EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED
INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP
DAN KETERAMPILAN BERPIKIR ILMIAH
PADA TOPIK KACAMATA DAN LUP
Elok Nur Fauzia
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran
inkuiri terbimbing (guided inquiry) pada topik kacamata dan lup serta respon siswa
terhadap pembelajaran. Efektivitas dilihat dari peningkatan penguasaan konsep
siswa sebelum dan sesudah pembelajaran serta aspek keterampilan berpikir ilmiah
yang dapat dilatihkan. Dengan model quasi experiment one group pretest posttest
yang dilengkapi analisis deskriptif, data yang diperlukan adalah penguasaan konsep
siswa sebelum dan sesudah dilakukan treatment, keterampilan berpikir ilmiah dan
respon siswa terhadap pembelajaran. Data diperoleh dengan teknik observasi, tes,
dan angket. Penelitian dilakukan di kelas X MIA 4 SMA Negeri 2 Malang yang
terdiri dari 26 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dengan hasil
Cohen’s d-effect size sebesar 3.23, dan rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0.57.
Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatihkan tujuh macam aspek keterampilan
berpikir ilmiah siswa. Berdasarkan respon siswa, pembelajaran di kelas lebih
menyenangkan serta dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.
Kata kunci: inkuiri terbimbing (guided inquiry), efektivitas, keterampilan berpikir
ilmiah, penguasaan konsep, kacamata dan lup
Fisika berupaya mendidik siswa berilmu dan memiliki keterampilan
unggul, melatih melakukan penelitian sesuai proses ilmiah, memiliki sifat ilmiah,
mampu bekerjasama, serta mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan nyata.
Karena itu, belajar fisika merupakan proses aktif yang harus dilakukan oleh
siswa. Salah satu pokok bahasan fisika yang akrab dengan kehidupan manusia
adalah alat optik. Topik kacamata dan lup merupakan contoh dari alat optik yang
dibahas di bagian awal pembelajaran (Serway dan Jewett, 2004). Dalam pokok
bahasan ini siswa dituntut untuk dapat menganalisis cara kerja alat optik
menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa
serta menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip
pemantulan dan pembiasan cermin dan lensa (Permendiknas nomor 69, 2013).
Salah satu pembelajaran inkuiri yang diduga efektif untuk membelajarkan
topik kacamata dan lup adalah metode pembelajaran penemuan atau inkuiri
terbimbing (Guided Inquiry). Pembelajaran guided inkuiri adalah salah satu
pembelajaran yang disarankan ahli pendidikan untuk mencapai upaya tersebut.
Guided inquiry merupakan suatu rangkaian pembelajaran yang melibatkan
kemampuan siswa dalam mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
bantuan pertanyaan panduan (Wenning , 2005). Penelitian menunjukkan bahwa
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan, keterampilan proses, motivasi
dan pengalaman belajar siswa (Andriani, 2011; Suwasono, 2011; Lynn, 2012).
Penelitian lain menunjukkan bahwa inkuiri memberikan pengaruh terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa (Kholifudin, 2012; Deta, 2013).
Penelitian ini dimaksudkan untuk merancang pembelajaran kacamata dan
lup dengan inkuiri terbimbing dan melihat efektivitasnya untuk mencapai
kompetensi dalam menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat
pembiasan cahaya oleh lensa dan mendesain/merancang sendiri percobaan untuk
menyelidiki fenomena. Secara garis besar, rancangan pembelajarannya adalah
sebagai berikut.
Gambar 5.1 Diagram Kegiatan Pembelajaran
METODE
Penelitian ini menggunakan model penelitian quasi experiment One Group
Pretest-Posttest (Sugiyono, 2010) yang dilengkapi dengan analisis deskriptif.
Pretest dilaksanakan sebelum perlakuan diberikan, sedangkan posttest
dilaksanakan setelah perlakuan (pembelajaran dengan inkuiri terbimbing)
diberikan. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 2 Malang kelas X MIA 4
tahun ajaran 2013/2014 yang terdiri dari 8 laki-laki dan 18 perempuan.
