EVALUASI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE
MAINTENANCE DI PT FRINA LESTARI NUSANTARA
Oleh
SANDHY WIDIANSYAH
H24050290
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK
Sandhy Widiansyah. H24050290. Evaluasi Penerapan Total Productive
Maintenance di PT Frina Lestari Nusantara. Di bawah bimbingan Pramono D.
Fewidarto.
Perusahaan yang bergerak di bidang industri membutuhkan pemeliharaan
yang berkesinambungan terhadap mesin-mesin produksinya. Tanpa kondisi mesin
yang optimal, proses produksi tidak bisa mencapai tingkat produktivitas yang
diinginkan. Pemeliharaan dan perawatan merupakan kegiatan untuk menjamin
mesin produksi agar dapat bekerja sebagaimana mestinya. Pemeliharaan dan
perawatan menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal
dengan Total Productive Maintenance (TPM). TPM menggabungkan praktek
pemeliharaan preventive maintenance dan predictive maintenance dengan
keterlibatan operator mesin melalui kegiatan autonomous maintenance.
PT Frina Lestari Nusantara (PT FLN) merupakan salah satu perusahaan
yang sedang berkembang di industri aksesoris kendaraan bermotor.
Perkembangan ini salah satunya dikarenakan perusahaan menerapkan sistem Total
Productive Maintenance (TPM) di lingkungan kerjanya. Produk-produk PT FLN
diproduksi secara massal dan dipasarkan lewat agen tunggal pemegang hak merk
kendaraan bermotor. PT FLN merupakan pemasok utama bagi perusahaan mobil
seperti PT Indomobil Suzuki, PT Astra Honda Motor, PT Tiga Berlian Mitsubishi
Motors, PT Astra Daihatsu, PT Isuzu, PT Ford Indonesia dan PT Astra Toyota.
Penelitian ini menganalisis tentang persepsi operator mesin, foreman dan
supervisor di Plant-2 (sebagai area kerja kritis) tentang pelaksanaan TPM dan
pengaruhnya terhadap produktivitas perusahaan. Pengukuran produktivitas
dilakukan dengan penghitungan Overall Equipment Efficiency (OEE) dengan
memperhatikan tiga kriteria, yaitu availability, performance, dan quality.
Pelaksanaan TPM di PT Frina Lestari Nusantara meliputi program kerja
sikap 5S, kegiatan preventive maintenance, predictive maintenance, dan
autonomous maintenance. Area kerja kritis terdapat pada area produksi Plant-2
dan stasiun kerja kritis adalah stasiun kerja Vacuum Forming-2. Kesimpulan dari
persepsi para operator, foreman, dan supervisor menunjukkan adanya perubahan
terhadap produktivitas setelah diterapkannya TPM. Hasil dari pengukuran dengan
OEE, produktivitas paling rendah terdapat pada mesin Vacum Forming-1 pada
tahun 2007 dengan nilai 70,20 persen. Nilai tertinggi terdapat pada Blow Molding
2 pada tahun 2009 yaitu 107,94 persen.
EVALUASI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE
MAINTENANCE DI PT FRINA LESTARI NUSANTARA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SANDHY WIDIANSYAH
H24050290
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
EVALUASI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI
PT FRINA LESTARI NUSANTARA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SANDHY WIDIANSYAH
H24050290
Menyetujui, Agustus 2009
Ir. Pramono D. Fewidarto, MS
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Sumedang, Provinsi Jawa
Barat pada tanggal 16 April 1987. Penulis adalah anak kedua
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Winarsyah dan
Ibu Ecin Kuraesin.
Penulis memulai pendidikan di TK Bhayangkari dan
lulus pada tahun 1993. Pendidikan dasar di SD Sukaraja 1 pada tahun 1993 dan
lulus pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SLTP Negeri 1 Sumedang pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2002.
Pendidikan menengah atas dilanjutkan di SMU Negeri 1 Sumedang pada tahun
2002 dan lulus pada tahun 2005.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Penulis merupakan mahasiswa angkatan
pertama program kurikulum mayor-minor IPB. Penulis diterima sebagai
mahasiswa mayor Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan
kepanitiaan. Penulis menjadi anggota WAPEMALA (Wadah Perkumpulan
Mahasiswa dan Pelajar Sumedang) pada tahun 2005-2009 dan menjadi wakil
ketua pada tahun 2006-2007, anggota Syariah Economic Student Club (SES-C)
pada tahun 2007-2008, anggota Dewan Keluarga Mesjid Al Hurriyyah IPB pada
tahun 2006-2008.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul Evaluasi Penerapan Total Productive Maintenance di PT Frina
Lestari. Skripsi ini berisi tentang evaluasi penerapan TPM di PT Frina Lestari
Nusantara dan bagaimana TPM tersebut berpengaruh terhadap produktivitas
perusahaan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menganalisis tentang
efektivitas TPM yang telah dilaksanakan oleh perusahaan sehingga dapat
dilakukan tindakan perbaikan untuk mengembangkan TPM lebih lanjut.
Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta
saran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Pada kesempatan ini
penulis berterima kasih kepada :
1. Ir. Pramono D Fewidarto, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. WH Limbong, MS dan Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku
dosen penguji yang telah memberi banyak masukan pada penulisan skripsi ini.
3. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak membantu selama masa studi penulis.
4. Pak Muhammad, Pak Argo, Pak Sumpono, Pak Andi dan pihak-pihak lainnya
di PT Frina Lestari Nusantara atas bantuannya selama proses pengumpulan
data.
5. Seluruh keluarga tercinta terutama Mamah, Papap, Mamah Ai, Abah untuk
do’a dan semangat yang telah diberikannya kepada penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan (Iqbal, Juli, Irsam, Rani, dan Fany), satu kosan
Al Azhar (Reza, Dani, Abdul, Zulvan, Irfan, Nanto, dan Ferdi), dan teman-
teman di POPSI (Iqbal, Eko, Galih, Momon, Vandhy, Faris, dan Wibie) dan
teman-teman di Manajemen 42 atas motivasi dan semangatnya kepada
penulis.
iv
7. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Keterbatasan penulis dan berbagai kendala yang dihadapi merupakan
penyebab tidak sempurnanya skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih
dan semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.5 Ruang Lingkup ................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Total Productive Maintenance............................................................ 6
2.2 Maintenance........................................................................................ 9
2.3 Produksi .............................................................................................. 11
2.4 Produktivitas ....................................................................................... 11
2.5 Mesin .................................................................................................. 14
2.6 Overall Equipment Efficiency ............................................................. 14
2.7 Crosstabulation Chi-Square ............................................................... 15
2.8 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 19
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................ 19
3.2 Tahapan Penelitian .............................................................................. 21
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 24
3.4 Metode Penelitian ............................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 28
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................................. 28
4.2 Kegiatan Produksi Perusahaan ............................................................ 30
4.3 Penggunaan Mesin-mesin pada Setiap Area Kerja ............................. 33
4.4 Implementasi TPM di PT Frina Lestari Nusantara ............................. 35
4.5 Penetapan Area dan Stasiun Kerja Kritis ............................................ 39
4.6 Efektivitas Penerapan TPM di Area Kerja Kritis................................ 47
vi
4.7 Efektivitas Penerapan TPM terhadap Perubahan Produktivitas ......... 55
4.8 Perhitungan Overall Equipment Efficiency (OEE) ............................. 66
4.9 Implikasi Manajerial ........................................................................... 76
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .................................................................................................. 78
2. Saran ............................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80
LAMPIRAN .................................................................................................... 82
vii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jumlah Responden Penelitian ................................................................... 25
2. Perumusan Hipotesis ................................................................................. 26
3. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant-2 Bulan Januari 2009 .................. 42
4. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant-2 Bulan Februari 2009 ................ 43
5. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant-2 Bulan Maret 2009 .................... 45
6. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant-2 Bulan April 2009 ..................... 46
7. Pemahaman Para Operator, Foreman, dan Supervisor terhadap Program
Kerja Sikap 5S .......................................................................................... 48
8. Tabulasi Silang Hubungan antara Pemahaman dan Pelaksanaan Para
Operator, Foreman, dan Supervisor Mengenai Program
Kerja Sikap 5S .......................................................................................... 49
9. Pengetahuan Para Operator, Foreman, dan Supervisor terhadap
Program Kerja Autonomous Maintenance ............................................... 53
10. Tabulasi Silang Persepsi Para Operator, Foreman, dan Supervisor
Mengenai Program Autonomous Maintenance ......................................... 55
11. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin Vacuum
Forming-1 ................................................................................................. 66
12. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin Vacuum
Forming-2 ................................................................................................. 69
13. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin Blow
Moulding-1 ................................................................................................ 71
14. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin Blow
Moulding-2 ................................................................................................ 74
viii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Grafik Pendapatan PT Frina Lestari Nusantara Tahun 2004-2008 ........... 3
2. Kerangka Pemikiran Konseptual .............................................................. 21
3. Diagram Alur Penelitian .......................................................................... 23
4. Grafik Downtime Bulan Januari 2009 ....................................................... 41
5. Grafik Downtime Bulan Februari 2009 ..................................................... 42
6. Grafik Downtime Bulan Maret 2009 ......................................................... 44
7. Grafik Downtime Bulan April 2009 .......................................................... 45
8. Pengetahuan Responden Mengenai Kegiatan Preventive Maintenance ... 51
9. Pengetahuan Responden Mengenai Kegiatan Predictive Maintenance .... 52
10. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE Mesin Vacuum
Forming-1 ................................................................................................ 68
11. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE Mesin Vacuum
Forming-2 ................................................................................................ 70
12. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE Mesin Blow
Moulding-1 ............................................................................................... 72
13. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE Mesin Blow
Moulding-2 ............................................................................................... 75
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Tabel Rencana Pengumpulan dan Analisis Data ...................................... 83
2. Kuisioner Penelitian .................................................................................. 86
3. Struktur Organisasi PT Frina Lestari Nusantara ....................................... 91
4. Layout Produksi Plant-1 ........................................................................... 92
5. Layout Produksi Plant-2 ........................................................................... 93
6. Layout Produksi Plant-3 ........................................................................... 94
7. Hasil Pengolahan Data Tabulasi Silang Hubungan antara Pemahaman
dan Pelaksanaan Para Operator, Foreman, dan Supervisor terhadap
Pelaksanaan Program Kerja Sikap 5S ....................................................... 95
8. Hasil Pengolahan Data Tabulasi Silang Hubungan antara Pengetahuan
dan Persepsi Para Operator, Foreman, dan Supervisor terhadap
Pelaksanaan Program Kerja Autonomous Maintenance ........................... 96
9. Pengolahan Data dengan Menggunakan Modus dari Jawaban Persepsi
Para Operator, Foreman, dan Supervisor.................................................. 97
10. Perhitungan Nilai Overall Equipment Efficiency ..................................... 100
x
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini penggunaan mesin sebagai alat produksi semakin dibutuhkan
oleh perusahaan. Keberadaan mesin tersebut menjadi suatu kebutuhan yang wajib
dipenuhi agar perusahaan dapat melakukan proses produksi. Teknologi yang
semakin maju membuat mesin produksi semakin canggih dan tentunya membuat
proses produksi menjadi semakin praktis dan cepat sehingga lebih
menguntungkan bagi perusahaan.
Penggunaan mesin-mesin produksi menjadi meningkat seiring dengan
kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan produktivitasnya. Mesin-mesin
produksi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa adanya pemeliharaan dan
perawatan. Mesin-mesin produksi semakin lama akan mengalami penurunan
kinerja dan apabila dibiarkan terus-menerus akan mengalami kerusakan
(breakdown) yang pada akhirnya akan menyebabkan kerugian waktu operasi
(downtime). Permasalahan yang muncul akibat downtime ini misalnya
keterlambatan produksi, pekerja yang menganggur, hilangnya waktu efektif untuk
berproduksi sehingga mempengaruhi produktivitas perusahaan. Selain itu,
kerusakan juga menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menjadi
meningkat akibat adanya biaya perbaikan mesin ataupun juga biaya untuk
pembelian mesin baru. Oleh karena itu, perusahaan akan mengalami kerugian
yang dapat menghilangkan keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh
perusahaan.
Perusahaan yang bergerak di bidang industri membutuhkan pemeliharaan
dan perawatan yang berkesinambungan terhadap mesin-mesin produksinya. Tanpa
kondisi mesin yang optimal, proses produksi tidak bisa mencapai tingkat
produktivitas yang diharapkan. Pemeliharaan dan perawatan merupakan kegiatan
untuk menjamin mesin atau alat agar dapat bekerja sebagaimana yang diinginkan.
Tujuan dari pemeliharaan dan perawatan mesin antara lain adalah agar mesin atau
alat tersedia dalam kondisi menguntungkan, kesiapan peralatan cadangan dalam
kondisi darurat, keselamatan manusia dan lingkungan, dan usia pakai mesin lebih
panjang. Aktivitas pemeliharaan dan perawatan mesin tidak hanya menjadi
2
tanggung jawab dari Bagian Pemeliharaan saja. Kegiatan ini harus melibatkan
operator mesin agar pencegahan terhadap kerusakan tidak mencapai pada tingkat
yang parah (deterioration).
Teknik pemeliharaan yang mengembangkan pemeliharaan dan perawatan
secara menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dikenal dengan
Total Productive Maintenance (TPM). TPM menggabungkan praktek perawatan
dengan preventive maintenance dan keterlibatan operator mesin melalui kegiatan
autonomous maintenance. Keterlibatan operator ini untuk mengembangkan
budaya dimana operator membangun rasa memiliki terhadap perawatan mesin
atau alat yang mereka pakai dan membangun sinergi dengan Bagian Pemeliharaan
dan Perawatan, engineering dan manajemen untuk memastikan peralatan bekerja
dengan baik.
Pemeliharaan dan perawatan yang diterapkan dalam TPM merupakan
pemeliharaan terencana yang terdiri dari dua bagian, yaitu pemeliharaan khusus
dan pemeliharaan mandiri. Pemeliharaan khusus dilakukan sendiri oleh Bagian
Pemeliharaan dan Perawatan, dan pemeliharaan mandiri dilakukan oleh operator
mesin. TPM mempunyai “double goal” yaitu zero breakdown dan zero defect.
Jika breakdown dan defect dapat dikurangi, maka tingkat operasi mesin
meningkat, biaya berkurang, dan sebagai akibatnya adalah produktivitas akan
meningkat.
PT Frina Lestari Nusantara (PT FLN) merupakan salah satu perusahaan
yang sedang berkembang di industri aksesoris kendaraan bermotor. Produk-
produk PT FLN terbuat dari bahan polyurethane dan elastomer yang diproduksi
secara massal dan dipasarkan lewat agen tunggal pemegang hak merk kendaraan
bermotor. Oleh karena itu, produk-produk PT FLN dianggap sebagai produk asli
bagi pemegang hak merk tersebut dan telah mendapat lisensi khusus untuk di
produksi di PT FLN. PT FLN merupakan pemasok utama bagi perusahaan mobil
seperti PT Indomobil Suzuki, PT Astra Honda Motor, PT Tiga Berlian Mitsubishi
Motors, PT Astra Daihatsu, PT Isuzu, PT Ford Indonesia dan PT Astra Toyota.
Pendapatan PT FLN cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Hal ini terlihat dari grafik pendapatan PT FLN selama kurun waktu 2004-2008
yang disajikan pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Grafik Pendapatan PT Frina Lestari Nusantara
tahun 2004-2008
(Sumber : PT Frina Lestari Nusantara, 2008)
Tahun 2004 pendapatan PT FLN sebesar $ 7,4 juta yang berasal dari
penjualan produk berbahan dasar polyurethane dan aksesoris lainnya. Tahun 2005
pendapatan perusahaan naik sebesar $ 1 juta menjadi $ 8,4 juta. Tahun 2006
pendapatan perusahaan mengalami penurunan sebesar $ 1,5 juta, sehingga
menjadi $ 6,9 juta. Tahun 2007 terjadi kenaikan pendapatan sebesar $ 2,3 juta dari
tahun 2006, sehingga total menjadi $ 9,2 juta. Kenaikan pendapatan ini
merupakan kenaikan pendapatan terbesar dalam kurun waktu 2004-2007. Tahun
2008 pendapatan perusahaan kembali mengalami kenaikan sebesar $ 1,2 juta
sehingga menjadi $ 10,4 juta.
Kecenderungan kenaikan pendapatan ini menunjukkan adanya kenaikan
dalam penjualan produk-produk PT FLN. Untuk memenuhi target penjualan, PT
FLN harus menjaga kontinuitas produksi agar produk yang dihasilkan dapat
memenuhi target yang diharapkan. Oleh karena itu, perusahaan terus mengadakan
perbaikan terhadap sistem TPM yang sedang dijalankan untuk tetap menjaga
kondisi mesin agar tetap bisa berproduksi secara optimal.
Penelitian tentang TPM ini sangat menarik untuk dipelajari karena
kemampuannya dalam melibatkan operator dan bagaimana sinergitas yang
dibangun di antara bagian-bagian perusahaan dalam kegiatan pemeliharaan. Di PT
FLN sendiri sangat cocok untuk dilaksanakan penelitian mengenai penerapan
0
2
4
6
8
10
12
2004 2005 2006 2007 2008
Pendapatan (Million USD)
4
TPM, karena saat ini PT FLN sedang melaksanakan pengembangan terhadap
program TPM untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.
1.2 Perumusan Masalah
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan terhadap mesin-mesin produksi harus
mendapat prioritas utama. Mesin yang telah bekerja selama berjam-jam
mempunyai kemungkinan rusak yang tidak bisa diperkirakan. Kerusakan mesin
yang tiba-tiba inilah harus bisa diantisipasi oleh perusahaan agar bisa
ditanggulangi sedini mungkin agar tidak terjadi breakdown pada mesin.
Pemeliharaan dan perawatan terhadap mesin-mesin produksi kadang sering dititik
beratkan kepada Bagian Pemeliharaan dan Perawatan saja, padahal menurut
konsep TPM setiap elemen dalam perusahan harus berperan dalam kegiatan
pemeliharaan dan perawatan mesin produksi.
Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana penerapan TPM di
PT Frina Lestari Nusantara saat ini, bagaimana efektivitas TPM yang telah
diterapkan oleh perusahaan, dan bagaimana pengaruh implementasi TPM
terhadap produktivitas perusahaan.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengkaji penerapan TPM di PT Frina Lestari Nusantara.
b. Mengidentifikasi area dan stasiun kerja kritis pada perusahaan untuk
mengamati efektivitas pelaksanaan TPM.
c. Mengkaji dampak penerapan TPM terhadap produktivitas perusahaan
berdasarkan persepsi para tenaga kerja dan berdasarkan efisiensi mesin
produksi.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi
perusahaan terhadap pelaksanaan TPM dan bagaimana perusahaan meningkatkan
produktivitasnya melalui penerapan TPM. Selain itu, peneliti berharap penelitian
ini bermanfaat bagi pengembangan pemeliharaan selanjutnya pada perusahaan.
5
b. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan yang berguna
bagi peneliti lain yang melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan penerapan
Total Productive Maintenance.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini difokuskan pada mengidentifikasi penerapan TPM pada
perusahaan dengan mengamati secara keseluruhan kegiatan TPM. Kemudian
mencari area mana yang dianggap rentan terhadap kerusakan mesin serta
mengidentifikasi bagaimana perusahaan menerapkan TPM untuk meningkatkan
produktivitasnya.
Kajian mendalam hanya pada area kerja kritis, yaitu area produksi yang
memiliki beban produksi tinggi, mesin produksi yang banyak mengalami
downtime, dan area kerja tersebut berkaitan dengan area kerja yang lain, sehingga
apabila terjadi gangguan akan menganggu aktivitas pada area kerja lainnya.
Pengaruh TPM terhadap produktivitas perusahaan dianalisis berdasarkan persepsi
antar waktu para tenaga kerja terhadap perubahan kondisi kerja sebelum dan
setelah diterapkannya TPM dan berdasarkan perhitungan efisiensi mesin yang
dihitung dengan formula Overall Equipment Efficiency (OEE).
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Total Productive Maintenance
Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang
melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian
Pemeliharaan saja (Borris, 2006). Kegiatan pemeliharaan ini melibatkan Bagian
Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Sedangkan menurut Peppard dan Philip
(1997), dijelaskan bahwa dalam TPM, mesin-mesin dipelihara dan tim yang ada
tidak menunggu hingga terjadi kerusakan untuk melakukan perbaikan mesin,
tetapi secara rutin merawatnya untuk menjamin ketersediaan mesin secara terus-
menerus.
Menurut Imai (1991) TPM ditujukan untuk perbaikan atas peralatan dan
lebih berorientasi pada perangkat keras (hardware) melalui tindakan preventive
maintenance terhadap masa penggunaan fasilitas produksi serta melibatkan setiap
orang di seluruh bagian dan tingkatan.
TPM mencakup delapan bagian yang dikenal dengan delapan pilar TPM
yang terdiri dari :
1. Kesehatan dan Keselamatan
Hal ini penting sekali sebagai dasar untuk mencapai zero accidents. Arti
pentingnya adalah menekankan pada kebutuhan akan melindungi operator,
yang akan diberikan pelatihan, yang pada awalnya hanya dibebankan untuk
menyelesaikan tugas yang sederhana. Mengingat bahwa sebagian besar
operator akan berpartisipasi dalam autonomous maintenance, maka harus ada
penilaian terhadap risiko, gambaran risiko dan beberapa konsep keselamatan
secara detail. Untuk meningkatkan kepercayaan diri operator, mereka harus
dilatih tentang bagaimana menyelesaikan masalah yang akan diperkiran
muncul. Mereka juga harus didukung dengan pengembangan prosedur
keselamatan kerja.
7
2. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk mengetahui pengetahuan apa yang
dibutuhkan dalam TPM, bagaimana untuk mengajarkannya, dan bagaimana
untuk menegaskan hal tersebut telah diserap atau dimengerti dengan baik.
3. Autonomous Maintenance
Pada pilar ini diharapkan terdapat peningkatan kemampuan operator pada
level dimana mereka mampu mengadakan pemeliharaan dasar pada peralatan
yang mereka pakai. Dengan menggunakan pola pembersihan dan inspeksi,
mereka belajar untuk mengenali operasi abnormal dan mengidentifikasi
masalah yang sedang berkembang.
4. Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana untuk memperhatikan lebih dalam mengenai
penyebab timbulnya masalah pada peralatan dan mengidentifikasi serta
mengimplementasi jalan keluar dari masing-masing penyebab tersebut.
5. Pemeliharaan Kualitas
Pilar ini menggunakan tim dari cross-functional untuk menganalisa area dari
kinerja peralatan dimana variasi produk dapat direduksi. Jika terdapat masalah
yang telah ditemukan, tim akan menginvestigasi apakah perubahan atau
penggantian harus diimplementasikan agar terjadi peningkatan hasil.
6. Berfokus pada Peningkatan
Tim yang terdiri dari lintas fungsi melakukan identifikasi terhadap masalah
yang muncul kemudian mencari solusi permanen untuk masalah tersebut.
Masalah yang dibahas harus dievaluasi untuk menentukan apakah keputusan
yang diambil berdampak positif sehingga bermanfaat untuk menghemat biaya.
