Teori Komunikasi Akomodasi
(Communication Accommodation Theory)
Dosen Pengampu :
Dr Antoni
Mia Ameldia Fatmalani (135120201111018)
Cintya Kurnia Agustin (135120201111024)
Handika Nur Afida (135120201111048)
Selvi Sri Cinta Aneska Baroes (135120201111074)
Vicky Wahyu Dewantara (135120207111010)
\
Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Malang
2014
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada kita semua,
sehingga tugas mata kuliah Teori Komunikasi II ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi kewajiban dalam penyelesaian
tugas mata kuliah Teori Komunikasi II. Sebuah penjelasan tentang salah satu teori
komunikasi yaitu “Communication Accommodation Theory (Teori Akomodasi Komunikasi)”
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
baik yang terlibat secara langsung mau pun tidak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat di kemudian hari bagi siapa pun pembaca yang
menginginkan informasi-informasi di dalamnya. Sekaligus bisa dijadikan contoh/pedoman
untuk pembuatan makalah sejenis di masa yang akan datang.
Mengingat adanya kelemahan, dan keterbatasan, serta masih jauhnya makalah ini dari
kesempurnaan, maka semua saran dan kritik yang inovatif serta membangun sangat
diharapkan untuk menjadikan makalah ini lebih baik.
Malang, 16 November 2014
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar …………….................................................................................... i
Daftar Isi …………….................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ……………............................................................................. 2
1.3 Tujuan …………….................................................................................... 2
Bab II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Comunication Accommodation Theory
……………........................ 3
2.2. Social Psychology dan Social Identity
…………….................................... 4
2.3. Asumsi – Asumsi Comunication Accommodation Theory
……………............ 4
2.4. Cara Beradaptasi
……………........................................................................ 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………….................................................................................... 12
Daftar Pustaka …………….................................................................................... 13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari kegiatan
komunikasi dan selalu melakukan interaksi dengan orang-orang di sekitarnya. Dalam
kehidupan sehari-hari dapat kita amati bahwa terdapat banyak komunikasi yang
terjadi antara orang-orang yang berbeda budaya. Hal ini biasa kita sebut dengan
komunikasi antar budaya.
Komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang berbeda budaya
disebabkan karena banyak faktor. Misalkan seperti kebutuhan pemenuhan standart
pedidikan, kebutuhan pekerjaan, dan lain sebagainya yang mengharuskan mereka
untuk berpindah ke tempat yang baru dan bertemu dengan orang-orang baru yang
berbeda budaya. Dalam menjalani kehidupan dengan berbagai budaya, tentu terdapat
banyak perbedaan yang membuat proses komunikasi menjadi terhambat. Perbedaan
tersebut anatar lain adalah bahasa, gaya berbicara seperti logat dan kecepatan
berbicara, tata cara, baik verbal maupun non verbal. Karakteristik budaya yang
berbeda yang dibawa saat keduanya berinteraksi juga dapat menimbulkan konflik
(Mulyana dan Rakhmat, 2003).
Dalam melakukan komunikasi, setiap individu memiliki tujuan tertentu. Oleh
karena itu, dalam menjalani kehidupan sosial dengan budaya yang beragam, individu
perlu mengetahui cara-cara mengakomodasikan pesan saat berkomunikasi agar
komunikasi yang dilakukan menjadi efektif sehingga tujuan yang diinginkan bisa
tercapai.
Dalam permasalahan ini kemudian munculah Communication Accommodation
Theory sebagai jawaban dari persoalan akan perbedaan seseorang dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam teori ini dijelaskan bagaimana orang dapat
berkomunikasi dengan identitas yang ada dalam dirinya dengan orang lain yang
tentunya memiliki identitas perbeda. Oleh karena itulah disini kelompok kami akan
membahas mengenai Teori Komunikasi Akomodasi
1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana definisi dari Communication Accommodation Theory?1.2.2. Apa saja teori yang melatar belakangi adanya Communication
Accommodation Theory?1.2.3. Apa saja asumsi dari Communication Accommodation Theory?1.2.4. Bagaimana cara beradaptasi menurut Communication Accommodation
Theory?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengerti dan memahami pengertian dari Communication Accommodation Theory.
