EFEK EKSTRAK METANOL MAKROALGA COKELAT (Sargassum sp.),
MAKROALGA MERAH (Gracillaria sp.) DAN TAURIN TERHADAP
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL MENCIT
JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN
(Tesis)
Oleh
RADELLA HERVIDEA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
THE EFFECT OFSargassumsp., AND Gracillaria sp.METHANOLIC
EXTRACT AND ALSO TAURINE ON HEPAR AND KIDNEY
HISTOPHATOLOGY OF MALE MICE (Mus musculus L.)
INDUCEDBYBENZO(α)PYRENE
By
RADELLA HERVIDEA
Cancer is a disease marked by the existence of abnormal growth of cell
continuously and uncontroll in an organism body. Benzo(a)pyrene is one of the
substances that can cause a cancer. The methanolicextract of Sargassum sp.
andGracillaria sp. has anticancer and antioxidant activity. Other compounds with
antioxidantactivity is taurine. The purpose of this research is to examine the effect
from methanolicextract of Sargassum sp. andGracillaria sp.and also taurine on
hepar and kidneyhistopatology of male mice(Mus musculus) induced by
benzo(a)pyrene. This research used Completely Randomized Design.30 male mice
were divided into 6 groups of treatments, those were: K1 = (K-), K2= induced by
benzo(a)pyrenefor 10 days, K3= after induced by benzo(a)pyrene, were given the
Sargassum sp. orally with a dose 8mg/mice during 15 days, K4=after induced by
benzo(a)pyrene, were given the combination of Sargassum sp. (8mg/mice) and
taurine(15,6mg/mice) orally during 15 days, K5= after induced by
benzo(a)pyrene, were given the Gracillaria sp.orally with a dose 8mg/mice during
15 days, and K6=after induced by benzo(a)pyrene, were given the combination of
Gracillaria sp.(8mg/mice) and taurine (15,6mg/mice)orally during 15 days.Data
were analyzed using ANOVA (α = 5%). The result shows that the combination
ofSargassum sp. andGracillaria sp.and taurinecan protect the damage of hepar
and kidney histopatology of male mice(Mus musculus)induced by
benzo(a)pyrene. Combination of extract Gracillaria sp. and taurine is themost
effective to protect the damagehepar and kidney histopatology of male mice(Mus
musculus) induced by benzo(a)pyrene.
Keywords: male mice,Sargassum sp., Gracillaria sp., taurine, benzo(a)pyrene,
hepar, kidney
ABSTRAK
EFEK EKSTRAK MRTANOL MAKROALGA COKELAT (Sargassum sp.),
MAKROALGA MERAH (Gracillaria sp.) DAN TAURIN TERHADAP
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL MENCIT
JANTAN (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI BENZO(Α)PIREN
Oleh
RADELLA HERVIDEA
Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
abnormal sel secara terus menerus dan tidak terkendali pada jaringan tubuh suatu
organisme. Benzo(α)piren adalah salah satu zat yang dapat menyebabkan kanker.
Ekstrak dari makroalga cokelat dan makroalga merah memiliki aktivitas
antikanker dan antioksidan. Senyawa lain yang berfungsi sebagai antioksidan
adalah taurin. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efek dari ekstrak
makroalga dan taurin terhadap gambaran histopatologi hepar dan ginjal mencit
(Mus musculus) yang diinduksi benzo(α)piren. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 30 ekor mencit jantan dibagi ke
dalam 6 kelompok perlakuan yaitu : K1 = (K-), K2= benzo(α)piren 10 hari, K3=
benzo(α)piren 10hari kemudian ekstrak makroalga cokelat 8 mg/ekor/hari selama
15 hari, K4= benzo(α)piren 10 hari kemudian ekstrak makroalga merah 8
mg/ekor/hari selama 15 hari , K5 = benzo(α)piren 10hari kemudian kombinasi
ekstrak makroalga cokelat 8 mg/ekor/hari dan taurin 15,6 mg/ekor/hari selama 15
hari, K6 = benzo(α)piren 10 hari kemudian kombinasi ekstrak makroalga merah
8mg/ekor/hari dan taurin 15,6 mg/ekor/hari selama 15 hari. Data dalam penelitian
ini dianalisis dengan metode statistik ANOVA pada taraf nyata 5%. Hasil
penelitian menunjukkan pemberian kombinasi ekstrak makroalga cokelat,
makroalga merah dengan dosis 8 mg/ekor/hari dan taurin dosis 15,6 mg/ekor/hari
dapat memperbaiki secara nyata kerusakan histopatologi hepar dan ginjal mencit
(Mus musculus) yang diinduksi benzo(α)piren. Kombinasi Ekstrak makroalga
merah Gracillaria sp. dan taurin lebih efektif memperbaiki kerusakan
hisptopatologi hepar dan ginjal mencit jantan yang telah diinduksi benzo(α)piren.
Kata kunci: mencit jantan, makroalga, taurin, benzo(α)piren, histopatologi,
hepar, ginjal
EFEK EKSTRAK METANOL MAKROALGA COKELAT (Sargassum sp.),
MAKROALGA MERAH (Gracillaria sp.) DAN TAURIN TERHADAP
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL MENCIT
JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN
(Tesis)
Oleh
Radella Hervidea
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magister Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Radella Hervidea anak pertama dari dua bersaudara
oleh pasangan Bapak Herliaman dan Ibu Erviza Fauzia
yang dilahirkan di Gadingrejo pada tanggal 07
Desember 1994.
Penulis mengawali pendidikannya dari Taman Kanak-
kanak Pertiwi Gadingrejo pada tahun 1998.
Dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 07 Gadingrejo pada tahun
2000. Setelah menamatkan pendidikan sekolah dasarnya penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Gadingrejo pada tahun
2006 dan Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Gadingrejo pada tahun 2009.
Pada tahun 2012 penulis terdaftar menjadi mahasiswi jurusan Biologi FMIPA
Univerasitas Lampung dan diselesaikan pada tahun 2016. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister, Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
MOTTO
“Sesuatu yang belum dikerjakan, sekalipun tampak
mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil
melakukannya dengan baik.” (Evelyn Underhill)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan
orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka
dengan keberhasilan saat mereka menyerah.”
(Thomas Alva Edison)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang
berjudul “Efek Ekstrak Metanol Makroalga Cokelat (Sargassum Sp.),
Makroalga Merah (Gracillaria Sp.) Dan Taurin terhadap Gambaran
Histopatologi Hepar Dan Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus) Yang
Diinduksi Benzo(α)piren”.
Dalam penulisan tesisini banyak pihak yang telah membantu penulis, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :
1. Papa Herliaman , Mama Erviza Fauzia dan Adik Movan Bagaskara yang
takhenti memberikan do’a, kasih sayangnya, bantuan baik moril maupun
materil, danmendukung penulis dalammenyelesaikan tesis ini.
2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D. selaku Pembimbing 1 atas
semuailmu, bantuan, bimbingan,nasihat, saran, dan pengarahan,baik
selama perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis.
3. Ibu Dr. Endang Nurcahayani, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah
membimbing, memberi nasehat, membagi ilmu serta membantu penulis
menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Pembahas 1 yang telah
banyak memberikan saran, bimbingan dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Dr. G. Nugroho Susanto M.Sc., selaku Pembahas 2 yang telah
banyak memberikan saran, bimbingan dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Dr. Sumardi M.Si., Ketua Program Studi Magister Biologi Fakultas
Matematika dan IlmuPengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
9. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.
10. Kepala Laboratorium Biologi Molekuler dan Mbak Nunung Cahyawati,
A.Md. selaku Laboran yang telah mengizinkan dan membantu penulis
melaksanakan penelitian di Lab. tersebut.
11. Kak Bayu Putra Danan Jaya selaku Laboran Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah membantu penulis
dalam penelitian dan pembuatan preparat histopatologi.
12. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung,
terima kasih telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
13. Pakde Andre Djatmiko, Bude Firziana dan saudara-sudara yang telah
banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil.
14. Teman seperjuangan selama penelitian Iffa Afiqa Khairani, Nuzulul
Istiqomah dan Nadhiroh Zulfa yang telah banyak memberikan waktu,
dukungan dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis,
terimakasih atas kerjasama yang baik.
15. Kepada sahabat yang selalu mendukung, menghibur dan meluangkan
waktunya untuk penulis Propalia Utari, Isni Putri M., Arvina Frida
Karela, Rachma Pratiwi, Riza Dwiningrum, Wina Safutri, Sabrina
Prihantika, Putri Rahayu, Nur Bebi Ulfah, Pepti Aristiani.
16. Kepada teman – teman angkatan 2016 Magister Biologi, Ibu Tri Rustanti
dan Ibu Selvy Susanti terimakasih atas perjalanan kuliah selama ini,
kebersamaan, kebahagian dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.
17. Seluruh kakak dan adik tingkat program S2 dan S1 Biologi FMIPA Unila
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas kebersamaannya di FMIPA,
Universitas Lampung.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan penulis dukungan, berbagai kritik dan saran,
19. Serta almamater Universitas Lampung yang tercinta.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah kalian
berikan. Demikianlah, semoga tesisi ini dapat bermanfaat bagi diri Penulis secara
pribadi maupun mereka yang telah menyediakan waktu dan sempat untuk
membacanya.
