ESTIMASI WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT
TERHADAP KEBERLANJUTAN PILOT PROJECT
PLTAL DI SELAT NUSA PENIDA, BALI
AMALIA RETNASARI S
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Willingness to
Pay Masyarakat terhadap Keberlanjutan Pilot Project PLTAL di Selat Nusa
Penida, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Amalia Retnasari S
NIM H44100120
ABSTRAK
AMALIA RETNASARI S. Estimasi Willingness to Pay Masyarakat terhadap
Keberlanjutan Pilot Project PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali. Dibimbing oleh
AKHMAD FAUZI dan ASTI ISTIQOMAH.
Listrik telah menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Sumber
utama ketenagalistrikan Indonesia berasal dari fosil, sumberdaya tidak terbarukan.
Meningkatnya pembangunan pembangkit listrik dalam memenuhi kebutuhan
listrik akan berdampak pada penurunan ketersediaan sumberdaya fosil, maka
dibutuhkan sumber energi listrik alternatif yang berasal dari sumberdaya
terbarukan. Salah satu sumber energi yang dapat dikembangkan adalah energi arus
laut. Selat Nusa Penida merupakan salah satu lokasi pemasangan pilot project
Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) dengan kapasitas sepuluh
kilowatt. Keberadaan PLTAL telah memberikan penerangan melalui 25 lampu
jalan yang terpasang di Desa Toyopakeh. Tujuan penelitian ini adalah
(1) mengidentifikasi manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh;
(2) menganalisis peluang kesediaan membayar dan mengestimasi nilai willingness
to pay masyarakat Desa Toyopakeh; dan (3) menganalisis skema pengelolaan dan
pengembangan PLTAL di Selat Nusa Penida. Manfaat ekonomi dan sosial budaya
yang dirasakan masyarakat saat malam hari adalah meningkatkan efektivitas kerja
pengikat rumput laut, warung buka lebih malam, memberikan kemudahan jukung
dan speed boat bersandar, monitoring kapal, bongkar muat kapal, memancing, dan
pembuangan abu jenazah. Keberadaan PLTAL Nusa Penida memiliki
kemungkinan dampak lingkungan yang kecil. Masyarakat dengan jumlah
pendapatan besar maupun kecil memiliki peluang bersedia membayar yang sama.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi, peluang bersedia membayarnya
lebih besar 1,291 kali dibandingkan tidak bersedia membayar. Nilai rataan WTP
berdasarkan distribusi Turnbull estimator berada pada kisaran Rp 7.894,695
sampai Rp 10.641,891, sedangkan berdasarkan perhitungan Spearmen-Karber
rataan WTP sebesar Rp 11.768,293. Stakeholder yang telah dan dapat berperan
langsung maupun tidak langsung dalam proses pengelolaan dan pengembangan
PLTAL di Nusa Penida dibagi menjadi lima jenis pihak yaitu pihak peneliti,
perijinan, pemberi dana, pengembang, dan masyarakat.
Kata Kunci: energi arus laut, PLTAL, Selat Nusa Penida, willingness to pay.
ABSTRACT
AMALIA RETNASARI S. . Estimation of community willingnes to pay for
Sustainable Pilot Project PLTAL in Nusa Penida Strait, Bali. Supervised by
AKHMAD FAUZI and ASTI ISTIQOMAH.
Electricity has becomes an important thing in human’s life. The
Indonesia’s electricity main source of power is originates from fossils, a non-
renewable resources. The increase of power plant development in fueling
electricity demand will have impact on decreasing fossil resources, therefore an
alternative electric power originate from renewable resources are needed. One of
the energy resource that can developed is ocean current energy. Nusa Penida strait
is one of location Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) pilot project
installation with installed capacity ten kilowatt (KW). The presence of PLTAL
have given light to 25 street lamps that installed in Toyopakeh village. This study
aimed to (1) identify benefit which Toyopakeh village citizens perceived,
(2) study the opportunity readiness to pay and estimate the value of willingness to
pay citizens of Toyopakeh village, and (3) analize management scheme and
PLTAL development in Nusa Penida strait. The economic and sosiocultural
benefit perceived by Toyopakeh village citizens in the night are increasing works
effectivity for seaweed strapper, shop opened over night, easier to moored jukung
and speedboat, ship monitoring, load and unloading, fishing, and ashes disposal.
The presence of PLTAL Nusa Penida had less environmental impact probability.
Citizens with high income or low income had similar opportunity readiness.
Citizens with high academic level had opportunity readiness 1.291 point more
than not ready to pay. Based on Turnbull estimator distribution, the mean WTP
value was at Rp 7.894,695 and Rp 10.641,891 range, whereas based on
Spearmen-Karber calculation, mean WTP value was at Rp 11.768,293.
Stakeholder which had been and can be participate directly or indirectly in the
PLTAL management and development processes in Nusa Penida divided by 5
types, namely researchers, bureaucration, funding, developer and communities.
Keywords: Nusa Penida strait, ocean current energy, PLTAL, willingness to pay.
ESTIMASI WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT
TERHADAP KEBERLANJUTAN PILOT PROJECT
PLTAL DI SELAT NUSA PENIDA, BALI
AMALIA RETNASARI S
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penelitian yang berjudul “Estimasi Willingness To Pay Masyarakat
Terhadap Keberlanjutan Pilot Project PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali” ini
dapat diselesaikan. Terwujudnya penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah membimbing penulis baik dalam pemberian ide-ide maupun
pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Orangtua, adik kandung, dan keluarga besar yang terus memberikan
dukungan baik moral maupun materil, serta senantiasa mendoakan
agar penulis mampu menyelesaikan studi dengan baik.
2. Prof.Dr.Ir.Akhmad Fauzi,M.Sc selaku pembimbing pertama dan Asti
Istiqomah,SP,M.Si selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktunya dalam mendidik dan mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi dengan baik.
3. Ir.Nindyantoro,M.SP selaku penguji utama dan Arini Hardjanto,SE,
M.Si selaku penguji wakil departemen yang telah memberikan saran
bagi perbaikan skripsi.
4. Mba Sofi yang telah memberikan dukungan selama penyusunan
skripsi.
5. PT.T-Files dan tim lapang yang telah memberikan kesempatan dan
memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian terhadap proyek
PLTAL yang telah dibangun.
6. Keluarga Bapak I Ketut Weca (Kepala Dusun Banjar Nyuh), warga
Toyopakeh dan Banjar Nyuh yang telah bersedia memberikan
informasi dan menyambut penulis dengan hangat selama tinggal di
tempat penelitian.
7. Bli Yusuf yang telah memberikan bantuan dan menemani
pengambilan data selama di lapangan.
8. Keluarga ESL 47 dan Uni Konservasi Fauna, serta rekan-rekan dan
pihak lainnya yang telah memberikan dukungan, keceriaan, berbagi
ilmu, dan bantuan selama proses persiapan hingga selesainya
penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan
oleh penulis. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
seluruh pihak yang terkait.
Bogor, April 2015
Amalia Retnasari S
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ............................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Ruang Lingkup.......................................................................................... 6
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 8
2.1 Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan ............................... 8
2.2 Contingent Valuation Method (CVM) ...................................................... 8
2.3 Willingness To Pay (WTP) ....................................................................... 9
2.4 Analisis Logistik ..................................................................................... 10
2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut .................................................... 12
2.6 Energi Laut.............................................................................................. 12
2.6.1 Gelombang Laut ............................................................................ 12
2.6.2 Pasang Surut Laut .......................................................................... 13
2.6.3 Panas Laut (OTEC) ....................................................................... 13
2.7 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................... 17
IV METODE PENELITIAN ............................................................................... 21
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 21
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21
4.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 21
4.4 Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 22
4.5 Metode Analisis Data .............................................................................. 22
4.5.1 Identifikasi Manfaat PLTAL ......................................................... 23
4.5.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL .................................... 23
4.5.3 Analisis Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL Nusa Penida . 27
V GAMBARAN UMUM ................................................................................... 28
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 28
5.2 PT.T-Files ................................................................................................ 30
5.3 Karakteristik Responden ......................................................................... 31
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 36
6.1 Manfaat PLTAL Bagi Masyarakat Desa Toyopakeh .............................. 36
6.1.1 Manfaat Ekonomi........................................................................... 37
6.1.2 Manfaat Sosial Budaya .................................................................. 39
6.1.3 Dampak Lingkungan ...................................................................... 40
6.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL .............................................. 43
6.2.1 Analisis Peluang Kesediaan Membayar (WTP) Masyarakat ......... 43
6.2.2 Estimasi Nilai WTP Masyarakat .................................................... 46
6.3 Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL .................................... 49
6.3.1 Pihak Peneliti ................................................................................. 52
6.3.2 Pihak Perijinan ............................................................................... 52
6.3.3 Pihak Pemberi Dana ....................................................................... 53
6.3.4 Pihak Pengembang ......................................................................... 53
6.3.5 Pihak Masyarakat ........................................................................... 56
VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 58
7.1 Simpulan .................................................................................................. 58
7.2 Saran ........................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 60
LAMPIRAN .......................................................................................................... 63
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Roadmap karakteristik arus laut dan daya listrik ........................................... 4
2 Penelitian terdahulu yang relevan ................................................................ 14
3 Matriks metode analisis data ....................................................................... 22
4 Manfaat ekonomi ......................................................................................... 37
5 Manfaat sosial budaya ................................................................................. 39
6 Kemungkinan dampak lingkungan PLTAL ................................................ 41
7 Variabel yang mempengaruhi kesediaan membayar maksimum pengelolaan PLTAL .. 45
8 Perhitungan turnbull .................................................................................... 47
9 Perhitungan K-M-T dan S-K ....................................................................... 47
10 Biaya Pengeluaran tiap Tahun ..................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Kapasitas terpasang pembangkit listrik menurut jenis energi ....................... 2
2 Alur pemikiran ............................................................................................. 20
3 Peta Pulau Nusa Penida ............................................................................... 28
4 Turbin gorlov ............................................................................................... 31
5 Generator ..................................................................................................... 31
6 Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis kelamin ................................... 32
7 Persentase sebaran WTP berdasarkan usia .................................................. 32
8 Persentase sebaran WTP berdasarkan lama tinggal..................................... 33
9 Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendidikan........................... 33
10 Persentase sebaran WTP berdasarkan jumlah tanggungan .......................... 34
11 Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis pekerjaan ................................ 34
12 Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendapatan .......................... 35
13 Persentase kesediaan membayar responden ................................................ 43
14 Analisis dan rekomendasi skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL . 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Hasil Output SPSS ....................................................................................... 65
2 Penghitungan WTP ...................................................................................... 67
3 Penghitungan Pendekatan Harga Tarif......................................................... 68
4 Data Responden ........................................................................................... 69
5 Data Dokumentasi ........................................................................................ 70
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Listrik telah menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia.
Tingginya ketergantungan manusia terhadap listrik dapat dilihat ketika terjadinya
pemadaman listrik di beberapa kota besar. Salah satu contohnya pada tahun 2001
telah terjadi pemadaman listrik di Amerika Serikat yang mengakibatkan 54
industri perakitan dan pembuatan mobil terhenti, ratusan jadwal penerbangan
dibatalkan, semua akses internet terputus, banyak pelayanan kereta api dan kereta
bawah tanah terhenti (Akhadi 2009). Kejadian serupa pun menimpa Indonesia
pada Januari 2014, pemadaman listrik terjadi selama satu jam di Bandara
Internasional Ngurahrai Bali sehingga mengakibatkan sebelas jadwal penerbangan
tertunda (Wiriyanto 2014).
Pembangkit listrik merupakan infrastruktur penting dalam memproduksi
listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan listrik di Indonesia saat
ini dipasok oleh pembangkit listrik PLN dan non PLN atau captive power yang
biasanya dimiliki oleh industri-industri besar dan menengah yang belum
tersambung dengan jaringan listrik PLN. Penggunaan captive power juga
merupakan salah satu cara industri untuk mendapatkan listrik yang lebih handal
dan ekonomis (OEI 2014). Gambar 1 menunjukkan produksi listrik dari semua
jenis pembangkit listrik yang ada yaitu pembangkit listrik tenaga sampah
(PLTSa), pembangkit listrik tenaga gasifikasi batubara, pembangkit listrik tenaga
surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga mini hidro, pembangkit listrik tenaga
mikro hidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga bayu atau angin (PLTB),
pembangkit listrik tenaga mesin uap, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD),
pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik turbin gas dan
uap (PLTGU), pembangkit listrik turbin gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga
uap (PLTU), dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Berdasarkan Gambar 1
terlihat bahwa kapasitas listrik yang lebih banyak terpasang yaitu PLTU,
pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batubara.
2
Sumber : Outlook Energy Indonesia 2014
Dalam pemenuhan ketersediaan listrik, pembangunan pembangkit listrik
yang lebih banyak akan mengakibatkan eksploitasi Sumberdaya Alam (SDA)
yang semakin meningkat dan berdampak pada penurunan cadangan SDA yang
ada (Harjanto 2008). Di samping itu, unit pembangkit listrik harus menghadapi
tantangan pelestarian lingkungan. Pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti
minyak bumi, gas alam, dan batu bara berpotensi menghasilkan gas-gas yang
berdampak negatif pada lingkungan. Gas tersebut adalah gas Karbon Dioksida
(CO2) yang merupakan salah satu golongan gas rumah kaca dan dapat
menimbulkan pemanasan global. Adapula gas Sulfur Oksida (SO2) dan Nitrogen
Oksida (NOX) yang merupakan sumber deposisi asam yang mengganggu siklus
makanan, punahnya beberapa jenis ikan, dan perubahan keseimbangan nutrisi
dalam tanah (Harjanto 2008).
Selain pembangkit listrik, infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi
listrik merupakan sarana penghubung antara pembangkit listrik dengan konsumen
listrik. Jaringan transmisi yang sudah terinterkoneksi penuh baru terdapat di Jawa
dan Sumatera, sedangkan jaringan transmisi di Kalimantan dan Sulawesi belum
terhubung pada seluruh provinsi. Jaringan distribusi tenaga listrik berfungsi
menghubungkan jaringan transmisi tegangan tinggi dengan konsumen melalui
sebuah sub-station. Kapasitas pembangkit listrik, jaringan transmisi, dan jaringan
distribusi terus berkembang, namun laju pertumbuhannya tidak seiring dengan
laju kebutuhan listrik konsumen. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
Gambar 1 Kapasitas terpasang pembangkit listrik menurut jenis energi
3
konsumen yang masuk dalam “daftar tunggu” untuk memperoleh aliran listrik dan
dalam kondisi tertentu guna menjaga keandalan sistem dilakukan “black out”
akibat permintaan yang terlalu tinggi (IEO 2010).
Adanya dampak negatif terhadap lingkungan, terbatasnya jumlah
ketersediaan bahan bakar fosil, dan terkendalanya pemasangan jaringan transmisi
dan distribusi ke berbagai daerah pelosok di Indonesia, maka dibutuhkan upaya
dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada disetiap daerah tersebut untuk
megembangkan energi alternatif yang ramah lingkungan serta terbarukan
(renewable). Peraturan yang mendukung mengenai pengembangan energi
alternatif diantaranya Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik Perseroan
Terbatas Perusahaan Listrik Negara (RUPTL PT.PLN) Tahun 2010 hingga 2019
mengenai kebutuhan listrik, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN)
Tahun 2006 hingga 2025 mengenai jenis bahan bakar pembangkit listrik, Undang-
Undang Nomor 30 (UU No.30) Tahun 2007 tentang Energi, Peraturan Presiden
Nomor 5 (Perpres No.5) Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN),
dan Undang-Undang Nomor 17 (UU No.17) Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Berdasarkan tempatnya, terdapat dua jenis sumber energi alternatif yaitu
sumber energi yang berasal dari daratan dan sumber energi yang berasal dari
lautan (Erwandi 2005). Salah satu langkah kebijakan Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM) dalam menjawab isu nasional mengenai energi
dengan diversifikasi energi yaitu penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan
berbagai sumber energi baru, salah satunya adalah sumber energi kelautan
(DESDM 2005 dalam Yuningsih dan Masduki 2011).
Energi kelautan yang memiliki prospek besar yaitu energi arus laut.
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki banyak selat terutama di
tempat-tempat yang menghadap Samudera Hindia dan Pasifik. Arus laut yang
melewati selat-selat tersebut akan menghasilkan arus laut yang kuat karena
mengalami percepatan. Pola karakteristik arus laut di perairan Indonesia
dipengaruhi oleh gerak massa air global dari Samudera Pasifik menuju Samudera
Hindia yang dikenal dengan nama Indonesian Through Flow (ITF) atau lebih
dikenal dengan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) (Masduki et al. 2010).
4
Beberapa wilayah perairan Indonesia memiliki karakteristik arus laut yang
kuat sehingga berpotensi menghasilkan energi listrik yang bersumber dari arus
laut tersebut. Pengembangan teknologi pemanfaatan energi arus laut di Indonesia
saat ini masih belum optimal atau masih dalam tahap penelitian dan uji coba. Pada
tahun 2008 dilakukan pemasangan turbin di Pantai Cirebon dan Pantai Mutiara,
namun hasilnya tidak dipublikasikan. Pada tahun 2009 dilakukan uji coba di Selat
Nusa Penida dengan kapasitas 5 kilowatt (kW) dan di Selat Flores sebesar 2 kW.