1.3.2. Mengetahui apa saja teori yang terkait dengan Communication Accommodation Theory.
1.3.3. Mengetahui apa dan bagaimana asumsi-asumsi dari Communication Accommodation Theory.
1.3.4. Mengetahui apa saja dan bagaimana cara beradaptasi menurut Communication Accommodation Theory.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Communication Accommodation Theory
Pengertian dari Teori Akomodasi merupakan pengembangan dari definisi Speech
Accommodation Theory (Giles, Coupland, and Coupland) yang dimana menganggap
akomodasi merupakan suatu usaha dari komunikator untuk membuat lebih banyak
persamaan dari target yang diajak berbicara untuk dapat mengembangkan komunikasi
mereka. (Jonna & James, 1999).
Merujuk dari Mesick and Mackie (1998) Communication Accommodation Theory
merupakan teori utama pada interaksi antara bahasa, komunikasi, dan psikologi sosial
yang kemudian digunakan untuk menjelaskan secara luas level dari micro – macro dalam
komunikasi. (Richard, 1994)
Teori ini semula berkembang sebagai reaksi berlebihan dari peran dan norma dalam
perilaku komunikatif (Bat, 1984) Teori ini menekankan pada hubungan interpersonal,
motivasi untuk menyatu atau berpisah, dan atribusi yang dibuat oleh teman bicara
(Richard, 1994)
Communication Accommodation Theory (CAT) pada mulanya berasal dari Speech
Accommodation Theory . CAT pertama berkembang hanya untuk menjelaskan mengenai
perilaku berbicara dalam suatu situasi dimana suatu waktu pembicara menjadi lebih
mendengar di waktu yang lain (Bell, 1994)
Teori Akomodasi Komunikasi berpijak pada premis bahwa ketika seorang pembicara
berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vokal, dan serta perilaku mereka
untuk mengakomodasi orang lain. Giles dan koleganya berpendapat bahwa pembicara
memiliki berbagai alasan untuk mengakomodasikan orang lain.
Teori Akomodasi Komunikasi berawal sejak tahun 1973 dimana ketika itu Giles
memperkenalkan pemikirannya mengenai model “mobilitas aksen” yang didasarkan pada
berbagai aksen yang dapat didengar dalam situasi wawancara. Akomodasi sendiri
diartikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur
perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Akomodasi biasanya dilakukan
secara tidak sadar. Akomodasi diibaratkan seberti bermain kartu Rodex dimana kita
membutuhkan kartu balasan untuk setiap kartu yang kita keluarkan.
3
Teori Akomodasi Komunikasi (CAT) ini terbentuk dari penilitian dari bidang ilmu
lain yaitu psikologi sosial dan juga didasarkan oleh teori lain yaitu Social Identity Theory
(Teori Identitas Sosial).
2.2. Social Psychology dan Social Identity
Ilmu Psikologi Sosial memiliki banyak keterkaitan secara langsung pada
bagaimana orang mencari makna dalam perilaku orang lain dan bagaimana makna ini
memengaruhi interaksi selanjutnya dengan orang lain. Salah satu konsep utama yang
dibahas dalam penelitian psikologi sosial adalah identitas. Menurut Jessica, Abrams,
dan Giles dalam West & Turner (2010), “Akomodasi sangat fundamental terhadap
konstruksi identitas”. (hal 218).
Menyadari akan pentingnya diri dan hubungannya dengan identitas kelompok,
Henri Tajfel dan Turner mengemukakan Teori Identitas Sosial (Social Identity
Theory) yang berpendapat bahwa orang termotivasi unntuk bergabung dalam
kelompok yang paling menarik atau memberikan keuntungan bagi kelompok dimana
ia tergabung.
Giles terpengaruh oleh pemikiran Teori Identitas Sosial dimana menurutnya
mengakomodasi tidak hanya pada orang tertentu (specific others) melainkan juga
pada yang dipandang sebagai anggota dari kelompok lain. Teori Akomodasi
Komunikasi didasarkan pada banyak prinsip dan konsep yang sama dengan Teori
Identitas Sosial. Giles yakin bahwa ketika anggota-anggota dari kelompok berbeda
sedang bersama mereka membandingkan diri mereka.
2.3. Asumsi Communication Accomodation Theory
Dari penjelasan mengenai pengertian dari CAT, kemudian terdapat beberapa
asumsi yang mendasari dari Teori Akomodasi Komunikasi ini, diantaranya:
Persamaan dan Perbedaan Berbicara dan Perilaku Terdapat di Dalam Semua
Percakapan.
Pada asumsi pertama ini menjelaskan CAT memiliki keyakinan bahwa terdapat
persamaan dan perbedaan di antara para komunikator dalam sebuah percakapan.
