0
HUKUM HAM DAN HUKUM HUMANITER
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah Hukum HAM , Semester Ganjil,
Tahun Akademik 2019/2020
Disusun oleh:
Kelas : A
Kelompok : 5
Anggota :
1. Dewanti Salma Wulan ( 171000018 )
2. Chyntia Devira ( 171000020 )
3. Yurist Elyanti R ( 171000022 )
4. Januar Yusuf ( 171000023 )
Di bawah Bimbingan:
MELANI,S.H.,M.H.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah yang dikaruniakanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “HUKUM HAM DAN HUKUM HUMANITER”.
Sesuai dengan namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai buku
materi atau buku panduan, melainkan didalamnya terdapat pembahasan dan
rincian-rincian mengenai hasil dari beberapa sumber yang telah penulis dapatkan.
Adapun penyusunan makalah ini berdasarkan pada rincian-rincian data yang telah
penulis dapatkan dari berbagai sumber.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. MELANI,S.H.,M.H. sebagai dosen matakuliah Hukum Hak Asasi Manusia
dalam perkembangan yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan,
serta memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya makalah ini.
3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan
support semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Namun, penulis telah berusaha menyusun makalah dengan usaha terbaik yang
penulis miliki. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada segenap yang
telah mendukung terselesaikannya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini
sesuai dengan yang diharapkan. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin
Bandung, 24 September 2019
Kelompok V
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 2
1. Jelaskan Pengertian dari Hukum Humaniter! ................................... 2
2. Bagaimana Hubungan Hukum HAM Internasional dan Hukum
Humaniter Internasional ? ................................................................... 2
3. Jelaskan Mengenai Konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang
Hukum dsn Kebiasaan Perang di Darat! ............................................ 2
4. Bagaimana Penjelasan Mengenai Tanggung Jawab Negara,
Individu, dan Komando Menurut Hukum Internasional? ................. 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Pengertian Hukum Humaniter................................................................... 3
B. Hubungan Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter
Internasional ............................................................................................... 6
iii
iii
C. Konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang Hukum dan Kebiasaan
Perang di Darat ......................................................................................... 14
D. Tanggung Jawab Negara, Individu, dan Komando Menurut Hukum
Internasional ..........................................................................................18
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 20
A. kesimpulan ........................................................................................ 20
B. Saran ................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iv
A. Buku ............................................................................................................ iv
B. Perundang-undangan ................................................................................. iv
iv
iv
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Andrey Sujatmoko. Hukum HAM dan Hukum Humaniter. Raja Grafindo.
Jakarta.2004
Scott Davidson. Hak asasi manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam
Pergaulan Internasional. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.2004
B. Perundang-undangan
Convention Respecting to the Laws and Customs of War on Land
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum perang atau yang sering disebut dengan Hukum Humaniter
Internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama
tuanya dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu sendiri.
Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu kenyataan yang
menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia
hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan diri
kemudian membawa keinsyarafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal
batas itu sangat merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang
mengadakan pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang
mengatur perang antara bangsa-bangsa. Pada umumnya aturan tentang perang
itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Hukum untuk
perlindungan bagi kelompok orang tertentu selama sengketa bersenjata dapat
ditelusuri kembali melalui sejarah di hampir semua negara atau peradaban di
dunia. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just
war). Kelompok orang tertentu itu meliputi penduduk sipil, anak-anak,
perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.
2
2
Berdasarkan hal tersebut kami membuat makalah ini dengan judul
“HUKUM HAM DAN HUKUM HUMANITER”. Dengan tujuan untuk
memahami lebih mengenai Hukum Humaniter dalam Hukum HAM.
B. Identifikasi Masalah
1. Jelaskan Pengertian dari Hukum Humaniter!
2. Bagaimana Hubungan Hukum HAM Internasional dan Hukum
Humaniter Internasional ?
3. Jelaskan Mengenai Konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang Hukum
dsn Kebiasaan Perang di Darat!
4. Bagaimana Penjelasan Mengenai Tanggung Jawab Negara, Individu,
dan Komando Menurut Hukum Internasional?
