Disain Tata Kelola Migas Paska Putusan MK dan Kecenderungan Industri Migas
Global
Benny Lubiantara
Februari 2013
Mengenai BP Migas
BP Migas hanya melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan Migas, dan tidakmelakukan pengelolaan secara langsung, karena pengelolaan Migas pada sektor hulu baik eksplorasi maupun eksploitasi dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara maupun badan usaha bukan milik negara berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat, efisien, dan transparan. Menurut Mahkamah model hubungan antara BP Migas sebagai representasi negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan Migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam Migas yang bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.….Paling tidak hal itu terjadi, karena tiga hal, yaitu: Pertama, Pemerintah tidak dapat secara langsung melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung badan usaha milik negara untuk mengelola seluruh wilayah kerja Migas dalam kegiatan usaha hulu; Kedua, setelah BP Migas menandatangani KKS, maka seketika itu pula negara terikat pada seluruh isi KKS, yang berarti, negara kehilangan kebebasannya untuk melakukan regulasi atau kebijakan yang bertentangan dengan isi KKS; Ketiga, tidak maksimalnya keuntungan negara untuk sebesar besar kemakmuran rakyat, karena adanya potensi penguasaan Migas keuntungan besar oleh Bentuk Hukum Tetap atau Badan Hukum Swasta yang dilakukan berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan. Dalam hal ini, dengan konstruksi penguasaan Migas melalui BP Migas, negara kehilangan kewenangannya untuk melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung Badan Usaha Milik Negara untuk mengelola sumber daya alam Migas, padahal fungsi pengelolaan adalah bentuk penguasaan negara pada peringkat pertama dan paling utama untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Putusan MK
Mengenai BP Migas
Bahwa untuk mengembalikan posisi negara dalam hubungannya dengan sumber daya alam Migas, negara/pemerintah tidak dapat dibatasi tugas dan kewenangannya pada fungsi pengendalian dan pengawasan semata tetapi juga mempunyai fungsi pengelolaan. Menurut Mahkamah, pemisahan antara badan yang melakukan fungsi regulasi dan pembuatan kebijakan dengan lembaga yangmelakukan pengelolaan dan bisnis Migas secara langsung, mengakibatkan terdegradasinya penguasaan negara atas sumber daya alam Migas. Walaupun terdapat prioritas pengelolaan Migas diserahkan kepada BUMN sebagaimana telah menjadi pendirian Mahkamah dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004, efektivitas penguasaan negara justru menjadi nyata apabila Pemerintah secara langsung memegang fungsi regulasi dan kebijakan (policy) tanpa ditambahi dengan birokrasi dengan pembentukan BP Migas. Dalam posisi demikian, Pemerintah memiliki keleluasaan membuat regulasi, kebijakan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan atas sumber daya alam Migas. Dalam menjalankan penguasan negara atas sumber daya alam Migas, Pemerintah melakukan tindakan pengurusan atas sumber daya alam Migas dengan memberikan konsesi kepada satu atau beberapa Badan Usaha Milik Negara untuk mengelola kegiatan usaha Migas pada sektor hulu. Badan Usaha Milik Negara itulah yang akan melakukan KKS dengan Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Usaha Kecil, badan hukum swasta, atau Bentuk Usaha Tetap. Dengan model seperti itu, seluruh aspek penguasaan negara yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 terlaksana dengan nyata.
Putusan MK
Kontrak Kerja Sama
Menurut Mahkamah hubungan antara negara dengan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilakukan dengan hubungan keperdataan, akan tetapi harus merupakan hubungan yang bersifat publik yaitu berupa pemberian konsesi atau perizinan yang sepenuhnya di bawah kontrol dan kekuasaan negara. Kontrak keperdataan akan mendegradasi kedaulatan negara atas sumber daya alam, dalam hal ini Migas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak Pemerintah atau yang mewakili Pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang a quo adalah bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi. Untuk menghindari hubungan yang demikian negara dapat membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsensi untuk mengelola Migas di Wilayah hukum Pertambangan Indonesia atau di Wilayah Kerja, sehingga BUMN tersebut yang melakukan KKS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, sehingga hubungannya tidak lagi antara negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tetapi antara Badan Usaha dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah Pasal 6 UU Migas, merupakan pengaturan yang bersifat umum yang apabila tidak dikaitkan dengan BP Migas selaku Pemerintah adalah tidak bertentangan dengan konstitusi.
KUASA PERTAMBANGAN
Pasal 11(1) Kepada Perusahaan disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan Indonesia, sepanjang mengenaipertambangan minyak dan gas bumi.(2) Kepada Perusahaan diberikan Kuasa Pertambangan yang batas-batas wilayahnya serta syarat-syaratnyaditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.