Bandar Lampung, Januari 2018
Penulis,
RADELLA HERVIDEA
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
D. Kerangka Pikir ............................................................................................. 7
E. Hipotesis ....................................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Sel Kanker ...................................................................................... 9
B. Hepar............................................................................................................. 10
C. Ginjal .......................................................................................................... 15
D. Darah ........................................................................................................... 18
E. Karsinogenesis ............................................................................................ 21
F. Benzo(α)piren ............................................................................................. 21
G. Senyawa antikanker ..................................................................................... 23
H. Mencit .......................................................................................................... 31
III. METODE KERJA
A. Waktu dan Tempat ....................................................................................... 33
B. Bahan dan Alat ............................................................................................ 33
C. Metode Penelitian ........................................................................................ 34
D. Pelaksanaan Penelitian................................................................................. 36
E. Parameter Penelitian .................................................................................... 41
ii
F. Analisis Data ................................................................................................ 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Rerata Berat Badan Mencit .................................................................... 46
B. Jumlah Sel Darah .................................................................................... 50
C. Rerata Berat Basah Organ ....................................................................... 57
D. Rerata Nilai Indeks Organ ....................................................................... 60
E. Penilaian dan Gambaran Histologi Organ ................................................. 64
V. KESIMPULAN
A. Simpulan ............................................................................................... 101
B. Saran ..................................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Skor kerusakan jaringan hepar ................................................... 43
Tabel 2. Skor kerusakan jaringan ginjal .................................................. 44
Tabel 3. One way anova rerata berat badan mencit ................................ 112
Tabel 4. One way anova rerata jumlah sel darah merah (eritrosit)
dan sel darah putih (leukosit) .................................................... 112
Tabel 5. One way anova rerata berat basah hepar , ginjal dan
indeks hepar , ginjal mencit ....................................................... 113
Tabel 6. One way anova rerata skor derajat kerusakan hepar dan
ginjal mencit.............................................................................. 113
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Anatomi anterior hepar (b) dan inferior (c) ............................ 11
Gambar 2. Gambaran mikroskopik hepr ................................................ 13
Gambar 3. Anatomi ginjal manusia ......................................................... 15
Gambar 4. Histologi normal ginjal .......................................................... 17
Gambar 5. Struktur benzo(α)piren ......................................................... 22
Gambar 6. Morfologi Sargassum sp. ..................................................... 24
Gambar 7. Morfologi Gracillaria sp. ..................................................... 27
Gambar 8. Taurin .................................................................................. 30
Gambar 9. Mencit .................................................................................. 32
Gambar 10. Gambaran histopatologi hepar mencit ................................ 43
Gambar 11. Gambaran histopatologi hepar mencit................................. 44
Gambar 12. Gambaran histologi ginjal normal ...................................... 45
Gambar 13. Gambaran kerusakan histologi ginjal ................................. 45
Gambar 14. Rerata berat badan mencit .................................................. 47
Gambar 15. Rerata jumlah sel darah merah mencit ................................ 50
Gambar 16. Rerata jumlah sel darah putih mencit .................................. 53
Gambar 17. Korelasi jumlah sel darah putih mencit ............................... 56
Gambar 18. Rerata berat basah hepar mencit.......................................... 57
Gambar 19. Rerata berat basah ginjal mencit ......................................... 58
v
Gambar 20. Rerata indeks hepar mencit ................................................ 60
Gambar 21. Rerata indeks ginjal mencit ................................................. 62
Gambar 22. Skor kerusakan hepar mencit .............................................. 64
Gambar 23. Gambaran histologi hepar mencit kelompok K1 ............... 67
Gambar 24. Gambaran histologi hepar mencit kelompok K2 ................ 69
Gambar 25. Gambaran histologi hepar mencit kelompok K3 ................ 73
Gambar 26 Gambaran histologi hepar mencit kelompok K4 ................. 76
Gambar 27. Gambaran histologi hepar mencit kelompok K5 ................ 79
Gambar 28. Gambaran histologi hepar mencit kelompok K6 ................ 83
Gambar 29. Skor kerusakan ginjal mencit .............................................. 86
Gambar 30. Gambaran histologi ginjal kelompok K1 ............................ 88
Gambar 31. Gambaran histologi ginjal kelompok K2 ............................ 90
Gambar 32. Gambaran histologi ginjal kelompok K3 ............................ 93
Gambar 33. Gambaran histologi ginjal kelompok K4 ............................ 95
Gambar 34. Gambaran histologi ginjal kelompok K5 ............................ 97
Gambar 35. Gambaran histologi ginjal kelompok K6 ............................ 99
Gambar 36. Mencit ................................................................................. 113
Gambar 37. Benzo(α)piren ..................................................................... 113
Gambar 38. Ekstraksi Sargassum sp ...................................................... 113
Gambar 39. Ekstraksi Gracillaria sp. .................................................. 114
Gambar 40. Taurin ................................................................................. 114
Gambar 41. Rotary evaporator ............................................................... 114
Gambar 42. Tata letak kandang .............................................................. 115
Gambar 43. Penginduksian benzo(α)piren ............................................. 115
vi
Gambar 44. Pemberian ekstrak dan taurin .............................................. 115
Gambar 45. Perbandingan mencit normal dan nodul mencit ................ 116
Gambar 46.Pembedahan mencit ............................................................. 116
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk
Indonesia. Menurut data World Health Organization (WHO) kanker menjadi
penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar 13% setelah penyakit
kardiovaskular (Kemenkes RI, 2014). Kanker merupakan jenis penyakit
yang pertumbuhan selnya tidak terkendali secara normal. Penyakit ini dapat
terjadi pada manusia dari semua kelompok usia, ras dan dapat menyerang
semua bagian organ tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian (Mun’im
et al., 2006).
Proses perkembangan sel normal menjadi kanker merupakan proses yang
kompleks dan bertahap (multistep process). Pada sel normal, sel akan
mengalami apoptosis apabila telah melewati batas umur tanpa menyebabkan
inflamasi (peradangan), sementara pada sel kanker, sel tidak mengalami
apoptosis (Hannanand Weinberg , 2011). Apoptosis adalah kematian sel
yang dipicu oleh sel itu sendiri. Apotosis dikendalikan oleh 2 perangkat
protein dengan fungsi yang berlawanan yaitu protein p53 (memicu apoptosis)
dan protein Bcl-2 (menghambat apoptosis). Pada berbagai jenis kanker
2
diketahui bahwa terjadi mutasi homozigot dari gen p53 mengakibatkan
apoptosis tidak terjadi dan protein Bcl-2 mengalami ekspresi berlebihan,
sehingga sel yang seharusnya mengalami apoptosis akan tetap hidup dan
menimbulkan kanker (Aswinati, 2004).
Faktor penyebab kanker dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor endogen
dan eksogen. Faktor genetik, penyakit, dan hormon termasuk dalam faktor
endogen, sedangkan faktor eksogen berasal dari makanan, virus, zat
karsinogenik seperti polusi udara yang mengandung zat warna, logam-logam
karsinogen, benzo(α)piren, dan banyak penyebab lainnya (Hanahan dan
Weinberg, 2000).
Benzo(α)piren terbukti dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan
percobaan, baik melalui jalur makanan, pernapasan, maupun kontak pada
permukaan kulit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Juliyarsi
dan Melia (2007) menunjukkan bahwa pemberian benzo(α)piren dosis
0,3mg/20gramBB/hari selama 10 hari yang diberikan secara sub-kutan dapat
menginduksi terjadinya kanker payudara pada mencit. Demikian juga terlihat
pada tikus yang diberi benzo(α)piren dengan dosis 120ppm/kgBB/hari dapat
menyebabkan kematian dengan lama konsumsi kurang dari 14 hari (Harrigan
et al, 2006). Benzo(α)piren termasuk dalam senyawa genotik karsinogen
sebagai penyebab kanker. Menurut Quinn et al (2009), benzo(α)piren
termasuk golongan senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang
3
memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks
dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen.
Di dunia medis, pengobatan kanker seperti kemoterapi umumnya bekerja
dengan cara mempengaruhi metabolisme asam nukleat terutama DNA atau
biosintesis protein secara tidak selektif, sehingga bersifat toksik tidak hanya
pada sel kanker tetapi juga pada sel normal, terutama sel normal yang
memiliki kecepatan proliferasi yang tinggi seperti sumsum tulang belakang
(Siswandono, 2000).
Penelitian mulai diarahkan menggunakan bahan alami sebagai agen
kemoterapi dengan tujuan meningkatkan sensitifitas, menekan resistensi sel
kanker, dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh agen
kemoterapi. Salah satu bahan alami yang berpotensi adalah makroalga.
Indonesia terkenal sebagai salah satu megacenter utama keanekaragaman
hayati dunia karena kekayaan alam biota lautnya. Salah satu potensi biota laut
perairan Indonesia adalah makro alga (Waryono, 2008). Beberapa jenis
makroalga dilaporkan menunjukkan aktivitas sebagai antikanker. Makroalga
secara tradisional telah lama digunakan sebagai bahan makanan dan obat-
obatan, karena kaya akan mineral, elemen makro dan elemen mikro lainnya.
Beberapa jenis rumput laut mengandung metabolit sekunder seperti steroid,
alkaloid, phenol dan vitamin. Kandungan lainnya yaitu mannitol, pigmen beta
4
karoten, xanthin, dan picoxanthin serta polisakarida berupa alginat, dan
fukoidan (Rachmaniar, 1999).
Makroalga cokelat (Sargassum sp.) merupakan golongan alga yang memiliki
kandungan berupa protein, lemak, karbohidrat, alginat, vitamin, mineral, dan
iodin. Selain itu, terdapat kandungan antioksidan sebagai scavenger radikal
bebas berupa senyawa polifenol (flavonoid dan florotanin) dan fukosantin
pada Sargassum sp. (Lim et al., 2002; Zahra et al., 2007; Meenakshi et al.,
2009; Samee et al., 2009). Kandungan antioksidan polifenol (flavonoid)
ekstrak etanol 85% Sargassum duplicatum Bory dengan dosis 100 mg/kg
berat badan tikus terbukti mampu menurunkan kadar Malondialdehid (MDA)
tikus jantan yang secara tidak langsung mencerminkan penurunan kadar
radikal bebas (Botutihe, 2010). Senyawa fukoidan yang terdapat pada alga
cokelat mampu membasmi kanker jenis Limfoma yang merupakan kanker
dari sistem kekebalan tubuh (Kusmanto, 2011).
Makroalga lain dari jenis Gracillaria sp. juga telah banyak dikonsumsi oleh
masyarakat pesisir karena dipercaya memiliki efek pengobatan beberapa
penyakit (Kang et al., 2005). Selain itu, Gracillaria sp. merupakan sumber
serat pangan yang baik karena mengandung serat larut dan tak larut air yang
sangat bermanfaat bagi tubuh (Utomo et al., 2009). Ekstrak rumput laut
memiliki aktivitas antioksidan. Salah satu sumber antioksidan dari rumput
laut adalah berasal dari pigmen fukosantin. Gracilaria caudate dari
5
Rhodophyta memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (sepadan dengan
aktivitas 53.9 mg/g vitamin C) (Costa et al., 2010).
Senyawa lain yang memiliki sifat antikanker dan antioksidan adalah taurin
(2-aminoethanesulfonic acid) (Huxtable, 1992). Taurin berperan penting
dalam menjaga kelancaran berbagai proses dalam tubuh, diantaranya
mencegah kerusakan sel, menjaga kerja jantung, mengatur aktivitas sel otak,
menjaga fungsi mata, serta menjaga tingkat natrium dan kalium dalam sel.
Zat ini diduga dapat digunakan sebagai antioksidan sehingga membantu
mencegah kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh oksidasi (Murray,
1996). Taurin juga dapat berfungsi sebagai antikarsinogenik dengan cara
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas
(Redmon et al., 1983).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian efek antikanker dari ekstrak
makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga merah (Gracillaria sp.) dan
taurin secara in vivo menggunakan benzo(α)piren. Sejauh ini belum pernah
dilakukan penelitian tentang efek antikanker dari ekstrak makroalga cokelat,
makroalga merah dan taurin, oleh karena itu perlu dilakukan uji efek
antikanker dari ekstrak makroalga cokelat, makroalga merah dan taurin
terhadap mencit jantan (Mus musculus) sebagai upaya untuk mengobati
penyakit kanker dan meminimalisir penggunaan obat kemopreventif
berbahan kimia.
6
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menguji efek antikanker dari ekstrak makroalga cokelat (Sargassum
sp.) serta makroalga merah (Gracillaria sp.) terhadap gambaran
histopatologi hepar dan ginjal mencit (Mus musculus L.) .
2. Menguji efek antikanker dari kombinasi ekstrak makroalga cokelat
(Sargassum sp.), makroalga merah (Gracillaria sp.) serta taurin
terhadap gambaran histopatologi hepar dan ginjal mencit (Mus
musculus L.).
C. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh bahan antikanker alami
yang bersumber dari makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga merah
(Gracillaria sp.) serta taurin.
7
D. Kerangka Pemikiran
Kanker Penyakit mematikan nomor 2 di
dunia
Obat berbahan kimia
Obat berbahan alami
Upaya Pengobatan
1. Bekerja tidak selektif
2. Merusak sel normal
3. Menimbulkan efek
samping
4. Bersifat toksik bagi sel
normal
1. Meningkatkan sensitifitas
2. Menekan resistensi sel
kanker
3. Mengurangi efek samping
4. Tidak bersifat toksik bagi
sel normal
Obat berbahan alami
Makroalga Cokelat
Sargassum sp.
Makroalga Merah
Gracillaria sp.
Taurin
Antioksidan dan Antikanker
8
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pemberian ekstrak makroalga cokelat (Sargassum sp.) serta
makroalga merah (Gracillaria sp.) dapat memperbaiki kerusakan
histopatologi hepar dan ginjal mencit (Musmusculus) yang diinduksi
benzo(α)piren.
2. Pemberian kombinasi ekstrak makroalga cokelat (Sargassum sp.),
makroalga merah (Gracillaria sp.) serta taurin dapat memperbaiki
kerusakan histopatologi hepar dan ginjal mencit (Musmusculus) yang
diinduksi benzo(α)piren.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Sel Kanker
Neoplasma dan tumor merupakan istilah kanker dalam dunia medis.
Neoplasma yang berasal dari bahasa Yunani (neos yang berarti baru dan
plasma yang berarti pembentukan) digunakan untuk menyebut pertumbuhan
sel baru yang tidak memiliki fungsi fisiologis, sementara tumor (tumere yang
berarti pembengkakan) digunakan untuk menyebut bentuk abnormal dari
massa sel yang tidak mempunyai fungsi fisiologis (Ranasasmita, 2008).
Menurut National Cancer Institute (2009), kanker adalah suatu istilah untuk
penyakit di mana sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat
menyerang jaringan di sekitarnya. Sel kanker memiliki kemampuan untuk
menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang
jauh (metastasis).
Kanker disebabkan adanya genom abnormal, terjadi karena adanya kerusakan
gen yang mengatur pertumbuhan diferensiasi sel. Gen yang mengatur
10
pertumbuhan dan diferensiasi sel disebut protooncogen dan tumor suppressor
genes, dan terdapat pada semua kromosom dengan jumlah yang banyak.
Protooncogen telah mengalami perubahan hingga dapat menimbulkan kanker
disebut onkogen. Suatu pertumbuhan normal diatur oleh kelompok gen, yaitu
growth promoting protooncogenes, growth inhibiting cancer supresor genes
(antioncogenes) dan gen yang berperan pada kematian sel terprogram
(apoptosis). Selain ketiga kelompok gen tersebut, terdapat juga kelompok
gen yang berperan pada DNA repair yang berpengaruh pada proliferasi sel.
Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak menyebabkan
terjadinya mutasi pada genom dan menyebabkan terjadinyakeganasan
(Maramis, 2005).
B. Hepar
1. Anatomi dan Fisiologi Hepar
Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak pada
bagian superior dari rongga perut. Hepar pada orang dewasa memiliki
berat sekitar 2% dari berat badan (Sulaiman, 2007). Hepar tersusun atas
dua lobus yang masing-masing berfungsi secara mandiri. Kedua lobus
tersebut yakni lobus hepatis dextra (berukuran besar) dan lobus hepatis
sinistra (berukuran kecil) (Gambar 1).
11
Gambar 1. Anatomi anterior hepar (b) dan inferior (c)
(Saladin, 2003)
Pada manusia dan organisme tingkat tinggi hepar merupakan tempat
utama untuk metabolisme zat asing. Hepar berperan penting dalam proses
absorbsi, detoksifikasi, dan ekskresi berbagai jenis zat yang didapat dari
dalam maupun luar tubuh, termasuk berbagai zat yang disintesis dalam
hepar itu sendiri (Boyer et al., 2012). Guyton dan Hall (2007)
memaparkan fungsi penting dari hepar adalah sebagai berikut :
1. Fungsi vaskular, merupakan tempat mengalir, menyaring, dan
menyimpan darah dalam jumlah besar. Hepar memiliki sel yang
berfungsi sebagai penyaring darah yaitu kupffer (sel makrofag).
2. Fungsi metabolisme, berperan dalam metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak
3. Fungsi sekresi yaitu berperan dalam pembentuk empedu yang
dialirkan ke dalam saluran pencernaan melalui saluran empedu.
Selain itu hepar juga berperan dalam penyekresi hormon dan zat
lain serta berperan sebagai penetralisir zat yang bersifat toksik.
12
4. Fungsi dari hepar lainnya adalah sebagai penyimpan vitamin,
penyimpan zat besi dalam bentuk ferritin dan pembentuk zat-zat
untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak.
2. Histologi Hepar
Sel–sel yang terdapat di hepar antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer (memfagosit eritrosit tua,
hemoglobin dan mensekresi sitokin) dan sel ito (sel penimbun lemak).
Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hepar dan membentuk
lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata. Celah diantara
lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hepar
(Junquiera et al., 2007). Sinusoid hepar merupakan suatu saluran yang
berliku dan melebar dengan diameter tidak teratur. Darah yang berada di
sinusoid hepar berasal dari cabang terminal vena porta dan arteri
hepatika. Aliran darah ini membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan darah kaya oksigen dari jantung (Junqueira et al., 2007;
Eroschenko, 2010).
13
Gambar 2.Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30x
heparmanusia (Eroschenko, 2010)
3. Histopatologi Hepar
Bentuk kerusakan pada hepar meliputi kerusakan struktur maupun
kerusakan fisiologis (Xiaoyue et al., 2007) Jejas sel dalam hepar dapat
bersifat reversibel atau ireversibel (Chandrasoma dan Taylor, 2001).
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu
lama atau terlalu berat.
a. Jejas reversibel
1. Pembengkakan Sel
Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada hampir
pada semua bentuk jejas sel, sebagai akibat pergeseran air
ekstraseluler ke dalam sel, akibat gangguan pengaturan ion dan
volume karena kehilangan ATP.
14
2. Perlemakan Hepar Perlemakan hepar merupakan akumulasi
trigliserida dalam sel‒ sel parenkim hepar. Akumulasi timbul
pada keadaan berikut: a) Peningkatan mobilisasi lemak jaringan
yang menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak yang sampai
ke hepar b) Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak
menjadi trigliserida di dalam hepar karena aktivitas enzim yang
terlibat meningkat c) Penurunan oksidasi trigliserida menjadi
asetil‒ koA dan penurunan bahan keton d) Penurunan sintesis
protein akseptor lipid.
b. Jejas Ireversibel
1. Nekrosis
Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti
degenerasi sel (jejas reversibel). Gambaran mikroskopik dari
nekrosis dapat berupa gambaran piknosis, karioreksis, dan
kariolisis. Berdasarkan lokasinya nekrosis terbagi menjadi tiga
yaitu nekrosis fokal, nekrosis zona, nekrosis submasif. (Robbins
et al., 2007).
2. Fibrosis
Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang
merupakan respon dari cedera akut atau kronik pada
hepar(Robbins et al., 2007).
15
C. Ginjal
1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan dua organ berwarna coklat kemerahan yang terletak
tinggi pada dinding posterior abdomen, masing–masing dikanan dan kiri
columna vertebralis (Snell, 2006). Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dari ginjal kiri karena tertekan oleh besarnya lobus hepatis kanan.
Ukuran ginjal kanan lebih kecil dari ginjal kiri, serta umumnya ginjal
laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita (Moore, 2002; Sherwood,
2013).
Gambar 3. Anatomi ginjal manusia (Netter, 2006)
Fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan limbah metabolisme,
memusnahkan bahan toksik, mengatur cairan, garam, keseimbangan asam
basa, serta mengatur tekanan darah (Dellman dan Brown 1992). Selain itu
ginjal berfungsi memekatkan toksikan pada filtrat dan membawa toksikan
melalui tubulus. Ginjal juga memiliki fungsi sebagai penyingkir buangan
16
metabolisme normal dan mengeksresikan xenobiotik dan metabolitnya (Lu
1995). Ginjal merupakan organ utama yang berperan terhadap homeostatis
air dan elektrolit. Ginjal juga merupakan organ utama yang terkena efek
toksisitas jika tubuh terpapar zat toksik (Dellman dan Brown 1992).
Reaksi ginjal terhadap rangsangan dari luar serupa dengan organ tubuh
lainnya, yaitu sesuai dengan mekanisme patologi pada umumnya. Bagian
ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring adalah glomerulus yang
bekerja berdasarkan faktor-faktor hemodinamika dan osmotik. Glomerulus
dibentuk oleh tumpukan kapiler yang dilayani oleh arteriola afferens dan
dialirkan oleh arteriola efferens (Ganong 2003).
2. Histologi Ginjal
Satuan fungsi ginjal adalah tubuli urineferus yang terdiri atas nefron dan
duktus koligentes yang menampung curahan nefron, di bagian korteks
setiap ginjal terdapat jutaan nefron. Nefron ini terdiri atas dua komponen,
yaitu korpuskulum renal dan tubuli distal (tubulus kontortus proksimal,
ansa henle, tubulus kontortus distal dan tubulus koligentes) (Eroschenko,
2010).
17
Gambar 4. Histologi Normal Ginjal, DCT=Distal Convoluted Tubule
PCT=Proximal Convoluted Tubule (Slomianka,2009).
3. Histopatologi Ginjal
Toksikan yang masuk ke dalam ginjal dapat menyebabkan berbagai
macam kelainan pada struktur maupun fungsi nefron. Kerusakan pada
nefron dapat terjadi pada tubulus, korpuskulus renalis, maupun kapiler-
kapiler darah dalam ginjal. Gangguan pada korpuskulus dapat merusak
glomerulus dan kapsula Bowman, sehingga akan mengganggu kelancaran
aliran darah dalam kapiler-kapiler glomerulus. Kerusakan pada tubulus
dapat terjadi pada sel-sel epitel, antara lain adalah :
1. Degenerasi dan atrofi sehingga lumen melebar.
Penyebab degenerasi sel biasanya adalah akibat tidak cukup makanan,
ketuaan umur jaringan, kekurangan oksigen dalam jaringan serta
adanya intoksikasi (Corwin 2001). Degenerasi sel adalah kemunduran
sel yang menyebabkan perubahan dalam bentuk maupun fungsi.
18
2. Kerusakan lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian nefron
(Ressang, 1984). Kematian nefron terjadi akibat degenerasi sel.
Kematian sel merupakan kerusakan yang bersifat irreversible
(menetap), sehingga hepatosit tidak dapat kembali kebentuk normal.
Kematian sel dapat terjadi melalui proses apoptosis dan nekrosa sel.