3
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Humaniter
Hukum Internasional atau International Humanitarian Law, atau
diterjemahkan dengan Hukum Humaniter Internasional atau Hukum
Internasional Humaniter. Hukum Humaniter Internasional (atau lazim ditulis
hukum humaniter) yang telah dikenal dan dipelajari dewasa ini merupakan
salah satu cabang (branch) dari hukum internasional (international law).
Dengan perkataan lain Hukum Humaniter merupakan bagian dari hukum
internasional. Oleh karena itu, karakteristik Hukum Humaniter tidak berbeda
dengan hukum internasional, misalnya yang berkaitan dengan sumber-sumber
hukumnya yang juga mengacu kepada Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional (the Statuta of International Court of Justice/ICJ), yaitu meliputi:
perjanjian internasional (treaty), hukum kebiasaan internasional (customary
international law), prinsipprinsip umum hukum (general principlesof law),
yurisprudensi (judicial decisions) dann doktrin (doctrine) atau pendapat para
4
4
ahli yang telah diakui kepakarannya atau reputasinya (teaching of the most
highly qualified piblicistsi).1
Menurut KPHG. Haryomataram yang dimaksud dengan hukum
humaniter adalah seperangkat aturan yang didasarkan atas perjanjian
internasional dan kebiasaan internasional yang membatasi kekuasaan pihak
yang berperang dalam menggunakan cara dan alat berperang untuk
mengalahkan musuh dan mengatur perlindungan korban perang. 2
Adapun menurut J. G. Starke yang dimaksud dengan hukum humaniter
terdiri dari seperangkat pembatasan yang diatur oleh hukum internasional yang
di dalamnya diatur penggunaan kekerasan yang dapat digunakan untuk
menundukkan pihak musuh dan prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan
terhadap individu dalam perang dan konflik bersenjata.3
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka hukum humaniter pada
intinya terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Ketentuan tentang cara/pelaksanaan permusuhan (conduct of hostilities)
yang meliputi ketentuan yang mengatur alat/sarana (means) dan
cara/metode (methods) berperang;
1Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Humaniter, Raja Grafindo Persada,Jakarta 2015,
hlm.169. 2 Ibid, hlm.171 3 Ibid,
5
5
2. Ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap korban perang
(protection of war victims). Dalam ketentuan yang mengatur alat/sarana dan
cara/metode berperang misalnya diatur alat/sarana dan cara/metode apa saja
yang diperbolehkan atau dilarang untuk digunakan.
Hal tersebut diatur dalam Konvensi Den Haag 1907 dan lazim
disebut dengan Hukum Den Haag. Adapun dalam ketentuan yang mengatur
perlindungan terhadap korban perang diatur perlindungan terhadap korban
perang yang meliputi kombatan (combatant), orang sipil (civilian) serta
penduduk sipil (civilian population). Hal tersebut terutama diatur dalam
Konvensi Jenewa 1949 yang lazim disebut dengan Hukum Jenewa.4
Hukum humaniter tidak dimaksudkan untuk melarang perang,
karena dari sudut pandang hukum humaniter perang merupakan suatu
kenyataan yang tidak dapat dihindari. Hukum humaniter mencoba untuk
mengatur agar perang dapat dilakukan dengan lebih memerhatikan prinsip-
prinsip kemanusiaan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hukum humaniter pada hakikatnya tidak melarang
perang, tetapi mengatur perang. Dalam hal ini, hukum humaniter mengatur
alat dan cara berperang, serta mengatur perlindungan terhadap korban
perang.5
4 Ibid, hlm.172 5 Ibid, hlm.127
6
6
B. Hubungan Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter
Internasional
Pada hakikatnya HAM dan Hukum Humaniter Internasional memiliki
tujuan yang sama, yaitu memberikan jaminan perlindungan terhadap manusia.
Hanya saja, keduanya memiliki perbedaan dari sisi, waktu dan situasi
penerapannya. Ketentuan HAM dimaksudkan untuk menjamin hak dan
kebebasan, baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya bagi setiap
orang. Dalam hukum HAM ini setiap orang harus dilindungi dari
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dari pemerintah. Ketentuan HAM
tersebut terdapat baik dalam berbagai peraturan perundangan nasional maupun
instrumeninstrumen internasional. Ketentuan HAM berlaku pada masa damai.
