BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang
ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit TB paru bila
tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti :
Pleuritis, Efusi Pleura, Empiema, Laryngitis dan TB usus.
Tuberkulosis adalah penyakit akibat kuman Mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru-paru, biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2004). Kuman ini mempunyai berbagai jenis spesies sesuai
dengan tempat kuman tersebut ditemukan. Penyebab tuberkulosis terbanyak
pada manusia adalah tipe humane, sedangkan tipe bovine secara alami
bersifat parasit terhadap sapi atau infeksi pada manusia terjadi melalui
makanan, susu dan produk yang tercemar (Dharmojono, 2001 :136).
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia sejauh ini terus bertambah, Asia
termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia.
Setiap 30 detik ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyait ini.
Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi berada di Asia,
1
diantaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari
lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007).
Di Indonesia angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun
atau 8 % dari korban meninggal di seluruh dunia. Jumlah penderita TB di
Indonesia merupakan ketiga besar di dunia setelah India dan China.
Tuberkulosis paru dapat bersifat akut dan mungkin menjadi kronik yang
dapat menyebabkan anemia. Hemoglobin merupakan protein yang
terkandung dalam sel darah merah. Fungsi hemoglobin adalah mengangkut
oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa karbondioksida dari
jaringan ke paru-paru (Hoffbrand, 1996 :41). Kadar hemoglobin dapat
ditentukan dengan cara visual dan fotoelektrik, cara yang banyak dipakai di
laboratorium klinik adalah yang dikenal dengan metode Sianmethemoglobin.
Dengan cara ini akan didapat kadar hemoglobin yang lebih akurat dari pada
cara visual. Kesalahan yang mungkin terjadi dengan menggunakan metode
ini berkisar 2%. Nilai normal kadar hemoglobin adalah : Wanita 11-16 gr/dl,
pria 13-18 gr/dl, bayi 14-23 gr/dl (Buku panduan praktikum hematologi).
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas dirumuskan identifikasi masalah, yaitu :
1. Di Indonesia penyakit tuberkulosis paru merupakan penyait infeksi urutan
ketiga besar di dunia
2. Tuberkulosis merupakan penyakit akut dan mungkin bisa menjadi kronik
2
3. Tuberkulosis kronik dapat mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin
(Hb)
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, masalah yang akan dibahas hanya membatasi
pada pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) pad penderita tuberkulosis paru
di ......
D. Perumusan Masalah
Pada penelitian ini yang akan disampaikan adalah :Bagaimana
gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada penderita tuberkulosis paru di .....
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar hemoglobin pada
penderita tuberkulosis paru.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kadar
hemoglobin pada penderita tuberkulosis paru di ....
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Tuberkulosis
a. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberulosis. Penyakit ini dinamakan tuberkulosis karena
terbentuk nodul yang khas yakni tubercle (Bahar, A., 1990 : 715).
b. Sejarah
Penyakit tuberkulosis sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum
Masehi. Hal ini terbukti dari adanya sisa-sisa penyakit yang didapatkan pada
mummi dari zaman Mesir kuno dan adanya tulisan tentang penyakit ini dalam
Pen Tsao yakni medika China yang sudah berumur 5000 tahun (Bahar, A.,
1990 : 715). Bakteri penyebab tuberkulosis untukpertama kali ditunjukkan
oleh Robert Koch pada tahun 1882. Karena itu bakteri tuberkulosis sering
disebut bakteri Koch atau Mycobacterium tuberculosis. Kemudian Erlich
membuktikan bahwa bakteri tuberkulosis adalah gram positif dan bersifat
tahan asam, sehingga ketika diberikan pewarnaan Ziechl Nielsen akan
berwarna merah (Dharmojono, 2001 : 135).
Sejak tahun 1995, Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru telah
dilaksanakan dengan srategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO. Seiring dengan
4
pembentukan Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
(GERDUNAS TBC), maka Pemberantasan Penyait Tuberkulosis Paru
berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC).
c. Sifat Kuman
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin, dan dapat tahan hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Sifat lain
kuman ini adalah hidup dalam suasana aerob (Bahar, A., 1990 : 715).
Komposisi sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik (Bahar, A., 1990 : 715). Basil tuberkulosis
ini mampu tumbuh dalam biakan sederhana yang mengandung garam
mineral, glukosa atau gliserol sebagai sumber karbon, dengan asam amino
atau protein hydrolysate sebagai sumber nitrogen (Soedarto, 1990 : 17).
