11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Sistem Produksi
Menurut Gaspersz (2008, p.3), produksi adalah bidang yang terus berkembang
selaras dengan perkembangan teknologi, dimana produksi memiliki suatu jalinan
hubungan timbal-balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi, dimana produksi
dan teknologi saling membutuhkan. Sistem produksi merupakan sistem integral yang
mempunyai komponen struktural dan fungsional, dan memiliki beberapa karakteristik
berikut:
• Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling
berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh.
• Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaanya, yaitu menghasilkan
produk (barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga
kompetitif di pasar.
• Mempunyai aktivitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi
output secara efektif dan efisien.
• Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa
optimalisasi pengalokasian sumber-sumber daya.
Proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial
dari lingkungan, guna menghasilkan nilai tambah bagi produk agar dapat dijual dengan
harga kompetitif di pasar. Definisi lain dari proses adalah suatu kumpulan tugas yang
12
dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai
input kedalam output yang bermanfaat atau bernilai tambah tinggi.
Secara skematis sederhana, sistem produksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Sistem Produksi
Sedangkan menurut O`Brien Baroto (2002, p.13) produksi adalah suatu proses
pengubahan bahan baku menjadi produk jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan
aktivitas untuk membuat suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga
kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan manajemen. Dalam
praktik, aktivitas dalam system produksi ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori,
yaitu “Proses Produksi” dan “Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Production
Planning and Control/PPC)”. Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat
13
produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin, energy, pengetahuan teknis, dan
lain-lain dan perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) merupakan aktivitas
bagaimana mengelola proses produksi tersebut.
2.2 Manajemen Permintaan
Menurut Vincent Gaspersz (2008, p.71), pada dasarnya manajemen permintaan
(demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua
permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusunan jadwal induk (master schedule)
mengetahui dan menyadari semua permintaan produk itu. Secara garis besar aktivitas-
aktivitas dalam manajemen permintaan dapat dikategorikan ke dalam dua aktivitas
utama, pelayanan pesanan (order service), dan peramalan (forecasting).
2.3 Peramalan
Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha
memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat
dibuat dalam kuantitas yang tepat (Gaspersz, 2001, p.71)
Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa
masa depan (Render & Heizer, 2001, p.46)
14
2.3.1 Horizon Waktu Permalan
Menurut Render dan Heizer (2001, p.46) dalam melakukan peramalan biasanya
akan dikelompokkan oleh horizon waktu masa depan yang mendasarinya dan terdapat
tiga kategori berdasarkan horizon waktunya, yaitu :
• Peramalan jangka pendek,
Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi umunya kurang dari tiga
bulan. Peramalan jangka pendek umumnya digunakan untuk merencanakan
pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat
produksi.
• Peramalan jangka menengah,
Permalan jangka menengah biasanya berjalan tiga bulan hingga tiga tahun.
Peramalan ini samgat bermanfaat dalam perencanaan penjualan dan
penganggaran produksi, kas, dan menganalisa berbagai rencana operasi.
• Peramalan jangka panjang,
Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih, digunakan dalam
merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas, atau
ekspansi dan penelitian serta pengembangan.
Masing-masing dari kategori peramalan tersebut memiliki karakteristik
tersendiri, dimana untuk jangka pendek memilikim karakteristik dilakukan secara teratur
dan berulang, menggunakan data internal (harian atau mingguan), menggunakan teknik
kuantitatif, dan dilakukan secara terperinci untuk banyak item atau stock keeping units
(SKUs) (Gaspersz, 2001, p.76)
15
Sedangkan peramalan jangka menengah memiliki karakteristik bersifat
periodical (data bulanan atau triwulan), menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif,
dilakukan oleh manajemen menengah (middle management), dan dilakukan terhadap
kelompok produk atau famili dari produk (product family) (Gaspersz, 2001, p.76)
Untuk peramalan jangka panjang memiliki karakteristik dilakukannya analisis
satu kali (one-time analysis), lebih banyak berdasarkan pertimbangan manajemen
puncak, lebih banyak menggunakan data eksternal (triwulan atau tahunan), dilakukan
oleh manajemen puncak (top mangement), dan dilakukan terhadap beberapa produk atau
famili dari produk (peoduct family) (Gaspersz, 2001, p.75)
2.3.2 Metode Peramalan
Menurut Baroto (2002, p.27) untuk membuat metode peramalan, harus
menggunakan suatu metode tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki
ide sama, yaitu menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan atau
memproyeksikan data di masa yang akan datang. Berdasarkan tekniknya, metode
peramalan dapat dikategorikan ke dalam dua metode, yaitu :
• Metode Kualitatif,
Menurut Teguh Baroto (2002, p.27), metode kualitatif biasanya digunakan
bila tidak ada atau sedikit data masa lalu tersedia. Dalam metode ini,
pendapat pakar dan prediksi mereka dijadikan dasar untuk menetapkan
permintaan yang akan datang. Berdasarkan Heizer dan Render (2001, p.48)
dalam peramalan kualitatif terdapat lima metode yang berbeda, antara lain
16
juri dari opini eksekutif, gabungan armada penjualan, metode Delphi,
survey pasar konsumen, dan pendekatan naïf.
• Metode Kuantitatif,
Menurut Teguh Baroto (2002, p.27), pada metode ini, suatu set data
historis (masa lalu) digunakan untuk mengekstrapolasi (meramalkan)
permintaan masa depan. Ada dua kelompok besar metode kuantitatif,
antara lain metode ‘Time Series’ dan metode ‘Nontime Series’(‘Structural
Models’).
2.3.2.1 Metode Time Series
Metode time series adalah metode peramalan secara kuantitatif dengan
menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Secara umum, permintaan pada masa
yang akan datang dipengaruhi oleh waktu. Untuk membuat suatu peramalan diperlukan
data historis (masa lalu) permintaan. Data inilah yang akan dianalisis dengan
menggunakan parameter waktu sebagai dasar analisis (Baroto, 2002, p.30). Dimana
dalam pengidentifikasian pola datanya dapat dilakukan dengan cara visual atau dengan
mata. (Yulianto,2006, p.22)
Menurut Baroto (2002, p.31) dalam time series terdapat empat jenis pola
permintaan, yaitu:
• Pola Trend
Pola trend adalah bila data permintaan menunjukkan pola kecenderungan
gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data yang kelihatannya
berfluktuasi apabila dilihat pada rentang waktu yang panjang dapat ditarik
17
suaru garis maya. Metode peramalan yang sesuai adalah regresi linear,
exponential smoothing, double exponential smoothing.
Gambar 2.2 Fluktuasi Permintaan Berpola Trend
• Pola Musiman
Bila data yang kelihatanya berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan
terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut
berpola musiman. Disebut pola musiman karena permintaan ini biasanya
dipengaruhi oleh musim sehingga biasanya interval perulangan data ini
adalah satu tahun. Metode peramalan yang sesuai dengan pola musiman
adalah metode winter, moving average, weight moving average.
18
Gambar 2.3 Fluktuasi Permintaan Berpola Musiman
• Pola Siklikal
Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka panjang
membentuk pola sibusoid atau gelombang atau siklus. Pola siklikal mirip
dengan pola musiman. Pola musiman tidak harus berbentuk gelombang,
bentuknya dapat bervariasi, namun waktunya berulang setiap
tahunnya(umumnya). Pola siklikal bentuknya selalu mirip gelombang
sinusoid. Metode peramalan yang sesuai dengan pola silikal adalah metode
moving average, weight moving average exponential smoothing.
19
Gambar 2.4 Fluktuasi Permintaan Berpola Siklikal
• Pola Eratik/Random
Pola eratik(random) adalah bila fluktuasi adata permintaan dalam jangka
panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi
permintaan bersifat acak ata tidak jelas. Tidak ada metode permalan yang
direkomendasikan untuk pola ini.
Gambar 2.5 Fluktuasi Permintaan Berpola Eratik/Random
20
Menurut Teguh Baroto (2002, p.31), prosedur peramalan dengan metode time
series adalah sebagai berikut :
• Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan data
secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman,
siklikal, eratik/random.
• Mencoba beberapa metode time series yang sesuai dengan pola permintaan
tersebut untuk melakukan peramalan. Pada setiap metode, sebaiknya
dilakukan peramalan dengan parameter yang berbeda.
• Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba.
Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MSE, MAPE, atau lainnya.
Sebaiknya nilai tingkat kesalahan (Apakah MSE, MAPE) ditentukan
terlebih dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan
maksimal dalam peramalan.
• Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba. Metode
terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil
dibandingkan metode lainnya dan tingkat kesalahan tersebut di bawah
batas tingkat kesalahan yang telah diterapkan.
• Melakukan permalan permintaan dengan metode terbaik yang dipilih.
