FISIKA ATOM, INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS
Disusun Oleh;
MUYANTO
NPM: 09.0504.0038
TEKNIK INFORMATIKA SI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Jl. MAYJEND BAMBANG SUGENG MERTOYUDAN Km. 5 MAGELANG
2009
MOTTO
Seseorang yang bisa bersikap baik akan menjadi individu yang sukses. Ucapan dan perbuatan yang baik
antara lain : “I CAN” (yakin bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang baik) dan “THIS IS A LONG
PLAN” (untuk menjadi sukses dibutuhkan perencanaan yang matang), “LEARNING IS VALUABLE”
(belajar adalah proses yang sangat berharga), “I WILL MAKE A DIFFERENT IN THE LIVES OF
SURROUNDING” (berfikir untuk dapat membuat perubahan bagi orang-orang di sekelilingnya).
Mengungkapkan, memilih perilaku yang baik akan memberikan warna bagi kehidupan. Pilihan itu
bukanlah sesuatu yang ajaib. Kehidupan yang dilakukan dengan baik pasti dapat menghasilkan perubahan
besar. Asal ada kemauan pasti ada jalan.
نم دج دجوArtinya :
“Barang siapa yang bersungguh maka dia akan memperoleh sesuatu”.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk dapat menyelesaikan paper yang berjudul “FISIKA ATOM, INTI ATOM, dan
RADIOAKTIVITAS” sebagai salah satu tugas Tes Tengah Semester.
Tiada gading yang tak retak, maka dari itu penulis menyadari bahwa di dalam paper ini masih banyak
kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta waktu yang
ada. Oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
kalangan pembimbing untuk kesempurnaan paper ini.
Dan penulis berharap melalui paper ini dapat memberikan inspirasi bagi siswa untuk lebih giat belajar dan
mengukir prestasi. Terlepas dari semua itu, ucapan “Thank You Very Much” kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian paper ini.
Magelang, 19 Nopember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
MOTTO ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan dan Manfaat 1
D. Metode 2
E. Sistematika Penulisan 2
BAB II KAJIAN TEORI
A. Struktur Atom 3
B. Laser 6
C. Inti Atom 7
D. Radioaktivitas 8
E. Transmutasi Inti dan Piranti Eksperimen Fisika Inti 10
F. Radioisotop, Difraksi Sinar-X dan Pita Energi 11
G. Semikonduktor 12
BAB III PENYAJIAN DATA, ANALISIS DAN PEMECAHAN
MASALAH
A. Radiasi dalam Kehidupan Sehari-hari 13
B. Keselamatan Radiasi Lingkungan dalam Pengelolaan
Limbah Radioaktif di Indonesia 16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 21
B. Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) terus dikembangkan dan dimanfaatkan dalam upaya memenuhi
kebutuhan dasar manusia, memperpanjang harapan hidup dan menstimulasi peningkatan kualitas hidup.
Dalam pemanfatan iptek untuk berbagai tujuan selalu ditimbulkan sisa proses/limbah, karena efisiensi
tidak pernah mencapai 100%. Demikian juga dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek
nuklir selalu akan ditimbulkan limbah radioaktif sebagai sisa proses. Limbah radioaktif yang ditimbulkan
harus dikelola dengan baik dan tepat agar tidak mencemari lingkungan, karena pada gilirannya berpotensi
mengganggu kesehatan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di Amerika Serikat, ditunjukkan bahwa
pembersihan lingkungan (clean up) akibat terjadinya pencemaran oleh limbah radioaktif membutuhkan
biaya 10 sampai 100 kali lebih besar dibandingkan bila biaya pengelolaan limbah tersebut secara baik.
Uraian ini diharapkan dapat memberikan informasi seimbang kepada anggota masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
“Bagaimana mengaplikasikan pengetahuan tentang fisika atom, inti atom dan radioaktivitas terhadap
penanganan bahaya limbah radioaktif. ”
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengidentifikasi dan memberikan gambaran tentang fisika atom, inti atom dan radioaktivitas.
2. Untuk mengetahui penanganan bahaya limbah radioaktif secara benar.
D. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan. Pemilihan metode ini
karena penelitian yang dilakukan ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan penanganan bahaya
limbah radioaktif dengan mengetahui cara pengaplikasian pengetahuan tentang fisika atom, inti atom dan
radioaktivitas dengan mengacu pada literatur-literatur, artikel-artikel dan sumber bacaan lain.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan paper ini terbagi dalam empat bab. Pembagian penulisan dalam paper ini
untuk memudahkan penulis dalam menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.
Dan sistematika penulisan paper ini dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara garis besar memuat pendahuluan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai definisi konsep fisika atom, inti atom, dan radioaktivitas.
BAB III PENYAJIAN DATA, ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
Dalam bab ini akan disajikan data-data tentang permasalahan yang timbul akibat limbah radioaktif dan
pemecahan masalah yang bisa dilakukan.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini memuat tentang pokok-pokok hasil pembahasan dari bab II dan III. Uraian kesimpulan
akan menjadi jawaban atas masalah yang sudah dirumuskan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. STRUKTUR ATOM
- TEORI ATOM DALTON
John Dalton pada tahun 1803 mengemukakan teorinya sebagai berikut :
a. Atom merupakan bagian terkecil suatu zat yang tidak dapat dibagi lagi.
b. Atom tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan.
c. Sifat unsur memiliki sifat yang sama dengan sifat atom penyusunnya.
d. Dua atom atau lebih yang berasal dari unsur-unsur yang berlainan dapat bersenyawa membentuk
molekul, dengan jumlah massa sebelum dan sesudah persenyawaan adalah sama.
e. Dalam suatu senyawa, atom-atom setiap unsur bergabung dengan perbandingan tertentu dan sederhana
(misalnya : atom C dan atom O membentuk CO dan CO2).
Kelemahan teori Dalton adalah :
a. Ternyata atom masih dapat dibagi lagi seperti proton, neutron dan electron.
b. Tidak dapat menjelaskan sifat kelistrikan pada atom.
- TEORI THOMSON
Dalam percobaannya menggunakan tabung sinar katoda, menunjukkan bahwa partikel sinar katoda jauh
lebih ringan dari pada atom. Partikel ini oleh Thomson dinamakan electron. Dengan tabung sinar katoda
ini, Thomson dapat menentukan harga perbandingan muatan electron dengan massa electron.
Pada tahun 1904, J.J. Thomson mengemukakan model atomnya sebagai berikut : “Atom berbentuk bola
dan bermuatan positif yang tersebar merata ke seluruh bagian atom dan dinetralkan oleh electron yang
melekat pada permukaannya”. Model atom Thomson ini dikenal sebagai model roti kismis.
- TEORI ERNST RUTHERFORD
Rutherford melakukan percobaannya dengan menembakkan partikel a ke arah lempeng emas, sehingga
dapat menyimpulkan: Atom terdiri dari inti atom yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron
yang berputar pada lintasan-lintasan tertentu (seperti susunan tata surya).