Persamaan dan perbedaan ini didasarkan dari pengalaman individu masing-masing yang
4
tentu berbeda. Pengalaman ini sendiri akan menentukan sejauh mana orang dapat
berakomodasi dengan orang lain. Semakin seseorang memiliki kesamaan dengan orang
lain, maka dia akan semakin tertarik untuk berkomunikasi dengan orang tersebut.
Cara Dimana Kita Memersepsikan Tuturan dan Perilaku Orang Lain Akan
Menentukan Bagaimana Kita Mengevaluasi Sebuah Percakapan
Akomodasi Komunikasi merupakan teori yang memfokuskan bagaimana
orang mempersepsikan dan mengevaluasi apa yang terjadi dalam sebuah percakapan.
Persepsi sendiri merupakan sebuah proses memperhatikan dan menginterpetasikan
pesan, sedangkan evaluasi (evaluation) merupakan proses minilai percakapan tersebut
(misalnya kemampuan bicara atau bahasa dari lawan bicara) sebelum mereka
memutuskan bagaimana mereka akan berperilaku dalam percakapan. Motivasi
merupakan kunci dari proses presepsi dan evaluasi dalam Teori Akomodasi
komunikasi. Maksudnya, kita dapat mempersepsikan tuturan dan perilaku seseorang
tetapi kita tidak selalu mengevaluasinya.
Tetapi terkadang kita mempersepsikan kata-kata dan perilaku orang lain yang
menyebabkan evaluasi kita terhadap orang tersebut. Misalnya, ketika kita akan
menyapa seseorang dan kemudian bicara tetapi kemudian terkejut ketika mendengar
bahwa orang tersebut baru saja putus dari kekasihnya. Saat itulah kita memutuskan
proses evaluative dan komunikatif kita. Bagaimana kita menanggapi hal tersebut
dengan ungkapan bahagia sedih atau dukungan. Kita melakukan ini dengan terlibat
dalam suatu gaya komunikasi yang mengakomodasi.
Bahasa dan Perilaku Memberikan Informasi Mengenai Status Sosial dan
Keanggotaan Kelompok
Secara khusus bahasa memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan status
dan keanggotaan kelompok di antara para komunikator dalam sebuah percakapan.
Bahasa yang digunakan dalam percakapan, cenderung merefleksikan individu dengan
status spsial yang lebih tinggi. Selain itu, keanggotaan kelompok menjadi hal yang
penting karena sebagaimana dapat ditarik dari kutipan ini terdapat keinginan untuk
menjadi bagian dari kelompok yang "dominan"
5
Akomodasi Bervariasi dalam Hal Tingkat Kesesuai, dan Norma Mengarahkan
Proses Akomodasi
Terakhir, asumsi keempat berfokus pada norma dan isu mengenai kepantasan
sosial. Kita telah melihat bahwa akomodasi dapat bervariasi dalam hal kepantasan
sosial. Tentu saja, terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas. Misalnya,
Melanie-Booth-Butterfield dan Felicia Jordan (1989) menemukan bahwa orang dari
budaya yang termginalisasi biasanya mengharapkan untuk mengadaptasi
(mengakomodasi) orang lain.
2.4. Cara Beradaptasi
Konvergensi (Convergence) : Melebur Pandangan
Proses pertama yang dihubungkan dengan Teori Akomodasi
Komunikasi disebut konvergensi. Giles, Nikolas Coupland, dan Justin
Copuland (1991) mendefinisikan konvergensi (convergence) sebagai “strategi
di mana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”
(hal 7). Orang akan beradaptasi terhadap kecepatan bicara, jeda, senyuman,
tatapan mata, perilaku verbal dan nonverbal lainya. Konvergensi merupakan
proses selektif, kita tidak selalu memilih untuk menggunakan strategi
konvergen dengan orang lain. Ketika orang melakukan konvergensi mereka
cenderung bergantung pada persepsi mereka mengenai tuturan atau perilaku
orang lainya.
Selain persepsi mengenai komunikasi orang lain, konvergensi juga
didasarkan pada ketertarikan (Giles et al., 1987). Biasanya ketika para
komunikator saling tertarik mereka akan melakukan konvergensi dalam
percakapan. Ketertarikan merupakan istilah yang luas dan mencakup beberapa
karakteristik lainya seperti kesukaan, karisma, dan kredibilitas. Gilers dan
Smith (1979) percaya bahwa beberapa faktor mempengaruhi ketertarikan kita
terhadap orang lain misalnya kemampuan pembicara untuk berkomunikasi,
dan perbedaaan status antara dua komunikator. Selain itu memiliki keyakinan
yang sama, kepribadian yang sama, menyebabkan orang tertarik satu sama lain
dan sangat mungkin untuk mendorong terjadinya konvergensi.