Apoptosis merupakan proses kematian sel yang terencana atau
terprogram yang dipicu oleh fragmen DNA, sedangkan nekrosa sel
dicirikan dengan adanya sel radang. Nekrosa dapat bersifat lokal atau
difus, yang disebabkan oleh keadaan iskemia, anemia, kekurangan
oksigen, bahan-bahan radikal bebas, gangguan sintetis DNA dan
peptida (Ressang, 1984).
D. Darah
Darah adalah cairan yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil
metabolisme dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri
(Frandson, 1996). Darah mempunyai fungsi penting dalam sirkulasi. Secara
umum fungsi darah adalah sebagai alat transportasi oksigen,
karbondioksida, zat gizi, dan sisa metabolisme, mempertahankan
keseimbangan asam basa, mengatur cairan jaringan dan cairan ekstra sel,
mengatur suhu tubuh, dan sebagai pertahanan tubuh dengan mengedarkan
antibodi dan sel darah putih (Goorha et al, 2003).
19
Menurut Pearce (2006), darah terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan
sel darah. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat
badan. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri
dari sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit yang tampak
merah karena kandungan hemoglobinnya, sel darah putih atau leukosit
dan trombosit (keping-keping darah) yang merupakan keping-kepingan
halus sitoplasma.
1. Eritrosit (Sel darah Merah)
Sel darah merah (eritrosit) bentuknya seperti cakram/ bikonkaf dan tidak
mempunyai inti. Sel darah merah atau eritrosit mempunyai garis tengah
5,0-7,34 mikron yang berfungsi secara khusus dalam transportasi
oksigen. Warnanya kuning kemerahan karena didalamnya mengandung
suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah
jika di dalamnya banyak mengandung oksigen (Jain, 1986). Eritrosit
dari hewan dewasa dibentuk didalam sumsum tulang belakang
sedangkan pada waktu masih janin dihasilkan oleh hati, limpa, dan
nodus limpatikus (Frandson, 1996). Menurut Guyton (1997), sel darah
merah yang sudah mati dihancurkan di dalam hati
Fungsi utama dari sel darah merah adalah untuk mengangkut HbO2
yang membawa oksigen ke jaringan. Membran permeabel yang
menutupi komponen sel darah merah terbuat dari lipid, protein, dan
karbohidrat. Perubahan komposisi lipid membran dapat menghasilkan
bentuk sel darah merah yang abnormal. Ketidaknormalan membran
20
protein juga mungkin menghasilkan bentuk tidak normal dari sel darah
merah. Jumlah eritrosit (RBC) sering digunakan untuk menegakkan
diagnosa mengenai penyebabanemia (Thrall, 2004).
2. Leukosit (Sel Darah Putih)
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan
granular. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neut rofil, basofil dan
eosinofil (Effendi, 2003).
Pada kondisi normal terdapat sekitar 5.000-10.000 leukosit dalam setiap
1 μL darah manusia. Jumlah leukosit akan terus meningkat saat tubuh
memerangi infeksi, karena fungsi utamanya adalah untuk memerangi
infeksi. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan
humoral organisme terhadap zat-zat asing. Berbeda dari eritrosit,
leukosit mampu menembus dinding kapiler pembuluh darah dan
berpatroli di dalam cairan interstisial maupun sistem limfatik (Campbell
et al., 2000).
Jika jumlah leukosit yang terkandung didalam darah lebih dari 11.000
sel/mm3 disebut leukositosis (menderita penyakit leukemia) dan jika
kurang dari 4.000 sel/mm3 disebut leukopenia (Playfair and Chain,
2001).
21
E. Karsinogenesis
Pada kanker terjadi kerusakan materi genetika yang disebabkan oleh
adanya senyawa karsinogen, yaitu senyawa yang mampu menginduksi
kanker pada manusia dan hewan. Senyawa elektrofilik umumnya
lebih bersifat karsinogen, karena kemampuannya untuk membentuk ikatan
kovalen dengan bagian DNA yang nukleofilik sehingga mampu
menyebabkan terjadinya mutasi pada DNA yang mengarah pada
terbentuknya sel abnormal (Pariza, 1994).
Karsinogenesis, atau proses dimana sel normal berubah menjadi sel
kanker adalah proses yang kompleks dan melibatkan beberapa tahapan,
yaitu: inisiasi, promosi, dan progresi ( Pariza, 1994). Inisiasi adalah tahap
pertama dalam karsinogenesis, dimana terjadi interaksi antara senyawa
karsinogen dengan sel normal. Tahapan selanjutnya adalah promosi, dimana
terjadi pertumbuhan dan pembelahan sel yang telah mengalami inisiasi
tersebut membentuk tumor benignan. Di tahap progresi, sifat-sifat sel
tersebut secara bertahap berubah menjadi malignan dan menjadi lebih
agresif.
F. Benzo(α)piren
Benzo(α)piren merupakan senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH)
yang digolongkan sebagai senyawa pro karsinogen kuat. Senyawa ini
dijumpai di lingkungan sebagai hasil pirolisis lemak atau sebagai hasil
proses pembakaran yang tidak sempurna, seperti pada daging panggang,
22
sate, makanan yang diasap, asap rokok dan asap kendaraan bermotor.
Gambar 5. Struktur benzo(α)piren (Mugianton, 2010)
Sebagai senyawa karsinogen, benzo(α)piren dapat menimbulkan mutasi gen
yang dapat dimanifestasikan sebagai kerusakan kromosom, yaitu terjadi
aberasi atau terbentuk patahan-patahan kromosom. Pada tahap telofase,
fragmen kromosom dan atau massa kromatin dalam sel akan tertinggal pada
sitoplasma membentuk struktur menyerupai inti sel dengan diameter antara
1/20 sampai 1/5 diameter inti yang dinamai mikronukleus (MN). Jadi
terbentuknya mikronukleus pada sel merupakan indikasi terjadinya aktivitas
mutagenik yang merusak kromosom dan akhirnya memicu terjadinya
kanker (Sumpena, 2009).
Proses metabolisme dan distribusi benzo(α)piren dalam tubuh terjadi
secara bertahap dan dalam waktu yang relatif berbeda untuk tiap jenis
makhluk hidup. Penelitian pada tikus, benzo(α)piren dapat menginduksi 3
kanker sekaligus antara lain yaitu kanker paru, kanker hepar, kanker darah
dan menunjukkan proses distribusi benzo(α)piren bertahap yang
berlangsung cepat. Benzo(α)piren masuk melalui proses inhalation, dan
secara berurutan ditemukan dalam kadar yang tinggi pada liver, esophagus,
23
usus kecil, dan mencapai darah 30 menit setelah pemaparan (Faust dan
Reno, 1994).
G. Senyawa Antianker
Menurut Zakaria (2001) usaha pencegahan kanker dapat dilakukan dengan
memperbaiki konsumsi makanan sehingga semua zat gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup. Perbaikan status
gizi tubuh melalui makanan dan minuman dan ditambahkan dengan ekstrak
antioksidan dari sayuran dan buah-buahan merupakan benteng strategis
dalam perang melawan kanker.
1. Sargassum sp.
1.1.Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (2011), sistematika Sargassum sp.adalah
sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Fucaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum sp.
24
Gambar 6. Morfologi Sargassum sp. A= daun, B= gelembung udara
(Aslan, 2003)
1.2.Deskripsi Sargassum sp.
Rumput laut jenis Sargassum sp. ini umumnya memiliki bentuk thallus
silindris atau gepeng. Cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat.
Bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang. Mempunyai
gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter. Warna thallus
umumnya cokelat . Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh Sargassum sp.
antara lain thallus pipih, licin, batang utama bulat agak kasar, dan holdfast
(bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram. Rumput laut
jenis ini mampu tumbuh pada substrat batu karang di daerah berombak.
(Othmer, 1986).
1.3. Senyawa bioaktif Sargassum sp
1. Alkaloid, merupakan metabolit basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem
siklik (Nurjanah et al., 2014)
A
B
25
2. Fenol, merupakan cincin aromatik yang mengandung satu atau dua
gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar. Fenol
monosiklik sederhana, fenol propanoid dan kuinon fenolik (Chismirina
al., 2010).
3. Flavonoid, merupakan senyawa polifenol. Senyawa fenol bersifat dapat
merusak membran sel sehingga terjadi perubahan permeabilitas sel
yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya
sel. Flavonoid juga mempunyai efek antioksidan yang membantu
pencegahan kerusakan jaringan oleh radikal superoksida yang
dilepaskan oleh sel neutrofil. Selain itu juga terdapat efek antiinflamasi
dari flavonoid dan glikosida iridoid yang juga mampu menghambat
pengeluaran enzim degradatif dari neutrofil yang dapat menghambat
pengikatan-silang kolagen (Kumalasari dan Sulistyani, 2011).
4. Saponin, berfungsi sebagai antimikroba (antifouling) dengan cara
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba (Santi al., 2014).
5. Polifenol polifenol rumput laut berasal dari floroglusinol (1,3,5-
trihydroxybenzine) (Suparmi, 2009). Polifenol dalam rumput laut
memiliki aktivitas antioksidan, sehingga mampu mencegah berbagai
penyakit degeneratif maupun penyakit karena tekanan oksidatif, di
antaranya kanker, penuaan, dan penyempitan pembuluh darah.
6. Fukoxantin bermanfaat sebagai antioksidan, antiobesitas (pelangsing),
antidiabetes, menyehatkan jantung, menghambat pertumbuhan sel
kanker usus, kanker prostat, dan menyebabkan kematian sel leukimia
HL-60, anti-inflammatori (Suparmi, 2009). Fukoxantin adalah salah
26
satu senyawa karotenoid berwarna orangye. Fukoxantin memiliki
aktivitas anti kanker pada tikus uji, menghambat pertumbuhan sel
tumor, dan menginduksi apotesis dalam sel kanker. Ikatan rangkap yang
terkonjugasi yang dimiliki oleh fukoxantin dan nexantin dianggap
sangat rentan terhadap asam, alkali, dan oksigen. Aktivitas prooksidan
inilah yang didugaberperan menginduksi apotesis pada sel kanker
(Fretes et al., 2013). Fukosantin dari alga cokelat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan nutraseutikal terutama sebagai
antioksidan dan agen kemopreventif karena kemampuannya dalam
meredam radikal bebas (Firdaus et al., 2012).
7. Fukosianin, sebagai Prekursor hemoglobin, meningkatkan kekebalan
tubuh, antikanker, antioksidan, anti radang, antiimflamantori,
antiobesitas, neuroprotekti.
2. Gracillaria sp.
2.1. Klasifikasi
Mengutip dari Jana (2006), berikut klasifikasi Gracillaria sp. :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rodhophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Gracilariacea
Marga : Gracillaria
Jenis : Gracillaria sp.
27
Gambar 7. Morfologi Gracillaria sp. (Anggadiredja et al., 2006)
2.2. Deskripsi
Gracillaria sp. merupakan jenis alga merah termasuk divisi
Thallophyta (tumbuhan bertalus) karena memiliki struktur
kerangka tubuh (morfologi) yang tidak berdaun, berbatang, dan
berakar, semuanya terdiri dari talus (batang saja) (Aslan, 2003).
Gracillaria sp. tumbuh melekat pada substrat karang di terumbu
karang berarus sedang, selain itu juga dapat tumbuh di sekitar
muara sungai(Mubarak et al.,1990).
