HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 12-24 BULAN DI
WILAYAH PUSKESMAS COLOMADU 1
KABUPATEN KARANGANYAR
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh:
DEVI PROBOWATI
J 310 110 015
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
eBih daD seMr Dqan KeFdai D e Pia
El4!q!-A!e!s-C-E SiU
1
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 12-24 BULAN DI
WILAYAH PUSKESMAS COLOMADU 1 KABUPATEN KARANGANYAR
Devi Probowati (J 310 110 015) Pembimbing : Elida Soviana, S.Gz., M.Gizi
Tri Wibowo Anang S.B,S. KM, M.Gizi
Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Email :[email protected]
ABSTRACTS
The prevalence of diarrhea in toddlers at Central Java as much as 5.4%.
The prevalence of diarrhea in 12-24 months toddlers at Colomadu 1 Primary Health Service, Karanganyar of the months October 2014-January 2015 as much as 22%. Diarrhea in infants is due to several factors: poor nutrition status and PHBS unfavorable. To determine the relationship between of nutritional status about diarrhea and healthy hygiene behaviors to incidence of diarrhea in 12-24 monthstoddlers at primary health service, Karanganyar. This is a cross sectional study conducted service center in Primary Health Service Colomadu 1. In total, 45 respondents, were surveyed using simple random sampling. The research instruments were a questionnaires incidence of diarrhea and healthy hygiene behaviors. Analysis Techniques used Rank Spearman's test. The respondents have no diarrhea status of 91.1%. Of respondents had good not status and 97.8%. Have good PHBS 86.7%. Toddlers with good nutritional status and no was diarrhea 87.7%, while and toddlers who has malnutrition 50%. Mothers with good PHBS has toddlers no diarrhea is 84.4% while mothers with normal and PHBS has no diarrhea is 2.2%. There was norelationship between nutritional status with incidence of diarrhea in toddlers aged 12-24 months and there was norelationship between healthy hygiene behaviors with incidence of diarrhea in toddlers aged 12-24 months. Therefore, it is suggested that health professionals further improve supervision and counseling about diarrhea and healthy hygiene behaviors in the public.
Keywords :Toddler, Nutritional Status, Healthy Hygiene Behaviors, Incident of Diarrhea Kepustakaan : 72 :1999-2014
2
ABSTRAK
Prevalensi kejadian diare pada kelompok umur balita di Jawa Tengah
sebanyak 5.4%. Prevalensi kejadian diare pada balita 12-24 bulan di Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten Karanganyar dari bulan Oktober 2014-Januari 2015 sebanyak 22%. Diare pada balita salah satunya disebabkan beberapa faktor yaitu status gizi kurang dan PHBS yang kurang baik. Tujuan penelitian ini adalahmengetahuihubungan antara status gizi dan PHBS dengan kejadian diare pada balita usia 12-24 bulan di Wilayah Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional di posyandu wilayah Colomadu 1. Total sampel pada penelitian ini sebanyak 45 responden yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner kejadian diare dan PHBS. Analisis menggunakan uji statistic RankSpearman’s.Hasil penelitian ini sebagian besar balita memiliki status gizi baik sebesar 91.1%. PHBS ibu baik sebesar 97.8%. Jumlah balita yang tidak mengalami diare sebesar 86.7%. Balita dengan status gizi baik tidak menderita diare lebih tinggi sebesar 87.7% dibanding dengan balita yang memiliki status gizi kurang menderita diare sebesar 50%. Ibu balita dengan PHBS baik mempunyai balita tidak diare lebih tinggi sebesar 84.4% dibanding ibu balita dengan PHBS sedang mempunyai balita tidak diare sebesar 2.2%. Kesimpulan Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 12-24 bulan dan tidak ada hubungan antara PHBS dengan kejadian diare pada balita usia 12-24 bulan.Oleh karena itu disarankan agar tenaga kesehatan lebih meningkatkan pengawasan dan penyuluhan tentang diare dan PHBS di masyarakat.
