Desain Elemen Struktur Bangunan Gedung Kuliah Umum
dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
Menggunakan Precast
Design Element Structure of Public Lecture Building with Intermediate
Moment Frame System Barrier (SRPMM) using Precast
Alzena Sekar Putri
1, Nugraha Bintang Wirawan
1
1Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Way
Huwi, Lampung Selatan, Indonesia
Abstrak
Struktur beton pracetak merupakan elemen bangunan yang menggunakan beton bertulang/tak
bertulang dengan komponen - komponen yang dicetak terlebih dahulu di tempat khusus (fabrication)
dan selanjutnya dipasang di lokasi proyek (installation). Kelebihannya antara lain pengerjaan yang relatif singkat, proses produksinya tidak tergantung cuaca, tidak memerlukan tempat penyimpanan
material yang luas, hemat akan bekisting dan penopang bekisting, serta kemudahan dalam
pelaksanaannya sehingga dapat mereduksi durasi proyek dan secara otomatis biaya yang dikeluarkan menjadi lebih kecil. Struktur Gedung Kuliah Umum berlokasi di Lampung Selatan yang dimodifikasi
struktur atap dak beton dengan ketinggian ± 15 m (termasuk atap dak beton) dengan sistem dilatasi
antar kolom menggunakan metode pracetak (precast). Sistem struktur gedung ini dirancang
menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). Standar yang digunakan dalam perencanaan ini adalah perencanaan struktural menggunakan tata cara perhitungan struktur beton
untuk bangunan gedung (SNI 2847:2013), untuk menghitung pembebanan (SNI 1727:2013), dan
analisis gempa respons spektrum dengan acuan (SNI 1726:2012). Sambungan antar elemen pracetak menggunakan sambungan basah dan grouting.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi kebutuhan tulangan dan dimensi pada
elemen struktur Gedung Kuliah Umum, menghitung jarak dilatasi, dan untuk mengetahui apakah
simpangan pada gedung memenuhi simpangan ijin atau belum.
Kata kunci : Dilatasi, Struktur Gedung, Analisis Respon Dinamik, Pracetak, Sistem Rangka Pemikul Momen
Menengah.
Abstract
Precast concrete structures are building elements that use reinforced / unreinforced concrete
with components that are first printed in a special place (fabrication) and then installed at the project
site (installation). The advantages include relatively short workmanship, the production process does
not depend on the weather, does not require a large material storage space, saves formwork and formwork supports, and is easy to implement so that it can reduces project duration and
automatically costs incurred to be cheaper. The structure of the Public Lecture Building is located in
South Lampung which is modified by a deck roof structure with a height of ± 15 m (including a deck roof) with a dilatation system between columns using the precast method. This building structure
system is designed using the Intermediate Moment Frame System Bearer (SRPMM). Standards used
in this planning are structural planning using procedures for calculating concrete structures for buildings (SNI 2847: 2013), to calculate loading with reference (SNI 1727: 2013), and earthquake
response spectrum analysis with reference (SNI 1726: 2012). Connection between precast elements
using wet joints and grouting.
The purpose of this study is to estimate the reinforcement requirements and dimensions of the
structural elements of the Public Lecture Building, to calculate the dilatation distance between the two buildings, and to determine whether the deviation met the allowable deviation or not.
Keywords: Structural planning, SRBPMB, deflection, and ratio.
I. PENDAHULUAN
Pemakaian metode beton pracetak (precast) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
metode konvensional. Kelebihan tersebut meliputi waktu pengerjaan yang relatif singkat,
proses produksinya tidak tergantung cuaca, tidak memerlukan tempat penyimpanan material
yang luas, kontrol kualitas beton lebih terjamin, hemat akan bekisting dan penopang
bekisting, serta kemudahan dalam pelaksanaanya. Untuk tugas akhir ini digunakanlah metode
precast karena lebih ekonomis dan mudah dalam perencanaan dibandingkan dengan beton
konvensional.
Salah satu yang perlu diperhatikan dalam mendesain elemen struktur menggunakan
beton pracetak yaitu desain sambungan, maka pada perencanaan Gedung Kuliah Umum ini
direncanakan menggunakan sambungan basah (wet connection). Sambungan basah yaitu
sambungan yang menghubungkan antar beton pracetak dengan cara menghubungkan besi
tulangan dari beton pracetak pada beton pracetak lain dengan cara dicor ditempat.
Bangunan Gedung Kuliah Umum memiliki layout menyerupai huruf L. Menurut SNI
1726:2012 Tata Cara Untuk Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, dalam
kinerja struktur bangunan gedung disebutkan bahwa kinerja batas ultimit struktur bangunanan
gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat maksimum. Untuk mencagah benturan
berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur bangunan harus dipisah dengan dilatasi.
