HASIL SURVEI ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA FOGGING NYAMUK DI PEMUKIMAN PADAT
PENDUDUK BUMI TAMALANREA PERMAI MAKASSAR
I. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai negara paling sering kena wabah Demam Berdarah.
Menurut catatan WHO, Indonesia tergolong wilayah dengan kasus wabah dengan
frekuensi dan tingkat kematian tinggi, yakni dengan 58065 kasus dan 504 meninggal
pada tahun 2011, seperti tercantum dalam Report of The Eighth Meeting of The
Global Collaboration for Development of Pesticides For Public Health, yang dirilis
oleh WHO pada tahun 2012. Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang terkena
virus Dengue yaitu pada tahun 1968. Tidak heran jika negeri ini masuk dalam peta
versi DengueMap, yang dirilis oleh jaringan kolaborasi antar rumah sakit di dunia.1
Fogging bertujuan untuk mematikan nyamuk dewasa, setidaknya nyamuk
yang sudah bisa mengudara. Bukan telur atau jentiknya, yang pada saat yang sama
mungkin bersemayam aman di menara air atau genangan air yang tidak bisa ditembus
asap. Fogging menjadi opsi terakhir ketika wabah deman berdarah terjadi di satu
wilayah. Tindakan kuratif terhadap lingkungan yang banyak nyamuk, yang patut
diduga sebagai vector atau pembawa virus yang bisa membuat manusia menderita.
Kata WHO: “Space spraying of insecticides (fogging) should not be used except in an
epidemic situation”. Prosedur standar pun diberlakukan, sebelum dan sesudah
tindakan fogging, termasuk spesifikasi dan kalibrasi alat penyemprot.1
Kesehatan tenaga kerja dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas dari
pekerja itu sendiri. Oleh sebab itu, isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini
bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga
harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan.2
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan
dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Pada saat ini keselamatan
dan kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi
kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.
Hubungan antara kesehatan dengan produktivitas adalah seorang tenaga kerja yang
sakit biasanya kehilangan produktivitasnya secara nyata, bahkan tingkat
produktivitasnya sering menjadi nihil sama sekali. 2
Pekerja fogging dalam berbagai kegiatannya mendapatkan berbagai paparan
zat-zat yang terkandung dalam bahan fogging yang dapat membahayakan kesehatan
dan keselamatan kerja. Salah satu bagian pekerja yang khusus bertindak sebagai
pekerja fogging adalah mendapatkan ancaman untuk terpapar zat kimia yang
mengandung zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan.3
Selain itu, masalah ergonomi juga mendapat perhatian penting pada pekerja-
pekerja fogging. Faktor ergonomi salah satunya adalah sikap tubuh dalam bekerja,
dimana sikap tubuh dalam bekerja sebagai pekerja fogging sering berubah-
ubah,dikarenakan beban yang dibawah. Sikap sedikit menjongkok sampai duduk yang
keliru menyebabkan keluhan pada punggung, sebab tekanan pada tulang belakang
akan meningkat saat duduk dibanding saat berdiri. Sedangkan bekerja dengan posisi
berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai
cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran
sepatu yang tidak sesuai. 3-5
II. TUJUAN SURVEI
A. Tujuan Umum
Tujuan umum survei ini adalah untuk mengetahui aspek Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) pekerja fogging pembunuh nyamuk di pemukiman padat
penduduk BTP
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mendapatkan informasi tentang hazard umum pada pekerja fogging
pembunuh nyamuk.
2. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja fogging pembunuh nyamuk.
3. Untuk mengetahui tentang alat pelindung diri yang digunakan pekerja
fogging pembunuh nyamuk.
4. Untuk mengetahui adanya rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja
di tempat kerja
5. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan dan upaya pengobatan yang
pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala
khusus).
6. Untuk mengetahui mengetahui tentang peraturan pimpinan tentang k3
ditempat kerja.
7. Untuk mengetahui keluhan/penyakit yang dialami yang berhubungan
dengan pekerjaan pada petugas fogging pembunuh nyamuk.
8. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya ada
penyuluhan/pelatihan dan pengukuran/ pemantauan lingkungan tentang
hazard yang pernah dilakukan.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Faktor Hazard yang Dialami Pekerja Fogging pembunuh nyamuk.
Penyakit akibat kerja mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor
pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor lainnya dalam
berkembangnya suatu penyakit yang memiliki faktor resiko (hazard) yang kompleks.
Faktor resiko (hazard) yang dapat berperan sebagai penyebab penyakit pada pekerja
fogging dapat terbagi atas beberapa golongan, yakni:(4)
- Golongan fisik berupa tingkat kebisingan, radiasi, suhu yang ekstrim, dan
vibrasi dari alat yang ada di tempat kerja.
- Golongan kimiawi yang terdiri atas semua bahan kimia baik dalam bentuk
debu, uap, gas, ataupun larutan yang terdapat pada lingkungan tempat
kerja.
- Golongan biologik berupa penularan bakteri, virus, jamur, maupun parasit
melalui bahan-bahan penyemprotan yang mengandung mikroorganisme
ataupun penularan dari lingkungan tempat kerja.
- Golongan fisiologik (ergonomik) berupa desain tempat kerja dan beban
kerja.