Bila lintasan elektron dianggap lingkaran, maka energi total elektron:
E = Ek + Ep
E = – k e²/2r tanda (-) menunjukkan keterikatan terhadap inti
(menunjukkan bahwa untuk mengeluarkan elektron
diperlukan energi).
r = jari-jari orbit elektron
k = 9 x 109 newton.m²/cou
Jadi jika r membesar maka E juga membesar, sehingga elektron pada kulit paling luar memiliki energi
terbesar.
Kelemahan teori Rutherford:
1. Elektron dapat “runtuh” ke inti atom karena dipercepat dan memancarkan energi.
2. Spektrum atom hidrogen berupa spektrum kontinu (kenyataannya spektrum garis).
3. Tidak dapat menjelaskan spectrum cahaya yang dipancarkan atom hidrogen.
4. Menurut teori ini, karena memancarkan gelombang elektromagnetik maka energi total electron akan
semakin berkurang sehingga akhirnya akan jauh ke inti.
- TEORI NEILS BOHR
Berdasarkan model atom Rutherford dan teori kuantum, Neils Bohr mengemukakan teorinya:
1. Elektron hanya dapat mengelilingi inti atom melalui lintasan-lintasan tertentu saja, tanpa membebaskan
energi. Masing-masing lintasan hanya dapat dilalui elektron yang memiliki momentum anguler kelipatan
bulat dari h/2.
m . v . r = n . h/2
2. Elektron akan mengalami eksitasi (pindah ke lintasan yang lebih tinggi) atau ionisasi jika menyerap
energi, dan transisi ke lintasan yang lebih rendah jika memancarkan energi foton.
Jari-jari lintasan elektron:
rn = 5.28 x 10-11 n2 meter
n = 1, 2, 3, ………….. = bilangan kuantum utama
Tingkat-tingkat energi (energi kulit ke-n):
En = – (k e2/2 r n2)= (-13.6/n2) ev
1 eV= 1.6 x 10-19 joule
SPEKTRUM ATOM HIDROGEN (SPEKTRUM GARIS)
Menurut Neils Bohr :
1/ = R [ (1/nA2) - (1/nB2) ]
E = EB – EA = h . c/
EB = energi pada kulit n
EA = energi pada kulit nA
R = konstanta Rydberg = 1.097 x 107 m-1
E = energi yang diserap/dipancarkan pada saat elektron pindah
I. Deret Lyman
terletak pada daerah ultra ungu
nA = 1 ; nB = 2, 3, 4, …….
II. Deret Balmer
terletak pada daerah cahaya tampak
nA = 2 ; nB = 3, 4, 5. … …
III. Deret Paschen
terletak pada daerah infra merah 1
nA=3 ; nB = 4, 5, 6,…..
IV. Deret Bracket
terletak pada daerah infra merah 2
nA = 4 ; nB = 5, 6, 7,…….
V. Deret Pfund
terletak pada daerah infra merah 3
nA = 5 ; nB = 6, 7, 8, …
Kelemahan Model Atom Bohr:
1. Tidak dapat menerangkan atom berelektron banyak
2. Tidak dapat menerangkan pengaruh medan magnet terhadap spektrum atom (kelemahan ini dapat
diperbaiki oleh Zeeman, yaitu setiap garis pada spektrum memiliki intensitas dan panjang gelombang
yang berbeda)
3. Tidak dapat menerangkan kejadian ikatan kimia
LUCUTAN GAS
Lucutan gas adalah peristiwa mengalirnya muatan listrik di dalam tabung lucutan gas (tabung Crookes)
pada tekanan gas sangat kecil menghasilkan berkas sinar katoda.
PERBANDINGAN MASSA DAN MUATAN ELEKTRON (e/m)
1. Dihitung oleh JJ Thomson:
e/m= 1,7588 x 1011 coul/kg
2. R.A. Milikan menghitung besarnya muatan elektron:
e = 1,6021 x 10-19 coulomb
3. Sehingga massa elektron dapat ditentukan:
me = 9,1091 x 10-31
B. LASER
Sifat laser : koheren, monokromatik, intensitas tinggi dan pulsanya sejajar.
Jenis laser : padat (Ruby), cair (larutan kriptosianida), gas (CO2, He-Ne) dan semi konduktor (Gas As)
Penerapan laser : mengukur jarak, alat bedah, gambar 3 dimensi (holografi), mengasah intan, memotong
baja.
C. INTI ATOM
Partikel-partikel pembentuk inti atom adalah proton (1P1) dan netron ( 0n1). Kedua partikel pembentuk
inti atom ini disebut juga nukleon.
Simbol nuklida : ZXA atau ZAX dengan
A = nomor massa
Z = jumlah proton dalam inti = jumlah elektron di kulit terluar
N = A – Z = jumlah netron di dalam inti atom
Proton bermuatan positif = 1,6 x 10-19 C dan netron tidak bermuatan.
Isoton : Atom-atom unsur tertentu ( Z sama) dengan nomor massa berbeda.
Isoton: kelompok nuklida dengan jumlah netron sama tetapi Z berbeda.
Isobar: kelompok nuklida dengan A sama tetapi Z berbeda.
Massa inti atom selalu lebih kecil dari jumlah massa nukleon-nukleon pembentuknya. Akibatnya ada
energi ikat inti.
Contoh: 2p + 2n 2He4 jadi m = m(2p + 2n) – m(2He4)
Energi ikat inti E = m c2 m = (Z . mp + N . mn) – minti
Dalam fisika inti satuan massa biasa ditulis 1 sma (1 amu) = 1.66 x 10-27 kg = 931 MeV/C2
satuan m :
kg E = m . c2 (joule)
sma E = m . 931 (MeV)
Stabilitas inti:
Suatu nuklida dikatakan stabil bila terletak dalam daerah kestabilan pada diagram N – Z.
Untuk nuklida ringan (A 83 adalah tidak stabil.
Contoh:
1. Sumber energi matahari adalah reaksi inti 4 proton helium + 2e+ diketahui:
- massa proton = 1,6726 x 10-27 kg
- massa e+ = 0,0009 x 10-27 kg
- massa helium = 6,6466 x 10-27 kg
Jika dalam reaksi ini terbentuk 6,6466 gram helium, hitunglah energi yang dihasilkannya.
Jawab:
Dalam setiap reaksi yang terjadi: 4 1p1 2He4 + 2e+, selalu terbentuk 1 2He4 yang massanya 6,6466 x
10-27 kg. Karena terbentuknya 6,6466 gram 2He4, maka jumlah reaksi yang terjadi (n) adalah:
n = (6,6466 gram) / (6,6466 x 10-27) = 1024 kali reaksi.
Dari rumus Defek massa:
m = M(p) – M(1 2He4 + 2e+) = 0,042 x 10-27 kg
Jadi energi total reaksi yang dihasilkan:
E = n . m . c2 = 1024 . 0,042 x 10-27 (3.108)2 = 0,378 x 1013 joule
D. RADIOAKTIVITAS
Radioaktivitas adalah peristiwa pemancaran sinar-sinar , , yang menyertai proses peluruhan inti.