Jenis data dalam penelitian ini mencakup data kuantitatif dan data
kualitatif. Data yang diperlukan adalah pemahaman konsep siswa sebelum dan
KEGIATAN
PENDAHULUAN
(klasikal)
KEGIATAN
INTI
(kelompok)
KEGIATAN
PENUTUP
(klasikal)
Menggali pengetahuan awal siswa, memberi permasalahan,
merumuskan masalah
Merancang penyelidikan, melaksanakan penyelidikan, diskusi,
mengkomunikasikan hasil secara lisan maupun tertulis
Membuat kesimpulan dan menggunakannya untuk
memecahkan permasalahan awal
sesudah dilakukan treatment, serta perkembangan keterampilan berpikir ilmiah
siswa. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest siswa. Data
kualitatif diperoleh dari catatan observer dan peneliti selama proses pembelajaran,
isian LKS dan angket respon siswa. Instrumen yang digunakan yaitu rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), soal tes untuk pretest dan posttest, lembar kerja
siswa (LKS), lembar pengamatan observer, dan angket respon siswa yang diisi di
akhir pembelajaran. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah berupa tes,
observasi, serta sebaran LKS dan angket. Pada teknik tes, dilakukan penyekoran
oleh dua korektor yang reabilitasnya datanya (skor 26 siswa) diukur dengan
Cohen’s kappa koefisien agreement.
Teknik analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif. Data
pelaksanaan pembelajaran, keterampilan berpikir ilmiah dan respon siswa
terhadap pembelajaran dianalisis secara deskriptif. Data penguasaan konsep siswa
pada topik kacamata dan lup berasal dari hasil pretest dan posttest yang dianalisis
menggunakan paired sample t-test untuk menguji ada tidaknya pengaruh suatu
perlakuan yang dikenakan pada kelompok objek penelitian. Kekuatan peningkatan
hasil dari pretest ke posttest diukur dengan Cohen’s d-effect size (Morgan, dkk,
2005) dan rata-rata gain ternormalisasi (Hake, 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada topik kacamata maupun lup yang
dilaksanakan pada prinsipnya sesuai dengan RPP yang telah disusun.
Perbedaannya terletak pada kegiatan inti, yakni pada tahap merancang dan
melaksanakan penyelidikan. Pada topik kacamata penyelidikan dilakukan dengan
kegiatan diskusi kelompok dengan pertanyaan pemandu, sedangkan pada topik
lup dilakukan praktikum kelompok. Secara umum siswa masih mengalami
kesulitan pada tahap manipulation dan generalization. Sebagian besar siswa
masih membutuhkan bimbingan dalam menjawab pertanyaan pemandu dalam
LKS. Pada tahap application, guru juga belum sempat meminta siswa untuk
menghubungkan kesimpulan dengan fenomena awal karena kendala waktu.
Penguasaan Konsep Siswa pada Topik Kacamata dan Lup
Penguasaan konsep siswa pada topik kacamata dan lup dilihat dari hasil
pretest dan posttest. Hasil tersebut disajikan dalam bentuk grafik sebaran (scatter
plot) seperti ditunjukkan pada Gambar 2, sedangkan hasil perhitungan statistik
deskriptif menggunakan SPSS 16 for Windows ditunjukkan pada Tabel 1.
Gambar 2. Grafik Sebaran (Scatter Plot) Skor Pretest dan Posttest Siswa
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif Frekuensi
Statistik Pretest Posttest
N Valid 26 26
Missing 0 0
Mean 48.69 77.85
Median 51.00 78.00
Std. Deviation 9.797 8.274
Skewness -.499 -.117
Std. Error of Skewness .456 .456
Minimum 28 60
Maximum 62 94
Percentiles 25 40.00 72.00
50 51.00 78.00
75 56.00 84.00
Nilai Skewness pada hasil pretest adalah -0.49 dan pada posttest adalah -
0.11. Nilai tersebut berada di dalam interval | | sehingga data dianggap
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Po
stte
st
Pretest
terdistribusi normal (Morgan, dkk, 2005). Data tersebut bisa diuji beda
menggunakan t-test, tepatnya paired sample t-test. Skor rata-rata pretest adalah
48.69 (SD=9.79), sedangkan rata-rata skor posttest adalah 77.84 (SD=8.27).