7. Sistem Pendukung
Penggunaan TPM sebagai suatu teknik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang muncul. Fungsi ini untuk mendukung dari
kegiatan produksi yang mencakup penyimpanan, pembayaran, fasilitas,
quality control, penjadwalan, pengaturan barang dan penjualan.
8. Inisialisasi Tahapan Manajemen
Pilar ini merupakan rencana organisasi yang disusun oleh tim dengan
mempertimbangkan setiap bagian dari produksi. Metodologi yang dipakai
8
mencakup berbagai jenis dari Value Flow Analysis, misalnya tentang
bagaimana perusahaan mendapatkan ide baru untuk suatu produk, bagaimana
membuat desain untuk produk baru tersebut, dan hal lainnya. Tim dibentuk
dengan tujuan untuk terwujudnya peningkatan perbagian (Partial
Improvement). Peningkatan perbagian merupakan suatu kegiatan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas mesin melalui suatu proyek khusus.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah :
1. Penentuan objek proyek
2. Pembentukan tim
3. Identifikasi masalah
4. Penetapan target
5. Pembuatan rencana kerja
6. Uji coba dan kajian
7. Penerapan
8. Evaluasi terhadap target
9. Standarisasi
10. Pengembangan ke objek lain yang sejenis
TPM dirancang untuk mencegah terjadinya berbagai kerugian dengan
mengembangkan metoda pengelolaan, penggunaan dan perawatan peralatan yang
pada akhirnya dapat memaksimumkan efisiensi pada sistem produksi secara
keseluruhan (Apriliani, 2007). Di dalam TPM disebutkan delapan kerugian besar
yang harus dihindari, yaitu :
1. Kerugian karena kerusakan mesin dan peralatan.
2. Kerugian karena pemasangan dan penyetelan mesin.
3. Kerugian karena penggantian alat pada mesin.
4. Kerugian pada saat mesin mulai beroperasi.
5. Kerugian karena mesin berhenti sesaat atau karena mesin beroperasi tanpa
beban.
6. Kerugiaan karena kecepatan mesin.
7. Kerugian karena produk cacat maupun karena produk yang diproses ulang.
8. Kerugian karena mesin berhenti beroperasi.
9
TPM merupakan konsep pemeliharaan dengan tujuan untuk meningkatkan
produksi sekaligus meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan pada
masing-masing pekerjaan yang mereka lakukan. TPM merupakan siklus yang
menggabungkan sistem perawatan bersifat pencegahan (preventive maintenance)
dan perawatan bersifat perbaikan (corrective maintenance). Kata “Total” dalam
TPM mengandung pengertian sebagai berikut :
1. Total efektivitas, mengindikasikan bahwa TPM meningkatkan efektivitas
pemakaian alat secara keseluruhan.
2. Total sistem pemeliharaan, termasuk program pemeliharaan pencegahan.
3. Total partisipasi, artinya kegiatan TPM mengikutsertakan seluruh jajaran pada
setiap level mulai dari manajemen puncak sampai operator.
Setiap karyawan harus memiliki sikap hidup dan budaya berdasarkan
prinsip 5 S sebagai modal dasar dalam menerapkan TPM. Prinsip 5 S tersebut
yaitu :
1. Seiri (clearing up), yaitu memilah atau menyortir semua barang atas dua
kelompok, perlu dan tidak perlu. Barang yang termasuk kelompok tidak perlu
disingkirkan.
2. Seiton (organizing), yaitu memastikan bahwa ada tempat untuk semua barang
dan setiap barang ada ditempatnya. Dengan demikian setiap barang siap pakai
tanpa mencari-cari terlebih dahulu.
3. Seiso (cleaning), yaitu membersihkan tempat kerja (bebas dari debu dan
kotoran sampah) sehingga karyawan dan mesin (man and machine) siap kerja
pada kapasitas maksimum setiap dimulai.
4. Seiketsu (standardizing), yaitu secara tetap atau kontinu melaksanakan seiri,
seiton dan seiso. Dengan melakukan hal tersebut seseorang akan menjadi
teladan yang baik bagi orang lain diperusahaan.
5. Sitsuke (training and discipline), yaitu mendorong orang lain mengikuti contoh
yang kita lakukan sehingga seiri, seiton, dan seiso dikerjakan dengan patuh.
2.2 Maintenance
Menurut Assauri (2004), kegiatan maintenance dititikberatkan pada
pemeliharaan fasilitas serta peralatan yang dapat mendukung kelancaran proses
produksi, terutama dengan menekan atau mengurangi kemacetan-kemacetan
10
menjadi sekecil mungkin bahkan tidak ada sama sekali. Maintenance merupakan
aktivitas pemeliharaan terhadap fasilitas produksi, sehingga dapat memberikan
beberapa manfaat penting, antara lain :
a. Mesin dan peralatan produksi dapat digunakan dalam jangka waktu relatif
lebih panjang.
b. Pelaksanaan proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan stabil.
c. Menekan sekecil mungkin kemungkinan kerusakan-kerusakan berat terhadap
mesin dan peralatan produksi yang digunakan.
d. Pengendalian proses dan kualitas akan dapat dilaksanakan dengan baik.
e. Perusahaan akan mampu menekan biaya pemeliharaan yang timbul akibat
perbaikan-perbaikan pada kerusakan peralatan.
f. Koordinasi antar bagian di pabrik dapat berjalan dengan baik.
Preventive maintenance menurut Assauri (2004) adalah kegiatan untuk
mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan
kondisi yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada
saat digunakan dalam proses produksi. Sedangkan menurut Setiawan (2008),
preventive maintenance adalah inspeksi periodik untuk mendeteksi kondisi yang
mungkin menyebabkan produksi berhenti atau berkurangnya mesin
dikombinasikan dengan pemeliharaann untuk menghilangkan, mengendalikan
kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke kondisi semula.
Autonomous maintenance adalah peningkatan keahlian operator pada level
dimana mereka mampu menyelesaikan pemeliharaan dasar pada peraratan mereka
(Borris, 2006). Breakdown maintenance adalah tindakan yang dilakukan setelah
terjadi kerusakan atau kelainan pada fasilitas produksi, dan kegiatan ini sering
juga disebut corrective maintenance.
Menurut Setiawan (2008), langkah penerapan Autonomous Maintenance
diantaranya :
1. Melaksanakan pembersihan awal dan inspeksi.
2. Menghilangkan penyebab kontaminasi dan inspeksi area tersembunyi dan
jarang diperhatikan.
3. Mengembangkan standar kebersihan, pelumasan dan inspeksi untuk menjaga
kondisi mesin.
11
4. Melakukan inspeksi umum secara mandiri.
5. Mengorganisir dan mengelola lokasi kerja.
6. Pemeliharaan mandiri sepenuhnya.
2.3 Produksi
Proses produksi menurut Assauri (2004), terdiri dari dua kata yaitu proses
dan produksi. Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya
sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada dirubah untuk
memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan
atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Oleh karena itu, proses produksi
dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik menggunakan sumber-sumber
(tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan biaya) yang ada. Proses produksi
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Proses produksi yang terus-menerus (continuous processes) adalah proses
produksi yang menggunakan peralatan produksi yang telah dipersiapkan untuk
pemakaian jangka lama tanpa mengalami perubahan set-up untuk
memproduksi satu barang produksi saja.
2. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent processes) adalah proses
produksi yang menggunakan peralatan produksi yang telah dipersiapkan untuk
pemakaian jangka pendek dan kemudian dirubah atau dipersiapkan kembali
untuk memproduksi barang yang lain.
2.4 Produktivitas
Produktivitas menurut Greenberg dalam Sinungan (2000) adalah tingkat
efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa saja. Produktivitas
mengutarakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam
memproduksi barang-barang.
Definisi umum produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal
yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih
banyak manusia dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit
(Sinungan, 2000). Menurut International Labour Office tahun 1975, produktivitas
adalah perbandingan anatara apa yang dihasilkan (output) dengan apa yang
dimasukkan (input).
12
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat
dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu :
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan
secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini
memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang
serta tingkatannya.
2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi, proses)
dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik
sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.
Dua pendekatan umum dalam pengukuran produktivitas, yaitu :
1. Pendekatan produktivitas total atau faktor ganda yaitu output dihadapkan
dengan seluruh input yang digunakan.
2. Pendekatan parsial atau faktor tunggal yaitu output dihadapkan dengan satu
input saja ( seperti produktivitas tenaga atau produktivitas modal).
Berdasarkan tingkat perbandingan yang berbeda, produktivitas dibagi menjadi
dua macam, yaitu produktivitas total dan produktivitas parsial. Rumus
produktivitas total sebagai berikut :
Pt = Ot
L+C+R+Q ........................................................................ (1)
Keterangan :
Pt = Produktivitas Total (Rp)
L = Faktor masukan tenaga kerja (Rp)
C = Faktor masukan modal (Rp)
O = Faktor masukan barang-barang dan jasa-jasa yang beraneka macam (Rp)
Produktivitas total menurut Heizer (2005), input bisa dinotasikan dalam
dolar atau rupiah dan dijumlahkan. Sedangkan produktivitas parsial hanya
menggunakan satu sumberdaya sebagai input. Sebagai contoh input yang
digunakan adalah tenaga kerja, maka rumus produktivitas parsialnya adalah
sebagai berikut :
13
Produktivitas Parsial = Ot
L ........................................................... (2)
Keterangan :
Ot = Barang yang dihasilkan (unit)
L = Faktor masukan tenaga kerja (jam)
Contoh untuk penggunaan produktivitas parsial misalnya, output yang
dihasilkan adalah 1000 unit dan jam tenaga kerja yang digunakan adalah 250 jam.
Produktivitas parsial yang dihasilkan adalah 4 unit per jam-pekerja.
Pengukuran produktivitas total dibagi ke dalam dua metode pengukuran,
yaitu berdasarkan waktu tenaga kerja dan keuangan tenaga kerja (finansial).
1. Metode waktu tenaga kerja, yaitu metode yang menggunakan asumsi bahwa
penyusutan jasa-jasa dan produk akhir yang mengandung atau menyangkut
tenaga kerja dapat diubah ke dalam ekuivalen sumber tenaga kerja dengan
membagi hasil (output) dengan masukan (input). Rumusnya yaitu :
Hasil bersih setiap pekerja = AV
Ly ..................................................... (3)
AV adalah nilai tambah pada material-material melalui proses produksi dan
merupakan dana dimana upah, gaji persewaan, bea, persediaan atau cadangan
pajak dan juga dividen, penjualan, distribusi biaya periklanan maupun
depresiasi mesin, pekerja dan bangunan harus terpenuhi.
Ly adalah jumlah total pekerja yang diperoleh dengan menambahkan pekerja
lainnya yang berada pada unit-unit jangka tahunan manusia.
2. Metode finansial, yaitu pengukuran produktivitas dengan membandingkan
semua sumber-sumber perusahaan secara bersama-sama. Penghitungan
produktivitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Nilai tambah
Biaya-biaya konvensi =
Penjualan – (Rm + B +W)
(L + Sc + Rm + B + W + D + Sa) .......................... (4)
14
Keterangan :
Rm = Biaya bahan baku (Rp)
B = Biaya barang-barang yang dibeli melalui saham (Rp)
W = Biaya pelayanan atau jasa tenaga kerja (Rp)
L = Biaya tenaga kerja (Rp)
Sc = Biaya penggajian (Rp)
D = Depresiasi (Rp)
Sa = Biaya administrasi, penjualan dan distribusi (Rp)
2.5 Mesin
Mesin menurut Assauri (2004) adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh
suatu kekuatan atau tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam
mengerjakan produk atau bagian-bagian produk tertentu. Selain mesin juga
dikenal istilah tools, yaitu instrumen atau perkakas yang dipergunakan untuk
melakukan pekerjaan dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk.
Jenis-jenis mesin pada prinsipnya dibedakan atas dua macam, yaitu :
1. General Purpose Machines
General Purposes Machines adalah mesin-mesin yang dibuat untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu untuk berbagai jenis produk atau
bagian dari produk.
2. Special Purpose Machines
Special Purposes Machines adalah mesin-mesin yang direncanakan dan dibuat
untuk mengerjakan satu atau beberapa jenis kegiatan yang sama, melakukan
satu macam pekerjaan atau membuat satu macam produk
2.6 Overall Equipment Efficiency
Menurut Borris (2006), tiga faktor yang menjadi perhatian pada TPM yang
kaitannya dengan produktivitas adalah ketersediaan (availability), kinerja
(performance) dan kualitas (quality). Tiga faktor tersebut mendasari perhitungan
indeks efisiensi peralatan atau yang dikenal dengan Overall Equipment Efficiency
(OEE). OEE digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi peralatan selama masa
operasi peralatan. OEE memiliki rumus seperti di bawah ini :
15
OEE = Availability x Performance x Quality Yield, dengan :
Availability (%) = waktu tersedia untuk produksi - downtime
waktu tersedia untuk produksi x 100 .................(5)
Performance (%) = jumlah unit yang diolah
jumlah unit yang mungkin diolah x 100 ..............................(6)
Quality (%) = jumlah unit yang dihasilkan – jumlah produk cacat
jumlah unit yang dihasilkan x 100 ..........(7)
2.7. Crosstabulation Chi-Square
Tabulasi silang (cross tabulation) merupakan alat analisis dasar untuk
menghubungkan antar variabel, sehingga disebut bivariate cross tabulation.
Analisis crosstabs ini dapat dibagi menjadi dua yaitu analisis crosstabs-chi squere
dan analisis crosstabs-correlation. Analisis crosstabs-chi square adalah suatu
analisis hubungan antarvariabel data nominal, sedangkan analisis crosstabs-
correlation adalah suatu analisis hubungan antarvariabel data ordinal
(Trihendardi, 2006).
Usman (2003) menjelaskan bahwa chi square (χ2) merupakan teknik
statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas
dua kelas atau lebih, dan data berbentuk nominal. Tujuan chi square antara lain
melihat hubungan atau pengaruh antar dua buah variabel nominal (uji independen
antara dua variabel), melihat kuatnya (derajat) hubungan antara variabel yang satu
dengan variabel nominal berdasarkan data hasil pengamatan. Menurut Siagian
(2006), untuk melakukan uji kebebasan dua variabel diperlukan nilai frekuensi
harapan yang dihitung melalui penerapan konsep peluang bila kedua variable
diasumsikan bebas. Nilai frekuensi harapan yang diperoleh selanjutnya
dibandingkan dengan nilai frekuensi observasi. Semakin dekat nilai frekuensi
dengan nilai frekuensi harapan, berarti semakin besar kecenderungan bahwa
kedua variabel tersebut saling bebas.
16
2.8 Penelitian Terdahulu
Fikri (1995) melakukan penelitian dengan judul “Rencana Implementasi
Total Productive Maintenance di PT X”. Rencana implementasi TPM ini
ditujukan agar kondisi peralatan produksi di PT X selalu terjaga dalam keadaan
siap pakai. Data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi jumlah tenaga kerja,
jadwal kegiatan, jadwal training, rencana alokasi biaya, rencana pembelian mesin,
biaya material, biaya overhead dan biaya upah karyawan.
Hasil dari penelitian Fikri (1995) adalah berupa suatu rencana implementasi
TPM untuk PT X yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan dan tahap pemantapan. Disamping itu, dengan adanya program
TPM di PT X akan mengurangi biaya perbaikan dan akan mencegah terjadinya
kerusakan fatal pada mesin-mesin yang dapat menyebabkan terhentinya kegiatan
produksi.
Ansyori (1996) melakukan penelitian tentang rancangan Total Productivity
Maintenance pada PT PLN (Persero) wilayah IV sektor Bandar Lampung.
Penelitian ini berupa rancangan TPM untuk PT PLN (Persero). Tujuan dari
penelitian ini adalah bagaimana mencegah terjadinya kerusakan fatal yang
menyebabkan terhentinya kegiatan produksi.
Kesimpulan hasil dari penelitian Ansyori (1996) diantaranya :
a. Tenaga dan sarana pelatihan untuk meningkatkan keterampilan sudah tersedia
dan dapat dilaksanakan sehingga dapat mengatasi sistem perbaikan dan
pemeliharaan.
b. Pengembangan kemampuan dan latihan sangat penting agar keterlibatan
karyawan semakin efektif.
c. Pendidikan atau pelatihan merupakan unsur yang mutlak diperlukan dalam
memulai dan memelihara kelangsungan gerakan TPM.
d. Kegagalan mesin berkaitan dengan cara berfikir manusia dan tindakannya
karena kurangnya pengetahuan atau keahlian manusia serta cara kerja alat dan
tindakannya.
e. TPM diperlukan untuk menjaga kondisi mesin agar lebih baik.
17
f. Dengan penerapan TPM, kegiatan pemeliharaan terdapat perhatian khusus
dalam peningkatan produksi secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan
yang baik.
Novareza (2001) meneliti tentang faktor-faktor dominan penunjang
keberhasilan pelaksanaan TPM pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Faktor-
faktor yang diteliti dikumpulkan dari jurnal-jurnal hasil penelitian yang diperoleh
dari internet, buku, majalah dab buletin yang relevan. Penelitian ini menggunakan
sebaran kuisioner kepada responden yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia yang telah melaksanakan TPM.
Hasil penelitian Novareza (2001) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
sangat dominan terhadap penunjang keberhasihan pelaksanaan TPM adalah
organisasi yang solid, komintmen manajemen, ketrlibatan setiap insan, penerapan
tindakan atau tindak lanjut dari perencanaan yang telah ditetapkan, tersedianya
preventive maintenance yang baik di perusahaan, dan terdapatnya orang-orang
yang peduli pada kegiatan divisi produksi, manufaktur dan engineering dalam
menjalankan TPM.
Apriliani (2007) meneliti tentang implementasi TPM pada PT Kageo Igar
Jaya Tbk (PT KIJ Tbk). PT KIJ Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang offset printing, folding carton, dan composite can. Penelitian tersebut
bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi stasiun kerja yang kritis terhadap terjadinya kerusakan
mesin.
2. Mengidentifikasi pemahaman dan pelaksanaan para tenaga kerja yang paling
terkait langsung pada setiap stasiun kerja terhadap aktivitas preventive
maintenance dan autonomous maintenance.
3. Mempelajari bentuk pengembangan sistem implementasi TPM dan menyusun
rekomendasi yang sesuai dalam menunjang kesinambungan pelaksanaan
TPM.
Hasil penelitian Apriliani (2007) diantaranya adalah :
1. Pengetahuan operator mengenai pelaksanaan autonomous maintenance, tidak
ada hubunganya dengan persepsi mereka terhadap tugas dan tanggung jawab
perawatan mesin.
18
2. Pemahaman operator terhadap instruksi kerja pembersihan mesin, tidak ada
hubungannya dengan sikap operator untuk melaksanakan aktivitas
pembersihan mesin secara rutin.
3. Pemahaman kerja operator terhadap instruksi kerja pelumasan mesin tidak ada
hubungannya dengan sikap operator untuk melaksanakan aktivitas pelumasan
mesin secara mandiri.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
Proses produksi merupakan kegiatan untuk mengubah bahan baku menjadi
barang jadi yang memiliki nilai jual dengan melibatkan tenaga kerja dan mesin.
Tanpa adanya kegiatan produksi, perusahaan tidak akan bisa menghasilkan
keuntungan sesuai dengan yang diinginkan karena tidak ada produk yang mampu
dihasilkan untuk dijual. Produk yang dihasilkan di pabrik tergolong mass product
atau berdasarkan job order. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan
dalam pemakaian mesin produksi dan alokasi tenaga kerja yang dibutuhkan.
Pemakaian mesin produksi dalam melakukan proses produksi tidak bisa
dilepaskan dari peran operator mesin untuk mengoperasikan mesin produksi
tersebut. Pengoperasian mesin produksi tidak bisa sembarangan dioperasikan oleh
operator. Oleh karena itu, operator harus memiliki keahlian khusus untuk
mengoperasikan mesin produksi agar terhindar dari kelalaian yang dapat
menyebabkan gangguan pada mesin produksi.
Selain operator, mesin juga memegang peranan yang sangat penting dalam
pelaksanaan proses produksi. Tanpa mesin produksi, barang-barang tidak akan
bisa diproduksi. Perlu ditekankan bahwa mesin-mesin produksi yang dipakai
secara terus menerus dapat mengalami gangguan sehingga menghambat proses
produksi. Dampaknya bagi perusahaan adalah kerugian karena hilangnya waktu
efektif untuk berproduksi. Oleh karena itu, proses produksi sangat bergantung
pada operator dan mesin produksi.
Pemeliharaan dan perawatan terhadap mesin-mesin produksi menjadi hal
yang sangat penting untuk menghindari kerusakan mesin menjadi lebih parah.
Penerapan TPM oleh perusahaan memungkinkan terjadinya perubahan dalam
kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang sebelumnya hanya dilakukan pada saat
mesin mengalami kerusakan saja. Melalui aktivitas TPM, pemeliharaan dan
perawatan terhadap mesin-mesin produksi dilakukan dengan kegiatan
membersihkan (cleaning), melumasi (lubricating), memeriksa (checking and
inspection), penyetelan (adjustment) dan penggantian periodik (periodic
replacemernt). Operator memiliki wewenang untuk melaksanakan kegiatan
20
pemeliharaan secara mandiri (autonomous maintenance) mengingat operator
merupakan pihak yang paling terkait secara langsung dengan mesin produksi dan
paling mengetahui kondisi mesin produksi.
Penerapan TPM memungkinkan terjadinya perubahan sistem pemeliharaan
dan perawatan mesin yang dilaksanakan oleh perusahaan. Perubahan sistem
pemeliharaan dan perawatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
ketersediaan mesin untuk berproduksi, kinerja mesin dan kualitas produksi yang
dihasilkan. Ketersediaan mesin dilihat dari banyaknya waktu efektif untuk
berproduksi yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan
downtime yang terjadi sedikit. Downtime yang terjadi diakibatkan adanya
penghentian mesin dalam berproduksi sehingga mengurangi waktu efektif mesin
untuk berproduksi. Kinerja mesin dilihat dari kemampuan mesin dalam memenuhi
target produksi yang telah ditetapkan. Target produksi yang ditetapkan oleh
perusahaan berdasarkan jumlah permintaan barang dari konsumen sehingga
apabila pperusahaan mampu memenuhi target produksi tersebut perusahaan akan
mendapatkan keuntungan. Kualitas produksi dilihat dari banyak atau sedikitnya
produk cacat yang dihasilkan akibat adanya gangguan mesin. Produk cacat akan
menyebabkan kerugian bagi perusahaan karena produk tersebut tidak
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Peningkatan ketersediaan mesin untuk berproduksi, kinerja mesin dan
kualitas produk yang dihasilkan mengindikasikan perusahaan telah melaksanakan
TPM secara efektif sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan
diterapkannya TPM yang efektif, maka terjadi perubahan yang positif terhadap
sistem pemeliharaan dan perawatan mesin produksi di perusahaan sehingga proses
produksi dapat dilakukan secara maksimal sesuai dengan target perusahaan.
Selain itu, penggunaan sumber daya menjadi efisien dan produk cacat yang
dihasilkan dapat dikurangi. Maka dari itu, secara tidak langsung akan
meningkatkan produktivitas perusahaan. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 2.
21
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
3.2 Tahapan Penelitian
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menentukan tujuan penelitian.