Sedangkan HHI diterapkan apabila terjadi sengketa bersenjata internasional
maupun non-internasional atau perang saudara (civil war). Hukum Humaniter
Internasional terdiri atas peraturan-peraturan tentang alat dan cara berperang
(Hukum Den Haag) serta peraturan-peraturan tentang perlindungan korban
konflik bersenjata (Hukum Jenewa).
Namun intisari Hukum ketentuan HAM (hard-core rights) tetap berlaku
sekalipun pada waktu sengketa bersenjata. Keduanya saling melengkapi. Juga
ada keterpaduan dan keserasian kaidah-kaidah yang berasal dari instrumen-
instrumen HAM dan Hukum Humaniter Internasional. Keduanya tidak hanya
mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat, tetapi juga mengatur
7
7
hubungan di antara Negara dengan Warga Negara dengan menetapkan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban mereka secara timbal balik (reciprosity).
Dengan demikian, maka kedua bidang ini merupakan instrumen-
instrumen hukum yang memberikan perlindungan kepada orang-perorang.
Instrumen-instrumen hukum ini dapat di golongkan kedalam empat
kelompok,yaitu :
1. Instrumen hukum yang bertujuan melindungi orang-perorang sebagai
anggota masyarakat. Perlindungan ini meliputi segenap segi perilaku
perorangan dan sosialnya. Perlindungan ini bersifat umum sehingga
mencakup HAM internasional.
2. Instrumen yang bertujuan melindungi orang-perorang berkaitan dengan
keadaannya di dalam masyarakat, seperti hukum internasional tentang
perlindungan terhadap kaum wanita dan hukum internasional berkaitan
dengan perlindungan terhadap anak.
3. Instrumen hukum yang bertujuan melindungi orang-perorang dalam
kaitannya dengan fungsinya di dalam masyarakat , seperti hukum
internasional tentang buruh.
4. Instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang-perorang dalam
keadaan darurat, apabila terjadi situasi yang luar biasa dan yang
mengakibatkan ancaman adanya pelanggaran atas haknya yang biasanya
8
8
dijamin oleh hukum yang berlaku, seperti hukum internasional tentang
pengungsi dan para korban dan akibat sengketa bersenjata.6
Kesadaran akan adanya hubungan antara HAM dan Hukum
Humanditer Internasional baru disadari pada akhir tahun 1960an.
Kesadaran ini semakin meningkat dengan terjadinya berbagai sengketa
bersenjata, seperti dalam perang kemerdekaan di Afrika dan di berbagai
belahan dunia lainnya yang menimbulkan masalah baik dari sisi HAM
maupun HHI. Konferensi internasional mengenai HAM yang
diselenggarakan oleh PBB di Teheran tahun 1968, secara resmi menjalin
hubungan antara HAM dan Hukum Humanditer Internasional. Dalam
resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968 mengenai penghormatan HAM pada
waktu pertikaian bersenjata, meminta agar konvensi-konvensi tentang
pertikaian bersenjata diterapkan secara lebih sempurna dan supaya di
sepakati perjanjian baru mengenai hal ini. Resolusi ini mendorong PBB
menangani pula Hukum Humanditer Internasional.
Dalam kepustakaan ada tiga aliran berkaitan dengan hubungan HAM dan
HHI yaitu :
6 Scott Davidson, Hak asasi manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
Internasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004. hlm. 40
9
9
1. Aliran integrasionis, berpendapat bahwa system hukum yang satu
berasal dari yang lain. Dalam kaitan ini terdapat dua kemungkinan
yaitu :
a. HAM sebagai dasar bagai HHI, dalam arti bahwa HHI
merupakan cabang dari HAM. Hal tersebut didasarkan bahwa
HAM merupakan hak dasar bagi setiap orang, setiap waktu
dan berlaku di segala tempat. Sehingga HAM merupakan
genus dan HHI merupakan specisnya, karena hanya berlaku
untuk golongan tertentu saja dan dalam keadaan tertentu pula.
b. HHI merupakan dasar dari HAM, dalam arti bahwa HAM
merupakan bagian dari HHI. Pendapat ini didasarkan pada
alasan bahwa HHI lahir lebih dahulu dari pada HAM.