Pada tahun 2010 dilakukan uji coba operasional prototype PLTAL kembali di
Selat Flores dengan kapasitas 10 kW. Pada tahun 2012 desain turbin dipasang di
Jembatan Suramadu.
Berdasarkan roadmap terlihat bahwa Selat Nusa Penida memiliki potensi
daya listrik yang besar. Roadmap penelitian karakteristik arus laut serta estimasi
daya listrik yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan (P3GL) sampai tahun 2011 di perairan Sunda Kecil atau Nusa
Tenggara Timur, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Roadmap karakteristik arus laut dan daya listrik
ENERGI
ARUS LAUT
Selat
Lombok
Selat Nusa
Penida
Selat
Larantuka
Selat
Pantar
Selat
Molo
Kecepatan Arus (m/det) 1,8 – 8-2,4 0,5 – 3,2 1,5 -3 ,4 1,5 – 3,1 1,7 – 3,5
Luas Turbin (m2) 15 40 40 40 40
Daya Listrik (kW/cel) 70 – 150 200 – 400 60 – 450 50 – 250 65 – 440
Tahun Penelitian 2005, 2006 2007,2009 2008 2010 2011
Sumber : Lubis 2012
Salah satu perusahaan swasta yang bergerak dalam penyediaan energi dari
arus laut dan mampu membangun turbin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Arus
Laut (PLTAL) adalah PT.T-Files Indonesia. Pada tahun 2009 P3GL bekerjasama
dengan PT.T-Files Indonesia dan PT.Dirgantara Indonesia memasang PLTAL di
Selat Nusa Penida. Keberadaan pilot project PLTAL di Selat Nusa Penida apabila
dapat dikembangkan secara berkelanjutan akan sangat bermanfaat dalam
meningkatkan perekonomian khususnya bagi masyarakat di daerah pesisir Selat
Nusa Penida. Pengembangan PLTAL dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat
apabila masyarakat ikut berpartisipasi dalam mengelola PLTAL. Adanya
pegelolaan PLTAL dapat membantu pengembangan PLTAL secara berkelanjutan.
5
1.2 Rumusan Masalah
Warga Nusa Penida hingga saat ini masih mengalami krisis listrik meskipun
PLN sudah melakukan penambahan daya dengan memanfaatkan jaringan kabel
bawah laut, akan tetapi pemasangan kabel bawah laut yang diharapkan dapat
menambah pasokan listrik tersebut belum mampu mengatasi masalah listrik yang
terjadi di Nusa Penida (Budiarta 2014). Oleh sebab itu, diperlukan alternatif
sumber energi listrik lain yang dapat menambah pasokan listrik untuk mengurangi
permasalahan krisis listrik di Nusa Penida.
Salah satu alternatif sumber energi listrik yang dapat dikembangkan adalah
energi arus laut. Berdasarkan roadmap penelitian karakteristik arus laut serta
estimasi daya listrik yang telah dilaksanakan oleh P3GL pada tahun 2007 dan
2009, Selat Nusa Penida memiliki kecepatan arus 0,5 hingga 3,2 meter per detik,
dengan menggunakan luas turbin sebesar 40 meter persegi maka daya listrik yang
dihasilkan mampu mecapai 200 hingga 400 kilowatt. Jika energi arus laut tersebut
dikembangkan menjadi pembangkit listrik, maka akan membantu PLN dalam
menambah pasokan listrik untuk warga Nusa Penida khususnya masyarakat di
sekitar Selat Nusa Penida.
Salah satu perusahaan swasta bernama PT.T-Files telah membangun
pembangkit listrik dengan menggunakan energi arus laut di Selat Nusa Penida.
Bangunan PLTAL ini diletakkan di samping Dermaga Toyopakeh dan telah
menghasilkan energi listrik sebesar 10 kW. Energi listrik yang dihasilkan tersebut
baru dimanfaatkan sebesar 2 kW dan dialirkan untuk menyalakan 25 lampu jalan
yang telah dipasang disekitar dermaga dan Desa Toyopakeh. Penerangan dari
PLTAL dapat dirasakan oleh masyarakat untuk membantu kegiatan perekonomian
yang dilakukan saat malam hari.
Manfaat penerangan yang telah dirasakan oleh masyarakat tidak akan
berjalan lama apabila tidak dilakukan pengelolaan terhadap PLTAL. Demi
keberlangsungan PLTAL maka dibutuhkan upaya dan dana dalam mengelola
PLTAL. Upaya yang dilakukan dapat berupa kerjasama dan gotong royong untuk
menjaga dan merawat sistem pembangkit, sedangkan dana adalah sejumlah uang
yang dikumpulkan untuk dijadikan biaya pengelolaan PLTAL.
6
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya maka diperlukan
perhitungan nilai ekonomi untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
masyarakat untuk membayar pengelolaan PLTAL supaya berkelanjutan. Secara
garis besar permasalahan yang diangkat dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh Kecamatan
Nusa Penida Provinsi Bali terhadap keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida,
Bali?
2. Berapa peluang kesediaan membayar dan besarnya nilai willingness to pay
masyarakat Desa Toyopakeh Kecamatan Nusa Penida Provinsi Bali untuk
biaya pengelolaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali?
3. Bagaimana skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Selat Nusa
Penida, Bali yang bisa ditawarkan untuk alternatif kebijakan?
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam menjawab masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh
terhadap keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali.
2. Menganalisis peluang kesediaan membayar dan mengestimasi nilai willingness
to pay masyarakat Desa Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan PLTAL di
Selat Nusa Penida, Bali.
3. Menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Selat Nusa
Penida,Bali.
1.4 Ruang Lingkup
Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan batasan-batasan
sebagai berikut :
1. Wilayah yang akan menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah Desa
Toyopakeh, Kecamatan Nusa Penida, Provinsi Bali.
2. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa
Toyopakeh dan telah mengetahui serta merasakan manfaat dari keberadaan
PLTAL di Nusa Penida.
7
3. Manfaat keberadaan PLTAL hanya sebatas identifikasi manfaat yang dirasakan
oleh responden kemudian dijelaskan secara deskriptif. Manfaat yang di
identifikasi adalah manfaat existing.
4. Skema pengelolaan dan pengembangan hanya sebatas mengidentifikasi
stakeholder mana saja yang terkait dengan keberadaan PLTAL di Nusa Penida
dan menggambarkan bagaimanakah peran stakeholder tersebut.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Menurut Fauzi (2010), pengertian nilai atau value, khususnya yang
menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan
lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu.
Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan
pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Salah satu tolok ukur yang
relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut
adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber
daya alam dan lingkungan.
Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh
barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep keinginan membayar (willingness
to pay-WTP) dapat didefinisikan sebagai keinginan membayar seseorang terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh jasa sumberdaya alam dan lingkungan.
Konsep WTP dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar
untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi 2010).
2.2 Contingent Valuation Method (CVM)
Contingent Valuation Method merupakan metode langsung penilaian
ekonomi melalui pertanyaan kemauan membayar seseorang (willingness to pay).
CVM adalah metode yang mengandalkan teknik survei. Menurut Pearce et al.
(2006) dalam Fauzi (2014) menyatakan bahwa secara umum analisis CVM
melibatkan tiga tahapan utama yaitu:
1) Identifikasi barang dan jasa yang akan divaluasi
Tahap ini adalah tahapan yang krusial dalam analisis CVM. Peneliti harus
terlebih dahulu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang akan divaluasi,
perubahan kualitas, dan kuantitas apa yang menjadi concern kebijakan, serta jenis
barang atau jasa apa yang akan divaluasi. CVM dapat pula digunakan untuk
menganalisis kebijakan yang bersifat ex-ante.
9
2) Konstruksi skenario hipotetik
Pada tahap ini jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan akan sangat
berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan pada analisis CVM. Terdapat
tiga elemen esensial dalam tahap ini, yaitu 1) deskripsi perubahan kebijakan yang
akan divaluasi, 2) deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan 3) deskripsi
metode pembayaran.
3) Elisitasi nilai moneter
Teknik elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan
membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui
format tertentu. Metode elisitasi memerlukan penanganan data tersendiri dan
teknik perhitungan WTP yang juga spesifik. Format elisitasi dalam CVM
umumnya terdiri dari lima jenis yaitu: 1) Open ended,responden diberikan
kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) ;
2) Bidding game, responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang tentang
apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa
dinaikkan atau diturunkan tergantung respon atas pertanyaan sebelumnya,
pertanyaan akan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh ; 3) Payment card,
nilai lelang diperoleh dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar
pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini
ditunjukkan kepada responden melalui kartu ; 4) Single bounded dichotomous,
responden diberi suatu nilai rupiah kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak ;
dan 5) Double bounded dichotomous, responden diberikan pertanyaan seperti
single bounded namun ditambahkan pertanyaan dikotomi lanjutan yang
kondisional terhadap respon sebelumnya. Bila respon positif maka tawaran nilai
rupiah dinaikkan, begitu pula bila respon negatif maka tawaran diturunkan.
2.3 Willingness To Pay (WTP)
Willingness to pay didasarkan pada pengertian dasar bahwa individu
memiliki preferensi terhadap barang dan jasa. Bagi seseorang, nilai dari suatu
barang adalah keinginan dan kemampuannya untuk berkorban terhadap barang
atau jasa tersebut. Dalam ekonomi berkorban dapat dianalogikan sebagai daya
beli, sedangkan nilai suatu barang dapat diartikan sebagai keinginan membayar
10
untuk mendapatkan barang tersebut. WTP merefleksikan kemampuan membayar
seseorang. Tingkat kesejahteraan seseorang dapat mempengaruhi keinginannya
untuk berkorban (Putri et.al 2010).
Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2010) menyatakan bahwa
pengukuran WTP yang dapat diterima (reasonable) harus memenuhi syarat:
1. WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif
2. Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan
3. Adanya konsistensi antara keacakan (randomness) pendugaan dan keacakan
perhitungannya.
WTP memiliki beberapa kelemahan dalam pengukuran keinginan
membayar. Misalnya, meskipun sebagian barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam dapat diukur nilainya karena diperdagangkan, sebagian yang
lain seperti keindahan pantai atau laut, kebersihan, dan keaslian alam tidak
diperdagangkan sehingga tidak atau sulit diketahui nilainya, karena masyarakat
tidak membayar secara langsung. Selain itu, karena masyarakat tidak familier
dengan cara pembayaran jasa seperti itu, keinginan membayar mereka juga sulit
diketahui. Walaupun demikian, dalam pengukuran nilai sumberdaya alam, nilai
tersebut tidak selalu harus diperdagangkan untuk mengukur nilai moneternya,
yang diperlukan di sini adalah pengukuran seberapa besar kemampuan membayar
masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa dari sumberdaya (Fauzi 2010).
2.4 Analisis Logistik
Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model
statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara
sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe
kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua
kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya atau tidak, sukses atau gagal, dan
lain-lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju,
tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Tujuan utama dari analisis regresi logistik
adalah sebagai berikut:
1. Memprediksi probabilitas terjadinya atau tidak terjadinya event (terjadinya
nonevent) berdasarkan nilai-nilai predictor yang ada. Event merupakan status
11
variabel respon yang menjadi pokok perhatian (diberi nilai kode yang lebih
tinggi daripada nonevent).
2. Mengklasifikasikan subjek penelitian berdasarkan ambang (threshold)
probabilitas.
Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif,
dimana fungsi logit harus ditransformasikan sedemikian rupa agar menjadi bentuk
linier, salah satu bentuk transformasinya dikenal dengan transformasi logit.
Li = Ln
= β0 + β1X1 + β2X2 + ... + βjXj
Li dikenal dengan logit, yang merupakan logaritma dari rasio sebelumnya
dan linier dalam variabel independen dan parameter. Estimasi parameter dari
metode regresi logistik dapat dilakukan dengan metode maximum likelihood
estimator (mle), dimana parameter optimal dapat diperoleh dengan metode
numerik (Rosadi 2011). Interpretasi model logistik sama seperti model OLS yaitu
dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p)
akibat perubahan satu unit peubah bebas. β0 adalah intersep model, βj adalah slope
model peubah ke-j, dan Xj adalah peubah penjelas ke-j.
Peubah Pi/(1-Pi) disebut odds, sering juga diistilahkan sebagai risiko atau
kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi
pilihan-0 alternatifnya. Makin besar odds makin besar peluang terjadinya pilihan-
1. Jika peluang dari salah satu pilihan bernilai ½ maka nilai odds nya sama dengan
satu. Jika peluang pilihan-1 sebesar 0.8 (lebih dari ½) maka nilai odds nya empat
(lebih dari satu). Oleh karena itu, nilai odds merupakan suatu indikator
kecenderungan seseorang menentukan pilihan-1 (Juanda 2009).
Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat
kesesuaian model regresi logistik dengan data yaitu Pseudo-R2 dan Proporsi
Konkorinasi. Pseudo-R2 merupakan nilai perkiraan atau pendekatan dari koefisien
determinasi. Proporsi Konkorinasi yaitu menyatakan persentase secara deskriptif
data yang dapat diklasifikasikan secara tepat ke setiap kategori respons oleh
model regresi logistik yang terbentuk.
12
2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut
Arus laut adalah gerakan horizontal massa air laut yang disebabkan oleh
gaya penggerak yang bekerja pada air laut seperti stres angin, gradien tekanan
(timbul akibat gradien densitas horizontal, pengaruh angin dan gradien tekanan
atmosfer), gelombang laut dan pasang surut atau pasut (Hadi 2011). Pembangkit
listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk memproduksi dan
membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga. Berdasarkan definisi
tersebut maka PLTAL merupakan pembangkit listrik yang energi penggerak
utamanya bersumber dari tenaga arus laut. Teknologi ini bekerja dengan cara
mengkonversi energi kinetik dari arus laut kemudian digunakan sebagai
penggerak turbin. Turbin yang berputar akibat tenaga arus laut tersebut akan
menggerakan generator untuk mengubah energi rotasi menjadi energi listrik.
2.6 Energi Laut
Energi laut adalah energi yang dapat dihasilkan dari konversi gaya mekanik,
gaya potensial serta perbedaan temperatur air laut menjadi energi listrik. Selain
energi arus laut (current), terdapat jenis energi laut lainnya yaitu energi
gelombang (wave), energi pasang surut (tidal), dan energi panas laut (ocean
thermal energy conversion/OTEC).
2.6.1 Gelombang Laut
Menurut Azis (2006), pada hakekatnya fenomena gelombang laut
menggambarkan transmisi dari energi dan momentum. Gelombang laut selalu
menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan
permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin
sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat
menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana badai yang
besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu
kerusakan di daerah pantai. Gelombang laut pada umumnya timbul oleh pengaruh
angin, walaupun masih ada faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan gelombang
di laut seperti aktifitas seismik di dasar laut (gempa), letusan gunung api, gerakan
kapal, gaya tarik benda angkasa (bulan dan matahari).
13
Hal yang menarik dari gelombang laut adalah massa air tidak bergerak
bersama gelombang. Suatu gelombang membentuk gerakan maju melintasi
permukaan air, tetapi di sana sebenarnya hanya terjadi suatu gerakan kecil ke arah
depan dari massa itu sendiri. Hal ini akan lebih mudah dimengerti apabila kita
melihat sepotong gabus atau benda-benda mengapung lainnya di antara
gelombang-gelombang di lautan bebas. Potongan gabus akan tampak timbul dan
tenggelam sesuai dengan gerakan berturut-turut dari puncak dan lembah
gelombang, dan posisi potongan gabus tersebut kurang lebih berada pada tempat
yang sama (Azis 2006).
2.6.2 Pasang Surut Laut
Berada di dekat pantai dalam beberapa waktu lamanya, maka akan terlihat
bahwa muka laut akan senantiasa berubah-ubah (naik-turun secara teratur),
bahkan dapat dikatakan bahwa muka air laut naik-turun secara periodik. Gejala
inilah yang disebut pasang surut laut. Pasang surut adalah perubahan gerak relatif
dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi
gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada (Azis 2006).
Energi pasang surut (Tidal Power) adalah energi kinetik dari pemanfaatan
beda ketinggian pasang permukaan laut antara saat pasang dan surut. Air laut
pasang surut ditampung dalam suatu daerah atau waduk, kemudian air laut
tersebut akan dikeluarkan kembali ke laut. Pasang surut air laut masuk dan keluar
dilewatkan pada suatu terowongan untuk memutar turbin. Turbin yang telah
disambung dengan generator akan menghasilkan listrik (Firdaus 2014)
2.6.3 Panas Laut (OTEC)
OTEC adalah metode untuk menghasilkan energi listrik dengan
memanfaatkan perbedaan panas antara permukaan dan dasar laut yang
menggerakkan fluida seperti amoniak yang dapat digunakan untuk memutar
turbin. Cara kerjanya adalah air laut pada permukaan (yang temperaturnya lebih
hangat) dan air laut yang amat dingin (pada kedalaman lebih dari 1.000 meter)
disedot masing-masing, amoniak digunakan sebagai refrigeran. Air permukaan
yang panas dialirkan melalui evaporator sehingga menyebabkan amoniak
menguap dan mempunyai tekanan yang tinggi. Tekanan tinggi ini dimanfaatkan
untuk memutar turbin yang ada. Setelah digunakan untuk memutar turbin, tekanan
14
amoniak menjadi kecil kembali dan kemudian dialirkan melalui kondensor untuk
didinginkan. Air dingin di permukaan laut yang bawah dialirkan melalui
kondensor bertujuan untuk mendinginkan uap amoniak sehingga menjadi cairan
kembali. Amoniak dialirkan secara paksa menggunakan pompa.