2.3.2.2 Metode Moving Average
Menurut Nasution (2003, p.35), Moving average diperoleh dengan merata-rata
permintaan berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dari
penggunaan teknik MA ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak
permintaan dalam hubungannya dengan waktu. Tujuan ini dicapai dengan merata-
21
ratakan beberapa nilai data secara bersama-sama, dan menggunakan nilai rata-rata
tersebut sebagai ramalan permintaan untuk periode yang akan datang. Disebut rata-rata
bergerak karena begitu setiap data actual permintaan baru deret waktu tersedia, maka
data aktual permintaan yang paling terdahulu akan dikeluarkan dari perhitungan.
Berdasarkan Gaspersz (2008, p.87), persamaan MA adalah :
2.3.2.3 Metode Weight Moving Average
Menurut Gaspersz (2001, p.92) metode Weight Moving Average (Rata-rata
Bergerak Terbobot), lebih respontif terhadap perubahan, karena data dari periode yang
baru biasanya diberi bobot lebih besar dengan persamaan :
2.3.2.4 Metode Winter
Menurut Nasution (2003, p.41), Metode winter adalah salah satu teknik
exponential smoothing, dimana data permintaan bersifat musiman dan mempunyai trend.
Pada dasarnya metode winter berdasarkan tiga persamaan pemulusan yaitu satu
persamaan untuk unsur penyesuaian stasioner, satu persamaan untuk unsur penyesuaian
trend, dan satu persamaan untuk unsur penyesuaian musiman. Salah satu masalah dalam
22
metode winter adalah penentuan nilai-nilai α, β, γ yang akan meminimumkan MSE dan
MAPE. Persamaan metode Winter :
• Pemulusan Tunggal :
• Pemulusan Trend :
• Pemulusan Musiman :
• Peramalan :
Keterangan :
23
2.3.3 Ukuran Akurasi Hasil Peramalan
Berdasarkan Nasution (2003, p.35), ukuran hasil peramalan yang merupakan
ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil
peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa
digunakan, yaitu :
• Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD)
MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau kecil dibandingkna
kenyataanya. Secara matematisMAD dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
A = Permintaan aktual pada periode – t
Ft = Permalan permintaan (forecast) pada periode – t
n = Jumlah periode peramalan yang terlibat
• Rata-rata Kuadrat Kesalahan(Mean Square Error = MSE)
MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan
pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan.
Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :
24
• Rata-rata Kesalahan Peramalan(Mean Forecast Error = MFE)
MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama
periode tertentu terlalu tinggi atau rendah. Bila hasil peramalan tidak bias,
maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengna menjumlahkan
semua kesalahan permalan selama periode peramalan dan membaginya
dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis, MFE dinyatakan
sebagai berikut :
• Rata-rata Persentase Kesalahan(Mean Absolute Percentage Error =
MAPE)
MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti
dibandingkan MAD karena MAPE meyatakan persentase kesalahan hasil
peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan
memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau rendah.
Secara sistematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :
2.4 Capacity
Capacity atau kapasitas merupakan batas atas dari apa yang bisa dilakukan
oleh unit operasi, dimana bisa mengacu pada jumlah produksi produk yang dapat
25
dilakukan. Serta merupakan dasar dari keputusan yang harus diambil oleh perusahaan
karena kritikal bagi perusahaan. Sebab mempunyai dampak pada kemampuan
perusahaan untuk memenuhi permintaan yang akan datang. (Stevenson , 2009, p.187)
Menurut Stevenson (2009, p.188) fungsi dari kapasitas sendiri terbagi menjadi
dua yaitu:
• Design capacity
Merupakan jumlah maksimum dari kapasitas produksi, proses atau
fasilitas dalam kondisi ideal.
• Effective capacity
Merupakan design capacity selain waktu pegawai dan maintance.
Dimana dari kedua fungsi tersebut didapatkan perhitungan untuk efficiency dan
utilazition untuk mengukur kapasitas produksi perusahaan. Agar mengetahui apakah
sudah baik atau belum. ( Stevenson , 2009, p.188)
Selain itu, berdasarkan Stevenson (2009, p.188), terdapat beberapa faktor yang
dapat mendeterminasikan keefektifan kapasitas, yaitu:
• Facilities
Besar dan kapasitas fasiltas yang dimiliki oleh perusahaan seperti lokasi,
desain, lingkungan dan layout fasilitas.
26
• Product and service factor
Desain dari produk dan jasa, dimana apakah produk yang diproduksi
memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak.
• Process factor
Kemampuan proses perusahaan untuk memproduksi produk perusahaan,
dapat berupa dari segi kualitas atau kuantitas.
• Human factor
Mengenai pekerjaan yang harus dilakukan, pengalaman, keterampilan,
desain, gaji dan motivasi pegawai.
• Policy factor
Kebijakan daripada management perusahaan.
• Operational factor
Pengaturan penjadwalan untuk jadwal produksi, maintance, peralatan
yang rusak dan material.
• Supply chain factor
Mengenai supply yang diterima oleh perusahaan yang apakah akan
mempengaruhi kapasitas atau tidak.
• External factor
Faktor luar seperti standar produk, peraturan keselamatan, standar
pengaturan polusi atau limbah hasil produk yang akan mempengaruhi
kapasitas produksi.
27
2.5 Supply Chain Management
Supply chain merupakan urutan dalam perusahaan dimana fasilitas, fungsi dan
kegiatannya terlibat dalam memproduksi dan mengirimkan produk atau jasa. Pada
bagian fasilitas, hal yang terlibat adalah gudang, retail outlets, dan kantor. Untuk fungsi
dan kegiatan, yang terlibat adalah peramalan (forecasting), pembelian, inventory
management, penjadwalan, produksi dan customer service. Sedangkan supply chain
management adalah koordinasi strategi fungsi bisnis dalam organisasi bisnis dan supply
chain di dalamnya bertujuan mengintegrasi supply management dan demand
management.(Stevenson , 2009, p.511)
Menurut Stevenson (2009, p.516) dalam bisnis juga tidak jarang perusahaan
meningkatkan penggunaan outsourcing dan mengejar peluang di luar pasar domestik
sehingga supply chain yang dimiliki perusahaan menjadi global. Tetapi dengan
membuat supply chain menjadi global, tingkat kompleksitas dari supply chain menjadi
meningkat pula dimana terdapat bagian yang tidak ada atau dapat dibiarkan pada pasar
domestic, seperti bahasa, mata uang dan budaya yang berbeda. Hal ini menyebabkan
diperlukannya informasi yang berkualitas, sebab akan mempengaruhi perencanaan
produksi, material, sales dan operasi. (Gustavsson & Wanstrom, 2008, p.334)
Menurut Stevenson (2009, p.516) secara umum , management perusahaan
memiliki tanggung jawab secara legal, eknomi dan etis dalam supply chain. Secara
spesifik, bagian yang menjadi tanggung jawab dari perusahaan mencangkup strategi,
taktik dan operasi. Pada tanngung jawab strategi, hal ini meliputi, supply chain strategy
28
alligment, network configuration, information technology, product and service, capacity
planning, strategic partnership, distribution strategy, dan uncertainly and risk reduction.
Untuk tanggung jawab taktikal, hal ini meliputi, forecasting sourcing, operation
planning, managing inventory, transportation planning, dan collaboration. Untuk
tanggung jawab operasional, hal ini meliputi, scheduling, receiving, transforming, order
fulfilling, managing inventory, shipping, information sharing, dan controlling.
2.6 Aggregate Planning
Aggregate planning atau perencanaan agregat merupakan perencanaan produksi
jangka menengah. Dimana horizon perencanaannya berkisar antara 1 bulan sampai 24
bulan atau 1 tahun hingga 3 tahun. Horizon tersebut tergantung pada karakteristik
produk dan jangka waktu produksi dan disesuaikan dengan periode peramalan. Dengan
tujuan meneyusun suatu perencanaan produksi untuk memnuhi permintaan pada waktu
yang tepat dengan menggunakan sumber-sumber atau alternatif yang tersedia dan
meminimalkan biaya. Perencanaan agregat merupakan langkah pertama dalam
perencanaan produksi yang akan dipakai untuk penyusunan jadwal induk produksi.
(Baroto, 2002, p.98)
2.6.1 Aggregate Planning Strategy
Menurut Render dan Heizer (2006, p. 506) untuk memenuhi permintaan
peramalan biasanya dilakukan penyesuaian dalam perencanaan agregat untuk tingkat
produksi, tingkat pekerjaan, tingkat persediaan dan variable yang dapat dikontrol lainya.
Tetapi untuk lebih memudahkannya, hal tersebut dibagi mejadi tiga perencanaan strategi
29
yaitu capacity option, demand option dan mixing option to develop plan. (Render &
Heizer, 2006, p. 508)
Menurut Stevenson (9009, p.619) dalam pemilihan strategi yang akan digunakan
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan seperti, kebijakan perusahaan, fleksibilitas dan
biaya. Dimana untuk kebijakan perusahaan akan membatasi pilihan yang bisa dipilih.
