INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION
DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA
(Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Nur Anisha
NIM : 1113081000123
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION
DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA
(Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Nur Anisha
NIM : 1113081000123
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini tanggal 9 Agustus 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
Mahasiswa :
1. Nama : Nur Anisha
2. NIM : 1113081000123
3. Jurusan : Manajemen/ MIPS
4. Judul Skripsi : Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam
Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank
Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melaksanakan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Agustus 2016.
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini tanggal 23 September 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas
Mahasiswa :
5. Nama : Nur Anisha
6. NIM : 1113081000123
7. Jurusan : Manajemen/ MIPS
8. Judul Skripsi : Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam
Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank
Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 September 2016.
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Anisha
NIM : 1113081000123
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen/ MIPS
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
ini.
Apabila dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melakukan pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 23 September 2016
v
Yang Menyatakan
Nur Anisha
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama : Nur Anisha
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 03 Oktober 1994
Alamat Rumah : Jl. Kartika RT.017/04 No. 46 Kelurahan
Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota
Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta.
Ayah : Jamin
Ibu : Anah
Telepon : 089 7018 9929
Email : [email protected]
Pendidikan Formal
2000 – 2006 MI. Yapiri
2006 – 2009 MTs Darunnajah Ulujami
2009 – 2012 MA Darunnajah Ulujami
2012 – 2014 Program Profesional TI Perbankan Syariah
CCIT Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
2013 – 2016 Program Sarjana S1 Manajemen
FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendidikan Non Formal
Pelatihan Sharia Banking 2015
Pengalaman Organisasi
Sekretaris Bagian Pengajaran Darunnajah 2010-2012
Sekretaris Bagian Keilmuan LDK Komda FEB UIN Jakarta 2014
vii
ABSTRACT
This research aimed to indicate whether the moral hazard and adverse
selection problems in the distribution of third party funds (mudharabah financing)
are distributed by Islamic Banks as well as to analyze the cause of moral hazard
and adverse selection and risk mitigation to overcome these problems. Moral
hazard is identified from the causes of non performing financing (NPF), which is
seen from the variables Gross Domestic Product (GDP), inflation, the ratio of
return (margin) murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah
(MPLS), and the ratio of murabahah financing (RM) to mudharabah financing
(FM), while adverse selection is identified from the causes of non performing
financing (NPF) which is seen from the variable level of revenue sharing (TBH).
The data used comes from islamic banking statistics published by the financial
services authority (FSA) in the period January 2012 to February 2016. The result
of the research by the Error Correction Model (ECM) shows the short term increase
GDP and TBH affect the NPF, whereas in the long term increase GDP, the ratio of
margin murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and
the ratio of murabahah financing (RM) to mudharabah financing (FM), TBH, and
deflation increase the NPF. Increasing NPF caused by rising GDP, the ratio of
margin murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and
deflation indicate the moral hazard in islamic banks, while increasing NPF caused
by rising TBH indicate the adverse selection in islamic banks. The moral hazard
and adverse selection demonstrates that bank both less careful in financing and less
incentive in monitoring and screaning process.
Key Word : Mudharabah Financing, Non performing financing, Moral Hazard,
Adverse Selection, Error Correction Model.
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat indikasi moral hazard
dan adverse selection dalam penyaluran dana pihak ketiga (dalam bentuk
pembiayaan mudharabah) yang disalurkan oleh bank syariah serta menganalisis
penyebab terjadinya moral hazard dan adverse selection dan mitigasi risiko yang
dilakukan bank syariah dalam mengatasi masalah tersebut. Moral hazard
diidentifikasi dari penyebab terjadinya non performing financing (NPF), yang
dilihat dari variabel Gross Domestic product (GDP), inflasi, rasio return (margin)
murabahah (MM) terhadap return profit loss sharing mudharabah (MPLS), dan
rasio alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah
(FM), sedangkan adverse selection diidentifikasi dari penyebab terjadinya non
performing financing (NPF) yang dilihat dari variabel tingkat bagi hasil (TBH).
Data yang digunakan bersumber dari statistik perbankan syariah yang
dipublikasikan oleh Otoritas jasa keuangan (OJK) pada periode Januari 2012
sampai Februari 2016. Hasil penelitian dengan metode Error Correction Model
(ECM) menunjukkan dalam jangka pendek peningkatan GDP dan TBH akan
mempengaruhi NPF, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan GDP, rasio
margin murabahah terhadap margin profit loss sharing mudharabah, TBH dan
penurunan inflasi akan meningkatkan NPF. NPF meningkat yang disebabkan oleh
meningkatnya GDP, rasio return (margin) murabahah (MM) terhadap return profit
loss sharing mudharabah (MPLS), dan menurunnya inflasi mengindikasikan
adanya moral hazard di bank syariah. Sedangkan meningkatnya NPF yang
disebabkan oleh meningkatnya TBH mengindikasikan adanya adverse selection di
bank syariah. Indikasi moral hazard dan adverse selection menunjukkan bank
kurang hati-hati dalam menyeleksi dan menyalurkan pembiayaan atau bank kurang
melakukan monitoring maupun screening.
Kata kunci : Pembiayaan Mudharabah, Non performing financing, Moral Hazard,
Adverse Selection, Error Correction Model.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah yang telah menciptakan kita dalam
keadaan mencintai agamanya dan berpegang pada syariat-Nya. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad yang telah berjihad
untuk menyiarkan ajaran-ajaran Islam yang agung dalam akhlak beliau yang mulia,
dan semoga kesejahteraaan dan rahmat senantiasa juga tercurah untuk keluarganya
dan para sahabatnya terkasih yang senantiasa mengikuti petunjuknya, sehingga
mereka beruntung dengan mendapat ridha dan pahala dari sisi Allah.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua saya, Bapak Jamin dan Ibu Anah yang selalu memberikan
dukungan baik moril maupun materil, memberikan kasih sayang, cinta, dan
selalu mendoakan dengan penuh rasa ikhlas. Kalian adalah motivasi terkuat
bagi penulis untuk bisa segera menyelesaikan skripsi ini.
2. My Brothers, Rizky Ramadhan dan Faizal Syarif yang selalu memberi
motivasi kepada penulis untuk menjadi kakak baik, semoga kita akan menjadi
anak yang selalu bisa menjadi kebanggan bapak dan mama.
3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak Dr. Amilin,
SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH
selaku Wadek II FEB, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku
Wadek III FEB, yang telah memberikan jalan bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah meluangkan waktunya di tengah kesibukan untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini serta motivasinya yang
begitu besar pada penulis.
5. Ibu Titi Dewi Warnida, SE, M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
6. Ibu Ela Patriana, MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Rahmatullah, M.Ag. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
mengarahkan dan memotivasi selama penulis menuntut ilmu di kampus ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan ilmu
yang Bapak dan Ibu berikan kepada penulis.
9. Seluruh Staf Tata Usaha dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas
kerja kerasnya melayani mahasiswa dengan baik, membantu dalam mengurus
kebutuhan administrasi, keuangan dan lain-lainnya.
10. Sahabat terbaikku Azka Amany yang telah membantu, memotivasi, dan
menghibur penulis dari awal perkuliahan, hingga penulis menyelesaikan
skripsi ini.
11. Teman seperjuanganku selama di CCIT FTUI dan MIPS, terimakasih atas
dukungan dan motivasi kalian. Semoga Allah SWT selalu memudahkan
langkah kalian untuk menuju cita-cita dan tujuan.
12. Sahabat-sahabatku yaitu Amanda Febriana, Lailatul jannah, Najwa Fithrati,
Siti Sarah Anggraeni, Khritmadanty Angelita, Ayu Indah Wati, Citra Mi’rajul
Ummah, Ayu Setia Mauliddini, Dwi Ratnasari, Dedeh Rahmawati,
Shofwatun Niswah, Annisa Nasharuddin, Dika Nurmalita Sari, Eliza Nur,
Meruni Sani Putri, Teddy Azhari, Afief Amrullah, Chanasya Bayu Ananda,
dan Razi Nur Arif yang selalu mendukung, mendoakanku, memotivasi, dan
menghibur selama proses menyelesaikan skripsi ini.
13. Keluarga besar Komda FEB yang telah memberikan pengalaman dan
pelajaran yang beigitu berharga selama masa perkuliahan yang menjadikan
penulis lebih baik lagi dari waktu-ke waktu. Semoga kekeluargaan kita tetap
terjaga.
14. Keluarga besar KKN NASA 2015 yang telah memberikan pengalaman dan
pelajaran yang begitu berharga selama masa KKN yang menjadikan pribadi
penulis lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Semoga kekeluargaan kita tetap
terjaga.
xi
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut
berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan
maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Skripsi
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik dunia
perbankan, dunia akademisi, para pembaca serta bagi penulis sendiri sebagai proses
pengembangan diri.
Jakarta, 05 September 2016
Penulis
(Nur Anisha)
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Permasalahan ............................................................................................. 10
1. Identifikasi Masalah ............................................................................... 10
2. Batasan Masalah ..................................................................................... 11
3. Rumusan Masalah .................................................................................. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14
A. Landasan Teori .......................................................................................... 14
1. Moral Hazard ......................................................................................... 14
2. Adverse Selection ................................................................................... 17
3. Pembiayaan Mudharabah ....................................................................... 20
4. Masalah Keagenan dalam Pembiayaan Mudharabah ............................. 21
5. Penyebab Konflik Keagenan .................................................................. 25
6. Identifikasi Risiko Bank Syariah ............................................................ 26
7. Non Performing Financing .................................................................... 28
8. Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ................................ 30
9. Gross Domestic Product (GDP) ............................................................. 32
xiii
10. Inflasi .................................................................................................. 34
11. Tingkat Bagi Hasil .............................................................................. 37
B. Keterkaitan Antar Variabel ....................................................................... 39
C. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 42
D. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 47
E. Hipotesis .................................................................................................... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 54
A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 54
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................................ 54
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 55
D. Metode Analisis Data ................................................................................ 56
E. Operasional Variabel ................................................................................. 70
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 74
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................................... 74
1. Bank Syariah .......................................................................................... 74
2. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) ................................. 76
3. Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) .................................... 78
4. Perkembangan Inflasi ............................................................................. 79
B. Analisis dan Pembahasan .......................................................................... 80
1. Uji Normalitas ........................................................................................ 81
2. Uji Linieritas ........................................................................................... 82
3. Uji Stasioner ........................................................................................... 82
5. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 87
6. Regresi Metode Error Correction Model (ECM) .................................. 91
7. Uji simultan (Uji F) ................................................................................ 96
8. Uji Secara individual (Uji t) ................................................................... 96
9. Uji Adjusted R Square .......................................................................... 101
C. Interpretasi Data ...................................................................................... 102
1. Jumlah GDP dan Tingkat NPF ............................................................. 102
2. Tingkat Inflasi dan Tingkat NPF .......................................................... 104
3. Jumlah MM/MPLS dan Tingkat NPF .................................................. 107
xiv
4. Jumlah RM/FM dan Tingkat NPF ........................................................ 109
5. Jumlah TBH dan Tingkat NPF ............................................................. 112
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 119
A. Kesimpulan .............................................................................................. 119
B. Implikasi .................................................................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 123
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 127
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 2.1: Kategori NPF ....................................................................................... 29
Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu ............................................................................ 42
Tabel 4.1: Uji Akar Unit nilai Phillips-Perron test pada Tingkat Level ............... 83
Tabel 4.2: Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada First Difference..................... 84
Tabel 4.3: Hasil Uji t ............................................................................................. 97
Tabel 4.4: Tabel Margin Murabahan dan Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah . 108
Tabel 4.5: Jumlah Penyaluran Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah ........ 111
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
Gambar 1.1: Perkembangan NPF ............................................................................ 5
Gambar 1.2: Perkembangan Inflasi ......................................................................... 7
Gambar 1.3: Perkembangan GDP ........................................................................... 8
Gambar 2.1: Pengukuran Moral Hazard dan Adverse Selection .......................... 50
Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran ......................................................................... 51
Gambar 4.1: Perkembangan Jaringan Perbankan Syariah .................................... 75
Gambar 4.2: Perkembangan Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah ............. 76
Gambar 4.3: Pertumbuhan NPF ............................................................................ 77
Gambar 4.4: Perkembangan Gross Domestic Product .......................................... 78
Gambar 4.5: Perkembangan Inflasi ....................................................................... 79
Gambar 4.6: Uji Normalitas .................................................................................. 81
Gambar 4.7: Uji Linearitas .................................................................................... 82
Gambar 4.8: Uji Johansen Kointegrasi ................................................................. 86
Gambar 4.9: Uji Multikolinieritas ......................................................................... 88
Gambar 4.10: Uji Autokorelasi ............................................................................. 89
Gambar 4.11: Uji Autokorelasi dengan WLS ....................................................... 89
Gambar 4.12: Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 90
Gambar 4.13: Hasil Analisis Jangka Panjang ....................................................... 92
Gambar 4.14: Hasil Analisis Jangka Pendek ........................................................ 94
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
Lampiran 1 : Data Penelitian Januari 2012-Februari 2015 ................................. 127
Lampiran 2 : Uji Normalitas ............................................................................... 128
Lampiran 3 : Uji Linearitas ................................................................................. 128
Lampiran 4 : Uji Stasioner Variabel NPF ........................................................... 129
Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel GDP .......................................................... 130
Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel Inflasi ........................................................ 131
Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel MM/MPLS ................................................ 132
Lampiran 8 : Uji Stasioner Variabel RM/FM ..................................................... 132
Lampiran 9 : Uji Stasioner Variabel TBH .......................................................... 133
Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF ............................................. 134
Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel GDP ............................................ 135
Lampiran 12 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi .......................................... 136
Lampiran 13 : Uji Derajat Integrasi Variabel MM/MPLS .................................. 136
Lampiran 14 : Uji Derajat Integrasi Variabel RM/FM ....................................... 137
Lampiran 15 : Uji Derajat Integrasi Variabel TBH ............................................ 138
Lampiran 16 : Uji Kointegrasi Johansen Test ..................................................... 139
Lampiran 17 : Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 139
Lampiran 18 : Hasil Analisis Jangka Panjang..................................................... 142
Lampiran 19 : Hasil Uji ECT .............................................................................. 142
Lampiran 20 : Hasil Analisis Jangka Pendek ...................................................... 143
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Goldstein Morris (1998) mengungkapkan istilah moral hazard kembali
populer sejak terjadinya krisis keuangan di Asia. Krisis keuangan tersebut
dipicu dari pemberian kredit yang kurang berhati-hati dalam memberikan
pinjaman. Sejalan dengan itu back up yang disediakan bank sentral membuat
bank semakin berani mengambil risiko dalam memberikan pinjaman.
Back up yang disediakan bank sentral merupakan solusi dari turunnya
tingkat kepercayaan masyarakat karena terdapat beberapa bank yang
dilikuidasi akibat krisis moneter yang menghantam Indonesia pada tahun
1998. Dalam pelaksaannya back up tersebut memang dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank, tetapi ruang lingkup yang
terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard.
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dibedakan atas dua
tingkatan, yaitu moral hazard pada tingkat bank dan pada tingkat nasabah.
Moral hazard pada tingkat bank yaitu moral hazard dalam penyaluran dana
pihak ketiga yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya
moral hazard dan adverse selection ditingkat nasabah, mengacu dari Vaubel
(1983) dalam Dreher (2004) yang menyebutkan bahwa tindakan tersebut
termasuk dalam moral hazard tidak langsung. Sedangkan moral hazard
ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan
2
dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini
dikategorikan sebagai moral hazard langsung.
Moral hazard terjadi akibat persoalan regulasi dan perundang-
undangan yang lemah, aspek penjaminan simpanan dan aspek penjaminan
kredit. Moral hazard sangatlah mengancam kemajuan usaha dan organisasi,
selain itu secara perlahan-lahan dapat menghilangkan responsibility dan
akuntabilitas dalam suatu perusahaan, dampaknya produktivitas dan kinerja
akan turun dan menjadikan perusahaan tidak memiliki daya saing. Beberapa
pendapat ekonom mengatakan bahwa salah satu diantara penyebab krisis
ekonomi di berbagai negara adalah karena adanya tindakan moral hazard dari
pemilik perbankan maupun pemilik kapital. Krisis ekonomi yang terjadi di
tahun 1998 dan krisis global tahun 2008 salah satu penyebabnya adalah
karena tindakan moral hazard (Ibrahim Taswan dan Ragimun, 2011:7)
Salah satu tindakan moral hazard yaitu ketidakhati-hatian bank dalam
menyalurkan pembiayaan, yang dimana ketidakhati-hatian tersebut dapat
menimbulkan kredit macet. Dani Prabowo (2014) mengatakan adanya kasus
kredit macet pada Bank Bukopin senilai Rp 76 miliar akibat fasilitas kredit
yang disalurkan itu tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kemudian kasus
kredit macet sebesar Rp 2,7 triliun di Bank Mandiri, dan masuknya Bank
Persyarikatan dalam kategori bank dalam pengawasan khusus dalam sudut
pandang moral hazard. Hal tersebut menunjukkan kurangnya kehati-hatian
dan monitoring yang dilakukan oleh pihak bank sehingga nasabah melakukan
hal-hal yang tidak sesuai dengan kontrak.
3
Muhammad Imanuddin (2010) menyebutkan bahwa selain moral
hazard juga terdapat adverse selection, yang dimana adanya ketidak
seimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang
menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap
suatu usaha. Sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu
pihak saja, dan merugikan pihak yang lain.
Menurut Anwar Nasution (2003) dalam tulisannya berjudul Masalah-
masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia. Adverse Selection
merupakan salah satu bentuk asimetri informasi yang terjadi sebelum
transaksi keuangan dilakukan karena peminjam dengan kualitas rendah
(memiliki risiko kredit tinggi) biasanya akan mencari pinjaman dengan bunga
tinggi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjaman
biasanya merupakan kredit bermasalah. Asimetri informasi ini juga
menggambarkan dampak lanjutan dari krisis finansial pada perekonomian
misalnya dalam kondisi suku bunga naik, mungkin berakibat pada adverse
selection sehingga mengakibatkan penurunan penawaran kredit oleh bank.
Demikian pula kondisi penurunan nilai agunan yang menyebabkan timbulnya
debitur dengan net worth yang rendah.
Bank atau pemilik modal dikatakan mengalami masalah adverse
selection apabila dalam penyaluran kredit, bank tidak memiliki kemampuan
dan pengetahuan untuk membedakan beberapa projek investasi berdasarkan
risiko yang dihadapi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar
dari pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Adverse selection
4
dapat terjadi apabila suku bunga pasar meningkat, terkadang peminjam
sengaja menyembunyikan informasi yang sebenarnya menyangkut kondisi
keuangan serta resiko investasi untuk mendapatkan pinjaman baru setelah
kenaikan bunga.
Perbankan Syariah IB (2009) mengungkapkan bahwa berkembangnya
moral hazard di perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem
operasionalnya dimana resiko tidak terdistribusi secara proporsional pada
pihak-pihak terkait. Resiko tidak tersebar secara merata antara pemilik dana,
pengguna dana, serta pihak bank. Dalam pendistribusian resiko, Perbankan
berbasis syariah dirasa mampu menjadi jalan keluar dari permasalahan kridit
macet, karena menggunakan prinsip bagi hasil dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya. Bank syariah juga menjalankan kegiatan operasinya dengan
sistem transparansi dan kemitraan antara bank dan nasabah serta prinsip
keadilan yang diharapkan mampu menjadikan perekonomian Indonesia
menjadi lebih baik. Perbankan syariah menggunakan profit and loss sharing
(PLS) sebagai pengganti bunga. Secara teori keberadaan sistem profit and
loss sharing berimplikasi kepada risiko serta peluang moral hazard di
perbankan sebab risiko menjadi tanggungan kedua pihak. Bank syariah dan
nasabah dipaksa untuk menyusun suatu desain kontrak yang optimal bagi
kedua belah pihak, sebab keduanya akan berbagi risiko maupun hasil.
Bank syariah menawarkan imbalan kepada masyarakat pemilik dana
dengan sistem bagi hasil yang ditentukan pada awal perjanjian. Hal inilah
yang mendorong masyarakat untuk mepercayakan dananya kepada bank
5
syariah. Peningkatan jumlah dana pihak ketiga pada bank, mendorong pihak
bank untuk menyalurkan dana tersebut kepada calon debitur dengan harapan
mendapat bagi hasil dari penyaluran pembiayaan tersebut. Seiring dengan
perkembangan kegiatan perbankan diiringi pula peningkatan penyelewengan
yang terjadi yang merupakan dampak dari tindakan lalai yang mengabaikan
prinsip kehati-hatian.
Mulya E. Siregar (2015) mengatakan bahwa hingga akhir 2015
perkembangan bisnis perbankan syariah mengalami penurunan yang drastis,
pertumbuhan aset yang sempat mencapai 49 persen pada tahun 2013 tidak
dapat terulang lagi. Pada tahun 2015 pertumbuhan bank syariah hanya
mencapai 7,98 persen pada juli 2015. Turunnya pertumbuhan perbankan
syariah tidak hanya terjadi dari sisi aset, namun juga pada pembiayaan dan
dana pihak ketiga (DPK). Pertumbuhan yang melambat ini diperparah pula
oleh meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah (non performing
financing/NPF). Pertumbuhan NPF dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
Gambar 1.1: Perkembangan NPF
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kredit bermasalah pada bank
syariah cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2012 kredit
2.22% 2.62%
4.33% 4.50%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
2012 2013 2014 Jul-15
NPF
NPF
6
bermasalah sebesar 2,22% kemudian meningkat sebesar 2,62%. Lalu
peningkatan NPF melonjak pada tahun 2014 hingga sebesar 4,33%, hingga
pada bulan Juli 2015 NPF sebesar 4,50%.
Di sektor perbankan, perlu diadakan langkah-langkah memperkuat
manajemen risiko, seperti screening dan monitoring terhadap kredit-kredit
berisiko guna meminimalisir dampak negatif dari adverse selection dan moral
hazard dari kreditor serta menerapkan spesialisasi dalam bentuk pinjaman
sebagai salah satu upaya menyeleksi kelayakan suatu perusahaan atau
perorangan pada saat mengajukan pinjaman. Pembiayaan bermasalah dapat
dipicu oleh kondisi ekonomi makro suatu negara yang dapat memberikan
pengaruh bagi kelancaran suatu usaha. Di antaranya adalah Inflasi. Inflasi
merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang digunakan untuk
mengukur kondisi perekonomian negara. Jika tingkat inflasi suatu negara
tinggi dapat berpengaruh terhadap perekonomian, baik dari segi pendapatan,
investasi, suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya.
Tingkat inflasi yang tinggi akan berakibat terhadap turunnya
kemampuan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya, dan pada
akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh lembaga perbankan
yaitu dari tingkat pengembalian pinjaman atau pembiayaan dan akan
meningkatkan rasio dari pembiayaan bermasalah (non performing financing)
(Siti Jamiatun Nafiah, 2007: 4). Perkembangan inflasi dapat dilihat pada
gambar berikut :
7
Gambar 1.2: Perkembangan Inflasi
Sumber : Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Data Diolah)
Berdasarkan gambar diatas bahwa dari akhir tahun 2012 hingga akhir
tahun 2013 inflasi mengalami peningkatan yang sangat tajam dari 4,30%
sampai 8,38%, kemudian diakhir tahun 2014 terjadi peningkatan sebesar
0,2% dari akhir tahun 2013 sehingga menjadi 8,36%, dan inflasi mengalami
penurunan pada Juli 2015 sebesar 7,26%. Kemudian selain inflasi terdapat
faktor faktor ekonomi makro yang dapat meningkatkan NPF yaitu gross
domestic product (GDP).