2.7 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang dijadikan referensi untuk mengetahui
proses mengolah data dan bentuk interpretasi hasil data. Penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Penelitian terdahulu yang relevan
Nama Peneliti Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian
Adhitya Permadi
(2011)
Sistem Kelembagaan
dan Nilai Kesediaan
Membayar
Masyarakat terhadap
Keberlanjutan
Pembangkit Listrik
Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) Cisalamir
Analisis WTP
menggunakan
metode CVM
dengan teknik
dichotomous
choice ; Analisis
deskriptif
kualitatif
Nilai rataan WTP Rp 10.400
per bulan dan total WTP
masyarakat pengguna PLTMH
Cisalamir Rp 2.995.200 per
bulan ; WTP digunakan untuk
penambahan biaya untuk
pengelolaan dan keberlanjutan
PLTMH Cisalamir.
Kemala Indah
Wahyuni (2012)
Eksternalitas Positif
Banjir Kanal Barat
Jakarta Sebagai
Potensi Wisata Air
Analisis logistik ;
Analisis WTP
menggunakan
CVM dengan
teknik payment
card
Sebanyak 79 persen responden
bersedia membayar, variabel
yang memiliki Exp B tinggi
adalah pendidikan,
pendapatan, frekuensi
kunjungan, kualitas udara dan
air ; Nilai rataan WTP
Rp 4.126,58 perorang dan
total WTP masyarakat
Rp 4.646.916.709.
Sus Liris Woro
(2011)
Analisis Kepemilikian
Sepeda Motor Pada
Rumah Tangga di
Kabupaten Buleleng
Menggunakan Model
Regresi Logistik
Analisis logistik Semakin besar jumlah
keluarga, pendapatan, dan
biaya transportasi maka
peluang keluarga memiliki
lebih dari satu motor lebih
besar.
Adil Mahfudz
Firdaus (2014)
Analisa Kebijakan
Ekonomi
Pengembangan Energi
Arus Laut di Selat
Madura, Provinsi
Jawa Timur
Analisis WTP
menggunakan
CVM ; Analisis
logistik
Variabel yang signifikan yaitu
jumlah anggota keluarga dan
mata pencaharian. EWTP
untuk tarif listrik PLTAL
sebesar Rp 486,38 per kWh.
15
Beberapa kesamaan yang terdapat dalam penelitian terdahulu dengan
penelitian ini yaitu bentuk analisis datanya. Pada penelitian Permadi (2011) yang
berjudul “Sistem Kelembagaan dan Nilai Kesediaan Membayar Masyarakat
terhadap Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
Cisalamir” salah satu tujuannya adalah 1) untuk mengestimasi besarnya nilai
WTP untuk ketersediaan air agar PLTMH Cisalamir dapat berkelanjutan, dan
2) mengidentifikasi kebijakan untuk keberlanjutan pengelolaan PLTMH
Cisalamir. Dalam pencapaian tujuan tersebut, penelitian yang dilakukan memiliki
kesamaan dalam menggunakan analisis data yaitu analisis WTP dengan metode
CVM dan analisis deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi kebijakan. Hal yang
menjadi perbedaan dengan penelitian ini adalah metode CVM yang digunakan
pada penelitian ini menggunakan teknik payment card. Topik bahasan yang
dibahas sama-sama mengenai WTP untuk Pembangkit Listrik, namun
perbedaannya adalah penelitian tersebut membahas Pembangkit Listrik Tenaga
Mikro Hidro sedangkan penelitian ini membahas mengenai Pembangkit Listrik
Tenaga Arus Laut.
Penelitian berjudul “Eksternalitas Positif Banjir Kanal Barat Jakarta Sebagai
Potensi Wisata Air” yang ditulis oleh Wahyuni (2012) memiliki beberapa tujuan
yang diolah menggunakan metode serupa dengan penelitian ini. Terdapat
kesamaan jenis tujuan yaitu 1) mengkaji peluang kesediaan membayar masyarakat
yang dianalisis menggunakan analisis logit, dan 2) mengestimasi nilai WTP
menggunakan metode CVM dengan teknik payment card. Perbedaan antara
penelitian tersebut dan penelitian ini terletak pada topik penelitian. Penelitian
Wahyuni (2012) mengangkat topik mengenai banjir kanal barat sebagai potensi
wisata air, sedangkan penelitian ini bertopik manfaat pembangkit listrik tenaga
arus laut.
Selain itu, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Woro (2012) dengan
judul “Analisis Kepemilikian Sepeda Motor Pada Rumah Tangga di Kabupaten
Buleleng Menggunakan Model Regresi Logistik”. Persamaan yang terdapat dalam
penelitian tersebut adalah tujuan untuk mencari nilai probabilitasnya. Acuan yang
diambil dari penelitian tersebut yaitu mengenai interpretasi dari hasil analisis
logistiknya. Model regresi logistik dalam penelitian tersebut digunakan untuk
16
menganalisis probabilitas dari masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap
kepemilikan sepeda motor pada rumah tangga. Pada penelitian ini, model regresi
logistik digunakan untuk menganalisis peluang kesediaan masyarakat dalam
membayar biaya pengelolaan PLTAL.
Tesis yang dilakukan oleh Firdaus (2014) dengan judul “Analisa Kebijakan
Ekonomi Pengembangan Energi Arus Laut di Selat Madura, Provinsi Jawa
Timur” memiliki kesamaan topik mengenai PLTAL dan menghitung WTP.
Berdasarkan analisis WTP dalam penelitian tersebut bahwa masyarakat Desa
Sukolilo Barat menilai positif pengembangan PLTAL pada kawasan perairan
Suramadu, kemauan masyarakat membayar tarif listrik sebesar Rp 486,38 per
kWh. Perbedaan dengan penelitian ini adalah analisis WTP digunakan untuk
mencari besarnya biaya yang bersedia dibayarkan untuk mengelola PLTAL,
sedangkan analisis WTP yang digunakan dalam penelitian Firdaus (2012) mencari
tarif listrik yang dihasilkan oleh PLTAL.
III KERANGKA PEMIKIRAN
Meningkatnya perekonomian masyarakat memicu peningkatan kebutuhan
energi terutama energi listrik. Ketersediaan listrik dalam kehidupan manusia
sudah menjadi kebutuhan primer. Disisi lain, sumber penyediaan pembangkit
listrik masih terpaku pada sumberdaya non renewable yaitu fosil, sehingga seiring
berjalannya waktu maka sektor energi mulai mengalami penurunan sumber
penyediaan energi listrik. Dalam pemenuhan ketersediaan listrik, pembangkit
listrik yang masih tergantung pada sumberdaya fosil akan mengeksploitasi
sumberdaya alam dan menimbulkan efek negatif bagi lingkungan di sekitarnya.
Seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat, permintaan energi listrik
dari berbagai sektor akan terus meningkat. Berdasarkan RUPTL PT.PLN Tahun
2010 hingga 2019, kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 55.000 Mega
Watt (MW) sehingga rata-rata peningkatan kebutuhan listrik mencapai 5.500 MW
per tahun. PT. PLN akan memenuhi kebutuhan listrik tersebut sebanyak 32.000
MW (57 persen), sedangkan sisanya yakni 23.500 MW akan dipenuhi oleh
pengembang listrik swasta (Adhi 2011).
Pemenuhan kebutuhan listrik yang semakin meningkat akan memerlukan
jenis-jenis bahan bakar yang dapat dijadikan sumber pembangkit listrik. Rencana
Umum Diversifikasi Energi mencantumkan bahwa terdapat jenis-jenis bahan
bakar yang akan digunakan pada pembangkit listrik yaitu BBM, gas, batubara,
biofuel, panas bumi, dan Energi Baru Terbarukan (EBT) lain. Jenis EBT lain
meliputi biomassa, nuklir, air, surya, angin, Coal Bed Methane (CBM), hidrogen,
oil shale, dan biogenic gas (BP-PEN 2006). Hingga tahun 2010 dalam BP-PEN
tersebut pemerintah belum mengakomodasi pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya energi laut dalam tataran kebijakan. Pada tahun 2014 pemerintah
mulai memperlihatkan keseriusannya dalam pengembangan energi laut melalui
pembuatan Peta Potensi Energi Laut 2014 dan mempersiapkan pilot project
pembangkit listrik tenaga laut.
Disamping memenuhi kebutuhan listrik diperlukan pula pengelolaan yang
berkelanjutan terhadap pemanfaatan sumber pembangkit listrik. Merujuk pada
UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi, Pasal 3 menyebutkan bahwa dalam rangka
18
mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan
ketahanan energi nasional, maka salah satu tujuan pengelolaan energi adalah
terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan
berkelanjutan serta terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu,
pada Perpres No.5 Tahun 2006 tentang KEN memiliki empat kebijakan utama
yang salah satunya adalah pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
KEN memiliki sasaran mewujudkan energi (primer) mix atau bauran energi
yang optimal pada tahun 2025, salah satu sasarannya adalah mengoptimalkan
EBT lainnya menjadi lebih dari 5 persen. Pada UU No.30 Tahun 2007 Pasal 1
Ayat 6 menyebutkan bahwa sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang
dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik,
antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air,
serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Sesuai dengan UU No.17 Tahun
2007 tentang RPJPN, hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kelompok sumber
daya alam diarahkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, salah satunya
adalah memperkuat pendanaan dalam pencarian sumber-sumber energi alternatif
yang menjadi jembatan dari energi fosil ke energi yang terbarukan, termasuk di
dalamnya tertera energi arus laut.
Pegembangan energi arus laut sebagai energi alternatif yang sedang
dikembangkan saat ini adalah PLTAL yang terletak di Selat Nusa Penida. Salah
satu perusahaan swasta yang telah melakukan proyek percontohan turbin PLTAL
tersebut adalah PT.T-Files Indonesia. Keberadaan PLTAL ini mampu menjadi
sumber alternatif pemasok listrik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar Selat Nusa Penida khususnya masyarakat Desa Toyopakeh.
Penelitian ini akan mengidentifikasi manfaat-manfaat yang telah dirasakan
oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari penerangan PLTAL. Apabila masyarakat
telah merasakan manfaat maka diperlukan penelitian mengestimasi nilai
willingness to pay (WTP). Hal ini dilakukan untuk mengetahui preferensi dan
respon masyarakat Desa Toyopakeh terhadap pengelolaan PLTAL, dan seberapa
besar kesediaan masyarakat Desa Toyopakeh untuk membayar pengelolaan
PLTAL supaya penerangan yang dihasilkan dapat terus dirasakan.
19
Saat ini PLTAL masih dipegang oleh PT.T-Files, demi berjalannya program
Desa Mandiri Energi yang dicanangkan oleh pemerintah maka pengelolaan
PLTAL dapat diserahkan kepada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian
ini ingin memberikan gambaran dan rekomendasi skema pengelolaan dan
pengembangan sebagai alternatif kebijakan untuk pengelolaan PLTAL
kedepannya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keberadaan PLTAL di
Selat Nusa Penida supaya tidak terbengkalai begitu saja.
20
Keterangan :
: Ruang lingkup penelitian : Metode yang digunakan
Gambar 2 Alur pemikiran
Penilaian Ekonomi Manfaat PLTAL
CVM Analisis Deskriptif
Demand energi listrik meningkat
Sumber supply energi listrik non-renewable menurun
Pembangkit listrik konvensional tidak ramah lingkungan
Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi sulit
Peraturan yang mendukung:
RUPTL PT.PLN Tahun 2010-2019
BP-PEN 2006-2025
UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi
Perpres No.5 Tahun 2006 tentang KEN
UU No.17 Tahun 2007 Tentang RPJPN
Pengembangan Energi Alternatif
Rekomendasi Kebijakan pengelolaan PLTAL di Selat Nusa Penida
secara optimal dalam upaya pengembangan PLTAL berkelanjutan
Besarnya Wiillingness to
pay untuk pengelolaan
PLTAL di Nusa Penida
Manfaat adanya penerangan
jalan dari PLTAL terhadap
masyarakat
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu kawasan sekitar Selat Nusa Penida
yaitu Desa Toyopakeh, Kecamatan Nusa Penida, Provinsi Bali. Lokasi ini dipilih
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Selat Nusa Penida
merupakan salah satu lokasi yang berpotensi memanfaatkan arus laut sebagai
sumber pembangkit lisrik dan PT.T-Files pernah melakukan uji coba pemasangan
turbin PLTAL di Selat Nusa Penida. Sedangkan pertimbangan penentuan Desa
Toyopakeh karena di sekitar pinggir pantai desa ini telah dipasang lampu yang
bersumber dari PLTAL. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder yang diolah secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengumpulan data
primer didapatkan berdasarkan hasil wawancara langsung kepada masyarakat di
Desa Toyopakeh. Selain itu, interview secara mendalam juga dilakukan kepada
key person yaitu salah satu pihak dari tim PT.T-Files yang mengembangkan
PLTAL di Selat Nusa Penida, dan pihak pemerintah seperti Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
(P3TKEBTKE). Data sekunder diperoleh dari lembaga desa, PT.T-Files, Badan
Pusat Statistik (BPS), jurnal, artikel, internet, dan sumber lainnya yang relevan
dengan tujuan penelitian.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan
penyebaran kuesioner. Terdapat dua tahap dalam pengumpulan data primer, yaitu
tahap pertama dilakukan observasi secara langsung di lapangan dan wawancara
menggunakan kuesioner kepada masyarakat untuk mengetahui kondisi PLTAL,
manfaat apa saja yang dirasakan oleh masyarakat dari adanya PLTAL, serta
karakteristik masyarakat. Tahap kedua dilakukan wawancara dengan pertanyaan
22
tertutup kepada masyarakat untuk memperoleh data besarnya biaya yang bersedia
dibayarkan untuk biaya pengelolaan PLTAL. Selain itu data sekunder diperoleh
dengan teknik dokumen yaitu mengambil data yang telah tersedia baik berupa
laporan, dokumen instansi, data dalam internet, dan data lainnya yang mendukung
topik penelitian.
4.4 Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel terhadap masyarakat Desa Toyopakeh menggunakan
metode non-probability dengan teknik purposive sampling. Kriteria sampel yang
digunakan adalah masyarakat Desa Toyopakeh yang sudah merasakan manfaat
dari adanya lampu yang bersumber listrik dari PLTAL. Setiap satu sampel
mewakili satu kepala rumah tangga. Jumlah sampel responden yang diambil
dalam penelitian ini sebanyak 41 responden.
4.5 Metode Analisis Data
Jenis analisis data pada penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Data
yang sudah didapatkan akan diolah menggunakan software Microsoft Excel 2010
dan SPSS 16.0. Hasil data yang telah diolah kemudian dianalisis secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan grafik. Tabel 3 di bawah ini
merupakan matriks yang menguraikan keterkaitan antara tujuan penelitian,
sumber data dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 3 Matriks metode analisis data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Mengidentifikasi manfaat yang
dirasakan masyarakat Desa
Toyopakeh terhadap keberadaan
PLTAL di Selat Nusa Penida,
Bali.
Data Primer Analisis Deskriptif
Kualitatif
2 Menganalisis peluang kesediaan
membayar dan mengestimasi nilai
willingness to pay masyarakat
Desa Toyopakeh terhadap biaya
pengelolaan PLTAL di Selat Nusa
Penida, Bali.
Data Primer dan
Sekunder
Analisis Logistik,
Contingent Valuation
Method, Turnbull,
K-M-T, dan SK
3 Menganalisis skema pengelolaan
dan pengembangan PLTAL di
Selat Nusa Penida,Bali.
Data Primer Analisis Deskriptif
Kualitatif
23
4.5.1 Identifikasi Manfaat PLTAL
Identifikasi manfaat PLTAL ini meliputi ada atau tidak adanya manfaat
yang dihasilkan PLTAL. Adanya manfaat diidentifikasi dengan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk membuat
gambaran secara sistematis mengenai manfaat apa saja yang telah dirasakan oleh
masyarakat Desa Toyopakeh terhadap penerangan yang dihasilkan oleh PLTAL.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk
tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena (Nazir 2003).
Identifikasi manfaat PLTAL diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu
manfaat ekonomi, manfaat sosial budaya, dan kemungkinan dampak lingkungan.
Manfaat ekonomi dilihat dari manfaat yang berhubungan dengan mata
pencaharian masyarakat. Manfaat sosial budaya dilihat dari manfaat yang
dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakat seperti perasaan aman, nyaman,
dan manfaat lainnya yang tidak berhubungan dengan mata pencaharian.
Kemungkinan dampak lingkungan didapatkan berdasarkan hasil perbandingan
antara dampak lingkungan PLTAL berdasarkan literatur dengan keberadaan
PLTAL di Selat Nusa Penida saat ini.
4.5.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL
Nilai WTP masyarakat yang telah didapatkan dari hasil wawancara akan
dihitung untuk melihat besarnya peluang kesediaan masyarakat untuk membayar
biaya pengelolaan PLTAL dan seberapa besar rataan WTP yang dihasilkan.
a. Analisis Peluang Kesediaan Membayar
Metode analisis logistik digunakan untuk melihat peluang kesediaan
membayar masyarakat meliputi bersedia atau tidak bersedia mengeluarkan
sejumlah uang untuk biaya pengelolaan PLTAL. Bentuk model logistik yang
digunakan adalah :
Li = Ln (
= β0 + β1 PDPT + β2 JT + β3 PDKN
24
dimana:
Li = Peluang masyarakat bersedia (bernilai 1) atau tidak bersedia
(bernilai 0) membayar adanya biaya pengelolaan PLTAL.