(Pan, 1995, p.4)
2.6.1.1 Capacity Option
Menurut Render dan Heizer (2006, p.508) pada startegi perencanaan agregat
untuk capacity option, perusahaan dapat memilih pilihan dasar sebagai berikut:
• Changing inventory level
Manager dapat meningkatkan persediaan (inventory) pada saat periode
permintaan rendah untuk memenuhi permintaan pada saat periode
permintaan tinggi.
• Varying workforce size by hiring or layoff
Cara lain untuk memnuhi permintaan dengan cara menyewa pegawai baru
atau memberhentikan pegawai lama untuk memnyesuaikan tingkat produksi.
• Varying production rates through overtime or idle time
Terkadang, mungkin untuk memakai jumlah pegawai dengan tetap dengan
cara mengvariasikan jumlah jam kerja. Seperti mengurangi jumlah jam kerja
pada saat permintaan rendah dan menaikkannya pada saat permintaan tinggi.
• Subcontracting
30
Perusahaan dapat secara sementara memenuhi jumlah permintaan dengan
melakukan subkontrak pada saat musim permintaan tinggi.
• Using part time worker
Terutama pada perusahaan yang berada pada bagian pelayanan. Dimana
pekerja part time dapat memnuhi kebutuhan untuk pekerjaan yang tidak
harus memiliki keterampilan (unskilled labor).
2.6.1.2 Demand Option
Menurut Stevenson (2009, p.616) pada startegi perencanaan agregat untuk
demand option, perusahaan dapat memilih pilihan dasar sebagai berikut:
• Pricing
Memberikan harga merupakan strategi yang sering digunakan dengan cara
memberikan harga yang berbeda untuk setiap permintaan pada periode
tertentu.
• Promotion
Dilakukan dengan iklan atau jenis promosi lainnya seperti melakukan
penawaran secara langsung.
• Back order
Perusahaan dapat memindahkan permintaan ke periode lainnya dengan
menggunakan back order, tetapi produk akan dikirimkan pada periode
berikutnya dari periode permintaan.
• New demand
31
Banyak perusahaan mengalami masalah dengan menyediakan pelayanan
atau produk pada saat permintaan tinggi tetapi juga tidak seimbang. Maka
dari itu harus dilakukan kombinasi terhadap produk atau pelayanan yang
disediakan.
2.6.1.3 Mixing Option to Develop Plan.
Menurut Render dan Heizer (2006, p.511) pada startegi perencanaan agregat
untuk Mixing Option to Develop Plan, perusahaan dapat memilih pilihan dasar sebagai
berikut:
• Chase strategy
Merupakan usaha untuk mencapai tingkat hasil untuk setiap periode sama
dengan peramalan permintaan untuk periode tersebut.
• Level strategy
Level strategy atau level scheduling dimana perencanaan agregat pada
produksi perhari sama untuk setiap periode. (Pan & Kleiner, 1995, p.4)
2.7 Master Production Schedule (MPS)
Menurut Nasution (2003, p95), perencanaan produksi menyatakan ukuran
agregat dan output manufaktur suatu perusahaan. Implementasi dari perencanaan
produksi ini membutuhkan suatu pendisagregasian perencanaan produk agregat ke
dalam perencaaan untuk masing-masing produk individual. MPS merupakan pernyataan
akhir mengenai “berapa” banyak item-item akhir yang harus diproduksi dan “kapan”
harus diproduksi. Tujuan dari MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi
suatu perencanaan terpisah untuk masing-masing item individual. Selain itu, MPS juga
32
dapat mengevaluasi jadwal-jadwal alternative dalam kebutuhan kapasitas, menyediakan
input untuk sistem MRP dan membantu manajer produksi untuk menghasilkan prioritas-
prioritas untuk penjadwalan produksi. Bentuk model dari MPS sendiri tidak ada patokan
dimana setiap perusahaan memliki MPS yang berbeda dengan model MPS biasanya.
(Segerstedt,2006, p.3595)
Tabel 2.1 Contoh MPS
Item No : : Description :
Lead Time : : Safety Stock :
On Hand : : Demand Time Fences :
Lot Size : : Planning Time Fences :
Past Due
Time Period (Month)
1 2 3 4 5 6
Forecast
Customer Order Project Available Balance
Available to Promise
Master Schedule Keterangan :
• Item No. :
Menyatakan kode komponen atau material yang dirakit.
• Lead Time :
Waktu (banyaknya periode) yang dibutuhkan untuk memproduksi atau
membeli suatu item.
• On Hand :
Posisi inventori awal yang secara fiisik tersedia dalam stock, yang
merupakan kuantitas dari item yang ada dalam stock.
• Lot Size :
33
Kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik atau pemasok. Sering
disebut juga sebagai kuantitas pesanan (order quantity) atau ukuran batch -
(Batch Size).
• Safety Stock :
Stock tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventori
yang dijadikan sebagai stok pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam
ramalan penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat (short-
term customer order), penyerahan item untuk pengisian kembali inventori,
dan lain-lain.
• Demand Time Fences (DTF) :
Periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-
perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena
menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal.
• Planning Time Fences(PTF) :
Periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-
perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya.
• Forecast :
Merupakan rencana penjualan atau peramalan penjualan untuk item yang
dijadwalkan.
• Customer Order :
Merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti (certain).
34
• Project Available Balance(PAB) :
Merupakan proyeksi on-hand inventory dari waktuke waktu selama horizon
perencanaan MPS, yang menunjukkan status inventori yang diproyeksikan
pada akhir dari setiap periode waktu dalam horizon perencanaan MPS.
• Available to Promise(ATP) :
Nilai ATP memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk
tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan
pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat
membuat janji yang tepat kepada pelanggan. ATP juga dapat dihitung secara
kumulatif untuk memberikan informasi tentang cumulative ATP pada
periode tertentu.
• Master Schedule (MS) :
Merupakan jadwal produksi atau manufakturing yang diantisipasi
(Anticipated Manufacturing Schedule) untuk item tertentu.
35
2.8 Pengertian Sistem Informasi
Sistem Informasi (SI) adalah suatu kombinasi yang terorganisir dari manusia,
software, hardware, jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mengumpulkan,
mentransformasikan, serta menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi
(McLeod,2001,p.4).
Sebuah Sistem Informasi (SI) juga dapat berupa kombinasi teratur dari manusia,
software, hardware, jaringan komunikasi dan sumber data yang mengumpulkan dan
menyebarkan informasi didalam suatu organisasi (O’Brien, 2003,p.7).
Maka Sistem Informasi (SI) merupakan elemen-elemen yang saling berkaitan
dengan menggunakan sumber daya untuk mengolah masukkan berupa data menjadi
keluaran berupa informasi, sehingga berguna bagi pihak yang membutuhkannya.
2.9 Analysis and Design Objects
Identitas dari analisis object membantu bagaimana user membedakan object
yang satu dengan yang lain di dalam konteks. Serta bagaimana object yang satu
mengenali object yang lain sehingga dapat mengaksesnya. Dalam analisis, behavior
objeck dapat diekspresikan dengan event yang dilakukan. Pada desain, analisis dan
desain object mendeskripsikan duah hal yang berbeda. object analisis mendeskripsikan
fenomena diluar sistem, contohnya seperti orang dan benda yang mana biasanya dapat
berdiri sendiri (independen). object desain mendeskripsikan fenomena dala sistem yang
36
dapat dikontrol. Behavior dari object yang dideskripsikan sebagai operasi untuk di
jalankan oleh komputer. (Mathiassen et al., 2000, p.5)
2.10 System Development Life Cycle (SDLC)
Proyek merupakan sebuah kegiatan yang direncanakan yang memiliki awal dan
akhir, serta menghasilkan sebuah hasil atau produk yang diharapkan. Untuk sebuah
proyek pengembangan sistem dapat sukses, para pengembang sistem diharuskan
memiliki sebuah perencanaan untuk di ikuti. Sebuah kunci atau panduan, fundamental
konsep dalam pengembangan sistem informasi adalah System Development Life Cycle
atau disingkat SDLC. (Satzinger et al., 2005, p.38)
Dalam siklus hidup dari sistem informasi, pertama-tama diharuskan mengandung
sebuah ide, lalu dilanjutkan dengan desain, di bangun dan kemudian dijalankan selama
pengembangan proyek dan pada akhirnya dimasukkan ke dalam proses dan digunakan
untuk mendukung proses bisnis. (Satzinger et al., 2005, p.39)
SDLC merupakan salah satu teknik yang berguna untuk mengklasifikasikan
sistem secara komprehensif untuk melihat apakah sistem lebih kearah prediktif atau
adaptif. Dalam pendekatan prediktif pada SDLC, pendekatan dilakukan dengan
mengansumsikan bahwa pengembangan pryek dapat direncanakan dan diatur lebih
lanjut serta sisten informasi yang baru ini dapat dikembangkan sejalan dengan rencana.
