BAB1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya tahap-tahap kehidupan manusia dimulai dan bayi, balita,
anak-anak, remaja, dewasa dan tahap terakhir adalah lanjut usia. Dalam hal ini
akan membahas mengenai pengertian lanjut usia. Apa pengertian dan lanjut usia?
Dalam Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia
lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya manusia. Banyak
orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak
manfaat, babkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua,
seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri.
Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dan keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun. Akan tetapi di indonesia penduduk lanjut usia menduduki
1
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda karena di
indonesia masih memegang kokoh prinsip tata krama.
Dalam keterbatasan fisik yang dimiliki orang tua diperlukanlah peran serta
orang dalam aspek ini keluargalah peran terpenting untuk membantu lansia
melakukan aktifitas sehari-hari karena kekurangan fisiknya. Dan dengan demikian
mereka membutuhkan perhatian yang lebih akan perubahan mereka. Mereka
membutuhkan pihak yang dapat memahami kemauan, kebutuhan, tuntutan akan
fasilitas, sarana dan prasarana yang mereka butuhkan. Karena perubahan usia ini
pula, lansia membutuhkan adanya kebutuhan fisik berupa rumah tempat tinggal
yang layak bagi kehidupan mereka, yang tentunya dapat memenuhi aktivitasnya
sehari-hari. Aspek Fisik Rumah Tempat Tinggal Lansia merupakan faktor-faktor
fisik yang mempengaruhi kenyamanan lansia dalam menempati rumah serta
lingkungan yang ditinggali. Aspek fisik ini antara lain meliputi : Kebutuhan
fasilitas Lansia memiliki banyak kebutuhan dalam hidupnya agar dapat hidup
dengan mandiri. Kebutuhan ini sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara
(1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi : (1) Kebutuhan fisik
(physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan,
sandang, papan, dan fasilitas-fasilitas kesehatan. (2) Kebutuhan sosial (social
needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan
manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga,
kesamaan hobby dan sebagainya. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut
setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati, 2000). Kebutuhan
tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya
2
sendiri, serta rasa nyaman terhadap Iingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan
kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan
lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul
masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan
kemandiriannya. Perubahan fasilitas seiring dengan pertambahan umurnya, lansia
memiliki beragam kebutuhan yang tentunya berbeda dengan sebelum memasuki
masa lanjut usia. Banyak terjadi perubahan, baik dan segi fisik maupun sosial.
Dan segi fisik dapat dilihat pada fasilitas-fasilitas yang digunakan. Hal ini
dapat terlihat dan perubahan bentuk ruang kamar atau desain rumah. Seorang
lansia yang masih menempati rumah mereka, ada beberapa yang melakukan
perubahan pada fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalamnya. Menurut konsep
universal design dalam Deutsche Industnie Norm dijelaskan bahwa seorang lansia
memerlukan ruangan yang lapang atau barrier free. Hal mi tentunya sangat
bermanfaat bagi lansia, terutama dalam pergerakan atau aksesibilitas dalam
rumah. Luasan rumah Luasan rumah lansia dapat saja berubah dan luasan rumah
pada awalnya. Hal ini biasa teijadi jika lansia memerlukan ruangan baru atau
ruangan khusus yang diperlukan untuk mengeijakan aktivitasnya, ataupun jika
mengalami pertambahan anggota keluarga yang menempati rumahnya itu. Dengan
kemampuan fisik yang makin menurun maka dibutuhkan alat penunjang, baik
luasan ruang-ruang yang khusus digunakan untuk lansia sampai pada penggunaan
kursi roda. Dengan pengadaan fasilitas-fasilitas ini lanjut usia dapat menjalankan
aktivitasnya dengan mudah dan aman, lanjut usia akan merasa nyaman dan
diperhatikan oleh keluarganya. Umumnya lanjut usia dihadapkan pada masalah
3
hunian. Human mereka tidak lagi menunjang kegiatan mereka, hal ini terlihat
pada : Luasan ruang, ruang pada hunian (ketika hunian tersebut ditempati
beberapa keluarga), Lokasi kamar yang berjauhan dengan lokasi kamar mandi,
Keadaan kamar mandi yang mempersulit, Peil lantai yang berbeda-beda,
Penggunaan tangga. Alur sirkulasi hunian terhadap fasilitas-fasilitas di lingkungan
sekitar Telah dikemukan bahwa kelompok lanjut usia mengalami kemunduran
dalam tingkat kemandiriannya, mungkin karena adanya handikap fisik. Oleh
karena itu, perlu ada penyesuaian sarana fisik untuk membantu agar mereka tidak
sangat tergantung pada orang lain. khususnya dalam membantu dirinya
melakukan pekerjaan hidup sehari-hani (makan, minum, ke belakang, dan lain-
lainnya). Di negara-negara maju, pelayanan kelompok lanjut usia dilakukan dalam
ruangan khusus, bahkan rumah sakit khusus dan perkampungan khusus. Tentunya
hal ini sangat ideal. Adanya fasilitas tersebut di atas, diarahkan untuk memberi
lingkungan kehidupan yang nyaman dan sesuai bagi kelompok lanjut usia.