Gross domestic product (GDP). termasuk faktor yang mempengaruhi
kemampuan masyarakat dalam membayar kredit. Estimasi GDP akan
menentukan perkembangan perekonomian. GDP berasal dari jumlah barang
konsumsi yang bukan termasuk barang modal. Dengan meningkatnya jumlah
barang konsumsi menyebabkan perekonomian bertumbuh, dan meningkatkan
skala omset penjualan perusahaan, karena masyarakat yang bersifat
konsumtif dan menandakan bahwa kemampuan masyarakat dalam membayar
kredit juga akan meningkat. GDP di Indonesia setiap tahunnya mengalami
penurunan, berikut merupakan data GDP Indonesia:
4.30%
8.38% 8.36%7.26%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
2012 2013 2014 Jul-15
Inflasi
Inflasi
8
Gambar 1.3: Perkembangan GDP
Sumber : Profil Ekonomi Kementrian Perdagangan RI (Data Diolah)
Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa GDP mengalami penurunan
setiap tahunnya. Pada tahun 2012 GDP sebesar 6,03 %, kemudian menurun
pada tahun 2013 menjadi 5,56 %, dan terus menurun hingga pada tahun 2015
sebesar 4,79%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia
sedang mengalami penurunan. Peningkatan inflasi serta penurunan GDP
membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar
kredit, terlebih lagi hal tersebut dapat mendukung debitur untuk melakukan
tindakan-tindakan yang tidak sesuai kontrak. Dalam hal ini pihak perbankan
harus berhati-hati dalam menyeleksi calon debitur yang akan diberikan
pembiayaan.
Siti Jamiatun Nafiah (2007) moral hazard dapat diindikasikan dari
melihat laju inflasi terhadap rasio NPF. Jika inflasi mengalami penurunan
maka diharapkan rasio NPF juga akan menurun, akan tetapi apabila tingkat
inflasi menurun dan rasio NPF meningkat berarti adanya ketidak hati-hatian
bank dalam menyalurkan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau kurangnya
6.035.56
5.02 4.79
0
2
4
6
8
2012 2013 2014 2015
GDP
GDP
9
monitoring maupun screening dalam memilih calon debitur dari pihak bank
sehingga mengakibatkan naiknya rasio NPF.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mustofa Edwin dan Ranti
Wiliasih (2007) moral hazard dapat diindikasikan apabila NPF meningkat
pada saat GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi
peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika
pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasi bank kurang berhati-hati
atau kurang melakukan monitoring.
Penelitian terkait moral hazard juga dilakukan oleh Desty Setyowati
(2008) moral hazard dapat diindikasikan pada saat kondisi pasar real setate
yang direpresentasikan oleh perubahan harga rumah meningkat. Idealnya
ketika harga rumah meningkat maka permintaan untuk kredit rumah
menurun, jumah penyaluran kredit rumah juga akan menurun sehingga jika
pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-
hati atau kurang monitoring.
Indikasi adverse selection dapat dilihat dari tingkat bagi hasil yang
ditetapkan oleh bank, apabila pada kondisi bagi hasil yang ditetapkan untuk
nasabah tinggi namun jumlah NPF meningkat maka hal tersebut terindikasi
adanya adverse selection. Karena idealnya pada saat bagi hasil yang
ditetapkan tinggi maka nasabah akan lebih mampu memenuhi kewajibannya
terhadap bank dan apabila dalam kondisi tersebut nasabah justru tidak dapat
membayar kewajibannya maka adanya ketidak seimbangan informasi yang
dimiliki nasabah dan pihak bank sehingga bank memberikan pembiayaan
10
pada nasabah yang berkualitas buruk. Karena nasabah yang berkualitas buruk
akan menyampaikan kepada bank bahwa dirinya memiliki karakteristik yang
tinggi sehingga layak untuk mendapatkan bagi hasil yang tinggi pula. Hal ini
menunjukkan bahwa shahibul mal dapat menggunakan skema bagi hasil
untuk menyeleksi mudharib dan menekan permasalahan adverse selection
(Misnen Ardiansyah, 2014: 265).
Penelitian ini penulis menganalisis bagaimana ketidakhati-hatian pihak
bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga berdampak pada terjadinya
pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing). Selain itu
menganalisis bagaimana ketidak seimbangan informasi yang terjadi sebelum
akad disepakati akan berdampak pada terjadinya pembiayaan bermasalah
(Non Performing Financing). Penelitian ini juga menganalisis penyebab
terjadinya resiko moral hazard dan adverse selection pada pembiayaan
mudharabah serta cara memitigasi risiko tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti
“INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION
DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA (Studi Kasus : Bank
Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
11
a. Moral hazard dan adverse selection sebagai salah satu penyebab
meningkatnya non performing financing (NPF) pada bank.
b. Bank syariah dianggap mampu untuk mengurangi tingkat kredit
macet, karena bank syariah manerapkan sistem profit and loss
sharing. Akan tetapi bank syariah juga tidak dapat sepenuhnya
terhindar dari praktik moral hazard dan adverse selection.
c. Dibutuhkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mendorong
terjadinya moral hazard dan adverse selection bank syariah. Serta
melakukan mitigasi risiko untuk meminimalisir tindakan tersebut.
2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas, penulis
membatasi masalah dalam penulisan penelitian ini. Adapun batasan
masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Rasio not performing financing dijadikan indikator untuk melihat
kemungkinan terjadinya moral hazard dan adverse selection
b. Hanya menggunakan GDP dan Inflasi sebagai faktor eksternal yang
menyebabkan not performing financing
c. Penelitian dilakukan dari laporan keuangan bank syariah yang
dipublikasikan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK)
3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah terdapat indikasi moral hazard dan adverse selection dalam
pembiayaan mudharabah pada bank syariah?
12
b. Bagaimana faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard
dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank
syariah?
c. Bagaimana mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank syariah untuk
meminimalisir tindakan moral hazard dan adverse selection?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
a. Menganalisis indikasi moral hazard dan adverse selection
dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah.
b. Menganalisis faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral
hazard dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah
pada bank syariah.
c. Menganalisis mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank syariah
untuk meminimalisir tindakan moral hazard dan adverse
selection
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat antara
lain :
a. Bagi Penulis
Penelitian ini menjadi salah satu sarana bagi penulis yang dimana
sangat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan penulis
13
tentang praktek manajemen perbankan syariah khususnya tentang
masalah yang berkaitan dengan moral hazard dan adverse selection
dalam penyaluran dana pihak ketiga.
b. Bagi Perbankan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membantu pihak
manajemen bank terhadap pemberian keputusan pembiayaan untuk
meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan.
c. Bagi Akademisi
Penelitian ini akan menambah kepustakaan di bidang manajemen
perbankan syariah dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk
menambah wawasan pengetahuan tentang moral hazard dan adverse
selection terhadap penyaluran dana pihak ketiga dan Penelitian ini dapat
dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Moral Hazard
Penggunaan istilah “moral hazard’’ pada awalnnya digunakan dalam
bidang asuransi. Dalam kamus Inggris maka "moral hazard" diterangkan
sebagai "the hazard arising from the uncertainty or honesty of the
insured". Sebagai contoh bila seorang pengusaha yang mengambil
asuransi resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia terjepit hutang dan
menjelang jatuh tempo maka kecenderungannya akan mengambil jalan
pintas dan melakukan ketidak jujuran, ia akan membakarnya sendiri
gudangnya untuk mendapatkan dana asuransi sebagai ganti ruginya.
Moral hazard terjadi karena seorang individu atau lembaga bertindak
yang tidak sesuai dengan apa yang terdapat didalam kontrak. Hal ini dipicu
dari tindakan ketidak hati-hatian dalam memberikan tanggung jawab
kepada pihak lain tersebut dan kurangnya pengawasan atau monitoring
dari instansi terkait serta kurang tegasnya terhadap pemberlakuan sanksi
bagi individu atau lembaga yang melakukan pelanggaran. Dalam hal ini
Bank Indonesia juga berperan dalam melakukan pengawasan dan
monitoring terhadap kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam manajemen
bank.
Moral hazard dapat didefinisikan menjadi empat berdasarkan kondisi
yang berbeda (Mitnick,1996:7). Pertama, moral hazard terjadi karena
15
kondisi monitoring disability (hidden action). Prinsipal tidak dapat
mengamati atau memonitor perilaku agen. Ketidak mampuan memonitor
tindakan secara konseptual menunjukkan ketidakpastian mengenai
hubungan antara tindakan agen dengan hasil untuk principal,
ketidaksamaan informasi antara kedua pihak, kebutuhan untuk melakukan
kesepakatan mengenai masalah insentif untuk agen, ketidakmampuan
membuat kontrak untuk menghilangkan masalah (tanpa kemampuan untuk
memonitor perilaku agen, kontrak yang dibuat tidak dapat dilaksanakan).
Prinsipal dan agen diasumsikan mempunyai potensi untuk konflik
kepentingan.
Kedua, moral hazard terjadi karena adanya undesirable behavior
production (perilaku yang tidak diinginkan) dipandang dari perspektif
prinsipal. Agen tidak cukup menjamin tindakannya akan menguntungkan
prinsipal atau bisa mengurangi kerugian yang mungkin terjadi. Moral
hazard diidentifikasi sebagai hasil dari perilaku agen yang berisiko.
Ketiga, moral hazard terjadi karena undesirable outcome (impact)
production. Moral hazard merupakan bentuk oportunisme pasca
kontraktual yang timbul karena tindakan yang mempunyai konsekuensi
efisiensi yang tidak dapat diobservasi secara bebas sehingga seseorang
bisa memenuhi kepentingan pribadinya atas biaya pihak lain. Keempat,
moral hazard sebagai bentuk dari morals disability. Moral hazard terjadi
karena kecenderungan perilaku-perilaku yang tidak bermoral seperti tidak
jujuran, tidak pedulian, ketidaktahuan atau ketidaktabahan hati.
16
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas
2 tingkatan. Pertama, moral hazard di tingkat bank dan yang kedua adalah
moral hazard di tingkat nasabah. Moral hazard ditingkat bank dapat
dibedakan, diantaranya yaitu:
a. Moral hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending
behavior yang menyebabkan timbulnya Moral hazard dan adverse
selection. Ditingkat nasabah yang disebut juga Moral hazard tidak
langsung (mengacu pada pengertian Moral hazard yang dikemukakan
oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004).
b. Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit
karena adanya penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga
penjamin simpanan dalam hal ini termasuk dalam Moral hazard
langsung (mengacu pada pengertian Moral hazard yang dikemukakan
oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004)
c. Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank
sebagai lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada
sektor riil (Desty Setyowati, 2008:14).
d. Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan
menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam katagori Moral
hazard dan lainnya. (Desty Setyowati, 2008:14).
Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib
tidak berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi
menimbulkan moral hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian.
17
Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian
shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian,
atau ketidakpatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah juga
dapat dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral
hazard pada nasabah umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang
berbasis pada equity financing (mudharabah dan musyarakah) atau biasa
dikenal dengan profit loss sharing. Akad mudharabah yang tidak
mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada mudharib
untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan
ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan
manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap
masalah moral hazard. Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu
global yang menyebabkan bank syariah lebih memilih dengan pembiayaan
dengan basis debt financing (murabahah, ishtisna, dan salam).
2. Adverse Selection
Adverse selection merupakan permasalahan asymmetric information
yang terjadi ex ante, yakni sebelum disalurkannya kredit/pembiayaan.
Adverse selection merupakan permasalahan yang timbul ketika pemilik
dana memilih entrepreneur yang akan diberikan kredit/pembiayaan
(Tarsidin, 2010:43). Hal ini dikarenakan pemilik dana/shahibul maal tidak
mengetahui dengan pasti karakteristik mudharib. Adverse selection dalam
pasar keuangan terjadi ketika peminjam potensial yang kemungkinan
18
besar membuahkan hasil yang tidak diinginkan (adverse) yaitu risiko
kredit yang buruk (Mishkin,2008:50).
Pada kontrak bagi hasil, jumlah profit tidak diperjanjikan dalam
kontrak. Skema bagi hasil ditetapkan dimuka dan akan tetap berlaku
berapa pun profit yang diperoleh mudharib dari usaha atau proyek yang
dijalankan. Dengan demikian, mudharib kurang termotivasi untuk
mencapai suatu jumlah profit tertentu. Hal ini menyebabkan mudharib
akan menyatakan bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi pada saat
mengajukan kredit atau pembiayaan dan memperoleh rasio bagi hasil yang
tinggi untuk dirinya (Tarsidin,2010: 45).
Pemilik dana atau shahibul maal akan menawarkan rasio bagi hasil
yang lebih tinggi kepada mudharib yang memiliki karakteristik tinggi.
Karena mudharib dengan karakteristik tinggi akan menghasilkan profit
yang besar yang berdampak pada tingginya pendapatan bagi hasil yang
akan diterima oleh pemillik dana/shahibul maal. Sedangkan untuk
mudharib dengan karakteristik rendah, hanya ditawarkan rasio bagi hasil
yang rendah juga baginya. Dengan demikian, skema bagi hasil yang
ditawarkan oleh pemilik dana/shahibul maal merupakan suatu alat seleksi.
Kemungkinan mudharib akan berusaha menyatakan pada bank atau
shahibul maal bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi sehingga
selayaknya memperoleh kredit atau pembiayaan dan rasio bagi hasil yang
tinggi. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya permasalahan adverse
19
selection, yakni bank atau shahibul maal salah memilih mudharib yang
berhak memperoleh kredit atau pembiayaan.
Untuk mengatasi permasalahan adverse selection, pihak bank atau
shahibul maal perlu mengetahui karakteristik mudharib. Melalui analisis
atas dokumen yang diajukan mudharib, shahibul maal bisa memperoleh
sebagian informasi yang diperlukan untuk menilai karakteristik mudharib.
Karakteristik mudharib tersebut dapat diketahui dengan tepat melalui
suatu verifikasi yang berbiaya relatif besar.
Pendekatan lainnya juga dapat dilakukan dengan tidak sepenuhnya
mengandalkan pada verifikasi. Shahibul maal dapat menawarkan suatu
skema bagi hasil yang lebih menguntungkan bagi mudharib apabila
mudharib menyatakan dengan benar karakteristiknya. Melalui skema bagi
hasil tersebut diharapkan adanya pengungkapan informasi privat yang
dimiliki oleh mudharib kepada shahibul maal. Skema bagi hasil tersebut
harus dapat membuat mudharib menyatakan dengan sebenarnya
karakteristiknya (Tarsidin,2010:46).
Mudharib akan dihadapkan pada risiko bahwa dirinya tidak
memperoleh kredit pembiayaan jika menyatakan dengan benar
karakteristiknya. Di samping itu, mudharib juga dihadapkan pada
kemungkinan bahwa dirinya memperoleh rasio bagi hasil yang lebih
rendah jika menyatakan dengan benar karakteristiknya. Dengan demikian,
pengungkapan informasi privat yang dimiliki oleh mudharib kepada
shahibul maal hanya bisa dicapai jika skema bagi hasil tersebut incentive
20
compatible (insentif yang diperoleh cukup). Mudharib yang bersedia
memperoleh pembiayaan dengan rasio bagi hasil yang rendah
mengindikasikan bahwa karakteristiknya rendah. Sedangkan mudharib
dengan karakteristik yang tinggi tidak akan menerima kontrak bagi hasil
yang menawarkan rasio bagi hasil yang rendah. Meskipun dengan rasio
bagi hasil yang rendah tersebut mudharib tetap dapat memperoleh level
utilitas tertentu yang diinginkannya, namun mudharib dengan katakterisik
tinggi tersebut memiliki banyak alternatif pembiayaan lainnya yang
menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa shahibul maal dapat menggunakan skema bagi hasil untuk
menyeleksi mudharib dan menekan permasalahan adverse selection.
3. Pembiayaan Mudharabah
Menurut Fatwa DSN-MUI No: 07/DSNMUI/IV/2000, mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat dari
kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Mekanisme atau tatacara pemberian pembiayaan dimulai dari proses
permohonan pembiayaan yang dilakukan secara lisan kemudian
21
ditindaklanjuti dengan permohonan tertulis. Dilanjutkan dengan
pengumpulan data dan investigasi untuk pembiayaan produktif, data yang
diperlukan adalah kemampuan nasabah dalam melunasi pembayaran
dengan cara melihat bisnis plannya dan rencana alternatif jika terjadi hal
yang tidak terduga, data obyek pembiayaan, data jaminan. Selanjutnya
dilakukan Analisa pembiayaan dengan berbagai metode salah satunya
dengan metode 5C yaitu capacity, character, capital, collateral dan
condition (Zulkifli, 2007:145)
4. Masalah Keagenan dalam Pembiayaan Mudharabah
Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi
muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. (Jensen dan
Meckling,1976:5). Tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan
tentang teori agensi yaitu: manusia pada umumnya mementingkan diri
sendiri (self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai
persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu
menghindari risiko (risk averse) (Eisenhardt,1989:58).
Adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri
dari (Jensen dan Meckling, 1976: 6) :
a. The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan
yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen
dalam mengelola perusahaan.
22
b. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya
yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak
bertindak yang merugikan prinsipal.
c. The residual loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun
agen karena adanya hubungan agensi
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kontrak mudharabah yang
dijalankan oleh lembaga keuangan syariah (bank/BMT) merupakan suatu
kontrak yang mengandung peluang besar terjadinya imperfect information
bila salah satu pihak tidak jujur. Dengan kata lain kontrak mudharabah
sarat terjadinya imperfect information dalam hubungan antara principal
(shahibul maal) dengan agent (mudharib), maka muncullah masalah
asymmetric information. Asymmetric information adalah kondisi yang
menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya
tidak memilikinya (Jogiyanto, 2000:369).
Masalah keagenan pada kontrak mudharabah berasal dari tiga sumber
(Algoud dan Lewis 2003:120). Pertama, tidak adanya syarat jaminan yang
akan memperburuk problem adverse selection. Menurut teori perbankan
Islam dana yang disediakan berdasarkan kontrak profit loss sharing
terutama akan mendorong para pengusaha baru yang tidak memiliki aset
apapun selain usaha (tenaga) dan keahlian mereka, tanpa jaminan
digolongkan memiliki resiko tinggi.
Kedua, kontrak mudharabah akan cenderung memunculkan moral
hazard karena lembaga keuangan (bank/BMT) tidak dapat memaksa
23
pengusaha untuk mengambil tindakan yang sesuai, selain itu juga tidak
membatasi aktivitas pengusaha dengan menentukan intensitas usahanya.
Ketiga, karena pengeluaran perusahaan seluruhnya ditanggung oleh
lembaga keuangan (bank/BMT).
Selanjutnya menurut Khalil dalam Manzilati (2011:285-286), secara
umum menunjukkan tiga masalah utama keagenan yang terkait dengan
kontrak mudharabah diantaranya: pertama, besarnya ketidakpastian
(uncertainty) maksudnya adalah kontrak bagi hasil merupakan kontrak
yang bisa dipastikan adanya ketidakpastian pendapatannya. Khususnya
pada lembaga keuangan (bank/BMT). Ketidak pastian ini berasal dari hasil
yang tergantung sepenuhnya pada keputusan investasi perusahaan yang
dibuat oleh agen. Lebih jauh agen tidak diawasi secara penuh oleh
principal (bank/BMT), sehingga memiliki sejumlah kebebasan dan bisa
berpeluang menimbulkan masalah, misalkan agen tidak transparan dalam
menyampaikan hasil yang diperoleh.
Masalah kedua, linieritas yang ekstrim (extreme linearity),
maksudnya adalah linier sharing antara hasil dengan kinerja dari proyek
yang dihasilkan, hasil akhir yang diharapkan tergantung sepenuhnya pada
kemampuan/keterampilan pengusaha (agent) dan tingkat usaha yang
dihasilkan. Masalah ketiga, adalah terkait dengan kekuatan untuk
menentukan pilihan/kebijakan (discretionary power). Kontrak
mudharabah juga merepresentasikan suatu kekuatan kebijakan semenjak
agen memulai menangani proyek dan mempunyai hak untuk membuat
24
keputusan terkait dengan investasi dan distribusi aliran kas berikutnya. Hal
ini menimbulkan discration yang penuh atas aset pengusaha, sama seperti
yang dimiliki manajer pada proyek sendiri tanpa menghadapi resiko
kerugian secara keuangan. Berbeda dengan modal di dalamnya tidak ada
hak otomatis untuk membuat pengangkatan direktur dengan menggunakan
kekuatan voting, yang mengijinkan pemodal untuk mencampuri bila ada
kesalahan terkait dengan aktivitas operasional.
Pembiayaan mudharabah memiliki risiko masalah keagenan yang
relatif tinggi karena nasabah menggunakan dana bukan seperti yang tertera
dalam kontrak, kelalaian dan kesalahan yang disengaja, serta nasabah yang
tidak jujur akan menyembunyikan keuntungan (Multifiah, Asfi Manzilati,
dan Laili Hurriati, 2015: 55). Dalam upaya mengatasi atau mengurangi
masalah keagenan ada dua cara yang dapat dilakukan principal untuk
mengurangi risiko akibat tindakan agen yaitu pemilik modal melakukan
pengawasan (monitoring) dan agen sendiri melakukan pembatasan atas
tindakan-tindakannya (bonding), sehingga dapat mengurangi kesempatan
penyimpangan yang dilakukan oleh agen. (Jensen dan Mackling, 1976:5)
Monitoring merupakan simbol penting dalam interaksi pada kerja
sama mudharabah. Melalui monitoring shahibul maal mendapatkan
informasi yang benar apakah nasabah bisa dipercaya telah mengarahkan
segala kemampuan yang dimiliki untuk investasi tersebut, juga apakah
nasabah juga selalu menjaga amanah dengan bertindak jujur dalam
melaporkan hasil yang diperoleh dengan tidak membesar-besarkan biaya
25
sehingga keuntungan menjadi kecil (Manzilati, 2011:289). Batasan yang
diterapkan untuk meminimalisir terjadinya masalah keagenan maka
lembaga keuangan syariah menerapkan batasan tertentu baik dalam jangka
waktu pembiayaan maupun jumlah pembiayaan.
5. Penyebab Konflik Keagenan
Pemilik harus mengendalikan konflik keagenan untuk menghindari
permasalahan yang mengganggu kemajuan perusahaan di masa
mendatang. Permasalahan keagenan ditelusuri dari beberapa kondisi,
seperti penggunaan arus kas bebas (free cash flow) pada aktifitas yang
tidak menguntungkan, peningkatan kekuasaan manajer dalam melakukan
over investment, dan consumption of excessive perquisites (Jensen, 1986).
Dalam hal ini yang dimaksud manajer atau agent adalah pengelola dana
atau mudharib sedangkan pemilik perusahaan atau principal adalah
shahibul maal.
