BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam tiga
golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa memiliki
sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk
menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara.
Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan
dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan
yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa
suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu
parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam
memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral
memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH
meter.
Dengan penjelasan tersebut di atas penyusun ingin menjelaskan tentang keseimbangan
asam basa setra berbagai macam faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan
asam basa. Serta menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien
dengan gangguan keseimbangan cairan.
1.2 Rumusam Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?
2. Bagaimana pengaturan keseimbangan asam basa ?
3. Apa sajakah gangguan yang terjadi pada keseimbangan asam basa ?
1.3 Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa,
mahasiswa mampu mengetahui apa saja gangguan yang ada pada keseimbangan asam basa,
mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pengaturan yang ada pada keseimbangan asam
basa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pertimbangan Fisiologis
Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen ([H+]) pada cairan
tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Meskipun terbentuk
banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun ([H+]) cairan tubuh tetap rendah. Kadar H+
normal darah arteri adalah 0,00000004 (4 x 10-8) mEq/L atau sekitar 1 persejuta dari kadar Na+.
Meskipun rendah, kadar ([H+]) yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan
normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel.
Perubahan ([H+]) yang relatif kecil dapat sangat mempengaruhi hidup seseorang karena berefek
terhadap enzim sel.
2.2 Skala pH
Peningkatan ([H+]) menyebabkan larutan menjadi bertambah asam, dan penurunannya
menyebabkan larutan menjadi bertambah basa. Nilai pH berbanding terbalik dengan ([H+]).
Apabila ([H+]) meningkat, pH menurun demikian juga sebaliknya. Kadar pH yang rendah berarti
larutan itu lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti larutan itu lebih alkali atau basa.
Nilai pH rata-rata darah atau caiaran ekstra sel (ECF) adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal
pH adalah 7,38-7,42 (devisiasi standar 1 dari nilai rata-rata) atau 7,35-7,45 (devisiasi standar 2
dari nilai rata-rata)
1. Asam
Asam adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih ion ([H+]) yang dapat
dilepaskan dalam larutan. Asam kuat, seperti asam hdroklorida (HCl), hampir terurai
sempurna dalam larutan, sehingga dapat melepaskan banyak ion ([H+]). Asam lemah,
seperti asam karbonat (H2CO3), hanya terurai sebagian dalam larutan sehingga lebih
sedikit ion ([H+]) yang dilepaskan.
Proses metabolisme dalam tubuh menyebabkan terjadinya pembentukan dua jenis
asam, yaitu yang mudah menguap (volatil) dan tidak mudah menguap (non-volatil).
Asam volatil dapat berubah menjadi bentuk cair maupun gas. Karbondioksida –produk
akhir utama dari oksidasi karbohidrat, lemak, dan asam amino—dapat dianggap sebagai
2
asam karena mampu bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang
akan terurai menjadi bentuk H+ dan HCO3-.
Karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru, sehingga
karbondioksida sering disebut asam volatil. Semua sumber lain ([H+]) dianggap sebagai
asam non-volatil atau asam terfiksasi. Asam non-volatil menguap tidak dapat berubah
bentuk menjadi gas untuk bisa diekskresi oleh paru-paru, tapi harus diekskresikan melalui
ginjal. Asam non-volatil dapat berupa organik maupun anorganik. Asam sulfat adalah
produk akhir oksidasi asam amino yang mengandung sulfur, sedangkan asam fosfat
dibentuk dari metabolisme fosfolipid, asam nukleat, dan fosfoprotein. Asam organik
seperti asam laktat dan asam keton dibentuk dari metabolisme lemak dan karbohidrat
yang kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan air, sehingga dalam keadaan normal asam-
asam ini tidak mempengaruhi pH tubuh. Namun demikian, asam-asam organik ini dapat
menumpuk pada keadaan abnormal tertentu.
2. Basa
Berlawanan dengan asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau
bersenyawa dengan ion hidrogen sebuah larutan (akseptor proton). Basa kuat seperti
natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat
dengan asam. Basa lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian yang
terurao dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam.
2.3 Buffer
Istilah buffer menjelaskan substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan
yang disebakan penambahan asam maupun basa. Buffer adalah campuran asam lemah dan
garam basanya (atau basa kuat dan garam asamnya). Buffer akan sangat efektif dalam
mempertahankan [H+] terhadap asam atau basa, jika buffer tersebut terurai 50% nya
(mempunyai jumlah asam belum terurai sama dengan garamnya). Kadar pH pada keadaan asam
atau basa yang 50% nya terurai disebut pK. Keefektifan suatu buffer ditentukan oleh kadar dan
pKnya. Empat pasang atau sistem buffer utama dalam tubuh yang membantu memelihara pH
agar tetap konstan adalah :
1. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)
