1
HUBUNGAN ANTARA IMUNOGLOBULIN G DAN IMUNOGLOBULIN M ANTI HELICOBACTER PYLORI DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK
DEWASA
CORRELATION BETWEEN IMUNOGLOBULIN G AND
IMUNOGLOBULIN M ANTI HELICOBACTER PYLORI WITH ATOPIC DERMATITIS IN ADULT
Isnada Putriani Said1, Farida Tabri1, Faridha Ilyas1, Rizalinda Sjahril2
1Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin 2Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : dr. Isnada Putriani Said Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar Hp.08124205751 Email: [email protected]
2
Abstrak Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit radang kulit kambuhan yang sangat gatal dan disertai kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi, dan likenifikasi yang sering dihubungkan dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E (IgE) dalam serum dan adanya riwayat atopik pada penderita sendiri ataupun keluarganya seperti asma dan rhinitis alergi. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M Anti Helicobacter pylori dengan kejadian dermatitis atopik. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Rumah sakit Jejaring, laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Sampel penelitian sebanyak 50 subyek yang terdiri atas 25 sampel pasien is atopik dan 25 sampel kontrol ( tidak menderita dermatitis atopik). Kelompok dermatitis atopik dewasa ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis (Kriteria William). Dilakukan pengambilan darah pada vena mediana cubiti sebanyak ±3 ml dan kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA (enzyme linked immunoabsorbant assay ). Hasil penelitian menunjukkan Indeks IgG dan IgM Anti Helicobacter pylori lebih tinggi pada kelompok dermatitis kontak (DA) dibandingkan kelompok kontrol. Pada subyek DA dengan riwayat menderita gangguan saluran cerna, ditemukan indeks IgM anti Helicobacter pylori lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan indeks IgG anti Helicobacter pylori lebih tinggi pada subyek DA yang tidak ada riwayat menderita gangguan saluran cerna.
Kata kunci : dermatitis atopik, Helicobacter pylori, imunoglobulin G, immunoglobulin M, ELISA Abstract Atopic dermatitis (AD) is a relapsing inflammatory disease of skin very itchy and accompanied by other skin disorders such as xerosis, excoriation, and lichenification are often associated with elevated levels of immunoglobulin E (IgE) in the serum and a history of atopic patients themselves or their families such as asthma and allergic rhinitis. This study aims to investigate the relationship between immunoglobulin G and immunoglobulin M anti Helicobacter pylori with the incidence of atopic dermatitis. The study was conducted in Sudirohusodo Wahidin Hospital, Hospital Networks, microbiology laboratory of Hasanuddin University School of Medicine with the research method used was a cross sectional study. The research sample of 50 subjects consisting of 25 samples is atopic patients and 25 control samples (not suffering from atopic dermatitis). Adult atopic dermatitis group is determined based on history and physical examination (Criterion William). Blood sampling performed on the median cubital vein as much as ± 3 ml and then examined ELISA (enzyme-linked assay immunoabsorbant). Results showed IgG and IgM Index Anti Helicobacter pylori was higher in the group contact dermatitis (AD) compared to the control group. AD in subjects with a history of gastrointestinal disorder, found anti-Helicobacter pylori IgM index higher than the control. While the anti-Helicobacter pylori IgG index was higher in subjects that AD had no history of gastrointestinal disorders. Keywords: atopic dermatitis, Helicobacter pylori, imunoglobulin G, immunoglobulin M, ELISA
3
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit radang kulit kambuhan yang sangat
gatal dan disertai kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi, dan likenifikasi.