2.3. Kandungan Nutrisi
Rumput laut dikenal sebagai sumber makanan yang mengandung
serat tinggi karena mampu menghasilkan senyawa hidrokoloid
sebagai komponen utamanya, begitu pula pada Gracillaria sp. yang
sebagian besar kandungannya adalah zat hidrokoloid berupa agar
dan karagenan, keduanya mempunyai kekuatan gel yang besar.
Selain senyawa hidrokoloid, Gracillaria sp. juga mengandung
28
karbohidrat (Gula Vegetable GUM), protein, sedikit lemak, abu,
dan sebagian besarnya merupakan senyawa garam dan kalori.
Selain itu mengandung vitamin-vitamin seperti A, B1, B2, B6,
B12, dan C, betakaroten, serta mineral penting seperti kalsium, dan
zat besi (Winarto dan Tim Lentera, 2004).
2.4. Senyawa bioaktif
Rumput laut jenis Gracilaria sp menunjukkan kandungan
protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang signifikan yang
sangat berguna bagi manusia (Jensen, 1993). Algamerah seperti
Gracilaria sp dilaporkan mengandung pigmen karatenoid yang
penting dalam udang dan ikan (Norziah dan Ching, 2000).
Kandungan dari karotenoid 1776 micro gr/100 gr alga.
(Julyasih et al., 2009). Rumput laut jenis Gracilaria sp
dinyatakan memiliki sumber antioksidan seperti karatenoid,
pigmen, polifenol, enzim, dan berbagai polisakarida dalam jumlah
yang melimpah. Analisis fitokimia dari Gracilaria spdinyatakan
sebagai sumber yang kaya akan fitokimia khususnya flavonoid,
terpene, steroid, tannin, alkaloid, fenol dan glikosida sebagai
aktivitas biologi termasuk antioksidan dan sitotoksik
(Sreejamole dan Greeshma, 2013). Menurut Hamuel (2012)
berikut adalah pemaparan manfaat dari bioaktif yang terkandung
dalam Gracillaria sp.
29
1. Flavonoid merupakan kelompok penting dari polifenol yang
secara luas tersebar diantara tumbuh-tumbuhan. Flavonoid
terbuat dari lebih dari satu cincin benzene dalam strukturnya
dan banyak laporan yang mendukung kegunaan dari flavonoid
sebagai antioksidan.
2. Terpenoid memiliki fungsi sebagai antimikroba dalam sistem
pertahanan tumbuhan atau sebagai sinyal respon pertahanan
tidak langsung terhadap pemangsa tumbuhan dan musuh alami
tumbuhan. Terpenoid memiliki sifat obat seperti
antikarsinogenik, antimalarial, antimikroba, dan diuretic.
3. Tannin digunakan sebagai antiseptic dan aktivitas ini
dikarenakan adanya grup fenol. Tanin kaya akan obat
digunakan sebagai agen penyembuhan dalam sejumlah
penyakit.
4. Polifenol sangat penting untuk tumbuhan dan memiliki banyak
fungsi. Peranan paling penting dalam tumbuhan adalah
menjaga melawan patogen dan pemangsa herbivora, sehingga
diaplikasikan dalam pengendalian infeksi pathogen pada
manusia.
3. Taurin
Taurin atau asam 2-aminoethanesulfonik adalah asam organik yang
merupakan kandungan utama empedu, dan dapat ditemukan pada
jaringan tubuh manusia terutama pada otot rangka, jantung, serta dalam
30
sel darah putih dan sistem saraf pusat. Taurin adalah turunan dari asam
amino yang mengandung belerang (sulfhidril), cysteine. Berbeda dengan
asam amino yang sudah banyak dikenal, taurin, atau L-taurin khususnya,
tidak digunakan sebagai protein blok pembangun. Taurin digunakan
untuk membantu penyerapan lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.
Taurin juga membantu mengatur detakan jantung, menstabilkan-
membran sel, dan memelihara kelangsungan sel-sel otak (Arouma et al,
1988).
Gambar 8. Taurin (Strange dan Jackson, 1997).
a. Sumber Taurin
Taurin terdapat dalam daging, ikan, telur dan produk susu. Karena
manusia dewasa mampu memproduksi zat ini sendiri, asupan dari
makanan bisa dijadikan alternatif bila kadar produksi taurin dalam tubuh
mulai menurun. Meskipun diet vegetarian tidak mengonsumsi makanan di
atas, namun banyak makanan nabati seperti kacang-kacangan dan
beberapa sayuran, juga mengandung taurin. Taurin merupakan salah satu
nutrisi esensial yang diperlukan tubuh dan berperan penting dalam
membantu perkembangan sel-sel tubuh (terutama otot), pendistribusian
nutrisi ke seluruh tubuh dan mencegah tubuh dari oksidasi partikel
berbahaya yang dapat mengancam kesehatan.
31
b. Fungsi Taurin
1. Taurin untuk meningkatkan performa mental. Tingkat taurin yang tinggi
dalam tubuh akan membuat memori dan fungsi mental menjadi lebih
baik.
2. Taurin untuk mencegah penuaan dini. Taurin dianggap sebagai faktor
penting untuk mengontrol berbagai perubahan biokimia yang terjadi
selama proses penuaan dan membantu pembuangan radikal bebas.
3. Taurin untuk mencegah gagal jantung. Taurin digunakan untuk
membantu menyerap lemak dan vitamin yang larut dalam lemak serta
untuk mengatur detak jantung.
4. Efektif melawan obesitas (Redmon et al., 1983).
H. Mencit (Mus musculus L.)
1. Klasifikasi Mencit
Menurut Nowak dan Paradiso (1983) mencit diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Rodentia
Suku : Muridae
Marga : Mus
Jenis : Mus musculus L.
32
Gambar 9. Mencit (Mus musculus L.)
2. Deskripsi Mencit
Menurut Retnaningsih (2008), mencit sering digunakan sebagai hewan
percobaan karena mencit memiliki beberapa keunggulan. Pertama, gen
mencit relatif mirip dengan manusia, kedua, merupakan binatang
menyusui (mamalia), kemampuan berkembang biak mencit sangat tinggi,
relatif cocok untuk digunakan dalam eksperimen massal. Mencit (Mus
musculus) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berbiak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik.
Karakteristik umum mencit menurut Thrall (2004) dan Suckow (2006)
yaitu memiliki panjang tubuh 7,5-10 cm, dengan luas permukaan tubuh 36
cm2. Lama hidup 1-3 tahun, dimana pada usia 35 hari mencit telah
dikatagorikan dewasa. Berat mencit jantan dewasa berkisar antara 20-40 g
sementara berat betina berkisar antara 18-35 g. Mencit memiliki siklus
estrus 4-5 hari dengan lama bunting antara 19-21 hari (Soegijanto et al.,
2003 dan Yuwono, 2009).
33
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2017. Pembuatan
larutan taurin, ekstrak makroalga cokelat dan pembedahan dilakukan di
Laboratorium Biologi Molekuler FMIPAUniversitas Lampung. Pemeliharaan
mencit, menginduksi benzo(α)piren, pemberian taurin, ekstrak makroalga
cokelat dan makroalga merah dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Proses mikroteknik dan pengamatan histopatologi hepar dilakukan di
Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : mikroskop, beaker glass,
gelas ukur, tabung reaksi dan raknya, erlenmeyer, corong, pipet volum, pipet
tetes, gunting, pisau, timbangan analitik, alat bedah, kandang tikus, object
glass, spatula, blood counter tabulator, bak pemeliharaan mencit (Mus
musculus), rak preparat, alat bedah, kaca penutup, tempat minum, jarum
suntik, neraca analitik, sentrifugator, corong pisah, pipet plat tetes, tabung
EDTA, haemositometer, kertas saring, blender, corong kecil, rotary
34
evaporator, neraca analitik, mikroskop cahaya, counter, penggaris, alat tulis
dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini anatara lain hewan uji berupa
mencit jantan (Mus musculusL.) berumur 3 bulan dengan berat badan + 30-40
g, pelet pakan mencit, air minum, taurin, benzo(α)piren, minyak jagung,
makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga merah (Gracillaria sp.) ,
metanol digunakan untuk ekstraksi makroalga , bahan pembuatan preparat
mikroteknik (xylol, alkohol bertingkat, parafin, larutan pewarnaan Harris
Hematoxylin Eosin, dan kanada balsam)larutan Hayem (Na Cl 1 g +
Na2SO4 5 g + HgCl20,5 g + aquadest 200 mL), larutan truk (asam asetat
13mL + gentiana violet 21 mL + akuades100 mL),.
C. Metode
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancang Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 6
kelompok perlakuan, dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 5
ulangan. Berikut pembagian kelompok perlakuan :
1. Kelompok 1: Kelompok yang diberi pakan standar hingga akhir
penelitian (kontrol negatif).
2. Kelompok 2: Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama 10 hari
tanpa pemberian bahan uji (kontrol positif).
3. Kelompok 3: Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama 10 hari,
35
kemudian dilanjutkan pemberian ekstrak makroalga
cokelat dengan dosis 8 mg/ekor/hari selama 15 hari.
4. Kelompok 4: Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama 10 hari,
kemudian dilanjutkan pemberian taurin dosis 15,6
mg/ekor/hari yang dikombinasikan dengan ekstrak
cokelat dengan dosis 8 mg/ekor/hari selama 15 hari.
5. Kelompok 5: Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama 10 hari,
kemudian dilanjutkan pemberian ekstrak makroalga
merah dosis 8 mg/ekor/hari selama 15 hari.
6. Kelompok 6: Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama 10 hari,
kemudian dilanjutkan pemberian taurin dosis 15,6
mg/ekor/hari yang dikombinasikan dengan ekstrak
ekstrak makroalga merah dosis 8 mg/ekor/hari selama
15 hari.
2. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang
diperoleh dari BPPV Lampung. Digunakan mencit jantan karena sistem
imun pada mencit jantan cenderung lebih tidak dipengaruhi oleh hormon
reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen pada mencit
jantan relatif rendah dibanding mencit betina dan adanya stres akut dapat
menyebabkan penurunan kadar estrogen pada mencit betina yang berefek
imunostimulasi sehingga dapat mengaburkan efek stress bising terhadap
hormon-hormon stres yang mempunyai efek imunodepresi, yang
36
dihasilkan oleh aksis HPA dan sistem SMA seperti kortisol dan adrenalin
(Hakim, 2002)
Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Berusia kurang lebih 2-3 bulan
b. Berat badan kurang lebih 30-40 gram
c. Sehat
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Hewan Uji
Hewan uji berupa mencit jantan (Mus musculus L.) berjumlah 30 ekor
berumur 3 bulan dengan berat badan + 30-40 g. Mencit diperoleh dari
Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar
Lampung. Mencit dipelihara pada lingkungan homogen secara individu
di dalam bak berbahan plastik berukuran 20x30 cm dengan penutup
berbahan kawat yang dilengkapi wadah pakan, dan wadah air minum.
Aklimatisasi mencit dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan, hal ini
bertujuan agar mencit dapat beradaptasi dengan kondisi kandang.