2. Sistem buffer fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4)
3. Sistem buffer oksihemoglobin-hemoglobin dalam eritrosit (HbO2- dan HHb)
4. Sistem buffer protein (Pr- dan HPr).
3
Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)
sistem buffer ini merupakan buffer ECF yang utama, dan hasil penilaian komponen sistem
buffer ini merupakan dasar penilaian status asam basa pasien. Sistem penyangga bikarbonat
terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat:
Asam lemah / asam karbonat ( H2CO3 )
Garam bikarbonat ( NaHCO3 )
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O :
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada
enzim karbonik anhidrase. Enzim ini banyak sekali di dinding alveoli paru-paru, dimana CO2
( oksigen ) dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal,
dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
H2CO3 berionasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :
H2CO3 H+ + HCO3-
Komponen dari kedua sistem, yaitu garam bikarbonat, terbentuk secara dominan sebagai
natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dalam cairan ekstraseluler.Oleh karena itu hasil akhinya adalah
kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah,tetapi penurunan CO2 dalam darah
menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi
didala darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal.
Sistem penyangga bikarbonat merupakan penyangga ekstraseluler yang paling kuat
dalam tubuh. Sifat berlawanan yang jelas ini terutama akibat kenyataan bahwa kedua elemen
sistem penyangga. HCO3- dan CO2 diatur oleh ginjal dan paru-paru. pH cairan ekstraseluler
dapat diatur dengan tepat oleh kecepatan relatif dan penambahan HCO3- oleh ginjal dan
kecepatan pemindahan CO2 oleh paru-paru.
Sistem buffer fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4)
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat
menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat ( Na2HPO4)
adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam lemah
HCl + Na2HPO4 ↔ NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 ↔ Na2HPO4 + H2O
Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar sebagai
penyangga cairan ekstraseluler, sistem penyangga ini memainkan peranan penting dalam
penyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraseluler.
4
Elemen utama dalam sistem penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4
- , bila suatu asam
kuat seperti HCL ditambah kedalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4-
dan dikonversikan menjadi H2PO4- :
HCL+Na2HPO4 Na2HPO4 + NaCL
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, yaitu HCL, digantikan oleh sejumlah asam lemah
tambahan Na2HPO4 dan penurunan pH menjadi minimal. Penyangga fosfat menpunyai peran
yang sangat penting dalam cairan tubulus ginjal. Alasannya :
Fosfat biasanya menjadi sangat pekat dalam bentuk tubulus, sehingga meningkatkan tenaga
penyangga sistem fosfat.
Cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada airan ekstraseluler,
menyebabkan jangkauan kerja penyangga lebih mendekati pK sistem.
Sistem penyangga fosfat juga penting dalam penyangga intraseluler karena konsentrasi
fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan ekstraseluler. Juga pH
cairan intraseluler lebih rendah daripada pH cairan ekstraseluler dan oleh karena itu biasanya
lebih mendekati pK sistem penyangga fosfat, dibandingkan dengan pK cairan ekstraseluler.
Sistem buffer oksihemoglobin-hemoglobin dalam eritrosit (HbO2- dan HHb)
Hemoglobin adalah suatu buffer ion H+ yang efektif, diproduksi didalam sel eritrosit dalam
perjalanan transpor CO2 dari jaringan ke paru-paru dalam bentuk bikarbonat. Hemoglobin
tereduksi memiliki afinitas yang kuat dengan ion H+ , sehingga sebagian besar ion ini menjadi
berikatan dengan hemoglobin. Dalam keadaan ini, hanaya sedikit H+ yang masih tetap bebas,
sehingga keasaman darah vena hanya sedikit lebih besar dari darah arteri. Sewaktu darah vena
melalui paru-paru, hemoglobim tersaturasi dengan oksigen dan kemampuan untuk mengikat ion
H+ menurun. Ion H+ dilepaskan, kemudian bereaksi dengan bikarbonat membentuk CO2 dan
dikeluarkan melalui paru. Sebenarnya sistem hemoglobin/oksihemoglobin menyangga sistem
buffer bikarbonat/asam karbonat.
Sistem buffer protein (Pr- dan HPr).
Sistem buffer protein paling banyak terdapat pada sel dan jaringan dan juga bekerja pada
plasma. Lebih dari separuh 70mmol ion H+ yang berasal dari diet awalnya dibuffer secara
intrasel. Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus
karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa. Protein
banyak diantara para penyangga yang paling kuat dalam tubuh karena konsentrasinya yang
tinggi, terutama didalam sel.