- Golongan psikososial meliputi stres psikis akibat tekanan mandor atau
pemilik perusahaan/instansi, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan yang
harus selesai memenuhi target yang telah ditentukan, dan sebagainya.
Pada survei ini, kita akan meninjau aspek kimiawi yang dikaitkan dengan
paparan debu dan zat-zat kimia yang terkandung dalam bahan penyemprotan fogging
sebagai bahan utama yang digunakan para pekerja fogging selama menjalani
pekerjaannya.
Berikut tabel tentang zat kimia yang terkandung pada bahan fogging
nyamuk/insektisida:
Tabel 1. zat kimia yang terkandung pada bahan fogging nyamuk/insektisida1
Klasifikasi bahaya bahan aktif atau Active Ingredient (Ai) pada standar WHO
adalah: “Class II, moderately hazardous; class III, slightly hazardous; class U,
unlikely to pose an acute hazard in normal use”. Itulah mengapa dosis insectisida
pada fogging termasuk faktor yang tertuang dalam standar prosedur. Selain bertujuan
mematikan nyamuk secara efektif – jangan sampai mereka malah kebal- dosis
insektisida perlu dikendalikan agar tidak berdampak negatif pada kesehatan manusia
dan lingkungannya.1
Dalam program pemberantasan DBD, racun serangga yang digunakan untuk
fogging adalah golongan organophosporester
insectisida seperti malathion, sumithion, fenithrothion, perslin dan lain-lain. Paling
banyak dan sering digunakan adalah malathion. Dosis yang dipakai untuk malathion
murni adalah 438 gr/hektar. Namun untuk pelaksanaan fogging dengan fog machine
malathion harus diencerkan dengan penambahan solar atau minyak tanah sehingga
menjadi larutan dengan konsentrasi 4-5%.6
Cara pembuatan larutan tersebut dapat dilakukan dengan cara:6
1) 1 liter malathion 96% EC + 19 liter solar = 20 liter malathion 4,8%; atau
2) 1 liter malathion 50% EC + 10 liter solar = 11 liter malathion 4,5 %. Waktu
fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu
jam 09.00 – 11.00.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat untuk
mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat, karena cara
ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa.
Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia, disamping
itu tindakan fogging harganya mahal dan hasilnya tidak begitu signifikan, karena
setiap fogging hanya focus dengan radius 100 meter dan membutuhkan 3 liter
Pestisida dan 60 liter solar dan akhirnya dengan fogging masyarakat menjadi terlena
dan nyamuknya menjadi resisten.6
B. Hubungan Alat yang Digunakan Pekerja Fogging pembunuh nyamuk.
Alat bantu kerja yang digunakan oleh pekerja fogging pada umumnya berupa
masker, pelindung mata,penutup kepala,sarung tangan,sepatu boot ,dan alat fogging.
Alat-alat ini sangat dibutuhkan oleh para pekerja fogging. namun demikian perlu
diketahui bahwa dari alat-alat ini pulalah dapat menimbulkan keluhan atau masalah
kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.
Sebagai contoh, masker sangat dibutuhkan untuk melindungi wajah serta
pernafasan pekerja dari bahan-bahan berbahaya lainnya. Dalam penggunaannya tidak
jarang menimbulkan sesak saat bernafas. Jika para pekerja fogging tidak dapat
mengatur jeda istirahat selang beberapa menit, maka lama kelamaan akan timbul
kelelahan akibat sesak yang dirasakan oleh pekerja.
Contoh yang lain, pelindung mata dapat meringankan pekerja fogging untuk
membuka mata saat sedang melakukan penyemprotan.. Jika tidak menggunakan
pelindung mata saat menyemprot.maka para pekerja dapat membahayakan matanya
terkena paparan zat kimia yang ada didalam alat fogging tersebut. Dan tentunya hal
ini akan menimbulkan keluhan dan penyakit di kemudian hari yang akan menurunkan
efektivitas dan kinerja para pekerja tersebut.
C. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri yang sebaiknya digunakan oleh pekerja fogging adalah
penutup wajah, masker, sarung tangan, sepatu boot, penutup kepala, celemek atau
baju lengan panjang, dan celana yang tebal. Alat-alat tersebut ditujukan untuk
menghindari paparan zat kimia pada para pekerja agar kesehatan pekerja dapat
terjamin dan berdampak pada kualitas kinerja.(5,7)
gambar 1. Alat Pelindung Diri pekerja Fogging1
D. RAMBU-RAMBU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk
membantu melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan pengunjung
yang sedang berada di tempat kerja.
Kegunaan:
1. Menarik perhatian terhadap adanya kesehatan dan keselamatan kerja
2. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat
3. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan.
4. Mengigatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan
perlindungan diri
5. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada.
6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau
perilaku yang tidak diperbolehkan.
Pengelompokan Rambu
Kelompok rambu-rambu dibagi dalam tiga bagian yakni :
1. PERINTAH Berupa : Larangan , kewajiban
2. WASPADA Berupa : Bahaya, Peringatan, perhatian
3. INFORMASI
Petunjuk Pemasangan Rambu:
Rambu-rambu harus terlihat jelas, ditempatkan pada jarak pandang dan
tidak tertutup atau tersembunyi.