Untuk pendekatan adaptif pada SDLC, digunakan saat kebutuhan pasti dari sistem atau
kebutuhan user tidak dapat dimengerti dengan baik. (Satzinger et al., 2005, p.39)
37
Dalam pengembangan SDLC sendiri terdapat beberapa aktivitas yaitu, project
planning, analysis, design, implementation dan support phase. Untuk fase aktivitas dan
tujuan dalam SDLC dapat dilihat pada gambar 2.5 dan tabel 2.2. (Satzinger et al., 2005,
p.40)
Gambar 2.6 Aktivitas dalam SDLC
Tabel 2.2 Fase dan Tujuan dari SLDC
SDLC Phase Tujuan
Project Planning Mengidentifikasi cakupan dari sistem baru, memastikan
bahwa proyek layak untuk dijalankan, mengembangkna
jadwal, perencanaan sumber daya, dan biaya untuk proyek.
Analysis Memahami dan mendokumentasikan dengan detil
kebutuhan bisnis dan proses dari sistem baru.
Design Mendesain solusi berdasarkan kebutuhan sistem informasi
yang didefinisikan dan keputusan yang dibuat dalam
analisis.
Implementation Membuat, menguji, mengimplementasikan sistem
informasi yang baik dan melatih user untuk menggunakan
sistem baru agar dapat menggunakanya dengan baik dan
mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan pada
kegunaan sistem.
Support Membuat sistem tetap berjalan produkstif dari awal dan
sepanjang usia dari sistem tersebut.
38
2.11 The Unified Process Life Cycle
Berdasarkan pada kebutuhan atas pengulangan dalam pengembangan sistem,
seperti aktivitas analisis, desain, dan implementasi, sebuah model SDLC baru telah
digunakan untuk membuat perencanaan dan melakukan pengaturan menjadi lebih mudah.
Pada Unified Process Life Cycle, terdapat satu atau lebih iterasi yang mengikutsertakan
analisis, desain, dan implementasi dari sistem yang terbagi menjadi empat fase. Empat
fase dari Unified Process Life Cycle adalah inception, elaboration, construction dan
transition. (Satzinger et al., 2005, p.45)
Inception phase, merupakan fase seperti pada fase perencanaan pada berbagai
projeck, pada fase ini manajer proyek mengembangkan dan menyempurnakan cara atau
sudut pandang untuk sistem baru untuk melihat bagaimana meningkatkan operasi dan
menyelesaikan masalah yang ada. Pada fase ini, biasanya diselesaikan dalam sati iterasi,
bagian dari sistem asli atau awalnya dapat didesai, implementasi dan di uji. (Satzinger et
al., 2005, p.46)
Elaboration phase, pada fase ini, beberapa iterasi terlibat didalamnya dan pada
iterasi awal, biasanya telah menyelesaikan identifikasi dand definisi dari kebutuhan
sistem. Fase ini jugs menyelesaikan analisis, desain, dan implememntasi pusat arsitektur
dari sistem. (Satzinger et al., 2005, p.46)
39
Construction phase, pada fase ini juga melibatkan beberapa iterasi yang
melanjutkan desain dan implentasi dari sistem. Dalam pengerjaanya, mungkin
memasukkan pengendalian detil sistem seperti validasi data, meningkat user interface,
memperbaiki fungsi dan menyelesaikan bantuan dari fungsi sistem. (Satzinger et al.,
2005, p.46)
Transition phase, pada fase transisi satu atau beberapa iterasi akhir melibatkan
pengguna akhir dan pengjuian berbeda dan sistem dibuat siap untuk operasi. Ketika
sistem dalam operasi, maka sistem perlu didukung dan diperbaiki. (Satzinger et al., 2005,
p.47)
2.12 Unified Modeling Language (UML)
Unified Modeling Language merupakan sebuah standar model yang bentuk dan
notasinya dikembangkan untuk mengembangkan object-oriented. Pada umumnya, pada
penggambaran diagram, notasi yang digunakan untuk menunjukkan, menggambarkan
model didefinisikan dengan UML.Dengan menggunakan UML para analis dan user
mampu untuk mengerti berbagai variasi diagram yang digunakan untuk mengembakan
sistem proyek tersebut. (Satzinger et al., 2005, p.48)
2.13 Unified Process
Menurut Satzinger et al. (2005, p.55) pada pengembangannya Unified Process
memiliki enam aktfitas utama, yaitu:
• Pemodelan Bisnis
40
Tujuannya adalah untuk memahami dan mengkomunikasikan lingkungan
nyata dari bisnis yang akan menggunakan sistem yang baru.
• Kebutuhan
Tujuannya adalah memahami dan mengdokumentasikan kebutuhan bisnis
dan kebutuhan proses untuk sistem yang baru.
• Desain
Tujuannya adalah untuk menggambarkan sistem solusi berdasarkan pada
kebutuhan sebelumnya yang telah didefinisikan.
• Implementasi
Pada tahap ini melibatkan permenuhan atas komponen ynag dibutuhkan oleh
sistem.
• Pengujian
Tahap ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap sistem yang telah di
buat atau dibangun, apakah sudah berfungsi dengan baik atau tidak.
• Pemasangan dan Penggunaan
Pada Tahap ini memiliki aktivitas untuk memastikan bahwa sistem yang di
bangun dapat digunakan untuk kegiatan operasional.
Agar dapat menyelesaikan pengembangan sebuah sistem, tim proyek diharuskan
memahami lingkungan bisnis atau pemodelan bisnis, mendefinisikan kebutuhan dari
sistem atau kebutuhan, mendesain solusi untuk sistem untuk kebutuhan atau desain,
menulis dan mengintegrasikan kode dalam computer yang akan membuat sistem dapat
41
berjalan dengan baik atau implementasi. Kemudian melakukan pengujian dari sitem atau
pengujian dan setelah selesai maka sistem tersebut di uji kepada user untuk melakukan
kegiatab operasionalnya atau pemasangan dan penggunaan. (Satzinger et al., 2005, p.55)
2.14 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Berdasarkan Mathiassen et al. (2000,p135) Object Oriented Analysis and Design
(OOAD) adalah metode untuk menganalisis dan merancang sistem dengan pendekatan
berorientasi object. Object sendiri diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki identitas,
state, dan behavior.
Pada analisa, identitas dari sebuah object menjelaskan bagaimana user
membedakannya dari object lain, dan behavior object digambarkan melalui event yang
dilakukannya. Sedangkan pada perancangan, identitas sebuah object digambarkan
dengan cara bagaimana object lain mengenalinya sehingga dapat diakses, dan behavior
object digunkan dengan operation yang dapat dilakukan object tersebut dan dapat
mempengaruhi object lainnya dalam sistem.
Berdasarkan Satzinger et al. (2005,p.60) pendekatan berbasis object adalah
sebuah pendekatan pengembangan sistem yang melihat sistem informasi sebagai
sekelompok object yang saling berinteraksi dan berkerja sama untuk menyelesaikan
suatu kegiatan. Object itu sendiri berarti sebuah benda dalam sistem kmouter yang
merespon terhadap sebuah pesan.
42
Maka daripada itu, pendekatan berbasis object melihat sistem informasi sebagai
sekumpulan object yang saling berinteraksi, Object Oriented Analysis (OOA)
mendefinisikan semua tipe object yang dibutuhkan oleh user untuk berkerja dan
menunjukan bahwa interaksi dengan user dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Object Oriented Design (OOD) medefinisikan semua tipe dari object penting
untuk mengkomunikasikan orang dengan sistem yang menunjukkan bagaimana object
berinterkasi untuk menyelesaikan masalah. Object Oriented Programming (OOP) terdiri
atas pernyataan tertulis dalam bahasa pemograman untuk mendefinisikan setiap tipe
object. (Satzinger et al., 2005, p.60)
2.15 Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Dalam Object Oriented Analysis and Design (OOAD) terdapat tiga konsep dasar,
yaitu:
• Encapsulation
Merupakan pembungkusan beberapa item menjadi sebuah unit (Whitten et
al., 2004,p.432). Maksudnya yaitu menjadikan atribut dan perilaku dari
object menjadi satu kesatuan. Sehingga cara untuk mengakses informasi dari
object tersebut akan melalui perilakunya.
• Inheritance
Merupakan konsep dimana methods atau atribut dari sebuah class object
dapat diturunkan atau digunakan kembali oleh class object lainnya (Whitten
et al.,2004,p.434). Maka dengan demikian sebuah class baru dapat terbentuk
43
dengan memiliki sifat yang sama dengan kelas induknya sekaligus sifat
individu dari class itu sendiri.
• Polymorphism
Merupakan konsep dimana sebuah object dapat memiliki berbagai bentuk,
artinya adalah object yang berbeda dapat menanggapi sebuah pesan dengan
berbagai cara atau metode yang berbeda (Whitten et al.,2004,p.438).
2.16 Keuntungan dan Kelemahan OOAD
Berdasarkan Mathiassen et al. (2000,p.5) keutungan dalam menggunakan
Object Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah :
• Object Oriented Analysis and Design (OOAD) memberikan informasi yang
jelas mengenai context sistem.