5
2.4 Tinjauan ketidakseimbangan asam-basa primer
Batas normal pH darah yaitusekitar 7,4 dan batas terjauh yang masih dpat ditanggulangi
adalah antara 6,8 sampai 7,8 atau interval dari satu unit pH. Jika menggunakan nilai rata-rata
yang lebih sensittif yaitu standar deviasi dari nilai rata-rata 7,4, pH normal berkisar antara 7,38
sampai 7,42. Namun umumnya para klinisi memakai nilai yang kurang sensitid yaitu 7,35
sampai7,45. pH darah yang kurang dari 7,35 disebut asidemia dan proses penyebabnya disebut
asidosis. pH 7,25 atau kurang dari itu dapat membahayakan jiwa dan pH 6,8 sudah tidak dapat
ditanggulangi oleh tubuh. Demikian juga, pH darah yang lebih besar dari 7,45 disebut alkalemia
dan proses penyebanya adalah alkalosis. pH yang lebih besar dari 7,55 dapat membahayakan
jiwa dan pH yang lebih besar dari 7,8 tidak dapat ditanggulangi lagi oleh tubuh.
2.5 Pengaturan pH ECF (ekstra Celular Fluid)
Berbagai asam dan basa terus menerus memasuki tubuh melalui absorpsi makanan dan
katabolisme makanan, sehingga perlu beberapa mekanisme untuk menetralkan atau membuang
zat-zat ini. sebenarnya, pH yang konstan dipertahankan secara bersamaan oleh sistem buffer
tubuh, paru dan ginjal. Tiga mekanisme pengaturan ini berbeda dalam kecepatan dan
keefektifannya untuk mempertahankan kekonstanan pH sesuai dengan bertambah atau
berkurangnya asam atau basa dalam tubuh.
Respon segera (dalam beberapa detik) terhadap bertambah atau berkurangnya H+ adalah
buffer kimiawi ion H+ oleh sistem buffer ECF dan ICF. Tetapi buffer hanya merupakan tindakan
sementara dalam pemulihan pH normal.
Usaha kedua untuk menstabilkan konsentrasi ion H+ adalah dengan mengendalikan kadar
CO2 pernapasan dalam cairan tubuh melalui ventilasi alveolar. Respon ini berlangsung cukup
cepat, hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk bisa bekerja sepenuhnya.
Terakhir, usaha pemulihan pH agar tetap normal pada gangguan asam basa bergantung pada
pengaturan ginjal terhadap keadaan bikarbonat dalam cairan tubuh. Respon ini raltif lambat,
membutuhkan beberapa hari untuk mencapai koreksi penuh.
A. Pengaturan Pernapasan Terhadap Keseimbangan Asam Basa
6
Gangguan pada asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh
paru-paru. Peningkatan cairan ekstra seluler akan menurunkan pH, sedangkan penurunan
Pco2 akan meningkatkan pH. Oleh karena itu dengan menyesuaikan Pco2 meningkat atau
menurun, paru-paru secara efektif dapat mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler. Peningkatan ventilasi CO2 dari cairan ekstraseluler yang melalui kerja massa
akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya penurunan ventilasi akan
meningkatkan CO2, jadi juga meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan
ekstraseluler.
1) Ekspirasi CO2 paru-paru mengimbangi pembentukan CO2 metabolik.
CO2 dibentuk secara terus menerus dalam suhu tubuh melalui proses metabolisme
intraseluler. Setelah itu CO2 berdifusi dari sel masuk kedalam cairan interstisial dan
darah, dan aliran darah mentranspor CO2 ke paru, tempat CO2 berdifusi kedalam
alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfer melalui paru-paru. Rata-rata secara
normal terdapat sekitar 1,2 mol/liter CO2 yang terlarut dalam cairan ekstraseluler,
yang sama dengan Pco2 40 mmHg.
Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, Pco2 cairan ekstraseluler
juga meningkat. Sebaliknya penurunan kecepatan metabolik menurunkan Pco2. Bila
kecepatan ventilasi paru-paru dan Pco2 dalam cairan ekstraseluler menurun. Oleh
karena itu perubahan ventilasi paru atau kecepatan pembentukan CO2 oleh jaringan
dapat mengubah Pco2 cairan ekstraseluler.
2) Peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler dan meningkatkan pH
Bila pembentukan CO2 metabolik tetap konstan, satu-satunya faktor lain yang
mempengaruhi Pco2 dalam cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolus,
semakin rendah Pco2 dan sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi alveolus,
semakin tinggi Pco2 . bila konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan
konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan
ekstraseluler.
3) Peningkatan konsentrasi ion hidrogen merangsang ventilasi alveolus
`Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolus saja yang mempengaruhi konsentrasi
ion hidrogen dengan mengubah Pco2 cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion hidrogen
juga mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus. Kecepatan alveolus meningkatkan
empat sampai lima kali kecepatan normal sewaktu pH turun dari nilai normal. Oleh
7
karena itu kompensasi pernapasan terhadap peningkatan pH tidak seefektif respon
penurunan pH yang nyata.