Berdasarkan hasil t-test di atas, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.00. nilai
tersebut kurang dari 0.50, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan skor
pretest dan posttest adalah signifikan. Dengan kata lain, skor posttest lebih tinggi
daripada skor pretest. Ini berarti bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing bisa
meningkatkan pemahaman konsep siswa pada topik kacamata dan lup.
Kekuatan peningkatan pretest ke posttest diukur menggunakan nilai
Cohen’s d-effect size dan rata-rata gain ternormalisasi. Berdasarkan perhitungan,
nilai Cohen’s d-effect size adalah 3.23 yang termasuk dalam kategori “lebih besar
sekali dari standar”. Peningkatan skor melalui perhitungan rata-rata gain siswa
ternormalisasi (N-gain) diperoleh hasil 0.57 yang tergolong dalam kategori
“sedang atas”. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kholifudin
(2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran fisika dengan inkuiri dapat
memberikan pengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini juga
sesuai dengan pendapat Wenning (2011) bahwa pembelajaran melalui inkuiri
membuat siswa belajar sains dengan pemahaman yang sangat baik.
Meskipun hasil rata-rata setiap butir soal menunjukkan peningkatan yang
baik, namun ternyata sebagian besar siswa masih mengalami kesalahan pada
beberapa konsep. Beberapa miskonsepsi yang banyak terjadi disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2. Temuan Miskonsepsi yang Banyak Dialami Siswa
Nomor
Soal Konsepsi Siswa yang Salah
Frekuensi
Pretest Posttest
10 Bayangan nyata hanya dapat dilihat
dengan bantuan layar
14 16
11 Bayangan maya dapat dilihat dengan
bantuan layar
25 14
12 Bayangan maya tidak dapat dilihat
secara langsung oleh mata
18 16
14 Jarak fokus sebuah lup dapat berubah-
ubah sesuai kebutuhan
23 13
Miskonsepsi yang dialami sebagian besar siswa menunjukkan bahwa
siswa masih lemah dalam konsep bayangan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
dikatakan bahwa pembelajaran pada topik kacamata maupun lup masih belum
bisa memfasilitasi siswa dalam menjawab soal nomor 10, 11 dan 12. Penguatan
materi tentang pembiasan lensa di awal pertemuan juga belum sempat
menyampaikan demonstrasi yang akan menjadi dasar kuat untuk memahami
ketiga konsep tersebut. Untuk konsepsi pada jarak fokus lup, 13 siswa
menganggap bahwa jarak fokus sebuah lup dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan.
Hal ini terjadi dikarenakan konsep tersebut tidak terdapat dalam design
pembelajaran. Guru bermaksud agar siswa dapat menemukan/menyadari sendiri
konsep tersebut, namun pada kenyataannya harapan guru belum bisa tercapai
dengan baik.
Selain itu, masih banyak siswa yang belum memahami bagaimana syarat
agar lensa positif dapat berperan sebagai lup. Penilaian penguasaan siswa pada
konsep ini diwakilkan oleh soal uraian (bagian C) nomor 6. Hasil rekap data skor
posttest menunjukkan sebanyak 12 siswa masih mendapat skor nol pada soal ini.
Presentase jawaban soal uraian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Presentase Jawaban Pretest dan Postests Setiap Butir Soal Bagian C
Belum maksimalnya penguasaan konsep siswa tentang syarat penggunaan
lensa positif agar dapat berperan sebagai lup dikarenakan kurang lancarnya
kegiatan diskusi kelompok setelah kegiatan praktikum. Pada saat praktikum,
masih belum ada penjelasan lebih lanjut tentang hubungan jarak yang mereka
temukan dengan jarak fokus lup yang digunakan. Meskipun pada saat kegiatan
penutup guru memberikan penjelasan, namun pada saat kegiatan praktikum guru
belum bisa menggali pemahaman siswa lebih dalam tentang hal ini dikarenakan
jam pelajaran telah berakhir. Kurang lancarnya kegiatan diskusi kelompok di
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6
Pre
sen
tase
Sko
r (%
)
Nomor Soal
Soal Bagian C
Skor Prestest Skor Posttest
dalam kelas disebabkan karena sedikitnya waktu pembelajaran. Jadwal penelitian
yang berubah secara mendadak menyebabkan proses pembelajaran terganggu.