• Object Oriented Analysis and Design (OOAD) berhubugan erat dengan
analisa berorientasi object, user interface berorientasi object, dan
pemrograman berorientasi object.
• Object Oriented Analysis and Design (OOAD) dapat endukung dalam
menangani data dalam jumlah besar dan mendistribusikannya ke seluruh
bagian organisasi atau perusahaan.
Kelemahan dari Object Oriented Analysis and Design (OOAD) menurut McLeod
(2001,p615) adalah:
• Memerlukan waktu yang lama untuk memperoleh pegalaman pengembangan.
44
• Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
• Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.
2.17 Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Berdasarkan Mathiassen et al. (2000,p.14) bahwa terdapat empat aktivitas utama
dalam analisis dan perancangan berorientasi object seperti yang digambarkan berikut ini.
Gambar 2.7 Aktivitas Utama dalam OOAD
45
2.17.1 Analisis Problem Domain
Problem Domaindalam perencanaanya terdiri atas apa yang dihadapi oleh
user dan kapan mereka melakukan perkerjaan, seperti order, penjadwalan dan apa ynag
dibutuhkan sebagai bagian dari sistem. (Satzinger et al., 2005, p.178)
Tipe data yang dibutuhkan untuk disimpan juga merupakan aspek penting
yang dibutuhkan dalam pemenuhan kenutuhan sistem informasi. Dalam pendekatan
object-oriented, hal ini adalah object yang berinteraksi dengan sistem.
Mengidentifikasikan dan memahami tipe data dalam problem domain merupakan kunci
awal ketika mendefinisikan kebutuhan. (Satzinger et al., 2005, p.178)
Analisis problem domain befokus pada informasi apa yang harus disediakan
dalam sistem. Penyediaan informasi ini penting dalam aktifitas analisis karena model
problem domain menyediakan sebuah bahasa yang mengekespresikan kebutuhan sistem.
Pada pengembangnya, prinsip pertama yang harus dikembangkan adalah memodelkan
dunia nyata sesuai dengan sudeut pandang dari calon user. (Mathiassen et al., 2000,
p.45)
Tujuan utamanya sendiri adalah untuk mengembangkan suatu model. Dengan
adanya sebuah model yang baik, maka model tersebut dapat mendesain dan
mengimplementasikan sistem yang dapat memproses, komunikasi, dan menampilkan
informasi mengenai problem domain. (Mathiassen et al., 2000, p.46)
Problem Domain sendiri terbagi tasa tiga aktifitas. Pertama melakukan
penentuan object, classes dan events yang menjadi elemen dari model problem domain.
Kedua, membuat model berfokus pada struktur hubungan antara object dan classes yang
46
dipilih. Hal ini untuk mereprentasikan sebuah pergerakan dari object ke tingkat model.
Ketiga, berfokus pada property object dynamic, merepresantikan sebuah pergerakan
kembali ke tingkatan object. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut.
(Mathiassen et al., 2000, p.40)
Gambar 2.8 Model Aktivitas dalam Problem Domain
2.17.1.1 System Definition
System definition merupakan sebuah deskripsi singkatan dari sistem komputer
yang dieksepresikan dalam bahasa natural. Dimana mengekespresikan properti dasar
untuk pengembangan dan penggunaan dari sistem. Hal ini menjelaskan mengenai sistem
dalam konteks, informasi apa yang shearusnya terkandung didalamnya, fungsi yang
harus disediakan, dimana harus digunakan dan kondisi pengembangan seperti apa yang
harus diterapkan. System definition diharuskan singkat dan tepat serta mengandung
sebagian besar dasar keputusan mengenai sistem yang ada. Membuat sebuah formulasi
47
yang singkat dan tepat, menyediakan gambaran umum dan membuat hal ini mudah
untuk membandingkan berbagai alternative yang ada. (Mathiassen et al., 2000, p.24)
2.17.1.1.1 Rich Picture
Rich Picture merupakan sebuah gambaran tidak formal yang menampilkan
pemahaman sebuah situasi oleh ilustator. Dimana befokus pada beberapa aspek penting
pada suatu situasi dan memberikan deskripsi secara luas mangenai situasi yang
memungkinkan beberapa interpretasi alternative. (Mathiassen et al., 2000, p.26)
2.17.1.1.2 Sistem Definisi
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.39) kritreria dari FACTOR terdiri atas
enam bagian, yaitu:
• Functionality
Fungsi sistem yang mendukung tugas application domain.
• Application Domain
Bagian dari organisasi yang melaukan kegiatan administrasi, monitor, dan
mengendalikan problem domain.
• Conditions
Kondisi yang dibutuhkna untuk mengembangkan dan menggunakan
sistem.
• Technology
48
Teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan sistem akan
dijalankan.
• Objects
object utama dalam problem domain.
• Responsibility
Tanggung jawab sistem secara umum dalam hubungannya dengan konteks
sistem tersebut.
Kriteria dalam FACTOR dapat digunakan untuk mendukung pengembangan
system-definition, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan
bagaimana setiap elemen dari sistem diformulasikan. Serta untuk memulai sebuah
definisi untuk mendeskripsikan sistem dan menggunakan kriteria tersebut untuk melihat
bagaimana system-definition yang ada memuaskan keenam factor tersebut. (Mathiassen
et al., 2000, p.40)
2.17.1.1.3 Activity Diagram
Setelah mendapatkan informasi mengenai proses bisnis dengan melakukan
wawancara dengan user dan observasi proses yang ada, maka langkah selanjutnya
adalah dokumentasi. Salah satu teknik untuk menangkap informasi ada dengan
menggunakan diagram, dimana digunakan untuk mendeskripsikan alur kerja atau
workflow dari sistem yang baru. (Satzinger et al., 2005, p.144)
Workflow merupakan urutan langkah proses untuk menyelesaikan sebuah
transaksi bisnis, dimana bisa berupa bentuk sederhana atau kompleks. Sebuah workflow
49
yang kompleks terdiri atas puluhan atau ratusan proses dan mungkin mengikutsertakan
partisipan dari berbagai bagian dalam organisasi. Berbeda dengan workflow yang
sederhana yang dapat diubah, dilhat dan diperiksa lebih mudah dengan user. Salah satu
keuntungan menggunakan diagram dan model adalah diagram tersebut menjadi alat
komunikasi yang berguna untuk berkomunikasi antara tim proyek dan user. (Satzinger et
al., 2005, p.144)
Metodologi yang digunakan untuk penggambaran proses bisnis biasanya
adalah dengan menggunakan flowchart atau activity diagram. Activity diagram
merupakan sebuah diagram workflow sederhana yang mendeskripsikan berbagai
kegiatan dari user, dan siapa saja yang melakukan aktivitas tersebut serta urutannya.
(Satzinger et al., 2005, p.144)
Gambar 2.9 Symbol Activity Diagram
50
Pada gambar 2.9 merupakan symbol dasar yang digunakan pada activity
diagram. Bentuk oval medeskripsikan aktivitas individual dalam workflow. Gambar
panah menunjukkan urutan antara kegiatan. Bulatan hitam merupakan notasi awal dan
akhir dari sebuah workflow. Bentuk permata berarti sebuah keputusan dimana proses itu
akan berlanjut ke satu aktivitas atau aktivitas yang lain. Garis tebal hitam disebut dengan
synchronation bar digunakan untuk memecah kegiatan atau menggabungkan beberapa
kegiatan. Swinlane menunjukkan siapa yang melakukan aktivitas tersebut. (Satzinger et
al., 2005, p.145)
Dapat dilihat juga bawah activity diagram berfokus pada urutan dari aktivitas.