Manajer berperan untuk memaksimalkan pemegang saham namun
manajer yang tidak signifikan dalam kepemilikan perusahaan
memungkinkan untuk melakukan berbagai hal yang bukan untuk
kepentingan pemegang saham (Duc Hong Vo dan Van Thanh-Yen
Nguyen, 2014: 274). Masalah keagenan antara pemegang saham dengan
manajer, potensial terjadi jika manajer memiliki kurang dari 100% saham
perusahaan. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh
manajer, maka mereka tidak berkonsentrasi pada maksimisasi
kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Daves, 2001). Penunjukkan
26
manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan. Akan
memunculkan perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap
(asymetry information) antara pemilik perusahaan (principal) dengan agen
(agent). Perbedaan sangat mungkin terjadi karena para agen tidak perlu
menanggung resiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan
keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh principal.
Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak
lain dalam mengamankan investasi para principal, maka agen cenderung
membuat keputusan yang tidak optimal (Jensen dan Meckling, 1976:5)
Pembiayaan mudharabah rentan terhadap resiko kerugian karena 2
faktor yang pertama yaitu faktor internal yang berupa kurangnya SDM
yang ahli dalam penerapan pembiayaan syariah khususnya pada
pembiayaanmudharabah dan yang kedua faktor eksternal yang berupa
kondisi masyarakat yang tingkat kejujurannya dan keamanahannya belum
terjamin (Muhammad, 2008:2). Dalam pembiayaan mudharabah ini
dibutuhkannya keterbukaan antara kedua belah pihak mengenai untung
rugi suatu bisnis yang dijalankan, jika nasabah tidak menyampaikan secara
transparant tentang hasil yang diperoleh maka aktivitas tersebut
menimbulkan masalah keagenan yang berupa adverse seletion maupun
moral hazard.
6. Identifikasi Risiko Bank Syariah
27
Penerapan manajemen risiko pada perbankan syariah disesuaikan
dengan ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank
Indonesia menetapkan aturan manajemen risiko ini sebagai standar
minimal yang harus dipenuhi oleh BUS dan UUS sehingga perbankan
syariah dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
yang dihadapi namun tetap dilakukan secara sehat, istiqomah, dan sesuai
dengan Prinsip Syariah.
Pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 pasal 5,
bahwa termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi
pembiayaan. Risiko konsentrasi pembiayaan merupakan Risiko yang
timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak
atau sekelompok pihak, industri, sektor, atau area geografis tertentu yang
berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam
kelangsungan usaha Bank.
Risiko ini timbul apabila Bank memberikan pembiayaan berbasis bagi
hasil kepada nasabah dimana bank ikut menanggung risiko atas kerugian
usaha nasabah yang dibiayai (profit and loss sharing). Dalam hal ini,
perhitungan bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah pendapatan atau
penjualan yang diperoleh nasabah namun dihitung dari keuntungan usaha
yang dihasilkan nasabah. Apabila usaha nasabah mengalami
kebangkrutan, maka jumlah pokok pembiayaan yang diberikan bank
kepada nasabah tidak akan diperoleh kembali. Masalah keagenan juga
rentan muncul pada pembiayaan berbasis bagi hasil yang dimana terdapat
28
perbedaan kepentingan antara mudharib dan shahibul maal sehingga
memungkinkan mudharib menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya,
dan hal ini akan mengurangi keuntungan shahibul maal. Berdasarkan
masalah ini diperlukan suatu mekanisme dalam memotivasi mudharib
sehingga dapat mengalokasikan dananya pada bisnis yang tepat serta tidak
menyembunyikan keuntungan yaitu dengan monitoring terhadap usaha
yang dilakukan oleh mudharib, dan apabila shahibul maal terkonsentrasi
pada satu atau beberapa jenis usaha saja maka akan mempermudah kontrol
terhadap kebijakan yang diambil oleh mudharib.
7. Non Performing Financing
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit
adalah tercermin dari besarnya non performing loan (NPL), dalam
terminologi bank syariah disebut non perfoming financing (NPF). Non
Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori
yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan
dan macet.
𝑛𝑜𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 =𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛𝑥 100%
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas
aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu
29
lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan
(D), macet (M). Berikut merupakan tabel perhitungan NPF berdasarkan
kemampuan bayar nasabah (debitur) di bank syariah:
Tabel 2.1: Kategori NPF
Jenis Pembiayaan Kategori yang Diperhitungkan Dalam NPF
Kurang
lancar
Diragukan Macet
Murabahah, Istishna,
Ijarah, Qard
Tunggakan
lebih dari 90
hari s.d 180
hari
Tunggakan
lebih dari
180 hari s.d
270 hari
Tunggakan lebih
dari 270 h
Salam Tunggakan
lebih dari 90
hari s.d 180
hari
Tunggakan
lebih dari
180 hari s.d
270 hari
Tunggakan lebih
dari 270 h
Mudharabah,
Musyarakah
Tunggakan
s.d 91s.d180
hari realisasi
bagi hasil di
atas 30% s.d
90% dari
proyek
pendapatan
Tunggakan
lebih dari
181 s.d 270
hasil;
reaisasi bagi
hasil kurang
dari 30%
Tunggakan lebih
dari 270 hari;
realisasi
pendapatan
kurang dari 30 %
dari proyeksi
pendapatan lebih
dari 3 periode
pembayaran Sumber: wawancara dengan Bank Syariah
Non performing financing (NPF) akan berdampak pada menurunnya
tingkat bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana. Hubungan antara
bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu
hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan
mengembangkan usahanya apabila nasabah percaya untuk menempatkan
uangnya. Kemudian setelah menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, bank kemudian menyalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
30
8. Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Sebab-sebab pembiayaan bermasalah dapat berasal dari pihak bank
maupun pihak nasabah, faktor internal dan faktor eksternal diantaranya
sebagai berikut (Trisadini Prasastinah Usanti dan A. Shomad, 2008 : 16) :
a. Faktor Internal (berasal dari pihak bank)
1) Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah
2) Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah
3) Kesalahan setting fasilitaspembiayaan (berpeluang melakukan
sidestreaming)
4) Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha
nasabah
5) Proyeksi penjualan terlalu optimis
6) Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan
kurang memperhitungkan aspek kompetitor
7) Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable lemahnya
supervisi dan monitoring
8) Terjadinya erosi mental: kondisi ini dipengaruhi timbali balik
antara nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakibatkan
proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek
perbankan yang sehat.
b. Faktor Eksternal (dari pihak nasabah)
1) Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan
informasi dan laporan tentang kegiatannya)
31
2) Melakukan sidestreaming penggunaan dana
3) Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah
dalam persaingan usaha
4) Usaha yang dijalankan relatif baru
5) Bidang usaha nasabah telah jenuh
6) Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang menguasai bisnis
7) Meninggalnya key person
8) Terjadi bencana alam
9) Adanya kebijakan pemerintah: peraturan suatu produk atau sektor
ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif
bagi perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.
Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan
berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan, berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi pembiayaan adalah
upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat
menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui:
1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya tidak termasuk
perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau musyarākah yang
memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan
disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar.
32
2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain
meliputi: Perubahan jadwal pembayaran, perubahan jumlah angsuran,
perubahan jangka waktu, perubahan nisbah dalam pembiayaan
mudharabah atau musyarakah, perubahan proyeksi bagi hasil dalam
pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan pemberian potongan.
3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan yang antara lain meliputi: penambahan dana fasilitas
pembiayaan bank, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan
menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah, dan
konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada
perusahaan yang disertai dengan rescheduling atau reconditioning
9. Gross Domestic Product (GDP)
GDP adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam
perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. GDP didalamya
merupakan pendapatan faktor produksi milik bangsa Indonesia yang
berada di dalam negeri ditambah milik bangsa asing di dalam negeri.
GDP dihitung biasanya dengan menggunakan dua keterangan menurut
patokan harga yang dipakai, yaitu :
a. Harga Konstan
𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑘𝑥 =100 ×𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑏𝑥
𝐼𝐻𝐾𝑥
b. Harga Berlaku
33
𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑏𝑥 =𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑘𝑥 ×𝐼𝐻𝐾𝑥
100
Hkx = Harga konstan
Hbx = Harga berlaku
IHK = Indeks harga konsumen
100 = Indeks harga konsumen tahun dasar
X = Tahun tertentu
GDP nominal (atau disebut GDP atas dasar harga berlaku) merujuk
kepada nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan
GDP riil (atau disebut GDP atas dasar harga konstan) mengoreksi angka
GDP nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat
dipahami melalui cara perhitungan pendapatan nasional berikut dibawah
ini (Triyant o, 1983: 16).
𝐺𝑁𝑃 = 𝐺𝐷𝑃 + 𝐹
𝑁𝑁𝑃 = 𝐺𝑁𝑃 − 𝐷
𝑁𝐼 = 𝑁𝑁𝑃 − 𝑁𝑖𝑡
Dimana :
GNP = Produk nasional bruto
GDP = Produk domestik bruto
NNP = Produk nasional neto
F = Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor-faktor produksi
D = Penyusutan
Nit = Pajak tidak langsung neto, yaitu selisih antara pajak tidak langsung
dengan subsidi
34
NI = Pendapatan nasional (Y)
Jika persamaan digabungkan maka didapat persamaan sebagai berikut:
𝐺𝐷𝑃 = 𝑁𝐼 + 𝑁𝑖𝑡 + 𝐷 − 𝐹
10. Inflasi
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang/ komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi
dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan
nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas (Karim, 2010:
135)
Laju inflasi merupakan tingkat perubahan harga secara umum untuk
berbagai jenis produk dalam rentang waktu tertentu misalnya per bulan,
per triwulan atau per tahun. Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of
inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum (Murni,
2006:203).
Persamaannya adalah sebagai berikut:
Tingkat hargat – Tingkat hargat-1 x 100 = Rate of Inflation
Tingkat hargat-1
Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat-tingkat
laju inflasi, yaitu (Murni, 2006:204):
a. Moderat Inflation
Laju inflasinya antara 7% sampai dengan 10% adalah inflasi yang
ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat.
Umumnya disebut sebagai “inflasi satu digit”. Pada tingkat inflasi
35
seperti ini orang-orang masih mau untuk memegang uang dan
menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk
aset riil.
b. Galloping Inflation
Adalah inflasi ganas yang tingkat laju inflasinya antara 20%
sampai dengan 100%. Yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan
serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar
dalam perekonomian. Hal ini ditandai dengan uang kehilangan
nilainya dengan cepat, sehingga orang tidak suka memegang uang
atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang di dasarkan
pada indeks harga atau menggunakan mata uang asing seperti Dollar
serta kegiatan investasi masyarakat lebih banyak di luar negeri.
c. Hyper Inflation
Adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas
100%). Inflasi ini sangat mematikan kegiatan perekonomian
masyarakat. Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan
harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga
bentuk Berikut (Sukirno, 2011:333):
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian
berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya
menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
36
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini
akan menimbulkan inflasi. Inflasi tarikan permintaan juga dapat
berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus
menerus. Dalam masa seperti ini pemerintah berbelanja jauh
melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan
pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak uang atau
meminjam dari bank sentral. Pengeluaran pemerintah yang
berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan
melebihi kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan
jasa. Maka keadaan ini akan mewujudkan inflasi.
2) Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation)
Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian
berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat
rendah. Inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan
secara terus menerus. Kenaikan biaya produksi dapat berawal dari
kenaikan harga input seperti kenaikan tarif listrik, kenaikan
BBM, dan kenaikan input lainnya yang mungkin semakin langka
dan harus diimpor dari luar negeri. Apabila perusahaan-
perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah,
mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara
memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya
dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih
tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat,
37
yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai
barang.
3) Inflasi Diimpor (Imported Inflation)
Inflasi ini dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga
barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-
barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai
peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-
perusahaan atau dalam setiap kegiatan produksi.
11. Tingkat Bagi Hasil
Menurut Veithzal (2008) Tingkat bagi hasil (equivalen rate) adalah
rata-rata tingkat imbalan atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah
bagi bank syariah pada saat tertentu, dinyatakan dalam prosentase.
Equivalen rate juga dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian atas
investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate perannya hampir sama
dengan bunga pada bank konvensional, yaitu memberikan gambaran
seberapa besar tingkat pengembalian atas investasi yang ditanam.
Bedanya, bunga langsung diperjanjikan diawal kontrak sebelum investasi
berjalan. Sedangkan equivalent rate dihitung oleh pihak bank setiap akhir
bulan setelah investasi yang dijalankan memberikan hasil. Nasabah dapat
melihat berapa equivalent rate bank bulan lalu untuk memberikan
perkiraan berapa equivalent rate bank pada bulan berjalan. (Vera Susanti,
2015:114)
Variabel tingkat bagi hasil dapat diukur dengan:
38
TBH =𝐵𝑎𝑔𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑔𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙× 100%
Faktor yang mempengaruhi bagi hasil terdiri dari (Antonio, 2001:139)
adalah:
a. Faktor Langsung
1) Investment rate merupakan persentase aktual dana yang
diinvestasikan dari total dana yang diperoleh LKS. Jika LKS
menentukan investment rate 85%, hal ini berarti 15% dari total
dana adalah sisa dana yang tidak diinvestasikan merupakan dana
yang dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah
dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan.
Dana tersebut dapat dihitung menggunakan salah satu metode ini :
a) Rata-rata saldo minimum bulanan.
b) Rata-rata saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia
untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual
yang digunakan.
3) Nisbah (profit sharing ratio) merupakan rasio yang harus di setujui
dan ditentukan pada awal perjanjian antara pihak nasabah dengan
pihak LKS.
b. Faktor tidak langsung
1) Penentuan butir-butir pendapatan dan pembiayaan mudharabah
39
a) LKS dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya. Pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan
pendapatan yang diterima dikurangi dengan biaya-biaya
lainnya
b) Jika semua biaya ditanggung LKS, maka hal ini disebut
revenue sharing
2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh
berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan
dengan kebijakan akuntansi mengenai pengakuan pendapatan dan
biaya.
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap NPF.
Penelitian Ranti Wiliasih (2005) menyatakan bahwa meningkatnya
GDP mengakibatkan meningkatnya NPF dan didukung oleh penelitian
Teti Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa GDP memiliki arah
yang positif dan signifikan terhadap NPF. Pengaruh yang positif antara
GDP dan NPF mengindikasikan adanya moral hazard, idealnya pada
saat GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi dan aktifitas
ekonomi. Sehingga kondisi bisnis pada umunya berada pada kondisi
yang lebih baik. Keadaan yang lebih baik tersebut seharusnya akan
memberikan dampak positif terhadap hasil yang diperoleh, sehingga
apabila meningkatnya GDP akan meningkatkan NPF maka hal tersebut
40
menunjukkan adanya ketidakhati-hatian dalam memberikan
pembiayaan sehingga memberikan kesempatan terjadinya moral
hazard di sisi nasabah.
2. Inflasi berpengaruh negatif terhadap NPF. Penelitian Teti Rahmawati
(2010) menyatakan bahwa inflasi memiliki arah yang negatif signifikan
terhadap NPF. Penelitian tersebut didukung oleh Mutamimah dan Siti
Nur Zaidah (2012) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap NPF. Indikasi moral hazard terjadi jika NPF
meningkat pada saat tingkat inflasi menurun. Idealnya, ketika harga-
harga cenderung turun, maka para mudharib lebih mampu untuk
melunasi kewajibannya. Jika pada kondisi ini terjadi kenaikkan NPF
maka mengindikasikan adanya moral hazard pada bank syariah karena
bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring.
3. Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return pembiayaan murabahah
(MM) terhadap pembiayaan mudharabah (MPLS) berpengaruh positif
terhadap NPF, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati
(2008) yang menyatakan bahwa return pembiayaan murabahah terhadap
pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap NPF.
Komposisi return murabahah lebih besar daripada return mudharabah.
Hal ini menyebabkan bank syariah lebih fokus terhadap pembiayaan
murabahah yang menghasilkan return tinggi. Sedangkan dengan
fokusnya bank ke murabahah menyebabkan bank kurang berhati-hati
dan kurang melakukan monitoring kepembiayaan mudharabah. Padahal
41
secara teori risiko murabahah lebih kecil dibandingkan dengan risiko
mudharabah. Akibatnya, NPF di bank syariah akan meningkat akibat
kontribusi NPF yang besar dari pembiayaan mudharabah. Peningkatan
return yang diikuti dengan meningkatnya NPF mengindikasikan adanya
moral hazard. Dimana adanya ketidakhati-hatian dari bank syariah atau
sistem di bank syariah yang memberikan kesempatan terjadinya moral
hazard.
4. Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan yang
direpresentasikan oleh rasio pembiayaan murabahah (RM) terhadap
pembiayaan mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap NPF.
Penelitian Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa alokasi
pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah
berpengaruh positif signifikan terhadap NPF. Apabila bank lebih
terkonsentrasi terhadap pembiayaan murabahah berdampak pada
peningkatan NPF maka bank belum mampu mengatur dan belum
optimal dalam melakukan monitoring sehingga pembiayaan yang
berisiko rendah pun dapat menyebabkan kredit macet. Maka apabila
rasio pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah
berpengaruh positif signifikan terhadap NPF menggambarkan adanya
indikasi moral hazard.
5. Tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap NPF, pengaruh yang
positif antara bagi hasil dan NPF mengindikasikan adanya advesre
selection. Menurut Misnen Ardiansyah (2014) Pemilik dana akan
42
menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi kepada mudharib yang
memiliki karakteristik tinggi. Karena mudharib dengan karakteristik
tinggi akan menghasilkan profit yang besar yang berdampak pada
tingginya pendapatan bagi hasil yang akan diterima oleh pemillik dana.
Sedangkan untuk mudharib dengan karakteristik rendah, hanya
ditawarkan rasio bagi hasil yang rendah juga baginya. Dengan
demikian, skema bagi hasil yang ditawarkan oleh shahibul maal
merupakan suatu alat seleksi, yang apabila rasio bagi hasil tinggi akan
meningkatkan NPF berarti bank tidak dapat mengidentifikasikan risiko
terhadap usaha yang akan dibiayainya, dan bank tidak mengetahui
secara pasti karakteristik mudharib dan usahanya sehingga memberikan
pembiayaan kepada mudharib yang berkarakteristik buruk.
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya merupakan kumpulan beberapa hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya terhadap penelitian yang
akan dilakukan ini. Hasil dari penelitian sebelumnya ini dapat dijadikan bahan
referensi untuk penelitian yang akan dilakukan ini.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, ringkasan dari penelitian
Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu
NoNNo Peneliti Judul Metode Variabel Keterangan
1. Mustafa
Edwin,
Ranti
Wilasih
Jurnal
Ekonomi
Profit Sharing
dan Moral
Hazard dalam
Penyaluran
Dana Pihak
ketiga Bank
Umum
Error
Correction
Model
(ECM)
1. Non
Performing
Financing
(NPF) (Y1)
2. Gross
Domestic
1. Pada Bank
Syariah Mandiri
tidak ditemukan
indikasi moral
hazard
dikarenakan
pembiayaan BSM
43
dan
Pembangun
an
Indonesia
Vol 7,
No2(2007)
Syariah di
Indonesia
Product
(GDP) (X1)
3. Rasio rata-rata
return PLS
terhadap rata-
rata return
pembiayaan
(Rpls/Rf) (X2)
4. Rasio piutang
murabahah
terhadap
pembiayaan
PLS (X3)
lebih difokuskan
pada pembiayaan
murabahah
sehingga lebih
berhati-hati
dalam melakukan
maintenance
terhadap
pembiayaan ini.
2. Untuk Bank
Muamalat, rasio
alokasi
pembiayaan
murabahah
terhadap
pembiayaan
profit loss
sharing
(mudharabah dan
musharakah)men
gakibatkan
terjadinya kredit
macet. Hal ini
mengindikasikan
terjadinya moral
hazard di Bank
Muamalat, yaitu
ketidakhati-hatian
dari pihak Bank
Muamalat
2. Teti
Rahmawati
Tesis,
Unpad
(2010)
Pengaruh
Indikasi Moral
Hazard dalam
penyaluran
Pembiayaan
Terhadap
Pertumbuhan
Dana Bank
Syariah
Melalui
Monitoring
dan Profit
Sharing
seabgai
Variabel
Intervening
Regresi
berganda,
Error
Correction
Model
(ECM),dan
Path Analys
1. Pertumbuhan
Dana bank
syariah (Z1)
2. Monitoring(Y
1)
3. Profit Sharing
(Y2)
4. NPF (X1)
5. GDP (X2)
6. Inflasi (X3)
7. Rasio Piutang
murabahah
terhadap
pembiayaan
profit loss
sharing
1. Terdapat indikasi
moral hazard pada
perbankan sariah
di Indonesia,
diperoleh dari hasil
pengujian
menggunakan
ECM yang
menghasilkan
persamaan jangka
pendek dan
terkointegrasi
menuju
keseimbangan
jangka panjang
44
(meliputi
mudharabah
terhadap
murabahaha
(X4)
2. Indikasi moral
hazard
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap
monitoring
3. Indikasi moral
hazard
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
profit sharing
4. Secara parsial
monitoring dan
profit sharing
berpengaruh positif
terhadap
pertumbuhan bank
syariah, sedangkan
indikasi moral
hazard
berpengaruh tidak
signifikan terhadap
pertumbuhan dana
bank syariah
5. Secara simultan
variabel indikasi
moral hazard,
monitoring dan
profit sharing
berpengaruh dan
signifikan terhadap
pertumbuhan dana
bank syariah
3. Ach. Yasin
Jurnal
Akuntansi
Akrual 5(2)
(2014):183-
203 e-ISSN:
2502-6380
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Non
Performing
Financing
(Npf) Di
Industri
Bank
Pembiayaan
Rakyat (Bpr)
Regresi
Berganda
1. NPF (Y1)
2. GDP (X1)
3. Inflasi (X2)
4. MMR (X3)
5. Margin
Murabahah
(X4)
6. FDR (X5)
1. Pertumbuhan
Ekonomi, Inflasi
(INF), Rasio
Pembiayaan Bagi
terhadap Total
Pembiayaan
(MMR), dan
Margin Murabahah
berpengaruh secara
parsial terhadap
Non Performing
Financing (NPF)
45
Syariah Di
Indonesia
2. Financing to
deposit Ratio
(FDR), tidak
berpengaruh
secara parsial
terhadap Non
Performing
Financing (NPF)
3. Gross Domestic
Product (GDP)
dan Rasio
Pembiayaan Bagi
Hasil terhadap
Total
Pembiayaan
(MMR),
berpengaruh
negatif terhadap
Non Performing
Financing (NPF).
4. Inflasi (INF) dan
Margin
Murabahah
(MM)
berpengaruh
positif terhadap
Non Performing
Financing (NPF).
4. Mutamimah
dan Siti Nur
Zaidah
Chasanah
Jurnal
Bisnis dan
Ekonomi
(JBE), Vol.