Kesulitan siswa dalam melakukan kegiatan diskusi maupun praktikum
terjadi karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pra syarat, yakni
pembiasan lensa. Sebagaimana dalam Permendiknas nomor 69 tahun 2013 yang
menjelaskan bahwa kompetensi dasar untuk materi alat optik adalah menganalisis
cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan lensa pembiasan cahaya
oleh cermin dan lensa. Hal ini berarti bahwa sebelum memasuki tahap
pembelajaran alat optik, seharusnya siswa telah memahami materi prasyaratnya
dengan baik terlebih dahulu.
Keterampilan Berpikir Ilmiah
Ada beberapa aspek ilmiah yang ingin dilatihkan melalui pembelajaran
inkuiri terbimbing. Aspek yang dilatihkan antara lain kemampuan merumuskan
masalah; kemampuan mengidentifikasi fenomena yang diselidiki, kemampuan
mendesain percobaan untuk menyelidiki fenomena, kemampuan menggunakan
alat untuk melakukan pengukuran, kemampuan mendeskripsikan hasil
pengamatan dengan kalimat ataupun gambar, kemampuan membuat kesimpulan,
serta kemampuan mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing (guided inquiry) mempunyai
sintaks yang cocok untuk melatihkan keterampilan berpikir ilmiah siswa.
Pencapaian siswa tidak dilihat dari hasil akhir saja, namun juga pada proses
pembelajaran dalam mencapai hasil akhir tersebut. Hasil refleksi menyatakan
bahwa semua siswa mengalami perkembangan dalam beberapa aspek berpikir
ilmiah. Perkembangan baik banyak maupun sedikit dinyatakan siswa dalam
menjawab angket yang diberikan. Hasil tersebut adalah hasil yang cukup baik,
mengingat mereka baru dua kali mendapatkan pembelajaran seperti ini. Hal ini
menunjukkan bahwa dari sudut pandang siswa, pembelajaran inkuiri terbimbing
dapat melatihkan keterampilan berpikir ilmiah dalam membelajarkan topik
kacamata dan lup. Jadi dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir ilmiah siswa
terlatih melalui setiap tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing.
Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Berdasarkan pertanyaan pertama didapatkan bahwa sebagian besar siswa
kelas X-MIA 4 SMAN 2 Malang menyukai pelajaran fisika yaitu sebanyak 22
siswa (84.62%) dari 26 siswa. Respon siswa pada masing-masing pembelajaran
ditunjukkan pada Tabel 3.
Siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran melalui
inkuiri terbimbing. Sebagian besar siswa menyatakan pembelajaran inkuiri
terbimbing cocok untuk membelajarkan topik kacamata dan lup. Mereka
mengatakan bahwa pembelajaran topik tersebut dengan menggunakan inkuiri
terbimbing lebih menyenangkan. Adanya kegiatan praktikum inkuiri dan diskusi
kelompok yang dibantu dengan pertanyaan pemandu membuat siswa berpikir
kritis dan tertantang untuk bersaing dengan kelompok lain dalam mendapatkan
hasil yang baik.