Sejarah hubungan komunikator juga merupakan isu penting dalam
konvergensi. Dalam Penelitian Richard Street (1991) mengindikasikan bahwa
6
para dokter berbeda dalam pola konvergensi mereka dengan pasien yang baru
pertama kali dengan pasien yang telah berulang kali datang. Richard Street
(1991) mengingatkan bahwa perbedaan dalam konvergensi dapat dijelaskan
dengan melihat pada peran tradisional dari dokter dan pasien dan juga adanya
jarak waktu antara kunjungan satu dengan berikutnya.
Pada pandangan pertama, konvergensi mungkin tampak sebagai
strategi akomodasi yang positif dan biasnya demikian. Konvergensi juga dapat
didasarkan pada persepsi yang berifat stereotip. Dalam kesimpulan Giles da
koleganya (1987), “Konvergensi seringkali dimediasi secara kognitif oleh
stereotip kita mengenai bagaimana orang lain akan berbicara secara kategori
sosial” (hal.18). Maksud kesimpulan tersebut adalah bahwa orang akan
melakukan konvergensi terhadap stereotip dibandingkan bicara dan perilaku
yang seharusnya.
Terdapat beberapa implikasi yang nyata dari konvergensi yang bersifat
stereotip. Mark Orbe (1998) menemukan bahwa kaum Afro-Amerika sering
kali diidentifikasikan dengan cara-cara berdasrkan stereotip. Ia menunjukkan
bahwa terdapat stereotip tidak langsung (indirect stereotyping) yaitu stereotip
ketika warga kulit putih Amerika berbicara dengan teman-teman Afro-
Amerika mereka mengenai apa yang mereka yakini sebagai topik topik Afro-
Amerika (olahraga atau musik). Beberapa orang Afro-Amerika menyebut
bahwa ketika mereka berbicara dalam dialek tidak standart, mereka secara
khusus rentan terhadap reaksi stereotip. Marsha Houston (2004) setuju dengan
hal ini. Penelitianya menunjukkan bahwa ketika mendiekripsikan diri mereka
warga kulit putih secara khusu mengidentifikasi bicara mereka sebagai suatu
yang pantas dan standart, serta mendeskripsikan bicara wanita Afro-Amerika
sebagai tidak standar, tidak benar atau menyimpang.
Kelompok budaya lainya juga telah menjadi sasaran stereotip. Shobha
Pais (1997) menyebutkan bahwa wanita India di Amerika seringkali dianggap
aneh karena memakai sari (kain yang disampirkan pada bahu) atau salwar
kamezz (celana panjang). Selain itu Charmaine Shutiva mengeluhkan fakta
bahwa budaya orang Indian Ameriaka sering disala persepsikan sebagai
budaya yang dingin dan tidak memiliki emosi, padahal kenyataanya budaya
ini melibatkan banyak humor dan kegembiraan. Cotoh-contoh ini
7
menunjukkan bahwa banyak dari kelompok budaya yang terus distereotipkan.
Dalam hal ini persepsi stereotip dapat mempengaruhi sejauh mana seseorang
akan melakuka konvergensi.
Divergensi (Divergence) : Hidup Perbedaan
Divergensi merupakan salah satu cara beradaptasi dalam akomodasi
komunikasi. Divergensi adalah strategi yang digunakan untuk menonjolkan
perbedaan verbal dan nonverbal di antara para komunikator. Divergensi terjadi
ketika tidak terdapat usaha untuk menunjukkan persamaan antara para
pembicara. Mereka berkomunikasi tanpa adanya kekhawatiran dalam
mengakomodasikan pesan antara yang satu dengan yang lain Namun dalam
hal ini, divergensi bukan berarti tidak mempedulikan lawan bicara. Ketika
melakukan divergensi, mereka memutuskan untuk mendisosiasikan diri
mereka dari komunikator dan percakapan.
Terdapat beberapa alasan mengapa orang melakukan divergensi.
Alasan pertama adalah untuk mempertahankan identitas sosial. Ada
peristiwa dimana orang, kelompok suku dan etnis secara sengaja
menggunakan bahasa atau gaya bicara mereka sebagai taktik simbolis untuk
mempertahankan identitas, kebanggan budaya, dan keunikan mereka
(Giles,1987 dalam West dan Turner).