Keadaan im masih sulit dikembangkan saat mi, oleh karena itu perlu
dipikirkan cara lain yakni mempersiapkan SDM untuk lebih siap menenima
kelompok lanjut usia sebagaimana adanya. Ada beberapa standard untuk
penggunaan kursi roda yang dapat diaplikasikan bagi lansia memudahkan
aktivitas mereka di dalam rumah maupun Iingkungan tempat tinggalnya.
Penggunaan standard-standard mi memang tidak diharuskan di dalam sebuah
rnmah tinggal (seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang RI No.28 Tahun
2002 Pasal 31 ayat 1). Hanya saja penggunaan fasilitas tersebut tentunya
bermanfaat, terutama bagi lansia yang memiliki keterbatasan fisik (diffable).
4
Kondisi kehidupan lansia banyak sekali faktor yang mempengaruhi kondisi
kehidupan lansia, yaitu kondisi fisik serta kondisi sosial. Kondisi fisik merupakan
suatu keadaan yang dimiliki lansia dan berkaitan dengan fisik tubuhnya seperti
kesehatan lansia, sedangkan kondisi sosial adalah kondisi lansia yang berkaitan
dengan kehidupan sosialnya, baik dengan keluarganya sendiri maupun dengan
masyarakat di sekitarnya, seperti pekerjaan, family size atau jumlah anggota
keluarga, lama tinggal lansia pada rumah yang ditempati, dan lain sebagainya.
Beberapa kondisi kehidupan lansia adalah sebagai berikut Usia lansia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia yang berumur 60 tahun ke atas
dikatakan sebagai lansia. Dalam usia yang demikian, lansia mengalami perubahan
atau kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya, baik secara fisik maupun
psikis. Dalam usianya yang lanjut, lansia memerlukan banyak penunjang dalam
hidupnya, sehingga dapat menjalanican aktivitasnya sehari-hari dengan nyaman.
Kesehatan lansia Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis
lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dan kegelisahan manusia.
Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun
pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo, 1998). Dengan demikian orang lanjut usia
harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya.
Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti
gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik,
metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah
mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencenaan, saluran kencing, fungsi
indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J.
5
Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus
dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan,
gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban. Pada umumnya pada masa
lanjut usia orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik.
Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan
perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-
hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan. Seseorang yang
berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan akibat penurunan fungsi
sistem tubuh. Salah satu perubahan tersebut adalah pembahan kejiwaan dan fisik.