Sehingga secara kronologis HAM dikembangkan setelah HHI.
2. Aliran separatis, yang terlihat HAM dan HHI sebagai sistem hukum
yang sama sekali terpisah, tidak berkaitan. Karena keduanya
berbeda dalam :
a. Obyek, artinya HHI obyeknya sengketa bersenjata, sedangkan
HAM obyeknya hubungan antara pemerintah dengan warga
negaranya di dalam negara tersebut.
b. Sifatnya, HHI bersifat mandatory-a political serta peremptory,
sedangkan HAM besifat declaratory-political.
10
10
c. Saat berlakunya, HHI berlaku saat adanya sengketa bersenjata,
sedangkan HAM berlaku pada masa damai.
3. Aliran komplementaris, yang melihat hukum HAM dan HHI
melalui proses yang bertahap, berkembang sejajar dan saling
melengkapi. Hubungan antara HAM dan HHI juga dapat dilihat dari
berbagai kesamaan di antara keduanya, seperti:7
a. Sebagaimana ketentuan-ketentuan instrumen-instrumen
HAM Konvensikonvensi Jenewa 1949 dan Protokol-
protokolnya membebankan kewajiban kepada Negara peserta
dan menjamin hak-hak individual dari orang-orang yang
dilindungi.
b. HHI menentukan kelompok-kelompok orang yang dilindungi
seperti orangorang yang cedera dan tawanan perang,
sedangkan HAM berlaku bagi semua orang tanpa
memberikan status khusus. Akan tetapi, dalam
perkembangan terakhir HHI mengikuti pendekatan yang
sama dengan sistem HAM, dengan memperluas perlindungan
HHI bagi semua orang sipil.
c. Di satu sisi landasan pengaturan HAM adalah hak-hak yang
berkaitan dengan manusia, yaitu kehidupan, kebebasan,
7 Ibid,
11
11
keamanan, status sebagai subyek hukum, dan sebagainya.
Atas dasar tersebut dibuat peraturan-peraturan untuk
menjamin perkembangan manusia dalam segala segi. Di sisi
lain HHI dimaksudkan untuk membatasi kekerasan dan
dengan tujuan ini, HHI memuat peraturan-peraturan yang
menjamin hak-hak manusia yang sama, karena hakhak
tersebut dianggap sebagai hak-hak minimal. Intisari dari
HAM atau dapat juga disebut sebagai hak-hak yang paling
dasar menjamin perlindungan minimal yang mutlak
dihormati terhadap siapapun baik di masa damai maupun di
masa perang. Hak-hak yang paling dasar ini merupakan
bagian dari kedua sistem hukum tersebut. Hak-hak itu adalah
8:
i. Hak untuk hidup.
Hak untuk hidup ini dijamin oleh instrumen-
instrumen HAM dan HHI. Instrumen HHI memberikan
perlindungan kepada kehidupan manusia. Konvensi-
konvensi Jenewa 1949 menetapkan kewajiban
mengumpulkan dan merawat orang yang sakit dan
cedera, mengatur tentang perlakuan terhadap tawanan
8 Ibid,
12
12
perang, interniran sipil dan masyarakat sipil di bawah
pendudukan musuh, larangan pelaksanaan hukuman
mati sebelum enam bulan sejak adanya putusan
pengadilan, larangan hukuman mati terhadap orang di
bawah umur 18 tahun, wanita hamil atau ibu yang
mempunyai anak yang masih kecil (Konvensi Jenewa
IV, Pasal 68 dan 75). Demikian pula larangan untuk
membunuh korban perang yang jatuh ke tangan musuh,
larangan menggunakan senjata yang dapat
mengakibatkan penderitaan berlebihan atau yang tidak
perlu. Khusus berkaitan dengan perlindungan
masyarakat sipil, Protokol tambahan I mengharuskan
keseimbangan antara kepentingan militer dan
kepentingan kemanusiaan (principle of
proportionality).9
Protokol Tambahan I juga melindungi kehidupan
dengan larangan tindakan starvasi terhadap penduduk
sipil sebagai cara berperang, serta larangan merusak
sarana yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya.