Tujuan penelitian sangat penting untuk ditetapkan terlebih dahulu karena
merupakan dasar mengapa penelitian ini dilakukan. Penelusuran studi pustaka
dilakukan untuk menunjang penelitian dengan ilmu-ilmu atau pun juga dengan
informasi-informasi penting yang terdapat pada buku-buku literatur, laporan
penelitian terdahulu, koran, majalah, internet dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan objek penelitian.
Proses Produksi
Operator Mesin Produksi
Peningkatan :
- Ketersediaan Waktu produksi (jam)
- Kinerja Mesin Produksi (jam)
- Kualitas Produk yang Dihasilkan (unit)
Sebelum TPM Setelah TPM
Peningkatan
Produktivitas
Pemeliharaan dan Perawatan Mesin Produksi
Pelaksanaan TPM yang Efektif
22
Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan langsung di lingkungan pabrik PT Frina Lestari Nusantara dan
wawancara kepada pihak-pihak yang terkait. Informasi yang dapat diperoleh
mengenai gambaran umum perusahaan, proses produksi, pengunaan mesin-mesin
produksi, dan pelaksanaan TPM di perusahaan. Analisis data yang diharapkan
dapat memberikan output mengenai gambaran tentang aktifitas perusahaan dan
area stasiun kerja kritis di perusahaan.
Studi dokumentasi yang dilakukan untuk memperoleh data mengenai
downtime mesin yang terjadi. Data downtime ini yang akan dijadikan sebagai
acuan untuk menentukan stasiun kerja kritis. Selain itu, studi dokumentasi juga
dilakukan untuk memperoleh data mengenai jam kerja mesin, jumlah produksi
mesin, dan jumlah produk cacat pada area kerja kritis. Data ini digunakan untuk
perhitungan efisiensi mesin dengan menggunakan formula Overall Equipment
Efficiency (OEE).
Wawancara dengan panduan kuisioner kepada para operator, foreman, dan
supervisor pada area kerja kritis untuk memperoleh data mengenai persepsi
mereka terhadap pelaksanaan TPM dan persepsi mereka mengenai pengaruh TPM
terhadap produktivitas perusahaan. Hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan
pada pengambilan data sebelum TPM sehingga untuk membandingkan
produktivitas sebelum dan sesudah diterapkannya TPM menggunakan persepsi
mereka. Selain itu, wawancara dengan panduan kuisioner juga dilakukan untuk
mengevaluasi kegiatan TPM pada area stasiun kerja kritis tersebut.
Tahap akhir adalah kesimpulan dan saran mengenai penelitian ini.
Kesimpulan mencakup hasil penelitian tentang bagaimana dampak pelaksanaan
TPM terhadap produktivitas perusahaan melalui perbandingan kondisi sebelum
dan sesudah diterapkannya TPM. Saran mencakup masukan-masukan yang
penting bagi perusahaan dan penelitian ini terkait dengan penerapan TPM yang
telah dilaksanakan. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
23
Cara Pengolahan dan Analisis Data :
1.Analisis Nilai OEE
2. Analisis Crosstabs Chi Square
3. Analisis Antar Waktu
Pengumpulan
Data
Sebelum
TPM
Studi
Pustaka
Setelah
TPM
Perbandingan
Analisis
Tabulasi
Data
Kesimpulan
dan Saran
Cukup
?
Tidak
Ya
Studi
Dokumentasi
Cukup
?
Tidak
Ya
Cukup
?
Tidak Ya
Wawancara
dengan panduan
kuisioner kepada
responden
Mulai
Menentukan
Tujuan
Penelitian
Selesai
Pengamatan
Langsung dan
wawancara dengan
pihak-pihak terkait
Gambar 3. Diagram Alur Penelitian
24
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Frina Lestari Nusantara yang beralamat di
Jalan Olympic Raya Kavling A-3, Kawasan Industri Sentul, Kabupaten Bogor.
Pemilihan perusahaan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa PT Frina Lestari
Nusantara merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan program Total
Productive Maintenance (TPM) sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas
perusahaan. Penelitian secara khusus dilakukan di Bagian Produksi dan Bagian
Maintenance dengan alasan bahwa bagian-bagian tersebut langsung berhubungan
dengan implementasi TPM. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai
Juni 2009.
3.4 Metode Penelitian
a. Metode Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara :
1. Pengamatan langsung di lapangan
Pengamatan dilakukan dengan meninjau langsung kegiatan produksi dan
pelaksanaan TPM di perusahaan.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait sebagai narasumber yang
memiliki pengalaman dan kompetensi di bidang produksi dan maintenance.
Wawancara dilakukan kepada Manajer Manufacturing, Kepala Bagian
Maintenance, Kepala Bagian Produksi, Supervisor, Foreman, dan para
operator mesin.
3. Kuesioner
Kuesioner diedarkan kepada operator mesin, foreman, dan supervisor di area
kerja kritis. Jenis pertanyaan pada kuisioner tersebut adalah pertanyaan
terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka berarti responden diberikan
kebebasan untuk menjawab, sedangkan pertanyaan tertutup berarti responden
dibatasi oleh jawaban Ya atau Tidak serta pilihan jawaban dengan skala Likert
(lebih baik, baik, buruk, lebih buruk).
25
Data sekunder, diperoleh dari kegiatan :
1 Studi literatur
Studi Literatur dengan mengumpulkan data dan informasi yang berasal dari
buku-buku referensi, artikel dan internet yang relavan dengan topik penelitian
yang sedang dilaksanakan.
2 Studi dokumentasi.
Studi dokumentasi yaitu dengan mencari data dan informasi melalui
dokumen-dokumen perusahaan mengenai proses produksi, jumlah produk
yang dihasilkan, jam kerja mesin, downtime mesin yang terjadi dan jumlah
produk cacat.
Rencana pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
b. Responden Penelitian
Responden pada penelitian ini adalah para operator, foreman, dan
supervisor pada area kerja kritis. Metode yang digunakan adalah metode sensus,
yakni seluruh anggota populasi yang ada menjadi responden. Responden yang
diambil sebanyak 29 orang. Informasi jumlah responden dapat disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Responden Penelitian
NO JABATAN JUMLAH (ORANG)
1 Operator mesin 25
2 Foreman 3
3 Supervisor 1
Total 29
c. Perumusan Hipotesis
Hubungan antara pengetahuan dan pemahaman para operator, foreman,dan
supervisor terhadap pelaksanaan kegiatan 5S, dan hubungan antara
26
tanggungjawab dan pelaksanaan kegiatan autonomous maintenance, dirumuskan
dalam suatu hipotesis yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perumusan Hipotesis
No Perumusan Hipotesis
1
H0 Pemahaman para operator, foreman, dan supervisor terhadap
program kerja 5S tidak ada hubungannya dengan sikap mereka
untuk melaksanakan program kerja 5S.
H1 Pemahaman para operator, foreman, dan supervisor terhadap
program kerja 5S ada hubungannya dengan sikap mereka untuk
melaksanakan program kerja 5S.
2
H0 Pengetahuan para operator, foreman, dan supervisor terhadap
pelaksanaan autonomous maintenance tidak ada hubungannya
dengan tugas dan tanggungjawab mereka.
H1 Pengetahuan para operator, foreman, dan supervisor terhadap
pelaksanaan autonomous maintenance ada hubungannya dengan
tugas dan tanggungjawab mereka.
d. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Data downtime tiap mesin produksi dibandingkan dengan menggunakan
grafik histogram untuk ditentukan mesin produksi yang mana yang sering
mengalami gangguan. Mesin produksi dengan downtime yang tinggi ditetapkan
sebagai stasiun kerja kritis. Dengan demikian, pelaksanaan pemeliharaan dan
perawatan harus lebih diprioritaskan untuk stasiun kerja kritis tersebut.
Kuisioner yang diberikan kepada para operator, foreman, dan supervisor
bertujuan untuk mengetahui efektivitas kegiatan TPM yang telah dijalankan oleh
perusahaan dan untuk mengetahui persepsi antar waktu para operator, foreman,
dan supervisor mengenai pengaruh TPM terhadap produktivitas perusahaan.
Kuisioner yang dibagikan kepada responden tidak dilakukan pengujian validitas
dan reliabilitas. Hal ini karena peneliti mewawancarai responden secara langsung
dan pertanyaannya pun cukup mudah dijawab berkaitan dengan rasa dan
pengalaman pribadi serta tidak menimbulkan persepsi ganda (Apriliani, 2007).
27
Efektivitas kegiatan TPM pada area kerja kritis dianalisis dengan
menggunakan teknik Crosstabulation Chi-Square untuk menguji hipotesis yang
telah dirumuskan. Penggunaan teknik Crosstabulation Chi-Square dihitung
dengan menggunakan software SPSS versi 15.0, dengan ketentuan apabila nilai
Assemblymp. Sig (2-sided) Pearson Chi-Square hitung lebih besar dari nilai alpha
(α) maka Ho diterima dan H1 ditolak, namun apabila nilai Assemblymp. Sig (2-
sided) Pearson Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai alpha (α) maka Ho ditolak
dan H1 diterima. Secara umum interprestasi hasil pengolahan data tersebut
berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan pelaksanaan para operator,
foreman, dan supervisor mengenai program TPM yang telah ditetapkan oleh
perusahaan apakah sudah berjalan efektif atau belum.
Penggunaan persepsi antar waktu para operator, foreman, dan supervisor
mengenai pengaruh TPM terhadap produktivitas perusahaan karena adanya
keterbatasan dalam pengambilan data sebelum diterapkannya TPM. Oleh karena
itu, digunakan pendapat para operator, foreman, dan supervisor untuk
membandingkan produktivitas sebelum dan sesudah diterapkannya TPM. Persepsi
para operator, foreman, dan supervisor mengenai pengaruh TPM terhadap
produktivitas perusahaan diketahui dari skor jawaban kuesioner yang diisi oleh
responden berdasarkan skala -2, -1, +1, dan +2. Untuk mewakili keseluruhan skor
yang terdapat dalam data, digunakan ukuran nilai pusat. Jenis ukuran nilai pusat
yang dipakai adalah modus.
Nilai modus yang didapat digunakan untuk menentukan kesimpulan dari
jawaban responden. Kesimpulan yang didapat berdasarkan perhitungan ini terdiri
dari empat penilaian, yaitu Jauh Lebih Buruk (-2), Lebih Buruk (-1), Lebih Baik
(+1), dan Jauh Lebih Baik (+2). Pengolahan data ini dibantu dengan
menggunakan sofware Microsoft Excel 2007.
Perhitungan produktivitas masa kini diambil dari data jumlah produksi,
jumlah produk cacat, jumlah downtime mesin, dan jam kerja mesin dengan
menggunakan formula Overall Equipment Efficiency. Dari hasil perhitungan ini
dapat dilihat bagaimana pengaruh TPM terhadap peningkatan produktivitas
perusahaan.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
a. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Frina Lestari Nusantara (PT FLN) didirikan di kawasan industri Sentul
pada bulan Mei 2001 di atas lahan seluas 1 Ha. Nama Frina Lestari Nusantara
diambil berdasarkan falsafah “dapat tumbuh berkembang dan maju di tingkat
lokal (nusantara)”. Pada mulanya PT FLN bergerak dibidang distributor aksesoris
mobil untuk PT Varia Baru rekanan PT Toyota Astra Motor. Namun atas
permintaan pelanggan, maka didirikanlah usaha manufacturing untuk industri
aksesoris mobil.
Seiring dengan perkembangan pasar, PT FLN mulai melebarkan sayap
dengan mendesain dan memproduksi barang-barang aksesoris untuk berbagai
macam kendaraan bermotor. PT FLN mengembangkan lini produknya seperti
spoiler, bumper guard, side body moulding, over fender, side step, cover spare
wheel dan mud guard untuk berbagai macam produk mobil.
PT FLN menjadi market leader dalam penyediaan produk aksesoris
kendaraan bermotor dan pelayanan yang berkualitas bagi para pelanggannya. Pola
distribusi yang unik menjadikan PT FLN cepat berkembang menuju ke pasar
industri aksesoris kendaraan bermotor. PT FLN terus membangun jaringan yang
kuat kepada para mitra kerjanya seperti PT. Varia Baru, PT. Elegant Indonesia,
PT. Proflex Indonesia dan yang lainnya.
PT FLN memandang bahwa aset yang paling penting adalah tim kerja, dan
sekarang ini jumlah karyawan yang bekerja di PT FLN berjumlah 252 orang, tidak
termasuk karyawan kontrak dan borongan. PT FLN hanya merekrut calon pekerja
yang memiliki kompetensi yang unggul. Untuk mempertajam kompetensi para
karyawannya, PT FLN mengadakan pelatihan skill untuk para karyawannya. Hal
ini dalam jangka panjang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas kerja. Sebagai contoh adalah pelatihan bahasa Inggris untuk melatih
kemampuan berkomunikasi dengan client dari luar negeri.
29
b. Visi, Misi dan Budaya Perusahaan
PT FLN secara serius menanamkan visi dan misi perusahaan kepada seluruh
elemen perusahaan. Hal ini dilakukan dengan pembacaan visi dan misi perusahaan
secara rutin pada saat briefing pagi setiap hari kerja. Visi perusahaan yaitu
menjadi perusahaan global dan market leader dalam menyediakan produk dan
layanan berkualitas di industri plastik dan polyurethane. Sedangkan misi
perusahaan diantaranya :
- Perusahaan paling maju di industri plastik dan elastomer,
- Kualitas produk dan layanan yang bersaing dalam pasar lokal dan internasional,
- Menjamin pengiriman tepat waktu dan bekerja erat dengan pelanggan untuk
menjamin pelayanan maksimal di seluruh proses pengerjaan,
- Memberikan nilai tambah kepada semua pemegang saham.
Kondisi kerja yang kondusif dibangun melalui budaya perusahaan dengan
mengembangkan nilai-nilai seperti :
1) Komitmen
2) Kepemilikan
3) Integritas
4) Inovatif
5) Perbaikan Terus-Menerus
6) Proaktif
7) Konsistensi
8) Kerjasama
9) Berfikir Positif
10) Sukses
11) Pendidikan
12) Bersyukur
c. Susunan Organisasi Perusahaan
Susunan organisasi PT FLN secara hierarki mengambarkan tanggung jawab
dan hubungan kerja antar bagian. Pemegang kekuasaan tertinggi, yakni Presiden
Direktur sekaligus sebagai pemilik perusahaan yang bertanggung jawab terhadap
semua aktivitas perusahaan. Jabatan direktur di PT FLN terdiri dari dua bagian,
yaitu Direktur Operasional dan Direktur Keuangan, keduanya bertanggung jawab
30
langsung kepada Presiden Direktur. Di bawah direktur terdapat jabatan manajer
untuk setiap bagian fungsional perusahaan. Susunan organisasi PT FLN secara
lengkap disajikan pada Lampiran 3.
4.2 Kegiatan Produksi Perusahaan
Kegiatan usaha PT FLN meliputi produksi berbagai macam barang
berbahan dasar plastik dan polyurethane. Produk yang dihasilkan meliputi
aksesoris mobil seperti spoiler, bumper, penutup ban, jok mobil sampai pada
alarm mobil. Barang-barang produksi yang dihasilkan oleh PT FLN tidak dijual
langsung ke pasar, tetapi barang-barang produksi tersebut dijual ke pemegang
merk tunggal kendaraan bermotor seperti PT Toyota Astra Motor, PT Indomobil
Suzuki dan sebagainya. Selain menjadi supplier bagi pemegang merk tunggal
kendaraan bermotor, PT FLN juga menjadi second supplier dari PT Wimcycle
untuk produk sadel sepeda. Dalam hal ini, PT FLN memproduksi sadel sepeda
hanya sampai barang setengah jadi yang kemudian dijual ke PT Wimcycle.
Produksi sadel sepeda tersebut hanya sampai pencetakan busa sadel.
Aktivitas produksi PT FLN dibagi ke dalam tiga area kerja, yaitu Plant-1
untuk area produksi assembly, Plant-2 untuk area produksi special plastic
process, dan Plant-3 untuk area painting shop. Plant-1 merupakan tempat proses
assembly yang terdiri dari kegiatan accecories process, dan assembly process
gabungan dari Plant-1 dan Plant-2. Lini produksi Plant-1 terbagi menjadi lima
bagian, yaitu :
1. Injection Polyurethane
Lini produksi yang mengolah bahan polyurethane menjadi berbagai macam
aksesoris kendaraan seperti jok, bumper, dan sebagainya. Produk yang dihasilkan
dapat disesuaikan dengan bentuk yang diinginkan oleh customer. Hal ini
memungkinkan karena produk yang dihasilkan dari injection polyurethane ini
menggunakan cetakan yang bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan produksi.
2. Trimming Polyurethane
Lini produksi ini masih satu kesatuan kerja dengan lini Injection
Polyurethane. Hasil produksi dari lini Injection Polyurethane yang masih berupa
bentuk kasar, kemudian dihaluskan di lini Trimming Polyurethane ini dengan
membuang bagian-bagian yang tidak perlu yang masih melekat pada produk.
31
3. Assembly Tape
Kegiatan di lini ini yaitu proses pemasangan karet perekat untuk pelindung
aksesoris kendaraan supaya tidak menggores body kendaraan pada saat
pemasangan.
4. Wirring Harnes
Kegiatan produksi pada lini ini adalah pembuatan alarm, fog lamp dan
aksesoris kendaraan lain yang menggunakan listrik.
5. Part Assembly : Roof Rack, Foot Step,Step Touring
Lini produksi ini bergerak dalam proses finishing aksesoris kendaran seperti
pemasangan komponen-komponen Roof Rack, Foot Step, Step Touring yang telah
di produksi di lini produksi lain. Layout produksi Plant-1 dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Plant-2 merupakan tempat yang dikhususkan untuk produksi barang-barang
yang terbuat dari plastik. Lini produksi yang terdapat di area ini diantaranya :
1. Blow Moulding
Pembuatan awal produk yang berbahan dasar plastik dimulai pada lini ini.
Bahan dasar yang masih berupa serbuk plastik dilelehkan dengan suhu yang
sangat tinggi kemudian dicetak sesuai dengan barang yang akan dibuat. Barang-
barang yang dihasilkan pada lini ini diantaranya Front Bumper Guard, Real
Bumper Guard, Spoiler, dan sebagainya.
2. Vacuum Forming
Kegiatan produksi pada lini ini adalah pembuatan produk dari bahan dasar
plastik yang berbentuk lembaran-lembaran tebal. Lembaran tersebut kemudian di
panaskan pada suhu yang sangat tinggi kemudian dipress dengan cetakan produk
yang akan dibuat. Produk yang dihasilkan pada lini ini diantaranya cover ban
belakang dan cover ban bawah.
3. Finishing Vacuum
Lini produksi ini merupakan kelanjutan dari lini Vacuum Forming. Kegiatan
pada lini ini yaitu pemotongan bagian-bagian yang tidak diperlukan pada produk
yang telah dihasilkan.
32
4. Sanding Blow
Barang yang telah dihasilkan pada lini Blow Moulding kemudian masuk ke
lini produksi Sanding Blow. Kegiatan yang dilakukan pada lini ini adalah
penghalusan pada produk Blow Moulding sebelum dilakukan pengecatan. Layout
produksi Plant-2 dapat dilihat pada Lampiran 5.
Plant-3 merupakan tempat proses pengecatan. Produk yang dihasilkan dari
Plant-1 dan Plant-2 dilakukan pengecatan di Plant-3 ini. Plant-3 terdiri dari enam
lini produksi, yaitu :
1. Painting Preparation
Aktivitas pada work center pertama ini adalah proses persiapan sebelum
pengecatan dilaksanakan. Prosesnya terdiri dari pengamplasan, pendempulan, dan
wet sanding untuk produk hasil injection, buffing untuk dari produk vacuum.
Produk yang akan dicat harus dihaluskan dulu permukaannya dengan
menggunakan amplas no. 1500 supaya cat dapat menempel pada permukaan
produk. Kemudian dilakukan pendempulan untuk bagian-bagian yang tidak rata.
Produk hasil injection seperti produk dari Blow Moulding dan Polyurethane harus
melalui tahap wet sanding, yaitu penghalusan dengan menggunakan air.
Sedangkan untuk produk hasil dari Vacuum Forming harus dihaluskan terlebih
dahulu tanpa menggunakan air (buffing).
2. Painting
Produk-produk yang telah melewati work center pertama, kemudian masuk
ke area work center kedua, yaitu proses pengecatan. Kegiatan pengecatan terdiri
dari tiga aktivitas yaitu : pengecatan lapisan pertama (primer painting),
pengecatan lapisan kedua (base good), dan pengecatan lapisan ketiga (clear good).
Pada work center ini kebersihan menjadi syarat yang utama, karena apabila
terdapat debu sedikit saja maka hasil dari pengecatan tidak akan maksimal.
3. Painting Aluminium
Salah satu produk dari Plant 3 ini adalah aksesoris kendaraan yang berbahan
aluminium. Oleh karena itu, proses pengecatannya pun berbeda dengan produk
yang menggunakan bahan dari plastik. Pengecatan untuk bahan dari aluminium
terdiri dari dua bagian saja yaitu pengecatan lapisan pertama (primer painting) dan
pengecatan lapisan kedua (base good).
33
4. Polishing
Kegiatan pada work center ini adalah kegiatan perbaikan pada permukaan
cat yang dikarenakan kotor, berlubang, bintik-bintik dan yang sebagainya.
Langkah kerjanya terdiri dari wet sanding untuk melapisi bagian yang bolong,
kemudian compound untuk menghaluskan hasil wet sanding, dan yang terakhir
yaitu polishing untuk mengkilapkan lapisan cat dengan menggunakan wax.
5. Assembly Double Paste Step
Beberapa produk aksesoris dari Plant-3 hanya menggunakan perekat saja
untuk menempel pada body kendaraan. Pemasangan perekat tersebut dilakukan
pada work center ini.
6. Bending, Welding, Buffing
Work center ini khusus untuk produk Plant-3 yang berbahan dasar
aluminium. Kegiatannya terdiri dari tiga bagian, yaitu Bending, Welding, dan
Buffing. Bending yaitu pembuat radius pada material aluminium untuk
menentukan besarnya lengkungan pada batangan aluminium. Welding yaitu
proses menyatukan dua produk yang berbahan aluminium menjadi satu produk.
Buffing yaitu proses menghaluskan permukaan aluminium sebelum dicat. Layout
produksi Plant-3 dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.3 Penggunaan Mesin-mesin pada Setiap Area Kerja
Penggunaan mesin-mesin pada PT FLN dikategorikan menjadi dua bagian,
kategori pertama adalah mesin-mesin produksi yang dipakai untuk menghasilkan
suatu produk. Kategori kedua adalah mesin-mesin penunjang produksi yang hanya
menunjang mesin produksi dalam menghasilkan barang. Mesin pada kategori ini
disebut sebagai peralatan produksi saja.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, proses produksi di PT FLN
terbagi menjadi 3 bagian area kerja, yaitu Plant-1 untuk kegiatan assembly, Plant-
2 untuk kegiatan plastic process dan Plant-3 untuk kegiatan painting. Barang-
barang yang dihasilkan setiap area kerja berbeda satu sama lainnya sehingga
mesin produksi yang digunakan pun berbeda pula. Akan tetapi, tidak semua
bagian dalam area kerja menggunakan mesin sepenuhnya, beberapa kegiatan
produksi masih dikerjakan secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga
manusia.
