mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD
15
adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum
(+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit
dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600
mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan
ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen
karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM
tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi
tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik:
lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit
bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik
yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium
gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran
dengan atau tanpa kejang.
Penyulit menahun
Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan
inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-
titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok.
Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina
darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan
konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat
gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-
protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke
bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa
terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak.
Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum
16
timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk
mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat
progresivitas kerusakan retina.
Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit
pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria
akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan
menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis
nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila
terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah
menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic
kidney disease.9
Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang
sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di
malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6
Makroangiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama
untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9
17
3.7 Penatalaksanaan4
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan
kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai
dari :
a. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat.
b. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas
fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan,
masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan
infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan
pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah
status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang
bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
18
Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%,
Lemak 20-25% dan Protein 10-15%.
KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.
Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber
karbohidrat
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal
70% dari total kebutuhan perhari
Jumlah serat 25-50 gram/hari.
Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.
Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah
pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa.
Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari
Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .
Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar
0,8-1,0 mg/kg BB/hari .
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg
BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibandingkan protein hewani.
LEMAK
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori perhari.
Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.
B. Kebutuhan Kalori
19
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal
ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan dan lain-lain.
PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI
Kebutuhan basal :
Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori
Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori
Koreksi :
umur
40-59 th : -5%
60-69 : -10%
>70% : -20
aktivitas
Istirahat : +10%
Aktivitas ringan : +20%
Aktivitas sedang : +30%
Aktivitas berat : +50%
berat badan
Kegemukan : - 20-30%
Kurus : +20-30%
stress metabolik : + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan
siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan kuadrat (m2).
Kualifikasi status gizi :
BB kurang : < 18,5 BB lebih : 23 – 24,9
BB normal : 18,5 – 22,9
1. Latihan Jasmani
20
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi
resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular
menjadi lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang
memperburuk kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan
glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x.
Lemak juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%
> 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton
yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis.
Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja,
sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang
ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous,
Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance. Continous maksudnya
berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya
latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval,
dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara
bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit.
Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner
seperti jalan santai, jogging dll.
2. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
pengaturan makanan dan latihan jasmani.
1. obat hipoglikemik oral
a. insulin secretagogue
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat
pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih
boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia.
Contohnya : repaglinid, nateglinid.
21
b. insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin
endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di
perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.
c. glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi
pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan
hipoksemia.
d .Inhibitor absorbsi glukosa
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini
tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-
30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid,
Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan.
Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak
bergantung jadwal makan.
2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia
setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi
yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli
campuran tetap (premixed insulin)
22
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik,
operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat,
kontraindikasi atau alergi OHO.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari
atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin
PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
o Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini,
pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer6.
Pencegahan Sekunder
o Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit
sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi
23
pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada
setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko
timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.
Pencegahan Tersier
o Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien
dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian
aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak
mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin,
jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.
SELULITIS
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke
dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma
dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada
anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan
tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti
bakterimia dan septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti
eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti
demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut
flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang
disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada
perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh
Streptokokus.10
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik. Infeksi
dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat dalam
memberikan pengobatan.10
24
Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue
Infection (B)
ETIOLOGI
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan
Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah
Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang
jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan
ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun
hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada
imunokopromais lebih sering melalui aliran darah . Onset timbulnya penyakit ini pada semua
usia.11
25
Tabel 1: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)
26
Gambar 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the
Condition (6)
EPIDEMIOLOGI
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia
dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam
beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki peringkat
pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada
hubungan dengan jenis kelamin.10
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes melitus,
malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat
komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara
mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik,
penyakit ginjal kronik atau hipostatik.11
27
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan
demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren). 13
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color
(hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas
tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya
ditemukan leukositosis.11
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa:
malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan
gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan
patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri
tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau
sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.10
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa
paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di
ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang
ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik
streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat
menyebabkan selulitis rekurens.12
28
29
PATOGENESIS
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan
kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk,
rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus
yang pengobatannya tidak adekuat.
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan
menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna
barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.
Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A, stapilokokus aureus)
Menyerang kulit dan jaringan subkutan
Meluas ke jaringan yang lebih dalam
Menyebar secara sistemik
Terjadi peradangan akut
Eritema lokal pada kulit
Edema kemerahan
Lesi
Nyeri tekan
Kerusakan integritas kulit
Gangguan rasa nyaman dan nyeri
Gambar .Skema patogenesis
DIAGNOSIS BANDING
30
Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect bite
(respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema migran (Lyme borreliosis),
perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial
Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma
gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease,
carcinoma erysipeloides.
DIAGNOSIS
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada
pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak
jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita
biasanya demam dan dapat menjadi septikemia.
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering
disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia. Lesi kulit
berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan
dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada
pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis
bergeser ke kiri.
Gejala dan tanda Selulitis
Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar
pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan
juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada
31
selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated
cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang
membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan
Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif.
PENGOBATAN
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM
selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6 jam,
selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3
bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil
penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai
alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50
mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450
mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain
eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral
selama 7-10 hari.11
32
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor
penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah secara kronik yang disertai
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, aksi dari insulin atau keduanya
Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis. Karakteristik yang dapat
diambil sebagai tolak ukur dalam mendiagnosis adalah ditemukannya hasil gula darah yangg
abnormal yang diperiksa beberapa kali kecuali disertai gejala klinis yang klasik.
Prinsip penatalaksanaan dari DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar gula
darah normal. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum
juga tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Yang bertujuan mencegah
terjadinya komplikasi karena bilamana sudah terjadi komplikasi maka tidak dapat diperbaiki
lagi dan menimbulkan cacat yang dapat menimbulkan kematian.
SARAN
Penderita DM sebaiknnya kontrol secara teratur dan tidak putus obat. Edukasi
mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman komplikasi diberikan selama
perawatan dan kontrol berobat. Edukasi untuk diet dan latihan jasmani agar memperingan
intervensi farmakologis. Agar terapi tepat sasaran perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka
dan tes resistensi obat agar penyembuhan luka maksimal. Penderita DM sebaiknya dilakukan
pengontrolan kadar kolesterol dan tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati
karena akan mempercepat terjadinya komplikasi.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta
: balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008
[ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi
Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit
Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259
10. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2008
11. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill: 2008
12. Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi;
Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
13. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
34