Untuk menjamin keselamatan penduduk sipil, juga dapat
9 Ibid,
13
13
ditetapkan lokasi bebas yang tidak boleh dijadikan
sasaran militer
ii. Larangan penyiksaan dan perlakuan yang tidak
manusiawi.
Larangan penyiksaan ini ditentukan dalam Pasal
7 konvenan tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966.
Dalam HHI, sebagian besar dari ketentuan-ketentuan
konvensi Jenewa 1949 merupakan rincian mengenai cara
memperlakukan korban perang, seperti perlakuan
manusiawi, larangan penyiksaan, larangan merendahkan
martabat atau segenap perbuatan yang bersifat menghina
dan segala jenis tindakan penyiksaan. Suatu konvensi
yang khusus mengatur mengenai larangan penyiksaan
adalah Convention against torture and other cruel
inhuman or degrading treatment or punishment, 1984,
Konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia tahun 1998
dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1998.
iii. Larangan perbudakan.
Larangan perbudakan terdapat dalam Pasal 8
Konvenan mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik tahun
14
14
1966. Dalam HHI larangan perbudakan ini ditetapkan
dalam Protokol II tahun 1977 Pasal 4 (2) f. Selain itu
Konvensi Jenewa 1949 mengatur pula tentang perlakuan
tawanan perang serta perlakuan terhadap orang sipil di
wilayah pendudukan musuh dan juga melarang segala
bentuk perbudakan.
iv. Jaminan Peradilan.
Dalam HAM, jaminan peradilan diakui sebagai
hak-hak yang sangat penting, agar HAM lainnya dapat
diterapkan secara efektif. Dalam HHI jaminan peradilan
sudah dimasukkan dalam konvensi-konvensi Jenewa
sejak penyusunannya, guna menghindari penjatuhan
dan pelaksanaan hukuman mati di luar proses
pengadilan maupun perlakuan yang tidak manusiawi.
C. Konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang Hukum dan Kebiasaan Perang
di Darat
Konvensi-Konvensi ini adalah merupakan hasil Konferensi Perdamaian
Ke II yang merupakan kelanjutan dari Konferensi Perdamaian I Tahun 1899 di
15
15
Den Haag.503 Konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh Konferensi
Perdamaian II di Den Haag adalah sebagai berikut : 10
1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional;
2. Konvensi II tentang Pembatasan Kekerasan Senjata dalam Menuntut
Pembayaran Hutang yang berasal dari Perjanjian Perdata;
a. Konvensi III tentang Cara Memulai Permusuhan;
b. Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat yang
dilengkapi dengan Regulasi (Peraturan) Den Haag;
c. Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban Negara dan Orang- orang
Netral dalam Perang di darat;
d. Konvensi VI tentang Status Kapal Dagang Musuh pada saat
Permulaan Peperangan;
e. Konvensi VII tentang Pengubahan Kapal Dagang menjadi Kapal
Perang;
f. Konvensi VIII tentang Penempatan Ranjau Otomatis di dalam laut;
g. Konvensi IX tentang Pemboman oleh Angkatan Laut di waktu
Perang;
h. Konvensi X tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa tentang
perang di laut;
10 Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Humaniter, Raja Grafindo Persada,Jakarta,2015
hlm.205
16
16
i. Konvensi XI tentang Pembatasan Tertentu terhadap Penggunaan Hak
Penangkapan dalam Perang di Laut;
j. Konvensi XII tentang Pembentukan suatu Mahkamah Internasional
tentang Penyitaan contraband perang (barang selundupan untuk
kepentingan perang);
k. Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam
Perang di Laut.