Kondisikan rambu-rambu dengan penerangan yang baik. Siapapun yang
berada di area kerja harus bisa membaca rambu dengan mudah dan
mengenali warna keselamatannya.
Pencahayaan juga harus cukup membuat bahaya yang akan ditonjolkan
menjadi terlihat dengan jelas.
Siapapun yang ada di area kerja harus memiliki waktu yang cukup untuk
membaca pesan yang disampaikan dan melakukan tindakan yang
diperlukan untuk menjaga keselamatan.
Posisikan rambu-rambu yang berhubungan bersebelahan, tetapi jangan
menempatkan lebih dari empat rambu dalam area yang sama.
Pisahkan rambu-rambu yang tidak berhubungan.
Pastikan bahwa rambu-rambu pengarah terlihat dari semua arah.
Termasuk panah arah pada rambu keluar disaat arah tidak jelas atau
membinggungkan. Rambu arah arus ditempatkan secara berurutan
sehingga rute yang dilalui selalu jelas.
Rambu-rambu yang di atap harus berjarak 2.2 meter dari lantai.
Adapun jenis rambu dapat berupa :
1. Rambu dengan SimboL
2. Rambu dengan Simbol dan Tulisan
3. Rambu berupa pesan dalam bentuk Tulisan
E. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya Pengobatan Pekerja Di Tempat
Kerja
Pekerja yang mana mempunyai potensi untuk terpapar chemical hazard pada
pekerja fogging sebaiknya dipantau dalam suatu surveilens kesehatan yang sistematis
dalam rangka mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yaitu pencegahan
akibat kronis dan akut yang dapat terjadi karena pekerjaan fogging. Tujuan dari
tinjauan ini yaiutu untuk mengidentifikasi efek biologis dan reversibel sehingga
paparan yang diterima dapat dikurangi bahkan dihilangkan sebelum pekerja
mendapatkan efek yang irreversibel. Kejadian dari penyakit akibat paparan ini atau
keadaan lain yang berakibat pada kesehatan sebaiknya dilakukan peninjauan ulang
dari ukuran preventif (sebagai contoh: kontrol permesinan, kelengkapan peralatan
perseorangan).8
Untuk deteksi dan kontrol dari efek kesehatan dari pekerja fogging maka sebaiknya
dilakukan langkah sebagai berikut:8
- sebelum dipekerjakan sebagai petugas fogging
- secara periodik selama masa tugas
- saat terjadi paparan
- saat diberhentikan atau dipindahtugaskan
Informasi ini seharusnya dikumpulkan dan dianalisa secara sistematik agar dapat
dilakukan deteksi dini dari pola penyakit pada pekerja atau kelompok pekerja.8
F. Keluhan/ Penyakit Pada Pekerja Fogging
Karena terdapat berbagai jenis insektisida dan ada berbagai cara masuk
insektisida kedalam tubuh maka keracunan insektisida dapat terjadi dengan berbagai
cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan
keracunan insektisida adalah (Djojosumarto, 2008) Insektisida dalam bentuk gas
merupakan insektisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang
berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan
tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling
tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan insektisida.9
Insektisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan
mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah
insektisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup.9
1. Keracunan Kronis
Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu
yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk
kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada
beberapa dampak kronis keracunan insektisida, antara lain:9
a. Pada syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar
insektisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi,
perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.9
b. Pada Hati (Liver)
Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia
beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh insektisida apabila terpapar
selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis9
c. Pada Pencernaan
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan
insektisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung
dengan insektisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang
yang menelan insektisida ( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut
dan tubuh secara umum. Insektisida merusak langsung melalui dinding-dinding
perut.9
d. Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis insektisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis insektisida dapat
melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti
tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini
menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.9
e. Pada Sistem Hormon.
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid,
paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh
yang penting. Beberapa insektisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat
menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang
tidak normal pada wanita. Beberapa insektisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid
yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.9
2. Keracunan Akut.
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan insektisida langsung pada saat
dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi insektisida.9
1. Efek akut lokal.
Bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung
dengan insektisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit.9
2. Efek akut sistemik.
Terjadi apabila insektisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu sistem
tubuh. Darah akan membawa insektisida keseluruh bagian tubuh menyebabkan
bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun kasar
dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan
menjadi lemah/cepat (tidak normal).9
G. Upaya Pelaksanaan K3 dengan Penyuluhan, Pelatihan,
Pengukuran/Pemantauan Lingkungan Tentang Hazard
Sebagai pekerja fogging, yang selalu terpapar dengan gas aerosol dan tumpahan
cairan bahan fogging, disertai dengan melakukan gerakan berulang-ulang dan
menggunakan tenaga yang besar, maka seyogyanya setiap pekerja mengetahui dan
mendapat penyuluhan mengenai pengetahuan akan bahaya zat-zat yang terkandung
dalam aerosol fogging terhadap kesehatan dan pelatihan dalam mengelola aktifitas
fisik yang dilakukan berulang-ulang sehingga membuat nyaman dalam bekerja, dapat
mengenal gejala dan tanda penyakit yang dapat timbul akibat pekerjaannya, serta
bagaimana cara mencegah keluhan-keluhan yang dapat ditimbulkan oleh profesinya
sebagai pekerja fogging dalam bagian dari kesehatan dan keselamatan pekerja itu
sendiri.9
H. PERATURAN TENTANG K3 DI TEMPAT KERJA
Dalam hal ini pihak pemerintah Departemen Kesehatan sebagai lembaga
yang bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai
peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin
kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya.UU
Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan
mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan
mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga
kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan
pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU
Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan
undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-
ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang
berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970
adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2)
menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga negara
berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak
menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa
tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan
IV. BAHAN DAN CARA
Adapun bahan yang digunakan adalah :
1. Kuisioner
2. Check list
3. Kamera Digital
Sedangkan cara yang digunakan adalah walk through survey. Data
dikumpulkan dengan menggunakan metode walk through survey. Dalam kedokteran
okupasi, teknik “Walk through survey” yang paling penting adalah mengenali
“occupational health hazards”, yang merupakan suatu langkah dasar yang pertama-
tama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan lingkungan kerja (K3). Untuk
melakukan survei ini, dapat dimulai dengan mengetahui tentang manejemen
perencanaan yang benar, berdiskusi tentang tujuan melakukan survey, dan menerima
keluhan-keluhan baru yang relevan.(10)
Walk through survey atau survey jalan sepintas merupakan teknik utama yang
penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya di lingkungan kerja
yang dapat memberikan efek atau gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan.
Walk Through survey adalah survei untuk mendapatkan informasi yang relatif
sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan
upaya pengumpulan data untuk kepentingan penilaian secara umum dan analisa
sederhana.(10)
Sebelum melakukan walk through survey perlu diperhatikan masalah
kerahasiaan perusahaan (trade secrecy) dan konfidensialitas pekerja. Sebelum
melakukan pemotretan perlu dimintakan ijin terlebih dahulu kepada pimpinan
perusahaan. Ada dua alasan untuk melarang pemotretan : Pertama trade secrecy dan
kedua adalah safety.(10)
Keuntungan dari melakukan survey ini termasuk: (10)
1. Memperoleh satu pandangan umum tentang seluruh operasional
2. Dapat mengidentifikasi kunci dari kebahayaan di area tempat kerja
3. Mengakses keefektifitasan terhadap metode kontrol pada tempat
Tujuan dari survei ini sendiri adalah agar sebagai seorang pakar kesehatan lingkungan
kerja kita dapat: (10)
1. Memahami proses produksi, denah tempat kerja dan lingkungannya secara
umum
2. Mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3.
3. Memahami pekerjaan dan tugas-tugas pekerja
4. Mengantisipasi dan mengenal potensi bahaya yang ada dan mungkin akan
timbul
5. Menginventarisir upaya-upaya K3 yang telah dilakukan mencakup kebijakan
K3, upaya pengendalian, pemenuhan peraturan perundangan dan sebagainya.
Di walk through survey, penulis mencari tahu faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja. Faktor-faktor bahaya/hazard mulai
dari:(10)
1. Faktor fisik seperti bising, getaran, suhu yang ekstrim
2. Faktor kimia seperti debu, asap, serat, gas, cairan
3. Faktor biologi seperti bakteri, jamur, virus
4. Faktor ergonomi seperti sikap tubuh, pergerakan, angkat benda berat, dan lain-
lain
5. Faktor psikososial seperti interaksi dengan rekan kerja, tekanan kerja.
Secara umum survei ini bermula pada pengenalan akan fasilitas manajemen
pada lingkungan kerja itu dan diskusi tentang tujuan survei tersebut sebab
pemahaman yang jelas tentang manejemen pekerja-pekerja serta hubungannya dengan
fasilitas di lingkungan pekerja tersebut sangat penting.(10)
Sebelum survei, terlebih dahulu ada lobi dengan manajemen perusahan
tentang rencana survei guna menerangkan maksud dan tujuan survei sehingga kita
dapat memperoleh dukungan atas pelaksanaan survei tersebut. Setelah itu dapat
dilakukan diskusi untuk mendapatkan informasi riwayat singkat tentang industri atau
rumah sakit tersebut dan proses yang terlibat dalamnya seperti denah perusahaan,
bagaimana pengaturan dan populasi pekerja, kebijakan perusahan atau rumah sakit
tentang K3, tanyakan pula pandangan atau pemahaman pimpinan dan pekerja tentang
K3, gambaran penerapan K3 yang dilakukan di lingkungan pekerja tersebut serta
diskusi menyeluruh tentang masalah-masalah yang pernah timbul di lingkungan kerja
tersebut.(11)
Kunjungan ke lapangan sebaiknya ditemani petugas setempat. Survei tersebut
harus dimulai dari awal proses atau tempat penyimpanan bahan baku atau bahan
mentah yang akan digunakan dalam kegiatan industri. Buatkan dalam daftar periksa
mengenai bahan baku selama proses dengan melihat potensi misalnya label peringatan
tentang komposisi bahan bakunya, debu yang beterbangan, uap atau gas yang tercium,
sumber panas radiasi, temperatur dan kelembaban, kebisingan, dan radiasi
penerangan.(10,11)
Dari sisi pekerja sendiri, pada setiap survei akan proses fogging, pakar
kesehatan lingkungan kerja harus mengobservasi juga prosedur penanganan bahan
yang digunakan dan segala tindakan proteksi diri yang harus digunakan oleh pekerja.