Kata kunci : Balita, Status Gizi, PHBS, Kejadian Diare Kepustakaan : 72 :1999-2014
3
PENDAHULUAN
Penyebab timbulnya masalah
gizi salah satunya yaitu status gizi
yang dipengaruhi oleh berbagai hal
diantaranya umur, tingkat
pendidikan, status gizi balita dan
sanitasi lingkungan yang meliputi
kualitas sumber air dan kebersihan
jamban (Suharyono, 2008). Salah
satu masalah gizi yang menyerang
bayi atau balita itu sendiri adalah
penyakit diare.
Diare merupakan suatu
keadaan pengeluaran tinja yang
tidak normal atau tidak seperti
biasanya dengan perubahan
peningkatan volume, keenceran dan
frekuensi lebih dari 3 kali/hari
dengan atau tanpa lendir dan darah
(Hidayat, 2009). Diare dapat
menyebabkan kurang gizi dan dapat
memperburuk keadaan, karena
selama diare akan mengalami
kehilangan zat gizi dari tubuh dan
tidak merasa lapar, pada balita yang
menderita diare terjadi penundaan
pemberian makanan atau tidak
diberikan makanan (Suharyono,
2008).
Menurut WHO (2011), diare
menduduki urutan kedua penyebab
kematian pada bayi dan balita
setelah kematian neonatus. Kejadian
diare pada kelompok umur balita di
Indonesia sebanyak 5.2%. Kejadian
diare di Indonesia tergolong penyakit
menular tertinggi kedua pada balita
usia 12-24 bulan yaitu sebanyak
7.6%. Kejadian diare pada kelompok
umur balita di Jawa Tengah
sebanyak 5.4% (Riskesdas, 2013).
Diare pada bayi atau balita
kebanyakan disebabkan beberapa
faktor di antaranya yaitu faktor
penyebab (agent), penjamu (host),
dan faktor lingkungan (environment)
(Suharyono, 2008). Faktor penyebab
(agent) yang dapat menyebabkan
diare pada balita antara lain; faktor
infeksi, faktor malabsorbsi dan faktor
makanan (Ngastiyah, 2005). Faktor
penjamu (host) diantaranya dari
faktor status gizi balita dan faktor
perilaku hygiene yang kurang baik
sedangkan faktor lingkungan
(environment) yaitu dari kondisi
sanitasi yang kurang baik.
(Soegijanto, 2002).
Salah satu faktor penjamu
penyebab diare adalah status gizi.
Status gizi terdiri dari status gizi
buruk, kurang, baik, dan lebih
(Suharyono, 2008). Status gizi yang
kurang mempengaruhi daya tahan
tubuh terhadap infeksi, balita yang
terkena infeksi dapat diakibatkan
karena menurunnya status gizi dan
balita yang mengalami infeksi dapat
4
mempengaruhi proses penyerapan
zat gizi yang berakibat menurunnya
status gizi (Said, 2008).
Berdasarkan hasil survey
pendahuluan yang dilakukan pada
tanggal 14 Februari 2015, prevalensi
kejadian diare pada balita usia 12-24
bulan di Puskesmas Colomadu 1
Kabupaten Karanganyar dari bulan
Oktober 2014 - Januari 2015
sebanyak 22%. Berdasarkan data
status gizi balita BB/U di Puskemas
Colomadu 1 di dapatkan status gizi
baik sebanyak 1120 balita (92,6%),
status gizi kurang 56 balita (4,6%),
status gizi lebih 25 balita (2,1%) dan
status gizi buruk 9 balita (0,7%).
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka peneliti akan meneliti
hubungan antara status gizi dan
perilaku hidup bersih dan sehat
dengan kejadian diare pada balita
usia 12-24 bulan di wilayah
Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten
Karanganyar.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
Observasional dengan rancangan
studi cross sectional. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 4 November
- 4 Desember 2015, dilaksanakan di
posyandu wilayah Puskesmas
Colomadu 1 Karanganyar. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh
balita yang berusia 12-24 bulan yang
bertempat tinggal di wilayah
Puskesmas Colomadu 1. Jumlah
sampel diperoleh 45 responden,
dengan menggunakan cara simple
random sampling. Variabel
penelitian ini meliputi variabel bebas
yaitu status gizi dan PHBS dan
variabel terikatnya yaitu kejadian
diare pada balita usia 12-24 bulan.