Dengan adanya dilatasi, kemungkinan adanya korban akibat keruntuhan bangunan dapat
dikurangi.
Oleh karena itu tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mendesain elemen struktur
precast pada gedung kuliah umum dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
(SRPMM) yang biasa digunakan untuk gedung di wilayah resiko menengah menggunakan
pembebanan gempa repsons spektrum dengan bantuan pemodelan software, dan untuk
mencari jarak aman dilatasi pada gedung kuliah umum.
II. METODOLOGI PERENCANAAN
Berikut merupakan tahapan diagram alir pada perencanaan struktur Gedung Kuliah
Umum :
Gambar 1. Diagram Alir Perencanaan
Mulai
Permasalahan
Pengumpulan Data
Pembebanan
Analisis Struktur
dengan bantuan
aplikasi struktur
Desain dan pengecekan
hasil desain sesuai
dengan persyaratan
SNI
Selesai
Memenuhi
Tidak
memenuhi
Permodelan
Preliminary Design
A
Gambar 2. Diagram Desain Tulangan dan Simpangan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Gedung Kuliah Umum direncanakan menggunakan material beton. Elemen struktur
seperti balok, kolom serta pelat menggunakan beton pracetak. Struktur Atas Gedung Kuliah
Umum direncanakan memiliki 2 bangunan yang dipisahkan dengan dilatasi antar kolom, dan
memiliki jumlah lantai sebanyak 4 lantai, lantai 2 dengan ketinggian 2,5 m, lantai 2 dan 3
memiliki ketinggian 4 m, dan atap dengan ketinggian 4,5 m, bila dijumlahkan total ketinggian
seluruhnya adalah 15 m. Perencanan dilakukan dengan melakukan pemodelan pada software
analisis struktur menggunakan gambar rencana yang telah direncanakan sebelumnya. Berikut
gambar denah lantai 1 hingga 4 yang digunakan sebagai acuan pemodelan, gambar potongan
pada pemodelan, serta gambar 3 dimensi pada pemodelan menggunakan software analisis
struktur.
Gambar 3. Denah Lantai 1
Gambar 4. Denah Lantai 2
Gambar 5. Denah Lantai 3-4
Gambar 5. Section 1- 5 dan Section 7- 11
Gambar 6. Potongan Memanjang Bangunan 1
Gambar 7. Potongan Melintang Bangunan 1
Gambar 8. Potongan Memanjang Bangunan 2
Gambar 9. Potongan Melintang Bangunan 2
Gambar 10. Gambar 3D Gedung Kuliah Umum
Dimensi elemen struktur yang digunakan pada perencanaan struktur atas Gedung Kuliah Umum
tertera pada tabel berikut :
Tabel 1. Dimensi Elemen Struktur
Elemen Struktur Dimensi (mm)
Kolom K1 & K2 450 x 450
K1.1 & K2.1 350 x 350
Balok
B1 700 x 350
B2 500 x 250
B3 400 x 250
Sloof TB1 550 x 300
TB2 450 x 250
Pelat S1 120
Atap 100
Bangunan 1
Bangunan 2
Elemen struktur beton direncanakan menggunakan material BJ56, dan perencanaan
tulangan mengacu pada SNI 2847-2013. Setelah dilakukan desain tulangan pada beton
pracetak, maka dilakukan pula pengecekan yang bertujuan mengecek apakah struktur yang
direncanakan aman atau tidak. Pengecekan yang dilakukan yaitu mengecek simpangan antar
lantai, defleksi pada balok dan kolom yang terjadi pada struktur GKU apakah masih dalam
batas yang diizinkan. Dimana syarat untuk simpangan pada kolom harus kurang dari H/200,
defleksi pada balok harus kurang dari L/240, dan simpangan antar lantai yang tidak boleh
melampaui simpangan ijin. Simpangan antar lantai, defleksi yang terjadi pada elemen struktur
GKU, dan jarak aman dilatasi pada GKU adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Simpangan maksimum antar lantai arah X bangunan 1