Selama proses aklimatiasasi, mencit diberi pakan standar (pelet), dan air
minum secara ad libitum (sampai kenyang atau secukupnya). Setiap lima
hari berat badan mencit ditimbang dan diamati perilakunya. Mencit yang
digunakan adalah mencit yang sehat dan selama aklimatisasi. Selanjutnya
mencit dikelompokan ke dalam 6 kelompok dan diberi perlakuan sesuai
dengan rancangan percobaan.
37
2. Persiapan Bahan Uji
2.1. Persiapan Ekstrak Makroalga cokelat (Sargassum sp.) dan
makroalga merah (Gracillaria sp.)
Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak makroalga cokelat ,
makroalga merah dan taurin. Makroalga cokelat (Sargassum sp. )
dan makroalga merah (Gracillaria sp.) yang didapat, dipilih yang
terbaik kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir sampai
bersih. Kemudian Sargassum sp. dan Gracillaria sp. dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 30-35 0C. Setelah kering,
dihaluskan menggunakan blender dan dimaserasi selama 24 jam
dengan pelarut matanol (1:10) hingga diperoleh maserat. Filtrat dari
maserat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 50˚C
hingga didapat ekstrak kental, kemudian di masukkan ke dalam oven
hingga diperoleh ekstrak dalam bentuk pasta (Indriani, 2014).
Ekstrak dilarutkan dengan larutan CMC 1 %, dibuat dengan
cara melarutkan lebih kurang 1,0 gram CMC yang telah ditimbang
ke dalam 100 ml air (Armansyah et al., 2010).
2.2 Persiapan Taurin
Dalam penelitian ini, digunakan dosis taurin untuk pengujian yaitu
15,6 mg/ekor/hari (dua kali dosis normal). Pemberian dosis ini
mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Agata et al.,
(2016), bahwa pemberian taurin dengan dosis 15,6 mg/ekor/hari
yang dilarutkan dalam akuades mampu memperbaiki kerusakan
jaringan hepar mencit yang diinduksi benzo(α)piren.
38
3. Induksi Zat Karsinogenik terhadap Hewan Uji
Induksi karsinogenik dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan
benzo(α)piren pada jaringan subkutan mencit di bagian tengkuk.
Benzo(α) piren sebanyak 0,3 mg dilarutkan dalam 0,2ml minyak jagung.
Kelompok perlakuan 2 sampai dengan 6 diinduksi dengan benzo(α)piren
setiap hari selama 10 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian zat
uji selama 15 hari (Sugitha dan Djalil, 1989).
Munculnya benjolan (nodul) di bagian tengkuk merupakan ciri adanya
kanker pada hewan uji. Benzo(α)piren diberikan selama 10 hari karena
sel kanker akan tumbuh setelah terinduksi antara 9-13 hari. Pada periode
ini terlihat dan terasa perubahan pada tengkuk dan kaki mencit (Gustanti,
1999).
4. Pemberian Ekstrak Makroalga Cokelat (Sargassum sp.) dan
Makroalga Merah (Gracillaria sp.)
Penentuan dosis ekstrak makroalga cokelat (Sargassum sp.) makroalga
merah (Gracillaria sp.) dalam penelitian ini mengacu dosis yang
diberikan pada mencit yang telah diinduksi sell Dalton Ascitic
Lymphoma (DAL) yaitu 200mg/kg selama 14 hari (Rajan et al., 2013).
Dosis ekstrak makroalga cokelat (Sargassum sp.) dan makroalga merah
(Gracillaria sp.) yang diberikan untuk mencit dengan berat 30-40 g
yaitu sebesar 8 mg/ekor/hari. Ekstrak dilarutkan dalam CMC 1%.
39
5. Pemberian Taurin yang Dikombinasikan dengan Ekstrak
Makroalga Cokelat (Sargassum sp.)
Dalam penelitian ini, digunakan dosis taurin yaitu 15,6 mg/ekor/hari.
Pemberian dosis ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Agataet al., (2016), bahwa pemberian taurin dengan dosis 15,6
mg/ekor/hari mampu memperbaiki kerusakan jaringan hepar mencit yang
diinduksi benzo(α)piren. Dosis taurin sebanyak 15,6 mg/ekor/hari
dikombinasikan dengan dosis ekstrak Makroalga Cokelat (Sargassum
sp.) dan makroalga merah (Gracillaria sp.) sebesar 8 mg/hari yang
selanjutnya diberikan secara oral pada mencit.
6. Pengamatan Berat Badan, Berat Basah Hepar dan Ginjal Mencit
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan berat badan mencit
pada setiap kelompok. Pengamatan berat badan mencit dibagi menjadi
lima yaitu berat badan mencit hari ke-5 , hari ke-10, hari ke 15, hari ke-
20 dan berat badan mencit hai ke 25. Pada akhir perlakuan, dilakukan
pembedahan, pengambilan organ hepar, ginjal dan pengukuran berat
basah jaringan dari setiap kelompok.
7. Analisis Penghitungan Jumlah Total Sel Darah Putih (Leukosit) dan
Sel Darah Merah (Eritrosit)
a. Sel Darah Putih
Penghitungan jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan pipet
Thoma leukosit. Sampel darah yang diberi anti koagulan EDTA dihisap
dengan pipet sampai tanda “0,5”. Pipet kemudian dicelupkan ke dalam
40
larutan Turk dihisap sampai tanda “11” sehingga diperoleh pengenceran 1 :
20. Pipet dibolak-balik selama kurang lebih 3 menit dengan membentuk
seperempat lingkaran, kemudian 2-3 tetes darah yang pertama dibuang.
Selanjutnya darah diteteskan dipinggir kamar hitung. Kamar hitung
dibiarkan satu menit yang bertujuan untuk melisiskan eritrosit dan
memberi kesempatan kepada leukosit untuk menempati kamar hitung.
Penghitungan leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran
40x pada empat kotak besar dari kamar hitung. Jumlah leukosit tiap
milimeter kubik (mm³) adalah jumlah sel terhitung dikalikan dengan 50
(Tambur, 2006).
b. Sel Darah Merah
Pengamatan eritrosit menggunakan haemositometer. Larutan yang
digunakan adalah Hayem sebagai larutan fisiologis yang terdiri dari NaCl
1 g, Na2SO4 5 g, HgCl2 0,5 g dan akuades 200 ml. Larutan fisiologis ini
digunakan untuk mengencerkan darah sehingga darah bisa dihitung karena
harus bersifat isotonis dan fiksatif terhadap eritrosit.. Tetes darah pertama
dibuang, tetes darah berikutnya dihisap dengan haemositometer sampai
batas 0,5 atau 1. Hisap larutan pengencer sampai angka 101, suspensi
dikocok sampai benar-benar homogen (larutan menjadi berwarna merah di
dalam tabung). Tetes pertama suspensi darah dibuang terlebih dahulu,
setelah itu tetes darah berikutnya diteteskan pada bagian pinggir gelas
penutup. Dihitung jumlah eritrosit 5 kotak kecil pada kotak besar di
tengah.
41
8. Pembuatan Preparat Histopatologi Hepar Mencit
Pada akhir perlakuan mencit dikorbankan dan diambil hepar untuk dibuat
sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan
HematoxylinEosin (HE). Proses pembuatan preparat histopatologi, terdiri
dari beberapa tahapan yaitu tahap fiksasi, tahap dehidrasi, tahap
embedding, tahap cutting, tahap stainning dan tahap mounting (Ali, 2007).
Selanjutan dilakukan pengamatan preparat menggunakan mikroskop.
Preparat histologi diperiksa di bawah mikrokop cahaya dengan perbesaran
400x.
E. Parameter Penelitian
a. Rerata berat badan mencit
Pengukuran rerata berat badan mencit dilakukan sebanyak lima kali,
yaitu pengukuran berat badan menct hari ke- 10 (berat badan mencit
setelah 10 hari diinduksi benzo(α)piren), hari ke-15 (berat badan
mencit setelah 5 hari pemberian ekstrak Sargassum sp., Gracillaria sp.
dan taurin), hari ke-20 (berat badan mencit setelah 10 hari pemberian
Sargassum sp., Gracillaria sp. dan taurin) dan ), hari ke-25 (berat
badan mencit setelah 15 hari pemberian Sargassum sp., Gracillaria sp.
dan taurin),
42
b. Jumlah total sel darah putih (leukosit) dan sel darah merah
(eritrosit)
1. Leukosit
Penghitungan leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop
perbesaran 40x pada empat kotak besar dari kamar hitung. Jumlah
leukosit tiap milimeter kubik (mm³) adalah jumlah sel terhitung
dikalikan dengan 50 (Tambur, 2006).
2. Eritrosit
Setelah pembuatan preparat darah di haemositometer, darah
dihitung jumlahnya. Dihitung jumlah eritrosit 5 kotak kecil pada
kotak besar di tengah yang ada pada haemositometer
Jumlah total keselurah eritrosit dihitung dengan rumus :
Jumlah sel darah merah (DM) =Ne x p x 50
(Tambur, 2006).
Keterangan : Ne : Jumlah eritrosit dalam satu kotak menegah
p : Pengenceran
c. Rerata berat basah organ hepar dan ginjal mencit
Prosedur pengamatan berat basah organ hepar dan ginjal dilakukan
dengan menimbang organ yang masih segar menggunakan timbangan
digital dengan 2x ulangan dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol
(Dewi, 2012). Pengamatan berat basah organ mencit dilakukan dengan
menimbang organ sesaat setelah dilakukan nekropsi (pembedahan).
43
d. Rerata nilai indeks organ hepar dan ginjal mencit
Perhitungan nilai indeks hepar mencit dilakukan dengan rumus berikut:
e. Penilaian dan Gambaran histologi sel hepar dan ginjal mencit
1. Hepar
Pengamatan kerusakan jaringan hepar dan ginjal mencit dilakukan
dengan melakukan pengamatan kerusakan jaringan pada preparat
histologi hepar dan ginjal mencit seluruh kelompok perlakuan,
kemudian dilakukan skoring, kriteria penilaian derajat kerusakan
jaringan hepar dilakukan menggunakan model skoring
Histopatology Manja Roenigk (Puspita, 2014), yaitu:
Tabel 1. Skor Kerusakan Jaringan Hepar
Tingkat Perubahan Skor
Normal 1
Degenerasi parenkimatosa 2
Degenerasi hidropik 3
Nekrosis 4
Gambar 10. Gambaran histopatologi hepar mencit (perbesaran 400x) A= sel
hepar normal; B= degenerasi parenkimatosa sel hepar;
B A
44
Gambar 11. Gambaran histopatologi hepar mencit (perbesaran 400x);
C=degenerasi hidropik sel hepar; D= nekrosis sel hepar.