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini yaitu form karakteristik
responden, form kuesioner kejadian
diare dan form kuesioner lama
kejadian diare. Analisis bivariat
menggunakan uji Rank Spearman’s
dengan α=0,05 dan tingkat
kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Puskesmas
Puskesmas Colomadu 1
memiliki fasilitas kesehatan yang
terdiri dari Puskesmas Induk, (PKD)
Poli Klinik Desa dan Puskesmas
Pembantu. Jumlah posyandu yang
ada di Puskesmas Colomadu 1
sebanyak 47 posyandu yang
tersebar di 6 desa.
Perbaikan gizi di wilayah
Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten
Karanganyar antara lain: distribusi
Vit A Bufas, balita gizi buruk
5
mendapat perawatan, kadarzi,
garam beryodium memenuhi syarat,
distribusi kapsul Vit A Balita (6-59
bulan), distribusi Fe 90 Bumil,
pemberian ASI Eksklusif, D/S
(partisipasi masyarakat) dan N/D
(hasil penimbangan). Lingkungan di
wilayah Puskesmas Colomadu 1
Kabupaten Karanganyar memiliki
lingkungan PHBS yang baik dengan
persentase 99,5% pada indikator air
bersih.
1. Karakteristik Subyek
Penelitian
a. Karakteristik balita
Tabel 1
Karakteristik Balita Variabel F Persentase
(%)
Usia balita <16 bulan 16-20 bulan >20 bulan
9
30 6
20,0 66,7 13,3
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
16 29
35,6 64,4
Berdasarkan Tabel 1
menunjukkan bahwa sebagian besar
balita memiliki usia 16-20 bulan
sebesar 66,7% dengan jenis kelamin
perempuan yaitu 64,4%. Usia
tersebut dibagi atas dasar usia
berdasarkan perhitungan likert
(Azwar, 2012).
b. Karakteristik Ibu
Karakteristik ibu meliputi usia
ibu, tingkat pendidikan dan
pekerjaan ibu.
Tabel 2
Karakteristik Ibu Balita Variabel F Persentase
(%)
Usia ibu 19-39 th >39 th
43 2
95,6 4,4
Pendidikan ibu SMP SMA Diploma PT
7
26 7 5
15,6 57,8 15,6 11,1
Pekerjaan ibu IRT Karyawan Wiraswasta
23 19 3
51,1 42,2 6,7
Responden dalam penelitian
ini adalah ibu yang memiliki balita
usia 12-24 bulan di Wilayah
Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten
Karanganyar. Tabel 2 menunjukkan
bahwa sebagian besar usia ibu yang
menjadi responden yaitu 19-39
tahun sebanyak (95,6%). Usia
tersebut dibagi atas dasar usia
berdasarkan perhitungan likert
(Azwar, 2012). Menurut Siagian
(1995), semakin usia bertambah
dewasa maka seseorang semakin
meningkat pula kedewasaan
teknisnya demikian juga
psikologisnya akan menunjukkan
kematangan jiwa.
Berdasarkan Tabel 2,
menunjukkan bahwa karakteristik
6
responden berdasarkan pendidikan
terakhir ibu, distribusi tertinggi
adalah SMA yaitu sebesar 57,8%.
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat
pendididkan seseorang dapat
meningkatkan pengetahuannya
tentang kesehatan. Salah satu faktor
yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang adalah tingkat
pendidikan. Pendidikan akan
memberikan pengetahuan sehingga
terjadi perubahan perilaku positif
yang meningkat.
Menurut Muhiman (1996),
tingkat pendidikan mempengaruhi
kesadaran akan pentingnya arti
kesehatan bagi diri dan lingkungan
yang dapat mendorong akan
kebutuhan akan pelayanan
kesehatan. Hal ini berarti bahwa
pendidikan menengah akan
mempengaruhi perilaku ibu dalam
mengakses informasi tentang
penerapan PHBS untuk mencegah
diare pada balita.