β0 = Intersep
β1-3 = Koefisien dari regresi
PDPT = Tingkat Pendapatan (Rp/bulan)
JT = Jumlah Tanggungan (orang)
PDKN = Tingkat Pendidikan (tahun)
Terdapat tiga variabel yang diduga dapat mempengaruhi peluang
bersedianya masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Variabel
tersebut adalah tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan.
Sifat hubungan variabel terdiri dari dua jenis yaitu berpengaruh positif dan
berpengaruh negatif.
Variabel yang diduga berpengaruh postif adalah tingkat pendapatan dan
tingkat pendidikan. Tingkat pendapatan diduga akan mempengaruhi besarnya
peluang kesediaan membayar, semakin tinggi tingkat pendapatan yang dimiliki
maka peluang untuk membayar akan semakin besar. Variabel pendidikan juga
diduga akan mempengaruhi besarnya peluang membayar, semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi pula peluang kesediaan membayar.
Variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap besarnya peluang
kesediaan membayar adalah variabel jumlah tanggungan. Masyarakat yang
memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih sedikit diduga peluang kesediaan
membayarnya akan semakin besar.
b. Estimasi Nilai WTP menggunakan CVM
Besarnya nilai WTP dapat diketahui menggunakan pendekatan CVM.
Secara umum analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama yaitu:
1. Identifikasi barang dan jasa
Mengestimasi besarnya WTP digunakan untuk mengetahui tingkat kesediaan
membayar masyarakat untuk mempertahankan manfaat yang dihasilkan akibat
adanya penerangan yang bersumber dari PLTAL. Nilai WTP yang dihasilkan
oleh tiap perwakilan kepala rumah tangganya akan dijadikan acuan untuk biaya
pengelolaan PLTAL per bulannya.
25
2. Konstruksi skenario hipotetik
Skenario hipotetik sangat berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan
pada analisis CVM. Skenario hipotetik dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: Kondisi lampu jalan sebagai fasilitas penerangan publik di Desa
Toyopakeh tidak berfungsi secara maksimal dikarenakan kurangnya
ketersediaan pasokan listrik di Pulau Nusa Penida. Keberadaan PLTAL yang
dibangun oleh PT.T-Files memberikan 25 titik penerangan jalan di daerah Desa
Toyopakeh. Penerangan tersebut menerangi Dermaga Toyopakeh, daerah
pemakaman, lokasi penyimpanan rumput laut, dan warung-warung yang berada
di tepi pantai. Adanya manfaat penerangan yang dihasilkan PLTAL tersebut
diharapkan dapat berlangsung dalam jangka panjang, oleh karena itu
diperlukan upaya untuk tetap menjaga keberlangsungan PLTAL. Salah satu
upaya tersebut adalah menentukan besarnya biaya pengelolaan PLTAL yang
didapatkan menggunakan konsep WTP masyarakat. Besarnya nilai WTP ini
dapat dijadikan besarnya iuran per kepala keluarga per bulan untuk biaya
pengelolaan PLTAL. Pengelolaan PLTAL dilakukan oleh kelompok
masyarakat Desa Toyopakeh.
3. Elisitasi nilai moneter
Setelah masyarakat diberikan gambaran mengenai manfaat PLTAL, untuk
mendapatkan nilai WTP maka masyarakat diberikan pertanyaan mengenai
kesediaannya untuk berkontribusi memberikan sejumlah uang dalam upaya
pegelolaan PLTAL. Apabila bersedia maka masyarakat diberikan pertanyaan
berapakah besar WTP yang bersedia dibayarkan untuk biaya pengelolaan
PLTAL per kepala rumah tangga dalam satu bulannya, dalam hal ini digunakan
format payment card karena dianggap lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Payment card merupakan salah satu metode yang dapat menghilangkan bias
titik awal karena dalam metode ini telah disediakan beberapa nilai yang dapat
dipilih langsung oleh masyarakat. Nilai yang ditawarkan adalah Rp 5.000,
Rp 10.000, Rp 15.000, dan Rp 20.000. Penentuan nilai tersebut berdasarkan
tarif penerangan jalan umum menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014 yaitu sebesar Rp 997
per kilowatthour.
26
c. Perhitungan WTP dengan Metode Non-Parametrik
Setelah mendapatkan nilai WTP yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat
maka selanjutnya adalah memperkirakan nilai rataan WTP. Menurut Fauzi (2014),
perhitungan nilai rata-rata WTP dapat dilakukan dengan pendekatan non-
parametrik. Beberapa metode non-parametrik yang cukup dikenal adalah metode
Turnbull, Kaplan-Meir-Turnbull (K-M-T), dan Spearmen-Karber (SK).
Pendekatan ini mengandalkan distribusi jawaban “ya” dan “tidak” dari responden
terhadap respons pertanyaan lelang (bid).
Langkah-langkah untuk menggunakan metode Turnbull, Haab dan
McConnel (2002) dalam Fauzi (2014) adalah sebagai berikut:
1. Hitung distribusi Fj menggunakan formula
dimana Fj adalah
distribusi responden yang menjawab “tidak”, Nj adalah respon “tidak” untuk
nilai lelang j dan Yj adalah respon “ya” untuk nilai lelang j. Total respon adalah
Tj = Nj + Yj.
2. Bandingkan nilai Fj dan Fj+1 dimulai dengan nilai lelang terendah
3. Jika Fj+1 > Fj perhitungan rataan WTP dapat dilanjutkan menggunakan formula
E(WTP) metode Turnbull.
4. Jika Fj+1 < Fj, gabungkan (pooled) nilai lelang ke j dan j+1 menjadi satu nilai
lelang dengan batas bawah dan batas atas lelang adalah (Bj , Bj+1). Kemudian
hitung nilai
, dengan kata lain menghilangkan nilai lelang
Bj+1 dan menggabungkan dengan nilai lelang Bj.
5. Lanjutkan menghitung WTP menggunakan formula E(WTP) jika distribusi
sudah terlihat meningkat secara monotonik (monotonically increasing).
6. Gunakan nilai maksimum distribusi = 1 yang menunjukkan tidak ada
responden yang ingin membayar lebih dari nilai lelang maksimum.
Mengetahui distribusi responden yang menjawab “tidak” untuk metode
Turnbull atau jawaban “ya” untuk metode K-M-T, maka akan dapat menentukan
batas bawah dari WTP (lower bound WTP) dan nilai rataan WTP. Nilai lower
bound WTP untuk metode Turnbull dihitung dengan formula sebagai berikut.
27
∑
∑
Sementara formula nilai rataan WTP untuk metode Kaplan-Meir-Turnbull:
∑
Perhitungan rataan WTP dengan metode Spearman-Karber (SK) secara prinsip
sama dengan metode K-M-T, yakni menggunakan respon jawaban “ya” terhadap
bid yang ditawarkan. Formula menghitung WTP dengan metode SK adalah:
∑
Setelah didapatkan dugaan nilai rataan WTP maka pendugaan total WTP
dapat dihasilkan. Total WTP adalah dugaan rataan WTP dikalikan dengan jumlah
kepala keluarga (KK), rumus total WTP yaitu:
dimana:
TWTP = Total WTP (Rp)
EWTP = Dugaan rataan WTP (Rp)
4.5.3 Analisis Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL Nusa Penida
Menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL Nusa Penida
dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Menganalisis skema pengelolaan
dan pengembangan ini dilakukan agar PLTAL Nusa Penida dapat dikelola dengan
baik dan digunakan secara berkelanjutan oleh masyarakat Desa Toyopakeh. Data
yang digunakan untuk menganalisis skema ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer berasal dari hasil wawancara terhadap pihak PT.T-Files, tokoh
masyarakat Desa Toyopakeh, dan beberapa pihak pemerintahan seperti P3GL dan
P3TKEBTKE. Sedangkan data sekunder berasal dari artikel dan laporan mengenai
PLTAL Nusa Penida. Data yang telah dikumpulkan akan disusun dalam bentuk
skema yang menggambarkan alur dan keterkaitan pihak-pihak yang terlibat
beserta perannya dalam pembangunan PLTAL. Pada skema pengelolaan dan
pengembangan terdapat pula rekomendasi untuk keberlanjutan PLTAL di Selat
Nusa Penida.
V GAMBARAN UMUM
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Pulau Nusa Penida merupakan pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau
Bali. Secara geografis pulau tersebut berbatasan dengan Selat Badung di sebelah
utara dan barat, Selat Lombok di sebelah timur, dan Samudera Indonesia di
sebelah selatan. Terdapat pulau-pulau kecil yang berada di dekat Pulau Nusa
Penida yaitu Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Nusa Lembongan. Daerah
kepulauan ini adalah bagian dari wilayah Kecamatan Nusa Penida, yang
merupakan kecamatan terluas dari tiga kecamatan lainnya di Kabupaten
Klungkung, Provinsi Bali. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten
Klungkung, secara administrasi Kecamatan Nusa Penida terdiri dari enam belas
desa dan 79 banjar desa dengan 37 desa adat. Empat belas desa dari enam belas
desa tersebut berada di Pulau Nusa Penida. Salah satu desa yang terletak di Pulau
Nusa Penida adalah Desa Toyopakeh, desa terkecil yang berada di pulau tersebut.
Gambar 3 Peta Pulau Nusa Penida
29
Desa Toyopakeh yang memiliki luas wilayah 4.7 kilometer persegi
merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata
Kabupaten Klungkung. Terdapat cruiser besar yang datang ke perairan Selat
Toyopakeh, cruiser itu akan merapat ke pontoon yang bernama Quicksilver
dengan membawa turis rata-rata 200 orang perhari. Desa Toyopakeh memiliki
delapan artshop yang setiap harinya dikunjungi oleh para turis yang datang
menggunakan jukung dari pontoon Quicksilver.
Karakteristik pantai Desa Toyopakeh adalah pantai berpasir yang terdiri dari
pasir kasar dan berwarna putih kekuningan tersusun dari rombakan terumbu
karang dan pecahan cangkang binatang laut. Bentuk kawasan pantai ini landai
dengan sudut antara dua derajat hingga tiga derajat sehingga dimanfaatkan
masyarakat sebagai kawasan pemukiman dan budidaya rumput laut. Pemukiman
masyarakat sebagian besar dibangun dengan menggunakan batubata berwarna
putih dari material dasar dolomit. Hampir di sepanjang perbatasan pantai di
daerah Toyopakeh dibangun penahan gelombang setinggi dua meter sejajar
dengan garis pantai. Bangunan penahan gelombang dibuat untuk menangkal
abrasi serta melindungi kawasan pemukiman dan jalan raya di sepanjang Desa
Toyopakeh.
Selat Nusa Penida, selat yang berada di dekat Desa Toyopakeh memiliki
karakteristik curam dan dalam. Arus yang berada pada selat tersebut merupakan
arus yang kuat sehingga dapat menggerus beragam material yang tumbuh pada
dasar laut. Hal tersebut mengakibatkan terumbu karang yang tumbuh di dalam
Selat Nusa Penida tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Beberapa
jenis terumbu karang yang dapat dikenali adalah Pectinia lactuca, Acropora
pulchra, Pseudosiderastrea tayami, dan jenis lainnya.
Berdasarkan data administrasi, jumlah penduduk yang berada di desa ini
berjumlah 905 jiwa dan terbagi menjadi 200 kepala keluarga. Desa ini merupakan
satu-satunya desa dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam.
Terdapat enam pamong desa yang menangani pemerintahan Desa Toyopakeh.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung tahun 2014, sarana dan
prasarana yang disediakan di Desa Toyopakeh yaitu tempat peribadahan berupa
masjid dan pura, terdapat dua bangunan sekolah berupa bangunan Sekolah Dasar
30
dan Taman Kanak-Kanak, sarana publik lainnya adalah pasar umum, tempat yang
menjadi pusat perdagangan di Desa Toyopakeh. Jumlah rumah makan yang
terdapat di Desa Toyopakeh sebanyak sepuluh bangunan, rumah makan tersebut
terletak berjajar ditepi pantai. Selain rumah makan, jenis mata pencaharian
masyarakat adalah membuka warung, terdapat tiga puluh warung yang tersebar di
Desa Toyopakeh.
Sebagai daerah kepulauan kecil, akses utama menuju Pulau Nusa Penida
yang berada di sebrang lautan dari daratan Bali yaitu melalui jalur laut. Terdapat
beberapa pilihan transportasi laut yang tersedia mulai dari jukung-jukung, speed
boat, dan kapal Ferry Roro. Titik keberangkatan dari pulau daratan Bali terdapat
di Padang Bai, Tri Buana, Banjar Bias, Kusamba, dan Sanur. Titik pemberhentian
di Pulau Nusa Penida pun sebagian besar berpusat di bagian utara dan timur
pulau, sedangkan bagian selatan dan barat berbatasan langsung dengan tebing
curam dan ombak yang besar. Terdapat enam titik pendaratan di Pulau Nusa
Penida yaitu Pelabuhan Nusa Penida, Pelabuhan Buyuk, Pelabuhan Tambak,
Pelabuhan Kantor Camat, Toyapakeh, dan Banjar Nyuh.
5.2 PT.T-Files
PT.T-Files Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang desain dan
teknologi produksi yang berdiri sejak tahun 2009. Salah satu bidang usahanya
adalah membangun pembangkit listrik berbasis kelautan di Indonesia. Visi dari
perusahaan ini adalah menjadi perusahaan energi alternatif yang memiliki
komitmen penuh untuk menyediakan energi non-konvensional kepada dunia.
Terdapat empat misi yang dimiliki PT.T-Files Indonesia untuk mewujudkan
visinya. Pertama, membantu pemerintah untuk menyediakan pasokan listrik untuk
penggunaan rumah tangga dan industri. Kedua, menunjukkan kepada masyarakat
Internasional bahwa Indonesia memiliki partisipasi aktif dalam aplikasi teknologi
untuk mengambil manfaat dari keberadaan sumber daya alam. Ketiga,
berpartisipasi dalam penelitian energi alternatif di Indonesia. Keempat,
mengurangi polusi dari sumber energi fosil.
Pada tahun 2009 setelah mengembangkan proyek percontohan dari turbin
arus laut di Pulau Nusa Penida, Kementerian Energi Sumberdaya dan Mineral
31
memberikan sertifikasi Proven Technology. Pada tahun 2011, tim T-Files
menjuarai Mandiri Young Technopreneur yang diadakan oleh Bank Mandiri. Saat
ini, Bank Mandiri memberikan dana CSR untuk mengembangkan kembali
PLTAL di Pulau Nusa Penida.
Salah satu produk yang dihasilkan PT.T-Files untuk pembangkit listrik
berbasis kelautan adalah turbin. Tipe turbin yang digunakan untuk PLTAL di
Nusa Penida yaitu turbin Gorlov (Gambar 4). Turbin yang berbahan material
fiberglass epoxy ini memiliki efisiensi sebesar 30 persen dengan diameter satu
meter dan tinggi 1.2 meter. Hasil energi listrik yang berasal dari energi gerak
turbin kemudian akan disalurkan ke generator dengan desain seperti Gambar 5.
Tipe generator yang digunakan adalah permanent magnet generator dengan
diameter rotor satu meter, panjang dan lebar 1.2 meter. Secara umum, generator
adalah alat yang dapat memproduksi arus listrik. Arus listrik yang diproduksi oleh
generator tersebut dapat mencapai 20.000 Volt Ampere (VA), namun rata-rata
arus listrik yang diproduksi sebesar 10.000 VA.
5.3 Karakteristik Responden
Perolehan data mengenai karakteristik umum responden masyarakat Desa
Toyopakeh diperoleh melalui survei langsung berdasarkan hasil wawancara
terhadap 41 responden. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa
Toyopakeh yang telah merasakan manfaat dari keberadaan penerangan PLTAL.
Karakteristik sosial ekonomi responden dibedakan berdasarkan jenis kelamin,
Gambar 4 Turbin gorlov Gambar 5 Generator
32
usia, lama tinggal, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, dan
tingkat pendapatan.
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, akan tetapi
perbandingan dengan laki-laki tidak berbeda jauh. Masyarakat dengan jenis
kelamin perempuan yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 21
orang, sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 20 orang.
Jenis kelamin dapat mempengaruhi besarnya nilai WTP yang akan diberikan. Hal
tersebut dikarenakan secara umum cara berpikir, perilaku, reaksi dan persepsi
antara perempuan dan laki-laki berbeda. Perempuan lebih berpikir panjang dalam
mengeluarkan uangnya, sedangkan laki-laki lebih mudah mengeluarkan uangnya
jika hal tersebut memang benar-benar dibutuhkan. Sebagian besar responden
perempuan tidak bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL, berbanding
terbalik dengan responden laki-laki yang sebagian besarnya memilih bid yang
lebih tinggi yaitu Rp 20.000.
Responden yang merasakan manfaat dari penerangan PLTAL berkisar
antara usia dibawah 20 tahun hingga usia di atas 49 tahun. Responden yang
Gambar 7 Persentase sebaran WTP berdasarkan usia
0%
2%
5%
7%
10%
0%
2%
5%
2%
7%
2%
0%
10% 10%
7%
0% 0%
5%
2%
0% 0%
5%
2%
12%
2%
< 20 tahun 20 - 29 tahun 30 - 39 tahun 40 - 49 tahun > 49 tahun
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
20%
5% 2%
7%
17%
12%
0%
7% 10%
20%
Perempuan Laki-laki
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
Gambar 6 Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis kelamin
33
memiliki usia dibawah 20 tahun bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL
dengan pilihan bid sebesar Rp 10.000.