4) Kontrol umpan balik konsentrasi hidrogen oleh sistem pernapasan
Karena peningkatan konsentrasi ion hidrogen meransang pernapasan dan karena
peningkatan ventilasi alveolus sebaliknya menurunkan konsentrasi ion hidrogen,
sistem pernapasan bekerja sebagai kontrol umpan balik negatif yang khas untuk
konsentrasi ion hidrogen :
Yaitu kapanpun konsentrasi ion hidrogen meningkat di atas normal, sistem
pernapasan dirangsang dan diventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan
Pco2 cairan ekstraseluler dan mengurangi konsentrasi ion hidrogen kembali menuju
normal. Sebaliknya bila konsentrasi ion turun dibawah normal, pusat pernapasan
menjadi tertekan, ventilasi alveolus menurun dan konsentrasi ion hidrogen meningkat
kembali menuju normal.
5) Efisiensi kontrol pernapasan terhadap konsentrasi ion hidrogen
Kontrol pernapasan tidak mengembalikan konsentrasi ion hidrogen kembali
normal bila beberapa gangguan diluar sistem pernapasan telah menghambat pH,
biasanya mekanisme pernapasan untuk mengontrol konsentrasi ion hidrogen
mempunyai efektifitas antara 50 dan 75 persen. Bila konsentrasi ion hidrogen tiba-
tiba meningkat melalui penambahan asam kedalam cairan ekstraseluler dan pH turun
dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem pernapasan dapat mengembalikan pH ke nilai sekitar 7,2
sampai 7,3. Respon ini terjadi dalam waktu 3 sampai 12 menit.
6) Kekuatan pernapasan sistem pernapasan
Akan tetapi gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan
konsentrasi ion hidrogen. Sebagai contoh, gangguan fungsi paru untuk
menghilangkan CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan pembentukan CO2 dalam
cairan ekstraseluler dan kecenderungan ke arah asisdosis respirotarik. Juga
kemampuan untuk memberi respon terhadap oksidasi metabolik menjadi terganggu
karena pengurangan kompensasi Pco2 yang secara normal akan menjadi tumpul.
Pada keadaan ini ginjal menjadi mekanisme fisiologis tunggal yang masih ada untuk
mngembalikan pH ke arah normal setelah terjadi penyanggaan kimia awal dalam
cairan ekstraseluler.
8
B. Kontrol Keseimbangan Asam-Basa Oleh Ginjal
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam
atau yang basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan
ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan
ekstraseluler.
Keseluruhan mekanisme urin asam basa oleh ginjal adalah sebagai berikut :
sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus kedalam tubulus, dan bila ion
bikarbonat diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah.
Sebaliknya sejumlah besar ion hidrogen juga dieksresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-
sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang
diekskresikan daripada ion karbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari
ciran ekstraseluler. Sebaliknya bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada
hidrogen yang dieksresikan, akan terdapat kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam yang tidak menguap,
terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut tidak menguap karena mereka
bukan H2CO3 oleh karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru-paru. Mekanisme primer
untuk menghilangkan asam-asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga
mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang seara kuantitatif lebih
penting daripada ekskresi asam yang tiak menguap. Setiap hri ginjal menyaring sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat ( 180 liter/hari x 24 mEg/liter ) dan dalam kondisi normal, hampir
semuanya direabsorbsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem penyangga utama
airan ekstraseluler.
Reabsorbsi bikarboanat dan ekskresi ion hidrogen ole tubulus. Karen ion bikarbonat
harus bereaksi dengan ion hidogen yang disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum
dapat direabsobsi, 4320 miliekuivalen ion hidrogen harus disekresikan tiap hari hanya untuk
mereabsorbsi bikarbonat yang disaring kemudian penambahan 80 miliekuivalen ion
hidrogen harus diekskresikan untuk menghilangkan asam-asam yang tidak menguap dari
tubuh yang diproduksi setiap hari, sehngga total 4400 miliekuivalen ion hidrogen yang
diekskresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler ( alkaisis ),
ginjal gagal mereabsorbsi semua bikarbonat yang disaring, sehingga meningkatkan ekskresi
bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan
ekstraseluler, kehillangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu ion hidrogen
9
kedalam cairan ekstraseluler. Oleh karena itu pada alkalisis pengeluaran ion bikarbonat
akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler kmbali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi
mereabsobsi semua bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru, yang
ditambahkan kembali kecairan ekstraseluler, hal ini mengurangi konsentrasi ion hidrogen
cairan ekstraseluler kembali menuju normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme
dasar :
1. Sekresi ion-ion hydrogen
2. Reabsobsi ion-ion bikarbonat baru
3. Produksi ion-ion bikarbonat baru
2.6 Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Asidosis Metabolik
Adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat
plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan H+). Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida.Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan
cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.Tetapi kedua mekanisme tersebut
bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga
terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfiksasi
(nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresikan beban asam harian, atau kehilangan
bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok
utama adalah:
1) Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan
asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu)
dan zat anti beku (etilen glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis
metabolik.