Berdasarkan Tabel 2,
menunjukkan bahwa karakteristik
responden berdasarkan pekerjaan,
distribusi tertinggi adalah ibu rumah
tangga (51,1%). Pekerjaan juga
meningkatkan resiko terjadinya
infeksi, dalam hal ini tingkat
pekerjaan akan mempengaruhi
status sosial ekonomi dalam
keluarga. Keluarga dengan status
sosial ekonomi yang rendah akan
meningkatkan faktor resiko terhadap
terjadinya penyakit termasuk diare
(Depkes RI, 2007).
2. Analisis Univariat
a. Distribusi Status Gizi
Balita
Penilaian status gizi dibagi
dalam empat kategori, yaitu
status gizi buruk, status gizi
kurang, status gizi lebih dan
status gizi baik.
Tabel 3
Distribusi Status Gizi Balita
Variabel F Persentase (%)
Status Gizi Balita Kurang Lebih Baik
2 2
41
4,4 4,4 91,1
Berdasarkan Tabel 3,
menunjukkan bahwa sebagian besar
balita memiliki status gizi baik yaitu
91,1%. Distribusi karakteristik
statistik deskriptif status gizi balita
berdasarkan BB/U dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik Statistik Deskriptif Status Gizi Berdasarkan BB/U
Statistik Deskriptif
Nilai BB/U
Mean Standar Deviasi Nilai Minimum Nilai Maksimum
0,30 0,99 -2,21 2,59
7
Berdasarkan Tabel 4, mean
atau rata-rata BB/U pada balita
menunjukkan angka 0,30 yang
berarti bahwa rata-rata balita
memiliki status gizi baiik.
Nilai minimum dari penelitian
ini merupakan -2,21 yang termasuk
dalam status gizi baik karena nilai
terletak antara z-score -2 s/d +2 SD.
Nilai maksimum yang ditunjukkan
oleh data tabel diatas merupakan
2,59 yang berarti bahwa status gizi
balita termasuk dalam status gizi
lebih karena berdasarkan nilai z-
score BB/U menunjukkan angka >+2
SD.
b. Distribusi Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
Berdasarkan hasil
penelitian, distribusi PHBS
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Distribusi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Variabel Frekuensi Persentase (%)
PHBS Baik Sedang
44 1
97,8 2,2
Berdasarkan Tabel 5,
menunjukkan bahwa sebagian besar
PHBS responden baik (97,8%).
Menurut Notoatmodjo (2012) PHBS
dipengaruhi oleh perilaku seseorang
yang meliputi pengetahuan, sikap
dan praktek masyarakat yang sudah
cukup baik. PHBS masyarakat di
Wilayah Puskesmas Colomadu 1
tergolong baik. Distribusi
karakteristik statistik deskriptif
berdasarkan PHBS dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6
Karakteristik Statistik Deskriptif Berdasarkan PHBS
Statistik Deskriptif Skor PHBS
Mean Standar Deviasi Nilai Minimum Nilai Maksimum
27,26 2,99 19,56 31,95
Berdasarkan Tabel 6,
menunjukkan bahwa mean atau
rata-rata skor PHBS ibu balita 27,26
yang berarti bahwa ibu balita
memiliki PHBS yang baik. Nilai
minimum dari skor PHBS ibu
menunjukkan angka 19,56 yang
berarti PHBS ibu dalam ketegori
sedang, sedangkan nilai maksimum
dari skor PHBS ibu diatas
menunjukkan angka 31,95 yang
berarti bahwa ibu memiliki PHBS
baik.
c. Distribusi Kejadian Diare
Balita
Berdasarkan hasil
penelitian, distribusi kejadian
diare pada balita 12-24 bulan di
Wilayah Puskesmas Colomadu
8
1 Kabupaten Karanganyar dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Distribusi Kejadian Diare
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Kejadian Diare Diare Tidak diare
6
39
13,3 86,7
Berdasarkan Tabel 7, distribusi
kejadian diare pada balita usia 12-24
bulan di Wilayah Puskesmas
Colomadu I sebagian besar tidak
maengalami diare (86,7%). Distribusi
karakteristik deskriptif berdasarkan
kejadian diare dapat dilihat pada
tabel 8.