(Eroschenko, 2010)
2. Ginjal
Penilaian derajad kerusakan ginjal dilakukan di bagian tubulus
dan glomerulus, berdasarkan ada tidaknya infiltasi sel radang,
edema serta nekrosis pada glomerulus dan tubulus. Penilaian
derajat kerusakan ginjal diambil dari kerusakan tertinggi,
kemudian dihitung total kerusakan glomerulus dan tubulus, dengan
skor kerusakan 0-6. Skor yang digunakan menurut Muhartono et
al., (2016) sebagai berikut:
Tabel 2. Skor Kerusakan Jaringan Ginjal
Tingkat Perubahan Nilai
Normal 0
Infiltasi sel radang 1
Edema 2
Nekrosis 3
D C
45
Gambar 12. Gambaran histologi ginjal dengan perbesaran 400x.
(a) inti sel tubulus distal; (b) lumen tubulus distal; (c) spatium bowman; (d)
inti sel tubulus proksimal; (e) lumen tubulus proksimal
(Jaya, 2017).
Gambar 13. Gambaran kerusakan histologi ginjal dengan perbesaran 400x.
Ket: (a) inti sel tubulus proksimal; (b) pembengkakan lumen tubulus proksimal ;
(c) Edema spatium bowman (d) pembengkakan inti sel tubulus distal; (e)
kerusakan lumen tubulus distal; (f) sel radang
(Jaya, 2017).
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan ANOVA
(Analysis of Variance) pada taraf nyata 5% untuk melihat perbedaan yang
nyata antarkelompok perlakuan, jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan
dengan uji BNT (Beda NyataTerkecil) pada taraf nyata 5%.
f
c
a
b f
e
d
101
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pemberian ekstrak makroalga Sargassum sp. dan Gracillaria sp.
dengan dosis 8mg/ekor/hari selama 15 hari yang diberikan secara oral
mampu memperbaiki kerusakan histopatogi hepar dan ginjal mencit
jantan (Mus musculus) akibat penginduksian zat karsinogenik
benzo(α)piren.
2. Pemberian kombinasi ekstrak makroalga Sargassum sp. dan
Gracillaria sp. dengan dosis 8mg/ekor/hari serta taurin dosis
15mg/ekor/hari selama 15 hari yang diberikan secara oral mampu
memperbaiki kerusakan histopatogi hepar dan ginjal mencit jantan
(Mus musculus) akibat penginduksian zat karsinogenik benzo(α)piren.
3. Pemberian kombinasi ekstrak Gracillaria sp. dengan dosis
8mg/ekor/hari serta taurin dosis 15mg/ekor/hari selama 15 hari yang
diberikan secara oral lebih baik dalam memperbaiki kerusakan
histopatogi hepar dan ginjal mencit jantan (Mus musculus) akibat
penginduksian zat karsinogenik benzo(α)piren.
102
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan meningkatkan dosis pemberian ekstrak
makroalga Sargassum sp. dan Gracillaria sp., menggunakan hewan uji
yang lebih sensitif terhadap kanker, memperpanjang waktu penelitian dan
perlu dilakukan penelitian dengan mengamati respon dari penginduksian
benzo(α)pirenterhadap ekspresi dari protein p53.
103
DAFTAR PUSTAKA
Abbasoglu, D.S., Kanbagli, O., Balkan, J., Cevikbas, U., Aykac, T.G., Uysal, M.
2001. The protective effect of taurin against thioacetamide hepatotoxicity
of rats. Hum ExpToxicol. 20(1): 23-7.
Agata, A., E.L. Widiastuti., G.N. Susanto., Sutyarso. 2016. Respon Histopatologi
Hepar Mecit (Musmusculus) yang Diinduksi Benzo(α)piren terhadap
Pemberian Taurin dan Ekstrak Daun Sirsak (Annonamuricata). Jurnal
Natur Indonesia. 16(2). 54-63
Ali, H.T. 2007. Beneficial Efects Of Nigella sativa On The Testis Tissues Of
MiceExposed to UV Irradiation. Biology Departement/ Educatioan
College/ Mosul University.
Anggadiredja T. J., A.Zatnika, Heri, dan P.Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Armansyah TR. , A. Sutriana, D.Aliza , H.Vanda, E. Rahmi . 2010 Aktivitas
Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Kucing-kucinganAcalypha indica L.)
pada Tikus Putih (Rattus Novergicus) yangDiinduksi Parasetamol. Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol. XIII, No. 6
Arouma, O.I., B. Halliwell, B.M. Hoey dan J. Butler. 1988. The Antioxidant
Action Of Taurin, Hypotaurin And Their Metabolic Precursors. Biochem J.
256:251-255.
Aslan, L.M. 2003. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Atmodjo, A.P. 1990. Album Patologi Umum. Airlangga University Press,
Surabaya. hlm. 19.
Bouchier-Hayes D., H.P. Redmond,P.P. Stapleton, P. Neary,. 1998.
Immunonutrition: The Role of Taurine.Nutrition .14:599-604.
Boyer TD., MannsMP., Sanyal AJ., Zakim. 2012. A textbook of Liver Disease 6th
ed. Philadelphia. Saunders.
Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. 2000. BiologiEdisi ke-5.
Erlangga, Jakarta.
104
Chismirina S., S. Rezeki, R.C. Reinilda. 2010. Pengaruh bahan antikaries
beberapa tanaman herbal yang dikombinasi dengan pasta gigi yang
mengandung fluoride terhadap pertumbuhan Steptococcus mutans secara
in vitro. Dentika dental journal. 15 (2).
Dewi dan Sri. 2012. Uji Potensi Hepatoprotektif Senyawa Dimer dari Isoeugenol
terhadap Histologi Hati Mencit (Mus musculus) Jantan Galur DDY.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Biologi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Dewi, M. K., U. A. Lantika dan S. Ahmad. 2014. Efek Ekstrak Air Daun Sirsak
(Annona muricata L.) terhadap Distribusi Lemak Tubuh pada Tikus Jantan
Galur Wistar Model Obesitas. Prosiding Sains, Teknologi, dan Kesehatan
4(1):81-88.
D’Orazio N, Gemello E, Maria A. G, Massimo G, Cristiana F, and Riccioni G.
2012. Fucoxantin: A Treasure from the Sea. Marine Drugs Journal. 10,
604-616
Effendi, Z. 2003. Peran Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik DalamTubuh.
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra.
El Kader, M.A.A., M.H. El kafrawy, A.M.A. Tolba, M.M. Ali, A.S. Mohamed.
2015. Evauation of taurin role on some biochemical and histological
alterations in γ- irradiated rats. Int J Pharm Sci Rev Res. 30(1):263-271.
Elisabeth, J.,T. Haryati dan D. Siahaan. 2000. Polycyclic Aromatik Hydrocarbon.
(PAH): KaitannyadenganMinyakSawitdanKesehatandalamWarta PPKS
(Pusat Penelitian Kelapa Sawit). Medan.
Erlinger Thomas P. 2004. WBC Count and the Risk of Cancer Mortality
in a National Sample of U.S. Adults: Results from the Second
National Health and Nutrition Examination Survey Mortality
Study. Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention. 13: 1052
Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi Difiore, edisi ke–11. Jakarta: EGC
hal.371.
Faust, R. A., dan P. Reno. 1994. Toxicity summary for benzo[a]pyrene.
Tennessee, Oak Ridge Reservation Environmental Restoration Program.
Fretes H.D.,A.B. Susantho. B. Pasethyo, Limantara, Leenawaty. 2013.
Karatenoid Dari Makroalgae Dan Microalgae: Potensi Kesehatan Aplikasi
dan Bioteknologi. Jurnal Teknologi dan Industry Pangan. 23 (2). hal 4-8
Firdaus M., Astawan, Made. Muchtadi, Deddy. Wresdiyanti T.,
Waspadji, Sarwono. Karyono S.S. Toksisitas Akut Ekstrak Methanol
Rumput Laut Coklat Sargassum echinocarphum. JPHPI 15 (2). 2012
105
Georgieva, N.V. 2005. Oxidative Stress As A Factor Of Disrupted Ecological
Oxidative Balance In Biological Systems–a review. Bulg.J.Vet.Med. 8(1):
1–11.
Guyton A.C., Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
EGC. Jakarta.
Hamuel, James Doughari. 2012. Phytochemicals:ExtractionMethods,Basic
Structure and Mode of Action as PotentialChemotherapeutic Agents.
Nigeria: Department ofMicrobiology, School of Pure and Applied Science.
Federal University of Technology.
Hannan, D. dan R. A. Weinberg. 2011. The Hallmarks of Cancer: The Next
Generation. Cell - Elsevier, 4:646-674.
Harrigan J.A., B.P. McGarrigle, T.R. Sutter, and J.R. Olson. 2006. Tissue Spesific
Induction Of Cytochrome P450 (CYP) 1A1 1B1 in Rat Liver and Lung
Following In Vitro (tissue slice) an In Vivo Exposure to Benzo(a)pyrene.
Toxicol In Vitro 20. 426-438.
Huxtable R. J. 1992. Physiological actions of taurin. Physiol Rev.72:101-163.
Hodgson, E., 2004, A Textbook of Modern Toxicology, 3rd ed. John Wiley and
Sons, Inc. New Jersey.
Indriani, M. 2014. Ekstraksi Rumput Laut Cokelat Sargassum sp. (cp 02) dan
Pengujian Ekstrak sebagai Inhibitor Tirosinase (Tesis). Institut pertanian
bogor. Bogor
Issabeagloo, E., M. Taghizadiyeh, and P. Kermanizadeh. 2011. Hepatoprotective
Effect of Taurin Against Oxidative Stress Due to Methotrexate in Rat.
American Journal of Animal and Veterinary Sciences 6 (4): 187-192,
ISSN 1557-4555.
Jana, T. 2006. Rumput laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Julyasih dan Sri. 2009. Aktivitas Antioksidan Beberapa Jenis Rumput Laut
(seaweeds) Komersial di Bali.Surabaya. Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” . Jawa Timur.
Juliyarsi dan Melia. 2007. Dadih Susu Sapi Mutan (Lactococcus lactis) Sebagai
Food Healhty Dalam Menghambat Kanker. Artikel Penelitian. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.
Kang K.A., H.D. Bu, D.S. Park, G.M. Go, Y. Jee, T. Shin, dan J.W. Hyun. 2005.
Antioxidant Activity of Ethanol Extract of Callophyllis japonica.
Phytother Res 19 : 506-510.
106
Kasno, P. A. 2008. Patologi Hati dan Saluran Empedu Ekstra Hepatik. Balai
Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.
Kumalaningsih, Sri, 2006. Antioksidan Alami-Penangkal Radikal Bebas, Sumber,
Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Kusmanto, D. 2011. Fucoidan Senyawa Anti Kanker Pada Rumput Laut.
http://rumputlautindonesia.blogspot.com/2011/02/fucoidan-senyawa-anti-
kanker-pada.html diakses pada 17 Juni 2017
Kumalasari E. dan Sulistyani N. Aktivitas Fungsi Ekstrak Etanol Batang
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) terhadap Candida
Albicans serta Skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol. 1, No.
2, 2011 : 51 – 62
Kementerian kesehatan RI . 2014. Pusat Data dan Informasi. Jakarta selatan.
Murray, R.W. 1996. Biokimia Kedokteran Harper, Edisi 24.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kerr, M. 2004. Liver Cancer Fastest Growing Cancer in US
http://www.nlm.nih.gov. . Diakses pada tanggal 17 Juli 2017.