Dermatitis atopik paling sering terjadi pada masa bayi dan kanak- kanak, namun dapat
juga terjadi pada remaja atau dewasa. Dermatitis atopik sering dihubungkan dengan
peningkatan kadar Imunoglobulin E (IgE) dalam serum dan adanya riwayat atopik pada
penderita sendiri ataupun keluarganya seperti asma dan rhinitis alergi. (Bieber T., 2010,
Ong P et al., 2002, Soeberyo R., 2004, Leung D et al., 2008)
Dermatitis atopik biasanya ditemukan mulai dari umur 2 bulan dan sekitar 1 tahun
pada 60% pasien, 30% terlihat pertama kali pada usia 5 tahun, dan hanya 10% timbul
dermatitis atopik antara usia 6 sampai 20 tahun. ( Paller AS., 2006) Prevalensi DA pada
anak dalam dekade terakhir cenderung meningkat dibanding dewasa karena DA sangat
jarang muncul pada usia dewasa. Prevalensi dermatitis atopik pada anak di Iran dan
China kurang lebih sebanyak 2%, di Australia, England dan Scandinavia sebesar 20%.
Prevalensi yang tinggi juga didapatkan di negara Amerika Serikat dan negara industri
lainnya yaitu sebesar 17,2%.(Watson., 2011) Prevalensi dermatitis atopik pada orang
dewasa di Korea sebesar 2,6%. Sedangkan di Asia Tenggara didapatkan prevalensi
dermatitis atopik pada orang dewasa sebesar kurang lebih 1-3%. Perbandingan antara pria
dan wanita adalah 1,5:1.(Gimenez M., 2000)
Etiologi dan patogenesis DA sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, baik eksogen atau endogen, maupun keduanya.
DA merupakan hasil interaksi yang kompleks dari beberapa faktor seperti: 1)
suseptibilitas genetik, 2) paparan alergen, iritan, atau perubahan cuaca yang berasal dari
lingkungan, 3) disfungsi sawar kulit, 4) stresor psikologik, serta 5) abnormalitas pola
reaksi imunologi. ( Friedmann P., 2004) Interaksi kompleks ini dapat menyebabkan
reaksi alergi menjadi faktor penting pada seorang pasien DA, tetapi pada pasien lain
faktor yang lebih berperan mungkin oleh karena adanya gangguan fungsi sawar kulit,
infeksi atau stressor fisik atau psikis. (Leung et al., 2001).
Helicobacter pylori merusak mukosa gastrointestinal, yang dapat memicu reaksi
alergi. Peningkatan antibodi Helicobacter pylori (H. pylori) juga dapat mempengaruhi
DA. Peningkatan serum IgE dapat menginduksi pengeluaran sitokin yang terjadi pada
4
DA. (Hernando A et al., 2009) Prevalensi infeksi Helicobacter pylori sangat bervariasi
antar negara maupun kelompok populasi dalam satu negara. Secara keseluruhan
prevalensi infeksi Helicobacter pylori mencapai 40%. (Hardin FJ., 2002)
Hernando A, et al (2009) memaparkan hubungan infeksi H.pylori dengan
beberapa penyakit kulit diantaranya dermatitis atopik. Murakami K,et al (1996)
melaporkan satu kasus DA pada anak perempuan usia 14 tahun yang menunjukkan titer
IgG anti H.pylori yang tinggi kemudian di terapi terhadap infeksi H.pylori dan
memberikan perbaikan lesi DA. Galadari I,(2006) melaporkan studi pada 20 pasien DA
dengan pemeriksaan C-urea breath test positif dan titer IgG anti H.pylori yang
signifikan, dengan terapi pada infeksi H.pylori memberikan perbaikan klinis pada DA.
Deron E, (2002) memaparkan efek infeksi H. Pylori pada progresivitas beberapa penyakit
kulit terutama penyakit alergi, diantaranya DA.
Imunoglobulin M adalah antibodi pertama yang bersirkulasi terhadap pemaparan
awal antigen. Hal ini secara diagnostik bermanfaat karena kehadiran IgM umumnya
mengindikasikan adanya infeksi baru oleh patogen yang menyebabkan pembentukannya.