Tabel 8
Karakteristik Statistik Deskriptif Berdasarkan Kejadian
Diare
Statistik Deskriptif Kejadian Diare
Mean Standar Deviasi Nilai Minimum Nilai Maksimum
0,49 1,272
0 4
Berdasarkan Tabel 8, mean atau
rata-rata kejadian diare pada balita
termasuk dalam kategori baik yaitu
dengan angka 0,49. Nilai minimum
dari kejadian diare pada balita yaitu
0 yang berarti baik sedangkan nilai
maksimum dari kejadian diare pada
balita dalam penelitian ini adalah 4
yang menunjukkan bahwa angka
tersebut tidak baik. Kejadian diare
pada balita dikatakan baik apabila
diare <3 kali dalam sehari yang
disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir yang diukur dalam
sebulan 4 kali pengukuran.
Diare disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya yaitu
infeksi, malabsorbsi, makanan,
status gizi dan hygiene yang buruk.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor
yang menyebabkan diare di Wilayah
Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten
Karanganyar adalah dimungkinkan
karena alergi susu formula dan
kurang minum (kurang cairan).
Alergi susu sapi merupakan
suatu reaksi yang muncul dengan
perantaraan Ig E, meskipun tidak
jarang kasus alergi susu sapi muncul
tanpa perantaraan mediator Ig E.
Manifestasi klinis dari alergi susu
sapi bisa berupa reaksi yang ringan
atau sedang seperti muntah, diare,
konstipasi, darah pada tinja dan
balita tidak mau makan (Santoso,
2011)
9
3. Analisis Bivariat
a. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare
Tabel 9
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare
Variabel
Kejadian diare Total
Nilai p* Diare Tidak Diare
N % N % N %
Status Gizi Kurang Lebih Baik
1 0 5
50,0 0,0 12,2
1 2 36
50,0
100,0 87,7
2 2
41
100,0 100,0 100,0
0,938
Uji korelasi Spearman’s nilai p>0,05
Kejadian diare yang diuji
adalah lama terjadinya diare balita.
Berdasarkan Tabel 9, hasil
penelitian mununjukkan bahwa dari
41 balita yang memiliki status gizi
baik terdapat 36 balita tidak
menderita diare. Berdasarkan hasil
analisa uji korelasi Spearman’s,
didapatkan nilai p=0,93 (p>0,05)
maka Ho ditolak, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan
kejadian diare pada balita usia 12-24
bulan di wilayah Puskesmas
Colomadu 1.
Hal ini disebabkan karena
anak balita yang sakit diare
memperoleh asupan makan yang
baik atau lebih dari orang tua
sehingga tidak berpengaruh
terhadap status gizi balita yang
sedang sakit. Balita yang sedang
sakit cenderung mendapat perhatian
lebih dari orangtua terutama dalam
hal makanan yang bergizi dan
segera membawa anaknya ke
tenaga kesehatan, sehingga hal ini
dapat berdampak pada status gizi
balita yang sakit tetap baik.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ona, dkk (2012), yang
menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi balita
pada usia 0-5 tahun dengan
kejadian penyakit diare. Hal ini
disebabkan karena balita yang sakit
diare memperoleh asupan makan
yang baik atau lebih dari orang tua
sehingga tidak akan berpengaruh
terhadap status gizi anak yang
sedang sakit. Orang tua yang
balitanya sakit cenderung
memberikan perhatian khusus pada
balitanya terutama dalam segi
makanan yang lebih bergizi dan
segera membawa anaknya ke
tenaga kesehatan untuk berobat
10
sehingga hal tersebut juga bisa
menyebabkan status gizi anak yang
sakit tetap terjaga dan baik.