19, No. 1
ISSN: 1412-
3126 (2012)
Analisis
Eksternal Dan
Internal Dalam
Menentukan
Non
Performing
Financing
Bank Umum
Syariah Di
Indonesia
Regresi
Berganda
1. NPF (Y1)
2. GDP (X1)
3. Kurs (X2)
4. Inflasi (X3)
5. Return Total
Pembiayaan
(X4)
1. Inflasi
mempunyai
pengaruh negatif
terhadap Non
Performing
Financing
2. Rasio alokasi
pembiayaan
murabahah
terhadap alokasi
pembiayaan
profit loss sharing
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap Non
Performing
Financing
46
5. Daniel
Covitz dan
Erik
Heitfield
Finance and
Economics
Discussion
Series 1999-
37
Monitoring, Moral Hazard, and Mar ket Power:
Monitoring,
Moral Hazard,
and Market
Power:
a Model of
Bank Lending
Survey data
panel
1. Kekuatan
pasar (Y1)
2. Suku bunga
pinjaman
(X1)
3. Risiko bank
(X2)
1. Bank dengan
kekuatan pasar
yang besar
cenderung
mengalami
masalah moral
hazard yang
tinggi dengan
nasabah
dibandingkan
sikap moral
hazard bank
tersebut kepada
jaminan
pemerintah. Hal
ini dikarenakan
bank yang
memiliki
kekuatan pasar
mengenakan
tingkat bunga
yang rendah
dibandingkan
dengan
pesaingnya.
6. Wen-Chieh
Wu, Chin-
Oh Chang,
Zekiye
Selvili
Internationa
l Real
Estate
Review
2003 Vol. 6
No. 1
Banking
System, Real
Estate
Markets, and
Non
performing
Loans
Vector
Autoregressio
n (VAR)
1. NPL (Y1)
2. GDP (X1)
3. Real Estate
(X2)
1. Non Performing
Loan diduga
disebabkan oleh
tiga hal, yaitu
kondisi makro
ekonomi, kondisi
pasar real estate
dan kebijakan
kredit dari bank
7. Ding Lu,
Shandre,
Qing Hu
(2001)
Department
of
Economics
Working
The Link
Between
Behavior and
Non
Performing
Loan in China
Regresi Panel 1. Rasio
pinjaman
(Y1)
2. Investment/c
apital stock
(Y2)
3. return on
capital
(ROC) (X1)
1. Melihat
hubungan antara
kebijakan kredit
bank dalam
menyalurkan
dana memiliki
hubungan yang
erat dengan
besaran NPL.
47
Paper No.
0108
4. operating
incomes/sale
s (OIC) (X2)
5. Total
debt/EBITD
A (DE) (X3)
6. Total
debt/market
value of
capitalization
(DMC) (X4)
7. working
capital/total
assets
(WCA) (X5)
8. log sales
(LS) (X6)
9. log equity
(LEQ) (X7)
Pemberian kredit
yang lebih tinggi
kepada
perusahaan
daerah dan juga
kebijakan bank
untuk
memberikan
tambahan kredit
untuk
perusahaan-
perusahaan yang
mengalami
kesulitan
keuangan
berkontribusi
besar pada non
performing loan
dan membuka
kesempatan
terjadinya moral
hazard pada
pihak debitur.
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dipaparkan dibawah, maka untuk
menjawab ada tidaknya indikasi moral hazard dan adverse selection dapat
dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing.
Faktor penyebab NPF di bagi atas faktor eksternal yang direpresentasikan
oleh GDP, dan inflasi sedangkan faktor internal faktor kebijakan pembiayaan.
Indikasi moral hazard terjadi jika pada saat NPF meningkat pada saat
GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan
transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi
tersebut NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau
kurang melakukan monitoring.
48
Indikasi moral hazard juga terjadi jika NPF meningkat pada saat tingkat
inflasi menurun, idealnya ketika harga-harga cenderung turun, maka
mudhorib lebih mampu untuk melunasi kewajibannya. Jika pada kondisi ini
terjadi kenaikkan NPF maka mengindikasikan adanya moral hazard atau
adverse selection pada bank syariah karena bank kurang berhati-hati atau
kurang monitoring.
Indikasi moral hazard lainnya dapat dilihat dari kebijakan pembiayaan
yang berhati-hati ataupun kurang berhati-hati yang menyebabkan terjadinya
peningkatan NPF, karena dengan hal ini bank kurang melakukan antisipasi
terhadap terjadinya moral hazard atau adverse selection di sisi debitur.
Indikasi moral hazard dan adverse selection yang dapat dilihat pula dari
kebijakan pembiayaan yang kurang berhati-hati dan menyebabkan terjadinya
peningkatan NPF.
Indikasi adverse selection dapat dilihat dari kebijakan pembiayaan,
dengan menentukan tingkat bagi hasil. Apabila NPF meningkat pada saat bagi
hasil meningkat. Idealnya apabila nisbah bagi hasil yang ditetapkan kepada
nasabah tinggi maka usaha yang dijalankan berpotensi memiliki keuntungan
yang besar atau nasabah memiliki kualitas yang tinggi sehigga seharusnya
nasabah mampu membayar bagi hasil yang telah ditetapkan dan akan
menurunkan NPF, namun apabila nasabah tidak mampu membayar bagi hasil
yang telah ditetapkan dan justru menaikkan NPF hal tersebut
mengindikasikan adanya informasi yang telah disembunyikan pada saat
49
proses penyeleksian, sehingga pihak bank justru memberikan bagi hasil yang
tinggi untuk nasabah yang berkualitas rendah.
50
FAKTOR
EKSTERN
(GDP)
FAKTOR INTERN
(KEBIJAKAN
PEMBIAYAAN)
FAKTOR
EKSTERN
(INFLASI)
NPF
Naik
Turun Naik
PENGUKURAN MORAL HAZARD
DAN ADVERSE SELECTION
Indikasi
Moral
Hazard
NPF
Turun
Naik Naik
NPF
Naik
NPF
Turun
Indikasi
Moral
Hazard
Naik
NPF
Naik
NPF
Turun
Indikasi
Moral
Hazard
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PEMBIAYAAN BERMASALAH
DALAM PENYALURAN PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA
Naik
FAKTOR INTERN
(NISBAH BAGI
HASIL)
Naik
Naik
NPF
Turun
NPF
Naik
Indikasi
Adverse
Selection
Naik
NPF
Turun
Gambar 2.1: Pengukuran Moral Hazard dan Adverse Selection
51
Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga
Pembiayaan
Murabahah/Profit
Loss sharing
Mudharabah
Tingkat
Bagi
Hasil
Margin
Murabahah/Margin
Mudharabah
Inflasi GDP
Non Performing Financing
(NPF)
Uji Normalitas
Uji Linieritas
Uji Asumsi Klasik : -Uji Multikolinearitas
- Uji Autokorelasi
- Uji Heteroskedastisitas
Uji ECM
Uji F dan Uji t
Kesimpulan dan Implikasi
Uji Stasioner Uji Derajat Integrasi
Uji Akar Unit
Stasioner
Tidak Stasioner
Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran
Uji Kointegrasi Stasioner Pada Ordo
52
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang
masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat
diuji. Moral hazard dan adverse selection dapat dilihat dari faktor-faktor yang
mempengaruhi NPF sebagai berikut:
a. Hipotesis 1
Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap non
performing financing (NPF)
b. Hipotesis 2
Ha < 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh Inflasi berpengaruh negatif terhadap non performing financing
(NPF)
c. Hipotesis 3
Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing
mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap non performing
financing (NPF)
d. Hipotesis 4
Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap profit loss sharing
mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap non performing
financing (NPF)
53
e. Hipotesis 5
Ha≥0:Diduga terdapat indikasi adverse selection yang
direpresentasikan oleh tingat bagi hasil (TBH) berpengaruh positif
terhadap non performing financing (NPF)
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa indikasi moral hazard dan adverse selection
pada Bank Syariah. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh bank syariah
yaitu Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian ini mampu merepresentasikan keadaan sebenarnya mengenai
pembiayaan bermasalah di bank syariah.
Pada penelitian ini penelitian variabel dependen yang digunakan yaitu
non performing financing (NPF) dan variabel independen yang digunakan
adalah gross domestic product (GDP), Inflasi, kebijakan pembiayaan
berdasarkan return yang dihasilkan yang direpresentasikan oleh rasio margin
murabahah terhadap profit loss sharing mudharabah (MM/MPLS), kebijakan
pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan yang direpresentasikan
oleh rasio pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah
(RM/FM) dan tingkat bagi hasil (TBH) yang dilihat dari ekuivalen rate. Data
operasional yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data runtun
waktu (time series), semua data diambil dalam bentuk bulanan dalam kurun
waktu pada bulan Januari 2012 sampai Februari 2016.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode berdasarkan
pertimbangan (judgment sampling). Metode judgment sampling atau
55
purposive sampling yaitu pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan
atau pertimbangan pribadi semata. (Abdul Hamid, 2007:29).
Judgment sampling adalah teknik sampling yang satuan samplingnya
dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah
melihat indikasi moral hazard dari faktor-faktor eksternal seperti gross
domestik product (GDP) dan inflasi serta faktor internal gabungan bank
syariah seperti kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return yang
dihasilkan dan alokasi pembiayaan, sedangkan indikasi adverse selection
dilihat dari tingkat bagi hasil gabungan bank syariah terhadap NPF periode
Januari 2012-Februari 2016.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam
penyusunan skripsi ini, karena penulis dalam menyusun skripsi memerlukan
data-data yang lengkap, akurat dan dapat disahkan kebenarannya. Dalam
penulisan skripsi ini, data yang digunakan dalam teknik penelitian ini
merupakan data sekunder dan data primer, yaitu :
1. Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2009: 225). Data-data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu :
a. Data NPF dan kebijakan internal bank seperti kebijakan pembiayaan
bank berdasarkan return yang dihasilkan, alokasi pembiayaan, dan
56
tingkat bagi hasil yang diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah
yang dipublikasikan oleh OJK.
b. Data Gross Domestic Product (GDP) yang diperoleh dari Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan oleh
BI
c. Data inflasi dipublikasikan oleh BI.
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
Studi Kepustakaan (Library Research), merupakan teknik pengambilan
data yang dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta
menganalisis literatur yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal
yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan landasan teori dan konsep yang tersusun. Penulis
melakukan penelitian dengan membaca dan mengutip bahan-bahan yang
berkenaan dengan penelitian.
2. Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2009: 225). Data primer yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara langsung dari
sumber pertama objek penelitian dilakukan dengan memfokuskan pada
persoalan-persoalan yang akan diteliti.
D. Metode Analisis Data
Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif
dengan menggunakan analisis statistik melalui pendekatan regresi berganda,
57
yaitu suatu analisis yang mengukur pengaruh antar variabel yang melibatkan
lebih dari dua variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode
korelasi kesalahan atau dikenal dengan nama error correction model (ECM),
yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dan pendek antar
variabel independen terhadap variabel dependen
Analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer, program
EVIEWS 8. Aplikasi EViews 8 digunakan peneliti karena peneliti
menggunakan data time series dibandingkan dengan SPSS yang kurang
cocok, dalam hal uji-uji statistik terkait data time series, Eviews sangat
powerful membantu penelitian. Pengujia ECM baru dapat dilakukan bila
terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji
kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada
ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada penelitian ini
digunakan Phillips Perron (PP) test.
Nilai koefisien regresi sangat berarti sebagai dasar analisis. Koefisien β
akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan yang searah antara
variable independen dengan variabel dependen, Artinya kenaikan variabel
independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen, begitu pula
sebaliknya jika variable independen mengalami penurunan. Sedangkan nilai
β akan negatif (-) jika menunjukkan hubungan yang berlawanan, artinya
kenaikan variabel independen akan mengakibatkan penurunan variabel
dependen, demikian pula sebaliknya. Uji yang pertama dilakukan adalah uji
58
normalitas dimana untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal
atau tidak. Selanjutnya model persamaan yang diperoleh dari pengolahan data
diupayakan tidak terjadi gejala multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan
dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik. Berikut ini merupakan
alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan
dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya.
Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas
dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi
model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada
masing-masing variable penelitian. Sebenarnya normalitas dapat dilihat
dari gambar histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti kurva
normal, sehingga sulit disimpulkan. Akan lebih mudah bila melihat
koefisien Jarque-Bera dan Probabilitasnya. Kedua angka ini saling
mendukung. (Winarno,2015:5.43)
Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut:
Hipotesis:
H0: Model tidak Normal
H1: Model normal
59
Bila probabilitas Obs*R2> 0.05 → Signifikan, H1 diterima
Bila probabilitas Obs*R2< 0.05 → Tidak signifikan, H1 ditolak
2. Uji Linieritas
Uji linieritas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah
spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak
(Insukindro,2001:100). Spesifikasi model yang digunakan merupakan
hasil dari pemilihan model yang dianggap tepat sesuai dengan landasan
teori. Namun pada prakteknya terkadang model yang dipilih belum tepat
digunakan dalam penelitian, oleh karena itu perlu dilakukan
pendeteksian terhadap model tersebut. Pendeteksian model tersebut
menggunakan uji linieritas, kemudian dari pengujian ini akan diperoleh
informasi mengenai bentuk model empiris dan menguji variabel yang
relevan untuk dimasukkan dalam model empiris.
Uji linearitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji RESET
(Regression Error Specifitation Tes) versi Ramsey yang
mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi. Dalam
pengujian Ramsey (RESET), yang perlu diperhatikan adalah nilai F
hitung, dengan hipotesis:
H0 = Model tidak linier
H1 = Model linier
Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α
tertentu menunjukkan signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya
model yang digunakan tidak linier. Sebaliknya apabila nilai F hitung
60
lebih kecil dari nilai F kritisnya pada α tertentu menunjukkan tidak
signifikan dan H0 ditolak yang artinya model yang digunakan linier.
Kemudian pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan
melihat nilai probabilitas yaitu nilai digunakan untuk mengukur tingkat
terjadinya suatu kejadian yang acak atau sering disebut juga dengan
peluang atau kemungkinan. Nilai probabilitas yaitu sebagai berikut:
1) Bila probabilitas Obs*R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0,
maka model dikatakan linier
2) Bila probabilitas Obs*R2< 0,05 maka tidak signifikan, dan
menerima H0, maka model dikatakan tidak linier
3. Uji Stasioneritas
Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri
waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner)
dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan
data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner,
maka dalam penelitian ini perlu digunakan beberapa uji stasioner.Dalam
melakukan uji stasioneritas, penulis akan melakukan proses analisis yang
terdiri dari :
a. Uji Akar Unit (Uji root test)
Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data
yang digunakan stasioner atau tidak. Data yang stasioner adalah data
time series yang tidak mengandung akar unit dan sebaliknya. Untuk
mengetahui hal tersebut dapat dilakukan dengan uji Dickey-Fuller
61
dan uji Philips-Perron (PP) yang merupakan bagian dari uji akar
unit.
Dalam penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya akar
unit pada data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji
Philips-Perron (PP). Uji Phillips-Perron memasukkan adanya
autokorelasi di dalam variable gangguan dengan memasukkan
variabel independen berupa kelambanan diferensi. Phillips-Perron
(PP) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistic
non perametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara
variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelaskelambanan
diferensi (Agus Widarjono, 2005).
Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal
tetapi mengikuti distributif statistik PP. Prosedur untuk menentukan
apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara
nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik
Mackinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai
kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika
sebaliknya nilai absolute statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya
maka data tidak stasioner.
b. Uji Derajat Integrasi
Data time series pada umumnya adalah data yang tidak
stasioner. Untuk menghindari regresi lancung maka harus
ditransformasikan data nonstasioner menjadi data stasioner.
62
Menurut (Nachrowi,2006) dalam berbagai studi ekonometrika, data
time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya
data tersebut, ternyata data time series menyimpan berbagai
permasalahan, salah satunya yaitu autokorelasi. autokorelasi ini
merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak
stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka autokorelasi
akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data
untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan transformasi
data untuk menghilangkan autokorelasi.
Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa
data tidak stasioner, maka diperlukan proses deferensi data. Uji
stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat
integrasi. Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat
keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan
membandingkan antara nilai statistik PP yang diperoleh dari
koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika
nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada
diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat
satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi
perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh
data yang stasioner.
3. Uji Kointegrasi
63
Kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan
adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi
seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi (Insukindro,2001:121). Uji
kointegrasi dari dua atau lebih data time series menunjukkan bahwa
terdapat hubungan jangka panjang. Data time series dikatakan
terkointegrasi jika residu dari tingkat regresi stasioner, maka tingkat
regresi akan memberikan estimasi yang tepat untuk hubungan jangka
panjang. Dalam melihat suatu model yang dimiliki kointegrasi atau
tidak, dapat dilakukan dengan menjalankan uji johansen, uji CRDW, dan
uji EG. Dalam penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya kointegrasi
dilakukan dengan uji Johansen. Uji Johansen mendasarkan pada
kemungkinan maksimum (maximum likelihood) yang memberikan
statistik eigen value dan trace untuk menentukan jumlah vektor
kointegrasi dalam suatu persamaan. Selain itu pengujian Johansen lebih
powerfull (Arif Rahman Hakim, 2015:5). Hipotesis dalam uji ini yaitu:
H0 = Trace statistik < nilai kritis = model tidak terkointegrasi
H1 = Trace statistik > nilai kritis = model terkointegrasi
Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang
belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan antara
variabel-variabelnya dalam jangka pendek. Sehingga untuk menentukan
variabel mana yang menyebabkan perubahan pada variabel lainnya,
maka digunakan penghitungan Error Correction Model
4. Uji Asumsi Klasik
64
Tujuan pengujian asumsi klasik ini untuk memberikan kepastian
bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam
estimasi, tidak bias dan konsisten. Model regresi linier berganda
(multiple regression ) dapat disebut sebagai model yang baik jika model
tersebut memenuhi Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
BLUE dapat dicapai bila memenuhi Asumsi Klasik.
Uji asumsi klasik yang digunakan terdiri dari uji multikolinearitas,
uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas.
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu
adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model
regresi. Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier
antar variabel independen (Winarno, 2015: 5.1)
Salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas
adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, pengujian
multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual
antara satu variabel antara variabel independen dan variabel
independen lainnya. Tetapi multikolinearitas bisa juga muncul
karena satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi
linier dengan variabel independen lain. Dalam pengujian ini peneliti
akan menguji koefisien korelasi (r) antara variabel independen.
Sebagai aturan (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi,
65
misalnya mencapai 0,85 diduga terdapat multikolinieritas dalam
model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga
model tidak mengandung multikolinieritas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan deviasi standar nilai variabel dependen
pada setiap variabel independen. Salah satu asumsi penting OLS
adalah varian dari dari residual adalah konstan. Namun dalam
kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau
disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya
terdapat pada data cross section. Sementara itu data time series
jarang mengandung unsur homoskedastisitas, dikarenakan ketika
menganalisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu
fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Widarjono, 2005:146).
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat
dilakukan dengan berbagai uji, seperti metode grafik, uji arch, uji
glester, uji korelasi spearman, uji goldfeld-quandt, uji bruesch pagan
godfrey, dan uji white. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dalam model, peneliti menggunakan uji white.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual
satu observasi dengan residual observasi lainya. Autokolerasi lebih
66
mudah timbul pada data yang bersifat runtun waktu (time series),
karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh
data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap
dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antar
objek (cross section) (Winarno,2015:5.29).
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t
dengan kesalahan penganggupada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena
residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi
yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi salah satunya dengan menggunakan uji Breusch
Godfrey (Uji BG) atau Uji Lagrange-Multiplier (Uji LM). Uji ini
adalah adanya autokorelasi tingkat pertama dalam variabel
pengganggu. Caranya yaitu dengan melihat besarnya probabilitas
yang diukur dengan signifikan level sebesar 5 % (a = 5 %). Apabila
lebih besar dari 5 %, maka data tersebut tidak signifikan dan tidak
terdapat autokorelasi.
5. Uji Error Corection Model (ECM)
67
Error Correction Model (ECM) dikenalkan oleh Sargan,
dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle Granger
(Winarno,2015:11.9). ECM merupakan model linier dinamis dalam
ekonometri yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel
dependen dan independen serta untuk melihat keseimbangan jangka
panjang dan jangka pendek antar variabel independen terhadap variabel
dependen. ECM ini digunakan untuk menganalisis data berdasarkan
runtun waktu (time series). Untuk menganalisis adanya hubungan jangka
pendek antar variabel, dimasukkan variabel ECT (Error Correction
Term) yang merupakan residual yang diperoleh dari regresi OLS
(Ordinary Leasr Square) jangka panjang, Untuk menyatakan apakah
model ECM yang digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error
Correction Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini tidak
signifikan maka model tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan
spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 1993:12-16).
Model ECM yang digunakan dalam penelitian ini telah terbebas dari
ketidak stasioneritasan model melalui uji stasioneritas, uji derajat
integrasi, uji kointegrasi dan uji asumsi klasik, sehingga model ECM
yang digunakan sudah layak untuk dipakai dan di analisis. Proses menuju
model ECM yang layak digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjangnya, yaitu
sebagai berikut, model ekonometrik. Berikut merupakan model ECM
yang digunakan dalam penelitian ini :
68
NPF = β0 + β1 GDP+ β2 INF+ β3 MM_MPLS + β4 RM_FM + β5 TBH+
ECT
Berdasarkan pada model di atas, maka Model ECM pada penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut :
DNPF = β0 + β1 D(GDP)t + β2 D(INF)t + β3 D(MM_MPLS)t + β4
D(RM_FM)t+ β5 ECT(-1)
Dimana :
NPF = Rasio Non Performing Financing
GDP = Gross Domestik Product
INF = Inflasi
MM_MPLS = Margin murabahah terhadap profit loss sharing
mudharabah
RM_FM = Pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan
mudharabah
TBH = Tingkat bagi hasil
ECT = Resid (-1)
β 1, β 2, β 3, β 4 = Koefisien regresi ECM jangka pendek
β 5 = Koefisien ECT
6. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen yang dimasukan dalam model regresi secara bersama-sama
69
terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05. Jika
nilai signifikan < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, sebaliknya jika
signifikan > 0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak (Ghozali, 2006: 84).
7. Uji t
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap
variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05, jika nilai
probability t lebih besar dari 0.05 maka ada pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006:84).
8. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk membuat presentase variasi
variabel independen terhadap variabel dependen serta seberapa besar
pengaruh dari faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian.
Jika nilai koefisien determinasi adalah 1 berarti kuatnya kemampuan
fluktuasi variabel dependen, sebaliknya jika nilainya mendekati angka 0,
maka semakin rendah kemampuan fluktuasi variabel dependen (Ghozali,
2006:83). Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen makin kecil dan sebaliknya nilai
R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen makin besar.
Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap
jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan
70
meningkatkan R2 meskipun variabel yang dimasukkan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya.
Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien
determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square. Bertambahnya
variabel-variabel independen akan semakin memperkecil Adjusted R
Square. Nilai Adjusted R Square masih bisa bertambah apabila nilai t
absolut variabel yang ditambahkan lebih besar dari 1. Semkin besar
Adjusted R Square semakin baik pula model yang digunakan (Winarno,
2015:4.23).