IgM berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk tempat antigen melekat dan
disekresikan dalam tahap-tahap awal respon sel plasma. IgM sangat efisien untuk reaksi
aglutinasi dan reaksi sitolitik, dan karenanya timbul sangat cepat setelah infeksi dan tetap
tinggal dalam darah, maka IgM merupakan daya tahan tubuh penting pada infeksi bakteri
maupun parasit. .(Abbas et al., 2007)
Imunoglobulin G (IgG) merupakan imunoglobulin utama yang dibentuk atas
rangsangan antigen. Di antara semua kelas imunoglobulin, IgG paling mudah berdifusi ke
dalam jaringan ekstravaskular dan melakukan aktivitas antibodi di jaringan. IgG
umumnya melapisi mikroorganisme sehingga partikel itu lebih mudah difagositosis, dan
IgG mampu menetralisir toksin dan virus. IgG ditemukan meningkat pada infeksi kronik.
(Goodman., 1991)
Penelitian ini mencari hubungan antara Imunuglobulin-G dan Imunoglobulin-M
pada antibodi Helicobacter pylori dengan kejadian Dermatitis atopik dewasa di
Makassar. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
5
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional study,
menganalisa hubungan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M anti Helicobacter
pylori dengan kejadian dermatitis atopik dewasa dan kontrol.
Subjek penelitian
Jumlah sampel yang diambil adalah sampel minimal yaitu sebanyak 21 orang
pasien DA dan 21 orang kontrol (tidak menderita DA) yang memenuhi kriteria penelitian.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara consecutive random sampling.
Kriteria inklusi kelompok kasus DA: Penderita DA yang memenuhi kriteria William,
tidak menderita penyakit kulit lain, penderita berusia 13 - 50 tahun, tidak sedang
menjalani pengobatan lain, bersedia ikut serta dalam penelitian ini dan menandatangani
inform consent. Kriteria inklusi kelompok kontrol: Tidak menderita DA, berumur 13-50
tahun, tidak menderita penyakit lain, bersedia ikut serta dalam penelitian ini dan
menandatangani inform consent. Kriteria eksklusi kelompok DA dan Kontrol: Pasien
yang tidak ko-operatif dan hasil Laboratorium yang tidak terbaca. Penelitian dilakukan di
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo dan
Rumah Sakit jejaring. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Waktu penelitian yaitu bulan Mei hingga
Juli 2013.
Metode
Seluruh subjek yang telah memenuhi kriteria penelitian diminta mengisi
kuesioner mengenai data pribadi dan riwayat penyakit, dilakukan pengambilan gambar
lesi kulit dengan menggunakan kamera digital untuk dan pengambilan sampel darah vena
sebanyak ± 3 ml yang kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA IgG dan IgM anti
Helicobacter pylori.
Teknik Pelaksanaan
Prosedur pemeriksaan ELISA : Persiapkan 1x wash buffer dengan
menambahkan isi ke botol (25ml, 20X) ke 475ml air distilled ordeionized . Simpan
dalam temperatur kamar (18-26 °C). Bawalah semua spesimen dan reagen kit untuk
suhu kamar (18-26 °C) dan campurkan dengan lembut. Tempatkan nomor yang
6
diinginkan dari strip dilapisi ketempat dudukan. Kontrol negatif, kontrol positif, dan
kalibrator siap untuk digunakan. Siapkan 1:21 uji pengenceran sampel, dengan
menambahkan 10 μl sampel 200 μl dilution buffer. Aduk rata. Dimasukkan blocking
buffer 100 μl , kalibrator dan kontrol ke dalam microplate yang sesuai. Untuk reagen
kosong, keluarkan 100μl pengencer sampel di posisi microplate 1A. Tekan
pegangannya untuk menghapus gelembung udara dari cairan dan aduk rata. Inkubasi
selama 20 menit di suhu kamar. Keluarkan dari semua microplate. Cuci microplate
tiga kali dengan 300 μl washing buffer. Noda di absorban dengan kertas. Tambahkan
100 μl konjugasi enzim untuk masing-masing microplate dan inkubasi selama 20 menit
pada suhu kamar. Hapus enzim konjugasi dari semua sumur. Cuci microplate tiga kali
dengan 300 μl washing buffer. Tambahkan 100 μl BMT substrat dan inkubasi selama
10 menit pada suhu kamar. Tambahkan 100 μl stopping solution. Baca harga serapan
O.D. pada 450 nm menggunakan pembaca ELISA reader dalam waktu 15 menit. Dual
panjang gelombang yang dianjurkan dengan saringan 600-650 nm.