Hampir semua responden di Desa Toyopakeh merupakan penduduk asli dan
hanya ada tiga orang saja yang status kependudukannya sebagai pendatang. Hasil
persentase lama tinggal selaras dengan persentase umur responden. Sekitar 7
persen responden yang sudah tinggal di Desa Toyopakeh kurang dari 20 tahun,
seluruhnya bersedia untuk membayar biaya pengelolaan WTP, besarnya bid yang
dipilih yaitu pada rentang Rp 5.000 hingga Rp 10.000. Berbeda dengan responden
lainnya yang sudah tinggal di Desa Toyopakeh lebih dari 20 tahun, besarnya bid
yang dipilih sangat beragam.
Tingkat pendidikan terakhir menunjukkan tingkat pola pemikiran yang
dimiliki responden dalam menanggapi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan saat wawancara. Hal ini juga dapat berpengaruh terhadap kebersediaan
dan besarnya nilai yang diberikan oleh responden untuk membayar pengelolaan
PLTAL Nusa Penida. Responden masyarakat Desa Toyopakeh yang mengikuti
12%
7%
5%
0% 0%
5%
0%
2% 2%
0%
10%
7%
0%
12%
0% 0%
2%
0%
5%
0%
2%
7%
5%
12%
2%
Tidak Tamat SD SD SMP SMA S1
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
Gambar 9 Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendidikan
0%
2%
5%
7%
10%
2% 2% 2% 2%
7%
5%
0%
7%
10%
7%
0% 0%
5%
2%
0% 0%
7%
2%
10%
2%
< 20 tahun 20 - 29 tahun 30 - 39 tahun 40 - 49 tahun > 49 tahun
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
Gambar 8 Persentase sebaran WTP berdasarkan lama tinggal
34
masa pendidikan kurang dari enam tahun memiliki persentase tidak bersedia
membayar yang lebih tinggi. Responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA
seluruhnya bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL, besarnya biaya yang
bersedia dibayarkan berada di rentang Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Responden
dengan tingkat pendidikan S1 lebih bersedia untuk memilih bid tertinggi.
Responden yang tidak memiliki jumlah tanggungan bersedia membayar
biaya pengelolaan dengan rentang bid Rp 5.000 hingga Rp 10.000. Responden
yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka pendapatan yang diperolehnya
akan digunakan untuk memenuhi konsumsi dan kebutuhan sehari-sehari anggota
keluarga. Jumlah tanggungan pun akan mempengaruhi besarnya nilai yang akan
diberikan responden untuk pengelolaan PLTAL. Jumlah tanggungan meliputi
keluarga dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu atap.
Jenis pekerjaan akan berkaitan dengan besarnya kebutuhan listrik terutama
penerangan di malam hari. Jenis pekerjaan yang membutuhkan penerangan di
0%
7%
15%
2% 2%
5%
2%
0%
5%
7%
12%
5%
0% 0%
2%
5%
0%
10%
12%
7%
Tidak ada 1-2 orang 3-4 orang >4 orang
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
Gambar 10 Persentase sebaran WTP berdasarkan jumlah tanggungan
5%
0%
7%
5%
0%
7%
0%
2%
0%
2%
0%
5%
2%
5%
15%
2%
5%
0% 0%
2%
0% 0%
2% 2%
5%
7%
10%
0%
5%
2%
Petani Rumput
Laut
ABK Wirausaha Petani Swasta Lain-lain
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
Gambar 11 Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis pekerjaan
35
malam hari maka akan mempengaruhi besarnya nilai kebersediaan untuk
membayar pengelolaan PLTAL Nusa Penida. Responden yang merasakan manfaat
dari adanya penerangan PLTAL adalah responden yang memiliki pekerjaan
sebagai petani rumput laut, anak buah kapal, wirausaha, swasta, petani, dan
pekerjaan lainnya. Terdapat beberapa responden yang bekerja sebagai petani
rumput laut tidak bersedia membayar, namun beberapa responden lainnya
bersedia untuk membayar tawaran bid yang paling tinggi. Responden dengan jenis
pekerjaan ABK lebih memilih untuk bersedia membayar, begitupun dengan
responden yang bekerja di swasta. Responden wirausaha sebagian besar bersedia
untuk membayar, sedangkan yang tidak bersedia membayar adalah responden
yang membuka usahanya jauh dari sumber penerangan PLTAL.
Tingkat pendapatan sangat berpengaruh terhadap besarnya WTP yang akan
diberikan. Semakin besar pendapatan yang didapatkan maka kemungkinan untuk
memberikan nilai WTP pun akan lebih besar. Responden yang memiliki tingkat
pendapatan dibawah Rp 500.000 perbulan lebih banyak untuk tidak bersedia
membayar. Responden dengan pendapatan Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000
perbulan lebih banyak untuk bersedia membayar. Responden yang memiliki
pendapatan lebih tinggi seluruhnya bersedia untuk membayar biaya pengelolaan
PLTAL. Pada selang pendapatan Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000 perbulan
besarnya bid yang dipilih beragam yaitu antara Rp 5.000 hingga Rp 20.000,
sedangkan responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.500.000 perbulan
memilih bid tertinggi.
Gambar 12 Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendapatan
22%
2% 0% 0%
2% 2% 5%
0%
10% 12%
5% 2%
0%
5% 2%
0%
7% 7% 5%
10%
≤ Rp 500 rb > Rp 500 rb - Rp 1 jt > Rp 1 jt - Rp 1,5 jt > Rp 1,5 jt
Tidak bersedia membayar Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 20.000
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Manfaat PLTAL Bagi Masyarakat Desa Toyopakeh
Nusa Penida adalah sebuah pulau yang terpisah di sebelah tenggara Pulau
Bali. Pulau Nusa Penida memiliki penduduk dengan mayoritas beragama Hindu,
namun terdapat sebuah desa dimana mayoritas penduduknya beragama Islam
yaitu Desa Toyopakeh. Aktivitas masyarakat menjadi keunikan tersendiri dalam
menghidupkan suasana pesisir pantai. Pemuda-pemuda yang bekerja di bidang
wisata memperlihatkan bentuk koordinasi yang unik dalam melaksanakan
pekerjaannya. Koordinasi tersebut dilakukan dengan cara menggerakan tangan
yang menunjukkan sebuah kode informasi tugas dari jarak jauh. Selain itu, lalu
lalang kapal di Selat Badung menjadi pemandangan rutin aktivitas wisatawan
yang berkunjung sejak matahari terbit hingga matahari tepat di atas kepala.
Suasana pantai pun dihidupkan oleh keberadaan warung-warung makan yang
berjajar di sepanjang tepi pantai. Warung-warung makan tesebut dikunjungi oleh
warga sekitar yang hanya sekedar ingin membeli makan bahkan para pendatang
maupun turis yang ingin menikmati masakan daerah sambil duduk di tepi pantai.
Kehidupan tersebut terjadi hingga matahari tenggelam diikuti dengan sibuknya
para nelayan yang melabuhkan kapalnya di atas pasir putih.
Kehidupan pantai seakan hilang saat malam datang. Hal ini disebabkan oleh
persoalan klasik yang sering terjadi di desa tersebut yaitu mati listrik. Daerah
sekitar Desa Toyopakeh ini tergolong dalam wilayah yang sering mengalami
pemadaman listrik bergilir dari PT. PLN. Persoalan tersebut terpusat pada
keterbatasan kapasitas listrik PLN di pulau ini yaitu sebesar 3.6 MW yang berasal
dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Kutampi dan Jungut Batu.
Terdapat tiga buah pembangkit di Pulau Nusa Penida, ketika terjadi kerusakan di
salah satu pembangkit maka warga harus rela merasakan hidup sementara tanpa
listrik. Minimnya ketersediaan listrik juga menyebabkan penerangan jalan dan
area publik sangat terbatas. Desa Toyopakeh salah satu tempat berlabuhnya speed
boat dan jukung yang membawa pendatang dari arah Pulau Bali, dan tempat
dengan penduduk yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan rumput laut. Aktivitas
37
laut tersebut dapat berhenti ketika senja mulai terbenam di ufuk barat, sehingga
suasana malam hari di wilayah pinggir pantai menjadi sunyi dan gelap gulita.
Saat ini masalah kegelapan dan kesunyian mulai teratasi. Deburan suara
ombak, suara hewan nocturnal, dan titik-titik sinar di sepanjang tepi pantai sudah
dapat menyambut penumpang speed boat dan jukung yang datang dari arah Pulau
Bali di malam hari. Titik-titik sinar sebanyak 25 titik disepanjang tepi pantai
tersebut berasal dari instalasi sederhana yang dipasang di pinggir tembok
Dermaga Toyopakeh. Instalasi dengan kontruksi rangka besi berwarna jingga
memiliki bagian yang masuk ke bawah permukaan laut dimana di bawahnya
terdapat turbin berdiameter satu meter. Turbin akan berputar apabila terdapat
dorongan dari arus laut. Perputaran tersebut akan menggerakkan pipa besi yang
terhubung pada generator yang terletak di atas permukaan laut. Instalasi sederhana
itu merupakan PLTAL. Listrik yang dihasilkan dari PLTAL tersebut sebesar 10
kW dan mampu memberikan penerangan di sepanjang satu kilometer pantai Desa
Toyopakeh. Terdapat sepuluh lampu jalan yang terpasang dekat pemukiman
warga dan lima belas lampu jalan di sekitar Dermaga Toyopakeh. Keberadaan
PLTAL telah memberikan penerangan yang bermanfaat bagi masyarakat berupa
manfaat ekonomi dan manfaat sosial budaya.
6.1.1 Manfaat Ekonomi
Manfaat ekonomi merupakan bentuk eksternalitas positif yang dirasakan
oleh masyarakat Desa Toyopakeh akibat dibangunnya PLTAL yang menjadi
sumber arus listrik untuk penerangan jalan dan ruang publik. Manfaat ekonomi
PLTAL adalah manfaat yang berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat.
Manfaat ekonomi dirasakan oleh petani rumput laut, pemilik warung, dan pemilik
kapal. PLTAL telah menghidupkan fungsi dari keberadaan penerangan lampu
jalan yaitu meningkatkan kegiatan pada malam hari di sektor ekonomi.
Tabel 4 Manfaat ekonomi
No Jenis Manfaat Ekonomi Penerima Manfaat
1 Mempermudah jukung dan speed boat bersandar di malam hari
- nelayan
- awak kapal
2 Meningkatkan efektivitas kerja pengikatan rumput laut - petani rumput laut
3 Mempermudah monitoring kapal yang sedang bersandar - nelayan
- pemilik kapal
4 Memudahkan bongkar muat kapal - nelayan
5 Warung buka lebih malam - wirausaha
38
Toyopakeh, salah satu titik pemberhentian dalam aktivitas penyebrangan
yang berangkat dari Pulau Bali menuju Pulau Nusa Penida. Pekerjaan dalam
penyediaan transportasi penyebrangan laut ini menjadi salah satu mata
pencaharian masyarakat Desa Toyopakeh. Manfaat penerangan dari PLTAL
dirasakan oleh awak-awak kapal saat kapalnya masih berlayar di malam hari.
Lampu-lampu yang berjajar sepanjang satu kilometer tersebut membantu awak
kapal menandai lokasi untuk melabuhi kapalnya. Sebelum 25 lampu PLTAL
terpasang, jadwal berlabuhnya kapal di Desa Toyopakeh yaitu pagi, siang dan
sore, apabila terjadi keterlambatan keberangkatan kapal dari Pulau Bali maka
kapal penyebrangan tersebut enggan untuk berlabuh di Toyopakeh saat malam.
Selain tempat pemberhentian penyebrangan, Desa Toyopakeh adalah salah
satu daerah penghasil rumput laut di Pulau Nusa Penida. Penjemuran rumput laut
masih dilakukan secara tradisional. Rumput laut dijemur kurang lebih selama dua
hari dengan dialasi terpal yang dibentangkan di atas pasir pantai. Gambar
penjemuran rumput laut dapat dilihat di Lampiran 5. Terdapat dua jenis rumput
laut yang dihasilkan yaitu jenis Eucheuma cottonii dikenal warga dengan sebutan
bulung gondrong dan jenis Eucheuma spinosum atau biasa disebut bulung biasa.
Para petani rumput laut biasanya melakukan pemanenan dan penanaman
rumput laut saat kondisi laut surut, namun ada kalanya air laut surut pada saat
malam hari. Disisi lain, para petani rumput laut kerap menghentikan aktivitasnya
ketika malam datang. Hal tersebut mengakibatkan adanya penundaan aktivitas
pekerjaan yang dialami oleh para petani rumput laut. Lokasi pengumpulan rumput
laut berada di sekitar Dermaga Toyopakeh. Lampu penerangan jalan yang telah
terpasang disekitar dermaga tersebut membantu para petani dalam meningkatkan
efektivitas kerjanya yaitu melakukan pengikatan bibit rumput laut di malam hari.
Bibit rumput laut diikat dengan tali rapia pada tali ris yang membentang
sepanjang 30 meter per ris, jarak antara bibit yang diikatkan pada tali ris sekitar
25 cm, setelah semua ris terisi oleh bibit rumput laut selanjutnya akan dipasang di
pantai pada keesokan paginya.
Profesi lainnya yang selalu melekat pada masyarakat pesisir adalah sebagai
nelayan. Bagi para nelayan yang memiliki jukung, adanya penerangan dari lampu
PLTAL yang terletak di pinggir pantai dekat dengan pemukiman dapat membantu
39
mereka dalam memonitoring keberadaan jukungnya yang sedang bersandar di
pinggir pantai saat malam hari, terutama saat laut sedang pasang. Selain itu, para
nelayan yang datang melaut pada malam hari mengakui adanya manfaat yang
dirasakan dari keberadaan lampu PLTAL tersebut yaitu mempermudah nelayan
untuk membongkar barang dari kapal saat malam hari.
Mata pencaharian masyarakat Desa Toyopakeh selain kegiatan melaut
adalah wirausaha. Salah satu jenis wirausaha yang dilakukan masyarakat yaitu
membuka warung makan di tepi pantai. Warung tersebut akan tutup sebelum
malam mulai larut. Adanya penerangan pinggir pantai di malam hari membuat
masyarakat senang berkumpul bersama di tepi pantai lebih lama. Hal tersebut
dimanfaatkan oleh para wirausaha untuk membuka warungnya lebih lama.
Manfaat ekonomi dari adanya penerangan bukan hanya dirasakan pemilik warung,
berkumpulnya para pemuda di tepi pantai menghasilkan manfaat lain yaitu
manfaat sosial budaya.
6.1.2 Manfaat Sosial Budaya
Manfaat sosial budaya muncul dari adanya perubahan berdasarkan perasaan
yang dirasakan masyarakat berupa rasa aman, keselamatan, peningkatan aktivitas
sosial dan ritual keagamaan. Hal tersebut merupakan bentuk eksternalitas positif
yang dihasilkan secara tidak langsung oleh penerangan lampu jalan yang
bersumber dari PLTAL. Manfaat sosial budaya dirasakan para pemuda, warga
yang senang memancing, dan warga yang ingin melaksanakan ritual agama di
malam hari.
Tabel 5 Manfaat sosial budaya No Jenis Manfaat Sosial Budaya Penerima Manfaat
1 Aktivitas sosial di malam hari
- pemuda
- masyarakat
2 Memudahkan aktivitas memancing - masyarakat yang hobi
memancing
3 Pembuangan abu jenazah - masyarakat Hindu
Manfaat sosial budaya salah satunya dirasakan oleh para pemuda.
Penerangan lampu PLTAL di tepi pantai menjadi lokasi yang memfasilitasi area
ruang publik untuk meningkatkan aktivitas sosial masyarakat khususnya para
pemuda. Perbincangan santai di pinggir pantai menjadi aktivitas yang dilakukan
oleh pemuda ketika malam hari. Pemuda merupakan kader masyarakat yang
diidentikan dengan kata perubahan. Adanya peningkatan aktivitas sosial yang
40
dilakukan oleh pemuda diharapkan membawa manfaat positif agar terbentuk
kader-kader masyarakat yang dapat membangun daerahnya.
Aktivitas lain yang senang dilakukan oleh beberapa masyarakat pada malam
hari adalah memancing disekitar Dermaga Toyopakeh. Pencarian ikan dilakukan
saat air laut sedang surut sehingga para pemancing dapat mengintip kesela-sela
karang dimana ikan bersembunyi. Lampu PLTAL disekitar dermaga
mempermudah pemancing untuk melihat ikan yang sedang bersembunyi.
Penerangan yang biasa digunakan sebelum lampu PLTAL terpasang yaitu
menggunakan senter atau petromax.
Desa Toyopakeh merupakan desa dengan mayoritas penduduknya menganut
agama Islam, namun desa-desa lain di Pulau Nusa Penida memiliki mayoritas
penduduk yang beragama Hindu. Masyarakat Hindu memiliki tradisi dalam
menjalankan ritual keagamaannya, salah satu ritual yang banyak dikenal oleh
kalangan wisatawan yaitu prosesi pembakaran jenazah, Ngaben. Upacara Ngaben
dilakukan dengan meletakkan jenazah ke tempat pembakaran jenazah kemudian
dibakar hingga menjadi abu, abu tersebut akan disimpan sementara atau langsung
dibuang ke laut oleh keluarga jenazah. Dermaga Toyopakeh menjadi tempat
lokasi pembuangan abu oleh masyarakat umat Hindu yang tinggal disekitar
dermaga tersebut. Keberadaan lampu dermaga meningkatkan keberanian beberapa
warga yang ingin membuang abu jenazah keluarganya di malam hari.