E. Operasional Variabel
Variabel adalah segala sesuatu berbentuk apaun yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi dari hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:60). Hubungan antar
variabel dengan variabel lainnya dalam penelitian ini yaitu :
1. Variabel Independen
Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (Syukra Alhamda,
2016:93). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Gross Domestic Product (GDP)
71
GDP yang dihitung berdasarkan pengeluaran terdiri dari empat
komponen utama yaitu, konsumsi dilambangkan C, investasi
dilambangkan dengan I, pengeluaran pemerintah dilambangkan
dengan G dan Expor yang dilambangkan dengan X serta impor yang
dilambangkan dengan M
Y = C + I + G + (X-M)
Y = GDP
GDP dalam penelitian ini disajikan dalam miliar rupiah
perbulan. Karena laporan GDP adalah pertiwulan dan pertahun,
maka data GDP diinterpolasikan menjadi perbulan. Interpolasi data
adalah suatu metode yang digunakan untuk menaksir nilai data time
series yang pempunyai rentang waktu lebih besar ke data yang
memiliki rentang waktu yang lebih kecil, atau sebaliknya (tahunan
ke triwulanan,triwulan kebulanan). Interpolasi dalam penelitian ini
menggunakan eviews.
b. Inflasi
Dalam ekonomi, inflasi memiliki pengertian suatu proses
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. dengan
kata lain, inflasi merupakan proses suatu peristiwa dan bukan tinggi-
rendahnya tingkat harga (Rodoni & Ali, 2014:195)
Laju inflasi tahun kedua =𝐶𝑃𝐼 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 − 𝐶𝑃𝐼 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎
𝐶𝑃𝐼 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎
CPI = Consumer Price Index / Indeks Harga Konsumen (IHK)
72
c. Kebijakan pembiayaan (MM/MPLS)
Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return yang
dihasilkan yang direpresentasikan oleh rasio margin murabahah
(MM) terhadap profit loss sharing mudharabah (MPLS). Margin
murabahah adalah besarnya keuntungan yang diterima oleh bank
syariah dari akad jual beli (murabahah). Profit loss sharing
mudharabah adalah bagi hasil dari mudharabah yang dibagikan
adalah keuntungan (jika perusahaan/bank untung) dan bila mudharib
rugi maka shahibul maal menanggung kerugian.
d. Kebijakan pembiayaan (RM/FM)
Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan
yang direpresentasikan oleh rasio pembiayaan murabahah (RM)
terhadap pembiayaan mudharabah (FM) Pembiayaan murabahah
adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Pembiayaan mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal sedangkan pihak lainnya
sebagai pengelola.
e. Tingkat bagi hasil
Tingkat bagi hasil (equivalen rate) adalah rata-rata tingkat imbalan
atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah bagi bank syariah pada
saat tertentu, dinyatakan dalam prosentase (Veithzal, 2008). Data
diperoleh dari publikasi laporan keuangan bulanan.
Variabel tingkat bagi hasil dapat diukur dengan:
73
TBH = Bagi hasil yang diterima x 100 %
Jumlah pembiayaan bagi hasil
2. Variabel Dependen
Variabel dependen sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena
adanya variabel bebas ( Syukra Alhamda,2016:93). Variabel dependen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Non Performing Financing (NPF)
Non Perfoming Financing (NPF) yaitu untuk mengukur
tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank.
Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa kualitas pembiayaan
semakin tidak sehat. Rumus perhitungan NPF adalah sebagai
berikut:
NPF = Pembiayaan bermasalah (KL, D, M) x 100 %
Total Pembiayaan
74
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Bank Syariah
Awal tahun 1980-an, diskusi mengenai ekonomi islam mulai
dilakukan. Bahkan uji coba telah dilakukan, diantaranya adalah Baitul Mal
wa Tamwil Salman bandung dan Koperasi Ridho Gusti Jakarta. Prakarsa
lebih khusus bagi pendirian bank islam baru dimulai tahun 1990. MUNAS
IV MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada Agustus 1990 membentuk
kelompok kerja untuk mendirikan Bank Muamalat (Antonio, 2001:24).
Perkembangan bank syariah di Indonesia dapat digambarkan dengan
pertumbuhan jumlah BUS maupun UUS, Pada tahun 2005 hanya terdapat
3 BUS yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega
Syariah. Jika dilihat pertumbuhan perbankan syariah dari tahun ke tahun
pertumbuhan UUS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
BUS, namun pada tahun 2010 terdapat penurunan jumlah UUS
dikarenakan terdapat beberapa UUS yang melakukan Spin Off.
Penambahan BUS terbesar terjadi pada tahun 2010 (5 BUS baru). Tahun
2013 terdapat pengurangan jumlah UUS dikarenakan tutupnya HSBC
Syariah dan pada pertengahan 2014 juga kembali terjadi pengurangan dari
jumlah UUS dikarenakan BTPN Syariah yang melakukan spin off di bulan
Juli 2014. Pada Meret 2016 terdapat 12 BUS, dan 22 UUS yang tersebar
di seluruh Indonesia.
75
Perkembangan bank syariah di Indonesia tidak hanya dilihat dari
jumlah BUS maupun UUS, meskipun jumlah BUS dan UUS tidak
mengalami peningkatan yang signifikan, namun hal itu tidak terjadi pada
perkembangan jumlah jaringan bank syariah yang dihitung berdasarkan
jumlah kantor cabang (KC)/kantor pusat operasional (KPO), kantor
cabang pembantu (KCP)/unit pelayanan syariah (UPS) dan kantor kas
(KK) dimana peningkatan kantor jaringan terus terjadi dari tahun 2005
hanya 458 kantor dan pada akhir tahun 2014 meningkat hingga mencapai
2.151 kantor, akan tetapi terjadi penurunan pada akhir tahun 2015 yaitu
jumlah BUS sebanyak 1.990 kantor dan pada Februari 2016 jumlah BUS
sebanyak 1.926 kantor. Jumlah jaringan UUS juga mengalami penurunan
dari tahun 2012 dan 2013 jumlah jaringan UUS berturut-turut yaitu yaitu
sebanyak 517 dan 590, akan tetapi jumlah jaringan UUS mengalami
penurunan yaitu pada tahun 2014 hingga awal tahun 2016 yaitu sebanyak
320 kantor pada tahun 2014 dan 312 kantor pada awal tahun 2016. Berikut
adalah perbandingan jaringan BUS dan UUS Perbankan Syariah sampai
dengan bulan Februari 2016:
Gambar 4.1: Perkembangan Jaringan Perbankan Syariah
Sumber : Otoritas jasa keuangan (Data Diolah)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2012 2013 2014 2015 Feb-16
1,745 1,998 2,151 1,990 1,926
517590 320 311 312
Unit Usaha Syariah
bank umum syariah
76
Dari segi penyaluran dana perbankan syariah dalam bentuk
pembiayaan setiap tahunnya mengalami peningkatan meskipun
peningkatan pembiayaan pada 2 tahun terkahir kian melambat. Dapat
dilihat pada grafik dibawah pada tahun 2012 bank syariah menyalurkan
pembiayaan sebesar 147.505 Miliar rupiah, kemudian pada tahun 2013
meningkat sebesar 184.122 Miliar rupah, lalu pada tahun 2014 dan 2015
pembiayaan yang disalurkan yaitu sebesar 199.330 Miliar ripiah dan
212.996 Miliar rupiah.
Gambar 4.2: Perkembangan Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah
Sumber : Otoritas jasa Keuangan (data diolah)
2. Perkembangan Non Performing Financing (NPF)
NPF merupakan Indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko
kredit adalah tercermin dari besarnya non perfoming financing (NPF).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan, dapat
dilihat grafik Pertumbuhan NPF di bawah ini:
0
100,000
200,000
300,000
2012 2013 2014 2015
147,505184,122 199,330 212,996
Pembiayaan yang Diberikan
Pembiayaan yangDiberikan
77
Gambar 4.3: Pertumbuhan NPF
Sumber : Otoritas jasa Keuangan (data diolah)
Meningkatnya pembiayaan bermasalah (NPF) menunjukkan adanya
perlambatan ekspansi pembiayaan. Grafik di atas menunjukkan bahwa
NPF perbankan syariah cenderung naik setiap tahunnya, dari awal tahun
2014 hingga awal tahun 2016 terjadi peningkatan NPF yang cukup tinggi.
Pada tahun 2013 Triwulan IV tingkat NPF sebesar 3,08 % meningkat
menjadi 4,86 % pada tahun 2014 Triwulan IV, kemudian pada Triwulan
2015 NPF turun menjadi 4,30 %. Pembiayaan bermasalah biasanya
bergerak secara proporsional dengan pertumbuhan pembiayaan itu sendiri.
Perlambatan pertumbuhan pembiayaan selain dipengaruhi oleh kondisi
makro ekonomi juga karena adanya masa transisi pergantian pemerintah
sehingga terdapat kebijakan-kebijakan yang harus disesuaikan pada
pemerintahan yang baru. Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh
bank syariah terhadap nasabah juga menjadi pemicu meningkatnya
pembiayaan bermasalah karena size perbankan syariah yang masih kecil
sehingga apabila terdapat satu nasabah yang jatuh maka akan
mempengaruhi secara keseluruhan.
78
3. Perkembangan Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) merupakan ukuran produksi total
barang dan jasa dalam suatu perekonomian. GDP yang tumbuh dengan
cepat menunjukkan perekonomian yang berkembang dengan peluang yang
melimpah bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Bank Indonesia, dapat dilihat grafik
perkembangan GDP dibawah ini:
600,000
640,000
680,000
720,000
760,000
800,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
GDP
Gambar 4.4: Perkembangan Gross Domestic Product
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Berdasarkan grafik di atas, dapat diihat bahwa perkembangan gross
domestic product (GDP) selalu mengalami peningkatan yang lambat setiap
bulannya, dapat dilihat pada Triwulan IV tahun 2012 GDP menunjukkan
angka Rp 647.995,10 lalu meningkat menjadi Rp 683.708,7 pada Triwulan
IV tahun 2013, dan terus meningkat di Triwulan IV tahun 2014 sebesar Rp
717.858,3 hingga pada awal 2016 jumlah GDP mencapai Rp 754.213,2.
Bank Indonesia menyebutkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi
pada triwulan IV 2015 terutama didorong oleh peningkatan permintaan
79
domestik, di tengah kontribusi sektor eksternal yang menurun. Dari sisi
permintaan domestik, peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama
didorong oleh meningkatnya peran Pemerintah, baik dalam bentuk
konsumsi pemerintah maupun investasi infrastruktur.
4. Perkembangan Inflasi
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik untuk
dibahas terutama mengenai dampaknya yang luas terhadap makso
ekonomi agregat: pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya
saing, tingkat bunga, dan bahkan distribusi pendapatan (Nurul Huda, 2008:
175). Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia, dapat dilihat
grafik perkembangan inflasi di bawah ini :
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
INF
Gambar 4.5: Perkembangan Inflasi
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Berdasarkan grafik di atas, inflasi mengalami fluktuasi setiap bulan
dan tahunnya, seperti terlihat pada pertengahan tahun 2013 mengalami
kenaikan yang cukup tajam dan jumlah inflasinya mencapai 8,8 % dan
pertengahan tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup tajam pula
sehingga jumlah inflasi pada pertengahan tahun 2014 sebesar 4,0 % ,
80
hingga kembali mengalami kenaikan di akhir tahun 2014 yang jumlahnya
sebesar 8,4%, hingga pada akhir tahun 2015 jumlah inflasi sebesar 3,3 %.
Adanya kenaikan harga di 2013 dikarenakan oleh porsi yang
signifikan dari harga bahan bakar Indonesia tetap disubsidi, sementara
kenaikan harga bahan bakar menuntut peningkatan secara terus menerus,
dan karenanya Bank Dunia, IMF, dan Kantor Dagang & Industri Indonesia
(Kadin) terus menekankan pentingnya menghentikan program ini.
B. Analisis dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder
deret waktu (time series) yang berbentuk bulanan mulai dari periode Januar
2012 sampai Februari 2016. Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan
mengenai Non Performing Financing (NPF) sebagai dapak dari moral hazard
dan adverse selection sebagai variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan
variabel independen (variabel bebas) terdiri dari Gross Domestic Product,
Inflasi, kebijakan perbankan yang direpresentasikan oleh return yang
dihasilkan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing
mudharabah (MPLS), alokasi pembiayaan yang direprestasikan oleh rasio
pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah (FM), dan
tingkat bagi hasil.
Alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat lunak (software) komputer Eviews 8 untuk mempercepat perolehan
hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti, dengan metode
81
analisis secara ekonometrik. Adapun hasil dan analisi dari uji yang sudah
dilakukan, yakni:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
teknik Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai Jarque-
Berra tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data terdistribusi normal.
Dan apabila probabilitas lebih besar dari 5% maka data terdistribusi
normal (Winarno, 2015:5.43).
Gambar 4.6: Uji Normalitas
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Gambar menunjukan bahwa setelah dilakukan uji normalitas data
dengan menggunakan fasilitas eviews maka semua variabel pada
pengujian model ini menunjukan bahwa penelitian diatas berdistribusi
normal atau dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat dipenuhi.
Hal ini dapat dilihat dari nilai J-B pada penelitian ini sebesar 1.959547
dengan probability 0.375396. Di mana probabilitas harus lebih besar dari
α= 0,05. Oleh karena itu H1 diterima dan menunjukan bahwa penelitian
82
tersebut berdistribusi normal, sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan
normalitas dapat terpenuhi.
2. Uji Linieritas
Uji Linieritas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat
apakah model fungsi regresi yang digunakan sudah benar atau tidak.
Indikator bahwa model ini memenuhi asumsi linieritas dapat dilihat
melalui Prob.F dan membandingkannya dengan nilai signifikansi (α). Data
dikatakan memenuhi asumsi linieritas apabila nilai Prob.F lebih besar dari
nilai signifikansi (α), berikut merupakan hasil uji linieritas :
Gambar 4.7: Uji Linearitas
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Dari uji linieritas (Uji Ramsey RESET Test) pada tabel di atas nilai
probabilitasnya adalah 0.5673 ternyata lebih besar dari derajat signifikansi
5% (0,05). Artinya tidak ada permasalahan linieritas. Dengan kata lain
bentuk model estimasi dalam penelitian ini adalah linear.
3. Uji Stasioner
a. Uji Akar Unit
Uji stasioner dideteksi dengan menggunakan uji akar unit (unit
root test). Uji akar unit digunakan untuk melihat suatu data stasioner
83
atau tidak dilihat dengan membandingkan nilai uji statistik dengan
nilai kritis pada berbagai tingkat signifikansi (α = 1%, 5%, 10%).
Dalam pengujian stasioner peneliti menggunakan uji Phillips-Perron.
Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai Phillips-
Perron test (Pp test) lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%,
sebaliknya jika nilai Phillips-Perron test (Pp test) lebih kecil dari nilai
Critical Value (CV) 5%. Maka variabel tersebut tidak stasioner.
Tahap pertama, dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui
pada derajat keberapa data yang digunakan stasioner. Jika PPtest lebih
besar dibandingkan dengan critical value α = 5% maka data telah
stasioner. Hasil dari pengujian stasioner adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1: Uji Akar Unit nilai Phillips-Perron test pada Tingkat Level
No Variabel
Level Keterangan
Pptest CV 5%
1. NPF -0.744067 -2.922449 Tidak Stasioner
2. GDP -1.621615 -2.922449 Tidak Stasioner
3. INF -2.123878 -2.922449 Tidak Stasioner
4. MM/MPLS -1.542341 -2.922449 Tidak Stasioner
5. RM/FM -3.843163 -2.922449 Stasioner
6. TBH -1.756579 -2.922449 Tidak Stasioner Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Tabel di atas menunjukan hasil uji akar-akar unit dengan
menggunakan Phillips-Perron test. Dari tabel tersebut sesuai dengan
data yang diuji dapat diketahui dari nilai Phillips-Perron test (Pptest)
dan dari nilai Critical Value (CV) 5%, terdapat variabel yang di uji
memiliki persoalan akar unit (PPtest) < Critical Value (CV) 5%
kecuali variabel RM_FM. dengan kata lain variabel-variabel tersebut
84
pada tingkat level mengalami persoalan akar-akar unit, oleh karena itu
perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
b. Uji Derajat Integrasi
Uji akar unit menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat data
belum stasioner pada tingkat level. Oleh karena itu, harus dilakukan
Uji Derajat Integrasi. Nilai statistik Phillips-Perron untuk mengetahui
pada derajat berapa suatu data akan stasioner dapat dilihat pada nilai
Phillips-Perron test (Pp test) yang lebih besar dari nilai Critical Value
(CV) 5%, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat
pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat
pada tabel 4.2 Berikut ini:
Tabel 4.2: Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada first difference
No Variabel Level
Keterangan Pptest CV 5%
1. NPF -8.385875 -2.923780 Stasioner
2. GDP -3.575050 -2.923780 Stasioner
3. INF -4.900655 -2.923780 Stasioner
4. MM/MPLS -9.111775 -2.923780 Stasioner
5. RM/FM -4.327805 -2.923780 Stasioner
6. TBH -7.797637 -2.923780 Stasioner Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Phillips-Perron test
(Pptest) dan dari nilai Critical Value (CV) 5% sudah stasioner pada
integrasi pertama (first difference). Kesimpulan dari data yang diolah
adalah semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference,
sehingga tidak perlu dilakukan pengujian pada tingkat berikutnya
85
(second difference) dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji
berikutnya yaitu Uji Kointegrasi.
4. Uji Kointegrasi
Hasil Uji Kointegrasi didapat apabila semua variabel stasioner pada
ordo yang sama. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk
mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner atau tidak.
Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil
dalam jangka panjang. Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar
variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam
jangka panjang. Penelitian ini menggunakan Uji Johansen untuk melihat
suatu data memiliki hubungan jangka panjang atau tidak. Berikut ini
hasil uji kointegrasi Johansen :
86
Gambar 4.8: Uji Johansen Kointegrasi
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Dari gambar di atas ditunjukan nilai trace statistic > CV 5% yaitu
132.4507 > 95.75366 dengan probabilitas 0,0000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa setiap variabel saling berkointegrasi atau terdapat
adanya indikasi hubungan dalam jangka panjang. Adanya indikasi
hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum dapat digunakan
sebagai bukti bahwa terdapat hubungan antara variabel-variabelnya dalam
87
jangka panjang. Kemudian untuk menentukan variabel mana yang
menyebabkan perubahan pada variabel lainnya, maka digunakan
penghitungan Error Correction Model
5. Uji Asumsi Klasik
Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai
sifat-sifat tidak bias linear terbaik suatu penaksiran atau Best Linear
Unbiased Estimator (BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup
baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari
serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya, pengujian ini
dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas,
heterokedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Uji asumsi
klasis dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Pada penelitian ini, ada atau
tidaknya multikolinieritas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien
korelasi masing-masing variabel bebas.
Multikolinieritas bisa dideteksi dengan melihat kolerasi linier
antara variabel independen di dalam regresi. Sebagai aturan yang
kasar (rule of thumb), jika koefisien kolerasi cukup tinggi yaitu diatas
0,85 maka kita duga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya
jika koefisien kolerasi kurang dari 0,85 maka kita duga model tidak
88
mengandung unsur multikolinieritas. Akan tetapi perlu diperhatikan
terutama pada data time series seringkali menunjukan kolerasi antar
variabel independen cukup tinggi. Kolerasi tinggi ini terjadi karena
data time series seringkali menunjukan unsur tren yaitu data bergerak
naik dan turun secara bersamaan (Agus Widarjono,2010:77). Hasil
pengujian multikolinearitas adalah sebagai berikut:
Gambar 4.9: Uji Multikolinieritas
Sumber : Eviews 8 (Data diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua variabel
berada di bawah 0,85 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak
terdapat masalah multikolinearitas.
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul
pada data yang bersifat runtun waktu, karena berdasarkan sifatnya
data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa sebelumnya
(Winarno, 2015:5.29). Autokorelasi dapat diteksi dengan
menggunakan Uji Breusch-Godfrey nama lain uji BG ini adalah Uji
Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk
mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat
pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat.
89
Uji autokerelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-
Square.Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat
signifikan 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika
probabilitas Chi-Squared lebih kecil dari 5% maka terdapat
autokorelasi.
Gambar 4.10: Uji Autokorelasi
Sumber : Eviews 8 (Data diolah)
Pada tabel hasil output diatas menunjukan bahwa nilai Obs*R
Squared LM mempunyai probabilitas sebesar 0.0004 berarti
probabilitas tersebut memberikan putusan bahwa model ini
mengandung permasalahan autokorelasi. Jika model regresi
mengalami autokorelasi, maka akan menyebabkan estimator hanya
bersifat LUE, tidak lagi BLUE. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
untuk menghilangkan autokorelasi, yaitu dengan menentukan rho hat
= 1-(d/2), dengan d=durbin Watson stat, maka hasilnya adalah:
Gambar 4.11: Uji Autokorelasi dengan WLS
Sumber: Eviews 8 (data diolah)
90
Pada tabel hasil output diatas menunjukan bahwa nilai Obs*R
Squared LM mempunyai probabilitas sebesar 0.6778 dimana
probabilitas lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 atau 5%. Berarti
probabilitas tersebut memberikan putusan bahwa model ini telah
terbebas dari permasalahan autokorelasi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homokesdasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Metode
yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada
penelitian ini adalah uji White. Heteroskedastisitas dapat dilihat dari
probabilitas Obs*R-square, apabila probabilitas Obs*R-square uji
white lebih kecil dari 0.05, maka terdapat masalah
heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.12: Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Eviews 8 (data diolah)
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari Chi-
Square sebesar 0.7954 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05,
91
karena nilai probabilitas Chi-Square lebih besar dari α= 5% maka Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak ada
masalah heterokedastisitas.
6. Regresi Metode Error Correction Model (ECM)
Model Korelasi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan
metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model
keseimbangan dalam jangka panjang, dengan ditemukannya fenomena
hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang digunakan dalam
pengujian kointegrasi di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pendekatan Error Correction Model (ECM). Error Correction Model
merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series
yang digunakan untuk melihat adanya konsistensi hubungan jangka
pendek dengan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji.
D(NPF) = β0 + β1 D(GDP)t + β2 D(INF)t + β3 D(MM_MPLS)t + β4
D(RM_FM)t + β5D(TBH)t +β6 ECTt
Jangka panjang merupakan suatu periode yang memungkinkan untuk
mengadakan penyesuaian penuh untuk setiap perubahan yang timbul,
sehingga dapat menunjukan sejauh mana perubahan pada variabel
independen menyesuaikan secara penuh variabel dependen hasil
regresinya adalah sebagai berikut.
92
Gambar 4.13: Hasil Analisis Jangka Panjang
Sumber: Eviews 8 (data diolah)
Adapun persamaan jangka panjang yang diperoleh adalah :
NPF = β0 + β1GDPt+β2 INFt+ β3 MM_MPLSt + β4 RM_FMt + β5 TBHt + E
NPF=-8.911691+0.00173GDPt*-0.066741INFt*+0.202506MM_MPLSt* -
0.318259RM_FMt* + 0.091061TBHt*
Keterangan :
GDPt = Gross Domestic Product Periode t
INFt = Inflasi Periode t
MM_MPLSt = Rasio Margin Pembiayaan Murabahah Terhadap
Pembiayaan Mudharabah periode t
RM_FMt = Rasio Pembiayaan Murabahah Terhadap Pembiayaan
Mudharabah peroide t
TBHt = Tingkat Bagi Hasil periode t
93
(*) = Variabel yang signifikan (<0.05)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa dalam jangka panjang variabel
GDP, inflasi, rasio margin murabahah terhadap pembiayaan mudharabah,
alokasi pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah dan
tingkat bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap NPF dengan nilai
probabilitas masing-masing variabel tersebut adalah 0.0000, 0.0453,
0.0257, 0.0080, dan 0.0000 yang signifikan pada α = 5 %. Penelitian ini
menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) maka nilai signifikansi output
dibagi dua, sehingga probalitas masing-masing variabel independen yaitu
0.0000, 0.02265, 0.01285, 0.004, dan 0.0000 yang signifikan pada α = 5
%, sedangkan untuk koefisien jangka panjang masing-masing variabel
tersebut adalah 0.00173, -0.066741, 0.202506, -0.318259 dan 0.091061.