Diagram ini jelas dan mudah dimengerti. Pada kenyataanya salahs atu kekuatan dari
menggunakan activity diagram adalah mendokumentasikan workflow yang miudah
dimengerti oleh user.dalam pembuatanya, hal pertama yang dilakukan adalah
mengidentifikasi agen untuk membuat swinlane yang sesuai. Kemudian mengikuti
langkah-langkah dan membuat bentuk oval untuk setiap aktivitasnya. Selanjutnya
menghubungkan oval tersebut dengan tanda panah untuk menunjukkan arah dari
workflow. (Satzinger et al., 2005, p.146)
2.17.1.2 Event dan Use cases
Use cases merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan sistem yang pada
umunya merupakan respon terhadap permintaan dari user. Berbagai teknik
direkomendasikan untuk mengidentifikasi use case. Salah satu pendekatannya adalah
dengan membuat catatan semua user dan memikirkan apa saja yang mereka butuhkan
dari sistem untuk mendukung perkerjaan mereka. Cara kedua adalah dengan memulai
51
dari sistem yang ada dan membuat catatan kebutuhan semua sistem yang telah
dimasukkan dan menambahkan beberapa fungsi yang dikehendaki user. Salah satu cara
atau panduan yang paling mendalam untuk mengidentifikasi use case disebut dengan
event decomposition techniuque. (Satzinger et al., 2005, p.166)
Event decomposition techniuque, merupakan sebuah teknik yang pertama-
tama berfokus pada event yang dibutuhkan oleh sistem untuk merespon dan melihat
bagaimana sistem dapat memberikan respon (use case sistem). (Satzinger et al., 2005,
p.167)
Pentingnya konsep dari event untuk mendefinisikan kebutuhan sistem
dikenalkan untuk analisis struktur modern ketika konsep ini diadaptasikan pada waktu
nyata pada sekitar tahun 1980. Sistem ini dibutuhkan untuk bereaksi cepat untuk event
yang ada pada lingkungan. Pada dasarnya terdapat tiga buah tipe event yaitu, external,
temporal, dan state event. External event merupakan event yang terjadi diluar sistem
oleh external agent. External agent merupakan seseorang atau bagian dari organisasi
yang memberikan atau menerima data dari sistem akan tetapi bukanlah user dari sistem
secara langsung. Temporal event, merupakan sebuah event yang terjadi sebagai hasil
telah sampainya waktu yang ditentukan. State event merupakan sebuah event yang
terjadi ketika sesuatu terjadi dalam sistem yang memicu proses. (Satzinger et al., 2005,
p.168)
2.17.1.3 Classes
Object dapat dideskripikan sebagai sebuah class dibandingkan sebuah
individual. Class sangat membantu untuk memahami object dan sangat penting untuk
52
pendeskripsian object dibandingkan dengan menjelaskan object masing-masing. Maka
akan lebih baik bila mengembangkan sebuah object bersama untuk semua object yang
ada dalam class yang sama. Class sendiri memiliki pengertian sebagai berikut,sebuah
deskripsi dari sekumpulan object yang memiliki struktur yang sama, pola, behavior, dan
atribut. (Mathiassen et al., 2000, p.4)
Aktivitas dari class terdiri atas tiga kegiatan utaman yaitu, abstraksi,
klasifikasi dan pemilihan. Fenomena problem domain diabstraksikan dengan melihat
problem domain sebagai object dan class. Lalu object dan class diklasifikasikan dan
memilih class dan event yang mana akan mempertahankan informasi dalam sistem.
Classes merupakan hal pertama yang mendefinisikan dan membatasi problem domain.
Setiap class dapat dikarakterisasikan berdasarkan sekumpulan event. (Mathiassen et al.,
2000, p.49)
2.17.1.3.1 Klasifikasi dari Object dan Events
Dalam proses anlisis, sebuah object merupakan abstraksi dari sebuah
fenomena di dalam sistem kontes seperti pelanggan. Object mengekspresikan sudut
pandang user secara nyata. Orang tertentu adalah pelanggan dan orang tersebut akan
diperlakukan sebagai sebuah entitas tunggak dengan identitas, state, dan behavior yang
spesifik, dimana seorang pelanggan dapat menjadi object desain. Dalam desain, object
pelanggan akan merepresentasikan bagian dari sejarah orang tertentu dan state selama
berada dalam sistem, serta membuat berbagai operasi yang dapat dilakukan sistem
dengan object lainnya. Dengan menggunakan object tersebut, sistem dapat mengatur dan
menyimpan data pelanggan secara spesifik. (Mathiassen et al., 2000, p.4)
53
Pada klasifikasi aktivitas, object terfokus pada apa yang dikerjakan oleh user
dengan tujuan untuk menciptaan dan memilih abstraksi yang bersangkutan. Dalam
klasifikasi aktifitas ini memliliki tiga prinsip dasar utama. Pertama, klasifikasi object di
dalam problem domain. Kedua, karakrterisasikan object berdasarkan event. Ketiga,
memiliki pemikiran yang terbuka tetapi kritis. (Mathiassen, 2000, p.50)
Berdasarkan Mathiassen et al. (200, p.4) dalam OOAD, yang menjadi dasar
utama adalah sebuah object. Dalam proses analisa, untuk mengorganisasikan
pemahaman akan konteks dari sebuah sistem maka akan digunakan object. Dalam psoes
desain, object digunakan untuk pemahaman dan mendeskripsikan sistem itu sendiri.
Sedangkan object sendiri berarti sebuah entitqas dengan identitas, state, dan behavior.
(Mathiassen wt al., 2000, p.50)
Event sendiri mengspesifikasikan kualitas dari sebuah object dalam problem
domain. Event memiliki pengertian sebagai sebuah kejadian instant atau cepat yang
melibatkan satu atau lebih object. Event juga merupakan sebuah abstraksi dari aktivitas
problem domain atau proses yang dijalankan, dirasakan oleh satu atau lebih object.
(Mathiassen et al., 2000, p.51)
Untuk mengidentifikasi dan mengenali semua object dan event yang ada agar
dapat dimasukkan ke dalam sebuah model problem domain yang relevan maka object
tersebut dikelompokkan atas beberapa class. Dimana memiliki pengertian sebagai
sebuah deskripsi sekumpulan object yang berbagi struktur, behavioral pattern, dan
atribut. (Mathiassen et al., 2000, p.53)
2.17.1.3.2 Menetukan Class
54
Melakukan pemilihan class merupakan hal yang paling pertama dan paling
dasar dari sebuah blok bangunan untuk problem domain. Untuk mendapatkan kandidat
class, sebaiknya menggunakan nama yang mudah dibaca, original dalam problem
domain dan mewakili sebuah contoh. (Mathiassen et al., 2000, p.53)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.61) dalam memilih class, class tersebut
harus dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut:
• Apakah bisa mengidentifikasikan sebuah object dari class tersebut?
• Apakah class tersebut mengandung informasi yang unik?
• Apakah class tersebut dapat mewakili beberapa object?
• Apakah class tersebut memiliki beberapa event yang sesuai dan dapat
dijalankan?
Sedangkan menurut Satzinger et al. (2005, p. 179) terdapat beberapa panduan
umum yang dapat diikuti untuk membantu analisis dalam membuat daftar sumber
informasi yang mana sistem perlu untuk menyimpannya. Beberapa prosedur yang ada
berguna untuk diikuti adalah dengan mendaftarkan semua kata benda yang disebutkan
oleh user ketika membicarakan sebuah sistem. Untuk membuat daftarnya bisa digunakan
dengan cara pertama yaitu, menggunakan event table serta informasi mengenai setiap
event dan identifikasi setiap kata benda. Kedua, menggunakan informasi lainnya yang
berasal dari sistem, prosedur, laporan yang sudah ada. Ketiga, menentukan apakah kata
benda tersebut perlu disimpan atau tidak. Dimana dilanjutkan dengan mengasosiasikan
atau mencari hubungan antara object dan kemudian infomaris spesifik atau atribut dari
object tersebut. (Satzinger et al., 2005, p.181)
55
2.17.1.4 Event Table
Informasi yang penting dalam use case adalah respon yang diberikan sistem
untuk setiap event yang ada. Dimana informasi ini dimasukkan ke dalam event table
yang terdiri dari baris dan kolom yang akan mereprentasikan event dan detil dari event
yang ada. Setiap baris dari event table menyimpan informasi mengenai satu event dan
use case-nya. Setiap kolom dalam tabel menunjukkan informasi penting event dan use
case-nya. Untuk contohnya dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut ini. (Satzinger et al.,
2005, p.181)
Event Trigger Cource Use Case Response Destination
Customer
want to
check item
availability
Item
inquiry
Customer Look up
item
availability
Item
availability
details
Customer
Gambar 2.10 Event Table
The event that
cause the system
to do something
Trigger: How does the system
know the event occurred? For
external events, the trigger is
data entering system.
Use Case: What does the
system do when the event
occurred?
Destination: What
external agents get
the output ?
Source: For external
event, the external
agent is the source
Response: What
output(if any) is
produced by system?