Sinar : - identik dengan inti atom helium (2He4)
- daya tembusnya kecil tapi daya ionisasinya besar.
Sinar : - identik dengan elektron ( le.)
- daya tembus cukup besar tapi daya ionisasinya agak kecil
Sinar : - tidak bermuatan (gelombang elektromagnetik).
- daya tembus paling besar tapi daya ionisasinya kecil (interaksi berupa foto listrik, Compton den
produksi pasangan).
Kuat radiasi suatu bahan radioaktif adalah jumlah partikel (, , ) yang dipancarkan tiap satuan waktu.
R = N
R = kuat radiasi satuan Curie
1 Curie (Ci) = 3,7 x 1010 peluruhan per detik.
= konstanta pelurahan, tergantung pada jenis isotop dan jenis pancaran radioaktif, yang menyatakan
kecepatan peluruhan inti.
N = jumlah atom.
Waktu paruh (T ½) adalah waktu yang diperlukan oleh ½ unsur radioaktif berubah menjadi unsur lain.
T½ = ln 2/ = 0,693/ N = Noe-lt = No(½)-t/T
Jadi setelah waktu simpan t = T½ massa unsur mula-mula tinggal separuhnya, N = ½ No ATAU setelah
waktu simpan nT½ zat radioaktif tinggal (½)n
Sinar radioaktif yang melewati suatu materi akan mengalami pelemahan intensitas dengan rumus:
I = Ioe-x
Io = intensitas mula-mula (joule/s.m2)
= koefisien serap materi (m-1 atau cm-1)
x = tebal materi/bahan (m atau cm )
Bila I = ½ Io maka x = 0,693/ disebut HVL (lapisan harga paruh) yaitu tebal keping yang
menghasilkan setengah intensitas mula.
Jenis detektor radioaktif :
1. Pencacah Geiger(G1M)
untuk menentukan/mencacah banyaknya radiasi sinar radioaktif
2. Kamar Kabut Wilson
untuk mengamati jejak partikel radioaktif
3. Emulsi Film
untuk mengamati jejak, jenis dan mengetahui intensitas partikel radioaktif
4. Pencacah Sintilad
untuk mencacah dan mengetahui intensitas partikel radioaktif.
E. TRANSMUTASI INTI DAN PIRANTI EKSPERIMEN FISIKA INTI
TRANSMUSI INTI
1. Fisi
Peristiwa pembelahan inti atom dengan partikel penembak, sehingga menghasilkan dua inti baru dengan
nomor massa yang hampir sama.
Contoh: Dalam reaktor atom: U235 + n Xe140 + Sr94 + 2n + E
2. Fusi
Peristiwa penggabungan dua inti atom ringan, menghasilkan inti atom baru yang lebih berat.
Contoh: reaksi di matahari: 1H2 + 1H2 2He3 + on1
PIRANTI EKSPERIMEN FISIKA INTI
1. Reaktor Atom
Tempat berlangsungnya reaksi fisi, yaitu penembakan Uranium (U) dengan netron (n), menghasilkan
banyak n yang dapat dikendalikan. Bila tidak dikendalikan terjadi bom atom.
Komponen reaktor :
- batang kendali
- moderator
- perisai
- bahan bakar
2. Siklotron
Tempat pemercepat partikel (proton atau netron). Energi hingga 100 MeV.
3. Betatron
Tempat pemercepat elektron. Energi hingga 300 MeV.
4. Sinkrotron
Tempat pemercepat proton. Energi yang dicapai hingga 500 GeV.
5. Akselerator
Tempat pemercepat proton atau elektron. Energi hingga 10 GeV.
Semua piranti di atas digunakan untuk melakukan transmutasi inti.
F. RADIOISOTOP, DIFRAKSI SINAR-X DAN PITA ENERGI
RADIOISOTOP
Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif, dibuat dengan menggunakan reaksi inti dengan netron.
misalnya 92 U 238 + 0 n 1 29 U 239 +
Penggunaan radioisotop:
- Bidang hidrologi
- biologi
- industri
DIFRAKSI SINAR-X
Jika seberkas sinar-X datang pada kristal, maka sinar-sinar yang dipantulkan akan saling memperkuat
(interferensi konstruktif). Dalam hal ini berlaku Persamaan Bragg yaitu :
m = 2d sin
m = 1, 2, 3, …….. = orde difraksi
= panjang gelombang sinar X
d = sudut antara sinar datang dengan permukaan kristal
PITA ENERGI
Teori pita energi dapat menerangkan sifat konduksi listrik suatu bahan.
Pita energi terdiri atas dua jenis yaitu:
1. Pita valensi (terisi penuh oleh 2N elektron di mana N adalah jumlah atom suatu bahan)
2. Pita konduksi (terisi sebagian elektron atau kosong)
Di antara pita valensi dan pita konduksi terdapat celah energi yang layak tidak boleh terisi elektron.
G. SEMIKONDUKTOR
Hambatan jenis (kebalikan dari konduktivitas listrik) suatu bahan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Konduktor ( 104 m)
Hubungan hambatan jenis (o) terhadap suhu
Pada bahan semikonduktor, hole (kekosongan) den elektron berfungsi sebagai pembawa muatan listrik
(pengantar arus).
Semikonduktor intrinsik adalah semikonduktor yang belum disisipkan atom-atom lain (atom pengotor).
Semikonduktor ekstrinsik adalah semikonduktor yang sudah dimasukkan sedikit ketidakmurnian
(doping). Akibat doping ini maka hambatan jenis semikonduktor mengalami penurunan. Semikonduktor
jenis ini terdiri dari dua macam, yaitu semikonduktor tipe-P (pembawa muatan hole) dan tipe-N
(pembawa muatan elektron).
Komponen semikonduktor:
1. Dioda, dapat berfungsi sebagai penyearah arus, stabilisasi tegangan dan detektor.
2. Transistor, dapat berfungsi sebagai penguat arus/tegangan dan saklar. Transistor terdiri dari dua jenis
yaitu PNP dan NPN.
BAB III
PENYAJIAN DATA, ANALISIS DAN
PEMECAHAN MASALAH
A. RADIASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sadarkah anda jika tiap hari tubuh selalu menerima radiasi. Buktinya ada saat anda membuka jendela
kamar di pagi hari. Kehangatan sinar mentari merasuki setiap kehidupan. Sinar atau cahaya yang
dipancarkan sang surya itu dikenal dengan radiasi infra merah. Orang-orang yang hidup di daerah sub-
tropis pada musim panas atau bila berkunjung ke daerah tropis sebagai turis gemar menjemur diri di
pantai untuk mendapatkan radiasi ultraviolet agar kulit tubuhnya berwarna kecoklatan. Saat ini, manusia
dengan rekannya yang terpisah jauh dapat berkomunikasi dengan suara ataupun gambar. Itu juga berkat
jasa berkat radiasi gelombang pendek (microwave).