Kemudian dari hasil jangka panjang diatas dapat diambil nilai residualnya,
nilai residualnya digunakan untuk mengestimasi persamaan jangka
pendek. Hasil persamaan jangka pendek dengan pengolahan data
menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) dengan
program computer Eviews 8 ditampilkan sebagai berikut :
94
Gambar 4.14: Hasil Analisis Jangka Pendek
Sumber: Eviews 8 (data diolah)
Berdasarkan gambar di atas, maka hasil ECM dalam jangka pendek
adalah:
D(NPF) = 0.024065 + 0.00100D(GDP)t* – 0.064689D(INF)t –
0.021842D(MM_MPLS)t – 0.258072D(RM_FM)t + 0.052566D(TBH)t*
– 0.397682 ECTt-1
Keterangan :
D(NPF) = Perubahan Tingkat Non Performing Financing
(NPF) periode t
D(GDP)t = Perubahan Jumlah Gross Domestic Product
Periode t
D(INF)t = Perubahan Tingkat Inflasi Periode t
95
D(MM_MPLS)t = Perubahan Jumlah Rasio Margin Pembiayaan
Murabahah Terhadap Pembiayaan Mudharabah periode t
D(RM_FM)t = Perubahan Jumlah Rasio Pembiayaan Murabahah
Terhadap Pembiayaan Mudharabah peroide t
D(TBH)t = Perubahan Tingkat Bagi Hasil periode t
ECT(-1) = Error Correction Term Periode t-1
(*) = Variabel yang signifikan (<0.05)
Hasil estimasi jangka pendek diatas menunjukkan bahwa variabel
independen yang signifikan mempengaruhi NPF hanyalah GDP dan
tingkat bagi hasil (TBH) yang ditunjukkan dari nilai probabilitas hitung
masing-masing variabel yaitu 0.0280 dan 0.0077 yang signifikan pada
α=5%. Hipotesis satu arah (one tiled) ditunjukkan dari variabel GDP dan
TBH yaitu 0.014 dan 0.00385 dimana hal ini menunjukkan bahwa dalam
jangka pendek variabel GDP dan TBH berpengaruh signifikan terhadap
NPF dengan nilai koefisien masing-masing variabel adalah sebesar
0.00100 dan 0.052566.
Nilai koefisien ECT yang ditunjukkan pada hasil analisis ECM diatas
yaitu sebesar -0.397682 menunjukkan bahwa keseimbangan dan
perkembangan NPF pada periode sebelumnya yang disesuaikan dengan
periode sekarang adalah 39% dengan probabilitas 0.0013 apabila
menggunakan one tiled menjadi 0.00065 yang lebih kecil dari tingkat
signifikansi 5% Artinya spesifikasi model sudah shahih dan dapat
menjelaskan variasi pada variabel tak bebas (Insukindro,1993:2)
96
7. Uji simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel independen secara
bersama-sama mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Jika nilai probabilitas F statistiknya < 0,05 maka H0 ditolak dan
H1 diterima, berarti bahwa secara bersama-sama variabel-variabel
independen yang terdapat dalam model berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi yang mengestimasi
pengaruh GDP, Inflasi, MM_MPLS, RM_FM dan TBH terhadap NPF
dalam jangka pendek diketahui bahwa nilai probabilitas dari F-statistik
adalah 0.004380 dan pada hipotesis satu arah (one tiled) menjadi 0.00219
signifikan pada α = 5%. maka H0 ditolak dan H1 diterima, sedangkan
untuk hasil regresi jangka panjang diketahui bahwa nilai probabilitas F-
statistik adalah 0.000000 dan signifikan pada α = 5%, berarti baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang secara bersama-sama variabel
independen yang terdapat dalam model berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
8. Uji Secara individual (Uji t)
Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap
variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t hitung
atau dengan melihat tingkat probabilitasnya . Gambar 4.13 dan gambar
4.14 menunjukkan keterkaitan antar variabel adalam sebagai berikut:
97
Tabel 4.3 Hasil Uji t
Variabel Jangka Pendek Jangka panjang
t-hitung Prob Prob 1-tiled t-hitung Prob Prob 1-tiled
GDP 2.275542 0.0280 0.0140 11.80066 0.000 0.000
INF -1.629960 0.1106 0.0553 -2.060647 0.0453 0.02265
MM_MPLS -0.314738 0.7545 0.37725 2.308995 0.0257 0.01285
RM_FM -1.193278 0.2395 0.11975 -2.776210 0.008 0.004
TBH 2.797266 0.0077 0.00385 6.049697 0.000 0.0000
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. Hipotesis 1
H0 < 0 : Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang
direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh
positif terhadap non performing financing (NPF)
Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap
non performing financing (NPF).
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jagka pendek
dan jangka panjang masing-masing untuk variabel GDP adalah
2.275542 dan 11.80066 dengan probabilitas 0.0280 dan 0.0000.
dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled)
sehingga probabilitas variabel GDP dalam jangka pendek dan jangka
panjang yaitu 0.014 dan 0.0000 berarti nilai probabilitas lebih kecil
dari 0,05. Maka Ha diterima dan H0 ditolak, yang berarti bahwa dalam
jangka pendek maupun jangka panjang terdapat indikasi moral hazard
yang direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) terhadap
non performing financing (NPF).
98
b. Hipotesis 2
H0 ≥ 0 : Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang
direpresentasikan oleh Inflasi berpengaruh negatif terhadap non
performing financing (NPF)
Ha < 0 : Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh Inflasi berpengaruh negatif terhadap non performing financing
(NPF)
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek
dan jangka panjang masing-masing untuk variabel Inflasi adalah -
1.629960 dan -2.060647 dengan probabilitas 0.1106 dan 0.0453
dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled)
sehingga probabilitas variabel inflasi dalam jangka pendek dan jangka
panjang yaitu 0.0553 dan 0.02265 yang berarti nilai probabilitas
varibel inflasi untuk jangka panjang lecih kecil dari 0.05 sedangkan
probabilitas variabel inflasi untuk jangka pendek lebih besar dari 0,05.
Maka untuk jangka pendek Ha ditolak, dan menerima H0 yang berarti
bahwa dalam jangka pendek variabel Inflasi tidak berpengaruh negatif
terhadap NPF sedangkan untuk jangka panjang variabel inflasi
menerima Ha yang berarti bahwa dalam jangka panjang variabel
inflasi berpengaruh negatif terhadap NPF.
c. Hipotesis 3
H0 < 0: Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang
direpresentasikan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit
99
loss sharing mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap non
performing financing (NPF)
Ha ≥ 0 : Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing
mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap non performing
financing (NPF)
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek
dan jangka panjang masing-masing untuk variabel MM_MPLS adalah
-0.314738 dan 2.308995 dengan probabilitas 0.7545 dan 0.0257
dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled)
sehingga probabilitas variabel MM_MPLS dalam jangka pendek dan
jangka panjang yaitu 0.37725 dan 0.01285 yang berarti nilai
probabilitas varibel MM_MPLS untuk jangka panjang lebih kecil dari
0.05 sedangkan probabilitas variabel inflasi untuk jangka pendek lebih
besar dari 0,05. Maka untuk jangka pendek Ha ditolak yang berarti
bahwa dalam jangka pendek variabel MM_MPLS tidak berpengaruh
positif signifikan terhadap NPF sedangkan untuk jangka panjang
variabel MM_MPLS menerima Ha yang berarti bahwa dalam jangka
panjang variabel MM_MPLS berpengaruh positif terhadap NPF.
d. Hipotesis 4
H0 < 0 : Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang
direpresentasikan oleh alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap
100
profit loss sharing mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap
non performing financing (NPF).
Ha ≥ 0 : Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan
oleh alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap profit loss
sharing mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap non
performing financing (NPF).
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek
dan jangka panjang masing-masing untuk variabel RM_FM adalah -
1.193278 dan -2776210 dengan probabilitas 0.2397 dan 0.0080 dalam
penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga
probabilitas variabel RM_FM dalam jangka pendek dan jangka
panjang yaitu 0.11975 dan 0.004 yang berarti nilai probabilitas varibel
RM_FM untuk jangka panjang lecih kecil dari 0.05 sedangkan
probabilitas variabel inflasi untuk jangka pendek lebih besar dari 0,05.
Maka untuk jangka pendek Ha ditolak yang berarti bahwa dalam
jangka pendek variabel MM_MPLS tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap NPF sedangkan untuk jangka panjang variabel
MM_MPLS menerima Ha yang berarti bahwa dalam jangka panjang
variabel MM_MPLS berpengaruh positif signifikan terhadap NPF.
e. Hipotesis 5
H0 < 0 : Diduga tidak terdapat indikasi adverse selection yang
direpresentasikan oleh tingat bagi hasil (TBH) berpengaruh positif
terhadap non performing financing (NPF)
101
Ha ≥ 0 : Diduga terdapat indikasi adverse selection yang
direpresentasikan oleh tingat bagi hasil (TBH) berpengaruh positif
terhadap non performing financing (NPF)
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek
dan jangka panjang masing-masing untuk variabel TBH adalah
2.797266 dan 6.049697 dengan probabilitas 0.0077 dan 0.0000 dalam
penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga
probabilitas variabel TBH dalam jangka pendek dan jangka panjang
yaitu 0.00385 dan 0.0000 yang berarti nilai probabilitas lebih kecil
dari 0,05. Maka Ha diterima yang berarti bahwa dalam jangka pendek
maupun jangka panjang variabel TBH berpengaruh positif signifikan
terhadap NPF
9. Uji Adjusted R Square
Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat
seberapa besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0
maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel
dependen makin kecil dan sebaliknya nilai R2 makin mendekati 1
maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel
dependen makin besar. Koefisien determinasi memiliki kelemahan,
yaitu bias terhadap jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan
dalam model akan meningkatkan R2 meskipun variabel yang
dimasukkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
102
variabel terikatnya. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka
digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R
Square.
Pada hasil analisis Error Correction Model (ECM) untuk jangka
pendek nilai Adjusted R Square adalah 0.25654,5 ini menunjukkan
bahwa besarnya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel
dependen sebesar 25,6545%, sedangkan sisanya sebesar 74,3455%
menggambarkan pengaruh dari variabel-variabel diluar model,
sedangakan dalam jangka panjang nilai Adjusted R Square adalah
0.877858 ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh dari variabel
independen terhadap variabel dependen sebesar 87,7858%, sedangkan
sisanya sebesar 12,2142% menggambarkan pengaruh dari variabel-
variabel diluar model. Rendahnya Adjusted R Square dalam jangka
pendek disebabkan karena pembiayaan perbankan sifatnya jangka
panjang sehingga fenomena jangka pendek belum mampu
merepresentasikan adanya kredit macet.
C. Interpretasi Data
1. Jumlah GDP dan Tingkat NPF
GDP atau Gross Domestic Product dalam model ini
merepresentasikan kondisi makro ekonomi. Ketika perekonomian
mengalami pertumbuhan yang positif, idealnya terjadi peningkatan
transaksi dan aktivitas perekonomian sehingga kondisi bisnis umumnya
lebih baik. Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel GDP
103
dalam jangka pendek D(GDP) mempunyai pengaruh hubungan yang
positif signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14
yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel GDP sebesar
0.014, yang lebih kecil dari tingkat signifikan yang digunakan yaitu 0.05
(5%). Dan nilai koefisien jangka pendek sebesar 0.00100, yang berarti
bahwa jika GDP naik 1% maka NPF akan mengalami peningkatan sebesar
0.00100 persen. Sehingga dari kondisi makro ekonomi yang
direpresentasikan dengan GDP memperlihatkan adanya moral hazard di
bank syariah dalam jangka pendek. Dimana adanya ketidakhati-hatian dari
bank syariah atau sistem di bank syariah yang memberikan kesempatan
terjadinya moral hazard. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ranti Wiliasih (2005) yang menunjukkan bahwa GDP
mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap kredit bermasalah.
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel GDP dalam
jangka panjang mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap
NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai
probabilitasnya sebesar 0.0000, yang lebih kecil dari nilai signifikansi
yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar 0.00173. Hal
ini mengimplikasikan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara
variabel GDP terhadap NPF, dimana apabila GDP naik sebesar 1% maka
akan meningkatkan Jumlah NPF sebesar 0.00173 persen.
Hubungan yang positif dan signifikan antara GDP dan NPF dalam
jangka panjang mengindikasikan adanya moral hazard pula di bank
104
syariah, yang dimana adanya ketidak-hati hatian bank syariah sehingga
memicu nasabahnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak
diinginkan atau moral hazard.
Kemampuan membayar merupakan salah satu indikator penilaian
selain prospek usaha dan kondisi keuangan debitur. Jika diperhatikan
dalam model jangka pendek dan jangka panjang pada bank syariah bahwa
kefisien GDP berpengaruh terhadap NPF. Pada saat GDP meningkat
seharusnya diikuti dengan penurunan NPF karena ketika GDP meningkat
idealnya terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis menggeliat
dan kemampuan bayar nasabah pun semakin tinggi. Namun dalam jangka
panjang dan jangka pendek ketika pada bank syariah ketika GDP
meningkat akan diikuti oleh peningkatan NPF. Hal ini mengisyaratkan
bank kurang hari-hati atau kurang melakukan monitoring sehingga
terdapat indikasi moral hazard di bank syariah dalam jangka panjang dan
jangka pendek. Tindakan moral hazard yang dilakukan nasabah karena
adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara mudharib dan
shahibul maal. Perbedaan tersebut sangat mungkin karena para mudharib
tidak mengambil risiko dari bisnis yang dijalankannya, oleh karena itu
mudharib cenderung membuat keputusan yang tidak optimal (Jensen dan
Mecling, 1976:5)
2. Tingkat Inflasi dan Tingkat NPF
Inflasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi
perekonomian negara. Jika tingkat infasi suatu negara tinggi dapat
105
berpengaruh terhadap perekonomian, baik dari segi pendapatan, investasi,
suku bunga, nilai tukar, dan sebagainya. Tingkat inflasi yang tinggi akan
berakibat terhadap turunnya pendapatan masyarakat, dan pada akhirnya
akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh lembaga perbankan yaitu
dari tingkat pengembalian pinjaman atau pembiayaan dan akan
meningkatkan rasio NPF. Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien
variabel inflasi dalam jangka pendek D(INF) mempunyai pengaruh
hubungan yang negatif tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat
dari gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari
variabel inflasi sebesar 0.0553, yang lebih besar dari tingkat signifikansi
yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek
sebesar -0.064689. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
jangka pendek antara variabel Inflasi terhadap NPF. Dimana apabila
Inflasi naik sebesar 1% maka tidak akan mempengaruhi tingkat NPF.
Sehingga dari kondisi makro ekonomi yang direpresentasikan dengan
Inflasi tidak memperlihatkan adanya moral hazard di bank syariah dalam
jangka pendek.
Hasil perhitungan jangka panjang menunjukan bahwa koefisien
variabel inflasi dalam jangka panjang INF mempunyai pengaruh hubungan
yang negatif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar
4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.02265, yang lebih
kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan
koefisien sebesar -0.066741, yang berarti bahwa jika tingkat inflasi turun
106
1% maka NPF akan mengalami kenaikan sebesar -0.066741 persen. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutamimah
dan Zaidah (2010) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif
terhadap NPF. Inflasi dapat digambarkan dari kenaikan harga yang terus
menerus sehingga akan menurunkan kemampuan nasabah dalam
memenuhi segala kebutuhannya. Tingginya inflasi juga akan menurunkan
pendapatan masyarakat. Sehingga apabila inflasi mengalami penurunan
atau cenderung stabil maka seharusnya nasabah lebih mampu dalam
memenuhi segala kewajibannya.
Salah satu kesulitan yang dihadapi bank adalah menentukan dengan
tepat bagaimana risiko kredit dapat berubah seiring dengan perubahan
ekonomi makro serta berapa lama perubahan ekonomi makro tersebut,
dalam hal ini inflasi direspon oleh perbankan. Peningkatan NPF yang
diakibatkan oleh penurunan inflasi mengindikasikan bahwa debitur tidak
memiliki tanggung jawab dan komitmen untuk memenuhi kewajibannya
dalam melunasi pinjamannya terhadap bank. Selain itu adanya akad yang
melandasi pembiayaan antara shahibul maal dan mudharib yang bersifat
mengikat, sehingga seharusnya dalam keadaan apapun mudharib tetap
berkewajiban untuk melunasi pinjamanya.
Peningkatan NPF yang diakibatkan oleh menurunnya inflasi
menandakan bahwa bank kurang hari-hati atau kurang melakukan
monitoring sehingga terdapat indikasi moral hazard di bank syariah dalam
jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek inflasi tidak berpengaruh
107
terhadap NPF karena inflasi merupakan perubahan harga yang terus
menerus sehingga dampaknya akan terasa pada jangka panjang pula.
3. Jumlah MM/MPLS dan Tingkat NPF
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel MM/MPLS
dalam jangka pendek D(MM_MPLS) mempunyai pengaruh hubungan
yang negatif tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari
gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel
MM/MPLS sebesar 0.37725, yang lebih besar dari tingkat signifikansi
yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek
sebesar -0.021842. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
jangka pendek antara variabel MM/MPLS terhadap NPF. Dimana apabila
MM/MPLS turun sebesar 1% maka tidak akan mempengaruhi tingkat
NPF. Sehingga dalam rasio ini tidak memperlihatkan adanya moral hazard
di bank syariah dalam jangka pendek, hal ini bertolak belakang dengan
penelitian Desti Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa rasio
MM/MPLS memiliki hubungan yang positif signikan terhadap NPF dalam
jangka pendek.
Hasil perhitungan jangka panjang menunjukan bahwa koefisien
variabel MM/MPLS dalam jangka panjang MM_MPLS mempunyai
pengaruh hubungan yang positif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat
dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar
0.01285, yang lebih kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05
(5%). Dengan koefisien sebesar 0.202506, yang berarti bahwa jika tingkat
108
MM/MPLS naik 1% maka NPF akan mengalami peningkatan sebesar
0.202506 persen. Besarnya koefisien MM_MPLS yang bernilai positif
signifikan mengindikasikan adanya moral hazard pada bank syariah dalam
jangka panjang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Desti Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa rasio
MM/MPLS memiliki hubungan yang positif signikan terhadap NPF.
Penelitian tersebut didukung oleh Yasin (2014) yang menyatakan bahwa
margin murabahah berpengaruh positif terhadap NPF. Berikut merupakan
tabel margin murabahan dan pedapatan bagi hasil mudharabah :
Tabel 4.4: Tabel Margin Murabahan dan Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
Tahun Bulan
Margin Pendapatan Bagi Hasil
Murabahah Mudharabah
Miliar Rp Miliar Rp
2015
Jan 1.323 149
Feb 2.616 297
Mar 3.927 445
Apr 5.214 600
Mei 6.530 751
Jun 7.805 907
Jul 9.567 1.075
Agst 11.151 1.246
Sep 12.800 1.422
Okt 13.119 1.433
Nov 14.403 1.557
Des 15773 1.739 Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Idealnya, semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan maka NPF
akan semakin menurun, telah kita ketahui bahwa risiko murabahah lebih
kecil dibandingkan dengan risiko mudharabah. Berdasarkan tabel 4.4
bahwa margin yang dihasilkan murabahah dan mudharabah semakin
meningkat setiap bulannya pada tahun 2015. Namun komposisi margin
murabahah lebih besar dibandingkan dengan pendapatan bagi hasil
109
mudharabah. Hal ini menyebabkan bank syariah lebih fokus terhadap
pembiayaan murabahah karena menghasilkan keuntungan yang lebih besar
serta memiliki risiko yang rendah. Sedangkan dengan fokusnya bank pada
pembiayaan murabahah menyebabkan bank kurang berhati-hati dan
kurang melakukan monitoring pada pembiayaan mudharabah.
Peningkatan margin murabahan yang diikuti dengan meningkatnya NPF
mengindikasikan adanya moral hazard yang dimana bank tidak berhati-
hati dalam menetapkan margin sehingga memberatkan nasabahnya untuk
membayar kewajibannya terhadap bank.
Bank dalam penetapan margin atau keuntungan dari harga jual
sejumlah tertentu dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan
diambil, biaya-biaya yang ditanggung termasuk antisipasi timbulnya
kemacetan dan jangka waktu pengembalian (Faturrahman, 2012:17).
Margin dalam pembiayaan murabahah merupakan mark up terhadap harga
pokok. yang apabila dalam penetapannya mark up terlalu tinggi, akan
menyebabkan tingginya risiko pembiayaan. Tingginya risiko yang biasa
dihadapi bank syariah, risiko mark-up menempati peringkat paling tinggi,
kemudian diikuti oleh risiko operasionalnya (Khan dan Ahmed, 2008:84).
4. Jumlah RM/FM dan Tingkat NPF
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel RM/FM
dalam jangka pendek D(RM/FM) mempunyai pengaruh hubungan yang
positif tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar
4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel RM/FM
110
sebesar 0.11975, yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan
yaitu 0.05 (5%) dengan nilai koefisien jangka pendek sebesar -0.258072.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan jangka pendek antara
variabel RM/FM terhadap NPF. Dimana apabila RM/FM turun sebesar 1%
maka tidak akan mempengaruhi tingkat NPF. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Siti Jamiatun Nafiah (2008) yang menyatakan bahwa
rasio jumlah pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah
tidak memiliki pengaruh terhadap NPF. Sehingga dari kondisi internal
bank yang direpresentasikan dengan RM/FM tidak memperlihatkan
adanya moral hazard di bank syariah dalam jangka pendek.