Menurut penelitian Rosari, dkk
(2013), yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna
antara kejadian diare dalam satu
bulan terakhir dengan status gizi
balita di Kelurahan Lubuk Buaya
(p>0,05). Hal ini dikarenakan
sebagian besar ibu melakukan
tindakan yang cepat dalam
menaggulangi diare dengan
membawa berobat ke tempat
pelayanan kesehatan seperti
bidan/dokter dan memberikan oralit
atau cairan sehingga tindakan
tersebut akan memperkecil
terjadinya gangguan keseimbangan
elektrolit pada anak. Frekuensi diare
yang jarang, durasi diare yang
singkat serta pemberian tindakan
penanggulangan yang tepat
menyebabkan diare yang terjadi
tidak mempengaruhi status gizi
balita secara bermakna.
Menurut Rahmawati (2008),
semakin baik status gizi balita maka
semakin besar peluang tidak
menderita penyakit infeksi. Menurut
Nuryanto (2012), status gizi baik
umumnya akan meningkatkan
resistensi tubuh terhadap penyakit-
penyakit infeksi.
Diare pada balita dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor,
tidak hanya status gizi saja.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pudiastuti (2011) dan
Aziz (2006), diare dapat dipengaruhi
oleh infeksi virus, faktor lingkungan,
kependudukan, pendidikan, keadaan
sosial ekonomi, dan perilaku
masyarakat.
Diare pada balita dapat
disebakan oleh infeksi virus,
personal hygiene dan sanitasi
lingkungan. Virus yang
menyebabkan diare adalah rotavirus
dan adenovirus. Virus ini melekat
pada sel-sel mukosa usus yang
mengakibatkan sel-sel mukosa usus
menjdai rusak sehungga kapasitas
reabsorbsi menurun dan sekresi air
maupun elektrolit meningkat
(Pudiastuti, 2011).
Faktor lingkungan yang
dimaksud adalah kebersihan
lingkungan dan perorangan seperti
kebersihan puting susu, kebersihan
botol susu dan dot susu, maupun
kebersihan air yang digunakan untuk
mengelola susu dan makanan. (Aziz,
2006).
Faktor kependudukan
menunjukkan bahwa insiden diare
lebih tinggi pada penduduk
perkotaan yang padat dan miskin
11
atau kumuh sedangkan faktor
perilaku orang tua dan masyarakat
misalnya adalah kebiasaan ibu yang
tidak mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan, setelah
buang air besar atau membuang
tinja anak. Kesemua faktor yang
tersebut diatas terkait erat dengan
faktor ekonomi masing-masing
keluarga (Soegeng, 2002).
Penyebab diare juga dapat
bermacam macam tidak selalu
karena infeksi dapat dikarenakan
faktor malabsorbsi seperti
malabsorbsi karbohidrat, disakarida
(inteloransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa) monosakarida (inteloransi
glukosa, fruktosa, dan galaktosa),
karena faktor makanan basi,
beracun, alergi karena makanan dan
diare karena faktor psikologis, rasa
takut dan cemas (Vila dkk, 2000).
Penyebab terbanyak diare akut
pada anak usia di bawah 5 tahun
adalah virus rota (Elliott, 2007;
Breese dkk, 2004). Virus ini akan
menyebabkan gangguan pada
mukosa usus sehingga terjadi
sekresi dan motilitas berlebih yang
menyebabkan terjadinya diare
(Elliott, 2007; Marromichalis, 1977).
b. Hubungan PHBS dengan Kejadian Diare
. Tabel 10
Hubungan PHBS dengan Kejadian Diare
Variabel
Kejadian Diare Total
Nilai p* Diare Tidak diare
N % N % N %
PHBS Baik Sedang
6 0
13,3 0,0
38 1
84,4 2,2
44 1
97,8 2,2
0,179
Uji korelasi Spearman’s nilai p>0,05
Kejadian diare yang diuji
adalah lama terjdinya diare balita.