56
2.17.1.5 Structure
Aktivitas dalam sebuah struktur befokus pada hubungan antara classes dan
object. Pada aktivitas class dilakukan dengan pemilihan classes untuk pemodelan
problem domain dan mengkaraterisasikan setiap class dan event yang ada. Untuk
aktivitas struktur, pengembangannya dilakukan dengan menambahkan deskripsi dengan
hubungan structural antara object dan classes. Dimana hasil dari aktivitas struktur ini
adalah class diagram. (Mathiassen et al., 2000, p.53)
Dalam class diagram, bentuk persegi menunujukkan class dan garis
penghubung antar persegi adalah asosiasi antar class. Untuk contohnya dapat dilihat
pada gambar 2.11 berikut ini. (Satzinger et al, 2005, p.187)
Gambar 2.11 Class Diagram
57
2.17.1.5.1 Struktur Object Oriented
Pada pengembangannya, pemodelan problem domain dengan struktur object
oriented menggunakan perbedaan yang mendasar dari objeck dan class. pada tingkat
object yang lebih konkrit, dapat terlihat fenomena dari sebuah problem domain sebagai
sebuah object dengan property tertentu yang menunjukkan identitas, state dan behavior
dari object tersebut. Dalam object sendiri terdapat dua jenis struktur, yaitu agregasi,
dimana akan menjelaskan hubungan antara object dan komponennya, asosiasi dimana
menjelaskan arti hubungan object. (Mathiassen et al., 2000, p.70)
Pada tingkatan class abstrak, hubungan knoseptual antara dua atau lebih class
dalam problem domain lebih diperhatikan. Class merupakan sebuah deskripsi property
dan behavioral pattern yang umumnya diantara semua object yang ada didalam grup
tersebut. Untuk mendeskripsikan hubungan konseptual antar class, maka dibagi menjadi
dua jenis struktur, yaitu generalisasi, dimana menjelaskan sebuah class yang merupakan
spesialisasi dari beberapa class yang lebih umum, dan cluster, dimana merupakan
sebuah grup dari class yang saling berhubungan. (Mathiassen et al., 2000, p.71)
Dalam aktivitas struktur sendiri terdapat tiga sub aktivitas. Pada sub aktivitas
pertama dilakukan pengkomibnasian problem domain dengan tipe struktur yang berbeda
untuk menciptakan kandidat untuk hubungan structural diantara object dan class yang
terpilih. Pada bagia kedua, dilakukan pengeksplorasian relevansi dari beberapa pola
umum untuk memperluas problem domain. Pada bagian ketiga, dilakukan
pengevaluasian dan memilih hubungan structural yang dibutuhkan dari beberapa
58
kandidat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.12 berikut ini. (Mathiassen et
al., 2000, p.71)
Gambar 2.12 Sub aktivitas pemodelan struktur problem domain
2.17.1.5.2 Struktur antar Class
Menurut Satzinger et al. (2005, p.189) dalam dunia nyata terdapat dua cara
untuk memahami struktur dari problem domain yaitu:
• Generalisasi/ Spesialisasi hirarki
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.72) Struktur generalisasi merupakan
sebuah relasi antara dua atau lebih class special dan umum, dimana sebuah
class general (super class) mendeskripsikan property umum kepada
sekelompok class special (subclass). Dengan ciri khas hirakikal oleh
karena itu subclass apapun merupakan spesialisasi dari satu super class.
Selain itu, multiple inheritance atau turunan berganda dimana sebuah class
59
menuruni properti dari dua atau lebih super class dapat meningkatkan
model. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini.
(Mathiassen et al., 2000, p.74)
Gambar 2.13 Contoh Struktur Generalisasi dan Multiple Inheritance
• Whole part hirarki
Whole part merupakan cara lain untuk mensturkturisasi infomrasi dengan
mendefinisikan informasi tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Serta menggambarkan hubungan yang telah teridentifikasi dalam
pembuatan asosiasi antar object dan komponen. Dalam whole part sendiri
terdapat dua tipe yaitu, agregrasi dna komposisi. Agresasi digunakan
apabila mendeskripsikan asosiasi whole part antara aggregate (whole) dan
komponennya (parts). Sedangkan komposisi digunak untuk
menggambarkan asosiasi whole part secara lebih kuat, dimana ketika
sebuah bagian sekali terasosiasi tidak bisa dipisahkan lagi. (Satzinger et al.,
2005, p.191)
2.17.1.5.3 Struktur antar Object
60
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.75) terdapat dua tipe struktur object
dimana kedua struktur ini menangkap hubungan dinamis antara object di dalam problem
domain. Struktur object ini dideskripsikan dalam class diagram sebagain hubunga
structural antara dua atau lebih class. Kedua tipe struktur itu yaitu:
• Struktur Agregasi
Agregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih object. Struktur ini
menunjukkan bahwa satu object merupakan dasar dan menjelaskan bagian
dari yang lain. Dimana menggambarkan sebuah garis antara class yang
jeseluruhan dengan bagiaanya yang diakhiri dengan bentuk permata atau
belah ketupat pada class yang memodelkan keseluruhan.Untuk jelasnya
dapat dilihat pada gambar 2.14 berikut. (Mathiassen et al., 2000, p.76)
Gambar 2.14 Contoh Struktur Agregasi
• Struktur Asosiasi
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.75) merupakan sebuah hubungan
antara dua atau lebih object tetapi dengan agregasi yang berbeda. Dimana,
yang mengasosiasikan object bukan menjelaskan property dari sebuah
object. Asosiasi memiliki pengertian hubungan antara sejumlah object.
Serta digambarkan dengan sebuah garis lurus antara class yang
61
berhubungan dan mendeskripsikan multiplicity dari asosiasi sama dengan
agregasi. Selain itu tidak memiliki keterikatan yang kuat seperti agregasi
seperti gambar 2.15 berikut ini. (Mathiassen, 2000, p.75)
Gambar 2.15 Contoh Struktur Asosiasi
2.17.1.6 Behavior
Pada kenyataanya sistem selalu berhadapan dengan lingkungan yang dinamis,
maka daripada itu diperlukan pemahaman terhadap apa yang terjadi di problem domain
secara berulang-ulang. Sebuah sistem memiliki tujuan dasar untuk mendaftar,
menyimpan, dan menghasilkan informasi mengenai kejadian dalam problem domain.
Agar sistem dapat mengendalikan batasan dalam suatu event untuk dipatuhi atau
dilanggar, pemodelan problem domain harus memasukkan deskripsi dari event trace
yang mungkin dari setiap class. (Mathiassenet al., 2000, p.89)
Pada aktivitas behavior, pengembangan definisi class dalam class diagram
diperlukan untuk menambahkan deskripsi mengenai behavioral pattern dan attribute
dari setiap class. hasil dari aktivitas ini diekspresikan dalam sebuah state chart diagram
yang dapat dilihat pada gambar 2.16 berikut ini. (Mathiassen et al., 2000, p.89)
62
Gambar 2.16 Contoh State chart
Sebuah object merupakan entitas dengan identitas, state, dan behavior. Pada
aktivitas class dapat dilihat behavior sederhana sebagai suatu kumpulan event yang tidak
teratur dan melibatkan sebuah object. Dalam aktivitas behavior pendeskripsian behavior
menjadi lebih akurat dengan penambahan waktu relative dari event. sebuah behavior
dari sebuah object didefinisikan dengan sebuah event trace yang menunjukan ururtan
event yang terjadi. Dimana memiliki arti sebagai sebuah urutan event yang melibatkan
object tertentu dan unik. (Mathiassen et al., 2000, p.90)
Dalam object oriented untuk analisis problem domain terletak pada objeknya
tetapi berdasarkan suatu alasan tertentu, dideskripsikan sekelompok object dengan
definisi class umum. Sehingga perulangan perlu untuk dilakukan tetapi sebagai gantinya
behavioral pattern untuk setiap object class dapat diartikan sebagai sebuah deskripsi
atas event trace yang mungkin untuk semua object dalam class. (Mathiassen et al., 2000,
p.90)
Behavioral pattern sendiri mendeskripsikan behavior umum untuk semua
object dari class. Serta untuk menghasilkan sebuah pattern digunakan contoh daripada
event trace untuk object individu dalam class. Kemudian ketika memodelkan problem
domain. dapat dibuat formulasi kebutuhan untuk data yang akan disimpan pada sistem.
63
Dimana data akan dapat diakses melalui fungsi dan interface. Untuk menspesifikasikan
data digunakan attribute yang berarti sebuah proses deskriptif untuk sebuah class atau
event. aktivitas behavior memiliki empat sub aktivitas yang dapat dilihat pada gambar
2.17 berikut. (Mathiassen et al., 2000, p.92)
Gambar 2.17 Sub aktivitas pada pemodelan behavior object
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.93) behavior pattern merupakan deskripsi
yang menagkap karakter dinamis dari problem domain tanpa merincikan kenapa dan
bagaimana suatu behavior tertentu dapat terjadi. Serta sebuah behavior pattern dengan
sequence, selection, dan iteration dapat dideskripsikan menjadi komprehensif
dibadingkan ekspresi biasanya. Sequence merupakan event dalam sekelompok yang
terjadi satu demi satu yang melalui beberapa state tetapi setiat state hanya memiliki satu
event, dimana harus terjadi agar ururtannya dapat dijelaskan dengan anak panah.
64
Selection merupakan satu dari kelompok event yang terjadi dan diekspresikan dengan
membuat kemungkinan event keluar dari state yang sama. Iteration merupakan suatu
event yang tidak terjadi atau nol sampai berulang kali atau kembali ke state awal.
(Mathiassen et al, 2000, p.94)
2.17.2 Analisis Application Domain
Pada bagian ini berfokus pada bagaimana sistem yang dituju dapat digunakan.