6.1.3 Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan yang dimaksud adalah berdasarkan pengamatan
langsung selama penelitian dan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya
mengenai dampak lingkungan yang diakibatkan oleh PLTAL. Perbandingan yang
digunakan adalah penelitian Boehlert GW dan Andrew BG yang berjudul
Environmental and Ecological Effects of Ocean Renewable Energy Development
a Current Synthesis, U.S Department of Energy (DOE) dengan judul Report to
Congress on the Potential Environment Effects of Marine and Hydrokinetic
Energy Technologies, dan skripsi Asruldin Azis dengan judul Studi Pemanfaatan
Energi Listrik Tenaga Arus Laut di Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB.
41
Tabel 6 Kemungkinan dampak lingkungan PLTAL
No Kemungkinan Dampak Lingkungan PLTAL Nusa Penida
Boehlert GW dan Andrew BG (2010)
1 Pelampung, kabel, turbin dan perangkat lainnya akan merubah
habitat pelagis X
2 Belitan kabel dapat terjadi karena adanya serangan bawah laut
dan tabrakan dengan hewan laut X
DOE (2009)
3 Operasional kapal selam angkatan laut dapat terpengaruh karena
adanya bangunan di dasar laut X
4 Struktur bawah laut dapat mempengaruhi habitat dan perilaku
ikan X
5 Perangkat-perangkat seperti rotor, kabel, dan sejenisnya dapat
menjadi hambatan pergerakan air sehingga mengurangi
kecepatan air, hal tersebut akan mempengaruhi transportasi dan
pengendapan sedimen
X
6 Pemasangan perangkat dalam skala besar dapat menyebabkan
perubahan sirkulasi sehingga berpengaruh pada perubahan
masukan nutrisi dan kualitas air yang bisa berakibat pada
eutrofikasi, hipoksia, dan berdampak pada makanan akuatik
√
7 Jumlah dan jenis substrat dasar terganggu karena pemasangan
tiang dan kabel di dasar laut X
8 Mengubah habitat bentik X
9 Suara bawah laut yang dihasilkan selama instalasi dan
pengoperasian perangkat energi laut berpotensi untuk
mengganggu hewan laut berkomunikasi atau dapat mengusir
hewan tersebut dari area instalasi, atau dapat merusak
pendengaran mereka
X
10 Turbin yang berputar dapat melukai hewan laut √
Azis (2010)
11 Gangguan visual karena menggunakan kabel dan tiang listrik di
atas laut X
12 Penggunaan rotor turbin yang bisa menabrak ikan dan mamalia
laut, namun ini kecil kemungkinannya √
13 Dapat merusak konstruksi dasar laut misalnya pengeboran dari
peletakan kabel dan bangunan, sehingga menyebabkan
kerusakan habitat
X
Keterangan : √ = memiliki kemungkinan ; X = tidak memiliki kemungkinan
Kemungkinan terjadinya dampak lingkungan yang dihasilkan dari
keberadaan PLTAL di Nusa Penida adalah kecil. Hal tersebut dikarenakan bahwa
pembangunan PLTAL Nusa Penida tidak mengapung di atas laut yang
membutuhkan konstruksi penahan di dasar laut. Pengeboran dan penanaman alat
berat di dasar laut dapat menyebabkan kerusakan habitat di dasar laut, sedangkan
PLTAL Nusa Penida tidak membutuhkan hal tersebut karena bangunan turbin
dipasang di pinggir bangunan dermaga.
42
Belitan kabel yang berada di bawah laut dapat terjadi karena akan adanya
serangan bawah laut dan tabrakan hewan laut. Pembangunan tiang listrik dan
kabel yang berada di atas laut juga dapat menimbulkan gangguan visual. Namun
permasalahan belitan kabel di dasar laut dan gangguan visual tersebut tidak akan
terjadi karena kabel PLTAL Nusa Penida ditanaman disekitar dermaga dan
disepanjang bangunan penahan gelombang.
Kemungkinan dampak lingkungan dari keberadaan PLTAL Nusa Penida
yaitu perputaran rotor turbin dapat menimbulkan pencampuran salinitas dan
gradien suhu air laut yang berpengaruh pada perubahan masukan nutrisi dan
kualitas air, namun apabila jumlah turbin berada pada skala kecil maka
diharapkan perubahan yang terjadi dapat hilang dengan cepat. Dampak lainnya
yaitu hewan-hewan laut yang sedang berenang di dekat turbin dapat terseret dan
hanyut terkena pisau turbin yang sedang berputar, hal tersebut dapat membuat
hewan laut itu menderita cedera ataupun kematian, namun terlukanya hewan laut
tidak akan terjadi apabila perputaran turbin memiliki kecepatan yang mungkin
dapat dihindari oleh hewan laut tersebut.
Berdasarkan hasil uraian di atas menunjukkan bahwa saat ini PLTAL di
Nusa Penida memiliki kemungkinan kecil untuk menghasilkan dampak
lingkungan. Selain itu, PLTAL merupakan energi terbarukan yang memanfaatkan
arus laut yaitu sumberdaya yang tidak ada habisnya, sehingga meskipun memiliki
kemungkinan dampak lingkungan, pembangunan PLTAL memiliki kelebihan
dibandingkan pembangkit listrik konvensional. Kelebihan PLTAL adalah:
1. Sumber energi didapatkan secara gratis dari alam sehingga biaya operasinya
cenderung lebih rendah.
2. Tidak memancarkan dan menghasilkan polutan seperti CO2, NO2, dan SO2.
3. Tidak mengeluarkan limbah berbahaya.
4. Memiliki frekuensi rendah kebisingan.
43
6.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL
6.2.1 Analisis Peluang Kesediaan Membayar (WTP) Masyarakat
Analisis peluang kesediaan membayar masyarakat meliputi bersedia atau
tidak bersedianya mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya pengelolaan PLTAL
yang saat ini sudah memberikan manfaat berupa penerangan jalan. Mayoritas
masyarakat menyatakan bersedia membayar untuk pengelolaan PLTAL. Sebanyak
75,61 persen responden masyarakat yang menyatakan bersedia, sisanya 24,39
persen menyatakan tidak bersedia membayar.
Model regresi logit digunakan untuk melihat besarnya peluang kesediaan
masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Setelah diketahui tingkat
kesediaan membayar maka diperlukan juga analisis uji kelayakan model atau
goodness of fit pada model regresi logit tersebut, hasil output analisis regresi logit
dengan SPSS 16.0 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada output Block 0 atau blok beginning terdapat tabel Variables in the
Equation yang menghasilkan nilai signifikansi 0,002 dengan Exp(B) sebesar 3,1.
Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan menggunakan model sederhana
(hanya melibatkan konstanta saja), mampu memberikan penjelasan bahwa
proporsi bersedia membayar adalah 3,1 kali dari proporsi tidak bersedia
membayar tanpa dilibatkan variabel lain.
Block 1 adalah tahap memasukkan variabel independen ke dalam model
dengan metode enter. Pada tabel Omnibus Tests of Model Coefficients hasil
signifikansi model menunjukkan tingkat signifikansi 0,002, karena p-value < 0,05
(taraf nyata 5%) maka hipotesis nol harus ditolak. Hal ini dapat diartikan bahwa
terdapat variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap peluang bersedia atau
tidak bersedianya masyarakat membayar biaya pengelolaan PLTAL. Variabel itu
adalah tingkat pendapatan, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan.
24,39%
75,61%
Tidak Bersedia
Bersedia
Gambar 13 Persentase kesediaan membayar responden
44
Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa hampir secara keseluruhan model yang
disusun mempunyai hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel
tidak bebasnya (respon) dan model layak digunakan dengan tingkat kepercayaan
95 persen.
Nilai signifikansi Nagelkerke R Square menunjukkan tingkat keragaman
dari variabel yang dapat dijelaskan oleh model. Pada tabel Model Summary nilai
Nagelkerke R Square sebesar 0,463 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
keragaman variabel bebas dari kesediaan membayar WTP yaitu variabel tingkat
pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Ketiga variabel tersebut
dapat menjelaskan kemungkinan masyarakat bersedia membayar WTP untuk
pengelolaan PLTAL sebesar 46,3 persen.
Terlihat dari tabel Hosmer and Lemeshow test bahwa nilai signifikansi
berdasarkan Uji Hosmer dan Lemeshow adalah 0,484 yang berarti lebih besar dari
0,05 (tolak hipotesis nol), maka model regresi yang disusun telah mampu
menjelaskan atau memprediksi nilai observasi atau data dengan tingkat
kepercayaan 95%. Berdasarkan Classification Table pengujian analisis logit
menggunakan metode enter menghasilkan nilai overall percentage sebesar 82,9
persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa model regresi logistik yang digunakan
telah cukup baik karena mampu menebak 82,9 persen dari kondisi yang
sebenarnya.
Model regresi logit dibangun oleh variabel dependen (respon) dan variabel
independen (bebas). Variabel respon dalam penelitian ini berupa pilihan nominal
yaitu bersedia atau tidak bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL. Regresi
variabel respon yang bernilai nominal tersebut menggunakan nilai dummy satu
atau nol. Nilai satu diberikan kepada masyarakat yang bersedia membayar dan
nilai nol diberikan kepada masyarakat yang tidak bersedia membayar. Variabel
independen yaitu tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan.
Variabel independen yang berpengaruh terhadap besarnya peluang
kesediaan membayar masyarakat Desa Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan
PLTAL dapat dilihat pada Tabel 7 atau pada tabel Variables in the Equation yang
terdapat pada Lampiran 1.
45
Tabel 7 Variabel yang mempengaruhi kesediaan membayar maksimum
pengelolaan PLTAL
Variabel Koefisien Sig. Exp(B) Keterangan
Konstanta -1.920 .187 .147
Pendapatan .000 .098* 1.000 Berpengaruh nyata*
Tanggungan -.115 .722 .891 Tidak berpengaruh nyata
Pendidikan .255 .074* 1.291 Berpengaruh nyata*
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 10%
Tabel 7 tidak memiliki variabel dummy, hanya terdiri dari tiga variabel
bebas yaitu tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan hasil dari regresi logistik yang telah terbentuk di atas tidak bisa
langsung diinterpretasikan dari nilai koefisiennya seperti dalam regresi linier
biasa. Interpretasi bisa dilakukan dengan melihat nilai dari Exp (B) atau nilai
eksponen dari koefisien persamaan.
Berdasarkan Tabel 7 di atas, variabel yang berpengaruh nyata terhadap
kesediaan membayar adalah tingkat pendapatan. Hal tersebut berkaitan dengan
kemampuan ekonomi masyarakat dalam membayar biaya pengelolaan PLTAL.
Variabel tingkat pendapatan memiliki Sig sebesar 0,098 yang artinya peubah
tersebut berpengaruh nyata terhadap peluang masyarakat untuk bersedia
membayar biaya pengelolaan PLTAL pada taraf nyata α = 10 persen. Exp (B) atau
odds ratio sebesar 1,000 artinya masyarakat yang memiliki jumlah pendapatan
besar memiliki peluang bersedia membayar WTP yang sama dengan peluang
tidak bersedia membayar, dengan perkataan lain bahwa masyarakat dengan
pendapatan besar maupun kecil bersedia untuk membayar WTP.
Variabel independen lainnya yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan
membayar adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan terakhir menunjukkan
tingkat pola pemikiran yang dimiliki masyarakat. Hal ini juga dapat berpengaruh
terhadap kebersediaan masyarakat untuk membayar pengelolaan PLTAL Nusa
Penida. Variabel tingkat pendidikan memiliki Sig sebesar 0,074 yang artinya
peubah tersebut berpengaruh nyata terhadap peluang masyarakat untuk bersedia
membayar biaya pengelolaan PLTAL pada taraf nyata α = 10 persen. Exp (B) atau
odds ratio sebesar 1,291 artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki
maka peluang masyarakat untuk bersedia membayar WTP lebih besar 1,291 kali
46
dibandingkan tidak bersedia membayar, dengan kata lain masyarakat yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung bersedia membayar WTP.
Variabel lain tidak berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan
masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Hal tersebut diduga
karena peluang pengambilan keputusan untuk bersedia membayar biaya
pengelolaan PLTAL tidak dipengaruhi secara nyata oleh jumlah tanggungan.
6.2.2 Estimasi Nilai WTP Masyarakat
Setelah menganalisis peluang kesediaan membayar masyarakat Desa
Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan PLTAL maka selanjutnya adalah
mengetahui berapa besar biaya yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat
menggunakan analisis WTP. Biaya yang ditawarkan merupakan biaya yang
bersedia dibayar oleh masyarakat setiap bulannya per kepala rumah tangga. Hal
tersebut dapat memperlihatkan seberapa besar masyarakat menginginkan adanya
pengelolaan PLTAL secara bekerlanjutan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan CVM untuk mengestimasi nilai
WTP masyarakat terhadap pengelolaan PLTAL. Masyarakat diberikan informasi
terlebih dahulu mengenai manfaat adanya PLTAL yang saat ini telah memberikan
penerangan disepanjang satu kilometer pantai saat malam hari. Selanjutnya,
masyarakat diajukan pertanyaan untuk memilih nilai WTP yang bersedia mereka
bayar setiap bulannya. Nilai WTP didapatkan dengan menggunakan teknik
payment card,
Nilai WTP yang diajukan sebesar Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 15.000, dan Rp
20.000. Dasar dari besarnya nilai yang diajukan yaitu hasil perhitungan biaya
beban PLTAL berdasarkan kapasitas PLTAL yang terpakai dengan pendekatan
tarif tenaga listrik untuk penerangan jalan sesuai dengan Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014.
Perhitungan pendekatan tarif dapat dilihat di Lampiran 3.
Perhitungan dugaan nilai rataan WTP dilakukan menggunakan pendekatan
non-parametrik yaitu dengan metode K-M-T, dan SK. Metode ini mengandalkan
distribusi jawaban “ya” dan “tidak” dari responden terhadap nilai bid yang
ditawarkan. Selain dapat menghitung nilai rataan WTP, dengan mengetahui
distribusi jawaban responden maka lower bound WTP dapat ditentukan. Metode
47
Turnbull mengandalkan distribusi jawaban “tidak” dari responden terhadap nilai
bid yang ditawarkan, perhitungan Metode Turnbull dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Perhitungan turnbull
Tabel 8 di atas menunjukkan distribusi “tidak” (Fj) terlihat meningkat
secara monotonik. Jumlah respon “tidak” menunjukan jumlah orang yang tidak
mau membayar bid yang ditawarkan. Terdapat sepuluh orang yang tidak mau
membayar apabila bid yang ditawarkan sebesar Rp 5.000, apabila bid yang
ditawarkan Rp 10.000 maka jumlah orang yang tidak mau membayar sebanyak
tujuh belas orang, begitupun seterusnya apabila bid yang ditawarkan semakin
tinggi maka jumlah orang yang tidak mau membayar akan semakin meningkat.
Nilai rataan WTP didapatkan dari perkalian bid dengan nilai fj*. Hasil rataan
WTP yang diperoleh sebesar Rp 9.268,293.
Tabel 9 akan menunjukkan perhitungan rataan WTP menggunakan metode
K-M-T dan S-K, pendekataan ini mengandalkan distribusi jawaban “ya” dari
responden terhadap nilai bid yang ditawarkan.
Tabel 9 Perhitungan K-M-T dan S-K
Sebagaimana terlihat pada Tabel 9 di atas, terdapat 31 orang yang bersedia
membayar apabila bid yang ditawarkan sebesar Rp 5.000 dan hanya akan ada 9
orang yang bersedia membayar apabila bid yang ditawarkan sebesar Rp 20.000.
Perhitungan WTP dengan metode K-M-T sama persis dengan metode Turnbull.
Perbedaan kedua metode tersebut terletak pada penggunaan respon “ya” yang
Bid
Jumlah Nj
(Respon
"tidak")
Total
respon
(Tj)
Distribusi
“Tidak”
(Fj)
Nilai fj* WTP
Turnbull
5.000 10 41 0,244 0,244 853,659
10.000 17 41 0,415 0,171 2.926,829
15.000 29 41 0,707 0,293 1.097,561
20.000 32 41 0,780 0,073 4.390,244
>20.000
1 0,220
Rataan WTP
9.268,293
Bid Jumlah
“ya”
Total
respon Share (Fj) Nilai fj* WTP KMT WTP SK
0
1 0,244 0 609,756
5.000 31 41 0,756 0,171 853,659 1.280,488
10.000 24 41 0,585 0,293 2.926,829 3.658,537
15.000 12 41 0,293 0,073 1.097,561 1.280,488
20.000 9 41 0,220 0,220 4.390,244 4.939,024
25.000
0 0
Rataan WTP
9.268,293 11.768,293
48
merupakan respon kebalikannya. Nilai rataan WTP menggunakan metode K-M-T
menunjukkan hasil yang sama dengan nilai rataan WTP Turnbull yaitu sebesar
Rp 9.268,293, sementara hasil perhitungan rataan WTP dengan metode S-K
menghasilkan nilai rataan WTP yang lebih besar yaitu Rp 11.768,293.