Kemudian meninjau fasilitas yang menunjang kesejahteraan pekerja sendiri seperti
kelengkapan obat-obatan, kondisi sanitasi lingkungan, penyediaan air minum, tempat
sampah dan penerangan, letak sumber bahaya, pola paparannya, serta alat
pengendalian sumber bahaya dan letak alat – alat keselamatnnya.(10)
Jumlah pekerja pada setiap tingkat proses fogging juga harus diperhatikan
dengan data-data yang relevan mengenai jenis kelamin, etnik, ataupun umur yang
mungkin akan memberi efek sensivitas terhadap bahan kimia di lingkungan kerja
tersebut. Jika ada kesempatan pakar kesehatan lingkungan kerja harus berdiskusi
dengan para pekerja secara langsung untuk menerangkan tata cara bekerja misalnya
menyangkut sebab akibat jika tidak menggunakan alat proteksi diri agar pekerja dapat
mengetahui dan mencegah terjadinya bahaya.(10,11)
Survei diakhiri dengan klarifikasi semua informasi yang telah diperoleh
dengan menjelaskan potensi bahaya yang ditemukan, laporan hasil pengamatan,
evaluasi dan berikan saran-saran atau rekomendasi untuk perbaikan.(10)
BAB III
METODE SURVEY
1. BAHAN DAN CARA
1: Kamera digital, untuk mengambil gambar kegiatan
2: Check List, sebagai bahan untuk mengontrol tindakan yang akan dilakukan,
yaitu dengan melihat, mengecek, dan mendata berdasarkan check list.
3: Kuisioner, sebagai alat penelitian, dengan cara menyebarkan atau mendata
sampel yang akan diambil untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja petugas registrasi pasien.
Cara melakukan survey:
Metode walk thrrough survey. Walk Through survey adalah survei
untuk mendapatkan informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam
waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan upaya pengumpulan data untuk
kepentingan penilaian secara umum dan analisa sederhana.
2. JADWAL
Waktu pelaksanaan yaitu 15-20 Juli 2013 dengan agenda sebagai berikut.
No. Tanggal Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
15 Juli 2013
16 Juli 2013
17 Juli 2013
18 Juli 2013
19 Juli 2013
20 Juli 2013
- Melapor ke bagian IKM
- Pengarahan kegiatan
- Membuat intisari tentang walkthrough survey
- Pembuatan Proposal
- Pelaksanaan kegiatan penelitian
- Pelaksanaan kegiatan penelitian
- Pembuatan laporan hasil penelitian
- Presentasi laporan hasil penelitian
3. Hasil Survey
1. Hazard Lingkungan KerjaNo
.Hazard
acceptableKet.
Ya TdkA. Faktor Kebisingan ✔1. alat fogging ✔B. Faktor Pencahayaan
di luar ruangan ✔di dalam ruangan ✔
C. Faktor Temperaturalat fogging ✔
D. Faktor Tekananalat fogging ✔
E. Faktor Vibrasialat fogging ✔
F Faktor Kimia1. aerosol cair ✔2. aerosol sudah menjadi gas ✔G Faktor Biologi1. Lingkungan Kerja (bakteri, parasit) ✔2. Hygene Kurang ✔H Faktor Ergonomi1 berdiri terlalu lama dengan alat fogging ✔2 Sering membungkuk mengambil alat fogging ✔3 Gerakan lengan yg berulang2 ✔I Faktor Psikososial
1. Jadwal kerja ✔2. Hubungan kerja ✔3. Beban Kerja ✔4. Gaji ✔
2. Alat Bantu KerjaNo
.Alat Bantu Kerja
acceptableKet.
Ya Tdk1. alat fogging ✔
3. Alat Pelindung Diriacceptable
No.
Alat Pelindung Diri Ket.ya tidak
1. Masker khusus ✔2. Sarung tangan (glove) ✔3. Baju pelindung tahan cairan ✔4. Sepatu (boot) ✔5. Pelindung kepala (helm) ✔6 kacamata pelindung ✔
4. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya Pengobatan Bila SakitNo
.Pem. Kesehatan dan Upaya Pengobatan
dilakukanKet.
ya tidak1. Pem. kesehatan awal ✔2. Pem. kesehatan berkala ✔3. Pem. kesehatan berkala khusus ✔4. Mendapat pengobatan ✔5. Beli obat/vitamin sendiri ✔
5. Keluhan/ Penyakit Pada Pekerja FoggingNo
.Keluhan/Penyakit
ada gangguanKet.