Sebagai contoh. misalkan saja ketika ada seorang mahasiswa yang
berasal dari Kalimantan dan ia sedang menempuh studi di Kota Malang.
Kebetulan ia berteman dengan orang asli Malang dan orang Jawa lainnya
yang dimana orang Jawa tersebut memiliki kecenderungan lebih suka untuk
berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa daripada menggunakan bahasa
Indonesia. Walaupun orang Jawa harus menggunakan bahasa Indonesia, masih
saja ada identitas sosial yang ditunjukkan, yatu gaya bicara yang “medok”.
Dalam hal ini, orang Jawa tidak bermaksud untuk tidak mempedulikan
perbedaan yang terjadi dengan orang Kalimantan tersebut, melainkan orang
Jawa Ingin mempertahankan status sosialnya bahwa mereka bangga dengan
budaya Jawa.
Alasan kedua mengapa orang melakukan divergensi adalah berkaitan
dengan kekuasaan dan perbedaan peranan dalam percakapan. Divergensi
8
sering terjadi dikarenakan perbedaan kekuasaan dan peran yang terdapat
diantara komunikator yang dimana perbedaan tersebut terlihat sangat jelas.
Misalkan saja komunikasi yang terjadi di antara orang tua dengan anaknya,
dokter dengan pasiennya, dosen dengan mahasiswa, dan lain-lain (Street,
1991: Street dan Giles, 1982 dalam West dan Turner).
Dalam hal ini, orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi atau
memiliki peranan yang lebih penting, akan cenderung mendominasi
percakapan. Misalkan saja, mereka akan berbicara dalam waktu yang lebih
lama, memulai setiap topic pembicaraan, dan berbicara dengan lebih santai
jika dibandingkan dengan orang yang kurang berkuasa atau kurang memiliki
peranan .
Contohnya misalkan adalah ketika seorang mahasiswa sedang
berkonsultasi kepada seorang dosen. Dalam hal ini, dosen jelas memiliki status
dan peranan yang lebih tinggi. Sehingga dalam percakapan yang dilakukan,
dosen bisa mengambil lebih banyak waktu untuk berbicara dan mengutarakan
apapun yang ingin dikatakan. Dosen tersebut bisa menanyakan berbagai hal
kepada mahasiswa, namun tidak dengan mahasiswanya. Hal ini terjadi karena
terdapat perbedaan peran dan status dan peran yang sangat terlihat dan sudah
terkonstruksi dalam pikiran individu.
Alasan ketiga terjadinya divergensi adalah karena lawan bicara
dalam percakapan dipandang sebagai anggota kelompok yang tidak
diinginkan, dianggap memiliki sikap-sikap yang tidak menyenangkan,
atau menunjukkan penampilan yang jelek (Street dan Giles, 1982 dalam
West dan Turner). Dalam hal ini, divergensi dilakukan guna mengontraskan
citra diri dalam suatu percakapan.
Contohnya dalam pertemanan tentu ada satu atau beberapa orang yang
kita tidak sukai baik perilaku maupun penampilannya. Ketika kita bertemu
dengan teman kita tersebut, cara kita merespon ketika dia sedang mencoba
berbicara pada kita tentu akan berbeda atau kontras dengan apa yang dia
sampaikan. Misalnya dengan menjawab dengan kalimat yang seadanya tiap
dia bertanya. Bersikap layaknya mengacuhkan atau memberi batasan
kepadanya untuk berkomunikasi dengan kita.
9
Jadi, dapat disimpulkan bahwa divergensi akan terjadi karena
seseorang ingin mempertahankan identitas sosial, ingin menunjukkan bahwa
yang lainnya kurang berkuasa, dan divergensi juga merupakan cara untuk
mengomunikasikan nilai sebagaimana dikemukakan oleh asumsi ketiga bahwa
bahasa dan perilaku seringkali mengomunikasikan status
.
Akomodasi Belebihan (Overaccommodation) : Miss Communication
dengan Tujuan
Jane dalam West and Turner(2010) berpendapat bahwa,akomodasi
berlebihan adalah “label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap
pendengar terlalu berlebihan”. Seringkali orang yang bertindak dengan niat
yang baik,malah akan dianggap merendahkan. Akomodasi yang berlebihan
menimbulkan miskomunikasi. Dalam akomodasi berlebihan dapat terjadi dari
tiga bentuk,yaitu:
a. Akomodasi berlebihan sensoris.