Besarnya tingkat kepercayaan terhadap pendugaan nilai rataan WTP yang
dihasilkan oleh distribusi Turnbull estimator dapat dihitung menggunakan
formula keragaman (variance). Besarnya nilai variance dalam penelitian ini
adalah 491.142,032 dan standard error yang merupakan akar dari variance
sebesar 700,815. Berdasarkan hasil tersebut, dengan selang kepercayaan 95 persen
maka untuk lower bound WTP menjadi 9.268,293 ± 1,96(700,815), dengan kata
lain bahwa nilai rataan WTP berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai
Rp 10.641,891. Salah satu kelebihan menggunakan pendugaan melalui lower
bound adalah terkait dengan distribusi Turnbull estimator dimana fj* terdistribusi
normal dan nilai bid tetap, sehingga rataan lower bound WTP juga normal.
Nilai selang WTP (EWTP) yang dihasilkan mencerminkan besarnya
kesediaan membayar masyarakat Desa Toyopakeh untuk biaya pengelolan
PLTAL di Nusa Penida setiap bulannya. Berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa masyarakat bersedia membayar biaya pengelolaan sebesar
Rp 7.894,695 hingga Rp 10.641,891 per kepala keluarga perbulan, dan hasil
pehitungan S-K menunjukkan bahwa masyarakat bersedia membayar biaya
pengelolaan sebesar Rp 11.768,293 per kepala keluarga perbulan.
Besarnya nilai WTP yang telah dihasilkan dapat digunakan sebagai iuran
untuk dijadikan dana pengelolaan PLTAL. EWTP terendah menunjukkan nilai
Rp 7.894,695 yang artinya tiap kepala keluarga mengeluarkan Rp 7.894,695 per
bulan untuk iuran mengelola PLTAL. Jumlah kepala keluarga yang berada di
Desa Toyopakeh sebanyak 200 orang, namun proporsi jumlah kepala keluarga
yang mau membayar iuran pengelolaan PLTAL yaitu sebanyak 151 orang.
Proporsi tersebut didapatkan dari jumlah responden yang mau membayar dibagi
dengan jumlah seluruh responden kemudian hasil tersebut dikalikan dengan
jumlah kepala keluarga yang berada di Desa Toyopakeh. Jumlah iuran
pengelolaan PLTAL yang didapat dalam setahun akan mencapai Rp 14.305.187.
Dana pengelolaan PLTAL yang didapatkan akan digunakan untuk biaya
49
operasional dan perawatan, serta biaya tenaga kerja pengelola. Biaya tersebut
dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini:
Tabel 10 Biaya Pengeluaran tiap Tahun
No Penggunaan Biaya Tahunan
1 Operasional dan Pemeliharaan Rp 5.000.000
2 Tenaga Kerja Rp 9.000.000
Total Pengeluaran Rp 14.000.000
Total Potensi Penerimaan Rp 14.305.187
Sisa Dana
(Total Penerimaan – Total Pengeluaran) Rp 305.187
Biaya operasional dan pemeliharaan terdiri dari biaya perawatan seperti
pemeriksaan berkala dalam perawatan baterai basah (accu), biaya peggantian suku
cadang, biaya monitoring, biaya perawatan rumah panel, dan lain-lain. PLTAL
tidak membutuhkan biaya pembelian bahan bakar yang besar karena bahan bakar
yang dibutuhkan tersedia oleh alam dengan jumlah tidak terbatas. Tenaga kerja
yang digunakan untuk mengelola PLTAL sebanyak satu orang dengan diberi upah
sebesar Rp 750.000 setiap bulannya. Berdasarkan Tabel 10, apabila iuran
pengelolaan PLTAL menggunakan nilai EWTP terendah maka masih
mendapatkan dana sisa sebesar Rp 305.187, dana tersebut dapat ditabungkan
untuk biaya penggantian perangkat utama dan perangkat listrik yang
membutuhkan biaya yang cukup besar. Perangkat utama seperti generator, turbin,
dan struktur penahan turbin perlu diganti dengan yang baru apabila sudah
mencapai umur teknis maksimalnya. Perangkat listrik pun perlu dilakukan
pembaruan seperti electrical control, mikro controller, aki, panel, kabel jaringan,
dan bohlam lampu jalan yang akan padam jika sudah melewati umur teknisnya.
6.3 Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL
PLTAL di Nusa Penida dapat beroperasi dengan arus laut sangat rendah,
bahkan hingga 0.5 meter perdetik dan memiliki kapasitas sepuluh kilowatt. Listrik
yang dihasilkan dapat memberikan penerangan pantai sepanjang satu kilometer.
Penerangan berasal dari 25 titik lampu yang dipasang di atas bangunan penahan
gelombang dan disekitar Dermaga Toyopakeh. Pembangunan PLTAL di kawasan
Nusa Penida dilakukan oleh perusahaan swasta bernama PT.T-Files yang
50
mendapatkan bantuan dana dari CSR Bank Mandiri. Saat ini PLTAL Nusa Penida
dibangun sebagai showroom energi laut yang terbarukan.
Sebelum dibangun PLTAL, beberapa lembaga telah membangun energi
listrik terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) maupun
Pembangkit Lisrik Tenaga Bayu (PLTB) untuk membantu mencukupi kebutuhan
listrik di wilayah Nusa Penida. Namun proyek-proyek tersebut berumur singkat
dan sudah tidak beroperasi. PLTAL yang telah dibangun sebaiknya dikelola
dengan baik dan dikembangkan agar mampu memberikan manfaat secara
berkelanjutan. Saat ini pengelolaan dan pengembangannya masih dibawah
PT.T-Files dan didanai CSR Bank Mandiri sehingga meskipun penerangan sudah
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membantu perekonomian mereka, saat
ini masyarakat tidak dikenakan biaya apapun dalam proses pembangunan PLTAL.
Operasional PLTAL sudah dapat berjalan dan memberikan manfaat
penerangan, namun pengelolaan dan pengembangan masih perlu dilakukan supaya
PLTAL tidak berumur singkat seperti proyek energi terdahulu. Terdapat beberapa
stakeholder yang telah dan dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam
proses pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Nusa Penida. Pada penelitian
ini, stakeholder dibagi menjadi lima jenis bagian yaitu pihak peneliti, pihak
perijinan, pihak pemberi dana, pihak pengembang, dan pihak masyarakat. Penulis
menggambarkan sebuah skema keterkaitan antar pihak dan masing-masing
perannya berdasarkan hasil pengamatan dan rekomendasi. Skema tersebut dapat
dilihat pada Gambar 14.
51
Gambar 14 Analisis dan rekomendasi skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL
Memberikan Dana Finansial
Pihak Pemberi Dana
Pihak Masyarakat
Membentuk Tim Pengelola
PLTAL
Pengelolaan dan Perawatan
PLTAL oleh Tim
Pengembangan PLTAL
Berkelanjutan secara Mandiri
WTP
(iuran)
Pihak Perijinan
Memberikan Izin Proyek
Pihak Pengembang
Membangun PLTAL
Operasional PLTAL
Pengecekan dan Evaluasi
Operasi Pembangkit
Penyesuaian Kapasitas sesuai
Rencana Pengembangan
Melatih Masyarakat dalam
Mengoperasikan Pembangkit
Penyerahan PLTAL kepada
Masyarakat
Mendapatkan Izin
Pembangunan
Survei Lapang
Pihak Peneliti
Melakukan Penelitian
Tim Dilatih untuk
Mengoperasikan Pembangkit
Pendampingan dalam
Mengembangankan PLTAL
52
6.3.1 Pihak Peneliti
Pihak peneliti adalah stakeholder yang melakukan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan metode-metode ilmiah.
Penelitian merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara
sistematis dan logis dengan tujuan untuk mendapatkan penemuan, pembuktian,
dan pengembangan. Hasil data yang diperoleh dari kegiatan penelitian dapat
digunakan untuk memperjelas suatu informasi yang tidak diketahui sebelumnya
dan kemudian menjadi tahu, meminimalkan atau menghilangkan kemungkinan
masalah yang dapat timbul, dan mengupayakan kemungkinan masalah tersebut
tidak terjadi.
Peran pihak peneliti berdasarkan skema di atas adalah melakukan penelitian
mengenai hal-hal yang dibutuhkan sebagai informasi dasar untuk membangun
PLTAL. Jenis penelitian yang dibutuhkan antara lain informasi mengenai arus laut
di Selat Nusa Penida dan teknologi pembangkit listrik yang akan digunakan. Hasil
data penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dasar dalam pemanfaatan energi
arus laut sebagai pembangkit listrik. Pihak peneliti yang berperan disini adalah
Lembaga Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL), Lembaga Puslitbang Teknologi
Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
(P3TKEBTKE), Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika (BPPT), dan
Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral.
6.3.2 Pihak Perijinan
Pihak perijinan adalah stakeholder yang memberikan izin berdasarkan
ketentuan hukum dan berperan sebagai penghubung antara pemerintah
administrasi dengan masyarakat. Perijinan merupakan persetujuan dari pihak yang
memiliki wewenang dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan antara
masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu yang ingin
melakukan aktivitas tertentu. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pengendalian
dan pengawasan demi mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas
tersebut terhadap kepentingan umum.
Peran pihak perijinan dalam penelitian ini adalah memberikan izin proyek
dalam membangunan PLTAL di Nusa Penida. Pihak perijinan yang telah
memberikan ijin pembangunan PLTAL ini terdiri dari Perangkat Daerah
53
Kabupaten Klungkung yaitu Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika,
Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda), Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat, Bupati
Kabupaten Klungkung, Kepala Kecamatan Nusa Penida, Kepala Desa Toyopakeh,
dan Pemangku Adat.
6.3.3 Pihak Pemberi Dana
Pihak pemberi dana adalah stakeholder baik dalam bentuk perorangan,
kelompok, ataupun lembaga yang memberikan dana berupa uang untuk
keberlangsungan suatu aktivitas tertentu. Pihak pemberi dana yang memberikan
bantuan dana hibah sebesar 1.946 miliar untuk pembangunan PLTAL di Nusa
Penida yaitu lembaga CSR dari Bank Mandiri. Inovasi PLTAL telah menjadi
program percontohan pengembangan energi terbarukan, sesuai dengan salah satu
pilar utama CSR Bank Mandiri yaitu melakukan penyediaan fasilitas ramah
lingkungan dalam bentuk pengembangan energi terbarukan.
6.3.4 Pihak Pengembang
Pihak pengembang adalah stakeholder yang berperan langsung dalam
pembangunan sebuah proyek, pihak tersebut merupakan pemilik, perancang, dan
pembangun proyek. Pihak pengembang yang berada dalam skema di atas adalah
PT.T-Files karena perusahaan inilah yang melakukan pembangunan PLTAL.
Berdasarkan pegamatan, terdapat beberapa tahap yang telah dilakukan oleh
PT.T-Files sebelum melakukan pembangunan PLTAL di Nusa Penida yaitu
melakukan survei lapang dan penelitian, mendapatkan izin pembangunan,
membangun PLTAL, dan sekarang perusahaan tersebut telah berhasil
mengoperasionalkan PLTAL di Selat Nusa Penida.
1. Survei Lapang
Tujuan pelaksanaan survei lapang adalah untuk memperoleh fakta dengan
mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan masalah lingkungan,
ekologis, pemukiman penduduk, keberadaan sarana dan infrastruktur,
kelembagaan, dan aktivitas ekonomi penduduk. Data dan informasi tersebut
berguna dalam mengidentifikasi kondisi, permasalahan, serta isu perencanaan
pembangunan PLTAL. Survei lapang ini dilakukan sebagai langkah awal untuk
54
melakukan penelitian, perencanaan, dan penyusunan strategi pembangunan
PLTAL.
2. Mendapatkan Izin Pembangunan
Demi keamanan dan kelancaran proses pembangunan suatu proyek
diperlukan surat-surat perizinan sebagai salah satu aspek hukum yang harus
dipenuhi, karena keberlangsungan suatu proyek dipengaruhi oleh keberadaan
unsur legalitas dari pembangunan proyek tersebut. Proyek yang memiliki legalitas
akan memperoleh perlindungan hukum sehingga dapat terhindar dari
permasalahan seperti penutupan, penertiban atau pembongkaran.
Pembangunan PLTAL di Nusa Penida telah mendapatkan perijinan dari
beberapa perangkat daerah. Bagian-bagian perangkat daerah yang telah
memberikan izin dapat dilihat pada penjelasan pihak perijinan. Selain melakukan
perijinan administrasi kepada perangkat daerah, perijinan kepada pemangku adat
dilakukan dengan cara mengikuti beberapa proses ritual upacara adat, gambar
proses upacara dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah mendapatkan perijinan
maka pembangunan PLTAL dapat dilakukan.
3. Membangun PLTAL
Pembangunan PLTAL telah melewati beberapa kali pengulangan dan
perubahan desain. Berawal dengan desain turbin yang dipasang dilaut lepas
menggunakan pelampung (bouyance), sedangkan inverter dan generator berada di
atas permukaan air. Desain terakhir adalah desain turbin yang dipasang disamping
Dermaga Toyopakeh. Kerangka PLTAL tersebut didalamnya terpasang turbin
yang posisinya berada dibawah permukaan laut, dan generator beserta inverter
berada di atas Dermaga Toyopakeh. Gambar pemasangan PLTAL dapat dilihat
pada Lampiran 5.
4. Operasional PLTAL
Arus laut yang memiliki energi kinetik menggerakkan turbin hingga
berputar secara terus menerus. Energi kinetik yang berasal dari arus laut tersebut
kemudian akan menghasilkan energi putar yang menggerakkan generator hingga
menjadi energi listrik. Kabel-kabel yang mengaliri listrik dari generator ditanam
disisi-sisi dermaga dan bangunan penahan ombak. PLTAL dengan desain terakhir
tersebut telah mampu menyalakan lampu sebanyak 25 lampu jalan. Lampu akan
55
menyala saat matahari mulai terbenam sekitar pukul 18.00 hingga matahari terbit
sekitar pukul 06.00.
5. Pengecekan dan Evaluasi
Setelah PLTAL berhasil dioperasikan maka selanjutnya diperlukan sistem
pengecekan dan evaluasi sistem operasional pembangkit. Hal ini ditujukan untuk
mengevaluasi apa saja yang harus diperbaiki dan ditambahkan apabila ada
kekurangan selama operasional PLTAL berjalan.
6. Penyesuaian Kapasitas
Penyesuaian kapasitas disini dimaksudkan untuk memaksimalkan energi
listrik yang dapat dihasilkan oleh turbin. Berdasarkan rencana pengembangan
PLTAL di Nusa Penida, energi listrik yang telah dihasilkan saat ini baru bisa
dimanfaatkan untuk fasilitas umum seperti penerangan jalan yang sudah dibahas
sebelumnya.
7. Pelatihan
Pelatihan yang diberikan kepada masyarakat dapat berupa prosedur
perawatan PLTAL sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), cara
penanggulangan kerusakan, dan pembukuan. Diadakannya pelatihan tersebut
diharapkan masyarakat terutama tim pengelola dapat mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya setelah PLTAL ini diserahkan kepada masyarakat.
8.Penyerahan
Setelah masyarakat membentuk tim pengelola dan mampu
mengoperasionalkan sistem pembangkit, maka PLTAL yang sudah dibangun oleh
PT.T-Files dapat diserahkan kepada masyarakat demi keberlangsungan PLTAL di
Nusa Penida.
9. Pendampingan
Pendampingan dalam rangka pengembangan PLTAL dapat dilakukan
dengan cara memonitoring dan mengevaluasi. Penyerahan PLTAL kepada
masyarakat tidak semata-mata melepaskan tugas begitu saja kepada masyarakat,
dibutuhkan monitoring dan evaluasi secara berkala dan sederhana seperti mencatat
setiap perkembangan. Keberlanjutan proyek pengembangan PLTAL sebagai
sebuah showroom energi laut didasarkan atas hasil monitoring dan evaluasi, hal
tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam
56
kerangka desa mandiri energi berjalan baik dan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
6.3.5 Pihak Masyarakat
Pihak masyarakat adalah kelompok masyarakat yang ikut serta dalam suatu
aktivitas yang dilakukan berdasarkan swadaya masyarakat. Peran masyarakat
sangat diperlukan untuk mewujudkan kerjasama kemitraan antara lembaga
tertentu baik pemerintah ataupun lembaga swasta dengan masyarakat setempat.
Peran pihak masyarakat dalam skema di atas adalah mengelola PLTAL yang
telah dibangun oleh PT.T-Files supaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
oleh masyarakat khususnya masyarakat Desa Toyopakeh. Bentuk peran yang
diberikan oleh masyarakat dapat berupa tenaga ataupun materi.
Bentuk tenaga adalah kelompok masyarakat yang bersedia memberikan
tenaganya untuk mengelola, merawat, dan mengembangkan PLTAL. Kelompok
masyarakat yang bersedia tersebut akan dibentuk menjadi tim pengelola PLTAL.
Setelah tim terbentuk maka PT.T-Files melakukan pendidikan dan pelatihan
bagaimana cara mengoperasikan PLTAL dan hal apa saja yang perlu diperhatikan
oleh tim, apabila tim sudah mampu dan siap untuk mengoperasikan PLTAL
sendiri maka PT.T-Files menyerahkan pelaksanaan pengelolaan PLTAL kepada
masyarakat. Tujuan penyerahan tugas dan tanggung jawab tersebut adalah
masyarakat Desa Toyopakeh mampu memenuhi kebutuhan listriknya secara
mandiri.