Bakteri tuberkulosis paru akan mati oleh pemanasan 100oC selama 5-10
menit atau dalam proses pemanasan sesuatu sampai pada suhu sedang
selama watu tertentu (pasteurisasi), umumnya dengan suhu 60oC selama 30
menit (Dharmojono, 2001 : 135)
d. Penularan dan Patogenesis
Tuberkulosis paru pada manusia dapat dijumpai pada dua bentuk, yaitu :
(Bahar, A., 1990 : 715).
5
1. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuklei dalm udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang bai dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka partikel ini
akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru, kebanyakan partikel ini
akan mati atau dibersinkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea-
bronkial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Kuman ini juga dapat
masuk melalui luka pada kulit atau mukosa, tetapi hal ini sangan jarang
terjadi.
Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru
akan membentuk sarang tuberkulosis. Pneumonia kecil disebut sarang
primer. Sarang primer ini dapat terjadi dimana saja pada bagian paru-paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis
regional + kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
6
a. Sembuh tanpa meninggalkan cacat
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis
fibrotik
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
- Parkontinuitatum, yaitu menyebar ke sekitarnya
- Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru-
paru yang di sampingnya. Dapat juga kuman tertelan bersama
sputum atau ludah sehingga menyebar ke usus
- Secara limfogen, yaitu ke organ tubuh lainnya
- Secara hematogen, yaitu ke organ tubuh lainnya.
2. Tuberkulosis Post Primer
Tuberulosis post primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di daerah atas paru-paru. Sarang ini mula-mula berbentuk
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histosit dan sel-sel Datia-
Langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Virulensi dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi :
a. Direabsorpsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
b. Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan
sebutan jaringan fibrosis
7
c. Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang meng-
hancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan
keju dibatukkan keluar maka akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-
mula berdinding tipis, kemuadian menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dakam jumlah besar, sehingga menjadi sklerotik.
e. Gejala-gejala klinis
Gejala-gejala klinis (Bahar, A., 717-718) adalah sebagai berikut :
Keluhan yang dirasakan oleh penderita tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau tanpa keluhan sama sekali. Keluhan terbanyak berupa :
a. Demam
Serangan demam yang pertama dapat sembuh kembali, panas
badan dapat mencapai 40-41oC menyerupai demam influenza, dan
penderita seakan tidak terbebas dari serangan ini. Keadaan seperti ini
sangat dipengaruhi dengan daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk
Batuk yang berlangsung lama yaitu lebih dari 4 minggu harus
dicurigai, kemungkinan tuberkulosis paru-paru. Pada tuberkulosis paru
batuk biasanya mulai ringan, akan tetapi makin lama main hebat.
c. Sesak Nafas
8
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak nafas. Hal ini
hanya akan ditemukan pada penyait yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah ke pluera, sehingga
menimbulkan plueritis.
e. Maleise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang menahun. Gejala maleise
sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat
badan menurun, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala
maleise ini makin lama makin berat dan timbul secara tidak teratur.
2. Hemoglobin
a. Fungsi dan Struktur Hemoglobin
Hemoglobin di dalam eritrosit berfungsi untuk membawa oksigen dari
paru-paru ke jaringan tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan
ke paru-paruuntuk dibuang ke luar tubuh (Hoffbrand, 1996 : 8).
Hemoglobin tersusun dari heme dan globin. Haem merupakan molekul
yang tersusun dari 4 cincin pirol yang dihubungkan denganjembatan
metilan dan ditengahnya terdapat sebuah atom Fe yang membentuk ikatan
N dan globin. Sedangkan globin merupakan protein yang tersusun dari 4
9
rantai polipeptida, 2 rantai adalah rantai alpha dan 2 rantai lainnya adalah
non alpha.
Gambar 1. Struktur Heme (Hoffbrand, 1996)
b. Pembentukan Hemoglobin
Proses pembentukan hemoglobin sampai menjadi lengkap melalui tiga
tahapan, yaitu : pembentukan haem globin dan penggabungan heme dan
globin.
Pembentukan heme terutama terjadi di mitokondria, prosesnya bermula
dari penggabungan glisin dan suksinil Ko-A di dlam organ hematopoetik
membentuk asam amino ketoadipat dan kemudian amino levulinat
dihasilkan di bawah pengaruh ALA sintase yang merupakan enzim
pengatur kecepatan produksi heme. Molekul ALA berkondensasi
membentuk porfobilinogen. Molekul porfobilinogen bergabung membentuk
10
komponen porfirin dan uroporfirinogen. Uroporfirinogen merupakan
prekursor seri porfirin yang kemudian diubah menjadi bentuk
koproporfirinogen yang kemudian melalui protoporfirinogen menjadi
protorpofirin yang mengikat besi menjadi heme. (Hoffbrand, 1996 : 8)
Suksinil Glisin
Asam δ-aminolevulinat
Porfobilinogen
Uroporfirin III Uroporfirinogen III Uroporfirinogen I Uroporfirin I
Koproporfirin III Koproporfirinogen III Kopropofirinogen I Koproporfirin I
Protoporfirin IX
Besi
Hem
Globin
Hemoglobin
Globin
Hematin
Besi
Biliverdin
Bilirubin
Bilirubin Terkonjugasi
Urobilinogen dst Urobilin dst
Gambar 2. Katabolisme Hemoglobin (Baron, 1995 : 141)
Globin dibentuk dari rantai polipeptida di ribosom yang diatur oleh DNA.