Masalah kesehatan jiwa lansia yang sering muncul adalah gangguan proses
pikir yang ditandai dengan lupa, pikun, bingung, dan curiga, dan gangguan
perasaan ditandai dengan perasaan kelelahan, acuh tak acuh, tersinggung,
sedangkan gangguan fisik/somatik meliputi gangguan pola tidur, gangguan makan
dan minum, gangguan perilaku yang ditandai dengan enggan berhubungan dengan
orang lain, dan ketidak mampuan merawat diri sendiri. Lama tinggal lansia pada
rumah yang ditempati Banyak diantara lansia yang lebih memilih untuk tetap
tinggal pada rumah yang mereka tempati. Ada kalanya rumah tersebut merupakan
rumah yang sudah mereka tempati sejak kecil atau setelah menikah dan
membangun keluarga. Alasan tinggal lansia di rumah dan lingkungan yang
ditempati Lansia memiliki beberapa alasan untuk tetap tinggal di rumah yang
mereka tempati sekarang ini. Faktor utama yang mendasari alasan tinggal lansia
6
adalah dan segi kenyamanan terhadap lingkungannya. Pekerjaan lansia Dalam
usianya yang lanjut, para lansia cenderung berhenti bekerja, baik karena sudah
pensiun, atau karena fisiknya sudah tidak memungkinkan untuk melakukan
aktivitas tersebut secara nitin seperti biasanya. Namun ada pula beberapa lansia
yang masih dengan aktif melakukan pekerjaannya. Mereka bisa berhenti dan
pekerjaan lama dan memulai pekerjaan baru, atau memperdalam hobi yang
mereka sukai agar dapat mengisi waktu luang mereka. Jadi faktor yang
menentukan keaktifan lansia dalam bekerja adalah kesehatan dan juga
pertimbangan pertimbangan finansial. Lansia yang berumur 65 hingga 70 tahun
yang masih berkerja cenderung melakukan pekerjaan tersebut karena mereka
menyukainya dan mereka merasa cukup nyaman dengan pekerjaan tersebut, dan
karena mereka masih memiliki keinginan yang besar untuk dapat membiayai
kehidupan mereka dalam usia lanjut mereka. Bekerja adalah suatu kegiatan
jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo, 1997). Bekerja sering
dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan
manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja
orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli
sesuatu, dapat memenuhi kebutuharmya yang lain. Rencana tinggal lansia di panti
jompo Di jaman seperti sekarang dimana aktivitas manusia sangat padat dan
persaingan hidup cukup berat, manusia cenderung menginginkan hal-hal yang
praktis dan cenderung tidak merepotkan. Sikap ini terkadang merambat ke
hubungan keluarga, khususnya hubungan dengan orang tua. Banyak keluarga
yang karena kesibukannya terkesan melalaikan orang tua, dan pada akhimya
7
memasukkan orang tuanya itu ke panti jompo. Kesan yang tertangkap di sini
adalah keluarga sudah tidak peduli lagi dengan orang tuanya. Kesan ini diperoleh
karena kondisi nyata rumah pantijompo yang ada di Indonesia yang tidak
memadai. Panti jompo seakan menjadi tempat pembuangan orang tua. Panti
jompo yang selama ini terdapat di Indonesia memang merupakan tempat yang
tidak nyaman, dengan fasilitas yang sangat minim dan bangunan yang sudah tidak
layak pakai. Karena itu terkesan dalam pikiran masyarakat bahwa panti jompo
merupakan tempat pembuangan orang tua yang sudah tidak dipedulikan lagi oleh
keluarganya.
Namun di luar negeri, pemikiran ini terbalik. Keluarga tidak memasukkan
orang tuanya ke panti jompo karena sudah tidak peduli melainkan karena mereka
sangat peduli terhadap orang tuanya, dan tidak menginginkan mereka hidup
kesepian di rumah. Di sana orang tua akan mendapatkan perawatan serta perhatian
dan mereka yang sudah berpengalaman. Jumlah anggota keluarga lansia Keluarga
merupakan masyarakat terkecil dimana lansia berada. Perubahan kejiwaan pada
lansia akan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Oleh karena itu keluarga
dan lansia perlu mengetahui perubahan kejiwaan para lansia. Keterlibatan
keluarga akan menentukan kesehatan lansia.
B. Rumusan Penelitian
Apa pengaruh peran serta keluarga terhadap kesehatan lansia
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang masalah dan ramusan masalah di atas
maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh peran serta keluarga terhadap kesehatan lansia.
2. TujuanKhusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pemenuhan kebutuhan materi terhadap
kesehatan lansia.
b. Untuk mengetahui pengaruh perhatian kesehatan terhadap kesehatan
lansia.
c. Untuk mengetahui pengaruh pemenuhan kebutuhan spiritual terhadap
kesehatan lansia.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian ini peneliti akan mendapatkan sejumlah data
atau infornasi yang menjadi awal penelitian terkait untuk diadakannya
penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang pengaruh dan peran serta
keluarga terhadap lansia.