Bentuk materi adalah masyarakat berkontribusi dalam memberikan dana
untuk biaya pengelolaan PLTAL. Dana yang diberikan dapat berupa iuran
perbulan yang dibayarkan oleh tiap kepala keluarga berdasarkan hasil WTP yang
sudah didapatkan. Setiap rumah di Desa Toyopakeh diberikan surat
pemberitahuan terlebih dahulu bahwa akan diadakan iuran perbulan untuk
pengelolaan PLTAL dan 25 lampu jalan yang sudah terpasang di pinggir pantai.
Surat itu dapat berisikan apakah penghuni tiap rumah setuju untuk membayar
iuran tersebut, apabila setuju maka tiap-tiap rumah akan di data sebagai anggota
iuran. Pembaharuan data anggota iuran dapat dilakukan beberapa bulan sekali, hal
tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah anggota iuran sebelumnya masih
tetap bersedia menjadi anggota iuran ataukah terdapat anggota iuran yang baru.
57
Pembagian surat, pendataan dan penagihan iuran merupakan tugas tim pengelola
PLTAL, namun akan lebih mudah apabila tim pengelola dapat bekerjasama
dengan masing-masing RT di Desa Toyopakeh agar dapat diurus secara terpadu.
Iuran perbulan yang sudah dikumpulkan oleh tiap RT tersebut kemudian
disetorkan kepada tim pengelola. Keseluruhan dana yang sudah terkumpul dari
masyarakat digunakan untuk membayar biaya operasional dan pemeliharaan yang
berkelanjutan, serta biaya lainnya seperti upah tenaga kerja yang mengelola
PLTAL. Sisa dana yang berlebih dapat ditabungkan untuk biaya pengembangan
PLTAL seperti penambahan lampu jalan disekitar pasar dan jalan kendaraan,
penambahan turbin agar menghasilkan tambahan listrik, atau pembelian aki yang
memiliki kapasitas lebih besar supaya daya lisrik yang ditampung lebih banyak.
Pengembangan lain yang bisa dilakukan yaitu ketersediaan listrik dari
PLTAL dapat dijadikan sumber listrik rumah tangga cadangan apabila listrik dari
PLN padam, namun apabila ketersediaan listrik yang dihasilkan oleh PLTAL
sudah mampu menghasilkan daya listrik lebih besar dari PLN di daerah tersebut
maka PLTAL dapat menjadi sumber listrik utama. Disisi lain, pengembangan
PLTAL secara mandiri dapat membantu menjalankan salah satu program
pemerintah dalam memecahkan masalah penyediaan energi yaitu program desa
energi mandiri. Masyarakat menjadi stakeholder primer dalam pengembangan
PLTAL. Pengembangan yang dilakukan oleh masyarakat diharapkan dapat
menciptakan pembangunan yang didasarkan atas partisipasi aktif masyarakat.
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari
adanya penerangan PLTAL adalah mempermudah jukung dan speed boat
bersandar pada malam hari, meningkatkan efektivitas kerja pengikat rumput
laut, memudahkan monitoring kapal yang sedang bersandar, memudahkan
bongkar muat kapal, dan warung buka lebih malam. Manfaat sosial budaya
yang dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari penerangan PLTAL
adalah adanya aktivitas sosial di malam hari, mempermudah aktivitas
memancing, dan mempermudah dilakukannya pembuangan abu jenazah saat
malam hari. PLTAL di Nusa Penida saat ini memiliki kemungkinan dampak
lingkungan yang kecil terutama dampak lingkungan terhadap laut karena
bangunan PLTAL tidak berada di atas laut lepas yang membutuhkan konstruksi
penahan di dasar laut.
2. Peluang kesediaan membayar dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat
pendidikan. Berdasarkan distribusi Turnbull estimator, nilai WTP responden
Desa Toyopakeh berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai Rp 10.641,891 per
kepala keluarga per bulan, sedangkan berdasarkan perhitungan Spearmen-
Karber nilai rata-rata WTP sebesar Rp 11.768,293 per kepala keluarga
perbulan.
3. Terdapat lima jenis pihak yang dibagi dalam penelitian ini yaitu pihak peneliti,
pihak perijinan, pihak pemberi dana, pihak pengembang, dan pihak
masyarakat. Masing-masing pihak memiliki peran dalam mengelola dan
mengembangkan PLTAL. Saat ini PLTAL masih dikelola langsung oleh
perusahaan swasta yaitu PT.T-Files, yang merupakan pihak pengembang.
59
7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil dan pembahasan dalam
penelitian ini adalah:
1. Pengelolaan PLTAL diperlukan agar manfaat yang dihasilkan dapat terus
dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh secara berkelanjutan. Disamping
itu untuk meningkatkan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat maka
diperlukan penambahan jumlah pemasangan turbin untuk mengoptimalkan
potensi arus laut yang ada, serta menambahkan jumlah lampu jalan di daerah
yang merupakan fasilitas umum untuk memaksimalkan daya listrik yang
dihasilkan. Daerah fasilitas umum tersebut dapat berupa jalan umum dan pasar.
2. Hasil nilai WTP dapat digunakan sebagai dasar besarnya iuran pengelolaan
PLTAL yang dibayarkan oleh kepala keluarga setiap bulannya kepada tim
pengelola.
3. Pengelolaan PLTAL dapat diserahkan kepada masyarakat dengan didampingi
PT.T-Files sebagai pendamping dalam beberapa tahun pertama. Pengelolaan
oleh masyarakat tersebut bertujuan demi keberlangsungan PLTAL dan demi
terbentuknya Desa Mandiri Energi sesuai dengan tujuan pemerintah.
4. Dibutuhkan pembentukan design kelembagaan yang baik untuk pengembangan
PLTAL di Nusa Penida supaya berkelanjutan. Selain itu, dibutuhkan pula
penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya dampak lingkungan
yang akan terjadi apabila dilakukan pembangunan PLTAL dalam skala besar di
Nusa Penida.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi RK. 2011 Sep 19. Kebutuhan listrik tumbuh 5.500 MW per tahun. Kompas
Online [Internet]. [diunduh 2014 Feb 10]. Tersedia pada:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/19/16025971/Kebutuhan
Listrik Tumbuh 5.500 MW Per Tahun.
Administrator. [tahun tidak diketahui]. PT.T-Files Indonesia pioneer
pengembangan PLTAL. Listrik Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Feb 3].
Tersedia pada : http://listrikindonesia.com/pt__tfiles_indonesia_pioneer_
pengembangan_pltal__ 374.htm.
Akhadi M. 2009. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam
Pemanfaatan Sumber-sumber Energi. Ed ke-1. Yogyakarta(ID) : Graha
Ilmu.
Azis A. 2010. Studi pemanfaatan energi listrik tenaga arus laut di Selat Alas
Kabupaten Lombok, NTB [skripsi]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Azis MF. 2006. Gerak air di laut. Oseana. 31(4):9-21.
[BBC] British Broadcasting Corporation (GB). 2013 Mar 26. Listrik arus laut
untuk bantu penduduk desa di Bali dan Lombok. BBC [Internet]. [diunduh
2014 Jan 29]. Tersedia pada : http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/
2013/03/130326_iptek_itb_tenagaarus.shtml.
Boehlert GW, Andrew BG. 2010. Environmental and ecological effects of ecean
renewable energy development a current synthesis. Oceanography.
23(2):68-81.
[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2014. Kecamatan Nusa Penida dalam angka.
Klungkung (ID) : BPS Kabupaten Klungkung.
Budhiana N. 2012 Feb 18. Proyek listrik miliaran di Nusa Penida terbengkalai.
Antara News. Business.
Budiarta IK. 2014 Jan 21. Listrik Nusa Penida ibarat piala bergiilir. Nusa Penida
Post. Sosial Budaya.
Bupati Klungkung. 2008. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 8
Tahun 2008.
[DEN] Dewan Energi Nasional (ID). 2014. Outlook Energi Indonesia.
[DOE] Department of Energy (US). 2009. Report to congress on the potential
environmental effects of marine and hydrokinetic energy technologies.
Erwandi. 2005 Ags 29. Sumber energi arus: alternatif pengganti bbm, ramah
lingkungan, dan tebarukan energi. Kompas [Internet]. Tersedia pada :
http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi? artikel&1125749769&4.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
61
Fauzi A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan. Bogor (ID) : IPB Pr.
Firdaus AM. 2014. Analisis kebijakan ekonomi pengembangan energi arus laut di
Selat Madura, Provinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
Gulo W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta (ID) : Grasindo.
Hadi S, Radjawane IM. 2011. Arus Laut. Bandung (ID) : ITB Pr.
Harjanto NT. 2008. Dampak lingkungan pusat listrik tenaga fosil dan prospek
PLTN sebagai sumber energi listrik nasional. 1(1):39-51.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID) : IPB Pr.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ID). 2014. Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09
Tahun 2014. Jakarta (ID) : KESDM.
Lubis S. 2012 Feb 14. Prospek energi arus laut sebagai sumber tenaga listrik di
selat-selat antar pulau sunda kecil, Indonesia. Media Penyaluran Informasi
Sains dan Teknologi [Internet]. [diunduh 2014 Apr 23]. Tersedia pada :
http://harmanatsoroako. com/2012/ 02/14/prospek-energi-arus-laut-sebagai-
sumber-tenaga-listrik/.
Masduki, A et al. 2010. Penelitian potensi energi arus laut sebagai sumber energi
baru terbarukan. Perpustakaan Pusat Penelitian Geoteknologi [Internet].
[diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada : http://opac.geotek.lipi.go.id/index.
php?p= show_ detail&id=3439.
Noor J. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah.
Jakarta (ID) : Kencana Prenada Media Group.
Nuriadi L. 2012. Evaluasi pengelolaan terumbu karang di kawasan konservasi laut
daerah Pulau Biawak dan sekitarnya Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa
Barat [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Permadi A. 2011. Sistem kelembagaan dan nilai kebersediaan membayar
masyarakat terhadap keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) Cisalamir [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
[Pusdatin ESDM] Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral.
2010. Indonesia Energy Outlook 2010.
Putri EIK, Ismail A, Wijayanti P, Butenzorgy M, Maresfien N. 2010. Modul
Kuliah Ekonomi Lingkungan. Bogor (ID) : ESL IPB.
[RI] Republik Indonesia. 2006. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-
2025.
[RI] Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional.
[RI] Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
62
[RI] Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2007 Tentang Energi.
Rosadi D. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R :
Aplikasi untuk Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan. Yogyakarta (ID) :
Andi.
Setiawan A. 2014 Jan 15. Kisah Mita dan rekannya sukses kembangkan
pembangkit listrik arus laut. Detik Finance [Internet]. [diunduh 2014 Jan
29]. Tersedia pada : http://finance.detik.com/read/2014/01/15/142424/
2467748/480/kisah-mita-dan-rekannya-sukses-kembangkan-pembangkit-
listrik-arus-laut.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung
(ID) : Alfabeta.
Wahyuni KI. 2012. Eksternalitas positif banjir kanal barat Jakarta sebagai potensi
wisata air [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Wiriyanto B. 2014 Jan 5. Listrik padam, sebelas penerbangan delay. Bali Post
[Internet]. [diunduh 2014 Apr 13]. Tersedia pada : http://balipost.com/read/
headline/2014/01/05/564/listrik-padam-sebelas-penerbangan-delay.html.
Woro SL. 2011. Analisis kepemilikan sepeda motor pada rumah tangga di
Kabupaten Buleleng menggunakan model regresi logistik [tesis]. Denpasar
(ID) : Universitas Udayana.
Yuningsih Ai, Achmad M. 2011. Potensi energi arus laut untuk pembangkit
tenaga listrik di kawasan pesisir Flores, NTT. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelauan Tropis. 3(1):13-25.
65
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 41 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 41 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 41 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak mau membayar 0
mau membayar 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
pilihan
Percentage Correct
tidak mau membayar mau membayar
Step 0 pilihan tidak mau membayar 0 9 .0
mau membayar 0 32 100.0
Overall Percentage 75.6
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant 1.131 .364 9.679 1 .002 3.100
Variables not in the Equationa
Score df Sig.
Step 0 Variables pendapatan 6.601 1 .010
tanggungan .217 1 .641
pendidikan 8.598 1 .003
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
Lampiran 1 Hasil Output SPSS
66
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 15.268 3 .002
Block 15.268 3 .002
Model 15.268 3 .002
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 30.286a .311 .463
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 7.496 8 .484
Classification Tablea
Observed
Predicted
pilihan Percentage
Correct tidak mau membayar mau membayar
Step 1 pilihan tidak mau membayar 6 4 60.0
mau membayar 3 28 90.3
Overall Percentage 82.9
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a pendapatan .000 .000 2.731 1 .098 1.000
tanggungan -.115 .324 .127 1 .722 .891
pendidikan .255 .143 3.182 1 .074 1.291
Constant -1.920 1.455 1.742 1 .187 .147
a. Variable(s) entered on step 1: pendapatan, tanggungan, pendidikan.
67
Variance
( ) ∑
∑∑
( ) ∑
( )
Standard eror = √
Selang kepercayaan 95% , maka lower bound WTP 9.268,293 ± 1.96 (700,815)
Jadi, nilai rataan WTP berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai Rp 10.641,891
Lampiran 2 Penghitungan WTP
68
PLTAL menggunakan daya untuk penerangan jalan yang sudah terpasang saat ini
sebesar 2 kW. Penerangan jalan menyala selama 11 jam perhari. Kapasitas
maksimum daya listrik yang dapat dihasilkan oleh PLTAL sebesar 10 kW.
Berdasarkan Permen ESDM No 09 Tahun 2014 menetapkan bahwa tarif golongan
P-3/TR yaitu untuk keperluan penerangan jalan sebesar Rp 997/kWh.
Biaya beban listrik PLTAL dengan 2 kW
(11 jam x 30 hari) x 2 kW x Rp 997 kWh = Rp 658.020 per bulan
Biaya bebn listrik PLTAL apabila kapasitas maksimum digunakan
(11 jam x 30 hari) x 10 kW x Rp 997 kWh = Rp 3.290.100 per bulan
Desa Nusa Penida memiliki 200 Kepala Keluarga, apabila biaya pengelolaan
PLTAL dikenakan per Kepala Keluarga maka :
Berdasarkan PLTAL 2 kW
= Rp 3.290/KK/bln ~ Rp 5.000/KK/bln
Berdasarkan PLTAL 10 kW
= Rp 16.451/KK/bln ~ Rp 20.000/KK/bln
Lampiran 3 Penghitungan Pendekatan Harga Tarif
69
No Pilihan Pendapatan
(Rp)
Tanggungan
(orang)
Pendidikan
(tahun)
1 1 500,000 4 9
2 1 1,000,000 3 12
3 0 500,000 3 9
4 1 1,500,000 1 12
5 1 1,500,000 3 12
6 1 1,500,000 5 9
7 1 2,500,000 1 12
8 1 600,000 2 6
9 1 1,500,000 0 12
10 1 2,300,000 1 5
11 1 3,000,000 1 6
12 1 500,000 3 12
13 1 800,000 5 12
14 1 1,000,000 4 15
15 1 700,000 5 6
16 1 500,000 5 12
17 1 1,500,000 2 6
18 1 600,000 5 12
19 1 600,000 3 12
20 1 1,500,000 2 9
21 1 900,000 4 6
22 1 3,000,000 2 12
23 1 150,000 4 6
24 1 2,500,000 6 12
25 1 1,500,000 5 6
26 0 500,000 2 0
27 1 1,000,000 2 3
28 0 150,000 2 2
29 0 500,000 6 3
30 0 500,000 3 0
31 0 1,000,000 3 6
32 0 500,000 2 6
33 0 500,000 3 9
34 0 200,000 4 4
35 1 500,000 3 4
36 1 500,000 3 3
37 1 900,000 0 5
38 1 700,000 3 12
39 1 300,000 0 5
40 1 300,000 4 3
41 0 200,000 4 6
Lampiran 4 Data Responden
70
Pemukiman masyarakat Warung-warung
Dermaga Toyopakeh Bangunan penahan gelombang
Quicksilver dan jukung-jukung
Penjemuran rumput laut
Speedboat – Transportasi penyebrangan
Lampiran 5 Data Dokumentasi
71
Upacara sebelum pembangunan PLTAL Pemasangan turbin
Panel PLTAL Bangunan PLTAL
Lampu jalan PLTAL yang terpasang disepanjang tepi pantai
Lampu PLTAL
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bontang, 4 Agustus 1992 dari Bapak Subhan Perkasa
Sumadilaga dan Ibu Eti Rochati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Bandung dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, pada tahun 2010 penulis aktif di Organisasi
Mahasiswa Daerah Paguyuban Mahasiswa Bandung (OMDA PAMAUNG) dan
menjadi pengurus pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2010 penulis juga mulai
aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) hingga saat
ini, menjadi Kepala Departemen Kewirausahaan pada masa kepengurusan 2012-
2013 dan Kepala Bidang Eksternal pada masa kepengurusan 2013-2014. Penulis
juga aktif di Himpunan Profesi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan yaitu Resource and Environmental Economics Student Association
(REESA) sebagai anggota Divisi Enterpreneurship (E-Ship) pada kepengurusan
2011-2012 dan menjadi Badan Pengawas Reesa pada kepengurusan 2012-2013.