Berdasarkan Tabel 10, diketahui
bahwa keluarga dengan PHBS baik
mempunyai balita tidak diare 38
balita dengan persentase 84,4%.
Tidak adanya hubungan ditunjukkan
dari hasil analisa uji korelasi
Spearman’s dengan nilai p=0,179
karena p>0,05 maka Ha ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara PHBS
dengan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten
Karanganyar.
Tidak adanya hubungan PHBS
dengan kejadian diare pada balita
usia 12-24 bulan di Puskesmas
12
Colomadu 1 dimungkinkan karena
faktor pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat sudah baik
yang dibuktikan dengan PHBS
masyarakat di Wilayah Puskesmas
Colomadu 1 yang tergolong sudah
cukup baik dan didukung pendapat
Notoatmodjo (2012) bahwa PHBS
dipengaruhi oleh perilaku seseorang
yang meliputi pengetahuan, sikap
dan praktik.
Nilai p diatas menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara
PHBS dengan kejadian diare pada
balita usia 12-24 bulan di
Puskesmas Colomadu 1 Kabupaten
Karanganyar. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ona,
dkk (2012) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara sanitasi
lingkungan rumah dengan kejadian
penyakit diare pada balita. Penelitian
yang dilakukan oleh Handayani
(2009), menyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara sanitasi
lingkungan dengan diare pada balita.
Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Nuraini (2012) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan
penerapan PHBS keluarga dengan
kejadian diare pada balita. Hasil
penelitian menunjukkan mayoritas
responden memiliki PHBS keluraga
yang baik (70,8%). Penerapan
PHBS yang baik dapat berdampak
pada perilaku untuk mencegah
terjadinya diare pada balita. Kondisi
tersebut secara langsung akan
berdampak pada penurunan insiden
diare di masyarakat. Pencegahan
PHBS yang dapat mencegah
terjadinya diare adalah memberikan
ASI Eksklusif, menimbang balita
secara rutin setiap bulan dan
membiasakan mencuci tangan
sedangkan untuk faktor lingkungan
adalah menggunakan air bersih dan
jamban yang sehat.
Menurut Soegijanto (2002),
banyak faktor yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor pendorong terjadinya
diare. Penyebab tidak langsung
terjadinya diare adalah status gizi,
pemberian ASI Eksklusif,
lingkungan, PHBS dan sosial
ekonomi. Penyebab langsung atara
lain infeksi bakteri, virus dan parasit,
malabsobsi alergi, keracunan bahan
kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik,
ikan, buah dan sayur-sayuran.
Perilaku hidup bersih dan
sehat merupan faktor tidak langsung
yang menyebabkan diare. Perilaku
sehat seseorang berhubungan
dengan tindakannya dalam
13
memelihara dan meningkatkan
status kesehatan antara lain
pencegahan penyakit, kebersihan
diri, pemilihan makanan sehat dan
bergizi serta kebersihan lingkungan.
Keadaan kesehatan yang tidak baik
mempengaruhi terhdap terjadinya
penyakit diare dibandingkan dalam
kesehatan yang baik (Suriadi, 2001).
Diare pada balita tidak hanya
terkait dengan sanitasi lingkungan
saja melainkan ada faktor lain yang
terkait dengan diare pada balita
antara lain faktor sosial ekonomi.
Keluarga yang berstatus ekonomi
rendah bisanya bertempat tinggal di
daerah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga mudah terpapar
penyakit infeksi (Soemirat, 2005).
Ibu yang memiliki PHBS yang
baik kemungkinan disebabkan oleh
pendidikan yang mayoritas adalah
SMA. Pendidikan juga
mempengaruhi perilaku yang akan
dilakukan ibu terhadap PHBS.
Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Kusumawati (2011) bahwa ada
keterkaitan antara pendidikan
dengan PHBS dengan tingkat
kesehatan, semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah ibu
menerima arti hidup sehat secara
mandiri, kreatif dan
berkesinambungan. Perilaku ibu
juga dapat menurunkan angka
kejadian diare dengan cara ibu
membiasakan mencuci tangan
dengan baik sehingga balitanya kecil
kemungkinan untuk terkena diare
dibandingkan dengan ibu yang
mencuci tangan kurang baik.