34
Plant-1 yang merupakan area kerja khusus assembly menggunakan beberapa
mesin produksi, diantaranya adalah :
1. Mesin Polyurethane, yaitu mesin yang berfungsi untuk mencampurkan bahan
material Iso dan Poly sehingga diperoleh campuran Polyurethane yang
digunakan untuk bahan baku pembuatan aksesoris plastik. Perusahaan
memiliki dua unit mesin Polyurethane, yaitu mesin PU-1 dan mesin PU-2.
Keduanya memiliki fungsi yang sama tetapi digunakan berdasarkan jenis
bahan yang berbeda-beda. PU-1 digunakan untuk memproduksi bahan plastik,
sedangkan PU-2 digunakan untuk memproduksi busa jok mobil dan sadel
sepeda.
2. Mesin Stamping, yaitu mesin yang berfungsi untuk memotong besi sesuai
dengan bentuk yang dibutuhkan. Perusahaan memiliki tiga jenis mesin
Stamping, yaitu Stamping-1, Stamping-2 dan Stamping-3. Ketiga mesin
tersebut memiliki fungsi yang sama, yaitu digunakan untuk memotong
lembaran besi dengan berbagai macam bentuk dan ukuran. Mesin Stamping-1
digunakan untuk memotong lembaran besi yang tebal sedangkan mesin
Stamping-2 dan Stamping-3 digunakan untuk membuat lubang pada lembaran
besi yang telah dicetak.
3. Mesin Crimping, yaitu mesin yang berfungsi untuk membuat tepian kuningan
pada kabel yang akan dijadikan alarm pada kendaraan. Perusahaan memiliki
tiga unit mesin Crimping. Seluruh mesin tersebut memiliki fungsi dan
kapasitas produksi yang sama.
Plant-2 merupakan tempat untuk special plastic process. Mesin yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Mesin Blow Moulding, yaitu mesin yang berfungsi untuk mencetak produk dari
bahan plastik yang berbentuk serbuk plastik dengan cara mencairkan serbuk
plastik tersebut kemudian dipress pada cetakan yang telah ditentukan.
Perusahaan memiliki tiga unit mesin Blow Moulding yang memiliki fungsi
yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada jenis produk yang dihasilkan.
2. Mesin Vacuum Forming, yaitu mesin yang berfungsi untuk mencetak produk
dari bahan plastik yang berbentuk lembaran-lembaran. Perusahaan memiliki
35
dua unit mesin Vacuum Forming untuk keperluan produksinya, dan perbedaan
diantara keduanya hanya terletak pada kapasitas produksi yang dihasilkan saja.
3. Mesin Cruiser mixing, yaitu mesin yang berfungsi untuk menghancurkan
plastik dari produk Blow Moulding yang gagal sehingga bisa di daur ulang
kembali. Jumlah mesin ini yang dimiliki perusahaan sama dengan jumlah
mesin Blow Moulding sehingga satu unit mesin Blow Moulding memiliki satu
unit mesin Cruiser Mixing.
Plant-3 merupakan tempat untuk kegiatan painting process. Proses produksi
pada area ini kebanyakan dikerjakan secara manual, yaitu menggunakan tenaga
manusia. Mesin yang digunakan hanya dua mesin, yaitu Spray Booth dan Backing
Oven. Spray Booth berfungsi untuk pengecatan dan Backing Oven untuk
memanaskan hasil dari pengecatan supaya cat menempel pada produk.
4.4 Implementasi TPM di PT Frina Lestari Nusantara
Semenjak didirikannya pada tahun 2001, PT FLN belum memiliki Bagian
Maintenance untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin-
mesin produksinya. Kegiatan tersebut dibebankan kepada Bagian Produksi
sehingga kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin dilakukan oleh para
operator sendiri, baik itu perbaikan ringan maupun perbaikan besar.
Bagian Maintenance mulai dibentuk pada akhir tahun 2003 dengan program
kerjanya adalah menerapkan TPM pada kegiatan pemeliharaan dan perawatan
mesin. TPM sendiri mulai direalisasikan pada awal tahun 2004 dengan menitik
beratkan kepada Bagian Maintenance sebagai tim yang menjalankan TPM.
Walaupun telah lama dilaksanakan, sampai saat ini kegiatan TPM di PT FLN
belum mendapat sertifikasi. Namun menurut keterangan dari Manajer
Manufacturing, usaha untuk mendapatkan sertifikasi sedang dilakukan.
Keterangan yang didapat dari Kepada Bagian Maintenance, sebelum
diterapkannya TPM downtime dari mesin produksi sangat besar. Akan tetapi
setelah dilaksanakan TPM downtime tersebut menjadi berkurang dan suku cadang
mesin produksi bisa terjamin. Walaupun pelaku utama dari TPM itu sendiri adalah
Bagian Maintenance, keterlibatan bagian lain dalam penerapan TPM tetaplah ada.
Kegiatan TPM tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus ada koordinasi dengan bagian
lain agar TPM bisa berjalan secara optimal. Terdapat dua bagian yang memiliki
36
peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan TPM ini, yaitu Bagian
Maintenance dan Bagian Produksi.
Bagian Maintenance sebagai pelaku kunci TPM mempunyai peranan yang
sangat penting dalam penerapan TPM. Bagian Maintenance sebagai pengelola
kegiatan TPM dengan membuat beberapa program kerja, diantaranya program
kerja preventive maintenance, dan predictive maintenance. Peranan Bagian
Produksi adalah sebagai pendukung kegiatan TPM dalam pengawasan kondisi
mesin melalui operator. Operator sebagai pengguna mesin-mesin produksi pasti
mengetahui kondisi mesin apabila mengalami kelainan ataupun kerusakan.
Operator inilah yang mempunyai tugas untuk melaporkan kondisi mesin pada
Bagian Maintenance sehingga pencegahan terhadap kerusakan mesin yang lebih
parah dapat dihindari. Implementasi TPM di PT FLN meliputi empat program
kerja, yaitu program kerja sikap 5S, program kerja preventive maintenance,
program kerja predictive maintenance dan program kerja autonomous
maintenance.
PT FLN memiliki komitmen untuk menanamkan sikap produktif terhadap
para karyawannya. Melalui program sikap kerja 5S yang merupakan dasar dari
diterapkannya TPM, PT FLN mencoba membangun budaya kerja yang kondusif.
Berdasarkan pengamatan di lapangan secara langsung, pelaksanaan 5S adalah
sebagai berikut :
1. Sort (Pemilihan)
Kegiatan Sort (pemilihan) dilakukan dengan cara :
- Pemisahan barang yang diperlukan dan yang tidak diperlukan,
- Penerapan strategi label merah, yaitu pemberian label merah untuk barang
yang tidak diperlukan.
2. Set in Order (Pengaturan lingkungan kerja)
Kegiatan ini dilakukan dengan cara :
- Membersihkan peralatan,
- Membuat daerah tempat penyimpanan,
- Pengecatan lantai untuk garis pemisah dan garis area.
37
3. Shine (Kebersihan)
Terdapat tiga bagian yang menjadi fokus untuk kegiatan kebersihan ini, yaitu
area penyimpanan, peralatan dan lingkungan kerja. Pelaksanaan kebersihan
dilakukan dengan pembagian jadwal piket di setiap bagian unit kerja.
4. Standarize (Mempertahankan tempat kerja yang bersih)
Standarize dilakukan dengan pengecekan secara berkala oleh tim tertentu yang
telah ditunjuk untuk pengawasan 5S. Penempelan jargon-jargon 5S juga
dipasang di tempat-tempat tertentu, baik yang berukuran besar maupun kecil.
Kegiatan standarize meliputi kegiatan :
- Menjaga tempat kerja selalu rapi,
- Pemeriksaan barang yang diperlukan dan tidak diperlukan,
- Pemeriksaan tempat penyimpanan,
- Pemeriksaan debu dan kotoran.
5. Sustain (Kedisiplinan pengendalian di tempat kerja)
Sustain adalah terciptanya suatu kebiasaan yang baik dari setiap orang yang
terlibat untuk melakukan setiap hal dengan benar sesuai standar yang telah
ditetapkan. Prilaku disiplin diharapkan tercipta bagi seluruh orang terutama
anggota dalam setiap unit kerja. Kegiatan ini meliputi :
- Pengendalian visual,
- Pemasangan Slogan 5S,
- Evaluasi kegiatan 5S secara keseluruhan.
Program kerja preventive maintenance merupakan aktivitas pemeliharaan
mesin secara berkala yang dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan. Kegiatan preventive maintenance di PT FLN bertujuan
untuk menjaga agar mesin dalam performa optimum. Kegiatan Bagian
Maintenance dalam preventive maintenance mulai dari penyusunan program
pemeliharaan sampai pada pembuatan catatan pelaksanaanya.
Aktivitas preventive maintenance di PT FLN disusun dengan
memperhatikan master list mesin dan manual mesin. Master list mesin merupakan
daftar mesin-mesin produksi yang aktif dijalankan dan berisi tentang informasi
mesin itu sendiri. Misalnya kode mesin, tahun pembuatan, kapasitas mesin, dan
38
bagian-bagian mesin. Sedangkan manual mesin merupakan informasi mengenai
tata cara pengoperasian mesin.
Kegiatan preventive maintenance meliputi pencatatan hour meter,
pengecekan kondisi mesin secara langsung dan berdasarkan keterangan dari
operator mesin. Pencatatan hour meter bertujuan untuk mengecek seberapa lama
mesin telah digunakan dan juga berguna sebagai patokan untuk penggantian suku
cadang. Pengecekan mesin secara langsung melalui pengamatan teknisi
maintenance terhadap bagian-bagian tertentu dari mesin. Keterangan mengenai
kondisi mesin diperoleh melalui wawancara dengan operator mesin. Melalui
kegiatan ini dapat diketahui kondisi mesin apakah layak pakai atau tidak. Apabila
terdapat kerusakan maka dapat segera diperbaiki melalui kegiatan corrective
maintenance.
Hasil dari pelaksanaan preventive maintenance dituangkan dalam bentuk
catatan yang disebut dengan Daftar Riwayat Mesin. Daftar riwayat mesin berisi
tentang informasi yang berkaitan dengan riwayat perbaikan dan penggantian alat.
Melalui daftar inilah dapat diketahui kondisi mesin dari waktu ke waktu.
Pelaksanaan program kerja predictive maintenance di PT FLN dilakukan
dengan kegiatan penggantian komponen mesin berdasarkan umur pakai
komponen mesin tersebut. Pemakaian mesin produksi secara kontinu dapat
menyebabkan beberapa komponen aus, rusak, bahkan patah. Komponen yang
mengalami kejadian tersebut dapat menyebabkan mesin berhenti berproduksi.
Akibatnya mesin harus diperbaiki sehingga mengakibatkan terjadinya downtime.
Selain itu, komponen yang rusak juga walaupun masih dapat digunakan (mesin
tetap berproses) bisa berakibat fatal apabila tetap dipakai. Hal ini disebabkan
karena kerusakan pada mesin akan menjalar dari satu komponen ke komponen
lainnya. Maka dari itu, penggantian komponen berdasarkan umur pakainya wajib
diperhatikan.
Peramalan terhadap umur pakai suatu komponen yang dilakukan oleh
Bagian Maintenance melalui informasi dari pabrik pembuat mesin itu sendiri atau
melalui perkiraan berdasarkan pengalaman yang lalu. Perkiraan tersebut diambil
dari selisih antara waktu terjadinya komponen rusak dengan waktu pada saat
39
komponen masih baru. Ukuran yang dipakai untuk memperkiran umur komponen
mesin tersebut adalah hour meter mesin
Pemeliharaan mandiri oleh operator (autonomous maintenance) adalah suatu
ciri yang unik di dalam TPM karena sebagai pusat dari pelaksanaan TPM di suatu
perusahaan. Kegiatan perawatan mandiri yang diterapkan oleh PT FLN dilakukan
dengan aktivitas perbaikan ringan yang dilakukan oleh operator mesin. Perbaikan
ringan yang dilaksanakan oleh operator misalnya mengencangkan baut yang
longgar, pelumasan komponen mesin, dan sebagainya. Pelaksanaan kegiatan
autonomous maintenance di PT FLN belum efektif walaupun Manajer
Manufacturing sampai tingkat Kepala Bagian telah menetapkan adanya kegiatan
perawatan mandiri oleh operator. Akan tetapi, pada kenyataannya dilapangan
kebijakan tersebut tidak disertai dengan adanya standar prosedur kerja yang
tertulis sehingga operator melaksanakan kegiatan autonomous maintenance
berdasarkan kesadaran pribadi saja.
4.5 Penetapan Area dan Stasiun Kerja Kritis
Seluruh mesin produksi yang digunakan oleh perusahaan merupakan bagian
yang sangat penting nilainya bagi perusahaan. Mesin-mesin tersebut mendapat
prioritas dalam pemeliharaan dan perawatan. Akan tetapi, seiring dengan
berjalannya waktu, penggunaan mesin-mesin produksi disesuaikan dengan
kebutuhan pelanggan sehingga terdapat pengklasifikasian mesin yang sering
dipakai dan jarang dipakai.
Menurut Assauri (2004), fasilitas-fasilitas produksi dapat digolongkan
sebagai critical unit apabila kerusakan mesin menyebabkan kemacetan seluruh
proses produksi. Kemacetan proses produksi mengakibatkan waktu efektif untuk
produksi menjadi berkurang, sehingga waktu yang terbuang karena kerusakan
mesin tersebut dikategorikan sebagai downtime. Penerapan TPM di perusahaan
diharapkan mampu memperlancar proses produksi dengan mengurangi downtime
mesin.
Mesin-mesin yang sering dipakai mempunyai waktu kerja yang sangat lama.
Dalam penggunaannya, mesin tersebut bisa digunakan selama 24 jam non-stop.
Oleh karena itu, mesin-mesin produksi dengan kategori ini lebih sering
mengalami kerusakan sehingga waktu downtime-nya pun tinggi. Berbeda halnya
40
dengan mesin yang jarang dipakai atau digunakan hanya 8 jam atau 16 jam saja
maka mesin tersebut lebih sedikit mengalami downtime.
Menurut Borris (2006), kerusakan mesin dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kerusakan secara alami (natural deterioration) dan kerusakan yang disebabkan
pengaruh dari luar mesin (forced deterioration). Mekanisme kegagalan atau
kerusakan mesin dibedakan menjadi dua macam tipe, yaitu kegagalan total (total
failures) dan kegagalan parsial (partial failures). Kegagalan parsial terjadi ketika
mesin mengalami kerusakan akan tetapi mesin tersebut masih bisa dioperasikan.
Sedangkan kegagalan total terjadi ketika mesin mengalami kerusakan dan tidak
dapat dijalankan.
Penetapan area kerja kritis ini dilakukan karena adanya keterbatasan waktu
penelitian sehingga untuk mengamati kegiatan TPM di lapangan dilakukan pada
area kerja kritis. Plant-2 yang merupakan area produksi untuk plastic process
dapat dikategorikan sebagai area kerja kritis. Hal ini dikarenakan Plant-2
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses produksi di PT FLN.
Kegiatan di Plant-2 memiliki keterkaitan dengan kegiatan di Plant-3, sehingga
apabila kegiatan produksi di Plant-2 macet, maka dapat dipastikan kegiatan
produksi di Plant-3 juga mengalami hambatan. Keterkaitan ini terlihat dari barang
yang di produksi oleh Plant-2 merupakan barang setengah jadi yang harus
diproses selanjutnya di Plant-3. Proses pengecatan yang dilakukan di Plant-3
tidak akan berjalan apabila tidak ada stok barang dari Plant-2.
Identifikasi stasiun kerja kritis dapat diamati dari waktu produksi mesin
yang digunakan untuk berproduksi. Mesin-mesin yang digunakan secara terus-
menerus (non-stop) memiliki kemungkinan kerusakan yang sangat besar daripada
mesin-mesin yang digunakan tidak secara terus-menerus. Oleh karena itu, mesin-
mesin yang dipakai secara terus-menerus perlu mendapat perhatian agar
kerusakan yang terjadi dapat dikurangi. Maka dari itu, penerapan TPM pada
stasiun kerja dimana mesin ini berada perlu mendapat perhatian khusus.
Selain itu, identifikasi stasiun kerja kritis yang dilakukan di PT FLN dengan
mengamati banyaknya waktu downtime yang terjadi pada mesin produksi.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai mesin mana yang
41
sering mengalami kasus downtime sehingga patut ditinjau kembali penerapan
TPM pada stasiun kerja tersebut.
Kegiatan produksi di Plant-2 juga tergolong kegiatan produksi yang
dilakukan secara terus-menerus antara 7-21 jam dalam seharinya. Efeknya
terhadap mesin adalah mesin menjadi sering mengalami kerusakan sehingga
menyebabkan downtime. Perlu diingat bahwa PT FLN memiliki tiga unit mesin
Blow Moulding saat ini, akan tetapi yang menjadi objek penelitian hanya dua
mesin saja karena mesin Blow Moulding-3 baru resmi beroperasi pada bulan
Maret 2009. Oleh karena itu tidak relevan karena pengamatan dilakukan dari
bulan Januari sampai April 2009. Selain itu, mesin Cruizer Mixing juga tidak
dijadikan objek penelitian karena mesin ini hanya berfungsi sebagai mesin
penunjang produksi saja.
Kedua unit mesin Blow Moulding memiliki waktu produksi 21 jam. Mesin
Vacuum Forming-2 memiliki waktu produksi 14 jam dan mesin Vacuum
Forming-1 memiliki waktu produksi selama 7 jam. Pengamatan terhadap
downtime mesin di Plant-2 untuk menentukan stasiun kerja kritis dilakukan antara
periode Januari sampai April 2009. Berikut grafik downtime mesin-mesin di
Plant-2 periode bulan Januari yang disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Downtime Bulan Januari 2009
Downtime pada bulan Januari 2009 banyak terjadi pada mesin Vacuum
Forming-2 dengan waktu downtime sebanyak 80 menit dan waktu produksi mesin
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
Blow Moulding-1
Blow Moulding-2
Vacuum Forming-1
Vacuum Forming-2
% downtime
42
sebanyak 280 jam kerja atau 16800 menit selama bulan Januari. Persentase waktu
downtime yang dihasilkan sebanyak 0,48 persen. Downtime ini dikarenakan
adanya kerusakan pada elemen pemanas (heater) yang tidak berfungsi dengan
baik. Heater no. 48 dan 49 mengalami kerusakan sehingga harus diganti dengan
heater yang baru. Penggantian ini membutuhkan waktu sebanyak 80 menit
sehingga mesin berhenti berproses selama waktu tersebut.
Mesin-mesin produksi lainnya di Plant-2 tidak mengalami kerusakan
sehingga tidak ada waktu downtime yang muncul. Mesin-mesin tersebut berjalan
dengan sebagaimana mestinya, yaitu dapat berproses secara optimal sesuai dengan
waktu produksi mesin. Kedua mesin Blow Moulding dapat bekerja secara
maksimal selama 420 jam atau 25200 menit dan mesin Vacuum Forming-1 dapat
bekerja secara maksimal selama 140 jam atau 8400 menit. Waktu produksi mesin
secara lengkap disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant -2 Bulan Januari 2009
Nama Mesin Downtime
(menit) Kerja Mesin (menit)
Persentase
(%)
Blow Moulding-1 0 25200 0.00
Blow Moulding-2 0 25200 0.00
Vacuum Forming-1 0 8400 0.00
Vacuum Forming-2 80 16800 0.48
Gambar 5 menyajikan informasi mengenai grafik downtime mesin-mesin di
Plant-2 selama bulan Februari 2009.
Gambar 5. Grafik Downtime Bulan Februari 2009
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
Blow Moulding-1
Blow Moulding-2
Vacuum Forming-1
Vacuum Forming-2
% downtime
43
Kerusakan mesin pada bulan Februari terjadi pada mesin Blow Moulding-1
dan mesin Vacuum Forming-2. Kerusakan pada mesin Blow Moulding-1 terjadi
karena heater no 9 melebihi standar panas yang seharusnya sehingga harus
dilakukan penyesuaian ulang. Penyesuaian ini menyebabkan proses produksi
menjadi berhenti dan memakan waktu sebanyak 20 menit (downtime) dari waktu
produksi mesin sebanyak 420 jam atau 25200 menit sehingga persentase waktu
downtime yang dihasilkan adalah 0,08 persen.
Mesin Vacuum Forming-2 mengalami kerusakan pada elemen pemanas no
5A, 59B dan 13AB dimana elemen-elemen pemanas pecah dan harus diganti
dengan elemen yang baru. Penggantian elemen ini membutuhkan waktu sebanyak
60 menit sehingga mesin berhenti selama waktu tersebut. Waktu produksi mesin
sebanyak 280 jam atau 16800 menit sehingga persentase downtime sebanyak 0,36
persen.
Mesin-mesin produksi lainnya seperti Blow Moulding-2, dan Vacuum
Forming-1 bekerja dengan sebagaimana mestinya tanpa mengalami kerusakan
selama bulan Februari. Mesin Blow Moulding-1 dan Blow Moulding-2 mampu
bekerja secara optimal sebanyak 25200 menit dan mesin Vacuum Forming-1
mampu bekerja secara optimal selama 8400 menit. Waktu produksi mesin secara
lengkap disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant -2 Bulan Februari 2009
Nama Mesin Downtime
(menit)
Kerja Mesin
(menit)
Persentase
(%)
Blow Moulding-1 20 25200 0.08
Blow Moulding-2 0 25200 0.00
Vacuum Forming-1 0 8400 0.00
Vacuum Forming-2 60 16800 0.36
Kerusakan mesin pada bulan Maret hampir terjadi pada semua mesin
produksi di Plant-2. Kerusakan pada mesin Blow Moulding-1 terjadi karena
selang atas hidroulik pecah sehingga mesin berhenti berproses. Penggantian
selang atas hidroulik membutuhkan waktu sebanyak 5 menit. Oleh karena, itu
downtime yang terjadi selama 5 menit atau dengan persentase sebanyak 1,04
persen dari waktu total kerja mesin sebanyak 25200 menit. Gambar 6 menyajikan
44
informasi mengenai grafik downtime mesin-mesin di Plant-2 selama bulan Maret
2009.
Gambar 6. Grafik Downtime Bulan Maret 2009
Mesin Blow Moulding-2 mengalami downtime sebanyak 240 menit karena
mengalami kerusakan pada main pump yang overload sehingga mesin tidak bisa
beroperasi selama waktu tersebut. Persentase downtime terhadap waktu produksi
mesin adalah 0,95 persen dari waktu kerja sebanyak 25200 menit.
Mesin Vacuum Forming-1 mengalami kerusakan pada elemen pemanas
sehingga harus dilakukan penggantian elemen dengan yang baru. Penggantian ini
menyebabkan mesin berhenti berproses selama 15 menit dari total kerja mesin
yang seharusnya sebanyak 8400 menit. Persentase downtime yang diperoleh
adalah sebanyak 0,18 persen.
Downtime yang terjadi pada masin Vacuum Forming-2 sebesar 0,98 persen
yang diakibatkan oleh pemasangan elemen baru dan perbaikan frame atas yang
jatuh. Pemasangan elemen yang baru membutuhkan waktu sebanyak 30 menit
sedangkan perbaikan frame atas yang jatuh sebanyak 2 jam 15 menit atau 135
menit. Total downtime untuk mesin Vacuum Forming-2 yang terjadi adalah 165
menit dari total waktu kerja sebanyak 16800 menit. Waktu produksi mesin secara
lengkap disajikan pada Tabel 5.