2. Masyarakat
Memberikan masukan aplikatif bagi masyarakat khususnya untuk keluarga
agar lebih memperhatikan lansia karena lansia memiliki banyak
9
kekurangan secara fisik. Oleh karena itu peranan keluarga sangat penting
bagi kehidupan para lansia agar mereka dapat hidup secara normal.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dan proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara
terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan teijadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang
sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara
negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat dan aspek sosial, penduduk lanjut
usia merupakan satu kelompok sosial sendiri.
Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dan keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
11
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara
Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Tetapi bagi orang lain, periode mi adalah permulaan kemunduran. Usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial
sangat tersebar luas dewasa mi. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa
kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Ada orang
berusia lanjut yang mampu melibat arti penting usia dalam konteks eksistensi
manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-
kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti.
Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan
demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan
knonologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang
ditinjau dani hitungan umur dalam angka. Dan berbagai aspek pengelompokan
lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia knonologis, karena batasan
usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir
selalu tersedia pada berbagai sumben data kependudukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74
12
tahun, lanjut usia Wa (old) 75 - 90 tahun dan usia sangat tua (vety old) diatas 90
tahun. Sedangkan menurut Pnayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap
orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang benusia 56 tahun
ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat
bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai
tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan
tubuh,kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang
tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan
penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah
mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang
tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas.
Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan
usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam
penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut
usia.
2. Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang
lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan
kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram
13
dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang
dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak
berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan
yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara
(1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik
(physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan,
sandang, papan, seks dan sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs)
adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun
batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan
sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk
bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban,
organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4).
Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga din
untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diti (self
actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik,
rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat
untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai
berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati, 2000).
Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa
nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada.
Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia,
keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
14
akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan
menurunkan kemandiriannya.
a) Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.
Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik
terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian
terhadap kondisi lanjut usia.
1. Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.
Keadaan fisik merupakan faktor utama dan kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,
pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap
tertentu ( Prasetyo, 1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan
diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan
beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian,
sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga
keluhan yang sering tenjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran
pencemaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik
pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya
pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
15
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) flingsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain
yang menyebabkan reaksi dan penilaku lanjut usia menjadi semakin lambat.
Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia
kurang cekatan.
2. Kesehatan Psikis
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara
otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab
menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran.Dengan
menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka
banyak dan mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain
sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang
percaya diri, Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi
kognitif. Zainudin (2002).
Lebih larut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko
motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut
usia sebagai berikut (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian
Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila
pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada
16
dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini sangat dipengaruhi
kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut
usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka
pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus
kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuk masa
lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang
kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.
b) Faktor Ekonomi
Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang
produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997).
(lolongan mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat
menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada
usia lanjut dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan
kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapal kedudukan yang tinggi, tetapi
sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-
anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-
anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu
memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas
17
datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam kesejahteraan Pemenuhan
kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan
kerja.
1. Pendapatan
Pendapatan orang lanjut usia berasal dan berbagai sumber. Bagi mereka
yang dulunya bekerja , mendapat penghasilan dan dana pensiun. Bagi lanjut usia
yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dan gaji atau upah. Selain itu
sumber keuangan yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan
dan pemerintah atau swasta, atau dan anak, kawan dan keluarga (Kartani, 1993 ;
Yulmardi, 1995). Upah/gaji sebagai imbalan dan hasil kerja para lanjut usia
tidaklah tinggi. Data hasil Sensus Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 1996
memperlihatkan bahwa upah yang diterima orang lanjut usia antara Rp.50.000,-
sampai dengan Rp. 300.000,- per bulan (Winakartakusuma,2000). Di perkotaan
upah/gaji para lanjut usia yang bekerja relatif lebih tinggi daripada di pedesaan.
