4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nugget Ayam Broiler
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari
daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi
dengan tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nugget
dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et al,
2002). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan
pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri
perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng
setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget merupakan salah satu bentuk produk
makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai
setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk
beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada
suhu 150ºC. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007).
Karakteristik produk nugget yang dihasilkan ditentukan oleh bahan dasar
dan bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi yang baik mengandung
karbohidrat dan bahan pengikat dapat menyatukan semua bahan serta
membentuk tekstur, salah satu bahan pengisi dan pengikat yang biasa digunakan
pada produk olahan pangan yaitu tepung terigu dan tepung susu (Priwindo,
2009).
Tepung terigu terbuat dari gandum yang diperoleh secara import karena
peningkatan konsumsinya sepanjang tahun. Salah satu cara untuk mengurangi
5
kebutuhan gandum pada pembuatan nugget adalah dengan substitusi tepung
tapioka dan jenis tepung lain, misalnya talas (Rizki, 2014). Persyaratan mutu
nugget menurut SNI 01-6683-2002 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu nugget menurut SNI 01-6683-2002
Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Aroma - Normal, sesuai label
Rasa - Normal, sesuai label
Tekstur - Normal, sesuai label
Benda asing - Tidak boleh
Air %, b/b Maks. 60
Protein %, b/b Min. 12
Lemak %, b/b Maks. 20
Karbohidrat %, b/b Maks. 25
Kalsium (Ca) mg/100g Maks. 30
Bahan tambahan makanan
Pengawet - Sesuai dengan SNI 01-0222-
1995
Pewarna -
Cemaran logam berat
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga mg/kg Maks. 20,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
Cemaram Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran Mikroba
Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5x104
Coliform APM/g Maks. 10
E. coli APM/g <3
Salmonella /25g Negatif
Staphylococcus Koloni/g Maks. 1x102
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002.
Keterangan: APM (Angka Lempeng Total)
B. Daging Ayam Broiler
Daging ayam broiler banyak diminati masyarakat disebabkan oleh
teksturnya yang elastis, artinya jika ditekan dengan jari, daging dengan cepat akan
6
kembali seperti semula. Daging ditekan tidak terlalu lembek dan tidak berair.
Warna daging ayam segar adalah kekuning-kuningan dengan aroma khas daging
ayam broliler tidak amis tidak berlendir dan tidak menimbulkan bau busuk (Kasih
et al., 2012). Komposisi kimia daging broiler secara lengkap dapat dilihat pada
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Gizi Daging Ayam Broiler Dalam 100 gram Bahan
Sumber : Anonim (2014).
Menurut Kasih dkk, (2012), saat ini masyarakat Indonesia lebih banyak
mengenal daging broiler sebagai daging ayam potong yang biasa dikonsumsi,
karena kelebihan yang dimiliki seperti kandungan atau nilai gizi yang tinggi
sehingga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Kelebihan ayam
broiler adalah pertambahan bobot badan sangat cepat, dagingnya empuk, ukuran
badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan relatif
tinggi, hampir sebagian besar dari pakan mampu diubah menjadi daging mudah
di peroleh, dagingnya yang lebih tebal, dan mudah didapatkan di pasaran
maupun supermarket dengan harga yang terjangkau. Berdasarkan penelitian
Novello (2009), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara asam
lemak miristat jenuh dalam dada ayam broiler yang dianalisis dan perlakuan
penambahan 10% barley mengurangi jumlah asam ini pada kontrol.