Analisis statistik
Data diolah menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi
17. Metode statistik yang digunakan adalah perhitungan nilai rerata, simpang baku,
sebaran frekuensi dan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square test,
Mann-Whiteney U test, Independent test dan Fisher exact test dengan tingkat
kemaknaan p<0,05.
HASIL
Selama periode penelitian, diperoleh 50 jumlah sampel yang terbagi dalam 2
kelompok yaitu 25 subyek kelompok DA yang terdiri dari 4 (16%) laki-laki dan 21
(84%) perempuan sedangkan kelompok kontrol 25 subyek yang terdiri dari 9(36%) laki-
laki dan 16(64%) perempuan yang memenuhi kriteria penelitian dengan kelompok umur
≥27 tahun dan < 27 tahun. Rasa gatal, kulit kering, riwayat asma, riwayat atopik dalam
keluarga ditemukan pada semua subyek kelompok DA, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak ada. Sedangkan Riwayat gangguan saluran pencernaan ditemukan pada 13
subyek (52%) kelompok DA, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 4 subyek (16%)
yang mempunyai riwayat gangguan saluran pencernaan. Sedangkan Riwayat gangguan
7
saluran pencernaan ditemukan pada 13 subyek (52%) kelompok DA, sedangkan pada
kelompok kontrol terdapat 4 subyek (16%) yang mempunyai riwayat gangguan saluran
pencernaan (tabel 1). Berdasarkan tabel 2, Indeks IgG signifikan lebih tinggi pada
kelompok DA dibandingkan kelompok kontrol,yaitu 0,50 dengan 0,37. Indeks IgM anti
Helicobacter pylori signifikan lebih tinggi pada kelompok DA dibandingkan kelompok
kontrol, yaitu 5,31 dengan 2,82.
Subyek yang mengalami gangguan saluran cerna, ditemukan adanya perbedaan
signifikan rerata IgM Anti Helicobacter pylori antara kelompok DA dengan kelompok
kontrol (p<0,01). Sedangkan untuk indeks IgG Anti Helicobacter pylori, tidak ditemukan
adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05). Pada subyek yang tidak ada gangguan
saluran cerna, ditemukan adanya perbedaan signifikan rerata IgG Anti Helicobacter
pylori antara kelompok DA dengan kelompok kontrol (p<0,05). Sedangkan untuk indeks
IgM Anti Helicobacter pylori, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
(p>0,05) (tabel 3).
Berdasarkan tabel 4, Tidak ada hubungan signifikan sebaran kadar IgG Anti
Helicobacter pylori antara kelompok DA dengan kelompok kontrol (p>0,05). Pada tabel
5 menjelaskan tidak ada hubungan signifikan sebaran kadar IgM Anti Helicobacter pylori
antara kelompok DA dengan kelompok kontrol (p>0,05).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilaporkan hubungan antara IgG dan IgM anti Helicobacter
pylori dengan kejadian dermatitis atopik dewasa dengan mengambil sampel darah dan
dilakukan pemeriksaan ELISA.
Jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan DA pada perempuan sebanyak 21
orang (84%) dan laki-laki sebanyak 4 orang (16%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilaporkan oleh widjaya et al, (2004) mengenai karakteristik DA di
RSCM Jakarta dengan prevalensi DA pada perempuan 12 orang (54,5%) dan Laki-laki
10 orang (45,5%) dan juga sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Leung et al,
(2008) menyebutkan bahwa prevalensi DA berdasarkan jenis kelamin bervariasi pada
beberapa penelitian dan dilaporkan bahwa predominan terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki dengan rasio 1,3:3.