Dimana berguna untuk mendefinisikan kebutuhan untuk function dan interface dari
sistem. Analisis dari application domain sendiri berinteraksi dengan analisis problem
domain. Untuk menentukan urutan dalam pengerjaan kedua aktivitas utama ini
diperlukan sebuah strategi. Bila dimulai dengan menganalisa problem domain maka
untuk selanjutnya akan berfokus pada bisnis apa yang sebenarnya dijalankan
dibandingkan dengan interface dan function. (Mathiassen et al., 2000, p.115)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.116) dalam menggambarkan sebuah model
sistem yang lebih stabil dan untuk function dan interface yang bersifat sementara, karena
jika terjadi perubahan pada model, maka function dan interface juga akan ikut berubah.
Tetapi perubahan dari function tidak harus merubah model yang ada. Sehingga dapat
dilihat bahwa kebutuhan function dan interface sering berubah, namun model jarang
berubah. Untuk pengarahan kebutuhan, dilakukan berdasarkan dua prinsip dasar.
Pertama menentukan application domain dengan use case. Kedua, dengan
berkolaborasi dengan user. Untuk aktivitas dari analisis application domain sendiri
dapat dilihat pada tabel berikut. (Mathiassen et al., 2000, p.117)
65
Tabel 2.3 Aktivitas dan analisis dari Application Domain
Activity Content Concept
Usage How does the system
interact with people and
sustems in the context?
Use case and Actor
Function What are the sustems
information processing
capabilities
Function
Interfaces What are the target
systems interface
requirements?
Interface, User Interface,
and System Interface
2.17.2.1 Usage
Agar dapat digunakan, sistem harus sesuai dengan application domain. Untuk
melakukan penyesuaian ini dapat dilakukan dengan pendeskripsian actor dan use case
dari pemahaman atas aktivitas application domain. Dimana, use case menyediakan
gambaran umum daripada kebutuhan sistem berdasarkan sudut pandang user serta
landasan untuk pendefinisian dan pengevaluasian fungsi dasar dan kebutuhan interface.
(Mathiassen et al., 2000, p.119)
2.17.2.1.1 Use Case
Use case berguna untuk menganalisa application domain yang sudah ada
sehingga dapat membuat sejumlah besar detil dari informasi yang memiliki nilai untuk
pengembangan proses. Selain itu juga membantu dalam mendapatkan tingkat fokus dan
abstraksi yang relevan yang berfokus kepada user dan sistem untuk memudahkan proses.
Use case sendiri adalah pola untuk interaksi antar sistem dan actor dalam application
66
domain. Actor dalam use case sendiri merupakan abstraksi dari user atau sistem lain
yang berinteraksi dengan sistem tujuan. Dimana use case menentukan semua kegunaan
dari sistem yang dituju pada application domain yang juga merupakan prinsip utama
dalam application domain. Untuk contoh dari use case dan actor dapat dilihat pada
gambar 2.18 dan tabel 2.4 berikut.(Mathiassen et al., 2000, p.119)
Tabel 2.4 Contoh Actor table
Use Case Actor
account
owner
creditor Administrator Liquidity
monitor
Payment √ √
Cash
withdrawal
√
Money
transfer
√ √ √
Account
Information
√ √ √
Credit
information
√ √
Registration √
Monitoring √
Error
correction
√
67
Gambar 2.18 Contoh Use case diagram
2.17.2.1.2 Use Case Description
Menurut Satzinger et al. (2005, p.220) use case sangat membantu dalam
mengidentifikasikan berbagai proses yang user lakukan dan hal apa yang harus
didukung oleh sistem yang baru. Tetapi untuk agar lebih membantu memahami use case
diperlukan use case description. Dimana terdapat tiga tahapan dalam pembuatanya, brief,
68
intermediate dan fully developed description. Brief decription digunakan untuk use
case yang sangat sederhana atau bila sistem yang dikembangkan merupakan sistem yang
kecil. Intermediate description merupakan pengembangan lanjutan dari brief
description dimana menyertakan alur dari aktivitas use case dan bila terdapat beberapa
scenario diwajibkan untuk mendeskripsikannya setiap aktivitasnya masing-masing.
Untuk fully developed description, merupakan metode dokumentasi use case yang paling
formal dan dalam pembuatanya terdapat beberapa bagian. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 2.5 berikut. (Satzinger et al., 2005, p.221)
Tabel 2.5 Contoh Use case description
Use Case Name:
Scenario:
Triggering Event:
Brief Description:
Actors:
Related Use Cases:
Stakeholders:
Preconditions:
Postconditions:
Flow of Events: Actor System
Exception Conditions:
69
2.17.2.1.3 Function
Menurut Satzinger et al. (2005, p.139) function befokus untuk membuat
bagaimana sistem dapat membantu actor dalam melakukan pekerjaanya. Dengan tujuan
menentukan kemampuan sistem dalam memproses informasi. Dimana terdapat empat
tipe dalam function, yaitu:
• Update
Fungsi ini diaktifkan oleh event problem domain dan menyebabkan
perubahan status pada model.
• Signal
Fungsi ini diaktifkan oleh perubahan status model dan menyebabkan
reaksi pada context.
• Read
Fungsi ini diaktifkan oleh kebutuhan user/actor akan informasi dan
menghasilakan sebuah tampilan sistem yang relevan.
• Compute
Fungsi ini diaktifkan oleh kebutuhan user/actor akan informasi dan berisi
perhitungan baik yang dilakukan oleh actor atau model dan menampilkan
hasil perhitungan tersebut.
70
2.17.2.1.4 User Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.116) user interface digunakan oleh actor
untuk melakukan interaksi dengan sistem dan menghubungkan sistem untuk semua
actor yang saling terkait dalam sistem.
Menurut Satzinger et al. (2005, p.444) user interface terdiri atas tiga aspek,
yaitu fisik, dimana merupakan alat atau hardware yang disentuh atau digunakan user
untuk menggunakan user interface, kemudian persepsi, yang merupakan hal yang
didenganr, dilihat oleh user dan yang terakhir adalah konseptual, yaitu semua hal yang
diketahui oleh user dalam menggunakan sistem. Dimana hal yang berkaitan dengan
problem domain juga termasuk kedalamnya dan dapat dimanupulasi atau digunakan
user.
2.17.2.2 Sequence Diagram
Menurut Satzinger et al. (2005, p.226) sequence diagram digunakan untuk
menggambarkan alur informasi dari sistem dan yang menuju ke sistem. Dalam
pembuatannya, digunakan sebuah gambar stik orang yang mewakili user dalam
menggunakan sistem. Pada sequence diagram ini ditunjukkan bagaimana user
berinteraksi dengan sistem dalam melakukan pemasukan data dan menghasilkan data.
Pada sequence diagram terdapat garis putus-putus yang dikenal sebagai
lifelines. Dimana merupakan sebuah pengembangan dari object secara sederhana.
Sedangkan gambar panah menunjukkan pesan yang diterima atau dikirimkan oleh actor
terhadap sistem. Dimana sebuah pesan dituliskan untuk menjelaskan pesan yang
diterima atau dikirim. Pesan yang dikembalikan oleh sistem digambarkan dengan
71
gambar panah putus-putus yang menunjukkan respon dari sistem kepada pesan yang
dikirim sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh sequence diagram pada
gambar 2.19 berikut. (Satzinger et al., 2005, p.228)
Gambar 2.19 Contoh Sequence Diagram
2.17.3 Architecture Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p.176) architecture design mempunyai
fungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan sistem serta menghasilkan
struktur komponen dan proses sistem. Tujuan dari architecture design adalah untuk
menstrukturisasi sebuah sitem yang terkmputerisasi dan menjembatani kriteria-kriteria
72
dengan platform yang ada. Pada pengembangannya architecture design terdiri dari tiga
aktivitas yaitu, criteria, component architecture, dan procees architecture.
Architecture design dendiri terbagi atas dua, yaitu:
• Component Architecture
Merupakan struktur sistem dari komponen-komponen yang berkaitan yang
membantu dalam pembuatan sebuah software. (Satzinger et al., 2005,
p.280)
• Process Architecture
Merupakan sebuah sistem eksekusi yang terdiri atas proses yang saling
berhubungan (Mathiassen, 2000, p.211). Dengan menggunakan dua
simblo, component symbol dan node symbol. (Satzinger et al., 2005,
p.379)
2.18 Implementation Plan
Menurut Marchewka (2010, p.364) tahap akhir dalam sebuah proyek adalah
implementation atau implementasi hasil dari sistem yang telah selesai dibuat. Dimana
untuk mengimplementasikan sistem baru tersebut dibutuhkan sebuah implementation
plan atau rencana implementasi. Dalam implementation plan terdapat tiga pendekatan
yang dapat dilakukan, yaitu:
• Direct cutover
Merupakan rencana implementasi yang dilakukan dengan langsung
mengganti sistem lama dengan sistem baru.
73
• Parallel
Merupakan rencana implementasi yang dilakukan secara perlahan, dimana
sistem lama masih berjalan pada saat sistem baru diimplementasikan.
• Phased
Merupakan rencana implementasi yang memiliki kesamaan dengan
parallel tetapi dilakukan perbagian sistem.