Begitu pula hubungan antara seorang astronot yang ada di ruang angkasa dengan operator di pusat
pengendali bumi. Bukan hal yang aneh pula hampir setiap dapur di negara-negara maju dilengkapi
dengan alat memasak yang disebut microwave. Nah, artinya kita telah banyak memanfaatkan berbagai
jenis radiasi untuk memudahkan dan meningkatkan kualitas hidup di bumi.
Kalau begitu bisa dikatakan radiasi adalah hal yang sudah akrab dengan kehidupan manusia. Wajar saja,
sebab radiasi sudah ada di bumi sebelum kehidupan ini lahir. Bahkan, ia sudah hadir di ruang angkasa
sebelum bumi itu sendiri nongol. Radiasi merupakan bagian dari big-bang yang sejauh kita ketahui lahir
kurang lebih dua puluh milyar tahun yang lalu. Sejak itu radiasi menyelimuti ruang angkasa dan
merupakan bagian dari bumi.
Pada 1892 ilmuwan berkebangsaan Prancis, Antoine Henri Becquerel meletakkan beberapa lempeng film
fotografi di dalam laci. Bersama itu pula ditaruh mineral yang mengandung uranium. Saat film fotografi
dicuci dalam larutan pengembang, ia terkejut karena adanya pengaruh mineral uranium pada film
fotografi itu. Sejak itu Becquerel dikenal sebagai penemu uranium.
Berikutnya, pada 1898, suami Marie Currie, pionir pemakai kata radioaktivitas, yaitu Pierre menemukan
bahwa uranium mengeluarkan radiasi dan ada elemen misterius lainnya. Salah satunya adalah apa yang
mereka sebut sebagai polonium.
Berkat semua itu, ketiganya dianugrahi Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1903. Yang jelas, penemuan
radioaktivitas akhirnya menjadi semacam babak baru dari era fisika modern. Terutama sejak ditemukan
Polonium itu berhasil mengubah banyak hal dan membangkitkan pertanyaan. Misalnya, apa yang
menyebabkan atom-atom meluruh, terbuat dari apa atom-atom itu, gaya-gaya apa yang bekerja di
dalamnya? Hasilnya, pada abad berikutnya manusia pun menemukan banyak hal tentang radiasi dan
fenomena lainnya dalam fisika.
Pada abad ke-20, manusia telah mengenal berbagai jenis radiasi lainnya, yang disebut radiasi pengion.
Radiasi pengion ini juga sudah banyak dimanfaatkan secara luas dalam bidang kedokteran. Satu
diantaranya dipakai untuk membuat foto organ tubuh manusia (rontgen). Di bidang industri, radiasi
pengion ini dipakai untuk mengukur ketebalan kertas atau pelat besi agar hasil produksinya memiliki
ketebalan yang akurat. Bisa pula untuk mendeteksi kebocoran air di bendungan, atau deteksi adanya
potensi kebakaran dalam detektor asap dan lain sebagainya. Pemakaian radiasi pengion pun telah banyak
memberi keuntungan bagi kehidupan manusia.
Radiasi pengion dihasilkan oleh atom-atom yang sangat kecil dan tak kasat mata kita. Menurut
Erwansyah Lubis, Kepala Bidang Keselamatan Kerja dan Lingkungan, Pusat Pengembangan Pengelolaan
Limbah Radioaktif (P2PLR), BATAN, di alam terdapat benda hidup (manusia, hewan dan tumbuhan)
yang secara kimiawi tersusun oleh pelbagai jenis atom yang sangat kecil. “Di alam, atom-atom ada yang
stabil dan ada yang tidak stabil.” Karena punya kelebihan energi di dalam inti, lanjutnya, atom-atom itu
ada yang tak stabil. Akibatnya atom ini akan melepaskan kelebihan energinya (meluruh) untuk jadi jenis
atom lain yang stabil. Kelebihan energi ini dilepaskan dalam bentuk radiasi pengion. “Atau gampangnya,
radiasi dan atom yang tidak stabil ini dikenal dengan sebutan radionuklida alam,” jelas Erwansyah.
Berdasarkan asal usulnya, kata Erwansyah, radionuklida alam dibagi menjadi dua, primordial dan
kosmogenik. Radionuklida primordial adalah radionuklida purba yang ada di bumi dan terjadinya
berkaitan erat dengan terbentuknya bumi itu sendiri. Dari sudut radioekologi, radionuklida primordial
yang penting adalah unsur-unsur berat dan mempunyai deret peluruhan yang panjang seperti halnya deret
uranium (U-238), aktimium (U-235) dan torium (Th-232).
Radionuklida kosmogenik adalah radionuklida yang dihasilkan dari reaksi antara sinar kosmik dengan
inti-inti atom yang terdapat di atmosfer, tanah dan air. Umumnya, radionuklida ini memiliki konsentrasi
yang sangat rendah di alam hingga memerlukan prosedur yang rumit untuk sampling (pengambilan
contoh untuk dianalisis) dan analisisnya.
Radiasi yang dilepaskan oleh radionuklida alam dapat berupa sinar-x dan sinar gamma. Dapat pula berupa
partikel yang mempunyai energi tinggi, seperti partikel alfa, beta dan proton. Radiasi pengion ini bila
menumbuk atau mengenai benda-hidup ataupun benda tak-hidup memiliki kemampuan untuk
menguraikan atom-atom stabil yang ada dalam benda-benda itu menjadi ion-ion positif dan negatif. Bila
radiasi ini mengenai organ atau jaringan tubuh manusia maka akan terbentuk ion-ion postif dan negatif.
Buntutnya, bakal jadi penyebab kerusakan sel-sel pada organ atau jaringan itu. Nah, jika kerusakan sel-sel
ini terjadi dalam jumlah yang relatif banyak dan berlangsung secara terus menerus, kesehatan manusia
pun dapat terganggu.
“Untuk itu, jumlah radiasi pengion yang dapat diterima oleh manusia dibatasi. Ini berguna agar gangguan
kesehatan dalam diri manusia akibat radiasi dapat dicegah,” sebut Erwansyah. Ukuran jumlah radiasi
pengion yang diterima manusia disebut dosis radiasi. Komisi Internasional Perlindungan Bahaya Radiasi
(International Commission on Radiological Protection/ICRP) merekomendasi dosis radiasi yang dapat
diterima oleh manusia dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir adalah seribu
micro sievert (uSv) atau 1,0 mili sievert (mSv) per tahunnya.
Menurut Handbook of Environmental Radiation, radionuklida alam terdapat dalam pelbagai komponen
lingkungan hidup hingga dapat menyebabkan terjadinya paparan radiasi, eksternal (dari luar) dan internal
(dari dalam). Manusia menerima paparan radiasi yang berasal dari luar tubuh (eksternal) seperti dari
permukaan tanah, dinding rumah dan bahan-bahan lainnya yang ada di sekitar kehidupan manusia.