10
2) Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Tubuh
dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa
penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak
terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut,
dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3) Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam
dalam jumlah yang semestinya.Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita
gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala dan tanda utama asidosis emtabolik adalah kelainan kardiovaskular, neurologis,
dan fungsi tulang. Apabila pH dibawah 7,1 , maka terjadi penurunan kontaktilitas jantung dan
respons intropik terhadap katekolamin. Efek-efek ini menyebabkan terjadinya hipotensi dan
disritmia jantung.
Gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma yang disebabkan oleh penurunan
pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Mekanisme buffer H+ oleh
bikarbonat tulang dalam asidosis metabolik penderita gagal ginjal kronis, akan menghambat
pertumbuhan anak dan menyebabkan terjadinya berbagai kelainan tulang (osteodistrofi
ginjal).
Diagnosis asidosis metabolik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan
oleh hasil pemeriksaan laboratorium yaitu pH, PaCO2 dan HCO3-. Hasil pemeriksaan
menunjukan pH <7,35, HCO3-< 22 mEq/L, dan PaCO2 < 40mmHg.
2. Alkalosis Metabolik
Adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar
HCO3- plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan H+).
Etiologi dan Patogenesis
Alkalosis metabolik disebabkan oleh hilangnya H+ tubuh yang menyebabkan
meningkatnya HCO3- ECF. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
11
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang
kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi
terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.Selain itu, alkalosis metabolik
dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini
harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogastrik, pengbatan
deurotik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal napas hiperkapnia. Selain itu dapat timbul
gejala serta tanda hipokalemia dan kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang
otot. Alkalemia berat dapat menyebabkan terjadinya disritmia jantung pada orang normal dan
terutama pada pasien penyakit jantung.
Diagnosis alkalosis metabolik ditegakan berdasarkan anamnesis dan hasil laboratorium
yang mendukung, pH plasma meningkat diatas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dari 26 mEq/L.
PaCO2 mungkin normal atau sedikit meningkat; peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakakn
sebesar 0,7 mmHg untuk tiap peningkatan HCO3- sebesar 1 mEq/L.
3. Asidosis Respiratorik
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mendasar asidosis respiratorik adalah hipovantilasi aveolar,istilah
yang sebenarnya sinonim dengan penumpukan CO2. Dalam keadaan normal
15.000 – 20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui
metabolisme dan dikeluarkan oleh paru. Sebagian besar CO2 dibawa ke paru
dalam bentuk HCO3 darah ( lihat persamaan buffer bikarbonat). Ketika CO2
jaringan memasuki darah,terjadi peningkatan ion H+ yang merangsang pusat
pernafasan,sehingga menyebabkan peningkatan ventilasi. Dalam keadaan
normal, proses ini begitu evisien sehingga Pa CO2 dan H tetap berada dalam
12
batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan
pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh overproduksi
CO2 akibat hipermetabolisme.
Asidosis respiratorik akut umumnya timbul akibat obstruksi saluran
nafas akut seperti pada laringospasme.,aspirasi benda asing atau depresi
susunan saraf pusat ( CNS ) pada pusat pernapasan di medula oblongata
seperti yang terjadi pada overdosis barbiturat atau opiat. Pada asidosis
respiratorik akut yang berat (misalnya asfiksia atau henti kardiopulmonar)
asidosis akan diperberat oleh asidosis metabolik yang ditimbulkan akibat
penimbunan produksi asam laktat yang sangat cepat selama
berlabgsungnya glikolisis anaerob. Pengobatan O2 berkadar tinggi,dapat
menekan dorongan bernapas,terutama pada penderita hiperkapnia kronis.
Penyebab lain asidosis respiratorik adalah gangguan otot pernapasan atau
cedera dinding dada. Tahap akhir gagal napas yang disebabkan oleh
berbagai sebab jga dapat menyebabkan terjadinya hiperkapnia selain
hipoksemia.
Sampai sejauh ini, penyebab tersering asidosis respiratorik kronis
adalah COPD. Pada pasien ini gagal napas akut sering menunggang retensi
CO2 kronis jika terjadi bronkitis akut terjadi sekunder akibat infeksi bakteri
atau virus pada paru. Kifoskoliosis, sindrom pickwickian,apnea waktu tidur
adalah penyabab lain asidosis respiratorik kronis. Sema keadaan ini
dibicarakan secara lebih terperinci di bagian tujuh.