Sifat yang ditentukan oleh DNA akan diteruskan oleh messenger RNA
melalui membran inti ke dalam ribosom yang terdapat dalam sitoplasma.
Di dalam sitoplasma asam amino diikat oleh transfer RNA yang kemudian
11
menyusun diri membentuk rantai polipeptida. Rantai polipeptida yang
terbentuk akan menjadi molekul globin yang kemudian akan bergabung
dengan molekul heme menjadi hemoglobin. (Hoffbrand, 1996 :8)
c. Hubungan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan tuberkulosis
Tuberulosis paru adalah infeksi menahun yang umumnya menimbulkan
tanda-tanda dan gejala yang bervariasi pada masing-masing penderita.
Penyebaran kuman tuberulosis dapat melalui lesi yang meluas. Aliran limfe
(limfogen), melalui aliran darah (hematogen) yang dapat menimbulkan lesi
tuberkulosis diberbagai organ, antara lain : pluera, selaput otak, ginjal dan
tulang. (Junaedi, P. A. S., 1992 : 212)
Tuberkulosis paru merupakan penyait radang kronis, keadaan ini
biasanya dapat mengakibatkan terjadinya anemia. (Hoffbrand, 1996 : 41)
Hemoglobin merupakan protein yang terkandung dalam sel darah
merah yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru.
(Hoffbrand, 1996 : 8)
Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan-jaringan melalui 2
jalan, yaitu secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia yang
berkaitan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (Hbo2). Hubungan
yang berkaitan dengan transpor oksihemoglobin yaitu satu gram
hemoglobin dapat meningkat 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah pria dewasa berkisar sekitar 15 gram
12
per 100 ml, maka 100 ml darah dapat mengangkut (15 X 1,34 = 20,1) 20,1
mloksigen kalau darah jenuh sekali. Akan tetapi apabila darah yang
teroksigenisasi dan meninggalkan kapiler paru-paru ini mendapatkan
sedikit tambahan darah vena campuran dari sirkulasi bronkial. Proses
pengenceran ini menjadi penyebab sehingga darah meninggalkan paru-
paru hanya jenuh 97% dan 19,5% volume diangkut ke jaringan. (Prince, A.
A., 1995 : 656)
3. Diagnosa Laboratorium
A. Tes Laboratorium
Menurut Bahar (1990 : 719) Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan pada penderita tuberkulosis paru adalah dengan
pemeriksaan :
1. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya
kuman BTA diagnosis dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
sudah diberikan. Pemeriksaan sputum yang benar sangat penting untuk
mendapatkan hasil optimal. Pada pemeriksaan pertama sebaiknya tiga
kali pemeriksaan sputum. Uji resistensi perlu dilakukan apabila diduga
terdapat resistensi terhadap pengobatan.
13
2. Darah
a. Hemoglobin
Kadar hemoglobin ditemukan menurun terutama pada penderita
dengan batuk masif dan akut maupun batuk darah yang berulang kali
dalam waktu yang lama.
b. Leukosit
Leukosit yang berkisaran antara 15.000-17.000/mm3 menunjukkan
fase yang akut pada penderita tuberkulosis paru.
c. Laju Endap Darah
LED meningkat pada berbagai keadaan termasuk tuberkulosis paru-
paru, dan akan turun perlahan-lahan sampai menjadi normal kembali.
Jadi pemeriksaan LED penting sekali untuk menentukan keadaan
perjalanan penyait.
14
4. Kerangka Berfikir
15
Pasien dengan Diagnosa Tuberkulosis Paru
BTA +
Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Kadar Hemoglobin ?
BTA -
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Definisi Operasional Variabel
a. Hemoglobin
Sel darah merah adalah sel yang terbanyak di dalam darah. Karena sel
ini mengandung senyawa yang berwarna merah, yaitu hemoglobin. Untuk
mengukur kadar hemoglobin menggunakan Spektrofotometer dengan
satuan gr/dl, dan nilai normal 11-16 gr/dl untuk wanita, dan 13-18 gr/dl
untuk pria.
b. Penderita Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
tahan asam Mycobacterium tuberculosis.