ya tidak1 gangguan sistem muskuloskleletal (nyeri oto, nyeri sendi, keram-keram) ✔2 gangguan sistem pernafasan (batuk, ISPA, kanker paru) ✔3 gangguan saraf (kelemahan, lumpuh, keram, gangguan kepribadian) ✔2. gangguan sistem hepatobilier (penyakit kuning, nyeri perut kanan atas) ✔4 gangguan sistem pencernaan (sakit perut, muntah, diare) ✔5 gangguan sistem imun (lebih sering sakit demam, flu atau infeksi lain) ✔6 gangguan sitem hormon (kanker tiroid, gondok, gangguan menelan lain) ✔
6. Rambu-Rambu tentang K3 ditempat kerja
no Rambu-rambu tentang penggunaan APDacceptable
Ket.ya tidak
1 Peraturan ✔2 Berhubungan dengan pekerjaan ✔3 Terdapat petugas K3 ✔4 Rambu-rambu tentang penggunaan APD ✔
7. upaya K3 lainnya
no upaya yang dilakukanacceptable
Ket.ya tidak
1 Penyuluhan: ✔
2 Pelatihan: ✔3 Pemantauan hazard/pengukuran ✔4 Rambu-rambu bahaya ✔5 Rambu-rambu evakuasi ✔
8. peraturan pimpinan tentang k3 ditempat kerja.
no upaya yang dilakukanacceptable
Ket.
1 perauturan pimpinan tentang k3 ✔2 pengetahuan tentang k3 oleh pimpinanan ✔3 menjalankan aturan tentang k3 dari pimpinan ✔4 pengetahuan tentang Rambu-rambu tentang penggunaan APD ✔
4. PEMBAHASAN
1. Hazard Lingkungan Kerja
a) Faktor Fisik:
i. Faktor Fisik kebisingan pada pekerja fogging
Hazard fisik kebisingan disebabkan oleh alat fogging yang digunakan
oleh pekerja fogging. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan
akan hazard fisik kebisingan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat
yang digunakan mengeluarkan suara yang teramat kerasa dan berlangsung
cukup lama yaitu selama proses fogging (2-3 jam) bunyi tidak dihalng jika
berpindah rumah namun hanya dikecilkan namun tetap menganggu
pendengaran.
ii. Faktor Fisik pencahayaan pada pekerja fogging
Hazard fisik pencahayaan dipengaruhi oleh lingkungan kerja oleh
pekerja fogging itu sendiri di luar dan di dalam ruangan. Dari hasil survey
didapatkan bahwa pekerja fogging cukup aman dari hazard fisik
pencahayaan yaitu cahaya yang terlau terang atau terlalu redup sebab waktu
kerja dipagi hari dimana matahari belum terik dan di dalam rungan warga
yng disemprot rumahnya menyalakan lampu rumah.
iii. Faktor Fisik temperatur pada pekerja fogging
Hazard fisik temperatur dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan
oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja
fogging rawan akan hazard fisik temperatur akibat alat fogging yang
digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan panas yang cukup tinggi
dibagian mesin dan juga di ujung pipa yang mengeluarkan panas. Panas
langsung dari mesin masih cukup tersalur sebab pakian pelindung pekerja
fogging tidak hanya dan hanya bermodalkan pakaian biasa. Begitu juga
panas tidak langsung dari ujung piupa pengeluaran dan uap fogging masih
menjadi hazard karena temperatur yang tinggi dan berlangsung cukup lama.
iv. Faktor Fisik vibrasi pada pekerja fogging
Hazard fisik vibrasi dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan oleh
pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging
rawan akan hazard fisik vibrasi akibat alat fogging yang digunakan sebab
alat yang digunakan menimbulkan getaran yang kencang dan dirasakan
cukup mengganggu oleh pekerja dan posisinya yang menempel pada
pinggang dan ditopang oleh tangan yang sama selama bekerja.
v. Faktor Fisik tekanan pada pekerja fogging
Hazard fisik tekanan pada pekerja fogging dipengaruhi oleh alat fogging
yang digunakan oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey
didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik tekanan akibat alat
fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan cukup berat dan hanya
ditopang oleh salah satu sisi tubuh dalam waktu yang cukup lama .
b) Faktor Kimia pada pekerja fogging
Hazard Kimia dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan sebagai
bahan utma fogging yaitu cairan aerosol dan bensin dan gas aerosol yang
tersemprot selama bekerja. Dari hasil survey didasapatkan bahwa pekerja
fogging sangat rawan terhadap hazard kimia cair dan gas. Hazard kimia cair
oleh cairan aerosol disebabkan pengisian bahan baku aerosol dan bahan
bakar bensin ke dalam tangki yang dilakukan secara langsung tanpa
mengenakan sarung tangan. Begitu juga hazard gas aerosol disebabkan
karena gas/uap fogging yang tersemprot dalam jumlah sangat banyak,
berlangsung selama bekerja dan lama menghilang namun pekerja hanya
menggunakan masker biasa bukan masker khusus untuk gas beracun.
c) Faktor Biologi pada pekerja fogging
Hazard biologi di pengaruhi oleh lingkungan kerja dan ada tidaknya
bahaya infeksi bakteri, virus, maupun jamur serta parasit. Dari hasil survey
didapatkan bahwa pekerja fogging di BTP akan infeksi bakteri, virus, jamur
maupun parasit diakibatkan alat fogging yang digunakan menurut pengakuan
pekerja itu sendiri jarang dicuci dan hany disimpan digudang.
d) Faktor Ergonomis pada pekerja fogging
Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi pekerja fogging dipengaruhi
oleh gerakan-gerakan selama melakukan fogging. Dari hasil survey
didapatkan bahwa pekerja fogging rawan terhadap hazard ergonomi akibat
berdiri terlalu lama dengan alat fogging dengan posisi alat fogging pada salah
satu sisi terus dan beban yang cukup berat. Pekerja fogging jarang
membungkuk karena pekerjaannya langsung dikerjakan sampai selesai.