Kadar pH arteri dan H CO3- plasma berbeda pada asidosis respiratorik
akut dan kronis. Respons terhadap asidosis respiratorik akut hanya melalui
buffer sel, karena mekanisme kompensasi ginjal baru akan bermakna
setelah 12-24 jam kemudian. Mekanisme buffer ECF dilakukan oleh protein
plasma,tapi proses ini hanya sedikit berperan. (H2 CO3 yang meninggal
merupakan bagian dari pasangan buffer utama ECF yaitu H CO3- dan H2 CO3,
sehingga pasangan ini tidak berperan langsung sebagai mekanisme
pertahanan pada asidosis respiratorik). Hemoglobin merupakan buffer
utama ICF. Sewaktu CO2 memasuki eritrosit ( menghasilkan H+ ), H CO3- akan
keluar dan bertukar dengan CI-. Peningkatan H CO3- serum diperkrakan
13
sekitar mEq/L untuk setiap peningkatan CO2 sebanyak 10 mmHg. Buffer sel
saja tidak cukup untuk memulihkan pH normal Dengan demikian, asidosis
respiratorik akut hanya sedikit terkompensasi dan pH akan menurun cukup
banyak.
Berbeda dengan asidosis respiratorik akut,maka asidosis respiratorik
kronis terkompensasi baik karena tersisa waktu yang cukup bagi ginjal
untuk melakukan mekanisme kompensasi. Ginjal akan meningkatkan
ekskresi dan sekresi H+, disertai dengan resorpsi dan pembentukan HCO3-
baru. Peningkatan kompensatorik HCO3- plasma ini membutuhkan waktu 2-3
hari sebelum terjadi ekskresi H CO3- melalui ginjal. Dan ini menyebabkan
timbulnya alkolis metabolik hiperkapnia, seperti yang telah dibicarakan
sebelumnya. Oleh karena itu penderita asidosis respiratorik yang relatif
terkompensasi dengan baik – terbukti dari pH yang mendekati normal- tidak
boleh ditangani dengan terlalu terburu-buru. Pa CO2 yang terlalu cepat
menurun akan menggeser keseimbangan asam basa menjadi alkolosis akut.
Peningkatan kompensantorik yang diperkirakan dari HCO3- plasma pada
asidosi respiratorik kronis adalah 3,5 mEq/L untuk setiap peningkatan Pa
CO2 sebanyak 10 mmHg di atas 40 mmHg.
Gambaran Klinis Dan Diagnosis
Gejala dan tanda retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umunya
tidak mencerminkan kadar PaCO2. Selain itu asedosis respiratorik akut
maupun kronis selalu di sertai oleh hipoksemia, sehingga hipoksemia
bertanggung jawab atas banyak tanda-tanda klinis akibat retensi CO2. Pada
umunya dengan semakin besar dan cepat peningkatan PaCO2 maka
semakin besar gejala-gejala yang di timbulkan. Peningkatan akut kadar
PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau lebih akan menyebabkan terjadinya
somnoleon, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma. PaCO2 yang
tinggi menyebabkan semacam sindrom metabolik otak, sehingga dapat
timbul asteriksis (flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot). Retensi O2
menyebabkan vasodilatsi pembuluh darah otak sehingga kongesti pembuluh
darah otak yang terkena menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial (ICP).
14
Peningkatan tekanan intraktinal dapat bermanifestasi sebagai
papiledema (pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemekriksaan
oftalmoskop) pemekriksaan laboratorium pada asidosis respiratorik akan
menumjukan kadar Pao2 yang rendah, pH <7,35, paCO2 > 45 mmHg,
dengan sedikit peningkatan kompensatorik HCO3-. Tentu saja, pada
keadaan obstruksi jalan nafas akut , gambaran klinis yang mendominasi
adalah gejala penekanan pernafasaan yang berkaitan dengan hipokemia.
Asidosis respiratorik kronis tampaknya lebih dapat ditoleransi di bandingkan
dengan keadaan akut. Dapat timbul sedikit gejala dan tanda yang berkaitan
dengan retensi CO2 dan asidosis, kecuali paCO2 > 60 mmHg. PaCO2 yang
lebih besar dari 30 mEq/L menunjukan adaanya kompensasi ginjal. pH
serum dapat normat atau sedikit menurun pada asidosis respiratoris kronis
yang terkompensasi dengan baik. Pada hiperkapnia kronis sering
terjadipolisitemia kompensatorik. Kadar hemoglobin dapat mencapai 16-22
g/L. pada umumnya gejala dan tanda COPD mendominasi 9dengan atau
tanpa disertai kor pulonore) asedosis raspiratorik akut dan kronis dibedakan
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan analisis gas darah arteri.
4. Alkalosis Respiratorik
Alkolis respirator (kekurangan asam korbonat) adalah penurunan primer
Pa CO2 (hipokapnia),sehingga terjadi penurunan pH. Pa CO2 < 35 mmHg dan
pH > 7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat
lebih sedikit absorbsi HCO3- serum berbeda-beda tergantung pada
keadaannya yang akut atau kronis.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mendasar alkolis rspiratorik adalah hiper ventilasi alveolar atau
ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi tidak
boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi pernafasan (takipnea) yang
dapat atau tidak menyertai hiperentilasi. Pada frekuensi pernafasan normal
dapat terjadi hiperventilasi jia volume tidak meningkat. Hiperventilasi hanya
dapat diidentifikasi melalui Pa CO2 yang menurun. Alkalosis respiratorik
15
mungkin merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang sering
terjadi,meskipun sering tidak dikenalai. Hiperventilasi mungkin sulit dikenali
secara klinis dan sering kali diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan gas darah.