Namun hal ini tidak berarti lanjut usia perkotaan lebih sejahtera daripada
lanjut usia pedesaan. Adanya upah lanjut usia yang sangat minim jika tidak
ditunjang dengan dukungan finansial dan pihak lain baik anggota keluarga
maupun orang lain tidak dapat benharap bahwa lanjut usia tersebut akan hidup
dalam kondisi yang menguntungkan. Tingkat pendidikan lanjut usia pada
umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja
sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sedarmayanti
(2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan
18
mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan meningkatkan
pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan Nasional.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang
mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis,
kelemahan fisik. Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun bekerja
sudah tidak efektif lagi ditinjau dan proses dan hasilnya.
2. Kesempatan Kerja
Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan
sesuatu (Sumaijo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan
penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat
tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi
makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi
kebutuhannya yang lain. Saat ini ternyata diantara lanjut usia banyak yang tidak
bekerja. Tingkat pengangguran lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu
2,2%. Dengan makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan
pengangguran lanjut usia akan semakin banyak.
Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di pendesaan daripada di kota.
Lanjut usia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam bidang pertanian.
Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan yaitu 38,4%
sedangkan yang bekerja disektor pertanian 27,0% , sisanya berada disektor jasa
17,3%, industni 9,3% angkutan 3,3%, bangunan 2,8% dan sektor lainnya relatif
kecil 1%. Seringkali mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit
19
kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan
sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang dimiliki
lanjut usia tidak lagi terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam
kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkelanjutan.
Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-menerus hanya
berlaku bagi orang-orang muda. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya lanjut usia
bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak orang lanjut usia yang tidak bekerja
meskipun tenaganya masih kuat dan mereka masih berkeinginan untuk bekerja.
Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut usia
(Hurlock, 1994) : (1) Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar
industri/perusahaan mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka
tidak mau lag merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu,
tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika
personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka pada lanjut usia sulit
mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial . Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah
tua mudah kena kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan
teknik-teknik moderm merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk
mempekerjakan orang lanjut usia (4) Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi
usaha suram maka lanjut usia yang pertama kali harus diberhentikan dan
kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah
membaik.
20
c) Fakior Hubungan Sosial
Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia
dengan keluarga, teman sebaya usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam
hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam
kehidupan sehari-hari.
1. Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia
Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya
pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang
biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari.
Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya sekampung sudah lebih dahulu
meninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan
masyarakat yang relatif benusia muda . Pada umumnya hubungan sosial yang
dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran
sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya
berasal dad hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul
dari perilaku orang lain.
Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun dapat menimbulkan
kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya,
karena pengalaman-pengalaman tadi dapat dikomunikasikan dengan orang lain.
Menurut Sri Tresnaningtyas Gulardi (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi
bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial:
(1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai
melalui interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan untuk
21
memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak dicapai dapat
berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dan hubungan itu sendiri, atau dapat
berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi suatu imbalan lain dan
tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri,
Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh
perilaku orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan
kesenangan disatu pihak dan ketidaksenangan di pihak lain. Lebih lanjut
dikatakan oleh Soerjono Soekamto (1997) bahwa interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:
(1) Adanya kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak
sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya.
(2) Adanya komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari
dilakukan akan tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai
contoh salah paham merupakan hasil dan komunikasi yang tidak efektif dan
sering terjadi. Berkomunikasi dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih
sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia memiliki ciri yang khusus dalam
perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang menyebabkan kesulitan
berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik dan penyebab psikis.
Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang sehingga orang
lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan. Secara psikis,
orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia menjadi
seorang yang Iebih sensitif, mudah tersinggung sehingga sering
menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simultif/merangsang
22
lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap
aktif dan terarah.
2) Tradisi di Indonesia
Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan.
Mereka cukup aman karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih
merupakan jaminan yang baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni
orang tua yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih
berlaku, memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada orang tua
sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih kecil.. Para usia lanjut
mempunyai peranan yang menonjol sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan
berpengalaman, pembuat keputusan, dan kaya pengetahuan. Mereka sering
berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun sebetulnya banyak diantara
mereka tidak mempunyai pendidikan formal. Pengalaman hidup lanjut usia
merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat menjadi panutan bagi
kesinanibungan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Walaupun sangat sulit
untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang dimiliki orang lanjut
usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para generasi
penerus mereka (Yasa, 1999). Salah satu produktivitas budaya yang dimiliki
lanjut usia adalah sikap suka memberi . Memberi adalah suatu bentuk kotnunikasi
manusia. Dengan hubungan itu manusia memberikan arti kepada dirinya, dan juga
kepada sesamanya (Sumarjo, 1997). Dasar perbuatan memberi adalah cinta kasih ,
perhatian, pengenalan, dan simpati terhadap sesama. Itu berarti seseorang perduli
23
kepada orang lain dan ingin menolong orang lain untuk mengembangkan dirinya.