Bentuk ini terjadi ketika seorang pembicara beradaptasi secara
berlebihan pada lawan bicaranya yang dianggap terbatas dalam hal
tertentu,misalnya keterbatasan bahasa dan fisik.
Contohnya adalah pada saat kita berkomunikasi dengan seorang lansia
yang sudah pikun.,maka kita akan berkomunikasi atau berbicara mengenai
permasalahan baru-baru ini,karena kita menganggap bahwa jika kita berbicara
tentang masalah yang sudah dulu,seorang lansia tersebut tidak akan mengerti
atau orang tersebut sudah lupa karena pikun (permasalahan fisik). Ini akan
membuat seorang lansia tersebut tampak lebih tidak kompeten dibandingkan
yang sebenarnya.
b. Akomodasi berlebihan ketergantungan.
Terjadi ketika seseorang pembicara secara sadar atau tidak sadar
menempatkan pendengar dalam peran status yang lebih rendah,dan pendengar
dibuat tampak tergantung pada pembicara. Pendengar juga percaya bahwa
pembicara mengendalikan pembicaraan untuk menunjukkan status yang lebih
tinggi.
10
Contohnya adalah saat mahasiswa lama berkomunikasi dengan mahasiswa
baru. Mahasiswa lama menjelaskan tentang kehidupan kampus. Para
mahasiswa baru mungkin akan merasa bahwa cukup tergantung ke mahsiswa
lama,karena mereka adalah mahasiswa baru dalam kehidupan kampus yang
tidak faham dengan peraturan,norma,nilai yang terdapat di kampus,sehingga
para mahasiswa baru ini mungkin akan cukup tergantung dengan apa yang
dibicarakan mahasiswa lama tersebut. Persepsi mengenai mereka semakin
dapat dipastikan.
c. Akomodasi berlebihan intergroup
Melibatkan para pembicara yang menempatkan pendengar ke dalam
kelompok tertentu,dan gagal untuk memperlakukan tiap orang sebagai seorang
individu. Inti dari akomodasi ini adalah stereotip. Dampak dari akomodasi
berlebihan menurut zuengler dalam west and turner,2010 adalah kehilangan
motivasi untuk mempelajari bahasa lebih jauh,menghindari
percakapan,membentuk sikap negative terhadap pembicara dan masyarakat.
Contohnya adalah ketika kita sebagai anak dari malang,bertemu dengan
teman baru yang berasal dari Jakarta. Kita kemudian beranggapan bahwa anak
Jakarta ini borjuis dan susah untuk di ajak susah. Anggapan seperti ini akhirnya
menimbulkan reaksi atau akomodasi negative dari anak Jakarta,misalnya
menghindari untuk bercakap dengan anak Malang.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Communication Accommodation Theory (CAT) merupakan pengembangan dari
Speech Accomodation Theory. Teori Akomodasi Komunikasi berpijak pada premis bahwa
ketika seorang pembicara berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vokal,
dan serta perilaku mereka untuk mengakomodasi orang lain. Giles dan koleganya
berpendapat bahwa pembicara memiliki berbagai alasan untuk mengakomodasikan orang
lain. Akomodasi sendiri berarti sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi,
atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Dalam Teori
Akomodasi terdapat dua teori lagi yang menjadi dasar dari adanya teori ini yaitu Social
Psychology dan Social Identity Theory. Teori Akomodasi Komunikasi didasarkan pada
banyak prinsip dan konsep yang sama dengan Teori. Teori Akomodasi Komunikasi
memiliki empat asumsi diantaranya : persamaan dan perbedaan berbicara dan perilaku
terdapat di dalam semua percakapan , cara dimana kita memersepsikan tuturan dan
perilaku orang lain akan menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan,
bahasa dan perilaku memberikan informasi mengenai status sosial dan keanggotaan
kelompok , dan akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuai, dan norma
mengarahkan proses akomodasi. Dalam Teori Akomodasi Komunikasi terdapat tiga cara
beradaptasi yaitu : konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan.
12
Daftar Pustaka
Holland, Jonna (196). ETHNIC CONSUMER REACTION TO TARGETED MARKETING: A THEORY OF INTERCULTURAL ACCOMMODATION. Diakses dari Proquest
Pfefferman, Richard (1994). Accommodation in Small Group: Patterns and Consequence of Adjusments In-Group Member Communication Style Overtime. Diakses dari Proquest
West, Richard & Turner, Lynn H. 2007. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika 2007
13