Tabel 3. Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Aspek yang Ditanyakan
Pembelajaran
Kacamata Pembelajaran Lup
Banyaknya
Siswa Setuju
Persen
(%)
Banyaknya
Siswa Setuju
Presen
(%)
Belum pernah mendapatkan pembelajaran
inkuiri terbimbing (guided inquiry) serupa
23 88.46 22 84.62
Pembelajaran melalui inkuiri terbimbing
lebih menyenangkan
26 100 23 84.62
Inkuiri terbimbing cocok untuk diterapkan
dalam pembelajaran
24 92.31 22 84.62
Kegiatan lebih menarik 22 86.62 21 80.77
Siswa mengakui bahwa pembelajaran ini memiliki kekurangan. Pada
pembelajaran kacamata siswa mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan
di LKS. Pada pembelajaran lup, siswa kesulitan dalam melaksanakan praktikum
dikarenakan petunjuk langkah kerjanya minim. Kelebihan dari pembelajaran
inkuiri terbimbing ini yaitu dapat mengukur pengetahuan awal siswa, melatih
siswa berpikir lebih kritis dan logis saat menjawab pertanyaan, serta lebih aktif
bersama kelompok karena ingin mendapatkan hasil yang baik. Siswa menganggap
pembelajaran inkuiri yang dilakukan dengan kerja kelompok lebih menantang.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Wenning (2011) dan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lynn (2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan motivasi dan pengalaman belajar siswa. Penelitian lain juga
menyatakan bahwa penggunaan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran fisika (Andriani, 2011).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) efektif untuk membelajarkan
topik kacamata dan lup karena dapat meningkatkan penguasaan konsep pada topik
kacamata dan lup serta dapat melatihkan tujuh aspek keterampilan berpikir ilmiah,
antara lain merumuskan masalah; mengidentifikasi fenomena yang diselidiki,
mendesain percobaan untuk menyelidiki fenomena, menggunakan alat untuk
melakukan pengukuran, mendeskripsikan hasil pengamatan dengan kalimat
ataupun gambar, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Respon siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan, pembelajaran di
kelas lebih menyenangkan serta dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
belajar. Adanya kegiatan praktikum dan diskusi kelompok dapat membuat siswa
aktif, kritis dan tertantang untuk memperoleh hasil yang baik.
Saran
Sebelum memberikan pembelajaran bab alat optik, guru sebaiknya
memastikan terlebih dahulu bahwa siswa telah memahami materi prasyarat, yaitu
pembiasan lensa. Jika sebagian besar siswa belum memahami, maka sebaiknya
guru memberikan penguatan terlebih dahulu demi kelancaran proses pembelajaran
dan pemahaman siswa tentang alat optik.
Sebaiknya guru mendahulukan kelompok siswa yang tertinggal lebih jauh
daripada kelompok lain agar semua kelompok dapat menyelesaikan permasalahan
secara bersama-sama. Guru harus cekatan dalam melakukan pembimbingan
kepada setiap kelompok agar waktu tidak habis untuk memberikan bimbingan
kepada salah satu atau beberapa kelompok saja.
Mata merupakan topik yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum
masuk ke topik kacamata. Sebelum mulai pembelajaran kacamata, sebaiknya guru
memberikan tugas berupa pertanyaan dasar tentang mata kepada siswa agar tidak
menghabiskan banyak waktu di awal pembelajaran untuk memberikan
penjelasan/penguatan tentang mata.
RUJUKAN
Andriani, N. dkk. 2011. Efektifitas Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
(Guided Inquiry) pada Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Cahaya di
Kelas VIII SMP Negeri 2 Muara Padang. Makalah disajikan Prosiding
Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan SAINS 2011, Bandung,
22-23 Juni 2011.
Hake, R. R. 1998.Interartive-Engagement versus Traditional Methods: A Six-
Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory
Physics Courses. American Journal of Physisc. 66(1): 67-74.
Kholifudin ,M. Y. 2012. Pembelajaran Fisika dengan Inkuiri Terbimbing Melalui
Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa.
Makalah disajikan dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng &
DIY, Purworejo, 14 April.
Lynn, H. B. 2012. Guided Inquiry Using The 5E Instructional Model with High
School Physics. Skripsi tidak diterbitkan. Bozeman: Montana State
University.
Morgan, G. A, dkk. 2005. SPSS for Introductory Statistic: Use and Interpretation
(Second Edition). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.
Permendiknas Nomor 69. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas
Serway, R. A. & Jewett, J. W. 2004. Physics for Scientist and Engineers Sixth
Edition. California: Thomson Brooks/Cole
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suwasono, P. Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Fisika
Angkatan Tahun 2010/2011 Offering M Kelas G Melalui Penerapan
Pembelajaran Fisika Model Inkuiri Terbimbing. Jurnal Fisika dan
Pembelajarannya. 15 (1).
Wenning, C. J. 2005. Levels of Inquiry Model of Science Teaching: Levels of
inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inqury processes.
Journal of Physics Teacher Education Online, 2(3): 3-11. (Online),
(http://www.phy/ilstu.edu/jpeto), diakses 27 November 2013.
Wenning, C. J. 2011. Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses.
Journal of Physics Teacher Education Online, 6(2): 9-16. (Online),
(http://www.phy/ilstu.edu/jpeto), diakses 27 November 2013.