8
Diagnosis dermatitis atopik (DA) dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria
William. Syarat utama kriteria William adalah harus adanya rasa gatal (riwayat
menggaruk), kulit kering, riwayat asma, riwayat atopik dalam keluarga untuk
menegakkan suatu DA. (Lewis J et al., 2005) Teori tersebut sesuai dengan hasil
penelitian ini dimana pasien yang menderita DA memiliki riwayat gatal, kulit kering,
riwayat asma, riwayat atopik dalam keluarga yang hasilnya berbeda signifikan dengan
dengan subyek kontrol (tidak menderita DA).
Helicobacter pylori (Hp) merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral,
bersifat mikroaerofilik dan memproduksi urease. Bakteri ini berkolonisasi di dalam
lambung manusia dan menyebabkan inflamasi pada mukosa lambung serta gangguan
saluran cerna. (Hegar B, 2000) Beberapa penelitian juga mengungkapkan hubungan
H.pylori terhadap timbulnya DA. (Hernando A et al, 2009, Galadari, 2006). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian ini dimana indeks IgG dan IgM menurut riwayat gangguan
saluran cerna pada pasien DA menunjukkan perbedaan yang signifikan (lebih banyak)
(52%) dibandingkan dengan pasien kontrol (16%).
Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung
berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan tersebut mengandung molekul antibodi yang
digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai
imunoglobulin (Ig). Ig ini dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B
yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Ig ini berfungsi utama untuk mengikat
antigen. Imunoglobulin-G (IgG) adalah substansi pertama yang diidentifikasi sebagai
molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme penyebab
infeksi. Imunoglobulin-M (IgM) adalah respon imun primer yang terjadi beberapa hari
setelah pemaparan antigen yang pertama kali muncul dan masuk ke dalam
tubuh.(Baratawidjaja et al., 2009)
Fullerton, D et al.,(2009) melaporkan tidak ada hubungan antara serologi H.pylori
dengan asma atau atopik dalam analisis Cross-sectional. Hasil pada penelitian ini juga
menunjukkan presentase IgM anti H. pylori pada pasien DA dan kontrol lebih tinggi
dibandingkan presentase IgG anti H. pylori pada pasien DA dan kontrol. Tidak ada
hubungan signifikan kadar IgM anti H.pylori antara kelompok DA dengan kelompok
kontrol (p>,05). Kadar IgM positif ditemukan pada 25 subyek (100%) kelompok DA dan
9
24 subyek (96%) pada kelompok kontrol. Sedangkan kadar IgG anti H.pylori juga tidak
didapatkan hubungan yang signifikan antara kelompok DA dengan kelompok kontrol
(p>0,05). Kadar IgG positif ditemukan pada kedua kelompok sample dengan presentase
yang sama, yaitu masing-masing 50% (2 subyek). Sehingga hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa H.pylori bukan merupakan faktor resiko yang menyebabkan atau
memperburuk dermatitis atopik dan infeksi H.pylori tidak berhubungan dengan kejadian
dermatitis atopik.
Adanya beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi penelitian kami yang
sesuai dengan kepustakaan adalah pada saat pengambilan sampel, masih dalam fase akut
atau eksaserbasi akut sehingga kadar imunoglobulin G belum maksimal. Sedangkan
kadar imunoglobulin M (IgM) mencapai puncaknya setelah 7 hari terpapar antigen. Enam
sampai tujuh hari kemudian setelah pemaparan setelah, dalam serum mulai dapat di
deteksi imunoglobulin G (IgG), sedangkan IgM mulai berkurang sebelum kadar IgG
mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah pemaparan.(Kresno, 2010) Dengan
demikian, persentase hasil positif pada penelitian ini didapatkan IgM anti H.pylori lebih
tinggi dibandingkan IgG anti H.pylori pada pasien DA dan kontrol.