Pasal 12(1) Perusahaan dapat mengadakan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk "Kontrak Production Sharing".(2) Syarat-syarat kerja sama termaksud pada ayat (1) pasal ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.(3) Perjanjian termaksud pada ayat (1) pasal ini mulai berlaku setelah disetujui oleh Presiden.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1971
TENTANGPERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI NEGARA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 35 TAHUN 1994
TENTANGSYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA
KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI
Putusan MK
BUMNPertamina
PP 31/ 2003 Pengalihan Bentuk Pertamina menjadi Persero
Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, baik dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
UU 19/2003 tentang BUMN
Pasal 1 ayat 2: Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Pasal 11 UU BUMN, Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas
Pada sisi lain, jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam untuk dikelola oleh perusahaan swasta atau badan hukum lain di luar negara, keuntungan bagi negara akan terbagi sehingga manfaat bagi rakyat juga akan berkurang.
Pasca-bubarnya BP Migas, Hikmahanto Juwana, KOMPAS, 17 November 2012
Salah satu upaya tersebut adalah mengubah rezim kontrak yang berlaku di sektor migas menjadi rezim izin. Bila pada saatnya disetujui rezim izin itu yang diberlakukan, UU Migas harus diamandemen secara keseluruhan. Solusi Permanen Migas, Kurtubi, KOMPAS, 17 November 2012 dengan UU Migas, pola hubungan dengan perusahaan asing/swasta menjadi pola business to government (B to G). Pola ini menghilangkan kedaulatan negara dan aset pemerintah di luar negeri berisiko terekspos dan dapat disita partner kontrak BP Migas jika, misalnya, pengadilan/arbitrase internasional memutuskan BP Migas kalah dalam suatu perkara. BP Migas dan Ilusi Kedaulatan, Giri Ahmad Taufik ; Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, KOMPAS, 30 November 2012
Model kontrak (Service Contract) ini mencegah pemberian kepemilikan atas migas yang dihasilkan kepada swasta. Sehingga pemerintah berdaulat penuh untuk menentukan harga jual, alokasi produksi, dan area penjualan migas tersebut
Artikel Pengamat di Mass Media
1. Entrusting the Government’s representative in the PSC to newly formed SOEs. This will be similar to those applied based on the Law Nr. 44/Prp/1961 on Oil and Gas Mining (Article 3),
• the oil and gas mining venture can only be performed by the State in which the activities may be undertaken by SOEs which may cooperate with private companies
2. Entrusting the Government’s representation to PT PERTAMINA (Persero), such as that applied following the promulgation of Law Nr. 8 of 1971 on PERTAMINA and before promulgation of Law Nr. 22/2001
3. Giving task directly to the Directorate General of Oil and Gas of MEMR. This would be similar to those applied prior to the Indonesia’s independence. Based on the Article 5A of 1899 Indische Mijnwet (was incorporated in the Law in 1910)
*) Source: Dr. Ir Madjedi Hasan, MPE, MH, FCBArb, “BPMIGAS is dissolved, What is next?”
Three Options from Madjedi Hasan
Upstream Petroleum Contract
Invest
or/contra
ctor
Inte
rest
Host G
overnm
ent
Control
*) Author’s illustration - Modified from Society of Petroleum Engineers (SPE)
Contract
Sta
bility
?
11
Technical
Assistance
Development Field
Conventional
E & P
High Cost EOR
Extra Heavy Oil
Extra Deepwate
r
Low Cost Brownfie
ld
Service
Contract
Producti
on
Sharing C
ontract
Concess
ion
(Royaty
Tax)
One-size-fits-all model does not exist
Project´
s
Risk
The needs for
IOC’s
Involvement
Service Contract
Production Sharing Contract
ConcessionRoyalty &
Tax
Lower Risk
Higher Risk
Percentage of
NOC/SOC Participati
on?
Iran (Buy back)Iraq (Technical Service
Assistance)
BrazilNorway
Indonesia
Angola Canada (unconv. heavy oil)
Nigeria
Malaysia
Libya (EPSA) Nigeria
DW Russia
Algeria
Kazakhstan
UK
US GOM
The Role of NOC/SOC and The Upstream Arrangement
13
The Issue of International Arbitrage
The purpose of BITsThe purpose of a BIT, which is a treaty between two countries, is to promote foreign investments between the two countries and to offer protection to investors from one country investing in the other. For that purpose, a BIT contains binding rules on the treatment of investments originating from one country and made in the other. The treaties are always reciprocal.