Sedang paparan radiasi secara internal (dalam tubuh) bisa melalui udara yang terhirup (inhalasi) dan
berbagai bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi (ingesi). Beberapa paparan radiasi alam relatif
konstan dan merata diterima oleh penduduk bumi.
B. KESELAMATAN RADIASI LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
DI INDONESIA
Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia diatur oleh Undang-undang Ketenaganukliran, Undang-
undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang lainnya yang terkait serta berbagai produk hukum di
bawahnya. Teknologi pengolahan limbah radioaktif yang diadopsi adalah teknologi yang telah mapan
(proven) dan umum digunakan di negara-negara industri nuklir. Dalam pengelolaan limbah radioaktif
sesuai ketentuan yang berlaku diterapkan program pemantauan lingkungan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sehingga keselamatan masyarakat dan lingkungan dari potensi dampak radiologik
yang ditimbulkan selalu berada dalam batas keselamatan yang direkomendasikan secara nasional maupun
internasional.
• Minimisasi Limbah
Dalam pemanfaatan iptek nuklir minimisasi limbah diterapkan mulai dari perencanaan, pemanfaatan
(selama operasi) dan setelah masa operasi (pasca operasi). Pada tahap awal/perencanaan pemanfaatan
iptek nuklir diterapkan azas justifikasi, yaitu “tidak dibenarkan memanfaatkan suatu iptek nuklir yang
menyebabkan perorangan atau anggota masyarakat menerima paparan radiasi bila tidak menghasilkan
suatu manfaat yang nyata”. Dengan menerapkan azas justifikasi berarti telah memimisasi potensi paparan
radiasi dan kontaminasi serta membatasi limbah/dampak lainnya yang akan ditimbulkan pada sumbernya.
Setelah penerapan azas justifikasi atas suatu pemanfaatan iptek nuklir, pemanfaatan iptek nuklir tersebut
harus lebih besar manfaatnya dibandingkan kerugian yang akan ditimbulkannya, dan dalam pembangunan
dan pengoperasiannya harus mendapat izin lokasi, pembangunan, dan pengoperasian dari Badan
Pengawas, seperti telah diuraikan sebelumnya.
• Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif
Tujuan utama pengolahan limbah adalah mereduksi volume dan kondisioning limbah, agar dalam
penanganan selanjutnya pekerja radiasi, anggota masyarakat dan lingkungan hidup aman dari paparan
radiasi dan kontaminasi. Teknologi pengolahan yang umum digunakan antara lain adalah teknologi alih-
tempat (dekontaminasi, filtrasi, dll.), teknologi pemekatan (evaporasi, destilasi, dll.), teknologi
transformasi (insinerasi, kalsinasi) dan teknologi kondisioning (integrasi dengan wadah, imobilisasi,
adsorpsi/absorpsi). Limbah yang telah mengalami reduksi volume selanjutnya dikondisioning dalam
matrik beton, aspal, gelas, keramik, sindrok, dan matrik lainnya, agar zat radioaktif yang terkandung
terikat dalam matrik sehingga tidak mudah terlindi dalam kurun waktu yang relatif lama (ratusan/ribuan
tahun) bila limbah tersebut disimpan secara lestari/di disposal ke lingkungan. Pengolahan limbah ini
bertujuan agar setelah ratusan/ribuan tahun sistem disposal ditutup (closure), hanya sebagian kecil
radionuklida waktu-paro (T1/2) panjang yang sampai ke lingkungan hidup (biosphere), sehingga dampak
radiologi yang ditimbulkannya minimal dan jauh di bawah NBD yang ditolerir untuk anggota masyarakat.
• Pembuangan Limbah Radioaktif
Strategi pembuangan limbah radioaktif umumnya dibagi kedalam 2 konsep pendekatan, yaitu konsep
“Encerkan dan Sebarkan” (EDS) atau “Pekatkan dan Tahan” (PDT). Kedua strategi ini umumnya
diterapkan dalam pemanfaatan iptek nuklir di negara industri nuklir, sehingga tidak dapat dihindarkan
menggugurkan strategi zero release [15]. Pembuangan efluen Dalam pengoperasian instalasi nuklir tidak
dapat dihindarkan terjadinya pembuangan efluen ke atmosfer dan ke badan-air. Efluen gas/partikulat yang
dibuang langsung ke atmosfer berasal dari sistem ventilasi. Udara sistem ventilasi di tiap instalasi nuklir
sebelum dibuang ke atmosfer melalui cerobong, dibersihkan kandungan gas/ partikulat radioaktif yang
terkandung di dalamnya dengan sistem pembersih udara yang mempunyai efisiensi 99,9 %. Efluen cair
yang dapat dibuang langsung ke badan-air hanya berasal sistem ventilasi dan dari unit pengolahan limbah
cair radioaktif. Tiap jenis radionuklida yang terdapat dalam efluen yang di buang ke lingkungan harus
mempunyai konsentrasi di bawah BME. Pembuangan efluen radioaktif secara langsung, setelah proses
pengolahan/dibersihkan dan setelah peluruhan ke lingkungan merupakan penerapan strategi EDS. Dalam
pembuangan secara langsung, setelah dibersihkan dan setelah peluruhan aktivitas/konsentrasi
radionuklida yang terdapat dalam efluen harus berada di bawah BME. Radionuklida yang terdapat dalam
efluen akan terdispersi dan selanjutnya melaui berbagai jalur perantara (pathway) yang terdapat di
lingkungan akan sampai pada manusia sehingga mempunyai potensi meningkatkan penerimaan dosis
terhadap anggota masyarakat. Penerimaan dosis terhadap anggota masyarakat ini harus dibatasi serendah-
rendahnya (penerapan azas optimasi). Dosis maksimal yang diperkenankan dapat diterima anggota
masyarakat dari pembuangan efluen ke lingkungan dari seluruh jalur perantara yang mungkin adalah 0,3
mSv per tahun [16]. Dosis pembatas (dose constrain) sebesar 0,3 mSv memberikan kemungkinan
terjadinya efek somatik hanya sebesar 3,3×10-6. Berdasarkan dosis pembatas ini BME tiap jenis
radionuklida yang diizinkan terdapat dalam efluen dapat dihitung dengan teknik menghitung balik pada
metode prakiraan dosis. BME tiap jenis radioaktif ini harus mendapat izin dan tiap jenis radionuklida
yang terlepaskan ke lingkungan harus dimonitor secara berkala dan dilaporkan ke Badan Pengawas.BME
tiap jenis radioanuklida yang diperkenankan terdapat dalam efluen radioaktif yang dibuang ke lingkungan
untuk tiap instalasi nuklir di PPTN Serpong telah dihitung dengan metode faktor konsentrasi
(concentration factor method) dan telah diterapkan semenjak reaktor G.A. Siwabessy dioperasikan pada
bulan Agusutus 1987. Pembuangan efluen gas/partikulat dan efluen cair ke lingkungan di PPTN Serpong
telah sesuai dengan rekomendasi yang diberikan baik secara nasional maupun internasional.