KESIMPULAN 1. Status gizi balita di wilayah
Puskesmas Colomadu 1 dalam
kategori baik sebanyak 91,1%,
kategori kurang dan lebih
sebanyak 4,4%.
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) pada anggota keluarga
yang memiliki PHBS baik
sebanyak 97,8% sedangkan
anggota keluarga yang memiliki
PHBS sedang 2,2%.
3. Balita usia 12-24 bulan yang
mengalami diare di wilayah
Puskesmas Colomadu 1
sebanyak 13,3% sedangkan
balita yang tidak mengalami
diare sebanyak 86,7%.
4. Tidak ada hubungan antara
status gizi dengan kejadian
diare pada balita usia 12-24
bulan di wilayah Puskesmas
Colomadu 1.
14
5. Tidak ada hubungan antara
PHBS dengan kejadian diare
pada balita usia 12-24 bulan di
wilayah Puskesmas Colomadu
1.
SARAN
1. Diharapkan lebih meningkatkan
frekuensi penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat khususnya
tentang penyakit diare dan
PHBS.
2. Diharapkan ibu balita untuk
lebih meningkatkan dan
menjaga kebersihan disekitar
rumah dan lingkungannya
karena kebersihan lingkungan
salah satu untuk mencegah
penyakit infeksi terutama diare.
3. Hasil penelitian ini dapat
memberikan referensi untuk
mengembangkan penelitian-
penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan kejadian
diare pada balita.
REFERENSI
Aziz, A. 2006. Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Azwar, S. 2012. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Elliot, E. J. 2007. Acute Gastroenteritis in Children. BMJ 2007; 334:35-40.
Hidayat, A. A. 2009. Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika. Jakarta.
Kusumawati, Oktania. 2011.
Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 -3 Tahun Studi Kasus di Desa Tegowanu Wetan.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak
Sakit Edisi 2. EGC. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2003. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
Nuraeni. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogon Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Depok.
Nuryanto. 2012. Hubungan Status
Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Balita. Jurnal Ilmiah Pembangunan Manusia Vol. 6. No. 2.
Ona, D.M.D., Nugroho, A.,
Wahyuningsih, S. 2012. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Rumah dan
15
Kejadian Diare Pada Balita Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Berbah Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta. Yogyakarta
Pudiastuti, D. R. 2011. Waspada
Penyakit Pada Anak. PT Indeks. Jakarta.
Rahmawati. 2008. Hubungan Antara
Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada balita di URJ Anak RSU Dr Soetomo Surabaya. Buletin Penelitian RSU Dr Soetomo. Vol. 10. No. 3. September.
Riekesdas. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rosari, A., Rini EA., Masrul. 2013. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tengah Kota Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Said, M. 2008. Pneumonia. In: Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B. (eds). Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, pp 350-364.
Santoso, H. 2011. Dermatitis Atopik. Buku Ajar Alergi-Imunologi
Anak Edisi Kedua. Balai Penerbit IDAI. Jakarta.
Siagian, P. S. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Suharyono. 2008. Diare Akut, Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta. Jakarta.
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan
Pada Anak Edisi 1. CV.Sagung Seto. Jakarta
Soegeng, S. 2002. Ilmu Penyakit
Anak, diagnosa dan penatalaksanaan. Salemba medika. Jakarta.
Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit
Anak Edisi 1. Medika. Jakarta. Soemirat, J. 2005. Epidemiologi
Lingkungan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Vila, J., Vargas, M., Ruiz, J.,
Corachan, M., De Anta, MTJ., Gascon, J. 2000. Quinolon Resisten in Enterotoxigenic E.colli causing Diarrhea in Travelers to India in Comparison with other Geographycal Areas. Antimicrobial Agents and Chemotherapy June 2000.
World Health Organization. 2011.
Diarhorreal Disease. Geneva, Switzerland.