Hasil perhitungan jangka panjang menunjukan bahwa koefisien
variabel RM/FM dalam jangka panjang D(RM/FM) mempunyai pengaruh
hubungan yang negatif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada
gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.004, yang
lebih kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan
koefisien sebesar -0.318259, yang berarti bahwa jika tingkat RM/FM naik
1% maka akan berpengaruh terhadap jumlah NPF. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutamimah dan Siti Nur
Zaidah (2012) yang menyatakan bahwa rasio alokasi piutang murabahah
terhadap pembiayaan PLS berpengaruh negatif signifikan terhadap
pembiayaan bermasalah. Sehingga rasio ini tidak menunjukkan adanya
moral hazard di bank syariah dalam jangka panjang. Berikut merupakan
tabel jumlah penyaluran pembiayaan bank syariah tahun 2015:
111
Tabel 4.5: Jumlah Penyaluran Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah
Tahun Bulan
Pembiayaan Pembiayaan
Murabahah Mudharabah
Miliar Rp Miliar Rp
2015
Jan 115.979 14.207
Feb 116.268 14.147
Mar 117.358 14.136
Apr 117.210 14.388
Mei 117.777 14.906
Jun 118.612 15.304
Jul 118.317 15.072
Agst 119.396 15.268
Sep 119.456 15.082
Okt 120.333 14.819
Nov 120.340 14.639
Des 122.111 15.169
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Jika dibandingkan komposisi pembiayaan murabahah dengan
pembiayaan mudharabah terlihat bahwa bank syariah lebih
terkonsentrasi pada pembiayaan murabahah, hal ini dikarenakan akad
murabahah merupakan akad yang beresiko rendah selain itu
pengelolaan yang relatif mudah, margin tetap yang diterapkan bank
syariah memudahkan nasabah untuk mengatur rencana keuangan
dalam pelunasan pembiayaan. Fokusnya bank terhadap penyaluran
pembiayaan murabahah serta meminimalisir pembiayaan yang
beresiko tinggi seperti pembiayaana muradharabah membuat rasio ini
tidak berdampak terhadap NPF. Hal ini menunjukkan bank semakin
berhati-hati dalam memberikan pembiayaan khususnya pembiayaan
mudharabah mengingat produk pembiayaan ini memiliki tingkat
kegagalan yang besar, selain itu akad mudharabah merupakan
pembiayaan yang bersifat trust financing sehingga membutuhkan
112
ketelitian dan kehati-hatian dalam menyeleksi nasabah yang berhak
menerima pembiayaan tersebut. Menurut hasil wawancara,
munculnya risiko pembiayaan mudharabah disebabkan karena
mudharib yang tidak mengeluarkan self financing atau dana yang
sepenuhnya dikeluarkan shahibul maal dapat menjadikan nasabah
lalai dalam menjalankan usahanya, dan keberadaan yang terpisahnya
shahibul maal dengan mudharib. Sehingga pihak bank tidak dapat
melihat seberapa besar usaha dan kemampuan nasabah dalam
menjalankan suatu usaha. Karena modal sepenuhnya dari shahibul
maal dan keberadaan yang terpisah antar shahibul maal dan mudharib
inilah yang memicu terjadinya adverse selection dan moral hazard.
5. Jumlah TBH dan Tingkat NPF
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel TBH dalam
jangka pendek D(TBH) mempunyai pengaruh hubungan yang positif
signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14 yang
menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel TBH sebesar
0.00385, yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu
0.05 (5%), dan nilai koefisien jangka pendek sebesar 0.052566. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka pendek antara variabel
TBH terhadap NPF. Dimana apabila TBH naik sebesar 1% maka akan
mempengaruhi tingkat NPF. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Zainal (2009) menyatakan nisbah bagi hasil memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat pengembalian pada transaksi mudharabah.
113
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel TBH dalam
jangka panjang TBH mempunyai pengaruh hubungan yang positif dan
signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang
menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.0000, yang lebih kecil dari
nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar
0.091061, yang berarti bahwa jika tingkat TBH naik 1% maka akan
berpengaruh terhadap NPF. Sehingga rasio ini menunjukkan adanya
adverse selection di bank syariah dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Adverse selection merupakan permasalahn yang timbul sebelum
pembiayaan disalurkan. Permasalahan tersebut timbul karena bank tidak
mengetahui dengan pasti karakteristik nasabah. Pada kontrak bagi hasil
penetapan skema bagi hasil ditetapkan diawal dan akan berlaku berapun
profit yang diperoleh mudharib dari usaha yang dijalankan, dengan
demikian mudharib kurang termotivasi untuk mencapai suatu profit
tertentu. Hal ini menyebabkan mudharib akan menyatakan bahwa dirinya
memiliki karakteristik tinggi pada saat mengajukan pembiayaan dan
berhak untuk memperoleh bagi hasil yang tinggi pula. Berdasarkan hasil
wawancara nisbah bagi hasil ditetapkan berdasarkan pertimbangan
tertentu, diantaranya :
a. Adanya kesepakatan antara pihak bank (shahibul maal) dengan
nasabah (mudharib) atas usaha yang dijalankan.
b. Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh pihak bank dilihat dari
biaya-biaya seperti biaya operasional yang akan dikeluarkan
114
nasabah dan biaya dana seperti DPK (Tabungan, Giro,
Deposito) yang dimana pihak bank harus memberikan bagi
hasil terhadap DPK tersebut.
c. Nisbah yang dikenakan oleh nasabah yang satu dengan yang
lainnya dapat berbeda walaupun jenis usahanya sama,
perbedaan nisbah tersebut dikarenakan pengalaman dan
keahlian mudharib, efisiensi usaha, dan tingkat keuntungan
yang diproyeksikan.
Bank syariah cenderung menetapkan nisbah bagi hasil yang tinggi
dari pembiayaan profit loss sharing, besaran nisbah bagi hasil
mencerminkan bahwa besaran risiko yang ditolelir oleh bank dalam
memperoleh pendapatan bagi hasil. Bank syariah akan memberikan bagi
hasil yang tinggi bagi nasabah yang berkualitas baik, dan sebaliknya.
Namun bank syariah juga tidak dapat sepenuhnya mengetahui
karakteristik nasabah sehingga dalam hal ini mungkin saja nasabah yang
berkualitas buruk membuat seolah-olah dirinya memiliki karakter yang
baik sehingga layak untuk diberikan pembiayaan dengan bagi hasil yang
tinngi, contoh adverse selection yang dihadapi bank seperti penggandaan
surat berharga, pemalsuan kartu identitas, kantor, manipulasi rekening,dll.
Apabila hal ini dijalankan maka akan timbul ketidak seimbangan informasi
yang dimilki antar nasabah dan bank dalam proses penyeleksian sehingga
bank dapat merealisasikan pembiayaan dari nasabah yang berkualitas
buruk tersebut dan dengan nisbah bagi hasil yang tinggi pula.
115
Tingkat bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-
masing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran tingkat bagi hasil ini
muncul sebagai hasil tawar menawar antara shohibul maal dengan
mudharib. Penetapan nisbah bagi hasil dalam sistem keuangan syariah
menawarkan model harga yang lebih komprehensif dibandingkan suku
bunga dalam sistem kovensional karena mempertimbangkan risk, return,
capital invested, dan opportunity cost.
Menurut Karim (2014) kini bank syariah Indonesia memitigasi risiko
adverese selection dengan dua konsep bagi hasil. Pertama, two step
financing yaitu bank syariah memberikan pembiayaan kepada koperasi/
multifinance/ BPRS dengan sistem bagi hasil. Selanjutnya pembiayaan
tersebut akan disalurkan kepada end users dengan sistem fixed
installments. Jadi bank syariah berbagi hasil dari sesuatu yang dapat
diprediksi dengan akurat. Kedua, short term financing based on job order
yaitu bank syariah memberikan fasilitas kelonggaran tarik yang dapat
dicairkan bila ada surat perintah kerja dari pemberi kerja. Atas dasar SPK
itulah bank syariah memperhitungkan risiko, jangka waktu, dan perkiraan
return-nya. Jadi bank syariah hanya mau melakukan pembiayaan bagi hasil
bila bisnis yang dibiayainya dapat diprediksi dengan akurat.
Dalam upaya mengatasi atau mengurangimasalah keagenan ada dua
cara yang dapat dilakukan oleh prinsipal yaitu pemilik modal melakukan
pengawasan (monitoring) dan pembatasan dalam melakukan tindakan-
tindakan (bounding) sehingga dapat mengurangi masalah keagenan (Jensel
116
dan Macling, 1976:5). Pada bank syariah memitigasi risiko adverse
selection bank melakukan batasan-batasan, yaitu misalnya hanya
menyalurkan pembiayaan mudharabah pada lembaga keuangan,
multifinance, perusahaan milik pemerintah, yang dimana bidang usaha
tersebut mengandung risiko yang rendah. Kemudian bank hanya dapat
menyalurkan pembiayaan bagi nasabah yang telah menjalankan usaha
kurang lebih 2 tahun. Kemudian bank syariah juga melakukan monitoring
secara berkala kepada setiap nsabahnya. Dalam melakukan penyeleksian,
bank syariah menerapkan 5 C, yaitu :
a. Caracter, bank syariah melihat Caracter nasabah berdasarkan
track record atau catatan kesuksesan seseorang dari masa
lampau hingga sekarang, hal ini dapat dilihat dari BI Cheking.
Apabila track record yang dilihat dari BI Cheking bagus maka
menunjukkan bahwa nasabah memiliki komitmen yang tinggi.
Bank juga melakukan analisis lapangan untuk memastikan
nasabah memiliki karakter yang baik.
b. Capacity, mengenai usaha yang dilakukan oleh mudharib,
apabila usaha yang dijalankan mudharib dianggap tidak dapat
memenuhi kewajibannya terhadap shahibul maal, maka bank
tidak akan menyalurkan pembiayaan tersebut. Capacity dapat
dilihat berdaarkan laporan keuangan dari usaha yang dijalankan,
usaha yang dijalankan apa saja, berpengalaman.
117
c. Capital, berupa modal yang dimiliki oleh nasabah, apakah
modal yang dimilikinya mengalami peningkatan atau
penurunan, serta mengamati penyebab modal tersebut
mengalami penurunan. Apabila modal yang dimiliki nasabah
memadai dalam memenuhi kewajibannya kepada bank, maka
bank dapat menyalurkan pembiayaan, begitupun sebaliknya.
d. Condition, dalam hal ini bank syariah melihat keadaan ekonomi
global, karena ekonomi global ini akan memiliki dampak
terhadap perekonomian nasabah, misalnya jika saat ini usaha
pertambangan sedang mengalami penurunan, maka bank
syariah enggan untuk memberikan pembiayaan pada nasabah
yang berkecimpung dibidang usaha tersebut.
e. Collateral, berupa jaminan atau agunan yang diberikan nasabah
kepada pihak bank, pada dasarnya pembiayaan mudharabah
tidak menyertakan jaminan atau agunan, tetapi pada praktiknya
pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang rentan
terhadap risiko, sehingga jaminan diperbolehkan dalam
memperkuat kepercayaan mudharib dan shahibul mal, yang
dimana jaminan tersebut diharapkan dapat meminimalisir
risiko-risiko dikemudian hari. jaminan tersebut dapat berupa fix
aset, surat-surat berharga, dan lain-lain yang nilainya harus lebih
besar dari pembiayaan yang disalurkan,karena untuk
mengantisipasi turunnya harga jaminan dikemudian hari.
118
Kelalaian pihak bank juga dapat memicu mulculnya risiko
pembiayaan, misalnya bank kurang berhati-hati dalam melakukan
penyeleksian seperti AO yang belum berpengalaman, sehingga resiko
pembiayaan dapat saja terjadi, oleh karena itu dibutuhkannya
pendampingan terhadap AO yang belum berpengalam minimal tiga
kali pendampingan.
119
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil pengolahan data dan analisis ekonomi dari penelitian yang
berjudul “Indikasi Moral hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran
Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012-
Februari 2016)”. Dalam penelitian ini penulis mengacu pada definisi moral
hazard yang dikemukakan Vaubel dalam Dreher (2004) yaitu ketika bank
memberi kesempatan terjadinya moral hazard disisi debitur, maka terjadi
moral hazard tidak langsung, dan devinisi adverse selection yang
dikemukakan oleh Tarsidin yaitu permasalahan yang timbul ketika pemilik
dana memilih enterpreneur yang akan diberikan pembiayaan, yang dimana
pemilik dana tidak mengetahui secara pasti karakeristik mudharib.
Berangkat dari definisi moral hazard dan adverse selection di atas, sejumlah
asumsi, hasil analisis data dan ekonomi, maka dapat kesimpulan sebagai
berikut :
1. Indikasi Moral Hazard dan Adverse selection
a. Ditemukan adanya indikasi moral hazard pada bank syariah yang
ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari
meningkatnya GDP dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
b. Ditemukan adanya indikasi moral hazard pada bank syariah yang
ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari
menurunnya inflasi dalam jangka panjang.
120
c. Ditemukan adanya indikasi moral hazard pada bank syariah yang
ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari
meningkatnya rasio margin murabahah terhadap margin
mudharabah (MM/MPLS) dalam jangka panjang.
d. Ditemukan adanya indikasi adverse selection pada bank syariah
yang ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah
akibat dari meningkatnya tingkat bagi hasil (TBH) dalam jangka
pendek dan jangka panjang.
2. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse
selection pada pembiayaan mudharabah dikarenakan modal dan
kerugian yang sepenuhnya ditanggung oleh bank sehingga mendorong
nasabah untuk bersikap lalai dalam melakukan kegiatan usahanya,
tempat yang terpisah antara mudharib dan shahibul mal membuat
shahibul mal tidak mengetahui secara pasti kegiatan yang dilakukan
oleh mudharib, selain itu adanya perbedaan kepentingan antara
mudharib dan shahibul mal yang membuat mudharib dapat bertindak
sesuai dengan keinginannya tanpa sepengetahuan shahibul maal. Dan
Penyeleksian yang kurang optimal yang dilakukan oleh pihak bank
yang kurang berkompeten atau kurang berpengalaman serta
penyeleksian yang hanya dilakukan oleh pihak internal bank tanpa
melibatkan pihak independen sehingga kerjasama yang buruk antar
pihak bank dan nasabah bisa saja terjadi pada tahap penyeleksian
121
3. Mitigasi risiko yang dilakukan bank untuk meminimlisir masalah moral
hazard dan adverse selection adalah batasan suatu usaha yang
dijalankan oleh calon nasabah, penyeleksian yang sangat ketat yang
dilakukan oleh bank baik lewat dokumen maupun langsung
kelapangan, penetapan jaminan atau agunan bagi seluruh nasabah
pembiayaan mudharabah, asuransi yang dilakukan oleh bank terhadap
nasabah tersebut, baik asuransi barang agunan maupun usaha yang
dijalankan nasabah serta monitoring berkala langsung kelapangan yang
dilakukan oleh bank bagi setiap nasabah pembiayaan mudharabah.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Bank syariah harus meningkatkan kondisi sumber daya manusia (SDM)
bank, kualitas bisnis bank, dan keterlibatan pihak lain dalam melakukan
bisnis, lebih mempehatikan prinsip 5C (character, capacity, collatearl,
dan condition) terutama dalam melihat karakter nasabah, serta
melakukan pengawasan yang lebih intensif agar NPF yang disebabkan
oleh adverse selection maupun moral hazard dapat diminimalisir
2. Bank syariah perlu mengetahui jenis pembiayaan-pembiayaan yang
berpotensi mengalami pembiayaan bermasalah selain pembiayaan
mudharabah dan musyarakah, sehingga bank tidak hanya
mengantisipasi risiko untuk pembiayaan mudharabah tetapi risiko-risiko
pembiayaan lain dapat teratasi
122
3. Perlu adanya kebijakan-kebijakan bank untuk meminimalisir risiko
pembiayaan mudharabah, agar pembiayaan mudharabah dapat
berkembang di dunia perbankan, karena walaupun pembiayaan ini
memiliki risiko yang tinggi tetapi pembiayaan ini juga memiliki tingkat
keuntungan yang tinggi pula karena pembiayaan mudharabah berkaitan
langsung dengan sektor riil sehingga diharapkan mampu untuk
meningkatkan kesejahteraan umat.
123
DAFTAR PUSTAKA
Alhamda, Syukra. "Buku Ajar Metlit dan Statistik", deepublish, Yogyakarta, 2016.
Algoud, LM dan Mervyn, K.L. "Perbankan Syariah:Prinsip Praktik Prospek",PT
Serambi Ilmu semesta, 2003.
Ardiansyah, Misnen. "Bayang-bayang teori keagenan pada produk Pembiayaan
Perbankan Syariah", Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan: ISSN
1411-9544, 2014.
Asnaini, Sri Wahyuni. "Faktor-Faktor yang memperngaruhi Non Performing
Financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia", Jurnal Tekun/Volume
V, No. 02, Jakarta, September 2014.
Bakhtiar, Toni dan Sugema, Iman. "Masalah Informasi Asimetrik Dalam Sistem
Perbankan Syariah : Adverse Selection Problem", Jurnal, 2012.
Barokah Nurlaela Syahril dan Kurniasih Afiati. " Persepsi Manajemen Bank Umum
Syariah Terhadap Kemungkinan Penerapan Per (Profit Equalization
Reserve) Ditinjau Dari Sisi Akuntansi Bank Syariah ", Jurnal Nisbah
Volume 1 No.2, Bogor, 2015
Dreher, Axel. "Does the IMF cause moral hazard? Acritical review of the
evidence", Univercity of Konstanz and Thurgau Institute Of Economic,
Germany, 2004.
Eisenhardt, Kathleen. M. "Agency Theory: An Assessment and Review", The
Academy of Management Review, Vol. 14, No. 1, Januari 1989.
Ghozali, Imam. "Statistik Nonparametik", Badan Penerbit UNDIP, Semarang ,
2006.
Goldstein, Morris. "The Asian Financial Crisis", Policy Briefs 98-1, Institute for
International Economics, 1998.
Hamid, Abdul. "Pedoman Penulisan Skripsi", Jakarta, 2007.
IB, Perbankan Syariah. "Indikasi Moral Hazard: Perbankan Syariah Lebih Tinggi
Dibanding Perbankan Konvensiona", paper, 2009.
Ibrahim, Taswan dan Ragimun."Moral Hazard Dan Pencegahannya Pada Industri
Perbankan di Indonesia", Jurnal,2011.
124
Imanuddin, Muhammad. "Mudharabah dan Optimalisasi Sektor Riil". Dipetik 29
Juni 2016, dari Zona Ekonomi Islam: http://zonaeksis.com.
Jensen, Michael C. "Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Takeovers", The American Economic Review, Vol. 76, No. 2, May 1986.
Jensen, Michael C dan Meckling, William H. "Theory of the Firm: Managerial
Behavior,Agency Cost and Ownership Structure", Journal of Financial
Economics, Vol.3, No.4, October 1976.
Karim, Adiwarman. "Ekonomi Makro Islam",PT Raja Grafindo, Jakarta, 2010.
Linda, M. R., Megawati, dan Deflinawati. "Pengaruh Inflasi, Kurs Dan Tingkat
Suku Bunga Terhadap Non Performing Loan Pada PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk Cabang Padang", Journal of Economic and
Economic Education Vol.3 No.2, 2015.
Manzilati, Asfi. "Kesepakatan Kelembagaan Kontrak Mudharabah dalam
Kerangka Teori Keagenan", Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.15, No.2,
Malang, 2011.
Mishkin, Frederic S."Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan", Salemba
Empat, Jakarta, 2008.
Mitnick, Barry M. "The Hazard of Agency", Katz Graduate School of business
Univercity of Pittsburg, Jurnal, October 1996.
Multifiah1, Manzilati Asfi dan Hurriati, Laili. "Masalah Keagenan dan Penegakan
pada Pembiayaan Mudharabah: Studi pada Baitul Maal wa Tamwil Usaha
Gabungan Terpadu Sidogiri Cabang Malang". International Journal of
Social and Local Economic Governance (IJLEG), Malang, 2015.
Muhammad."Lembaga Keuangan Mikro Syariah Pergulatan Melawan Kemiskinan
dan Penetrasi Ekonomi Global", Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009.
Murni, Afsia. "Ekonomika Makro", PT Refika Aditama, Bandung, 2006.
Mutamimah dan Chasanah, S. N. "Analisis eksternal dan internal dalam
menentukan Non Performing Financing Bank umum Syariah di Indonesia",
Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 19 No. 1, Semarang 2012.
Nasution, Anwar. "Masalah-Masalah Sistem Keuangan dan Perbankan
Indonesia", Jakarta, 2003.
125
Nasution, Mustafa Edwin dan Wiliasih, Ranti. "Profit Sharing dan Moral Hazard
dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah", Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI), hal.238, 2007.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011. Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Prabowo, Dani. "Kejaksaan Agung Akui Hentikan Kasus Kredit Macet Bank
Bukopin", Dipetik 29 Juni , 2016, dari http://nasional.kompas.com
RahmanHakim, Arif. "Stasioneritas, Akar Unit,& Kointegrasi Pengantar Time
Series", hal.05, 2015.
Rahmawati, Teti. "Pengaruh indikasi moral hazard dalam penyaluran pembiayaan
terhadap pertumbuhan dana bank syariah, melalui monitoring dan profit
sharing sebagai variabel intervening",Tesis, Unpad, 2010.
Rahmawulan, Yunis. "Perbandingan Faktor Penyebab NPL dan NPF pada Bank
Konvensional dan Bank Syariah di Indonesia", Tesis Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, 2008.
Rivai, Veithzal. "Islamic Financial Management", Raja Grafindo Persada, Jakarta
2008.
Rodoni, Ahmad dan Ali, Herni. "Manajemen Keuangan Modern". Mitra Wacana
Media. Jakarta, 2014.
Siregar, Mulya E. "Pertumbuhan Bank Syariah Melambat Drastis Ini
Penyebabnya", dipetik 29 Juni 2016, dari http://www.beritasatu.com/.
Sugiyono. "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D", Alfabeta,
Bandung, 2009.
Sukirno, Sadono. "Teori Pengantar Makro Ekonomi", PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta 2011.
Susanti, Vera."Pengaruh Equivalent rate dan Tingkat Keuntungan terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di Indonesia", Jurnal I-Finance
Vol.1. No.1. Juli 2015
Tarsidin. "Bagi hasil: Konsep dan analisis", Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta, 2010.
126
Usanti, Trisadini Prasastinah dan Shomad, A. "Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah Bank Syariah", Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Unair,
2008.
Vaubel, Roland. "The Moral Hazard of IMF Lending", World Economy 6 no.3,
1983.
Vo, Duc Hong dan Nguyen, Van Thanh Yen. "Managerial Ownership, Leverage
and Dividend Policies: Empirical Evidence from Vietnam’s Listed Firms",
International Journal of Economics and Finance; Vol. 6, No. 5, Vietnam,
2014.
Wibowo, Martino."Analisis Faktor-faktor Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan
Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia" Tesis Program Pascasarjana Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2014
Widarjono, Agus "Ekonometrika, Teori dan Aplikasi Edisi Pertama", Ekonisia,
Yogyakarta, 2005.
Winarno, Wing Wahyu. "Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Ewiews
Edisi 4", UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2015.
Yasin, Ach. "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing
(NPF) di industri bank pembiayaan rakyat (BPR) syariah di Indonesia",
Akrual 5 (2) (2014): 183-203 e-ISSN: 2502-6380, Februari 2014.
Zainal, Gekan Purnama. "Pengaruh Nisbah Bagi Hasil (Profit Sharing Ratio)
Terhadap Tingkat Pembiayaan Non-Lancar (Non Performing Financing)
Pada Transaksi Pembiayaan Mudharabah (Survey Pada Bank Syariah
Jabar Di Bandung)", 2009.
Zulkifli, Sunarto. "Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah", Zikrul Hakim,
Jakarta 2007.