Gerakan lengan berulang juga terjadi saat meyemprotkan alat kesegela arah.
e) Faktor psikososial pada pekerja fogging
Hazard psikososial dipengaruhi oleh hubungan antara sesama pekerja
fogging dan masyarakatnya. Semua hal yang terdapat dalam hazard
psikososial ini berkaitan dengan emosional pekerja fogging, sehingga harus
diperhatikan agar tercipta keadaan aman dalam bekerja Dari hasil survey
didapatkan bahwa pekerja fogging terhindar dari hazard psikososial karena
hanya bekerja sendiri, hubungan baik oleh masyarakat, waktu kerja sedikit,
beban kerja tidak banyak namun gaji yang diterima cukup sedikit.
2. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada pekerja fogging yaitu hanya alat fogging. Dari hasil
survei, alat yang digunakan kurang acceptable karena sudah tua dan perawtan
yang bruk sehingga menimbulkan hazard fisik, biologi dan kimi pada pekerja
harusnya bisa diminimalisir atau dihindari.
3. Menggunakan Alat Pelindung Diri Selama Bekerja
Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging menggunakan alat
pelindung diri yang sangat minim dan tidak memadai saat mengerjakan
pekerjaannya. Alat yang digunakan hanya berupa masker selapis disposable
yang biasa digunakan dirumah sakit .Alat pelindung diri yang harusnya
digunakan berupa sarung tangan, pakaian yang tahan cairan, topi, masker
khusus gas beracun, sepatu boot, dan kacamata. Hal ini membuktikan bahwa
kesadaran akan penggunaan alat pelindung diri masih kurang.
4. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya pengobatan Bila Sakit
Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak
melakukan pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala khusus. Pekerja fogging
mendapatkan pengobatan jika terkena penyakit langsung ke puskesmas tempat
bekerjanya namun tidak secara spesifik karena diperiksa dan diobatai secara
umum saja. Pekerja fogging juga jarang membeli vitamin sendiri namun lebih
sering membeli obat sendiri.
5. Keluhan pekerja fogging Selama Melakukan Pekerjaannya
Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging jarang mengalami keluhan
spesifik tentang keracunan isektisida baik secara akut maupun krosis, mereka
lebih cenderung mengalami gangguan muskuloskleletal berupa nyeri lengan
dalam bekerja dan juga gangguan pernafasan berupa batuk akibat banyaknya
uap/gas dari alat fogging, serta debu yang ada dari sekitar tempat kerja mereka
namun hanya memakai masker biasa saja.
6. rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja
Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak
pernah melihat rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak terlihat
juga adanya petugas K3.
7. Peraturan Pimpinan/Pemerintah tentang K3
Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan fogging tidak pernah
mendengar tentang peraturan dari pimpinan/pemerintah untuk merekea
tentang penggunaan alat pelindung diri, mereka bahkan tidak pernah
mendapatkan sosialisasi ataupun pengumuman tentang peraturan dari
pemerintah tersebut
8. Upaya K3 lainnya berupa pelatihan, Pengetahuan dan Penyuluhan
tentang K3 yang Pernah Didapatkan oleh pekerja fogging.
Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging tidak pernah
mendapatkan penyuluhan maupun pengetahuan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja secara resmi. Penyuluhan akan menambah pengetahuan
pekerja fogging khususnya mengenai aspek k3 oleh pekerjaannya. Namun,
pekerja fogging yang telah mendapatkan pengetahuan masih sangatlah kurang,
sehingga masih banyak keluhan-keluhan selama bekerja menjadi pekerja
fogging yang sifatnya diakibatkan oleh ketidaktahuan dan tidak terampil.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hazard lingkungan Kerjaa. Hazard Fisik
Hazard fisik kebisingan, temperatur, penchayaan, tekanan dan vibrasi
dipengaruhi oleh umumnya alat fogging yang digunakanl oleh pekerja
fogging itu sendiri. hazard fisik kebisingan akibat alat fogging yang
digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan suara yang teramat
kerasa dan berlangsung cukup lama.
Pekerja fogging cukup aman dari hazard fisik pencahayaan yaitu cahaya
yang terlau terang atau terlalu redup sebab waktu kerja dipagi hari dimana
matahari belum terik dan di dalam rungan warga yng disemprot rumahnya
menyalakan lampu rumah.
pekerja fogging rawan akan hazard fisik temperatur akibat alat fogging
yang digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan panas yang
cukup tinggi dibagian mesin dan juga di ujung pipa yang mengeluarkan
panas
Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik
vibrasi akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan
menimbulkan getaran yang kencang dan dirasakan cukup mengganggu
Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik
tekanan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan
cukup berat dan hanya ditopang oleh salah satu sisi tubuh dalam waktu
yang cukup lama .