Tabel 3. Simpangan maksimum antar lantai arah Y bangunan 1
Tabel 4. Simpangan maksimum antar lantai arah X bangunan 2
No Lantai H
(mm)
𝜹
(mm)
∆𝜹
(mm)
𝜹𝒙
(mm)
∆𝒂
(mm) Keterangan
1 Atap 15000 42,349 7,602 22,806 225 Memenuhi
2 Lantai 4 15000 34,747 11,344 34,032 225 Memenuhi
3 Lantai 3 15000 23,403 14,86 44,58 225 Memenuhi
4 Lantai 2 15000 8,543 6,899 20,697 225 Memenuhi
5 Lantai 1 15000 1,644 1,644 4,932 225 Memenuhi
No Lantai H
(mm)
𝜹
(mm)
∆𝜹
(mm)
𝜹𝒚
(mm)
∆𝒂
(mm) Keterangan
1 Atap 15000 20,256 3,051 9,153 225 Memenuhi
2 Lantai 4 15000 17,205 5,145 15,435 225 Memenuhi
3 Lantai 3 15000 12,06 7,425 22,275 225 Memenuhi
4 Lantai 2 15000 4,635 3,547 10,641 225 Memenuhi
5 Lantai 1 15000 1,088 1,088 3,264 225 Memenuhi
No Lantai H
(mm)
𝜹
(mm)
∆𝜹
(mm)
𝜹𝒙
(mm)
∆𝒂
(mm) Keterangan
1 Atap 15000 20,967 3,416 10,248 225 Memenuhi
2 Lantai 4 15000 17,551 5,25 15,75 225 Memenuhi
3 Lantai 3 15000 12,301 7,542 22,626 225 Memenuhi
4 Lantai 2 15000 4,759 3,656 10,968 225 Memenuhi
5 Lantai 1 15000 1,103 1,103 3,309 225 Memenuhi
Tabel 5. Simpangan maksimum antar lantai arah Y bangunan 2
Dalam menentukan nilai maksimum dilatasi maka diambil nilai simpangan yang terbesar diantara
kedua bangunan yaitu 58,479 mm. Dengan mempertimbangkan keamanan, jarak dilatasi yang
diambil sebesar simpangan maksimum ditambahkan dengan dimensi satu kolom, karena jarak
dilatasi pada permodelan struktur yaitu dari as ke as kolom.
𝛿𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑑𝑦𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 + dimensi 1 kolom
= 58,479 mm + 450 mm
= 508,475 mm ≈ 550 mm
Defleksi maksimum pada balok perlantai bangunan 1 dan 2 tertera pada tabel berikut:
Tabel 6. Defleksi maksimum balok bangunan 1
Tabel 6. Defleksi maksimum balok bangunan 2
No No.
Frame Lantai
L
(m)
𝜹𝒎𝒂𝒌𝒔
(m)
1 1045 Atap 8 0,000833
2 833 Lantai 4 8 0,000868
3 17 Lantai 3 8 0,001076
4 2172 Lantai 2 8 0,000264
5 1470/ Lantai 1 8 0,000357
No Lantai H (mm) 𝜹 (mm) ∆𝜹
(mm)
𝜹𝒚
(mm)
∆𝒂
(mm) Keterangan
1 Atap 15000 43,808 7,937 23,811 225 Memenuhi
2 Lantai 4 15000 35,871 11,728 35,184 225 Memenuhi
3 Lantai 3 15000 24,143 15,389 46,167 225 Memenuhi
4 Lantai 2 15000 8,754 7,075 21,225 225 Memenuhi
5 Lantai 1 15000 1,679 1,679 5,037 225 Memenuhi
No No.
Frame Lantai
L
(m)
𝜹𝒎𝒂𝒌𝒔
(m)
1 119 Atap 8 0,00165
2 575 Lantai 4 8 0,00217
3 966 Lantai 3 8 0,00286
4 352 Lantai 2 8 0,00305
5 1554 Lantai 1 8 0,00242
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan desain elemen struktur dari hasil pemodelan struktur, maka
dapat disimpulkan :
1. Hasil desain elemen struktur telah memenuhi persyaratan Sistem Rangka Pemikul
Momen Menengah (SRPMM) yang mengacu pada SNI 2847-2013, adapun hasil
desain elemen struktur tersebut tertera pada tabel berikut :
Tabel 7. Penulangan Balok
No.
Tipe
Tulangan
Tumpuan Lapangan Sengkang
Tumpuan Lapangan
1.
B1
Atas : 4D22
Tengah : 4D10
Bawah :4D22
Atas : 4D22
Tengah : 6D10
Bawah :4D22
D10-150
D10-200
2.
B2
Atas : 5D22
Tengah : 4D10
Bawah :5D22
Atas : 5D22
Tengah : -
Bawah :5D22
D10-100
D10-200
3.
B3
Atas : 4D22 Tengah : 4D10 Bawah :4D22
Atas : 4D22
Tengah : 4D10
Bawah :4D22
D10-100
D10-150
4.
TB1
Atas : 4D22
Tengah : 8D10
Bawah :4D22
Atas : 4D22
Tengah : 2D10
Bawah :4D22
D10-100
D10-200
5.