Komponen Jumlah
Air (%) 74,00
Protein (%) 22,00
Lemak (g) 25,00
Kalsium (mg) 13,00
Fosfor (mg) 190,0
Besi (mg) 1,50
Energy (kal) 302
7
Pengurangan ini dianggap bermanfaat setelah asam ini dianggap hyperlipidemia
(Keys et al., 1965). Selain itu efek hiperkolesterolemia dari asam lemak jenuh,
menurut Farfan (1996), dikaitkan dengan asam laurat (C12:0), asam miristat
(C14:0), dan asam palmitat (C16:0). Persyaratan tingkatan mutu daging ayam
broiler berdasarkan SNI 3924-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan mutu daging ayam broiler berdasarkan SNI 3924-2009
Faktor Tingkatan Mutu
Mutu Mutu I Mutu II Mutu III
Konformasi Sempurna Ada sedikit
kelainan pada
bagian tulang
dada
dan paha
Ada kelaianan
pada
bagian tulang
dada
dan paha
Perdagingan Tebal Sedang Tipis
Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
Keutuhan Utuh Tulang utuh,
kulit
sobek sedikit,
tetapi tidak pada
bagian dada
Tulang ada yang
patah, ujung
sayap
terlepas, kulit
sobek
pada bagian dada
Perubahan
warna
Bebas dari memar
dan atau freeze
burn
Ada memar
sedikit
tetapi tidak pada
dada dan tidak
freeze burn
Ada memar
sedikit
tetapi tidak ada
freeze burn
Kebersihan Bebas dari bulu
tunas
Ada bulu bulu
tunas tetapi tidak
pada bagian dada
Ada bulu tunas
Sumber: SNI (2009)
C. Autooksidasi
Produk pangan bersifat mudah rusak oleh berbagai faktor, baik kimiawi,
fisik maupun mikrobiologis yang akan menurunkan mutu dari produk pangan
tersebut. Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan
flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Ketengikan mempengaruhi
8
kualitas produk pangan sehingga menyebabkan konsumen menolak produk tersebut
dan juga dapat membahayakan kesehatan. Sebagai salah satu produk pangan
berlemak rentan terhadap ketengikan selama penyimpanan. Adanya oksigen,
cahaya, kelembaban, dan suhu tinggi, oksidasi asam lemak dapat terjadi (Nawar,
1996). Selain itu, salah satu penyebab kerusakan bahan pangan adalah oksigen. Dari
semua komponen gas yang terdapat dalam udara, oksigen merupakan gas yang
penting ditinjau dari segi pengolahan pangan. Oksigen dapat mempercepat
kerusakan lemak, yaitu dengan terjadinya ketengikan secara oksidatif pada bahan
pangan yang berlemak. Proses oksidasi dapat dikendalikan dengan menurunkan
konsentrasi oksigen dalam kemasan (Leufven dkk., 2007).
Produk daging adalah makanan yang disukai oleh sebagian besar konsumen,
tetapi sering disebut sebagai makanan dengan kadar kolesterol, lemak, dan asam
lemak jenuh tinggi serta kadar asam lemak tak jenuh rendah. Kandunngan asam
lemak tak jenuh lebih dari 60% total asam lemak mengakibatkan daging ayam
mudah mengalami oksidasi yang dapat menurunkan flavor, zat gizi dan
menimbulkan zat yang memiliki sifat toksik. Menurut Gonzales-Esquerra dan
Leeson (2000) dan Bou (2001), peningkatan kadar asam lemak dalam daging dapat
menekan terhadap pengembangan sifat organoleptik terutama peningkatan terhadap
oksidasi lipid dalam daging.
Oksidasi menghasilkan radikal bebas berupa asam lemak bebas dari ikatan
pemecahan ikatan rangkap. Radikal bebas adalah molekul yang memiliki elektron
tidak berpasangan, dalam keadaan normal elektron hadir secara berpasangan
sehingga radikal bebas memiliki tendensi untuk mencari pasangan elektronnya.
9
Oleh karena itu, radikal bebas bersifat sangat reaktif dan dapat merusak berbagai
makromolekul yang terdapat di dalam sel seperti lipid, protein dan DNA
(Rohmatussolihat, 2009). Radikal bebas dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan
sejumlah aksi patologis dalam tubuh (Midleton et al., 2000) antara lain jika radikal
bebas tersebut bereaksi dengan protein akan mengakibatkan katarak karena
menyebabkan protein rusak (Kumalaningsih, 2006) dan menimbulkan penyakit
kanker, kardiovaskuler dan penyakit degeneratif jika bereaksi dengan DNA yang
mengakibatkan DNA menjadi rusak (Vaya and Aviram, 2001).
Sumber radikal bebas baik endogenus maupun eksogenus terjadi melalui
sederetan mekanisme reaksi. Yang pertama pembentukan awal radikal bebas
(inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi) dan tahap
akhir (terminasi) yaitu pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil
dan tidak reaktif (Anonim, 2005). Sumber endogenus dapat melewati autooksidasi,
oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di mitokondria,
oksidasi ion-ion logam transisi atau melalui ischemic (Kumalaningsih, 2006).
Reaksi oksidasi dapat dibagi kedalam 3 bagian : inisiasi, propagasi dan
terminasi (Fennema, 1996). Skema reaksi dari masing-masing tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:
a.) Inisiasi
Dibagian inisiasi, hydrogen diabstrasikan dari senyawa olefin untuk
menghasilkan radikal bebas. Mekanisme Inisiasi dapat dilihat pada Gambar 1.