KESIMPULAN DAN SARAN
Terdapat hubungan antara IgG dengan kejadian DA. Indeks IgG lebih tinggi pada
DA dibandingkan kontrol. Hubungan IgG dengan kejadian DA tidak melibatkan bakteri
Helicobater pylori. Selain itu juga terdapat hubungan IgM dengan kejadian DA. Indeks
IgM lebih tinggi pada DA dibandingkan kontrol. Hubungan IgM dengan kejadian DA
mempengaruhi interaksi dengan baketri Helicobacter pylori. Pada penelitian ini
disarankan untuk penelitian berikutnya dapat dilakukan pemeriksaan investasi cacing dan
serologi penyakit lain yang mempengaruhi keseimbangan Th1-Th2 pada kejadian DA.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, AK, Lichtman, AH & Pilai, S. (2007a). Cells and Tissues of the adaptive immune system. Cellular and mollecular immunology. 6th ed. Philadelphia, WB Saunders.
Baratawidjaja K, Rengganis I. (2009). Imunologi Dasar. Jakarta, Balai Penerbit FKUI. Beiber T. (2010) Atopic Dermatitis. J Ann Dermatol, 22(2),125-37. Deron E, Kiec-Swierczynska M. (2002). The role of Helicobacter Pylori in the
development of skin diseases. Med Pr;53(4):333-7. Friedmann P & Holden C.(2004). Atopic Dermatitis. In Burns T, Breathnach S, Cox N &
Griffiths C.(Eds) Rook’s Texbook of Dermatology. 7th ed.Victoria, Blackwell Science.
Fullerton D, Britton JR, Lewis SA. (2009). Helicobacter pylori and lung function, asthma, atopy and allergic disease-A population-based cross sectional study in adults. Int J epidermol;38(2),419-26.
Galadari I. The Role of Helicobacter Pylori in Urticaria and Atopic Dermatitis. Skinmed;5(4):172-6.
Gimenez M. (2000). Atopic Dermatitis. J Alergol Immunol Clin, 15: 279-95. Goodman, JW (1991). immunoglobulin structure and function. In Stites, D. P. & Terr, A.
I. (Eds.) Basic and Clinical immunology. 7th ed. Connecticut, Appletong & Lange.
Hardin FJ, Wright RA. Helicobacter pylori: Review and update. Hospital Physician 2002;26:23-31. Hazell SL, Lee A, Brady L, Hennessy W. (1986). Campylobacter pyloridis and gastritis: association with intercellular spaces and adaptation to an environment of mucus as important factors in colonization of the gastric epithelium. J Infect Dis, 153:658-63.
Hegar B. (2000). Infeksi Helicobacter pylori pada Anak. Sari Pediatri,2(2):82-89. Hernando A, Booken N, et al. (2009). Helicobacter Pylori infection and Dermatologic
diseases. Eur J Dermatol 2009; 19 (5): 431-44. Kresno, B. S. (2010). Teknik laboratorium yang umum digunakan dalam imunologi.
Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Leung D, Eichenfield, L & Boguniewicz,M (2008). Atopic Dermatitis ( atopic eczema). In Wolff, K, Goldsmith, L, Katz,S, Gilchrest,B, Paller, A, & Leffell, D.(Eds) Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. NewYork, Mc GrawHill.
Leung D & Soter N. (2001). Cellular and Immunologic Mechanisms in Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol, 44,1-12.
Lewis J, Charman. (2005). Atopic dermatitis: Scoring severity and quality of life assesment. London:Blackwell.
Murakami K, Fujioka T, Nishizono A,et al. (1996). Atopic Dermatitis successfully treated by eradication of Helicobacter Pylori. J Gastroenterol;31:9:77-82.