b. Hazard Kimia dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan sebagai bahan
utama fogging yaitu cairan aerosol dan bensin, dan gas aerosol yang
tersemprot selama bekerja. Dari hasil survey didasapatkan bahwa pekerja
fogging sangat rawan terhadap hazard kimia cair dan gas
c. Hazard biologi di pengaruhi oleh lingkungan kerja dan ada tidaknya bahaya
infeksi bakteri, virus, maupun jamur serta parasit. Pekerja Fogging rawan akan
infeksi bakteri, virus, jamur maupun parasit.
d. Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi pekerja fogging dipengaruhi oleh
gerakan-gerakan selama melakukan fogging. Dari hasil survey didapatkan
bahwa pekerja fogging rawan terhadap hazard ergonomi akibat berdiri terlalu
lama dengan alat fogging dengan posisi alat fogging pada salah satu sisi terus
dan beban yang cukup berat
e. Hazard psikososial dipengaruhi oleh hubungan antara sesama pekerja dan
masyarakatnya. bahwa pekerja fogging terhindar dari hazard psikososial
karena hanya bekerja sendiri, hubungan baik oleh masyarakat, waktu kerja
sedikit, beban kerja tidak banyak namun gaji yang diterima cukup sedikit
2. Alat yang digunakan pada pekerja fogging yaitu hanya alat fogging. Dari hasil
survei, alat yang digunakan kurang acceptable karena sudah tua dan perawtan yang
bruk sehingga menimbulkan hazard fisik, biologi dan kimi pada pekerja harusnya
bisa diminimalisir atau dihindari.
3. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging menggunakan alat pelindung diri
yang sangat minim dan tidak memadai saat mengerjakan pekerjaannya. Alat yang
digunakan hanya berupa masker selapis disposable yang biasa digunakan dirumah
sakit.
4. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak melakukan
pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala khusus.
5. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging jarang mengalami keluhan spesifik
tentang keracunan isektisida baik secara akut maupun krosis, mereka lebih
cenderung mengalami gangguan muskuloskleletal berupa nyeri lengan dalam
bekerja dan juga gangguan pernafasan berupa batuk akibat banyaknya uap/gas dari
alat fogging, serta debu yang ada dari sekitar tempat kerja mereka
6. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak pernah
melihat rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak terlihat juga adanya
petugas K3.
7. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan fogging tidak pernah mendengar
tentang peraturan dari pimpinan/pemerintah.
8. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging tidak pernah mendapatkan
penyuluhan maupun pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara
resmi
B. Saran
Menurut survey yang telah dilakukan di tempat kerja pekerja fogging di kompleks
perumahan BTP, masih banyak terdapat kekurangan dalam pengetahuan mengenai
keselamatan kesehatan kerja pada pekerja fogging di BTP. Sarana dan prasarana yang
mendukung untuk meminimalisir adanya keluhan belum tersedia dengan baik dan
sesuai dengan standarnya. Perlu dilakukan juga penyuluhan kesehatan dan
keselamatan kerja, alat pelindung diri serta peningkatan pengetahuan pada pekerja
fogging tentang gangguan kesehatan yang sering terjadi pada pekerja yang mereka
jalani untuk meminimalisir terjadinya keluhan-keluhan dan penyakit akibat kerja pada
pekerja fogging.
1. Hermana, B. Awas Fogging. [Online] 2012 [citied 2013 July 16]. Available
from: URL: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/13/awas-
fogging-454648.html
2. [Online] 2008 [citied 2013 July 9]. Available from: URL:
http://repository.usu.ac.id
3. Sutjana I Dewa Putu. Hambatan Dalam Penerapan K3 dan Ergonomi di
Perusahaan. [Online] 29 Juli 2006 [citied 2013 July 9]. Bagian Fisiologi
Fakultas Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana.
4. Anonim. Serasikan Alat, Cara dan Lingkungan Kerja. [online] 8 agustus
2008 [citied 2013 July 9]. Available from http://www.unmul.ac.id
5. Noor Fitrihana. Upaya Mengurangi Resiko Muskuloskeletal. [online]
[citied 2013 July 9]. Available from URL: http://blog.Lusisusanti .com
6. Firdaus, F. Bahaya dibalik Fogging. 5 Maret 2012. [online] [citied 2013 July
16]. Available from URL:
http://infokesdankonsultasismk3.blogspot.com/2012/03/bahaya-di-balik-
fogging.html
7. Anonim. Musculoskeletal Disorders Prevention Series. Occupational
Health and Safety Council of Ontario (OHSCO). Prevention Guidline.
8. United States Department of Labor. Occupational Safety & Helath
Administration. Published January, 20 1999. [online] [citied 2013 July 16].
Available from URL:
https://www.osha.gov/dts/osta/otm/otm_vi/otm_vi_2.html#6
9. Bima, Estry. Dampak Penggunaan Insektisida bagi Manusia. Maret 2013.
[online] [citied 2013 July 16]. Available from URL: http://blog-
estrybima.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo_19.html
10. Notoatmojo Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Prinsip-Prinsip Dasar
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 1996
11. Buraena, S. (t.thn.). Walk Through Survey (Survei Jalan Sepintas). Makassar:
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
12. Buraena, S. (2004). Program Kesehatan Lingkungan. Dalam Pedoman
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Makassar (hal. 1-5).