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
Blow Moulding-1
Blow Moulding-2
Vacuum Forming-1
Vacuum Forming-2
% downtime
45
Tabel 5. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant -2 Bulan Maret 2009
Nama Mesin Downtime
(menit) Kerja Mesin (menit)
Persentase
(%)
Blow Moulding-1 15 25200 0.06
Blow Moulding-2 240 25200 0.95
Vacuum Forming-1 15 8400 0.18
Vacuum Forming-2 165 16800 0.98
Grafik downtime untuk mesin-mesin di Plant-2 selama bulan April 2009
disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Downtime Bulan April 2009
Kerusakan pada bulan april 2009 meliputi mesin Blow Moulding-1, Vacuum
Forming-1 dan Vacuum Forming-2. Untuk mesin lainnya di Plant-2 ini tidak
mengalami kerusakan yang menyebabkan terhentinya proses produksi sehingga
mesin-mesin tersebut dapat bekerja secara optimal di bulan April. Mesin-mesin
tersebut adalah Blow Moulding-2.
Mesin Blow Moulding-1 mengalami kerusakan pada filter elemen vacuum
loader dan gangguan pada pen dan met yang tidak bisa bergerak. Perbaikan pada
vacuum loader membutuhkan waktu 20 menit dan perbaikan pada pen dan met
membutuhkan waktu 2 jam 5 menit atau 125 menit. Total waktu downtime mesin
Blow Moulding-1 selama bulan april 2009 adalah 145 menit atau 0,55 persen dari
waktu kerja total mesin sebanyak 26460 menit.
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Blow Moulding-1
Blow Moulding-2
Vacuum Forming-1
Vacuum Forming-2
% downtime
46
Mesin Vacuum Forming-1 mengalami downtime sebesar 0,45 persen atau
sebanyak 40 menit dari total waktu produksi mesin sebanyak 8820 menit.
Downtime ini terjadi karena adanya kerusakan pada elemen pemanas dimana
panas yang dihasilkan tidak merata sehingga harus diperbaiki dan dilakukan
penyesuaian ulang.
Downtime pada mesin Vacuum Forming-2 sebesar 2,04 persen atau
sebanyak 360 menit dari total waktu produksi mesin sebanyak 17640 menit.
Downtime ini terjadi karena adanya perbaikan pada elemen pemanas sebanyak
310 menit, perbaikan pada pompa vacuum sebanyak 30 menit, dan perbaikan pada
silinder kiri, selang pneumatic dan frame vacuum sebanyak 60 menit. Waktu
produksi mesin secara lengkap disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Waktu Produksi Mesin-mesin di Plant -2 Bulan April 2009
Nama Mesin Downtime
(menit)
Kerja Mesin
(menit)
Persentase
(%)
Blow Moulding-1 145 26460 0.55
Blow Moulding-2 0 26460 0.00
Vacuum Forming-1 40 8820 0.45
Vacuum Forming-2 360 17640 2.04
Berdasarkan analisis downtime selama bulan Januari sampai April 2009
tersebut, maka stasiun kerja kritis di Plant-2 PT FLN adalah stasiun kerja Vacuum
Forming-2. Downtime yang tinggi setiap bulannya mengindikasikan mesin
banyak mengalami gangguan. Mulai dari penghentian kecil sampai breakdown
mesin yang menyebabkan proses produksi menjadi terhenti.
Penerapan TPM pada Mesin Vacuum Forming-2 sebagai stasiun kerja kritis
perlu mendapat perhatian perusahaan. Mesin ini merupakan mesin yang sering
dipakai untuk menjalankan proses produksi dibandingkan dengan mesin
sejenisnya (Vacuum Forming-1) sehingga jam kerja mesin yang tinggi membuat
mesin ini sering mengalami kerusakan. Menurut wawancara dengan Kepala
Bagian Maintenance, kerusakan mesin yang sering terjadi terletak pada elemen
pemanas (heater) yang mudah pecah disamping umur produksi mesin ini juga
sudah tergolong mesin tua sehingga banyak mengalami kerusakan. Dengan
kondisi mesin seperti ini, kegiatan preventive maintenance harus lebih
diintensifkan untuk mesin-mesin yang tergolong sudah tua, penggantian suku
47
cadang juga harus lebih diperhatikan, dan yang paling penting adalah harus
adanya kesadaran operator untuk melaksanakan kegiatan perawatan mandiri
supaya kerusakan mesin dapat dicegah agar tidak menjadi parah (deterioration).
4.6 Efektivitas Penerapan TPM di Area Kerja Kritis
Penerapan TPM pada area kerja kritis perlu mendapat perhatian khusus
untuk menentukan apakah TPM telah efektif dilaksanakan atau belum efektif
dilaksanakan. Plant-2 yang merupakan area kerja kritis menjadi objek penelitian
tentang bagimana TPM diterapkan dan diimplementasikan melalui penerapan
program kerja 5S, preventive maintenance, predictive maintenance, dan
autonomous maintenance.
Penelitian dilakukan dengan mewawancarai responden yang terdiri dari
supervisor, foreman, dan operator dengan menggunakan panduan kuesioner.
Supervisor dipilih karena merupakan pihak yang bertanggungjawab sepenuhnya
terhadap kegiatan di Plant-2. Foreman dipilih karena merupakan pihak yang
bertanggungjawab langsung di lapangan. Operator dipilih karena merupakan
pihak yang langsung berhubungan dengan mesin sehingga mengetahui kondisi
mesin yang sebenarnya.
a. Penerapan Sikap 5 S
Penerapan program sikap kerja 5S perlu dievaluasi di Plant-2 sebagai area
kerja kritis. Para operator, foreman, dan supervisor kadang memahami tentang
program tersebut, akan tetapi pelaksanaan mereka terhadap program kerja tersebut
masih dipertanyakan. Pemahaman sangat penting untuk pelaksanaan program 5S
karena apabila mereka telah memahami maka program tersebut akan mudah
dijalankan. Untuk melihat hubungan antara pemahaman dan pelaksanaan operator,
foreman,dan supervisor Plant-2 terhadap program kerja 5S digunakan metode
Crosstabulation Chi-Square.
Pelaksanaan program kerja sikap 5S dapat berjalan dengan baik apabila
terdapat pemahaman diantara para operator, foreman, dan supervisor disamping
pengetahuan mereka mengenai program tersebut. Pemahaman operator, foreman,
dan supervisor terhadap program sikap kerja 5S dapat dilihat pada Tabel 7.
48
Tabel 7. Pemahaman Para Operator, Foreman, dan Supervisor terhadap
Program Kerja Sikap 5S
No Respon Responden (orang) Persentase (%)
1 Sangat memahami 7 24,14
2 Memahami 17 58,62
3 Ragu-ragu 5 17,24
Total 29 100
Pada umumnya para operator, foreman, dan supervisor telah memahami
program kerja sikap 5S yang diterapkan oleh perusahaan. Sebanyak 24,14 persen
menyatakan sangat memahami seluruh instruksi kerja sikap 5S. Sebanyak 58,62
persen menyatakan memahami sebagian dari instruksi kerja 5S. Sisanya sebanyak
17,24 persen menyatakan hanya sedikit yang mereka pahami dari instruksi kerja
5S.
Pemahaman terhadap program sikap kerja 5S menunjukkan kepedulian para
operator, foreman, dan supervisor terhadap kegiatan tersebut. Apabila mereka
telah peduli, efek yang timbul seharusnya adalah kegiatan 5S telah menjadi
prilaku mereka sehari-hari di perusahaan. Prilaku ini dapat dilihat dari
pelaksanaan program kerja 5S yang dilaksanakan oleh para operator, foreman, dan
supervisor di lingkungan kerja.
Identifikasi selanjutnya adalah mengetahui sejauhmana pelaksanaan
program kerja sikap 5S oleh para operator, foreman, dan supervisor. Sebanyak
72,4 persen menyatakan selalu melaksanakan kegiatan 5S dan 27,6 persen
menyatakan sering melaksanakan kegiatan 5S. Para operator, foreman, dan
supervisor yang menjawab selalu melaksanakan kegiatan 5S melakukan kegiatan
tersebut sebelum dan sesudah kegiatan produksi, yaitu pada saat penggantian shift
kerja. Para operator, foreman, dan supervisor yang mengatakan sering melakukan
kegiatan 5S melakukan kegiatan tersebut disesuaikan dengan jadwal piket 5S
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
49
Hubungan antara pemahaman dan pelaksanaan para operator, foreman, dan
supervisor terhadap program sikap kerja 5S dianalisis menggunakan teknik
statistika deskriptif tabulasi silang. Perumusan hipotesisnya yaitu : Ho adalah
pengetahuan terhadap program kerja sikap 5S tidak ada hubungannya dengan
pemahaman para operator, foreman, dan supervisor untuk melaksanakan program
kerja sikap 5S. Sedangkan H1 adalah pengetahuan terhadap program kerja sikap
5S ada hubungannya dengan pemahaman para operator, foreman, dan supervisor
untuk melaksanakan program kerja sikap 5S. Hubungan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Tabulasi Silang Hubungan antara Pemahaman dan Pelaksanaan
Para Operator, Foreman, dan Supervisor Mengenai Program
Kerja Sikap 5S
Hubungan
Pelaksanaan Para Operator, Foreman,
dan Supervisor Terhadap Program Kerja
Sikap 5S Total
(%)
Jawaban Selalu
(%)
Sering
(%)
Pemahaman Para
Operator, Foreman,
dan Supervisor
Terhadap Program
Kerja Sikap 5S
Memahami
(%) 51,7 6,9 58,6
Ragu-ragu
(%) 6,9 10,3 17,2
Sangat
Memahami
(%)
13,8 10,3 24,1
Total 72,4 27,6 100
Melalui pengolahan data kuisioner, diperoleh nilai Assemblymp.Sig (2-
sided) Pearson Chi-Square hitung sebesar 0,062. Nilai alpha (α) yang digunakan
adalah sepuluh persen. Jika dibandingkan nilai Assymp. Sig (2-sided) Pearson
Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai alpha (α) maka Ho ditolak dan H1
50
diterima. Hasil pengolahan data menggunkan teknik statistik deskriptif tabulasi
silang dapat dilihat pada Lampiran 7. Interprestasi hasil pengolahan data
menggambarkan bahwa pemahaman para operator, foreman, dan supervisor
mengenai program kerja sikap 5S di perusahaan ada hubungannya dengan sikap
para operator, foreman, dan supervisor untuk melaksanakan instruksi kerja 5S.
Kenyataan yang terjadi di area produksi Plant-2 adalah para operator,
foreman, dan supervisor yang memahami instruksi kerja 5S masih ada yang
melaksanakan kegiatan 5S hanya berdasarkan jadwal piketnya saja sehingga
dalam kesehariannya kegiatan 5S belum menjadi bagian dari prilaku mereka di
perusahaan. Begitu juga sebaliknya, para operator, foreman, dan supervisor yang
tidak terlalu memahami instruksi kerja 5S, sering melaksanakan kegiatan 5S
sebelum dan sesudah kegiatan produksi tanpa harus memperhatikan jadwal piket
5S. Dengan demikian, prilaku 5S yang menjadi dasar dari kegiatan TPM belum
sepenuhnya menjadi bagian dari prilaku para operator, foreman, dan supervisor di
Plant-2.
b. Penerapan Preventive Maintenance dan Predictive Maintenance
Program kerja preventive maintenance dan predictive maintenance di PT
FLN dijalankan langsung oleh Bagian Maintenance dengan jumlah tenaga kerja
sebanyak lima orang, yaitu Kepala Bagian Maintenance dibantu oleh empat orang
staf Maintenance. Tiga orang staf difungsikan untuk bekerja pada shift 1 dan 2
sedangkan satu orang lagi untuk shift 3. Menurut Manajer Maufacturing, dengan
jumlah tenaga kerja yang seperti ini dirasakan masih kurang efektif untuk
menjalankan kegiatan preventive maintenance dan predictive maintenance
mengingat jumlah mesin yang harus diawasi sangatlah banyak.
Kendala di lapangan yang terjadi terkait dengan jumlah tenaga kerja yang
kurang adalah ketika beberapa mesin mengalami breakdown secara bersama-
sama. Jumlah tenaga kerja yang kurang menyebabkan tidak semua mesin dapat
ditanggulangi secara bersama-sama sehingga harus menunggu waktu perbaikan
mesin yang lain. Hal ini menyebabkan proses produksi menjadi terhambat karena
mesin tidak bisa berproduksi untuk menghasilkan barang. Oleh karena itu,
langkah yang harus diambil oleh perusahaan adalah menambah tenaga kerja untuk
Bagian Maintenance agar kegiatan preventive dan predictive maintenance dapat
51
dilaksanakan secara optimal. Kegiatan preventive maintenance dan predictive
maintenance memiliki peranan yang penting untuk menjaga kondisi mesin agar
dapat bekerja secara optimal sehingga kinerja mesin yang efisien dalam
berproduksi membuat perusahaan menjadi lebih produktif.
Pelaksanaan TPM pada suatu perusahaan tidak bisa dilepaskan dari peran
serta seluruh tenaga kerja di perusahaan tersebut. Kata “Total” dalam filosofi
TPM berarti bahwa harus ada partisipasi aktif dari manajemen puncak sampai
operator. Oleh karena itu, evaluasi terhadap program preventive maintenance dan
predictive maintenance di Plant-2 dilaksanakan dengan persepsi responden yang
terdiri dari para operator, foreman, dan supervisor mengenai pengetahuan mereka
terhadap kedua program kerja tersebut. Pengetahuan mereka memungkinkan
dilaksanakannya pengawasan terhadap program kerja preventive maintenance dan
predictive maintenance sebagai bentuk partisipasi dalam TPM.
Pengetahuan responden terhadap program kerja preventive maintenance
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengetahuan Responden Mengenai Kegiatan
Preventive Maintenance
Pada umumnya responden tidak mengetahui adanya program kerja
preventive maintenance dan hanya sebagian kecil yang mengetahui secara pasti
adanya program tersebut. Mereka yang tidak tahu mengenai program preventive
maintenance berpendapat bahwa kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan oleh Bagian Maintenance hanya sebatas pada saat mesin mengalami
kerusakan saja. Beberapa responden mengatakan ragu-ragu terhadap pengetahuan
31%
14%
55%Ya
Ragu-ragu
Tidak Tahu
52
program kerja preventive maintenance karena mereka hanya mengetahui aktivitas
pengecekan mesin yang dilakukan oleh Bagian Maintenance tetapi tidak
mengetahui bahwa hal tersebut adalah bagian dari program preventive
maintenance.
Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan masih minimnya
partisipasi para operator, foreman dan supervisor terhadap TPM terutama kegiatan
preventive maintenance. Langkah yang harus diambil oleh perusahaan adalah
dengan mengadakan sosialisasi ulang terhadap program preventive maintenance
kepada seluruh operator, foreman, dan supervisor agar mereka dapat berpartisipasi
aktif dalam aktivitas TPM. Apabila seluruh operator telah mengetahui program
kerja ini maka pengawasan oleh foreman dan supervisor dapat dilaksanakan, dan
koordinasi antara operator dengan staff Maintenance mengenai informasi kondisi
dan aktivitas mesin dapat dilakukan.
Indentifikasi selanjutnya adalah pengetahuan responden mengenai program
kerja predictive maintenance yang disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Pengetahuan Responden Mengenai Kegiatan Predictive Maintenance
Sama halnya dengan program kerja preventive maintenance, program kerja
predictive maintenance tidak diketahui oleh kebanyakan responden.
Ketidaktahuan ini disebabkan karena kegiatan predictive maintenance belum bisa
diterapkan secara optimal di lapangan. Menurut Kepala Bagian Maintenance,
kendala yang muncul dalam kegiatan ini adalah adanya kesulitan dalam
memperkirakan umur pakai suatu komponen mesin, sehingga dalam
memperkirakan umur pakai suatu komponen hanya didasarkan pada informasi
14% 3%
83%
Ya
Ragu-ragu
Tidak
53
dari selisih hour meter antara pada saat komponen baru terpasang dan komponen
tersebut mengalami kerusakan. Oleh karena itu, kegiatan predictive maintenance
baru dapat dilaksanakan hanya pada beberapa komponen mesin saja sehingga
kegiatan ini terlihat jarang dilaksanakan dilapangan. Oleh karena itu, hanya
sebagian kecil responden yang mengetahui tentang program kerja ini.
Tingkat ketidaktahuan yang sangat tinggi terhadap program kerja predictive
maintenance ini menyebabkan tingkat partisipasi para operator, foreman, dan
supervisor masih minim. Adanya kendala pada penerapan program kerja itu
sendiri menjadi alasan utama penyebab ketidaktahuan mereka. Oleh karena itu,
perusahaan harus mengambil langkah perbaikan terhadap program kerja
predictive maintenance dengan mengakaji ulang pada sistem perkiraan umur
pakai komponen mesin. Perusahaan bisa menggunakan tenaga ahli dari pembuat
mesin tersebut untuk mengetahui secara pasti perkiraan umur pakai komponen-
komponennya. Setelah itu dilakukan sosialisasi ulang mengenai program kerja
predictive maintenance agar seluruh pihak dapat berpartisipasi dalam mengawasi
jalannya program ini.
c. Penerapan Autonomous Maintenance
Evaluasi kegiatan autonomous maintenance dilaksanakan di Plant-2 sebagai
area stasiun kerja kritis untuk mengidentifikasi sejauhmana pengetahuan dan
pemahaman para operator, foreman, dan supervisor mengenai kegiatan tersebut.
Pengetahuan para operator, foreman, dan supervisor terhadap program kerja
autonomous maintenance dapat dilihat pada Tabel 9.
Sebanyak 20,69 persen para operator, foreman, dan supervisor menyatakan
mengetahui aktivitas merawat mesin secara mandiri. Menurut pendapat mereka,
pelaksanaan perawatan mesin secara mandiri berkaitan dengan pembersihan
mesin, pengecekan mesin, penyetelan mesin dan perbaikan ringan.
Sebanyak 55,17 persen mengatakan ragu-ragu dan pada umumnya alasan
yang disampaikan adalah mereka tidak terlalu memahami aktivitas perawatan
mandiri dan bagi mereka yang paling penting adalah mengoperasikan mesin
dengan baik saja. Pekerjaan perawatan mesin jarang mereka lakukan kecuali
dalam kondisi terdesak dan Bagian Maintenance terlambat untuk turun tangan.
54
Tabel 9. Pengetahuan Para Operator, Foreman, dan Supervisor
terhadap Program Kerja Autonomous Maintenance
No Respon Responden (orang) Persentase (%)
1 Mengetahui 6 20,69
2 Ragu-ragu 16 55,17
3 Tidak mengetahui 7 24,14
Total 29 100
Sebanyak 24,14 persen menyatakan tidak mengetahui kegiatan perawatan
mandiri. Hal ini terjadi karena yang ada dalam pikiran mereka adalah hanya
menggunakan mesin dengan baik dan pemeliharaan atau perawatan diserahkan
kepada Bagian Maintenance saja. Bagi mereka menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan target adalah yang perlu diprioritaskan.
Hal yang diidentifikasi selanjutnya adalah persepsi para operator terhadap
aktivitas autonomous maintenance. Sebanyak 13,79 persen menyatakan mereka
merasa aktivitas merawat mesin secara mandiri bukan merupakan tugas dan
tanggung jawab mereka. Mereka menganggap aktivitas tersebut merupakan
bagian dari tugas Bagian Maintenance. Sebagian besar (sebanyak 86,21 persen)
menganggap aktivitas merawat mesin merupakan bagian dari tugas dan tanggung
jawab mereka. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran pribadi terhadap tugas
mereka.
Hubungan antara pengetahuan para operator, foreman, dan supervisor
mengenai pelaksanaan autonomous maintenance dengan persepsi mereka terhadap
pelaksanaan aktivitas autonomous maintenance dianalisis menggunakan teknik
statistik deskriptif tabulasi silang. Tabulasi silang mengenai hubungan tersebut
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.
Perumusan hipotesisnya yaitu : Ho adalah pengetahuan terhadap
autonomous maintenance tidak ada hubungannya dengan persepsi para operator,
foreman, dan supervisor terhadap tugas dan tanggung jawab perawatan mesin.
Sedangkan H1 adalah pengetahuan terhadap autonomous maintenance ada
55
hubungannya dengan persepsi para operator, foreman, dan supervisor terhadap
tugas dan tanggung jawab perawatan mesin.
Melalui pengolahan data kuesioner, diperoleh nilai Assemblymp.Sig (2-
sided) Pearson Chi-Square hitung sebesar 0,474. Nilai alpha (α) yang digunakan
adalah sepuluh persen. Jika dibandingkan nilai Assymp. Sig (2-sided) Pearson
Chi-Square hitung lebih besar dari nilai alpha (α) maka Ho diterima dan H1
ditolak. Hasil pengolahan data menggunkan teknik statistik deskriptif tabulasi
silang dapat dilihat pada Lampiran 8. Interprestasi hasil pengolahan data
menggambarkan bahwa pengetahuan para operator, foreman, dan supervisor
mengenai pelaksanaan autonomous maintenance di perusahaan tidak ada
hubungannya dengan persepsi para operator, foreman, dan supervisor terhadap
tugas dan tanggung jawab mereka.
Tabel 10. Tabulasi Silang Persepsi Para Operator, Foreman, dan Supervisor
Mengenai Program Autonomous Maintenance
Hubungan
Persepsi Para Operator, Foreman, dan Supervisor
Terhadap Aktivitas Autonomous Maintenance
Total
(%) Jawaban
Merasa sebagai
Bagian dari
Tugas dan
Tanggung Jawab
(%)
Tidak Merasa
sebagai Bagian
dari Tugas dan
Tanggung
Jawab
(%)
Pengetahuan
Para Operator,
Foreman, dan
Supervisor
Terhadap
Pelaksanaan
Autonomous
Maintenance
Ragu-ragu
(%) 44,8 10,3 55,2
Tidak
Mengetahui
(%)
24,1 0 24,1
Mengetahui
(%) 17,2 3,4 20,7
56
Total 86,2 13,8 100
Kegiatan autonomous maintenance memegang peranan yang sangat penting
dalam sistem TPM, karena kegiatan inilah yang membedakan TPM dengan
kegiatan pemeliharaan dan perawatan lainnya. Melalui kegiatan autonomous
maintenance, aktivitas mesin dapat diawasi dari waktu ke waktu sehingga apabila
terjadi gangguan dapat ditanggulangi lebih dini sebelum mesin kerusakan mesin
terjadi. Kondisi mesin yang terjaga dari kerusakan dapat memperlancar proses
produksi, dengan demikian perusahaan dapat mempertahankan tingkat
produktivitasnya.
4.7 Efektivitas TPM terhadap Perubahan Produktivitas
Pelaksanaan kegiatan TPM mempunyai dampak terhadap produktivitas
perusahaan, karena melalui program TPM seluruh tenaga kerja dan mesin
produksi dirancang untuk selalu bekerja pada kondisi yang produktif. Dalam
TPM, tenaga kerja dituntut untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan
autonomous maintenance untuk aktivitas pemeliharaan dan perawatan mesin,
pembentukan prilaku positif tenaga kerja melalui kegiatan 5S, dan pada akhirnya
menciptakan kondisi kerja yang produktif. Pemeliharaan dan perawatan terhadap
mesin produksi dilaksanakan melalui kegiatan preventive maintenance sebagai
upaya untuk pencegahan dini kerusakan mesin, dan kegiatan predictive
maintenance untuk kegiatan penggantian suku cadang mesin sehingga mesin
produksi dapat beroperasi sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Oleh
karena itu secara tidak langsung kegiatan TPM dapat berpengaruh terhadap
produktivitas perusahaan.