Penderita tuberkulosis adalah pasien yang dinyatakan terinfeksi
tuberkulosis paru oleh dokter dan sesuai dengan hasil pemeriksaan
mikroskopis BTA positif dan sebagai penunjang dilakukan pemeriksaan
darah lengkap di laboratorium.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit....................
16
3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pasien yang memeriksakan tuberkulosis
paru di Rumah Sakit.................. dan sampel yang digunakan adalah data
hasil pemeriksaan penderita tuberkulosis BTA positif yang berada di
Rumah Sakit..............
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut :
a. Mendata penderita jumlah pasien penderita tuberkulosis paru dengan buku
jurnal di laboratorium.
b. Mengambil data dan melakukan pencatatan terhadap penderita
tuberkulosis BTA positif dan memeriksa kadar hemoglobin.
c. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif.
5. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dihitung dengan prosentase :
Prosentase (%) = X x 100
X : Kadar hemoglobin
N :Jumlah pasien
6. Instrumen Penelitian
a. Bahan
17
1. Darah EDTA
2. Sputum (Dahak)
3. Pewarnaan
4. Alkohol 30%
5. Larutan Carbol Fuchsin
6. Asam Alkohol
7. Methylene blue
b. Alat
1. Spektrofotometer
2. Spuit
3. Kaca benda
4. Ose
5. Bunsen
c. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Mikrobiologi
a. Pewarnaan Sediaan dengan Metode Ziehl Neelsen
Prinsip : Dengan pewarnaan ini pori-pori lipid pada bakteri akan
melebur sehingga zat warna dapat masuk ke dalam tubuh kuman. Bila
preparat dingin, zat warna tidak dapat terlepas kembali walaupun
dipengaruhi oleh asam, sehingga kuman yang tidak tahan asam akan
mengambil zat warna ke-2 pada pewarnaan berikutnya. Basil tahan
18
asam berwarna merah, sedangkan basil tidak tahan asam berwarna
biru.
b. Cara Pembuatan Preparat
1. Kaca benda dibersihkan dengan alkohol 70% sehingga bebas
lemak dan kotoran
2. Kaca benda diberi label dan diberi nama, no.lab, dan pemeriksaan
BTA
3. Pembuatan koiling harus selalu aseptik. Koiling harus rata dan
membentuk oval
4. Preparat dibiarkan kering di udara, setelah kering dilewatkan di
atas nyala bunsen 2-3 kali
5. Setelah kering dilakukan pewarnaan
c. Cara pewarnaan
- Preparat diletakkan di atas jembatan pewarnaan, teteskan larutan
carbol fuchsin pada hapusan dahak sampai menutupi seluruh
permukaan sputum
- Dipanaskan dengan nyala api spirtus sampai keluar uap. Zat
warna tidak boleh mendidih, dibilas dengan air mengalir.
- Preparat diteteskan dengan alkohol 30% sampai zat warna carbol
fuchsin hilang. Kemudian dibilas dengan air mengalir.
- Diteteskan larutan methylen blue sampai menutupi permukaan
selama 10-20 detik. Kemudian dibilas dengan air mengalir
19
- Dikeringan sediaan di udara terbuka
- Preparat dibaca di bawah mikroskop pembesaran 100 X
menggunakan minyak imersi.
Pembacaan hasil BTA berdasarkan IUATLD (Internasional Union
Againts Tuberculosis Lung Diseases) sebagai berkiut :
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang = Negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA per 100 lapang pandang = ditulis jumlah yang
ditemukan
c. Ditemukan 10-99 BTA per 100 lapang pandang = +1 (+)
d. Ditemukan 1-10 BTA per satu lapang pandang = +2 (++)
e. Ditemukan >10 BTA per satu lapang pandang = +3 (+++)
2. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi menggunakan spektrofotometer
- Dihidupkan alat dan diatur absorbansinya pada angka 0
- Dilakukan pengukuran blanko terlebih dahulu
- Sampel pasien dimasukkan ke dalam cuvet, setelah itu ukur
serapannya
- Hasilnya dicatat.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A., Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman (Ed), Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1990.
Baron, D. N., Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi IV, Alih bahasa Petrus
Andrianto, EGC, Jakarta, 1995.
Dharmojono, H., Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia, Jakarta, 2001.
Hoffbrand, A. V., dan J. E. Pettit., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi II, Alih
bahasa Iyan Darmawan. EGC. Jakarta. 1996
Soemasto, S. A., Kapita Selekta Kedokteran, Media Asculapius FKUI,
Jakarta, 2000.
21