Konvensi Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat
ini judul lengkapnya adalah “Convention Respecting to the Laws and Customs
of War on Land”. Konvensi ini terdiri dari 9 pasal, yang disertai juga dengan
lampiran yang disebut “Hague Regulations”. Konvensi ini merupakan
penyempurnaan terhadap Konvensi Den Haag II 1899 tentang Kebiasaan
Perang di Darat. Hal penting yang diatur dalam Konvensi Den Haag IV 1907
adalah mengenai apa yang disebut sebagai “Klausula si Omnes”, yaitu bahwa
konvensi hanya berlaku apabila kedua belah pihak yang bertikai adalah pihak
dalam konvensi, apabila salah satu pihak bukan peserta konvensi, maka
konvensi tidak berlaku. Selain itu, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan
adalah ketentuanketentuan yang terdapat dalam Lampiran Konvensi Den Haag
IV (Hague Regulations), antara lain :11
11 Ibid,
17
17
a. Pasal 1 HR, yang berisi mengenai siapa saja yang termasuk
“belligerents”, yaitu tentara. Pasal ini juga mengatur mengenai syarat -
syarat yang harus dipenuhi oleh kelompok milisi dan korps sukarela,
sehingga mereka bisa disebut sebagai kombatan, yaitu :
i. Dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab atas
bawahannya;
ii. Memakai tanda/emblem yang dapat dilihat dari jauh;
iii. Membawa senjata secara terbuka;
iv. Melaksanakan operasinya sesuai dengan hukum dan kebiasaan
perang.
b. Pasal 2 HR mengatur mengenai levee en masse, yang dikategorikan
sebagai “belligerent”, yang harus memenuhi syarat-syarat :
i. Penduduk dari wilayah yang belum dikuasai;
ii. Secara spontan mengangkat senjata;
iii. Tidak ada waktu untuk mengatur diri;
iv. Membawa senjata secara terbuka;
v. Mengindahkan hukum perang.12
12 Ibid, hlm 206
18
18
D. Tanggung Jawab Negara, Individu, dan Komando Menurut Hukum
Internasional
Tanggungjawab negara muncul karena adanya pelanggaran terhadap
kewajiban negara menurut hukum internasional. Tanggungjawab terbagi atas
: tanggungjawab negara, tanggungjawab individu, dan tanggungjawab
komando.
1. Tanggung jawab Negara
Negara merupakan subjek hukum intenasional yang utama
dalam hukum internasional, yang memiliki hak dan kewajiban berdasarkan
hukum internasional. Hak dan kewajiban dalam hukum internasional
dikenal dengan tanggung jawab negara atau pertanggungjawaban negara
(state responsibility). Hal ini memicu timbulnya tanggung jawab negara
berdasarkan prinsip persamaan dan kedaulatan negara dalam hukum
internasional.
2. Tanggung jawab Individu
Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 49 menyebutkan bahwa setiap
kasus yang termasuk kejahatan internasional (pelanggaran berat) maka
pelaku harus mempertanggun jawabkannya secara individu. Orang yang
pertama kali diminta pertanggung jawabannya ketika terjadi pelanggaran
adalah orang yang secara langsung melakukan pelanggaran tersebut.
19
19
Individu adalah orang perorangan yang merupakan subjek hukum,
terutama dalam hal melakukan kejahatan internasional. Prinsip
pertanggungjawaban individu (Individual Criminal Responsibility)
dipertegas dalam Pasal 25 Statuta Roma 1998.13
3. Tanggung jawab Komando
Dalam konteks hukum perang atau hukum sengketa bersenjata,
doktrin tanggung jawab komando didefinisikan sebagai tanggung jawab
komandan militer terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh prajurit
bawahannya atau orang lain yang berada dalam pengendaliannya.14
Doktrin tanggung jawab komando telah diatur secara tegas
dalam Pasal 7 Ayat (3) Statuta ICTY. Unsur-unsur tanggung jawab
komando dalam statuta tersebut yaitu unsur kesengajaan dimana atasan
mengetahui atau memiliki alasan untuk mengetahui bahwa kejahatan
sedang dilakukan atau telah dilakukan oleh bawahannya, unsur hubungan
atasan dan bawahan dan unsur atasan tidak mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan dan tepat untuk mencegah terjadinya kejahatan atau
menghukum pelakunya.15
13 Ibid, hlm.207 14 Ibid, hlm.220. 15 Ibid, hlm.225
20
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukum Internasional atau International Humanitarian Law, atau
diterjemahkan dengan Hukum Humaniter Internasional atau Hukum
Internasional Humaniter adalah seperangkat aturan yang didasarkan atas
perjanjian internasional dan kebiasaan internasional yang membatasi
kekuasaan pihak yang berperang dalam menggunakan cara dan alat
berperang untuk mengalahkan musuh dan mengatur perlindungan korban
perang
2. Implementasi HAM Ketentuan-ketentuan HAM dalam kehidupan
masyarakat internasional telah dituangkan ke dalam berbgai konvensi.