Li, N., Z. Shi, Y. Tang, J. Chendan X. Li. 2008. Recent Progress On The Total
Synthesis Of Acetogenins From Annonaceae. Beilstein Journal of Organic
Chemistry. 4(48): 4–12.
Lim, S.N., P.C.K. Cheung, V.E.C. Ooi and P.O. Ang. 2002. Evaluation of
Antioxidative of Extracts from a Brown Seaweed, Sargassum siliquastrum.
J. Agric. FoodChem. 50: 3862-3866.
Lazuardi, M. 2008. Struktur histopatologi ginjal dan hati kambing penderita
tripanosomiasis pasca pengobatan berenil. Media Peternakan. 31(1):14-
21.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.
Maretnowati, N., A. Widyawaruyanti, M.H Santosa. 2005. Uji toksisitas akut dan
subakut ekstrak etanol dan ekstrak air kulit batang Artocarpus champeden
spreng dengan parameter histopatologi hati mencit. Majalah Farmasi
Airlangga; 5(3):91-5.
Meenakshi, S., D.Manicka Gnanambigai, S. Tamil M o z h i , M . A r u m u g a m
a n d T . Balasubramanian. 2009. Total Flavonoid and in vitro Antioxidant
Activity of Two Seaweed of Rameshwaram Coast. Global Journal of
Pharmacology. 3 (2): 59-62.
107
Michael, B., Yano, Barry., R. S. Sellers, R. Perry,D. Morton, N. Roomie, J. K.
Johnson dan K. Schafer.2007. Evaluation of OrganWeights for Rodent and
Non-RodentToxicity Studies: A Review of Regulatory Guidelines and a
Survey of Current Practises. Toxicologic Pathology Vol. 35: 742-750
Mubarak H., S.Ilyas, W.Ismail, dan I.S.Wahyuni. 1990. Petunjuk Teknik
Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Jakarta. 94 hal.
Muhartono, I. Windarti, D.S. Liantari, Susianti. 2016. Risiko herbisida paraquat
dikloridaterhadap ginjal tikus putih Spraque dawley. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 29(1):43-46.
Mun’im, A., R. Andrajati dan H. Susilowati. 2006, Uji Hambatan Tumorigenensis
sari. Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Merek M terhadap Tikus
Putih Betina yang diinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antrasen (DMBA).
Majalah Ilmu Kefarmasia., 3 (3), 153161.
Muljono, D.H. 2004. Keterlibatan Mitokondria Pada Penyakit Hati. Lembaga
Biologi Molekul Eijkman. Jakarta.
Murray, R.W. 1996. Biokimia Kedokteran Harper, Edisi 24, Penerbit Buku
Kedokteran EG. Jakarta.
Moreno, M.G., Rivera, A.R., Gordillo, K.R. et al. 2008. Trolox down-regulates
transforming growth factor-β and prevents experimental cirrhosis. Basic
and Clinical Pharmacology and Toxicology 103: 476–481.
Nowak, M.R. dan L.J. Paradiso. 1983. Walker’s Mamals of The World 4 th
Edition. Volume 2. The John Hopkins University Press Baltomor. London.
Page 755 758.
Norziah, M. H., dan Chuing, C. Y. 2000. Nutritional Composition
of Edible Seaweed Glacilaria Changgi. Food Chemistry.
Naguib, Y.M., R.M. Azmy, R.M. Samaka, M.F. Salem. 2014. Pleurotus ostreatus
opposes mitochondrial dysfunction and oxidative stress in
acetaminophen induced hepatorenal injury. BMC Complementary and
Alternative Medicine. 14:494-515.
Nurjanah, A. Asadatun, S. Sabir. Aktivitas Antioksidan dan
Komponen Bioaktif Kangkung Air (Ipomoeae aquatica). Jurnal inovasi
dan kewirausahaan Vol 3 No 1 Januari 2014.
Othmer. 1986. SeaweedColloids.Encyclopedia of Chemical Technology.
17: 763 784.
108
Ozcan K, Ozen H, Karaman M. 2007. Nitrosative tissue damage and apoptotic
cell death in kidneys and livers of naturally ethylene glycol (antifreeze)-
poisoned geese. Avian Pathology 36(4): 325-329.
Pariza, M.W. 1994. Diet, cancer, and food safety. Di dalam: Modern Nutrition in
Health and Disease. Vol. 2. 8th edition. Shils, M.E., Olson, J.A., dan
Shike,M. (eds.). Lea and Febiger, A Waverly Company, Philadelphia.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka
Utama.Jakarta.
Playfair, J.H.L. and B.M. Chain. 2001. Immunology at a Glance Seventh edition.
Blackwell Publishing Company. London: 8-63.
Quinn, A., C. Wong, J. Younus, G. Dranitsaris, R. Goel, and M. Trudeau. 2009.
Canadian Pattern of Care for Anemia: Comparison of Chemotherapies in
Adjuvant Breast Cancer Setting. American Association for Cancer
Research.
Rajan D.S., M. Rajkumar, R. Srinivasan, R.P. Harikumar, S. Suresh and Senthil
Kumar KL, 2013. Antitumour Activity of Sargassum wightii (Greville)
Extracts against Dalton’s Ascites Lymphoma. Pakistan Journal of
Biological Sciences, 16: 1336-1341.
Redmon, H., P.Stapkleton, and David. 1983. Immunustrition. The role of Taurine.
Nutrition 14. 559-604.
Ressang, A.A. 1984. Patologi khusus veteriner. IFAD Project. Denpasar.
Retnaningsih, C.H. 2008. Potensi Fraksi Aktif Antioksidan, Anti Kolesterol
Kacang Koro (Mucuna pruriens) dalam Pencegahan Arteroskerosis.
Laporanpenelitian Hibah Bersaing DIKTI 2008/2009 UKS . Semarang.
Robbins S.L., Cotran R.S., Kumar V. 2007. Buku ajar patologi, edisi ke–7. EGC.
hlm. 664–84.Jakarta.
Rojas, M., B. Marie, J. M. Vignaud, N. Martinet, J. Siat, G. Grosdidier, I.
Cascorbi, K. Alexandrov. 2004. High DNA damage by benzo[a]pyrene
7,8-diol-9,10- epoxide in bronchial epithelial cells from patients with lung
cancer : comparison with lung parenchyma. Cancer Letters (207) : 157-
163.
Takeshi M and Takeshi Y. 2011. Simultaneous Treatment of Cancer Cells Lines
with the Anticancer Drug Cisplatin and the Antioxidant Fucoxanthin.
British Journal of Pharmacology and Toxicology, 2(3): 127-131.
109
Saladin. 2003. Anatomy & Physiology: The Unity Of Form And Function, Third
Edition. The Mc Graw-hill Companies. New York.
Samee, H., Zhen-xing Li, Hong Lin, Jamil Khalid and Yong-chao Guo. 2009.
Anti-Allergic Effects of Etanol Extract from Brown Seaweeds. Journal of
Zheijiang UniversityScience B.,10 (2): 147-153.
Santi, I. Wulan. Radjasa, O. Karna. Widowati, Ita. 2014. Potensi rumput laut
Sargassum duplicatum sebagai sumber senyawa antifouling. Journal of
Marine Research, 3 (3)
Shao, A. dan J.N. Hathcock. 2008. Risk Assessment for the Amino Acids Taurin,
L-Glutamine and L-Arginine. Regul Toxicol Pharmacol,50(3) : 376-399.
Siswandono, S.B. 2000. Kimia Medisinal, Ed ke-2. Airlangga University.
Semarang.
Slomianka L. 2009. Blue- Histologi Urinary System. School Of Anatomy And
Human Biology -The University of Western Australia. Australia.
Schmidt, K. and Nielsen. 1990. Animal Phisiologi. 5th edition. Cambridge
University Press. Australia.
Suckow, M.A., S.H. Weisbroth, dan C. I. Franklin. 2006. Rats As Laboratory
Animals. Elsevier Inc. London.
Sugitha dan Djalil. 1989. Susu : Pengolahan dan Teknologinya. Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Padang.
Suhita, N.L.P.R., I.W. Sudira, dan I.B.O. Winaya. 2013. Histopatolgi ginjal tikus
putih akibat pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) peroral.
Buletin Veteriner Udayana, 5(2):71-78
Sumpena, Y. 2009. Uji Mutagenisitas Benzo (α) piren dengan Metode
Mikronukleus pada Sumsum Tulang Mencit Albino (Mus musculus).
Cermin DuniaKedokteran, Vol 36 no. 1/167.
Sreejamole,K.L.,& Greeshma,P.M. 2013. Antioxidant and BrineShrimp Cytotoxic
Avtivities of Ethanolic Extract of RedAlgae Gracilaria Corticata.Indian
Journal of NaturalProducts and Resources. Stanley, N.F. 1987.
Carrageenan.
Suparmi Sahri, Achmad. 2009. Mengenal Potensi Rumput Laut: Kajian
PemanfaatanSumber Daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan.
Sultan Agung, 154 (118).
Tambur, Z. 2006. White Blood Cell Differential Count in Rabbits Artificially
Infected with Intestinal Coccidia. J. Protozool. Res, 16, 42-50.
110
Terzi, G., T. H. Çelik dan C. Nisbet. 2008. Determination Of Benzo[A]Pyrene In
Turkish Döner Kebab Samples Cooked With Charcoal Or Gas Fire. Irish
Journal of Agricultural and Food Research, (47) : 187–193.
Thrall, M. A. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Maryland:
Lippincott Williams dan Wilkins. hal 3-11; 20; 69-77; 212-217.
Tjitrosoepomo, G. 2001. Taksonomi Tumbuhan: Schizophyta, Thallophyta,
Bryophyta dan Pteridophyta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Thompsond, A.D.1994. Catatan Kuliah Patologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Waryono T. Biogeografi Alga Makro (Rumput Laut) di Kawasan Pesisir
Indonesia. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008. 2008.
Wikanta, Thamrin. Prehati, R. Resty , L. Fajarningsih, D. Nurrahmi . 2010.
Pengaruh pemberian ekstrak ethanol Turbinaria decurrens terhadap
perbaikan kerusakan hati tikus putih. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan,5 (1).
Zahra, R., M. Mehrnaz., V. Farzaneh and S. Kohzad. 2007. Antioxidant Activity
of Extract from Brown Alga, Sargassum boveanum. AfricanJournal of
Biotechnology. 6 (24): 2740- 2745.
Zakaria, F.R. 2001. Pangan dan Pencegahan Kanker. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. XII (2): 171-177.
Zhang, Z., D. Liu, B. Yi, Z. Liao, L. Tang, D. Yin, M. He. 2014. Taurin
suplementation reduces oxidative stress and protects the liver in an iron
overload murine model. Molecular Medicine Reports. 10: 2255-2262.
Zhu H,Y Li, MA.Trush. 1995.Characterization of benzo[ a]pyrene quinone-
induced toxicity to primarycultured bone marrow stromal cells from
DBA/2 mice: potential role of mitochondrial dysfunction. Toxicol Appl
Pharmacol,1995; 3: 108-120.