Ong P, Leung D. (2002). Atopic Dermatitis. In Grammer L, Greenberger P (Eds). Patterson’s Allergic Diseases. 6th ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
11
Paller AS, Mancini AJ. (2006). Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology, Chicago, Elsevier Saunder.
Soeberyo R. (2004). Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik. In: Boediardja S, Sugito T, Rihatmadja R,ed. Dermatitis pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Watson W, Kapur S.(2011). Atopic Dermatitis. In Allergy, Asthma and Immunology. J Biomed, 7(1):1-7.
Widjaya I, Pusponegoro E, Indriatmi W. (2004). Pengaruh Pemberian Lotion Kombinasi Asam Laktat 5% + Natrium Karboksilat Pirolidon 2,5% Terhadap Perubahan Nilai pH Kulit Pasien Dermatitis Atopik. MDVI. 31(2):61-4.
12
Tabel 1. Sebaran Karakteristik Sampel menurut Kelompok (n=50)
Karakteristik
Kelompok
P DA (n=25) Kontrol (n=25)
N % N %
Jenis Kelamin Laki-Laki 4 16,0 9 36,0 0,107
Perempuan 21 84,0 16 64,0
Kelompok Umur ≥27 tahun** 10 40,0 16 64,0 0,089
<27 tahun 15 60,0 9 36,0
Rasa Gatal Ya 25 100,0 0 0,0 0,000
Tidak 0 0,0 25 100,0
Kulit Kering Ya 25 100,0 0 0,0 0,000
Tidak 0 0,0 25 100,0
Riwayat Asma Ya 21 84,0 0 0,0 0,000
Tidak 4 16,0 25 100,0
Riwayat Atopik Keluarga
Ya 25 100,0 0 0,0 0,000
Tidak 0 0,0 25 100,0
Riw. Gangguan Sal. Cerna
Ya 13 52,0 4 16,0 0,007
Tidak 12 48,0 21 84,0
Chi Square test
**Cut-off kategori umur berdasarkan nilai rerata umur semua subyek
13
Tabel 2. Perbandingan Indeks IgG dan IgM Anti Helicobacter pylori menurut Kelompok
Kelompok N Mean SD P
Indeks IgG
DA 25 0,50 0,35 0,017(1)
Kontrol 25 0,37 0,39
Indeks IgM
DA 25 5,31 2,06 0,000(2)
Kontrol 25 2,82 1,35
(1)Mann-Whitney U test (Indeks IgG tidak berdistribusi normal) (2)Independent test (Indeks IgM berdistribusi normal). Tabel 3. Perbandingan Indeks IgG dan IgM Anti Helicobacter pylori menurut Riwayat Ganggua Saluran Cerna
Riw. Gangguan Sal. Cerna
Kelompok n Mean SD P
Ya Indeks IgG anti Hp
DA 13 0,38 0,26
0,060
Kontrol 4 0,17 0,04
Indeks IgM anti Hp
DA 13 6,07 1,15 0,001
Kontrol 4 1,91 0,66
Tidak Indeks IgG anti Hp
DA 12 0,62 0,40 0,022
Kontrol 21 0,40 0,42
Indeks IgM anti Hp
DA 12 4,48 2,52 0,104
Kontrol 21 2,99 1,38
Mann-Whitney U test
14
Tabel 4. Hubungan Kadar IgG Anti Helicobacter Pylori dengan Dermatitis Atopik (DA)
Kadar IgG Anti Hp
Kelompok
P DA Kontrol
n % N %
_
Positif 2 8,0 2 8,0
0,695 Negatif 23 92,0 23 92,0
Total 25 100,0 25 100,0
Fisher Exact test
Tabel 5. Hubungan Kadar IgM Anti Helicobacter pylori dengan Dermatitis Atopik (DA)
Kadar IgM Anti Hp
Kelompok
P DA Kontrol
n % N %
Positif 25 100 24 96,0
0,500 Negatif 0 0 1 4,0
Total 25 100,0 25 100,0
Fisher Exact test