• Lokasi Disposal
Pemilihan lokasi untuk pembangunan fasilitas disposal mengacu pada proses seleksi yang
direkomendasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Faktor-faktor teknis yang
dipertimbangkan diantaranya faktor geologi, hidrogeologi, geokimia, tektonik dan kegempaan, berbagai
kegiatan yang ada di sekitar calon lokasi, meteorologi, transportasi limbah, tata-guna lahan, distribusi
penduduk dan perlindungan lingkungan hidup. Faktor lainnya yang sangat penting adalah penerimaan
oleh masyarakat. Di negara-negara industri nuklir moto “Not In My Backyard” (NYMBY) telah
merintangi dalam pemilihan lokasi, tidak hanya untuk disposal limbah radioaktif juga terhadap limbah
industri lainnya. Oleh karena itu perhatian terhadap faktor-faktor sosial (societal issues) selama pase awal
proses pemilihan lokasi memerlukan perhatian ekstra hati-hati dan seksama. Isu ini menyebabkan negara-
negara industri nuklir cenderung memilih lokasi (site) nuklir yang telah ada untuk pembangunan fasilitas
disposal. Sebagai contoh diantaranya fasilitas disposal Drig (United Kingdom), Centre de la Manche
(Perancis), Rokkasho (Jepang) dan Oilkiluoto (Finlandia). P2PLR telah melakukan berbagai penelitian
dan pengkajian kemungkinan kawasan nuklir PPTN Serpong dan calon lokasi PLTN di S. Lemahabang
dapat digunakan sebagai lokasi untuk disposal LTR, LTS dan LTT. Hasil pengkajian dan penelitian ini
sementara menyimpulkan bahwa kawasan PPTN Serpong dikarenakan kondisi lingkungan setempat (pola
aliran air tanah, demographi, dll) hanya memungkinkan untuk pembangunan sistem disposal
eksperimental, sedangkan di calon lokasi PLTN telah dapat diidentifikasi daerah yang mempunyai
kesesuaian yang tinggi untuk pembangungan sistem disposal near-surface dan deep disposal.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Keselamatan radiasi lingkungan dalam pengelolaan limbah radioaktif diupayakan melalui; Pembatasan
penerimaan dosis, Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditolerir dapat diterima oleh anggota masyarakat
sebesar 1,0 mSv per tahun. NBD untuk anggota masyrakat ini relatif lebih kecil dari yang diterima rata-
rata dari radiasi alam (2,4 mSv per tahun). Penerimaan dosis oleh anggota masyarakat dari kegiatan
pembuangan efluen radioaktif ke atmosfer dan ke badan-air, serta dari disposal limbah dibatasai
maksimal sebesar 0,3 mSv per tahun. Besarnya dosis pembatas ini, mempunyai potensi kemungkinan
terjadinya efek somatik sebesar 3,3 x 10-6, sesuai dengan standar de minimus, nilai risiko ini termasuk
dapat diabaikan. Pemantauan lingkungan merupakan ketentuan yang diberlakukan, sehingga bila terjadi
kecenderungan peningkatan penerimaan dosis oleh penduduk di sekitar fasilitas nuklir dapat secara dini
diketahui, sehingga kegiatan nuklir dapat dihentikan segera, dengan demikian kerugian terhadap
masyarakat dan lingkungan dapat diminimalisis serendah-rendahnya. Pengelolaan limbah radioaktif
tingkat rendah (LTR) dan sedang (LTS) telah mapan (proven) baik secara teknologi maupun keselamatan,
dan telah diimplemetasikan secara komersial. Teknologi pengolahan limbah radioaktif ini telah diadopsi
dan diimplementasikan di Indonesia (Batan) dalam mengelola LTR dan LTS baik yang dihasilkan dari
kegiatan Batan maupun dari kegiatan Non-Batan (industri, rumah sakit, penelitaian dan lain-lainhya).
Pengelolaan limbah radioaktif tingkat tinggi (LTT) di negara-negara industri nuklir selain berbeda, juga
masih berubah-ubah. Sebagian memilih daur tertutup (memilih opsi olah-ulang) dan sebagian lainnya
memilih daur terbuka (memilih opsi disposal). Indonesia memilih daur terbuka, limbah BBN bekas yang
awalnya dipasok dari luar Negeri, direeksport kembali ke negara asal. Sementara LTT yang ditimbulkan
dari Litbang disimpan di ISSFE yang berada dalam kawasan nuklir, sehingga aman dan terkendali.
Kecenderungan pembangunan fasilitas disposal yang terjadi di negara-negara industri nuklir dalam
mengantisipasi moto “ NYMBY” adalah di kawasan nuklir yang telah ada. Penerimaan masyarakat
terhadap pemanfaatan iptek nuklir sangat dipengaruhi oleh keamanan dan keselamatan pengelolaan
limbah radioaktif. Dalam permasalahan ini, umumnya negara-negara industri nuklir melakukan
pendekatan secara teknis, namun pendekatan secara sosial masih kurang.
B. Saran
Penanganan masalah radioaktif adalah sebuah tindakan yang harus dilakukan secara berhati-hati oleh
pemerintah. Diantara langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah :
1. Pemilihan lokasi disposal yang tepat.
2. Pengkajian keselamatan lingkungan.
3. Verifikasi kelayakan pengawasan pembuangan efluen ke lingkungan
4. Melakukan koreksi terhadap kesahihan perhitungan batas konsentrasi tiap jenis radionuklida yang
diperkenankan terdapat dalam efluen.
5. Memberikan jaminan/pembuktian kepada Badan Pengawas dan masyarakat bahwa dampak radiologi
yang ditimbulkan dalam batasan yang diizinkan/diperkenankan.
6. Program pemantauan yang diturunkan dari hasil studi Amdal.
DAFTAR PUSTAKA
ALAN MARTIN., SAMUEL H., An Introduction to Radiation Protection, Third Edition, Chapman and
Hall, London, (1986).
BENNET B. G., Exposures from Worldwide Release, Environmental Impact of Radioactive Releases,
Proceedings of a Symposium, IAEA, Vienna 8 – 12 May, (1995).
BKKL-PTPLR, Batas Pelepasan Maksimal (BPM) Pembuangan Zat Radioaktif ke Atmosfer dan Badan-
air untuk tiap Instalasi Nuklir di PPTA, Revisi-1, (1991).
LUBIS, E., D. MALLANTS., G. VOLCKAERT., Safety Assessment for a Hyphotetical Near Surface
Disposal, Atom Indonesia Vol. 26, No.2, July 2000.
Apakah yang dimaksud dengan spektrum emisi?
Mengamati spektrum emisi hidrogen
Tabung sinar hidrogen adalah suatu tabung tipis yang berisi gas hidrogen pada tekanan rendah
dengan elektroda pada tiap-tiap ujungnya. Jika anda melewatkan tegangan tinggi (katakanlah, 5000
volt), tabung akan menghasilkan sinar berwarna merah muda yang terang.