TB2
Atas : 4D22
Tengah : -
Bawah :4D22
Atas : 4D22
Tengah : -
Bawah :4D22
D10-100
D10-200
Tabel 8. Penulangan Kolom
No. Tipe Tulangan Utama Tulangan Sengkang Panjang
Penyaluran
(mm) Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
1 K 1 12D25 12D25 D10-100 D10-150 700
2 K 1.1 8D25 8D25 D10-100 D10-150 700
3 K 2 12D25 12D25 D10-100 D10-150 700
4 K 2.1 8D25 8D25 D10-100 D10-150 700
Tabel 9. Penulangan Pelat Lantai
No. Tipe Ketebalan
(mm)
Tulangan Arah X Tulangan Arah Y
Atas Bawah Atas Bawah
1 S1 120 D13-100 D13-100 D13-100 D13-100
2 S2 120 D13-100 D13-100 D13-100 D13-100
3 S3 120 D13-100 D13-100 D13-100 D13-100
4 S4 120 D13-100 D13-100 D13-100 D13-100
5 S5 120 D13-100 D13-100 D13-100 D13-100
6 S6 100 D13-100 D13-100 D13-100 D13-100
2. Simpangan
a. Simpangan antar lantai masih dalam keadaan aman karena tidak melewati persyaratan
simpangan antar lantai ijin (∆𝑎) yang sebesar 225 mm.
b. Untuk pengecekan defleksi terhadap kolom, simpangan terbesar arah X joint kolom
yang didapat berada di bangunan 1 dengan nilai 42,349 mm, untuk simpangan terbesar
arah Y joint kolom terdapat di bangunan 2 dengan nilai 43,808 mm, tetapi masih dalam
kondisi aman karena tidak melewati persyaratan H/200 yaitu sebesar 75 mm.
c. Untuk pengecekan defleksi terhadap balok, didapatkan nilai defleksi terbesar kolom
pada bangunan 1 terdapat pada lantai 2 frame 352 sebesar 0,00305 m, dan defleksi
terbesar kolom pada bangunan 2 terdapat pada lantai 3 frame 17 sebesar 0,001076 m.
Baik defleksi maksimum pada balok bangunan 1 maupun bangunan 2 bernilai lebih
kecil dibandingkan dengan defleksi izin sebesar 0,030 m sehingga memenuhi
persyaratan defleksi yang disyaratkan.
d. Dengan trial jarak dilatasi yang digunakan sebesar 450 mm untuk perencanaan dilatasi
antar bangunan, didapatkan nilai displacement setiap joint pertemuan bangunan yang
sudah dibahas di bab sebelumnya, lalu diambil total simpangan maksimum diantara
joint replacement tersebut, dan ditambahkan dengan panjang 1 kolom, Maka
didapatkan hasil dari jarak aman dilatasi yaitu 550 mm dari masing-masing as kolom.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (2013) SNI-03-2847-2012 – persyaratan beton struktural untuk
bangunan gedung, Bandung.
Badan Standarisasi Nasional. (2013) SNI-03-1727-2012 – beban minimum untuk
perancangan, Bandung.
Badan Standarisasi Nasional. (2012) SNI-03-1726-2012 – Tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur gedung dan non gedung, Bandung.
Ronisalim, 2011. Analisis Kinerja Bangunan Beton Bertulang dengan Berbentuk L. Jakarta:
Universitas Trisakti Struktur. Jakarta : Erlangga .
Purba, 2014. Analisis Kinerja Struktur pada bangunan bertingkat beraturan dan ketidak
beraturan horizontal sesuai SNI 1726:2012. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Juwana, Jimmy S. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan. Jakarta: Erlangga.
Widodo, 1997. Diktat Kuliah Analisa Dinamika Struktur ]urusan Teknik Sipil. Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Islam Indonesia.
Wibowo, Fx. Nurwadji. 2006. Sambungan pada Rangka Batang Beton Pracetak. Jurnal
Teknik Sipil 7 (Oktober) : 80-96.
Nurjaman, Hari Nugraha., Lutfi Faizal, dan Hasiholan R. Sidjabat. 2010. Perilaku Aktual
Bangunan Gedung dengan Sistem Pracetak Terhadap Gempa Kuat. Seminar dan
Pameran HAKI - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia.
Sidjabat, H.R. (2007). Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat
Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang Sebagai Salah
Satu Wujud Profesionalisme dan Antisipasi Bencana Gempa. Jakarta, Indonesia.
Wahyudi, H., & Hery Dwi Hanggoro, 2010. Perencanaan Struktur Gedung BPS Provinsi
Jawa Tengah Menggunakan Beton Praceta. Semarang: Universitas Diponegoro.
Samosir, Yosafat. 2019. Analisis Kegagalan Struktur Akibat Pounding Effect Dengan Beban
Non Linear Time History Studi Kasus Gedung E. Lampung Selatan: Institut Teknologi
Sumatera.