Alkolisis respiratorik dapat terjadi akibat rangsangan pusat pernafasan
di medula oblongata. Sejauh inipenyebab tersering adalah hiperventilasi
fungsional akibat keemasan dan stres emosional ( sindrom hiperventilasi
atau hiperventilasi psikogenik). Apabila kita memperhatikan situasi hidup
manusia yang penuh stres baik dalam lingkungan rumah sakit (mis,nyeri,
menunggu hasil pemerisaan keganasan) maupun dalam masyarakat, maka
tidak mengherankan jika sindrom hiperventilasi ini cukup sering terjadi.
Keadaan lain yang merangsang pusat pernapasan adalah hipermetabolik
yang disebabkan oleh demaam atau tirotoksikosi serta lesi CBS seperti
gangguan pembuluh darah otak,meningitis,cidera kepala atau tumor otak.
Hipoksia adalah penyebab lazim hiperventilasi primer yang menyertai
pneuonia,edema paru-paru atau fibrosis paru,dan gagal jantung kongestif.
Umumnya diperlakukan peburunan PaO2 dibawah 60 mmHg untuk
merangsang ventilasi. Koreksi hipoksia jaringan menyebabkan cepat
pulihnya alkalosis respiratorik. Hiperventilasi kronis terjadi sebagai respon
penyesuaian terhadap ketinggian (tekanan oksigen lingkungan yang
rendah). Alkolisis respiratorik sering disebabkan faktor iatrogenik akibat
ventilasi mekanis dengan ventilator siklus volume atau tekanan. Alkalosis
respiratorik sering terjadi pada sepsis gram negatif dan sirosis hati. Respons
segera terhadap penurunan akut terhadap Pa CO2 adalah mekanisme buffer
intrasel. H+ dilepas dari jaringan intrasel yang memperkecil alkalosis dengan
menurunkan HCO3- plasma. Alkalosis akut juga merangsang pembentukan
asam laktat dan piruvat di dalam sel dan membantu pelepasan H +
lebihbanyak ke dalam ECF. Buffer ekstra sel oleh protein plasma hanya
sedikit menurunkan HCO3- plasma. Efek mekanisme buffer ECF dan ICF
adalah seikit menurunkan HCO3- plasma. Apabila hipokapnia tetap
berlangsung maka penyesuaian ginjal menyebabkan lebih banyak HCO3-
plasma yang berkurang. Seperti halnya pada alkalosis respiratorik kronis
16
jauh lebih sempurna dibandingkan pada keadaan akut. Pada keadaan akut
penurunan kadar HCO3- plasma diperkirakan sebesar 2 mEq/L untuk setiap
penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg.,penuruna HCO3- diperkrakan 5 mEq/L
untuk seriap penuruna PaCO2 sebesarv 10 mmHg pada keadaan kronis.
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Terdapat pola nafas yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi
yang diinduksi oleh kecemasan,mular dari pola pernafasan yang normal
sampai yang je;as tampak lebih dalam,cepat dan panjang. Apabila pasien
menguap terlalu sering dapat dikatakan ini adakah gejalanya,maka keluhan
yang sering diutarakan adalah “tidak dapat memperoleh udara yang cukup”.
Atau “nafas pendek”. Gejala mencolok lainnya dalah “kepala terasa
ringan,parestasi sekitar mulut,kesemutan dan rasa baal yang sering terjadi
pada kaki dan kanan”. Apabila alkalosis terlalu parah dapat timbul tetani
seperti spasme karpopedal. Pasien dpat mengeluh kelelahan
kronis,berdebar-debar cemas,mulut terasa kering dan tidak bisa tidur.
Hiperventilasi dan hipokapnia akut merupakan penyebab potensial
timbulnya vasokonstriksi otak,sehingga sengaja diberi ventilator mekanis
untuk menangani penderita kongesti pembuluh darah otak dan tekanan
intrakranial yang meningkat.
5. Ganguan asam basa campuran
Gangguan asam basa campuran adalah keadaan terdapatnya satu atau
lebih gangguan asam basa sederhana yang terjadi bersamaan. Gangguan
asam basa campuran sering terjadi pada keadaan pada keadaan problem
medis yang kompleks sehingga gambaran klinisnya sulit dibedakan dari
penyakit yang mendasar.
Asidosis Metabolik dan Asidosi Respiratorik
Keadaan yang sering menyebabkan terjadinya asidosis metabolik dan
asidosis respiratorik adalah henti kardiopulmonar yang tidak ditangani.