Jika sinar tersebut dilewatkan pada prisma atau kisi difraksi, sinar akan terpecah menjadi beberapa
warna. Warna yang dapat anda lihat merupakan sebagian kecil dari spektrum emisi hidrogen.
Sebagian besar spektrum tak terlihat oleh mata karena berada pada daerah infra-merah atau ultra-
violet.
Pada foto berikut, sebelah kiri menunjukkan bagian dari tabung sinar katoda, dan sebelah kanan
menunjukkan tiga garis yang paling mudah dilihat pada daerah tampak (visible) dari spektrum.
(mengabaikan "pengotor" − biasanya berada di sebelah kiri garis merah, yang disebabkan oleh cacat
pada saat foto diambil. Lihat catatan di bawah)
Memperlebar spektrum emisi hidrogen hingga UV dan IR
Ada lebih banyak lagi spektrum hidrogen selain tiga garis yang dapat anda lihat dengan mata
telanjang. Hal ini memungkinan untuk mendeteksi pola garis-garis pada daerah ultra-violet dan infra-
merah spektrum dengan baik.
Hal ini memunculkan sejumlah "deret" garis yang dinamakan dengan nama penemunya. Gambar di
bawah menunjukkan tiga dari deret garis tersebut, deret lainnya berada di daerah infra-merah, jika
digambarkan terletak di sebelah kiri deret Paschen.
Gambar tersebut cukup rumit, sehingga kita akan membahasnya sedikit saja. Pertama lihat deret
Lyman pada sebelah kanan gambar − deret ini paling lebar dan paling mudah diamati.
Deret Lyman merupakan deret garis pada daerah ultra-violet. Perhatikan bahwa garis makin merapat
satu sama lain dengan naiknya frekuensi. Akhirnya, garis-garis makin rapat dan tidak mungkin diamati
satu per satu, terlihat seperti spektrum kontinu. Hal itu tampak sedikit gelap pada ujung kanan tiap
spektrum.
Kemudian pada titik tertentu, disebut sebagai deret limit (limit series), deret terhenti.
Jika anda melihat deret Balmer atau Paschen, anda akan melihat polanya sama, tetapi deretnya
menjadi makin dekat. Pada deret Balmer, perhatikan posisi tiga garis yang tampak pada foto di bagian
atas.
Sesuatu yang mempersulit − frekuensi dan panjang gelombang
Anda akan sering mendapatkan spektrum hidrogen dinyatakan dengan panjang gelombang sinar
bukan frekuensi. Sayangnya, karena hubungan matematika antara frekuensi sinar dan panjang
gelombangnya, anda mendapatkan dua gambaran spektrum yang sangat berbeda jika
mengalurkannya terhadap frekuensi atau panjang gelombang.
Hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang
Hubungan matematisnya:
Pengaturan ulang persamaan tersebut akan menghasilkan persamaan baik untuk panjang gelombang
maupun frekuensi.
Apakah ini berarti ada hubungan kebalikan antara keduanya − frekuensi yang tinggi berarti panjang
gelombangnya rendah dan sebaliknya.< /p>
Menggambarkan spektrum hidrogen berdasarkan panjang gelombang
Seperti inilah spektrum yang terlihat jika anda mengalurkannya berdasarkan panjang gelombang
bukan frekuensi:
dan, hanya untuk mengingatkan anda bahwa spektrum berdasarkan frekuensi akan tampak seperti ini:
Apakah ini membingungkan? baik, menurut saya ini sangat membingungkan! Jadi apa yang anda
lakukan dengan hal ini?
Untuk halaman berikutnya saya hanya akan memperlihatkan spektrum yang dialurkan terhadap
frekuensi, karena lebih mudah untuk menghubungkannya dengan apa yang terjadi dalam atom. Hati-
hati, spektrum akan terlihat berbeda tergantung pada bagaimana spektrum tersebut dialurkan, tetapi,
selain itu, abaikan versi panjang gelombang, kecuali pengujimu menghendakinya. Jika anda mencoba
untuk mengetahui kedua versi, anda hanya akan mendapatkan sesuatu yang membingungkan!
Menjelaskan spektrum emisi hidrogen
Persamaan Balmer dan Rydberg
Dengan sedikit pengetahuan matematika yang mengagumkan, pada 1885 Balmer memberikan rumus
sederhana untuk memperkirakan panjang gelombang dari beberapa garis yang sekarang kita kenal
dengan deret Balmer. Tiga tahun berikutnya, Rydberg membuat rumus yang lebih umum sehingga
dapat diterapkan untuk memperkirakan panjang gelombang beberapa garis pada spektrum emisi
hidrogen.
Rydberg memberikan rumus:
RH merupakan konstanta yang disebut dengan konstanta Rydberg.
n1 dan n2 merupakan bilangan bulat (seluruh angka). n2 lebih besar daripada n1. Dengan kata lain, jika
n1, katakanlah 2, maka n2 dapat berupa seluruh angka antara 3 dan tak hingga.
Berbagai kombinasi angka dapat anda masukkan ke dalam rumus, sehingga anda dapat menghitung
panjang gelombang dari suatu garis pada spektrum emisi hidrogen − dan terdapat kesamaan antara
panjang gelombang yang anda dapatkan dengan menggunakan rumus ini dengan yang diperoleh dari
hasil analisis spektrum aslinya.
Anda dapat juga menggunakan versi yang dimodifikasi dari persamaan Rydberg untuk menghitung
frekuensi masing-masing garis. Persamaan yang dimodifikasi dapat anda peroleh dari persamaan
sebelumnya dan rumus panjang gelombang dan frekuensi pada bagian sebelumnya.
Asal usul spektrum emisi hidrogen
Garis-garis pada spektrum emisi hidrogen membentuk pola yang umum dan dapat ditunjukkan dengan
persamaan yang (relatif) sederhana. Masing-masing garis dapat dihitung dari kombinasi angka-angka
sederhana.
Mengapa hidrogen mengemisikan sinar ketika tereksitasi dengan adanya tegangan tinggi dan apa arti
dari semua angka-angka itu?
Ketika tak ada yang mengeksitasi, elektron hidrogen berada pada tingkat energi pertama − tingkat
yang paling dekat dengan inti. Tetapi jika anda memberikan energi pada atom, elektron akan
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi − atau bahkan dilepaskan dari atom.
Tegangan tinggi pada tabung sinar hidrogen menyediakan energi tersebut. Molekul hidrogen awalnya
pecah menjadi atom-atom hidrogen (oleh karena itu disebut spektrum emisi atom hidrogen) dan
elektron kemudian berpromosi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Misalkan suatu elektron tereksitesi ke tingkat energi ketiga. Elektron akan cenderung melepaskan
energi lagi dengan kembali ke tingkat yang lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara
yang berbeda.
Elektron dapat turun, kembali lagi ke tingkat pertama, atau turun ke tingkat kedua − dan kemudian,
pada lompatan kedua, turun ke tingkat pertama.