Ketentuan-ketentuan tersebut meliputi Universal Declaration of Human
Rights (UDHR) The Cairo Declaration of Human Rights in Islam (CD),
Geneve Convention dan Optional Protocolnya, Konvensi Eropa 1950, dan
beberapa konvensi yang dilakukan oleh PBB lainnya. Ketentuan-ketentuan
HAM yang telah dituangkan dalam berbagai konvensi seperti tersebut di
atas dapat dikategorikan ke dalam dua situasi penerapan, yaitu pada waktu
stabilitas nasional tidak terancam dan dalam situasi yang membahayakan
stabilitas nasional, dalam situasi demikian berlakunya ketentuan HAM
21
21
sering disebut sebagai Hukum Humaniter Internasional (HHI). Ketentuan
HAM, pada masa damai dan adanya ketegangan atau kekacauan dalam
negeri yang belum merupakan pertikaian bersenjata, perlindungan minimal
tetap dijamin oleh hukum HAM. HAM tetap berlaku dalam segala situasi,
tetapi dapat dibatasi apabila keadaan darurat telah dinyatakan secara resmi.
Hubungan HAM dan HHI Pada hakikatnya HAM dan HHI memiliki tujuan
yang sama, yaitu memberikan jaminan perlindungan terhadap manusia.
Hanya saja, keduanya memiliki perbedaan dari sisi, waktu dan situasi
penerapannya. Ketentuan HAM dimaksudkan untuk menjamin hak dan
kebebasan, baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya bagi setiap
orang. Dalam hukum HAM ini setiap orang harus dilindungi dari
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dari pemerintah. Ketentuan
HAM tersebut terdapat baik dalam berbagai peraturan perundangan
nasional maupun instrumeninstrumen internasional. Ketentuan HAM
berlaku pada masa damai. Sedangkan HHI diterapkan apabila terjadi
sengketa bersenjata internasional maupun non-internasional atau perang
saudara (civil war). HHI terdiri atas peraturan-peraturan tentang alat dan
cara berperang (Hukum Den Haag) serta peraturan-peraturan tentang
perlindungan korban konflik bersenjata (Hukum Jenewa).
3. Pada Konvensi IV Den Haag 1907 ini untuk pertama kali diatur
mengenai syarat-syarat seseorang dikatakan sebagai kombatan, meskipun
22
22
kemudian syarat-syarat ini kemudian disempurnakan di dalam Protokol I
tahun 1977.
4. Negara merupakan subjek hukum intenasional yang utama dalam
hukum internasional, yang memiliki hak dan kewajiban berdasarkan hukum
internasional. Sedangkan . Individu adalah orang perorangan yang
merupakan subjek hukum, terutama dalam hal melakukan kejahatan
internasional. Dan Dalam konteks hukum perang atau hukum sengketa
bersenjata, doktrin tanggung jawab komando didefinisikan sebagai
tanggung jawab komandan militer terhadap kejahatan perang yang
dilakukan oleh prajurit bawahannya atau orang lain yang berada dalam
pengendaliannya
B. Saran
3. Sebaiknya pengertian dari hukum humaniter bukan hanya
sekedar di ketahui saja namun lebihbaik di maknai dan dipahami
sebaik-baiknya sebagai pedoman pengetahuan.
4. Sebaiknya Hukum HAM dan Humaniter terus berjalan saling
melengkapi agar pelanggaran HAM dapat dihindari walaupun dalam
keadaan perang.
5. Sebaiknya jika ada kedua belah pihak yang bertikai atau
berperang , harus memenuhi syarat, ketentuan alat dan cara berperang
23
23
yang ada dalam Konvensi Den Haag IV 1907 agar mendapatkan
perlindungan hukum terutama HAM.
6. Setiap pihak baik Negara, individu, maupun komando harus
mempertanggung jawabkan segala tindakan dan keputusannya, agar
terciptanya keadilan.