Data Statistik Perbankan Syariah, Data Diakses pada 26 Juni 2016 dari
http://www.ojk.go.id
Data Inflasi (Indeks harga Konsumen), Data Diakses pada 26 Juni 2016 dari
http://www.bi.go.id
Data Pendapatan Nasional, Data Diakses 26 Juni 2016 dari https://www.bps.go.id
127
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Penelitian Januari 2012-Februari 2015
Tahun Bulan NPF GDP* INF Rasio
MM/ MPLS
Rasio
RM/FM TBH
2012
Jan 2,68 609822,20 3,65 7,84 5,57 15,99
Feb 2,82 618635,70 3,56 6,49 5,76 16,06
Mar 2,76 627122,40 3,97 6,23 5,89 16,03
Apr 2,85 635282,20 4,50 6,64 5,98 15,88
Mei 2,93 643115,20 4,45 6,77 6,16 15,82
Jun 2,88 650621,30 4,53 6,78 6,21 16,02
Jul 2,92 662767,00 4,56 6,83 6,42 15,76
Agst 2,78 665894,60 4,58 6,85 6,60 16,08
Sep 2,74 664970,70 4,31 6,01 6,79 15,94
Okt 2,58 651910,30 4,61 6,95 7,08 15,95
Nov 2,50 648946,70 4,32 7,03 7,27 15,72
Des 2,22 647995,10 4,30 7,15 7,32 14,90
2013
Jan 2,49 648336,80 4,57 8,67 7,46 16,10
Feb 2,72 651948,20 5,31 8,37 7,70 15,78
Mar 2,75 658110,60 5,90 8,55 8,05 15,77
Apr 2,85 670800,20 5,57 8,66 8,18 15,61
Mei 2,92 679082,60 5,47 8,64 8,23 15,49
Jun 2,64 686933,80 5,90 8,64 8,12 14,93
Jul 2,75 699344,20 8,61 8,63 7,88 16,03
Agst 3,01 702590,60 8,79 8,53 7,90 15,35
Sep 2,80 701663,20 8,40 8,46 7,99 15,04
Okt 2,96 688665,80 8,32 8,42 7,87 15,19
Nov 3,08 685313,10 8,37 8,42 7,79 14,55
Des 2,62 683708,70 8,38 8,42 8,11 14,40
2014
Jan 3,01 682357,40 8,22 9,34 8,24 14,42
Feb 3,53 685371,60 7,75 8,35 8,27 14,35
Mar 3,22 691255,70 7,32 8,53 8,28 14,29
Apr 3,49 704253,90 7,25 8,72 8,14 14,13
Mei 4,02 712695,00 7,32 8,78 8,13 21,32
Jun 3,90 720823,00 6,70 8,86 7,99 21,87
Jul 4,30 734000,00 4,53 9,07 7,84 18,23
Agst 4,58 737480,40 3,99 9,53 7,99 21,37
Sep 4,67 736626,20 4,53 9,58 8,00 20,75
Okt 4,75 723595,80 4,83 9,62 8,01 22,11
Nov 4,86 719953,70 6,23 9,85 8,08 21,18
128
Des 4,33 717858,30 8,36 9,98 8,18 20,69
2015
Jan 4,62 715130,70 6,96 8,88 8,16 19,88
Feb 4,80 717762,70 6,29 8,81 8,22 20,20
Mar 4,58 723575,70 6,38 8,82 8,30 22,31
Apr 4,34 737090,40 6,79 8,69 8,15 19,08
Mei 4,55 745874,40 7,15 8,70 7,90 17,94
Jun 4,38 754448,50 7,26 8,61 7,75 17,94
Jul 4,50 768341,30 7,26 8,90 7,85 17,90
Aug 4,51 772349,50 7,18 8,95 7,82 11,64
Sep 4,30 772001,70 6,83 9,00 7,92 11,64
Okt 4,37 767297,70 6,25 9,15 8,12 12,10
Nov 4,29 758237,60 4,89 9,25 8,22 11,98
Des 3,98 744821,40 3,35 9,07 8,05 12,21
2016 Jan 4,52 754213,20 4,14 8,98 7,75 12,32
Feb 4,58 754213,20 4,42 8,80 7,85 12,29
* Data Interpolasi
Lampiran 2 : Uji Normalitas
Lampiran 3 : Uji Linearitas
Ramsey RESET Test
Equation: UNTITLED
Specification: NPF GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH C
Omitted Variables: Squares of fitted values Value df Probability
t-statistic 0.576412 43 0.5673
F-statistic 0.332251 (1, 43) 0.5673
129
Likelihood ratio 0.384853 1 0.5350 F-test summary:
Sum of Sq. df Mean
Squares
Test SSR 0.029479 1 0.029479
Restricted SSR 3.844700 44 0.087380
Unrestricted SSR 3.815221 43 0.088726
Unrestricted SSR 3.815221 43 0.088726 LR test summary:
Value df
Restricted LogL -6.813742 44
Unrestricted LogL -6.621316 43
Unrestricted Test Equation:
Dependent Variable: NPF
Method: Least Squares
Date: 08/26/16 Time: 13:54
Sample: 2012M01 2016M02
Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP 2.71E-05 1.70E-05 1.589922 0.1192
INF -0.111847 0.084787 -1.319154 0.1941
MM_MPLS 0.320677 0.223250 1.436407 0.1581
RM_FM -0.507287 0.347690 -1.459021 0.1518
TBH 0.145261 0.095246 1.525112 0.1346
C -14.88903 10.39867 -1.431821 0.1594
FITTED^2 -0.077887 0.135124 -0.576412 0.5673 R-squared 0.891162 Mean dependent var 3.544600
Adjusted R-squared 0.875976 S.D. dependent var 0.845809
S.E. of regression 0.297869 Akaike info criterion 0.544853
Sum squared resid 3.815221 Schwarz criterion 0.812536
Log likelihood -6.621316 Hannan-Quinn criter. 0.646788
F-statistic 58.68065 Durbin-Watson stat 0.901368
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 4 : Uji Stasioner Variabel NPF
Null Hypothesis: NPF has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -0.744067 0.8256
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224
130
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.057888
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.043961
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(NPF)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:10
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. NPF(-1) -0.037594 0.042156 -0.891775 0.3771
C 0.171236 0.152625 1.121937 0.2676 R-squared 0.016639 Mean dependent var 0.038776
Adjusted R-squared -0.004284 S.D. dependent var 0.245141
S.E. of regression 0.245666 Akaike info criterion 0.070271
Sum squared resid 2.836531 Schwarz criterion 0.147488
Log likelihood 0.278354 Hannan-Quinn criter. 0.099567
F-statistic 0.795263 Durbin-Watson stat 2.363736
Prob(F-statistic) 0.377056
Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel GDP
Null Hypothesis: GDP has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -1.621615 0.4641
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 50433332
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 1.08E+08
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(GDP)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:13
131
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP(-1) -0.041111 0.023940 -1.717279 0.0925
C 31624.79 16731.79 1.890102 0.0649 R-squared 0.059041 Mean dependent var 2946.755
Adjusted R-squared 0.039021 S.D. dependent var 7396.920
S.E. of regression 7251.168 Akaike info criterion 20.65567
Sum squared resid 2.47E+09 Schwarz criterion 20.73289
Log likelihood -504.0640 Hannan-Quinn criter. 20.68497
F-statistic 2.949048 Durbin-Watson stat 0.864232
Prob(F-statistic) 0.092512
Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel Inflasi
Null Hypothesis: INF has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.123878 0.2365
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.574060
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.751385
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(INF)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:16
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INF(-1) -0.132258 0.068918 -1.919048 0.0611
C 0.805725 0.426245 1.890287 0.0649 R-squared 0.072663 Mean dependent var 0.015714
Adjusted R-squared 0.052932 S.D. dependent var 0.794945
S.E. of regression 0.773620 Akaike info criterion 2.364488
Sum squared resid 28.12892 Schwarz criterion 2.441705
Log likelihood -55.92995 Hannan-Quinn criter. 2.393784
F-statistic 3.682744 Durbin-Watson stat 1.376124
132
Prob(F-statistic) 0.061062
Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel MM/MPLS
Null Hypothesis: MM_MPLS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -1.542341 0.5040
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.188970
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.172060
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(MM_MPLS)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:18
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. MM_MPLS(-1) -0.103305 0.064183 -1.609531 0.1142
C 0.884053 0.540819 1.634655 0.1088 R-squared 0.052240 Mean dependent var 0.019591
Adjusted R-squared 0.032074 S.D. dependent var 0.451154
S.E. of regression 0.443860 Akaike info criterion 1.253344
Sum squared resid 9.259538 Schwarz criterion 1.330561
Log likelihood -28.70692 Hannan-Quinn criter. 1.282640
F-statistic 2.590589 Durbin-Watson stat 2.018868
Prob(F-statistic) 0.114197
Lampiran 8 : Uji Stasioner Variabel RM/FM
Null Hypothesis: RM_FM has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.843163 0.0047
133
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.016324
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.016324
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(RM_FM)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:20
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RM_FM(-1) -0.094189 0.024508 -3.843163 0.0004
C 0.765096 0.187916 4.071486 0.0002 R-squared 0.239112 Mean dependent var 0.046466
Adjusted R-squared 0.222923 S.D. dependent var 0.147990
S.E. of regression 0.130456 Akaike info criterion -1.195600
Sum squared resid 0.799884 Schwarz criterion -1.118383
Log likelihood 31.29219 Hannan-Quinn criter. -1.166304
F-statistic 14.76990 Durbin-Watson stat 1.311033
Prob(F-statistic) 0.000364
Lampiran 9 : Uji Stasioner Variabel TBH
Null Hypothesis: TBH has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -1.756579 0.3972
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 2.662372
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 2.487443
Phillips-Perron Test Equation
134
Dependent Variable: D(TBH)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:29
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TBH(-1) -0.150965 0.082581 -1.828085 0.0739
C 2.408455 1.379467 1.745932 0.0874 R-squared 0.066384 Mean dependent var -0.075510
Adjusted R-squared 0.046520 S.D. dependent var 1.706191
S.E. of regression 1.666033 Akaike info criterion 3.898727
Sum squared resid 130.4562 Schwarz criterion 3.975944
Log likelihood -93.51882 Hannan-Quinn criter. 3.928023
F-statistic 3.341896 Durbin-Watson stat 2.091832
Prob(F-statistic) 0.073888
Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF
Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -8.385875 0.0000
Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.057255
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.058204
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(NPF,2)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:31
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02
Included observations: 48 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(NPF(-1)) -1.208860 0.143929 -8.399028 0.0000
C 0.044673 0.035709 1.251034 0.2172 R-squared 0.605298 Mean dependent var -0.001667
135
Adjusted R-squared 0.596718 S.D. dependent var 0.384898
S.E. of regression 0.244427 Akaike info criterion 0.060976
Sum squared resid 2.748256 Schwarz criterion 0.138943
Log likelihood 0.536576 Hannan-Quinn criter. 0.090440
F-statistic 70.54367 Durbin-Watson stat 2.097584
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel GDP
Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.575050 0.0100
Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 36252663
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 36252663
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(GDP,2)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:32
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02
Included observations: 48 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(GDP(-1)) -0.429790 0.120219 -3.575050 0.0008
C 1109.257 958.5838 1.157183 0.2532 R-squared 0.217434 Mean dependent var -183.6146
Adjusted R-squared 0.200422 S.D. dependent var 6878.301
S.E. of regression 6150.518 Akaike info criterion 20.32723
Sum squared resid 1.74E+09 Schwarz criterion 20.40520
Log likelihood -485.8536 Hannan-Quinn criter. 20.35670
F-statistic 12.78098 Durbin-Watson stat 1.957736
Prob(F-statistic) 0.000836
136
Lampiran 12 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi
Null Hypothesis: D(INF) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.900655 0.0002
Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.584283
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.389342
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(INF,2)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:33
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02
Included observations: 48 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(INF(-1)) -0.725755 0.141941 -5.113087 0.0000
C 0.015117 0.112712 0.134122 0.8939 R-squared 0.362383 Mean dependent var 0.007708
Adjusted R-squared 0.348522 S.D. dependent var 0.967394
S.E. of regression 0.780825 Akaike info criterion 2.383841
Sum squared resid 28.04560 Schwarz criterion 2.461808
Log likelihood -55.21219 Hannan-Quinn criter. 2.413305
F-statistic 26.14366 Durbin-Watson stat 1.847816
Prob(F-statistic) 0.000006
Lampiran 13 : Uji Derajat Integrasi Variabel MM/MPLS
Null Hypothesis: D(MM_MPLS) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -9.111775 0.0000
Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
137
Residual variance (no correction) 0.158030
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.145757
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(MM_MPLS,2)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:34
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02
Included observations: 48 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(MM_MPLS(-1)) -1.170178 0.130188 -8.988344 0.0000
C 0.052075 0.058694 0.887229 0.3796 R-squared 0.637196 Mean dependent var 0.024284
Adjusted R-squared 0.629309 S.D. dependent var 0.666970
S.E. of regression 0.406080 Akaike info criterion 1.076243
Sum squared resid 7.585459 Schwarz criterion 1.154209
Log likelihood -23.82982 Hannan-Quinn criter. 1.105706
F-statistic 80.79032 Durbin-Watson stat 2.186712
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 14 : Uji Derajat Integrasi Variabel RM/FM
Null Hypothesis: D(RM_FM) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.327805 0.0012
Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.017173
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.018463
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(RM_FM,2)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:36
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02
Included observations: 48 after adjustments
138
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(RM_FM(-1)) -0.556530 0.130743 -4.256684 0.0001
C 0.023382 0.020211 1.156907 0.2533 R-squared 0.282588 Mean dependent var -0.001857
Adjusted R-squared 0.266992 S.D. dependent var 0.156355
S.E. of regression 0.133864 Akaike info criterion -1.143205
Sum squared resid 0.824305 Schwarz criterion -1.065238
Log likelihood 29.43692 Hannan-Quinn criter. -1.113741
F-statistic 18.11936 Durbin-Watson stat 1.795779
Prob(F-statistic) 0.000101
Lampiran 15 : Uji Derajat Integrasi Variabel TBH
Null Hypothesis: D(TBH) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -7.797637 0.0000
Test critical values: 1% level -3.574446
5% level -2.923780
10% level -2.599925 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 2.856198
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 2.774702
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(TBH,2)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 20:41
Sample (adjusted): 2012M03 2016M02
Included observations: 48 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(TBH(-1)) -1.136751 0.146046 -7.783492 0.0000
C -0.088997 0.249431 -0.356801 0.7229 R-squared 0.568410 Mean dependent var -0.002083
Adjusted R-squared 0.559028 S.D. dependent var 2.599743
S.E. of regression 1.726378 Akaike info criterion 3.970702
Sum squared resid 137.0975 Schwarz criterion 4.048669
Log likelihood -93.29685 Hannan-Quinn criter. 4.000166
F-statistic 60.58275 Durbin-Watson stat 2.056992
Prob(F-statistic) 0.000000
139
Lampiran 16 : Uji Kointegrasi Johansen Test
Date: 08/26/16 Time: 17:03
Sample (adjusted): 2012M04 2016M02
Included observations: 47 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: NPF GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH
Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.675371 132.4507 95.75366 0.0000
At most 1 * 0.512803 79.57232 69.81889 0.0068
At most 2 0.485817 45.77522 47.85613 0.0774
At most 3 0.194346 14.51195 29.79707 0.8107
At most 4 0.077734 4.355215 15.49471 0.8729
At most 5 0.011674 0.551894 3.841466 0.4575 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.675371 52.87833 40.07757 0.0011
At most 1 0.512803 33.79710 33.87687 0.0511
At most 2 * 0.485817 31.26328 27.58434 0.0161
At most 3 0.194346 10.15673 21.13162 0.7298
At most 4 0.077734 3.803321 14.26460 0.8795
At most 5 0.011674 0.551894 3.841466 0.4575
Lampiran 17 : Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas
GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH GDP 1.000000 0.320427 0.734487 0.684515 0.043648
INF 0.320427 1.000000 0.427713 0.579865 0.042818
MM_MPLS 0.734487 0.427713 1.000000 0.831544 0.223500
RM_FM 0.684515 0.579865 0.831544 1.000000 0.115874
TBH 0.043648 0.042818 0.223500 0.115874 1.000000
2. Uji Autokorelasi
140
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 9.624090 Prob. F(2,42) 0.0004
Obs*R-squared 15.71327 Prob. Chi-Square(2) 0.0004
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 08/26/16 Time: 17:16
Sample: 2012M01 2016M02
Included observations: 50
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP -2.41E-07 1.27E-06 -0.189994 0.8502
INF 0.001592 0.027475 0.057961 0.9541
MM_MPLS 0.049901 0.075763 0.658641 0.5137
RM_FM -0.044792 0.097833 -0.457840 0.6494
TBH -0.011019 0.013225 -0.833224 0.4094
C 0.266935 0.660753 0.403986 0.6883
RESID(-1) 0.593826 0.155660 3.814899 0.0004
RESID(-2) -0.020666 0.159692 -0.129413 0.8976 R-squared 0.314265 Mean dependent var -9.85E-16
Adjusted R-squared 0.199976 S.D. dependent var 0.280113
S.E. of regression 0.250544 Akaike info criterion 0.215285
Sum squared resid 2.636444 Schwarz criterion 0.521209
Log likelihood 2.617871 Hannan-Quinn criter. 0.331783
F-statistic 2.749740 Durbin-Watson stat 2.036456
Prob(F-statistic) 0.019132
3. Uji Autokorelasi dengan WLS
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.330707 Prob. F(2,41) 0.7203
Obs*R-squared 0.777922 Prob. Chi-Square(2) 0.6778
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 08/26/16 Time: 23:12
Sample: 2012M02 2016M02
Included observations: 49
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP-0.552198*GDP(-1) 3.05E-08 2.26E-06 0.013481 0.9893
INF-0.552198*INF(-1) 0.000424 0.040708 0.010404 0.9917
MM_MPLS-0.552198*MM_MPLS(-1) 0.017931 0.100542 0.178345 0.8593
RM_FM-0.552198*RM_FM(-1) -0.038156 0.180771 -0.211074 0.8339
141
TBH-0.552198*TBH(-1) -0.004555 0.020127 -0.226294 0.8221
C 0.087428 0.670961 0.130303 0.8970
RESID(-1) 0.137131 0.168661 0.813052 0.4209
RESID(-2) -0.007529 0.160616 -0.046876 0.9628 R-squared 0.015876 Mean dependent var -6.09E-16
Adjusted R-squared -0.152145 S.D. dependent var 0.225053
S.E. of regression 0.241568 Akaike info criterion 0.144950
Sum squared resid 2.392556 Schwarz criterion 0.453818
Log likelihood 4.448729 Hannan-Quinn criter. 0.262134
F-statistic 0.094488 Durbin-Watson stat 1.969690
Prob(F-statistic) 0.998371
4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.601630 Prob. F(20,29) 0.8797
Obs*R-squared 14.66224 Prob. Chi-Square(20) 0.7954
Scaled explained SS 13.66473 Prob. Chi-Square(20) 0.8471
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/26/16 Time: 17:12
Sample: 2012M01 2016M02
Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -15.61848 20.09523 -0.777223 0.4433
GDP^2 -2.02E-11 4.74E-11 -0.425328 0.6737
GDP*INF 1.95E-08 1.34E-06 0.014589 0.9885
GDP*MM_MPLS 8.51E-07 3.74E-06 0.227180 0.8219
GDP*RM_FM -2.32E-07 4.46E-06 -0.052084 0.9588
GDP*TBH -9.11E-07 7.37E-07 -1.234735 0.2268
GDP 3.80E-05 5.04E-05 0.753896 0.4570
INF^2 -0.000347 0.016333 -0.021236 0.9832
INF*MM_MPLS -0.048523 0.078155 -0.620854 0.5395
INF*RM_FM 0.145403 0.104380 1.393020 0.1742
INF*TBH 0.001027 0.008221 0.124870 0.9015
INF -0.753595 1.025364 -0.734954 0.4683
MM_MPLS^2 -0.054211 0.079889 -0.678578 0.5028
MM_MPLS*RM_FM 0.054845 0.167237 0.327948 0.7453
MM_MPLS*TBH 0.023633 0.043941 0.537840 0.5948
MM_MPLS -0.286808 1.581816 -0.181316 0.8574
RM_FM^2 -0.056836 0.188913 -0.300860 0.7657
RM_FM*TBH -0.002308 0.063741 -0.036207 0.9714
RM_FM -0.062232 2.135677 -0.029139 0.9770
TBH^2 -0.005669 0.005090 -1.113778 0.2745
TBH 0.665399 0.784508 0.848173 0.4033 R-squared 0.293245 Mean dependent var 0.076894
Adjusted R-squared -0.194172 S.D. dependent var 0.120507
142
S.E. of regression 0.131688 Akaike info criterion -0.921492
Sum squared resid 0.502909 Schwarz criterion -0.118443
Log likelihood 44.03731 Hannan-Quinn criter. -0.615687
F-statistic 0.601630 Durbin-Watson stat 1.985002
Prob(F-statistic) 0.879716
Lampiran 18 : Hasil Analisis Jangka Panjang
Dependent Variable: NPF
Method: Least Squares
Date: 08/26/16 Time: 23:25
Sample: 2012M01 2016M02
Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -8.911691 0.766938 -11.61983 0.0000
GDP 1.73E-05 1.47E-06 11.80066 0.0000
INF -0.066741 0.032388 -2.060647 0.0453
MM_MPLS 0.202506 0.087703 2.308995 0.0257
RM_FM -0.318259 0.114638 -2.776210 0.0080
TBH 0.091061 0.015052 6.049697 0.0000 R-squared 0.890321 Mean dependent var 3.544600
Adjusted R-squared 0.877858 S.D. dependent var 0.845809
S.E. of regression 0.295600 Akaike info criterion 0.512550
Sum squared resid 3.844700 Schwarz criterion 0.741992
Log likelihood -6.813742 Hannan-Quinn criter. 0.599923
F-statistic 71.43443 Durbin-Watson stat 0.895604
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 19 : Hasil Uji ECT
Null Hypothesis: ECT has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.711348 0.0068
Test critical values: 1% level -3.571310
5% level -2.922449
10% level -2.599224 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 0.055066
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 0.060456
143
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(ECT)
Method: Least Squares
Date: 09/06/16 Time: 21:16
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT(-1) -0.446005 0.123974 -3.597577 0.0008
C 0.003528 0.034239 0.103054 0.9184 R-squared 0.215916 Mean dependent var 0.006509
Adjusted R-squared 0.199233 S.D. dependent var 0.267755
S.E. of regression 0.239602 Akaike info criterion 0.020286
Sum squared resid 2.698231 Schwarz criterion 0.097503
Log likelihood 1.503002 Hannan-Quinn criter. 0.049582
F-statistic 12.94256 Durbin-Watson stat 1.899605
Prob(F-statistic) 0.000769
Lampiran 20 : Hasil Analisis Jangka Pendek
Dependent Variable: D(NPF)
Method: Least Squares
Date: 08/26/16 Time: 23:43
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02
Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.024065 0.035334 0.681069 0.4996
D(GDP) 1.00E-05 4.39E-06 2.275542 0.0280
D(INF) -0.064689 0.039687 -1.629960 0.1106
D(MM_MPLS) -0.021842 0.069398 -0.314738 0.7545
D(RM_FM) -0.258072 0.216272 -1.193278 0.2395
D(TBH) 0.052566 0.018792 2.797266 0.0077
ECT(-1) -0.397682 0.115513 -3.442763 0.0013 R-squared 0.349476 Mean dependent var 0.038776
Adjusted R-squared 0.256545 S.D. dependent var 0.245141
S.E. of regression 0.211370 Akaike info criterion -0.138846
Sum squared resid 1.876452 Schwarz criterion 0.131414
Log likelihood 10.40173 Hannan-Quinn criter. -0.036310
F-statistic 3.760563 Durbin-Watson stat 2.140831
Prob(F-statistic) 0.004380