Pengaruh TPM terhadap produktivitas perusahaan dianalisis dengan
membandingkan kegiatan pemeliharaan dan perawatan sebelum diterapkannya
TPM dan setelah diterapkannya TPM. Akan tetapi, karena adanya keterbatasan
data untuk kegiatan pemeliharaan dan perawatan sebelum diterapkannya TPM
maka digunakan analisis berdasarkan persepsi para operator, foreman, dan
supervisor mengenai pengaruh kegiatan TPM terhadap produktivitas perusahaan.
Perlu diingat bahwa foreman dan supervisor yang ada di Plant-2 pernah menjadi
57
operator mesin pada area tersebut sebelum menjabat jabatan yang sekarang ini.
Oleh karena itu, foreman dan supervisor secara pasti mengetahui adanya
perubahan kondisi yang terjadi antara sebelum dan sesudah diterapkannya TPM.
Perbedaan produktivitas sebelum dan sesudah diterapkannya TPM dilihat
dari persepsi para operator, foreman, dan supervisor mengenai kegiatan
pembersihan dan pemeriksaan mesin, pencegahan kerusakan mesin,
tanggungjawab operator dalam mengoperasikan mesin, pengurangan kelalaian
dalam mengopersikan mesin, dan pendeteksian gejala kerusakan mesin. Selain itu,
ditanyakan juga kepada para operator, foreman, dan supervisor mengenai persepsi
mereka tentang kejadian “Loss” yang terjadi sebelum dan sesudah diterapkannya
TPM. “Loss” merupakan istilah dalam TPM yang menunjukkan adanya aktivitas
yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Pertanyaan seputar “Loss” tersebut
meliputi produk cacat yang dihasilkan, kerusakan mesin yang terjadi, waktu
penyetelan mesin, penghentian kecil yang terjadi, penurunan kinerja mesin, dan
penurunan jumlah produksi. Pengolahan data menggunakan rata-rata nilai tengah
dari jawaban responden dapat dilihat pada Lampiran 9.
a. Efektivitas TPM terhadap Kegiatan Pembersihan dan Pemeriksaan
Mesin
Kegiatan pembersihan dan pemeriksaan mesin merupakan kegiatan dasar
yang dilakukan oleh para operator. Kegiatan pembersihan meliputi menyingkirkan
benda asing (debu, dan kotoran) pada bagian-bagian mesin yang dapat dijangkau
dan area sekitar mesin yang dapat menimbulkan kerugian pada mesin. Kegiatan
pembersihan ini dapat menggunakan alat-alat kebersihan seperti biasa (lap atau
sapu) sehingga tidak terlalu rumit untuk dilakukan. Kegiatan pemeriksaan mesin
dilakukan sebagai upaya untuk pencegahan kerusakan secara dini. Kegiatan
pembersihan dan pemeriksaan mesin sangat penting dilakukan untuk memastikan
mesin produksi agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan perusahaan
untuk mencapai target produksi.
Berdasarkan analisis persepsi antar waktu yang dilakukan dengan
menggunakan kuisioner dihasil modus jawaban responden dengan nilai +1. Nilai
ini menunjukkan bahwa persepsi operator, foreman, dan supervisor terhadap
kegiatan pembersihan dan pemeriksaan mesin lebih baik dibandingkan dengan
58
setelah diterapkannya TPM. Hal ini berarti bahwa dengan diterapkannya program
TPM, terutama dengan adanya kegiatan 5S, kegiatan pembersihan dan
pemeriksaan menjadi teratur jika dibandingkan dengan sebelum program TPM
dilaksanakan. Keteraturan ini terlihat dengan adanya jadwal piket kebersihan yang
telah diatur oleh perusahaan dan adanya instruksi kerja untuk pemeriksaan mesin
sebelum dan sesudah pengoperasian mesin.
Kegiatan pembersihan dan pemeriksaan yang telah diterapkan oleh
perusahaan melalui kegiatan TPM dapat dikembangkan dengan pemberlakuan
sistem punishment bagi mereka yang tidak menjalankan kegiatan pembersihan.
Hal ini dilakukan untuk menanamkan kedisiplinan bagi para operator dan untuk
menjaga kontinuitas mesin dalam berproduksi.
b. Efektivitas TPM dalam Pencegahan Kerusakan Mesin
Mesin dapat mengalami kerusakan secara tiba-tiba pada saat mesin mulai
dinyalakan ataupun pada saat proses produksi sedang berlangsung. Kejadian ini
tentu tidak diinginkan oleh perusahaan karena dapat menyebabkan proses
produksi berhenti dan terjadinya kerugian bagi perusahaan. Oleh karena itu, upaya
pencegahan terhadap kerusakan mesin perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya
kerugian bagi perusahaan. Bagian Maintenance yang melakukan fungsi
pemeliharaan dan perawatan mesin kadang tidak bisa melakukan upaya
pencegahan tersebut dikarenakan adanya keterbatasan tenaga kerja, waktu dan
tempat sehingga hanya operator mesin yang diharapkan mampu melakukan
pencegahan dini terhadap kerusakan mesin. Pencegahan dini yang dapat dilakukan
oleh operator misalnya dengan cara pengencangan baut kendor, pelumasan mesin,
pengecekan mesin, perbaikan ringan dan penyetelan mesin. Keahlian-keahlian ini
perlu diterapkan kepada para operator karena operator sendirilah yang mengetahui
kondisi mesin yang paling aktual sehingga kerusakan dapat dicegah sedini
mingkin tanpa harus menunggu Bagian Maintenance untuk melakukan hal
tersebut.
Nilai modus dari jawaban reponden mengenai pengaruh TPM terhadap
keahlian operator dalam kegiatan pencegahan kerusakan mesin menghasilkan nilai
+1. Interprestasi dari nilai ini adalah persepsi para operator, foreman, dan
supervisor menganggap kegiatan pencegahan kerusakan mesin menjadi lebih baik
59
setelah diterapkannya TPM. Dengan adanya penerapan TPM maka terjadi
peningkatan yang cukup signifikan terhadap keahlian operator dalam pencegahan
kerusakan. Keahlian operator dalam mencegah kerusakan mesin ini diperoleh dari
teknisi Bagian Maintenance ketika mereka melakukan kegiatan preventive
maintenance. Informasi yang diperolah dari teknisi maintenance operator bisa
mengidentifikasi penyebab kerusakan mesin. Selain itu, peningkatan keahlian ini
terkait dengan pengalaman operator dalam mengoperasikan mesin sehingga
mereka mengetahui kondisi-kondisi yang tidak normal penyebab kerusakan
mesin.
Kegiatan pencegahan kerusakan mesin oleh operator ini seharusnya
merupakan bagian dari kegiatan autonomous maintenance. Akan tetapi, yang
terjadi di lapangan kegiatan autonomous maintenance belum sepenuhnya
diketahui oleh para responden. Oleh karena itu, kegiatan autonomous maintenance
harus ditunjang dengan keberadaan cheek sheet agar kegiatan tersebut dapat
terlaksana dengan baik.
c. Efektivitas TPM terhadap Tanggungjawab Operator
Prilaku operator dalam mengoperasikan mesin perlu disertai dengan
kesadaraan akan tanggungjawab mereka dalam bekerja. Kesadaran ini dibutuhkan
agar para operator tidak semena-mena dalam mengoperasikan mesin sehingga
menumbuhkan perasaaan memiliki terhadap mesin yang sedang mereka
operasikan. Dari kesadaran ini muncul sikap positif bagi para operator yang akan
membawa dampak yang baik bagi perusahaan. Misalnya seperti penggunaan
control panel dengan baik, mesin tidak dipaksakan apabila terjadi gangguan, dan
sebagainya. Penggunaan mesin yang bertanggungjawab membuat mesin menjadi
lebih optimal digunakan sehingga membuat proses produksi dapat berjalan dengan
lancar.
Berdasarkan analisis persepsi antar waktu yang dilakukan dengan
menggunakan kuisioner dihasil nilai modus jawaban responden yaitu +2. Hal ini
menunjukkan bahwa tanggungjawab operator dalam mengoperasikan mesin jauh
lebih baik dibandingkan dengan sebelum diterapkannya TPM. Kegiatan 5S yang
menjadi bagian dari program TPM perusahaan telah memberikan dampak yang
60
jauh lebih baik terhadap tanggungjawab operator dalam mengoperasikan mesin.
Adanya pelatihan 5S membuat para operator memahami pentingnya sikap
bertanggungjawab dalam mengoperasikan mesin.
Implikasi bagi perusahaan adalah tetap mempertahankan program sikap 5S
tersebut karena dapat memberikan keuntungan yang secara tidak langsung bagi
perusahaan. Keuntungan tersebut berdampak pada proses produksi yang dapat
berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan dari sikap dan prilaku yang negatif
dari para operator.
d. Efektivitas TPM terhadap Pengurangan Kelalaian Operator
Mesin produksi dapat mengalami kerusakan bukan hanya karena faktor
internal dari mesin itu sendiri, akan tetapi kerusakan mesin juga bisa timbul
karena adanya kelalaian operator dalam mengoperasikan mesin. Kelalaian
operator dalam mengoperasikan mesin biasanya muncul karena operator tidak
memperhatikan standar pengoperasian mesin. Standar pengoperasian mesin dibuat
agar mesin dapat bekerja secara optimal. Oleh karena itu, kelalaian ini
menyebabkan mesin beroperasi tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya
sehingga mesin berpotensi mengalami kerusakan. Jika kerusakan itu terjadi maka
proses produksi akan terhenti dan akibatnya perusahaan akan mengalami
kerugian.
Analisis persepsi dari operator, foreman, dan supervisor menunjukkan
bahwa program TPM berpengaruh “lebih baik” terhadap pengurangan kelalaian
operator dalam mengoperasikan mesin. Interprestasi tersebut didasarkan pada nilai
modus yang dihasilkan adalah +1. Hal ini berarti bahwa program TPM yang
diterapkan oleh perusahaan cukup membantu dalam mengurangi kelalaian
pengoperasian mesin oleh operator. Adanya standar pengoperasian mesin cukup
membantu operator dalam mengoperasikan mesin.
Berdasarkan wawancara dengan operator, beberapa operator menganggap
standar pengoperasian mesin tersebut dianggap sebagai formalitas saja sehingga
operator mengoperasikan mesin berdasarkan pengalaman mereka saja. Oleh
karena itu, perusahaan harus mengadakan penyuluhan kembali terhadap para
operator mengenai standar pengoperasian mesin untuk mencegah kekeliruan yang
mungkin terjadi dalam mengoperasikan mesin.
61
e. Efektivitas TPM terhadap Pendeteksian Gejala Kerusakan Mesin
Pendeteksian terhadap kerusakan mesin perlu dilakukan agar mesin
terhindar dari kerusakan yang lebih parah. Apabila mesin mengalami kerusakan
yang parah maka dapat menyebabkan breakdown mesin sehingga mesin tidak bisa
beroperasi lagi. Hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan seperti
hilangnya waktu efektif produksi, kerugian materil karena produksi tidak bisa
menghasilkan keuntungan dan biaya yang keluar untuk memperbaiki mesin.
Mesin kadang beroperasi seperti biasanya, akan tetapi pada kenyataanya mesin
sedang mengalami kerusakan tetapi mesin masih bisa beroperasi. Kondisi ini perlu
keahlian operator untuk mendeteksi kerusakan mesin. Pendeteksian kerusakan
mesin dapat ditelusuri melalui bunyi, getaran, dan bau yang tidak biasa pada
mesin.
Nilai modus dari jawaban reponden mengenai pengaruh TPM terhadap
keahlian operator dalam pendeteksian kerusakan mesin sebesar +1. Interprestasi
dari nilai ini adalah persepsi operator, foreman, dan supervisor terhadap program
TPM berpengaruh “lebih baik” terhadap peningkatan keahlian operator dalam
pendeteksian kerusakan mesin. Hal ini berarti bahwa operator merasa keahliannya
dalam mendeteksi kerusakan meningkat dengan adanya program TPM
dibandingkan dengan sebelum adanya program TPM. Dalam program TPM yang
diterapkan oleh perusahaan, operator bekerjasama dengan Bagian Maintenance
dalam mengadakan pendeteksian terhadap kondisi mesin. Teknisi Bagian
Maintenance sering mengadakan pemeriksaan terhadap mesin disertai dengan
operator mesin yang bersangkutan. Melalui informasi yang didapatkan dari teknisi
Bagian Maintenance tersebut, maka para operator secara tidak langsung belajar
mengidentifikasi gejala kerusakan mesin.
Melihat kondisi operator yang belajar secara tidak langsung dari karyawan
Bagian Maintenance mengenai pendeteksian gejala kerusakan mesin, maka hal
yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah membuat standar kerja pendeteksian
mesin produksi. Standar kerja pendeteksian tersebut meliputi hal-hal yang tidak
normal yang terjadi selama mesin beroperasi seperti terjadinya getaran yang
tinggi, suara yang tidak bisa yang keluar dari mesin, dan timbulnya bau dari mesin
62
sehingga apabila hal tersebut terjadi maka operator dapat melaporkannya langsung
kepada Bagian Maintenance.
f. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Produk Cacat
Barang yang dihasilkan oleh mesin produksi tidak selamanya menjadi
produk yang layak untuk dijual, karena terdapat produk cacat dapat seringkali
muncul pada setiap proses produksi. Produk cacat ini salah satunya terjadi akibat
dari adanya error mesin. Error mesin dapat terjadi karena adanya kesalahan
dalam penyesuaian mesin untuk produksi bahan-bahan tertentu, adanya korsleting
sehingga menyebabkan bagian mesin mati, dan sebagainya. Produk cacat yang
dihasilkan jelas sangat merugikan perusahaan karena produk cacat tersebut tidak
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, jumlah produksi terhadap
barang-barang yang layak dijual juga akan berkurang karena adanya produk cacat
ini. Oleh karena itu, error mesin perlu dicegah untuk mengurangi produk cacat
yang dihasilkan sehingga mesin dapat lebih efisien dalam berproduksi.
Pengaruh TPM terhadap produk cacat yang dihasilkan karena error mesin
dianalisis dengan menggunakan persepsi dari para operator, foreman dan
supervisor. Hasil analisis dengan nilai modus dari jawaban responden
menghasilkan nilai +1. Interprestasi dari nilai ini adalah program TPM
berpengaruh “lebih baik” terhadap pengurangan produk cacat yang disebabkan
karena error mesin. Hal ini berarti bahwa dengan adanya program TPM maka
produk cacat karena error mesin berkurang jika dibandingkan dengan sebelum
penerapan TPM. Program TPM yang mencakup preventive maintenance dapat
mencegah terjadinya error mesin sehingga produk cacat karena error mesin dapat
dikurangi.
Pada kenyataannya produk cacat akibat error mesin masih dapat terjadi
walaupun tidak sesering pada saat sebelum diterapkannya TPM. Untuk mencegah
error mesin yang terjadi maka diperlukan standar proses yang jelas untuk setiap
produk yang akan dihasilkan. Selain itu, komunikasi diantara operator mengenai
informasi penyesuaian (setting) mesin produksi juga harus selalu disampaikan
pada setiap penggantian shift kerja.
63
g. Efektivitas TPM dalam Meningkatkan Jumlah Produk Jadi
Barang yang layak dijual merupakan produk jadi yang dihasilkan dari
proses produksi. Proses produksi dengan kondisi mesin yang layak untuk
berproduksi dapat meningkatkan produk jadi yang dihasilkan sehingga mesin
dapat dikatakan efisien dalam berproduksi. Efisiensi ini memberikan keuntungan
bagi perusahaan dalam hal pencapaian target produksi, pengiriman barang yang
tepat waktu kepada pelanggan, dan sebagainya.
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan dengan TPM perlu dibandingkan
dengan dengan kegiatan pemeliharaan dan perawatan sebelum diterapkannya
TPM untuk melihat sejauhmana pengaruh TPM terhadap jumlah produk jadi yang
dihasilkan. Analisis yang digunakan berdasarkan persepsi para operator, foreman,
dan supervisor dengan menggunakan rata-rata terhadap jawaban para responden.
Hasil analisis menunjukkan nilai +2 yang berarti bahwa program TPM
berpengaruh “jauh lebih baik” terhadap jumlah produk jadi yang dihasilkan
dibandingkan dengan sebelum penerapan TPM. Persepsi “jauh lebih baik” dalam
hal ini diasumsikan bahwa adanya kegiatan TPM maka produk jadi yang
dihasilkan lebih meningkat daripada sebelum diterapkannya TPM.
Perusahaan harus mempertahankan kondisi mesin yang optimal untuk
menghasilkan produk jadi ini. Untuk menjaga kondisi mesin yang optimal maka
perusahaan harus menerapkan standar kerja dalam kegiatan autonomous
maintenance, karena berdasarkan survei di lapangan belum terdapat standar kerja
untuk kegiatan ini walaupun telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai program
kerja TPM. Kegiatan autonomous maintenance perlu diperhatikan karena kegiatan
ini dilakukan oleh operator sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi mesin
yang paling aktual.
h. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Kerusakan Mesin
Kerusakan mesin merupakan hal yang tidak bisa dihindari pada setiap mesin
produksi karena mesin yang dipakai terus-menerus untuk berproduksi dapat
mengalami gangguan pada komponen-komponen mesin. Gangguan tersebut dapat
berupa ausnya komponen mesin, keretakan pada bagian mesin tertentu, dan
sebagainya. Kerusakan ini dapat menyebabkan mesin berhenti berproduksi
64
sehingga dapat mengurangi waktu efektif mesin untuk berproduksi yang pada
akhirnya menyebabkan kerugian bagi perusahan.
Intensitas kerusakan mesin sebelum dan setelah diterapkannya TPM perlu
dibandingkan untuk melihat seberapa jauh efektivitas TPM dalam menanggulangi
kerusakan mesin yang terjadi. Analisis dengan menggunakan nilai modus dari
jawaban terhadap persepsi para operator, foreman, dan supervisor menghasilkan
nilai +1. Nilai ini diinterprestasikan bahwa pengurangan kerusakan mesin sebelum
dan setelah penerapan TPM adalah “lebih baik”. Artinya intensitas terjadinya
kerusakan mesin lebih sedikit setelah diterapankannya TPM.
Kegiatan preventive maintenance yang dilaksanakan oleh Bagian
Maintenance cukup efektif untuk mengurangi kerusakan mesin yang terjadi.
Pengecekan mesin yang dilakukan setiap harinya dapat mengurangi kerusakan
kecil pada mesin sehingga dapat dicegah agar mesin tidak mengalami kerusakan
yang parah.
i. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Waktu Penyetelan Mesin
Mesin-mesin produksi membutuhkan penyetelan (setting up) mesin untuk
melakukan proses produksi agar mesin dapat berjalan sebagaimana mestinya,
terutama untuk setiap penggantian bahan baku, dan jenis barang yang akan
diproduksi. Penyetelan mesin ini membutuhkan waktu penyesuaian agar mesin
dapat memproduksi barang sesuai dengan yang diinginkan. Waktu tunggu (idle
time) selama proses penyetelan mesin bergantung pada kemampuan operator
dalam mengoperasikan mesin produksi yang ia operasikan. Idle time yang tinggi
akan menyebabkan waktu efektif untuk produksi menjadi berkurang sehingga
produk yang mampu dihasilkan per waktunya akan berkurang dan tidak sesuai
dengan target produksi yang seharusnya.
Pengurangan waktu penyetelan mesin sebelum dan sesudah diterapkannya
TPM dianalisis dengan menggunakan persepsi para operator, foreman, dan
supervisor. Nilai modus dari jawaban responden menghasilkan nilai +1, yang
berarti bahwa adanya pengaruh yang “lebih baik” terhadap pengurangan waktu
penyetelan mesin setelah diterapkannya TPM. Dengan kata lain, waktu penyetelan
mesin menjadi cukup efisien dengan diterapkanya TPM jika dibandingkan
sebelum diterapkannya TPM.
65
Berdasarkan pengamatan di lapangan, instruksi kerja mengenai penyetelan
mesin sudah cukup jelas disosialisaikan kepada para operator. Informasi mengenai
penyetelan mesin produksi ditempel pada papan informasi yang ada pada setiap
stasiun kerja sehingga dapat dibaca oleh para operator jika melakukan penyetelan
mesin. Namun yang perlu diperhatikan adalah operator yang lebih senior
mempunyai pengalaman yang lebih dalam melakukan penyetelan mesin, maka
dari itu informasi penting dari operator senior perlu disampaikan kepada para
operator yang masih baru.
j. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Penghentian Kecil
Penghentian kecil (minor stoppage) terjadi pada saat mesin sedang
beroperasi dan secara tiba-tiba berhenti karena adanya gangguan mesin tetapi
kemudian mesin dapat beroperasi kembali. Kondisi ini terjadi karena adanya
gangguan mesin seperti adanya benda-benda asing yang menghambat kerja mesin,
saluran udara yang tersumbat dan sebagainya. Minor stoppage dapat merugikan
jika terjadi terus-menerus sehingga dapat berpotensi menimbulkan kerusakan pada
mesin.
Persepsi para operator, foreman, dan supervisor mengenai pengaruh TPM
terhadap penghentian kecil karena gangguan mesin dianalisis dengan rata-rata
terhadap jawaban responden. Hasil analisis menunjukkan nilai +1 yang berarti
pengurangan penghentian kecil karena gangguan mesin lebih baik sesudah
diterapkannya TPM jika dibandingkan dengan sebelum diterapankannya TPM.
Dengan kata lain, penghentian kecil dapat dikurangi setelah diterapkannya TPM.
Sikap dasar TPM melalui 5S menjadi acuan bagi para operator untuk
senantiasa teliti terhadap hal-hal yang kecil, terutama dalam memelihara dan
merawat mesin. Sebagai contoh kotoran yang menempel pada komponen mesin
bisa saja dianggap sebagai hal yang kecil, akan tetapi dalam sikap 5S hal tersebut
harus segera dibersihkan karena berpotensi menghambat kerja mesin.
Implikasinya bagi perusahaan adalah mempertahankan program kerja sikap 5S
dan senantiasa melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan 5S tersebut.
66
k. Efektivitas TPM dalam Meningkatkan Kinerja Mesin
Kinerja mesin (performance) sangat mempengaruhi proses produksi yang
sedang berlangsung karena dengan kinerja mesin yang baik proses produksi dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja mesin terkait dengan
kemampuan mesin menghasilkan produk sesuai dengan target produksi yang telah
ditetapkan. Apabila target produksi mampu dicapai, maka akan mendatangkan
keuntungan bagi perusahaan.
Kinerja mesin sebelum dan sesudah TPM dibandingkan untuk melihat
seberapa jauh pengaruh TPM terhadap kinerja mesin. Persepsi operator, foreman,
dan supervisor dianalisis dengan menggunakan modus terhadap jawaban
responden. Hasil analisis menunjukkan nilai +1, yang berarti bahwa setelah
diterapkannya TPM kinerja mesin menjadi “lebih baik” jika dibandingkan dengan
sebelum diterapkannya TPM. Adanya perbaikan terhadap kinerja mesin
disebabkan karena adanya kegiatan preventive maintenance yang dilaksanakan
oleh perusahaan.
Hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah mengadakan
pengembangan terhadap kegiatan preventive maintenance agar lebih efektif
dilaksanakan di lingkungan kerja perusahaan. Pengembangan yang dapat
dilakukan adalah dengan menetapkan jadwal dan penyediaan suku cadang yang
tepat pada waktunya agar kegiatan penggantian suku cadang sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.
4.8 Perhitungan Overall Equipment Efficiency (OEE)
Pengaruh TPM terhadap produktivitas dapat dihitung dengan menggunakan
tiga indikator efisiensi mesin berdasarkan Overall Equipment Efficiency (OEE).
Efisiensi mesin yang dihasilkan dari perhitungan OEE menunjukkan produktivitas
mesin itu sendiri, karena nilai OEE merepresentasikan nilai dari tingkat
ketersediaan mesin untuk berproduksi, tingkat kinerja mesin dan tingkat kualitas
produk yang dihasilkan. Perhitungan terhadap nilai Overall Equipment Efficiency
(OEE) dilakukan selama periode 2007-2009. Khusus untuk data tahun 2009,
digunakan asumsi bahwa data yang diambil dari bulan Januari sampai April
sebagai data untuk satu tahun. Pengukuran OEE ini dilakukan terhadap keempat
mesin di area kerja kritis, yaitu Plant-2. Mesin-mesin tersebut diantaranya mesin
67
Vacuum Forming-1, Vacuum Forming-2, Blow Moulding-1, dan Blow Moulding-
2.
a. OEE Mesin Vacuum Forming-1
Nilai persentase OEE mesin Vacuum Forming-1 pada tahun 2007, 2008 dan
2009 berturut-turut sebesar 70,20 persen ; 94,34 persen ; 81,56 persen. Nilai OEE
berada di bawah kondisi ideal yang seharusnya yaitu berada di bawah 85 persen
sehingga untuk mesin Vacuum Forming-1 pada tahun 2007 dan 2009 berada
dalam kondisi yang tidak ideal sedangkan pada tahun 2008 nilai OEE
menunjukkan kondisi mesin yang ideal untuk berproduksi. Nilai OEE dari tahun
2007 sampai dengan 2009 memperlihatkan nilai yang berfluktuasi. Pada jangka
waktu 2007-2008 nilai OEE mengalami kenaikan sebesar 24,14 persen, sedangkan
pada jangka waktu 2008-2009 mengalami penurunan sebesar 12,78 persen. Nilai
persentase OEE mesin Vacuum Forming-1 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin Vacuum
Forming-1
Tahun Availability
(%)
Performance
(%)
Quality
(%) OEE (%)
2007 99.72 75.89 92.75 70.20
2008 99.35 105.30 90.18 94.34
2009 99.86 81.94 99.69 81.56
Nilai availability menunjukkan tingkat ketersediaan mesin yang selalu siap
untuk beroperasi. Jam kerja mesin untuk beroperasi yang telah ditetapkan dapat
berjalan dengan sebagaimana mestinya sesuai dengan target jam kerja mesin yang
telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa waktu downtime mesin Vacuum
Forming-1 yang sangat kecil sehingga mesin dapat bekerja secara maksimal. Nilai
availability mesin Vacuum Forming-1 sebesar 99,72 persen sehingga bisa
dikatakan availability mesin Vacuum Forming-1 pada tahun 2007 berada dalam
kondisi yang ideal. Begitu juga dengan nilai availability pada tahun 2008 dan
2009 menunjukkan kondisi yang ideal, yaitu sebesar 99,35 persen dan 99,86
persen. Nilai availability mesin Vacuum Forming-1 selama kurun waktu 2007-
68
2009 menunjukkan perkembangan yang konstan dimana nilai availability berada
pada kisaran 99 persen.
Nilai performance menunjukkan kinerja mesin dalam menghasilkan suatu
produk. Nilai performance mesin Vacuum Forming-1 pada tahun 2007, 2008 dan
2009 berturut-turut adalah sebagai berikut : 75,89 persen ; 105,30 persen ; 81,94
persen. Kondisi ideal ditunjukkan nilai OEE pada tahun 2008 sebesar 105,30
persen. Nilai ini melebihi 100 persen dikarenakan adanya kelebihan produksi pada
tahun 2008 sehingga produk yang dibuat melebihi target produksi yang telah
ditetapkan perusahaan. Nilai performance selama kurun waktu 2007-2009
memperlihatkan nilai yang fluktuatif. Pada tahun 2007-2008 nilai performance
menunjukkan kenaikan sebesar 29,41 persen sedangkan pada tahun 2008-2009
menunjukka penurunan sebesar 23,36 persen.
Nilai quality untuk mesin Vacuum Forming-1 pada tahun 2007, 2008 dan
2009 berturut-turut adalah sebagai berikut : 92,75 persen ; 90,18 persen ; 99,69
persen. Kondisi ideal untuk nilai quality terjadi pada tahun 2009 dimana nilai
quality lebih besar dari 99 persen. Hal ini menunjukkan kualitas produk selama
tahun 2009 sangat baik yang ditandai dengan produk cacat yang sedikit. Nilai
quality selama kurun waktu 2007-2009 memperlihatkan nilai yang fluktuatif. Pada
tahun 2007-2008 nilai quality mengalami penurunan sebesar 2,57 persen
sedangkan pada tahun 2008-2009 mengalami kenaikan sebesar 9,51 persen.
Berikut grafik nilai availability, performance, quality, dan OEE untuk mesin
Vacuum Forming-1 selama kurun waktu 2007-2009 pada Gambar 10.
Efisiensi mesin Vacuum Forming-1 selama periode 2007 sampai 2008
menunjukkan adanya peningkatan sedangkan periode 2008 sampai bulan April
2009 menunjukkan adanya penurunan. Efeknya terhadap produktivitas juga
mengikuti pola efisiensi mesin yang terjadi selama periode tersebut. Adanya
kenaikan produktivitas selama tahun 2007-2008 dikarenakan adanya kenaikan
pada kinerja mesin Vacuum Forming-1 sehingga jumlah produk yang dihasilkan
mampu melampaui target produksi. Walaupun produk cacat selama periode
tersebut naik, akan tetapi hal ini tidak membuat perusahaan merugi karena dapat
ditutupi oleh produk jadi yang lebih banyak dihasilkan perusahaan. Penurunan
produktivitas selama periode 2008 sampai April 2009 dikarenakan adanya
69
penurunan kinerja mesin yang lebih besar daripada kenaikan kualitas produk.
Penurunan kinerja ini membuat mesin tidak bisa memenuhi target produksi yang
telah ditetapkan.
Gambar 10. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE
Mesin Vacuum Forming-1
b. OEE Mesin Vacuum Forming-2
Persentase nilai availability, performance, quality dan OEE mesin Vacuum
Forming-2 selama kurun waktu 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin Vacuum
Forming-2
Tahun Availability
(%)
Performance
(%)
Quality
(%) OEE (%)
2007 99.50 74.75 94.94 70.61
2008 98.48 93.43 96.60 88.88
2009 99.21 102.93 98.00 100.08
Nilai availability masin Vacuum Forming-2 selama kurun 2007-2009 dapat
dikatakan kostan pada kisaran 98-99 persen. Pada tahun 2007 nilai availability
sebesar 99,50 persen berada diatas 90 persen sehingga bisa dikatakan mesin dalam
kondisi ideal. Begitu juga dengan nilai availability pada tahun 2008 (99,50
persen) dan 2009 (99,21 persen) juga berada dalam kondisi yang ideal, yaitu
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Availability Performance Quality OEE
2007
2008
2009
70
mesin dapat dipakai sesuai dengan jam kerja mesin yang telah ditetapkan.
Perubahan nilai availability mesin Vacuum Forming-2 mengalami sedikit
penurunan kurun waktu 2007-2008 sebesar 1,02 persen sedangkan pada kurun
waktu 2008-2009 mengalami kenaikan sebesar 0,73 persen.
Nilai performance mesin Vacuum Forming-2 terjadi kenaikan yang sangat
signifikan antara kurun waktu 2007-2009. Pada tahun 2007 nilai performance
sebesar 74,75 persen. Nilai ini masih jauh di bawah kondisi ideal performance
mesin yang sebesar 95 persen sehingga mesin dapat dikatakan kurang efisien.
Pada tahun 2008 terjadi kenaikan nilai performance sebesar 18,68 persen sehingga
menjadi 93,43 persen. Nilai ini hampir mendekati kondisi ideal mesin namun
belum dapat dikatakan ideal karena masih di bawah standar kriteria ideal mesin
yang efisien. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan nilai performance sebesar 9,5
persen sehingga menjadi 102,93 persen. Nilai pada tahun 2009 ini melebihi 100
persen karena produk yang dihasilkan oleh perusahaan melebihi target yang telah
ditetapkan.
Nilai quality mesin Vacuum Forming-2 dari tahun 2007-2009 berturut-turut
sebesar 94,94 persen , 96,60 persen , 98 persen. Selama tiga tahun tersebut terjadi
kenaikan nilai quality. Kenaikan pada kurun waktu tahun 2007-2008 sebesar 1,66
persen sedangkan pada kurun waktu 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 1,4
persen. Meskipun terjadi kenaikan dari tahun ke tahun akan tetapi nilai quality
masih di bawah standar kriteria ideal mesin sebesar 99 persen.
Nilai OEE masin Vacuum Forming-2 yang merupakan kombinasi dari nilai
availability, performance, dan quality menunjukkan peningkatan selama kurun
waktu 2007-2009. Pada tahun 2007-2008 terjadi peningkatan sebesar 18,27 persen
sedangkan pada tahun 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 11,92 persen. Nilai
OEE pada tahun 2007 masih dibawah standar ideal mesin karena nilai tersebut
kurang dari batas kriteria yaitu 85 persen. Mulai tahun 2008 dan 2009 mesin dapat
dikatakan ideal untuk berproduksi karena nilai OEE lebih besar dari 85 persen.
Perbandingan nilai availability, performance,quality, dan OEE selama
kurun waktu 2007-2009 dapat dilihat pada Gambar 11.
71
Gambar 11. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE
Mesin Vacuum Forming-2
Peningkatan nilai OEE mesin Vacuum Forming 2 selama periode 2007
sampai April 2009 menunjukkan adanya peningkatan efisiensi mesin selama
periode tersebut. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kinerja mesin dan
kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan ketersediaan mesin tidak terlalu
banyak berubah selama periode tersebut. Peningkatan kinerja mesin berarti target
produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan mampu tercapai dan peningkatan
kualitas berarti produk yang dihasilkan dari tahun ke tahun semakin baik yang
ditandai dengan semain berkurangnya produk yang cacat. Peningkatan efisiensi
mesin ini menunjukkan adanya peningkatan produktivitas pada mesin tersebut.
c. OEE Mesin Blow Moulding-1
Persentase nilai availability, performance, quality, dan OEE untuk mesin
Blow Moulding-1 dapat dilihat pada Tabel 13.
Nilai availability mesin pada tahun 2007 sebesar 98,32 persen yang berada
diatas standar kriteria sehingga mesin dikatakan dalam kondisi ideal pada tahun
tersebut. Nilai ini memperlihatkan mesin mampu bekerja sesuai dengan jam kerja
mesin yang telah ditetapkan dan downtime yang kecil sehingga mesin mampu
dipakai secara maksimal. Begitu juga dengan nilai availaibility pada tahun 2008
(99,27 persen) dan 2009 (99,84 persen) dimana mesin menunjukkan berada dalam
kondisi yang ideal. Selama kurun waktu tiga tahun tersebut (2007-2009) nilai
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Availability Performance Quality OEE
2007
2008
2009
72
availability mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2007-2008
terjadi peningkatan sebesar 0,95 persen dan pada tahun 2008-2009 terjadi
peningkatan sebesar 0,57 persen. Peningkatan ini menunjukkan kondisi mesin
yang selalu terawat sehingga mesin selalu dalam kondisi siap pakai.
Tabel 13. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin
Blow Moulding-1
Tahun Availability
(%)
Performance
(%)
Quality
(%) OEE (%)
2007 98.32 93.98 90.44 83.57
2008 99.27 98.37 94.69 92.47
2009 99.84 66.49 94.36 62.64
Nilai performance mesin terjadi peningkatan dalam kurun waktu 2007-2008
dari 93,98 persen menjadi 98,37 persen. Kenaikan ini terjadi karena adanya
kenaikan target produksi dan pencapaian produksi yang semakin baik. Dalam
kurun waktu 2008-2009 terjadi penurunan yang sangat tajam dari 98,37 persen
menjadi 66,49 persen. Penurunan ini terjadi karena adanya penurunan target
produksi dan kemampuan pencampaian produksi mesin. Kondisi ideal mesin
hanya terjadi pada tahun 2008 dimana nilai performance berada di atas 95 persen
yaitu 98,37 persen.
Nilai quality pada tahun 2007, 2008 dan 2009 secara berturut-turut sebesar
90,44 persen , 94,69 persen , dan 94,34 persen. Kenaikan yang cukup signifikan
terjadi dalam kurun waktu 2007-2008 sebesar 4,25 persen yang artinya terdapat
kenaikan terhadap kualitas produk. Walaupun terjadi penurunan dalam kurun
waktu 2008-2009 sebesar 0,35 persen akan tetapi penurunan ini tidak terlalu besar
karena nilai quality masih berada pada kisaran 94 persen. Selama kurun waktu
tiga tahun tersebut (2007-2009) kondisi mesin berada di bawah kondisi ideal yang
seharusnya berada pada nilai 99 persen untuk nilai quality.
Nilai OEE untuk mesin Blow Moulding-1 ini terjadi peningkatan dan
penurunan selama kurun waktu 2007-2009. Kenaikan terjadi pada kurun waktu
2007-2008 dari 83,57 persen menjadi 92,47 persen. Kenaikan ini menunjukkan
kondisi mesin yang semakin baik untuk berproduksi. Kondisi ideal dicapai pada
tahun 2008 dimana nilai OEE lebih besar dari 85 persen sedangkan pada tahun
73
2007 kondisi mesin masih belum ideal. Pada tahun 2008-2009 terjadi penurunan
nilai OEE dari 92,47 persen menjadi 62,64 persen. Penurunan ini bisa terjadi
karena data yang diambil pada tahun 2009 merupakan data sampel selama 4
bulan. Selain itu penurunan ini menunjukkan adanya penurunan terhadap kondisi
ideal mesin untuk berproduksi. Perbandingan nilai availability,
performance,quality, dan OEE mesin Blow Moulding-1 selama kurun waktu
2007-2009 dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE
Mesin Blow Moulding-1
Peningkatan efisiensi mesin Blow Moulding-1 selama periode tahun 2007
sampai 2008 menunjukkan adanya peningkatan produktivitas pada periode tahun
tersebut. Kenaikan ini karena adanya peningkatan dalam hal ketersediaan mesin
untuk berproduksi, peningkatan kinerja mesin yang semakin baik, dan
peningkatan kualitas produk yang dihasilkan. Penurunan produktivitas terjadi
pada periode tahun 2008 sampai April 2009. Penurunan ini dikarenakan adanya
penurunan yang sangat tajam terhadap kinerja mesin. target produksi yang telah
ditetapkan oleh perusahaan tidak mampu terpenuhi oleh mesin tersebut. Hal ini
terjadi karena mesin sering mengalami gangguan sehingga mesin mengalami
penurunan kecepatan (loss speed) dalam berproduksi.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Availability Performance Quality OEE
2007
2008
2009
74
d. OEE Mesin Blow Moulding- 2
Nilai availability masin Blow Moulding-2 selama kurun 2007-2009
mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama antara tahun 2007-2008.
Pada tahun 2007 nilai availability sebesar 94,59 persen berada diatas 90 persen
sehingga bisa dikatakan mesin dalam kondisi ideal. Begitu juga dengan nilai
availability pada tahun 2008 (99,29 persen) dan 2009 (99,74 persen) juga berada
dalam kondisi yang ideal, yaitu mesin dapat dipakai sesuai dengan jam kerja
mesin yang telah ditetapkan. Kenaikan nilai availability mesin dalam kurun waktu
2007-2008 sebesar 4,7 persen sedangkan pada kurun waktu 2008-2009 mengalami
kenaikan sebesar 0,45 persen. Kenaikan ini menunjukkan adanya peningkatan
terhadap jam kerja mesin dan penurunan downtime sehingga mesin dapat bekerja
secara maksimal.
Nilai performance mesin terjadi kenaikan yang sangat signifikan antara
kurun waktu 2007-2009. Pada tahun 2007 nilai performance sebesar 79,12 persen.
Nilai ini masih jauh di bawah kondisi ideal performance mesin yang sebesar 95
persen sehingga mesin dapat dikatakan kurang efisien. Pada tahun 2008 terjadi
kenaikan nilai performance sebesar 16,69 persen sehingga menjadi 95,81 persen.
Nilai ini menunjukkan mesin dalam kondisi yang ideal dalam hal kinerja mesin.
Pada tahun 2009 terjadi kenaikan nilai performance sebesar 21,42 persen sehingga
menjadi 117,23 persen. Nilai pada tahun 2009 ini melebihi 100 persen karena
produk yang dihasilkan oleh perusahaan melebihi target yang telah ditetapkan.
Kelebihan produksi ini sebenarnya menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena
terdapat pemborosan dalam hal sumberdaya.
Nilai quality mesin tahun 2007-2009 berturut-turut sebesar 96,62 persen,
95,39 persen , 92,31 persen. Selama tiga tahun tersebut terjadi penurunan nilai
quality. Penurunan pada kurun waktu tahun 2007-2008 sebesar 1,23 persen
sedangkan pada kurun waktu 2008-2009 terjadi penurunan sebesar 3,08 persen.
Penurunan nilai quality ini menunjukkan adanya penurunan kualitas terhadap
produk yang dihasilkan. Produk cacat dari tahun ke tahun semakin meningkat
jumlahnya daripada produk yang tidak cacat. Nilai quality juga berada di bawah
nilai standar yang telah ditetapkan sehingga mesin dikatakan tidak dalam kondisi
ideal dalam hal kualitas.
75
Nilai OEE masin Blow Moulding-2 yang merupakan kombinasi dari nilai
availability, performance, dan quality menunjukkan peningkatan selama kurun
waktu 2007-2009. Pada tahun 2007-2008 terjadi peningkatan sebesar 18,43 persen
sedangkan pada tahun 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 17,19 persen. Nilai
OEE pada tahun 2007 masih dibawah standar ideal mesin karena nilai tersebut
kurang dari batas kriteria yaitu 85 persen. Mulai tahun 2008 dan 2009 mesin dapat
dikatakan ideal untuk berproduksi karena nilai OEE lebih besar dari 85 persen.
Dapat ditelusuri kelebihan nilai OEE pada tahun 2009 ini karena adanya kelebihan
pada nilai performance. Persentase nilai availability, performance, quality dan
OEE mesin Blow Moulding-2 selama kurun waktu 2007-2009 dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Persentase Nilai Overall Equipment Efficiency Mesin
Blow Moulding- 2
Tahun Availability
(%)
Performance
(%)
Quality
(%) OEE (%)
2007 94.59 79.12 96.62 72.32
2008 99.29 95.81 95.39 90.75
2009 99.74 117.23 92.31 107.94
Perbandingan nilai availability, performance, quality, dan OEE selama
kurun waktu 2007-2009 dapat dilihat pada histogram mesin Blow Moulding-2
Gambar 12.
Mesin Blow Moulding-2 selama periode 2007 sampai April 2009 mengalami
peningkatan efisiensi mesin sehingga produktivitas mesin tersebut meningkat.
Peningkatan ini karena adanya kenaikan terhadap ketersediaan mesin untuk
berproduksi yang ditandai dengan menurunnya downtime selama periode tersebut
sehingga waktu efektif mesin untuk berproduksi semakin tinggi. Selain itu,
peningkatan juga terjadi pada kinerja mesin yang semakin baik yang ditandai
dengan sedikitnya loss speed yang terjadi sehingga target produksi bisa tercapai..
Walaupun terjadi penurunan kualitas produksi, tetapi tidak terlalu signifikan
pengaruhnya terhadap nilai OEE yang dihasilkan.
76
Gambar 12. Histogram Availability, Performance, Quality dan OEE
Mesin Blow Moulding-2
4.9 Implikasi Manajerial
Sistem pemeliharaan dan perawatan melalui TPM memiliki tujuan untuk
menghilangkan kerusakan mesin seminimal mungkin sampai ke tingkat zero
failures (Borris, 2006). Jika hal itu tercapai, maka dapat membuat proses produksi
menjadi maksimum karena gangguan-gangguan yang terjadi pada mesin dapat
dihilangkan sehingga waktu efektif mesin untuk berproduksi, kinerja mesin, dan
kualitas produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan target yang diharapkan oleh
perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka implikasi manajerial
yang dapat direkomendasikan untuk diterapkan di PT Frina Lestari Nusantara
yaitu :
1. Perusahaan perlu membentuk Aktivitas Kelompok Kecil TPM (TPM Small
Group Activities) yang berfungsi mengawasi dan mengembangkan kegiatan
TPM di perusahaan. Tim tersebut terdiri dari berbagai macam elemen
perusahaan termasuk diantaranya Bagian Maintenance, Bagian Produksi,
Bagian Product Planning Control dan Bagian Logistik.
2. Sikap 5S sangat penting bagi pembentukan prilaku tenaga kerja di perusahaan.
Dengan adanya prilaku 5S, maka kegiatan tenaga kerja di lapangan akan lebih
produktif karena segala tingkah laku tenaga kerja diarahkan untuk selalu fokus
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
Availability Performance Quality OEE
2007
2008
2009
77
pada kegiatan produksi walaupun hanya dilakukan pada hal-hal yang kecil saja.
Berdasarkan evaluasi tentang program kerja sikap 5S, tindak lanjut yang dapat
diambil oleh perusahaan adalah dengan memvisualisasikan kegiatan 5S melalui
gambar atau poster supaya kegiatan 5S dapat lebih dipahami oleh para
karyawan.
3. Kegiatan autonomous maintenance yang diterapkan oleh perusahaan belum
belum sepenuhnya diketahui oleh para operator, foreman, dan supervisor.
Mereka melaksanakan kegiatan tersebut hanya berdasarkan kesadaran diri
mereka sendiri terhadap tugas dan tanggungjawab sebagai pihak yang
menggunakan mesin produksi. Oleh karena itu, instruksi kerja tertulis
mengenai kegiatan autonomous maintenance perlu dibuat sebagai panduan
dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
4. Pelaksanaan kegiatan preventive maintenance yang telah dilaksanakan oleh
perusahaan perlu ditunjang dengan keberadaan lembar pemeriksaan (check
sheet). Lembar pemeriksaan digunakan sebagai prosedur dan pengendalian
terhadap kegiatan preventive maintenance.
5. Penggantian suku cadang melalui kegiatan predictive maintenance dengan
memperkirakan umur pakai suatu komponen dilakukan melalui informasi dari
pabrik pembuat mesin itu sendiri atau melalui perkiraan berdasarkan
pengalaman yang lalu. Oleh karena itu, perusahaan perlu membuat daftar suku
cadang mesin dari yang sering rusak sampai yang jarang rusak sehingga
pengadaan suku cadang yang sering rusak bisa diprioritaskan.
6. Perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan TPM yang
telah dilaksanakan setiap jangka waktu tertentu. Kegiatan evaluasi ini penting
agar perusahaan dapat melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap sistem
TPM yang dijalankan.
78
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini diantaranya :
1. Pelaksanaan Total Productive Maintenance (TPM) di PT Frina Lestari
Nusantara meliputi empat program kerja, yaitu program kerja sikap 5S,
program kerja preventive maintenance, program kerja predictive maintenance,
dan program kerja autonomous maintenance. Program kerja preventive
maintenance dan predictive maintenance dilaksanakan langsung oleh bagian
maintenance. Sedangkan program kerja sikap 5S dan autonomous maintenance
dilaksanakan oleh para operator mesin.
2. Area kerja kritis di PT Frina Lestari Nusantara berada pada Plant-2 yang
merupakan area plastic process. Stasiun kerja kritis pada Plant-2 adalah stasiun
kerja Vacuum Forming-2 sehingga pelaksanaan TPM pada stasiun kerja
tersebut perlu mendapat perhatian khusus.
3. Dampak penerapan TPM terhadap produktivitas berdasarkan persepsi para
operator, foreman, dan supervisor menunjukkan terdapat peningkatan
produktivitas setelah diterapkannya TPM. Berdasarkan pengukuran OEE,
setelah diterapkannya TPM terjadi kecenderungan kenaikan produktivitas pada
mesin setiap tahunnya.
2. Saran
Saran-saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. TPM merupakan salah satu sarana untuk menjadikan perusahaan menjadi
lebih produktif apabila dijalankan sebagaimana mestinya dan dapat
mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan. Oleh karena
itu, perusahaan perlu melakukan sertifikasi dan melaksanakan audit
eksternal terhadap pelaksanaan TPM agar kegiatan TPM di perusahaan
berjalan sesuai dengan standar resmi yang berlaku.
79
2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis lebih dalam
mengenai Overall Equipment Efficiency sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan oleh Japanese Institute Productive Maintenance (JIPM).
3. Pelaksanaan TPM pada area kerja lain perlu diteliti juga untuk
mengevaluasi apakah kegiatan TPM di area kerja lain tersebut apakah
sudah efektif atau belum.
4. Efektiv itas TPM dapat dilakukan dengan menggunkan kriteria PQCDSM
(Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety, Morale). Oleh karena itu,
penelitian selanjutnya dapat menambahkan faktor Cost, Delivery, Safety,
dan Morale mengamati efektivitas penerapan TPM di perusahaan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Ansyori, A. 1997. Rancangan Total Productive Maintenance pada PT PLN
(Persero) Wilayah IV Sektor Bandar Lampung. Tesis pada Program Studi
Teknik Mesin, Universitas Indonesia. Depok
Apriliani, F. 2007. Mempelajari Pengembangan Sistem Implementasi Total
Productive Maintenance (studi kasus PT. Kageo Igar Jaya Tbk). Skripsi
pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Assauri, S. 2004. Management Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta
Borris, S. 2006. Total Productive Maintenance. McGraw-Hill Companies, New
York.
Davis, R.K. 1992. Productivity Improvements Through TPM. Prentice Hall,
Englewood Cliffs.
Fikri, I. 1995. Rencana Implementasi Total Productive Maintenance di PT X.
Tesis pada Program Studi Teknik Mesin, Universitas Indonesia. Depok
Heizer, J dan B. Render. 2005. Operation Management. Diterjemahkan oleh
Dwianoegrahwati Setyoningsih. Manajemen Operasi. Salemba Empat,
Jakarta.
Imai, M. 1998. Gemba Kaizen. Diterjemahkan oleh Kristianto Jahja. Gemba
Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen.
Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Novareza, O. 2001. Faktor-Faktor Dominan Penunjang Pelaksanaan Total
Productive Maintenance pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Tesis
pada Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Depok
Peppard, J and P. Rowland. 1997. The Essence of Business Process Re-
Engineering. Diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Setiawan, F.D. 2008. Perawatan Mekanikal Mesin Produksi. Maximus,
Yogyakarta.
Siagian, D dan Sugiarto. 2006. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sinungan, M. 2008. Produkivitas : Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara, Jakarta.
81
Trihendardi, C. 2006. Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik. ANDI,
Yogyakarta.
Usman, H dan R.P.S Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Bumi Aksara, Jakarta.
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Tabel Rencana Pengumpulan dan Analisis Data
NO TUJUAN DATA SUMBER TEKNIK/METODE OUTPUT
Pengumpulan Analisis
1. Mempelajari dan
memahami
implementasi
TPM pada
perusahaan
A. Gambaran umum
perusahaan :
1. Struktur Organisasi
2. Kegiatan usaha perusahaan
3. Kebijakan-kebijakan
perusahaan
B. Diagram alur proses
produksi
C. Mesin-mesin yang dipakai
untuk proses produksi
D. Jumlah operator yang
mengoperasikan mesin pada
setiap proses produksi
E. Jumlah tenaga ahli yang
khusus menangani mesin
F. Kegiatan preventif
maintenance :
1. Pembersihan
2. Pelumasan
A. Bagian HRD
B. Bagian
Produksi
C. Bagian
Pemeliharaan
A. Wawancara
B. Studi
Dokumentasi
C. Pengamatan
lapangan
A. Deskriptif
Gambaran mengenai
sistem TPM
Perusahaan
84
Lampiran 1. Tabel Rencana Pengumpulan dan Analisis Data (Lanjutan)
NO TUJUAN DATA SUMBER TEKNIK/METODE OUTPUT
Pengumpulan Analisis
3. Pemeriksaan
4. Penyetelan
5. Penggantian komponen
secara periodik
G. Kegiatan autonomous
maintenance :
1. Mengoperasikan mesin/alat
dengan benar
2. Inventarisasi
peralatan/kelengkapan kerja
3. Melaksanakan preventive
maintenance
4. Perbaikan ringan
5. Pelaporan breakdown mesin
6. Membantu perbaikan
7. Pendataan bila terjadi
breakdown dan gangguan
lainnya
8. Kerjasama dengan bagian
85
Lampiran 1. Tabel Rencana Pengumpulan dan Analisis Data (Lanjutan)
NO TUJUAN DATA SUMBER TEKNIK/METODE OUTPUT
Pengumpulan Analisis
Mantenance untuk mempelajari dan
metode peningkatan
2. Mengidentifikasi
terjadinya
kerusakan pada
mesin
Jenis kerusakan, dan penyebab
terjadinya kerusakan serta langkah
penanggulangannya
Bagian
Pemeliharaan
dan perawatan
- Pengamatan
- Studi
Dokumentasi
- Deskriptif
- Fishbone
- Why-why
analisis
Realisasi TPM di
lapangan
3. Mempelajari
hubungan antara
TPM dengan
produktivitas
A. Ketersediaan waktu mesin untuk
produksi :
1. Data waktu yang tersedia untuk
produksi
2. Data downtime mesin.
B. Kinerja mesin :
1. Data jumlah unit yang diolah
2. Data jumlah unit yang akan diolah
C. Kualitas produk yang dihasilkan :
1. Data jumlah unit yang dihasilkan
2. Data jumlah produk yang cacat
D. Data hasil produksi sebelum dan
sesudah diterapkannya TPM
Bagian
Pemeliharaan
dan Bagian
Produksi
- Studi
Dokumentasi
- Pengamatan
- Deskriptif
-
Perbandingan
- Perhitungan
nilai OEE
- Parametrik
Pengaruh TPM
terhadap
produktivitas
perusahaan :
1. Efisiensi waktu
produksi
2. Efektifitas
Penggunaan Mesin
Produksi
3. Kualitas produk
4. Pengaruh TPM
86
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian
Kuisioner Penelitian
Kuisioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan untuk skripsi pada
Bagian Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
oleh Sandhy Widiansyah. Kuisioner ini diedarkan dengan tujuan untuk
mempelajari penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dan
pengaruhnya terhadap produktivitas di lingkungan kerja PT Frina Lestari
Nusantara.
Mohon Bapak/Ibu/Saudara/I berkenan mengisi kuesioner ini dengan
sejujur-jujurnya, kejujuran jawaban akan memberikan manfaat yang sangat berarti
bagi penelitian ini dan masukan bagi perusahaan. Jawaban-jawaban yang
diberikan tidak akan mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap diri
Bapak/Ibu/Saudara/i. Atas kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Petunjuk pengisian :
1. Bacalah baik-baik setiap pertanyaan dan seluruh alternatif jawaban
2. Dimohon semua pertanyaan atau pernyataan dapat diisi secara objektif dan
tidak ada yang terlewatkan.
3. Jawaban kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.
Identitas Responden
1. Nama :
2. Jabatan :
3. Pendidikan terakhir :
4. Masa kerja :
BAGIAN I
(Khusus Operator Mesin)
Untuk pertanyaan 1-20, silangi jawaban yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya dan pengetahuan yang anda miliki.
Aktivitas 5S
1. Apakah anda mengetahui apa itu sikap kerja 5S atau 5R ?
a. Ya b. Ragu-ragu c. Tidak
jika tidak, lanjutkan pertanyaan ke no. 7
2. Adakah instruksi kerja tertulis /SOP untuk melaksanakan kegiatan 5S ?
a. Ada b. Tidak
87
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
3. Adakah kartu/lembaran (check list) yang harus anda isi untuk melaksanakan
kegiatan 5S ?
a. Ada b. Tidak
4. Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan/pengarahan mengenai instruksi
kerja 5S ?
a. Pernah b. Tidak
5. Berapa kali pelatihan tersebut pernah anda ikuti :………….kali
6. Seberapa pahamkah anda terhadap pelaksanaan kegiatan 5S ?
a. sangat memahami (setiap instruksi kerja 5S saya pahami seluruhnya)
b. memahami (tidak semua instruksi kerja 5S saya pahami)
c. ragu-ragu (hanya sebagian kecil yang yasa pahami dari instruksi kerja 5S)
7. Seberapa rutin kegiatan 5S yang anda laksanakan ?
a. selalu saya lakukan yakni sebelum dan sesudah kegiatan produksi
b. disesuaikan dengan jadwal
c. jarang saya lakukan
Aktivitas Autonomous Maintenance
8. Apakah anda mengetahui apa itu Autonomous Maintenance atau perawatan
mandiri yang dilakukan oleh operator mesin ?
a. Ya b. Ragu-ragu c. Tidak
Jika tidak, lanjutkan pertanyaan ke no.15
9. Adakah instruksi kerja tertulis /SOP untuk melaksanakan kegiatan perawatan
mandiri ?
a. Ada b. Tidak
10. Adakah kartu/lembaran (check list) yang harus anda isi untuk melaksanakan
kegiatan perawatan mandiri ?
a. Ada b. Tidak
11. Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan/pengarahan mengenai kegiatan
perawatan mandiri ?
a. Pernah b. Tidak pernah
12. Jika pernah, berapa kali anda pelatihan tersebut anda ikuti :……………kali
13.Apakah anda merasa/menganggap Autonomous Maintenance atau perawatan
mandiri tersebut merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab anda ?
a. Ya b. Tidak
88
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
14. Kegiatan perawatan mandiri yang selama ini dilakukan adalah :
[ ] pembersihan mesin [ ] penyetelan mesin
[ ] pelumasan mesin [ ] perbaikan ringan
[ ] pengecekan mesin lainnya
:……………………………………
BAGIAN II
(Umum)
Aktivitas Preventive Maintenance
15. Apakah anda mengetahui kegiatan Preventive Maintenance atau kegiatan
pemeliharaan mesin untuk pencegahan ?
a. Ya b. Ragu-ragu c. Tidak
Jika tidak, lanjutkan pertanyaan ke no. 18
16. Apakah anda merasa kegiatan Preventive Maintenance tersebut telah
dilaksanakan dengan baik ?
a. Sangat baik b. Baik C. Cukup d. Kurang baik
Alasannya
:…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
17. Apakah anda setuju bahwa kegiatan Preventive Maintenance sangat penting
dan harus dipertahankan ?
a. Setuju b. Ragu-ragu c. Tidak setuju
Aktivitas Predictive Maintenance
18. Apakah anda mengetahui kegiatan Predictive Maintenance atau prediksi
pemeliharaan mesin ?
a. Ya b. Ragu-ragu c. Tidak
Jika tidak, pertanyaan cukup sampai di sini. Terimakasih.
19. Apakah anda merasa kegiatan Predictive Maintenance tersebut telah
dilaksanakan dengan baik ?
a. Sangat baik b. Baik C. Cukup d. Kurang baik
Alasannya
:…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
89
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
20. Apakah anda setuju bahwa kegiatan Predictive Maintenance sangat penting
dan harus dipertahankan ?
a. Setuju b. Ragu-ragu c. Tidak setuju
BAGIAN III
(Umum)
Untuk pertanyaan di bawah ini, pilih jawaban yang sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan sesuai dengan pengetahuan yang anda miliki.
Ketentuan jawaban :
-2 = JAUH LEBIH BURUK
-1 = LEBIH BURUK
+1 = LEBIH BAIK
+2 = JAUH LEBIH BAIK
Pengaruh TPM berfokus pada perubahan prilaku operator
NO PERNYATAAN/PERTANYAAN -2 -1 +1 +2
1 Pengaruh TPM terhadap kegiatan
pembersihan dan pemeriksaan oleh operator
menjadi teratur dari tahun ke tahun
2 Pengaruh TPM terhadap keahlian operator
dalam pencegahan kerusakan mesin dari
tahun ke tahun
3 Pengaruh TPM terhadap tanggung jawab
operator dalam mengoperasikan mesin dari
tahun ke tahun
4 Pengaruh TPM terhadap pengurangan
kelalaian operator mesin dalam
mengoperasikan mesin dari tahun ke tahun
5 Pengaruh TPM dalam meningkatkan
keahlian operator terhadap pendeteksian
kerusakan mesin dari tahun ke tahun
90
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
Pengaruh TPM berfokus pada availability, performance, dan quality
NO PERNYATAAN/PERTANYAAN -2 -1 +1 +2
1 Pengaruh TPM terhadap produk cacat yang
dihasilkan karena error mesin dari tahun ke
tahun
2 Pengaruh TPM terhadap pekerjaan ulang
(rework) produk karena error mesin dari tahun
ke tahun
3 Pengaruh TPM terhadap jumlah produk jadi
(good product) yang dihasilkan dari tahun ke
tahun
4 Pengaruh TPM terhadap kualitas produk yang
dihasilkan dari tahun ke tahun
5 Pengaruh TPM terhadap jumlah produksi yang
dihasilkan dari tahun ke tahun
6 Pengaruh TPM dalam mengurangi kerusakan
mesin dari tahun ke tahun
7 Pengaruh TPM terhadap waktu Set up
/adjustment/ penyetelan mesin dari tahun ke
tahun
8 Pengaruh TPM terhadap penghentian kecil
karena gangguan mesin dari tahun ke tahun
9 Pengaruh TPM terhadap kinerja mesin dari
tahun ke tahun
10 Pengaruh TPM terhadap kecepatan mesin
dalam berproduksi dari tahun ke tahun
Pengaruh TPM berfokus pada lingkungan tempat produksi
NO PERNYATAAN/PERTANYAAN -2 -1 +1 +2
1 Pengaruh TPM terhadap pencegahan
kecelakaan kerja dari tahun ke tahun
2 Pengaruh TPM dalam menciptakan
keteraturan di area produksi dari tahun ke
tahun
3 Pengaruh TPM dalam menciptakan suasana
kerja yang produktif diantara pekerja dari
tahun ke tahun
4 Keberadaan fasilitas penunjang produksi dari
tahun ke tahun
5 Partisipasi seluruh pekerja dalam
pelaksanaan TPM dari tahun ke tahun
91
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT Frina Lestari Nusantara
Presiden Direktur
Direktur Operasional Direktur Keuangan
Manajer
Logistik
Manajer
Keuangan
Manajer
Manufacturing
Representatif
Manajer
Manajer
Marketing
Manajer
HR&GA
Manajer
Pengembangan
Bisnis
Manajer
Engineering
Kepala
Bagian
Keuangan
Kepala
Bagian
Accounting
Supervisor Supervisor
Kepala
Bagian
Produksi
Kepala
Bagian
Maintenance
Supervisor Supervisor
Kepala
Bagian
GA
Kepala
Bagian
HR
Kepala
Keamanan
Kepala
Bagian
Project
MGMT
Kepala
Bagian
Prod. Dev
92
Lampiran 4. Layout Produksi Plant-1
Keterangan :
= Arus barang
Injection
Polyurethane
Trimming
Polyurethane
Assembly Tape
Penyimpanan
Produk
Sementara
Gudang
Penyimpanan
Produk
Penyimpanan
Produk
Sementara
Wire Harnes
Part Assembly
93
Lampiran 5. Layout Produksi Plant-2
Keterangan :
= Arus barang
Lini Blow
Moulding-3
Lini Blow
Moulding-2
Lini Blow
Moulding-1 Lini Vacuum
Forming-1
Lini Vacuum
Forming-2
Penyimpanan
Produk Cacat
Finishing
Vacuum
Finishing
Blow Penyimpanan
Produk
Sementara
Lini
Sanding
Blow
Lini
Sanding
Blow
Penyimpanan
Produk
94
Lampiran 6. Layout Produksi Plant-3
Keterangan :
= Arus barang
Penyimpanan
Produk
Sementara
Backing
Oven
Preparation
Painting
Polishing Wet
Sanding
Bending,
Welding,
Buffing
Double
Paste Step
Painting
Aluminium
Spray
Booth
95
Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data Tabulasi Silang Hubungan antara Pemahaman
dan Pelaksanaan Para Operator, Foreman, dan Supervisor terhadap
Pelaksanaan Program Kerja Sikap 5S
Crosstabs Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pemahaman * Pelaksanaan 29 100.0% 0 .0% 29 100.0%
Pemahaman * Pelaksanaan Crosstabulation
Pelaksanaan Total
selalu sering
Pemahaman memahami Count 15 2 17
% of Total 51.7% 6.9% 58.6%
ragu-ragu Count 2 3 5
% of Total 6.9% 10.3% 17.2%
sangat memahami Count 4 3 7
% of Total 13.8% 10.3% 24.1%
Total Count 21 8 29
% of Total 72.4% 27.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 5.577(a) 2 .062
Likelihood Ratio 5.556 2 .062 N of Valid Cases 29
a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.38.
96
Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data Tabulasi Silang Hubungan antara
Pengetahuan dan Persepsi Para Operator, Foreman, dan Supervisor
terhadap Pelaksanaan Program Kerja Autonomous Maintenance
Crosstabs Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Persepsi 29 100.0% 0 .0% 29 100.0%
Pengetahuan * Persepsi Crosstabulation
Persepsi Total
merasa bagian dari tugas dan
tanggung jawab
tidak merasa sebagai bagian dari tugas dan
tanggung jawab
Pengetahuan ragu-ragu Count 13 3 16
% of Total 44.8% 10.3% 55.2%
tidak tahu Count 7 0 7
% of Total 24.1% .0% 24.1%
ya Count 5 1 6
% of Total 17.2% 3.4% 20.7%
Total Count 25 4 29
% of Total 86.2% 13.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 1.492(a) 2 .474
Likelihood Ratio 2.420 2 .298 N of Valid Cases 29
a 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .83.
97
Lampiran 9. Pengolahan Data dengan Menggunakan Modus
a. Efektivitas TPM terhadap Kegiatan Pembersihan dan Pemeriksaan Mesin
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 1 2 -2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 -1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 +1 Lebih Baik
b. Efektivitas TPM dalam Pencegahan Kerusakan Mesin
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 1 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 +1 Lebih Baik
c. Efektivitas TPM terhadap Tanggungjawab Operator
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 1 2 1 -1 2 2 2 +2
Jauh Lebih
Baik
d. Efektivitas TPM terhadap Pengurangan Kelalaian Operator
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 -1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 -1 2 1 1 +1 Lebih Baik
e. Efektivitas TPM terhadap Pendeteksian Gejala Kerusakan Mesin
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 1 1 2 1 -1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 -1 1 1 2 -1 1 -1 1 1 2 2 1 1 1 1 +1 Lebih Baik
98
Lampiran 9. Pengolahan Data dengan Menggunakan Modus (Lanjutan)
f. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Produk Cacat
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 +1 Lebih Baik
g. Efektivitas TPM dalam Meningkatkan Jumlah Produk Jadi
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 +2 Jauh Lebih
Baik
h. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Kerusakan Mesin
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban -1 1 -2 -2 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 1 1 1 2 1 -2 1 1 -1 -1 -1 1 1 2 1 +1 Lebih Baik
i. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Waktu Penyetelan Mesin
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban 1 2 2 1 -1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 2 1 +1 Lebih Baik
j. Efektivitas TPM dalam Mengurangi Penghentian Kecil
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban -1 1 1 1 1 1 2 1 -1 1 1 -1 -1 2 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 2 2 1 +1 Lebih Baik
99
Lampiran 9. Pengolahan Data dengan Menggunakan Modus (Lanjutan)
k. Efektivitas TPM dalam Meningkatkan Kinerja Mesin
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Modus Persepsi
Jawaban -1 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 2 1 1 -1 1 -1 1 1 2 1 +1 Lebih Baik
100
Lampiran 10. Perhitungan Nilai Overall Equipment Efficiency
OEE tahun 2007
Nama
Mesin
Krj
Mesin
(menit)
Downtime
(menit)
Produk
jadi
Target
produksi
Total
Produksi
Produk
Cacat Availability Performance Quality OEE
Vacuum
Forming 1 42660 120 4159 5480 4484 325 99.72 75.89 92.75 70.20
Vacuum
Forming 2 107160 535 14048 18794 14796 748 99.50 74.75 94.94 70.61
Blow
Moulding
1 154620 2595 25803 27457 29217 2792 98.32 93.98 90.44 83.57
Blow
Moulding
2 35520 1920 12770 16140 12409 419 94.59 79.12 96.62 72.32
OEE tahun 2008
Nama
Mesin
Krj
Mesin
(menit)
Downtime
(menit)
Produk
jadi
Target
produksi
Total
Produksi
Produk
Cacat Availability Performance Quality OEE
Vacuum
Forming
1 94920 620 10171 9659 11279 1108 99.35 105.30 90.18 94.34
Vacuum
Forming
2 199200 3025 37930 40596 39266 1336 98.48 93.43 96.60 88.88
Blow
Moulding
1 334080 2435 55968 56895 59104 3136 99.27 98.37 94.69 92.47
Blow
Moulding
2 267360 1905 63265 66029 66321 3056 99.29 95.81 95.39 90.75
OEE tahun 2009
Nama
Mesin
Krj
Mesin
(menit)
Downtime
(menit)
Produk
jadi
Target
produksi
Total
Produksi
Produk
Cacat Availability Performance Quality OEE
Vacuum
Forming 1 38400 55 635 775 637 2 100.00 81.94 99.69 81.56
Vacuum
Forming 2 76800 605 11039 10725 11264 225 99.51 102.93 98.00 100.8
Blow
Moulding
1 115200 180 20019 30110 21215 1196 99.87 66.49 94.36 62.64
Blow
Moulding
2 115200 300 15732 13420 17042 1310 99.79 117.23 92.31 107.94