ExxonMobil vs. PDVSA , via International Chamber of Commerce (ICC)
ExxonMobil vs. Gov. Venezuela, via ICSID (BIT)
Occidental Petroleum vs. Petroecuador and Gov. Ecuador, via ICSID (BIT)
Churchil Mining vs. Gov. Indonesia
Governance of the Upstream Petroleum
17
Policy
Ministry
Directorate/
Gov’t Body/
Agency
NOCIOCs
Brazil, Norway, Algeria, Mexico, Nigeria
Governance of the Upstream Petroleum
18
Malaysia, Angola, Saudi Arabia, Russia, Venezuela
(Before Chavez)Venezuela (Chavez Era)
When institutional capacity allows, government should separate the national resource company from the licensing, technical and regulatory supervision of the resource sector, placing those functions instead in independent governmental entities. Where such functions are retained within the national company, conflicts of interest can be reduced and better monitored if non-commercial functions are segregated and subject to separate supervision and reporting
The Natural Resource Charter (November 2010)
Precept 6 - Nationally owned resource companies should operate transparently with the objective of being commercially viable in a competitive environment
Who is behind the Charter?The Charter has no political heritage or sponsorship.The drafters of the Charter are an independent group of the world’s foremost experts in economically sustainable resource extraction. This group of experts, chaired by Nobel Laureate Michael Spence, comprise the Charter’s Technical Advisory Group, which will continue to incorporate views, feedback, and other inputs into the Charter on an annual basis. The Charter is governed by an Oversight Board chaired by Ernesto Zedillo, former President of Mexico. Other members of the Oversight Board include Luisa Diogo, Abdulatif Al-Hamad, Mo Ibrahim and Shengman Zhang.
Chevron Pacific Ind.; 327,692
PERTAMINA; 120,798Total E&P; 64,788
PHE - ONWJ; 38,178
CNOOC SES; 36,331
ConocoPhillips Ind.; 35,146
CICO; 26,910
Mobil Cepu Ltd.; 24,083PetroChina Jabung; 16345
Vico Ind.; 15,236
41 KKKS Lainnya; 120,817
Chevron Pacific Ind.
PERTAMINA
Total E&P
PHE - ONWJ
CNOOC SES
ConocoPhillips Ind.
CICO
Mobil Cepu Ltd.
PetroChina Jabung
Vico Ind.
41 KKKS Lainnya
14,6%7,8%
Sumber: SKK MIGAS
PRODUKSI MINYAK BUMI DARI KKKS TAHUN 2013
STATUS 27 JANUARI 2013 (BOPD)
21
39,7%
0
500
1000
1500
2000
52 57 57 51 53 59 74 91 99109153
266
401
488512
550544585
744773
797
847
904
966
1056
12141264
130213021327
13971404
13161364
12671229
1366
15221501
14681462
13731408
1499
1586
14981496
1240
1375
146015001500
466
569601
742
853889
1082
13361373
1305
1506
1683
163115891587
1624
1288
1407
1519
13381362
1445
1303
1387
15391575
14911535
16121624
1574155715371500
1415
1341
1252
1147
10961062
1006
954977
949945902
861830
900
100010101010
TAHUN
MBOEPD
Minyak Gas
PEAK
1977
Plateau stage
*) Outlook per 29 Januari 2013
PEAK 1995
PROFIL PRODUKSI MIGAS INDONESIA
Sumber: SKK MIGAS
Link
New Blocks Offered
Existing Contract
s
Expiring Contracts
Commercial Aspects of Petroleum Fiscal Systems
(Design issues)
Higher NOC (up to 100%) Participation depending upon the risk profiles
Attract Investors ?
Combination of Back end loaded features : lower royalty, moderate share?
And Front- end loaded features : progressive share, additional taxes, etc.
Higher NOC Share Less issue on commercial Terms and Conditions More Issue on the ability of NOC to finance the current and upcoming E & P projects
Carried NOC Participation depending upon the risk profiles
Encourage EOR Development
WPT?
Fungsi Pengelolaan melalui investasi dana “upstream petroleum fund”
Fungsi Pengawasan &
Pengendalian
Kontraktor Kontrak Kerjasama, dan
bentuk lain
PERTAMINA
Perusahaan Kemitraan (Joint
Venture)
PHE PEP
Oil and Gas Agency/Authority/B
ody
Global upstream
opportunities
Alternatif Tata Kelola Migas
Kesimpulan
• Tata Kelola Migas paska keputusan MK harus di disain dengan hati hati, agar model tata kelola yang baru tidak malah memberikan hasil yang lebih buruk dari yang sebelumnya, sehingga berpotensi membuat industri migas nasional semakin terpuruk.
• Oleh karena itu, model tata kelola yang baru seyogyanya memperhatikan perkembangan dan kecenderungan industri migas global, memahami kenyataan bisnis migas yang high risk & high return, memahami bahwa tidak ada model yang cocok untuk semua aplikasi (one size fit all model does not exist), serta mendefinisikan pengelolaan yang semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat berdasarkan indikator yang disepakati sehingga dapat terukur, misalnya:Government Take, share NOC terhadap produksi nasional, R/P ratio, dan lain lain.
The world’s 20 biggest oilfields by production
Source: IEA WEO 2008
Minas, Duri 1940 an
Kashagan Field, offshore, Kazakstan, 2000Tupi Field, Offshore Deepwater, Brazil, 2006
Banyu Urip, 2001 ?
Return