Lanjut usia dapat memberi kepada orang lain/generasi muda dalam wujud
pengetahuan, pikiran, tenaga perbuatan, selain memberikan apa yang dimiliki
12. Pola Tempat Tngga1
Secara umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang
telah menikah (Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal
dengan anaknya menunjukican masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua
merupakan tanggungjawab anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga
Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap
400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dan 329 pria dan 71 wanita,
menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendini
(1,5%), diikuti oleh yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu
(5,0%), tinggal dengan suam/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami, istri
dan menantu (19,5%), dan penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya
ada 18,8%. Hasil temuan Yulmardi (1995) juga menunjukkan bahwa masyarakat
lanjut usia di Sumatera , khususnya di pinggiran kota Jambi sebagian besar tinggal
dalam keluarga luas. Menurut Rudkin (1993) penduduk lanjut usia yang hidup
sendiri secara umum memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dibanding
dengan lanjut usia yang tinggal dengan keluarganya.
24
3. Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Bagi lanjut usia, keluarga merupakan sumber kepuasaan. Data awal yang
diambil oleh peneliti terhadap lanjut usia berusia 50, 60 dan 70 tahun di kelurahan
Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di tengah-tengah keluarga.
Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lanjut usia merasa bahwa
kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek,
dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya fonnal, gaya
bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, dimana setiap
gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing. Akan tetapi keluarga
dapat menjadi frustasi bagi orang lanjut usia.
Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan
anak atau cucu dimana perbedaan faktor generasi memegang peranan Sistem
pendukung lanjut usia ada tiga komponen menurut Joseph. J Gallo ( 1998 ), yaitu
jaringan-jaringan informal, system pendukung formal dan dukungan-dukungan
semiformal. Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan.
Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-
program medikasi dan kesejahteraan sosial. Dukungan-dukungan semi formal
meliputi bantuan-bantuan dan interaksi yang disediakan oleh organisasi
lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian, gereja, atau perkumpulan
warga lansia setempat. Sumber-sumber dukungan-dukungan informal biasanya
dipilih oleh lanjut usia sendiri.
Seringkali berdasar pada hubungan yang telah terjalin sekian lama. Sistem
pendukung formal terdiri dan program Keamanan Sosial, badan medis, dan
25
Yayasan Sosial. Program mi berperan penting dalam ekonomi serta kesejahteraan
sosial lanjut usia, khususnya dalam gerakan masyarakat industri, dimana anak-
anak bergerak menjauh dan orangtua mereka. Kelompok-kelompok pendukung
semiformal, seperti kelompok-kelompok pengajian, kelompokkelompok gereja,
organisasi lingkungan sekitar, klub-klub dan pusat perkumpulan warga senior
setempat merupakan sumber-sumber dukungan sosial yang penting bagi lanjut
usia. Lanjut usia hams mengambil langkah awal untuk mengikuti sumber-sumber
dukungan di atas. Dorongan, semangat atau bantuan dati anggota-anggota
keluarga, masyarakat, sangat dibutuhkan oleh lanjut usia. Jenis-jenis bantuan
informal, formal, dan semiformal apa sajakah yang tersedia bagi lanjut usia yang
terkait pada masa lampaunya.