Mengikat suatu elektron untuk melompat ke garis tertentu pada spektrum
Jika suatu elektron turun dari tingkat-3 ke tingkat-2, akan melepaskan energi yang sama dengan beda
energi antara dua tingkat tersebut. Energi yang diperoleh dari lepasnya elektron ini muncul sebagai
sinar (dimana "sinar" tersebut termasuk dalam daerah UV dan IR juga tampak (visible)).
Masing-masing frekuensi sinar dihubungkan dengan energi melalui persamaan:
Dengan frekuensi yang lebih tinggi, energi sinar akan lebih tinggi.
Jika suatu elektron turun dari tingkat-3 ke tingkat-2, tampak sinar merah. Inilah asal-usul garis merah
pada spektrum hidrogen. Dengan menghitung frekuensi sinar merah, anda dapat menghitung
energinya. Energi itu harus sama dengan beda energi antara tingkat-3 dan tingkat-2 pada atom
hidrogen.
Persamaan terakhir dapat ditulis ulang sebagai beda energi antara dua tingkat elektron.
Turunnya elektron yang menghasilkan energi terbesar akan memberikan garis frekuensi tertinggi.
Turunnya elektron dengan energi terbesar adalah dari tingkat tak hingga ke tingkat-1 (tentang tingkat
tak hingga akan dijelaskan nanti)
Beberapa gambar berikut terdiri dari dua bagian − dengan tingkat energi pada bagian atas dan
spektrum pada bagian bawah.
Jika elektron turun dari tingkat 6, penurunannya lebih sedikit, sehingga frekuensinya akan lebih kecil.
(dikarenakan skala pada gambar, tidak mungkin menggambarkan semua lompatan yang melibatkan
semua tingkat antara 7 dan tak hingga!)
…dan jika anda mengamati lompatan ke tingkat-1 yang lain anda akan mendapatkan seluruh deret
Lyman. Jarak antar garis pada spektrum menggambarkan jarak perubahan tingkat energi.
Jika anda melakukan hal yang sama untuk lompatan menurun ke tingkat 2, anda mendapatkan garis
dari deret Balmer. Perbedaan energinya lebih kecil dari deret Lyman, sehingga frekuensi yang
dihasilkan juga lebih rendah.
Deret Paschen diperoleh dari lompatan menurun ke tingkat-3, tetapi gambarnya akan sangat kacau
jika saya memasukkan semuanya – karena itu tidak disebutkan deret lain untuk lompatan menurun ke
tingkat-4, tingkat-5, dan seterusnya.
Arti angka −angka pada persamaan Rydberg
n1 dan n2 pada persamaan Rydberg merupakan tingkat energi sederhana pada setiap lompatan yang
menghasilkan garis yang khas pada spektrum.
Sebagai contoh, pada deret Lyman, n1 selalu 1. Elektron yang turun ke tingkat 1 menghasilkan garis
pada deret Lyman. Untuk deret Balmer, n1 selalu 2, karena elektron turun ke tingkat-2.
n2 merupakan tingkat asal lompatan. Kita telah menyebutkan bahwa garis merah merupakan hasil dari
turunnya elektron dari tingkat-3 ke tingkat-2. Pada contoh ini, n2 sama dengan 3.
Arti tingkat tak hingga
Tingkat tak hingga menunjukkan energi tertinggi yang mungkin dari suatu elektron atom hidrogen.
Jadi, apa yang terjadi jika elektron melampaui energi itu?
Elektron bukan lagi bagian dari atom. Tingkat tak hingga menunjukkan titik dimana ionisasi atom
terjadi untuk membentuk ion bermuatan positif.
Menggunakan spektrum untuk menentukan energi ionisasi
Ketika tak ada energi tambahan yang diberikan, elektron hidrogen berada pada tingkat-1. Dikenal
sebagai keadaan dasar (ground state). Jika anda memberikan energi yang cukup untuk memindahkan
elektron hingga ke tingkat tak hingga, anda telah mengionkan hidrogen.
Energi ionisasi tiap elektron dihitung dari jarak antara tingkat-1 dan tingkat tak hingga. Jika anda
melihat kembali beberapa gambar terakhir, anda akan mendapatkan bahwa energi lompatannya
menghasilkan limit deret dari deret Lyman.
Jika anda dapat menentukan frekuensi dari limit deret Lyman, anda dapat menggunakannya untuk
menghitung energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron suatu atom dari tingkat-1 ke titik
ionisasi. Dari hal tersebut, anda dapat menghitung energi ionisasi per mol atom.
Masalahnya adalah frekuensi limit deret agak sulit ditentukan secara akurat dari spektrum karena
pada daerah limit garis-garisnya rapat sehingga spektrum terlihat seperti kontinu.
Menentukan frekuensi limit deret secara grafik
Berikut ini merupakan daftar frekuensi dari tujuh garis yang jarak garisnya paling lebar pada deret
Lyman, jika anda bergerak dari satu garis ke garis berikutnya akan terjadi kenaikan frekuensi.
Dengan makin dekatnya garis, jelas peningkatan frekuensi berkurang. Pada limit deret, beda antar
garis akan mendeketi nol.
Itu artinya jika anda mengalurkan kenaikan frekuensi terhadap frekuensi aktual, anda dapat
mengekstrapolasikan (kontinu) kurva pada titik dimana kenaikannya menjadi nol. Itu akan menjadi
frekuensi limit deret.
Faktanya anda dapat mengalurkan grafik dari data pada tabel di atas. Perbedaan frekuensi
berhubungan dengan dua frekuensi. Sebagai contoh, angka 0,457 diperoleh dengan mengurangkan
2,467 dari 2,924. Sehingga yang manakah dari dua nilai ini yang anda alurkan terhadap 0,457?
Hal ini tak masalah, selama anda selalu konsisten − dengan kata lain, anda selalu mengalurkan
perbedaan frekuensi terhadap salah satu dari angka yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Pada
titik yang akan anda amati (dimana perbedaannya nol), nilai kedua frekuensi sama.
Sebagaimana yang anda lihat pada grafik di bawah. Dengan mengalurkan kedua kurva yang mungkin
pada grafik yang sama, kurva akan lebih mudah diekstrapolasikan. Kurva lebih sulit untuk
diektrapolasikan dibandingkan dengan garis lurus.
Kedua garis menunjukkan limit deret sekitar 3.28 x 1015 Hz.
Jadi sekarang kita akan menghitung energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron tunggal dari
atom hidrogen. Ingat persamaan pada halaman di atas:
Kita dapat menentukan perbedaan energi antara keadaan dasar dan titik dimana elektron
meninggalkan atom melalui substitusi nilai frekuensi yang kita dapatkan dan mencari nilai konstanta
Planck dari buku.
Hasil ini memberikan pada anda energi ionisasi untuk atom tunggal. Untuk menentukan energi ionisasi
yang normal, kita perlu mengalikannya dengan banyaknya atom pada satu mol atom hidrogen
(konstanta Avogadro) dan kemudian membaginya dengan 1000 untuk mengubahnya menjadi
kilojoule.