17
Henti napas tanpa ventilasi alveolar menyebabkan terjadinya penumpukan
CO2 yang cepat dan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan disebabkan oleh
tidak adanya oksigenasi akan mengaktivasi metabolisme
anaerobik,sehingga terjadi penumpukan asam laktat. Kelainan sistem
pernafasan menghambat penurunan kompensantorik PaCO2 pada asidosis
metabolik dan kelainan metabolik menghambat mekanisme sistem buffer
dan ginjal untuk meningkatkan HCO3- sebagai upaya untuk mengatasi
asidosisrespiratorik. Pada kasus kardiopulmonar,tujuanna adalah untuk
memulihkan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan memulihkan fungsi
jantung dan paru. Pemberian sedikit NaHCO3 juga diperlukan untuk
meningkatkan pH ke tingkat optimal (7,2) sehingga fungsi jantung dapat
berespon terhadap usaha resusitasi.
Alkalosis metabolik dan Alkalosis respiratorik
Menurut Schrier gabungan alkalosis metabolik dan respiratorik
merupakan salah satu gangguan asam basa campuran yang sering terjadi.
Contohnya adalah penderita COPD yang mengalamai hiperventilasi akibat
respiratorik. Contoh lainnya adalah penderita penyakit jantung kongestif
yang mengalami hiperventilasi (alkalosis respiratorik) dan diobati dengan
diuretik kuat (alkalosis metabolik dan hipokalemia) atau mengalami muntah
atau penyedotan nasogastrik yang lama. Faktor pencetus yang sama juaga
bisa timbul pada pasien sirosis hati yang mengalami hiperventilasi. Contoh
lain adalah penderita hiperventilasi neurogenik sentral pada trauma batang
obat yang diobati dengan diuretik.
Asidosis metabolik dan Alkalosis respiratorik
Gangguan campuran asidosis metaboik dan alkalosis respiratorik
dapat diketahui jika kadar PaCO2 dan H CO3- plasma sama-sama rendah dan
pH normal atau mendekati normal oleh karena kedua gangguan ini
cenderung menutupi satu dengan yang lain. Alkalosis respiratorik primer
dapat timbul bersamaan dengan berbagai tipe asidosis metabolik;sering
timbul pada asidosis laktat sebagai penyulit syok septik. Syok septik disertai
oleh hiperventilasi.
18
Pada gangguan campuran asidosis metabolik dan alkalosis
respiratorik,penurunan PaCO2 lebih besar dari perkiraan kompensasi asidosis
metabolik primer.
Gangguan asam basa campuran lainya
Perlu diingat bahwa ada ketidak seimbangan lain yang sering terjadi ,
yaitu serangan akut pada asidosis respiratorik kronis. Faktor pencetus yang
sering di jumpai adalah infeksi paru tambahan atau pemberian sedatif pada
penderita COPD yang hiperkemia kronis.kadar PaCO2 diatas 70 mmHg dapat
menekan pernafasaan dan dapat menhyebabkan terjadinya stupor, koma
( narkosis co2) dan hipoksemia.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian dalam pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen ([H+]) pada cairan
tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Meskipun
terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun ([H+]) cairan tubuh tetap
rendah. Meskipun rendah, kadar ([H+]) yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel
dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi
aktivitas enzim sel. Perubahan ([H+]) yang relatif kecil dapat sangat mempengaruhi
hidup seseorang karena berefek terhadap enzim sel.
2. Terdapat tiga mekanisme pengaturan ini berbeda dalam kecepatan dan keefektifannya
untuk mempertahankan kekonstanan pH sesuai dengan bertambah atau berkurangnya
asam atau basa dalam tubuh.
a) Respon segera (dalam beberapa detik) terhadap bertambah atau berkurangnya H+
adalah buffer kimiawi ion H+ oleh sistem buffer ECF dan ICF.
b) Usaha kedua untuk menstabilkan konsentrasi ion H+ adalah dengan mengendalikan
kadar CO2 pernapasan dalam cairan tubuh melalui ventilasi alveolar.
c) Terakhir, usaha pemulihan pH agar tetap normal pada gangguan asam basa
bergantung pada pengaturan ginjal terhadap keadaan bikarbonat dalam cairan
tubuh.
6. Terdapat berbagai gangguan keseimbangan asam basa dalam tubuh yang dapat ditimbulkan
diantaranya adalah asidosis metabolik, alkalosis metabolik, asidosis respiratorik, alkalosis
respiratorik dan gangguan asam basa campuran yang dapat ditangani berdasarkan
gamabaran klinis dan gejala yang muncul.
20
3.2 Saran
Kesempurnaan makalah ini tergantung pada motivasi dan saran yang membangun dari
para pembaca. Maka dari itu, penulis mengharapkan masukan ataupun saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini .
DAFTAR PUSTAKA
21