4. Kemandirian
Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurmmya
fungsi luhur !pikun atau mengidap berbagai penyakit . Ketergantungan lanjut usia
yang tinggal di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita
(Herwanto 2002). Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat
membantu atau merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita
sesuai dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak
adanya unsur “sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia
tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka mengharapkan
bantuan dan kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti
werdha Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandinian tertinggi adalah
26
pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatamiya cukup prima. Dan aspek
sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala
macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak
memiliki anak. Tingginya tingkat kemandini an mereka diantaranya karena orang
lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan
dengan pemenuhan hayat hidupnya Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat
dan kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat
dikeniukakan hasil kelompok ahli dan WHO pada tahun 1959
( Hardywinoto :1999) yang menyatakan bahwa mental yang sehat/ mental health
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan
kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk
(2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya
(3) Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima
(4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
(5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan
(6) Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan
(7) Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif
(8) Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dani kualitas
hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dani kemampuan melakukan
27
aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (Al(S) menurut
Setiati (2000) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar
meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air
besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang
komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan
uang. Salah satu kniteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dininya
(selfactualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada
lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensipotensi
mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun
kriteria orang yang mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai:
(1) kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau
frustasi
(2) kemampuan mempertahankan ketenanganjiwa
(3) kadar arah yang tinggi
(4) agen yang merdeka
(6) aktif
(5) bertanggung jawab.
Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari din dani penghormatan,
status, prestise dan populanitas kepuasan yang berasal dan luar diri mereka
anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan din. Poerwadi
mengartikan mandini adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendini
(2001: 34). ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap
mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau tergantung
28
kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan
hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.
29
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
30
Peran Serta Keluarga
1. Pemenuhan kebutuhan materiil, makan, minum dll.
2. Perhatian terhadap kesehatan
3. Kebutuhan spiritual
Kesehatan Lansia
BAB IV
METODE PENELITLAN
A. Jenis Sumber Data
Desain atau raneangan dalam penelitian ini berdasarkan penyuluhan
kepada masyarakat terutama para lansia karena penelitian ini bermaksud untuk
mengetahui betapa pentingnya keluarga bagi para lansia dan untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kehidupan para lansia.
Berdasarkan sumbernya data di kelompokkan menjadi data primer dan data
sekunder.
(1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan sumbernya, yang
diamati dan dicatat secara langsung, Pengambilan data primer diperoleh
dengan wawaneara kepada masyarakat Desa Terung Kulon terutama
keluarga atau para lansia untuk kepentingan penelitian ini.
(2) Data sekunder adalah jenis data yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti yang diperoleh melalui literature-literatur, jurnal-jumal penelitian
terdahulu, majalah maupun data dokunien yang sekiranya diperlukan untuk
penelitian ini.
B. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian di Desa Terung Kulon. Agar pembahasan penelitian
tidak mengarah pada hal yang lebih luas, dan diharapkan sesuai dengan maksud
dan tujuan penulisan:
31
1. Karena jumlah para lansia dan keluarga sangat banyak dan tidak terukur, maka
pengumpulan sampel penelitian dilakukan pada bulan September – Oktober.
Dan penelitian tersebut dengan jumlah responden sebanyak 35 orang.
2. Peribahasan dibatasi pada lingkup tertentu yaitu pada keluarga bukan pada
suatu organisasi tertentu.
32
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : http://id.shovoong.com/social-sciences/sociology/21847452-pengertian-
lanjut-usia/#ixzz28mx4DXQH
Arfene Supraja , A.Aziz Alimul Hidayat , Siti Aisyah. 2010, Hubungan Antara Peran Keluarga
Dengan Kemampuan Adl (Activity Daily Living) Pada Lansia Di Kelurahan Mojo Kecamatan
Gubeng Surabaya. Mahasiswa S1 Keperawatan,fakultas ilmu kesehatan UM surabaya
http://apps.um-surabaya.ac.id/jurnal/files/disk1/1/umsurabaya-1912-arfenesupr-21-1-
hubungan-a.pdf
Andi Mahardika Putra, A.Aziz Alimul Hidayat, Siti Aisyah. 2010. Hubungan Peran Keluarga
Dalam Perawatan Kesehatan Terhadap Status Kesehatan Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mojo Kecamatan Gubeng Surabaya. Mahasiswa SI Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan UMSurabaya.
http://apps.um-surabaya.ac.id/jurnal/files/disk1/1/umsurabaya-1912-andimahard-20-1-
hubungan-a.pdf
33
PENGARUH PERAN SERTA KELUARGA
TERHADAP KESEHATAN LANSIA
Oleh :
Nama : Hendra A.R
NPM : 10700014
Kelas : 2010 B
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2013
34