10
RH R• + H•
(asam lemak)
Gambar 1. Mekanisme Inisiasi
b.) Propagasi (perambatan)
Pada tahap propagasi radikal bereaksi dengan oksigen sehingga
menghasilkan radikal peroksida. Radikal peroksida tersebut bereaksi cepat
dengan mengambil hidrogen dari asam lemak untuk menjadi stabil, kemudian
menghasilkan radikal asam lemak baru. Radikal asam lemak bereaksi kembali
dengan oksigen sehingga menghasilkan radikal peroksida lain dan terjadilah
reaksi berantai.
R• + O2 ROO •
(radikal peroksida)
ROO • + RH R• + ROOH
(peroksida)
Gambar 2. Mekanisme Propagasi
11
c.) Terminasi (penghentian)
ROO • + ROO • ROOR + O2
ROO • + R• ROOR
R• + R• RR
(produk stabil)
Gambar 3. Mekanisme Terminasi
Tahap terminasi berlangsung jika radikal bebas bertemu dengan radikal
peroksida bereaksi dengan antioksidan bukan dengan asam lemak Radikal
peroksida bereaksi dengan antioksidan menghasilkan radikal antioksidan.
Radikal antioksidan dapat bereaksi dengan sesamanya dan menghasilkan
produksi radikal. Terbentuknya produk non radikal menyebabkan reaksi
terhenti.
D. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu jenis tanaman
herbal asli Indonesia yang dapat digunakan sebagai pakan tambahan dan telah
terbukti memberi pengaruh baik dan memiliki kualitas tinggi apabila
ditambahkan ke dalam pakan basal untuk unggas (Pratikno, 2010).
Kunyit merupakan jenis temu-temuan yang mengandung zat aktif seperti
minyak atsiri dan senyawa kurkumin. Kandungan bahan kimia yang sangat
berguna adalah curcumin yaitu diarilhatanoid yang memberi warna kuning.
Selain itu kandungan kimianya adalah tumeron, zingiberen.
Kunyit mengandung senyawa aktif kurkumin dan minyak atsiri. Kandungan
minyak atsiri dalam kunyit 3-5% dan kurkumin 2,5-6 %. Senyawa kurkumin
dan minyak atsiri 12 yang terkandung di dalam rimpang kunyit diduga mampu
12
menurunkan kandungan kolesterol darah dan daging yang diakibatkan oleh
pengaruh meningkatnya kadar produksi dan memperlancar pengeluaran cairan
empedu di dalam tubuh ayam pedaging. Kandungan kunyit berfungsi sebagai
antibakteri dan antioksidan. Berikut kompisis kimia kunyit dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Komposisi kimia kunyit (Curcuma domestica Val.)
Komponen Jumlah (% bb)
Kadar Air 6,0
Protein 8,0
Karbohidrat 57,0
Serat Kasar 7,0
Mineral 6,8
Minyak Volatile 3,0
Kurkuma 3,2
Non volatile 9,0
Minyak Atsiri :
Diafapelandern 1,0
Disabeneli 0,6
Cineol 1,0
Borneol 0,5
Zingiberen 25
Timeron 58
Seskuiterpen alkohol 5,8
Pati 40,0-50,0
Kurkumin 2-5,6
Sumber : Bintang dan Nataamijaya, (2005).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Salah satu
bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas, senyawa ini terbentuk di
dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam-macam faktor (Winarsi, 2007). Menurut
Krisnamurthy dkk. (1976), kunyit mengandung 2,5-6% pigmen kurkumin,
sedangkan penelitian Jusuf (1980), diperoleh bahwa kandungan kunyit dari Jawa
adalah 0,63-0,76% (w/w) dengan menggunakan analisa spektrofotometri terhadap
13
ekstrak kasar kunyit. Berikut merupakan struktur kimia kurkumin dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Kimia Kurkumin
Sumber : Cancer Chemoprevention Research Center UGM
http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 diakses 15 Mei 2019
Menurut penelitian Dewi Chandra dan Niken Astuti (2014) penambahan
ekstrak kunyit pada daging itik pada satu minggu pertama mampu menghambat
kenaikan angka peroksida sekitar 35,58%. Dapat dikatakan bahwa curing daging
itik menggunakan ekstrak kunyit mampu menghambat peroksidasi lemak 39,55
m.eq/kg bahan sedangkan penelitian Trully dan Timotius (2007), kurkumin
memiliki kemampuan sebagai antioksidan untuk menghambat radikal bebas
stabil DPPH (1,1 –diphenyl-2picrylhydrazyl). Konsentrasi kurkumin yang
digunakan 2,0729x10-5 M menghasilkan penghambatan sebesar 87,1045%.
Sadikin (2001) berpendapat bahwa serangan radikal bebas terhadap molekul
sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai, yang kemudian
menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas
mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif,
hingga kanker. Oleh karena itu tubuh memerlukan substansi penting, yakni
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas
14
dengan meredam dampak negatif senyawa radikal bebas tersebut (Karyadi,
1997).
Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan mutu
produk, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan
aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi (Widjaya,
2003). Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup untuk melawan
radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan dari luar
(Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam tiga kelompok yaitu
antioksidan yang dibuat oleh tubuh sendiri, antioksidan alami (hasil ekstraksi
bahan alami) dan antioksidan sintetik (diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia).
Antioksidan yang dibuat oleh tubuh sendiri yaitu berupa enzim antara lain
superoksida dismutase, glutationperoksidase, peroksidase dan katalase.
Antioksidan sintetik adalah senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber
alami dan ditambahkan dalam makanan sebagai bahan tambahan. Beberapa
contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan yang penggunaannya
meluas dan menyebar diseluruh dunia yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil
hidroksi toluen (BHT), propil gallat, tertier butil hidroksi quinon (TBHQ) dan
tokoferol (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan alami tersebar dibeberapa bagian
tanaman seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan
serbuksari. Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumya adalah senyawa
fenolat atau polifenol yang dapat berupa golongan flavonoid turunan asam
15
sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional (Muchtaridi
dkk, 2005).
E. Bahan Pembuatan Nugget Ayam Broiler
Bahan pembuatan nugget ayam broiler mencakup tiga bahan yaitu bahan
pengikat (susu), bahan pengisi (tepung sagu dan tepung panir) dan bumbu-bumbu.
1. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi
(Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada
waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung
dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat
terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan
tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan
(Afrisanti, 2010).
2. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian
daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan
pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno
(1997) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi
amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa
16
dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa
yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan.
Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung
(Afrisanti, 2010). Menggunakan tepung sagu dan tepung panir.
3. Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001).
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, bawang putih,
kaldu ayam dan merica. Garam merupakan komponen bahan makanan yang
ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet.
Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan
terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin.
Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat
daging yang digunakan (Aswar, 2005).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma
serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan
alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera
makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik
dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil
yang mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan
pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan
17
memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki
dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica
disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang
merupakan senyawa dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
F. Proses Pembuatan Nugget Ayam Broiler
Pembuatan nugget mencakup enam tahap, yaitu curing, penggilingan yang
disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan
pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan
awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Proses curing yaitu proses
pembumbuan dengan tujuan untuk mengawetkan, memperbaiki warna, rasa, aroma
dan tekstur dari daging (Rahmah, 2017). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai
berikut :
1. Curing
Curing adalah cara mengolah daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam dapur (NaCl), garam senyawa seperti Natrium Nitrit
(NaNO2), Natrium Nitrat (NaNO3) dan gula (dekstrosa atau sukrosa, atau pati
hidrolisis) serta bumbu-bumbu (Soepamo, 2005 dan Komariah dkk, 2007).
Proses curing bertujuan untuk mengawetkan, mendapatkan warna yang stabil,
kekerasan (tekstur) dan kelezatan yang baik (Komariah dkk, 2007). Soepamo
(2005) menambahkan bahwa proses curing juga dapat mengurangi
pengkerutan daging selama proses serta memperpanjang masa simpan produk
daging.
18
2. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu
dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994).
Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh
panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada
waktu penggilingan daging ayam broiler dalam bentuk serpihan es. Air es
digunakan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es
selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi
untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan
melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
3. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula–granula
pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan
granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan
semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati
akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–
ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan
akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut
hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu
matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997).
19
4. Batter dan Breading
Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang
terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk
mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading)
merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk
pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang
digunakan untuk melapisi produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk
melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan.
Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget
termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan
breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus
dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung
roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya
cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda
asing (BSN, 2002).
5. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang
dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang
digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang
muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986).
Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula
aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama
pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan
20
berprotein. Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting
dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah
untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih
lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen.
Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak
pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk
serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan awal
dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai
setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk
menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna
gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik.
Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya
berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk
(Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan
terjadi secara simultan perpindahan panas dan massa.
G. Hipotesis
Pada penelitian ini terdapat 3 hipotesis yaitu :
1. Penambahan bubuk dan ekstrak kurkumin kunyit dapat menghasilkan
nugget ayam broiler yang dapat diterima oleh panelis.
2. Penambahan bubuk dan ekstrak kurkumin kunyit dapat menurunkan kadar
asam lemak bebas pada nugget ayam broiler.
21
3. Penambahan bubuk dan ekstrak kurkumin kunyit dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan pada nugget ayam broiler sehingga dapat
mengurangi tingkat oksidasi lemak.