I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 13.000
pulau, 1.000 pulau diantaranya dihuni oleh penduduk dan selebihnya kosong. Dari
sejumlah pulau tersebut, terdapat 12 pulau yang mempunyai luas lebih dari 450
km² menempati 97% seluruh luas daratan. Dengan sebaran banyaknya potensi
kelautan di wilayah industri sangat besar. Potensi tersebut tidak saja berupa
produk yang memungkinkan dimanfaatkan untuk kepentingan, akan tetapi juga
terkait dengan lingkungan laut dan pesisir baik dalam kegiatan ekonomi maupun
untuk mendukung aspek keanekaragaman hayati.
Pemanfaatan potensi sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi
kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan manusia.Pertambahan penduduk yang
pesat dan dirasakan makin sempitnya daratan, memaksa untuk berangsur-angsur
mengalihkan kegiatan ekonomi ke laut. Terutama dalam memenuhi kebutuhan
hidup akan pangan, mineral maupun bahan mentah. Peluang pengembangan
sumber daya ini belum sepenuhnya didaya gunakan, terutama karena kendala
kurangnya pengetahuan, baik yang dasar maupun terapannya.Dalam kaitan ini,
nelayan, sumber daya manusia yang langsung bergelut dalam eksploitasi
perikanan laut perlu mendapat perhatian yang proposional.
Wilayah pesisir Pulau Panjang memiliki potensi untuk mengalami
perubahan dari keseimbangan ekosistem pulau.Ekosistem yang terdapat di pulau
kecil ini diduga tidak hanya berupa satu jenis habitat yang mandiri, namun
sesungguhnya terdapat keterkaitan satu ekosistem dengan yang lainnya.Teripang
ditemukan pada habitat yang selalu berada dibawah garis surut
terendah.Topograpi dari rataan terumbu atau kawasan habitat lain pada lokasi
setempat sangat berpengaruh terhadap distribusi teripang yang ada pada lokasi
tersebut. Habitat dengan dasar pasir karang yang sebagian ditumbuhi lamun (sea
grass) merupakan tempat hidup teripang.Beberapa jenis teripang, ada yang hidup
di daerah dengan habitat yang berbongkah karang (boulders), dan disekitar
kelompok karang hidup.Keterkaitan ekosistem khas wilayah pantai antara lamun
dan terumbu karang telah dibuktikan dengan terdapatnya ketergantungan antar
ekosistem dalam membesarkan biota laut dalam siklus hidupnya.
Kedua ekosistem ini mempunyai peran penting sebagai habitat teripang
dan berbagai biota lainnya. Berbagai jenis teripang yang bernilai ekonomi penting
menjadikan padang lamun dan terumbu karang sebagai tempat mencari makan,
berlindung, bertelur, memijah, daerah asuhan, stabilitas dan penahan sedimen,
mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang, tempat terjadinya siklus
dan sebagai penyerap karbon di lautan. Padang lamun dan terumbu karang juga
berperan penting untuk menjaga kestabilan garis pantai.
Teripang memiliki istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata timun
laut (Holothuroidea) yang dapat dikonsumsi oleh manusia.Biota ini tersebar luas
di lingkungan laut di seluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut
dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat.Kelompok timun
laut yang ada di dunia ini terdapat lebih dari 1200 jenis, dan sekitar 30 jenis di
antaranya adalah kelompok teripang.Di perairan Indonesia terdapat banyak jenis
teripang, namun demikian, jenis teripang yang dikenali mempunyai nilai ekonomi
tinggi hanyalah beberapa jenis saja.yaitu teripang pasir (Holothuria scabra),
teripang perut hitam (H. atra), teripang susuan (H. nobilis), teripang perut merah
(H. edulis), dan teripang nanas (Thelenota ananas).
Teripang merupakan biota laut yang mempunyai prospek ekonomi sebagai
komoditas ekspor karena kandungan proteinnya yang tinggi.Pengembangan
komoditas ini diperlukan untuk mendukung pendapatan eksport dan
meningkatkan kekuatan ekonomi masyarakat pesisir.Untuk dapat
mengembangkan lebih lanjut maka pengetahuan tentang bioekologinya sangatlah
diperlukan.
I.2. Pendekatan Masalah
Teripang (Holothuroidea) merupakan salah satu biota benthos penghuni
daerah pesisir khususnya di lingkungan terumbu karang dan lingkungan pantai
berlamun. Kedua lingkungan tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung dan
berpijah serta sebagai temapat mencari makan.Di samping itu kehidupan
kehidupan organisme di dalam ekosistem perairan tidak dapat dipisahkan dengan
faktor lingkungan.Faktor lingkungan tersebut menyangkut beberapa sifat perairan
dimana sifat sifat itu seperti faktor fisika, kimia dan biologinya.Terkait dengan
bioekologinya, perubahan faktor lingkungan secara langsung dapat berpengaruh
terhadap kehidupan teripang, pengaruh faktor faktor tersebut akan mempengaruhi
kondisi ekosistem yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan teripang.
Pengaruh faktor fisika kimia terhadap teripang dapat berakibat langsung
atau tidak langsung, pengaruh tidak langsung umumnya akan menyebabkan
perubahan kondisi lingkungan. Selanjutnya perubahan ekosistem akan
berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan teripang. Sementara pengaruh
langsungnya adalah terkait pada kemampuan adaptasi teripang terhadap
perubahan faktor fisika kimia. Oleh karenanya dalam rangka mengkaji aspek
bioekologi teripang di pulau panjang maka akan dilakukan penelusuran mendalam
terhadap :
1. Kondisi faktor lingkungan dari perairan karang dan perairan lamun
tersebut;
2. Kualitas ekosistem yang dapat berubah;
3. Keberadaan dan sebaran teripang (Holothuroidea) di suatu perairan
karang dan perairan lamun; dan
4. Komposisi jenis dan kepadatan teripang (Holothuroidea) di suatu
perairan karang dan perairan lamun.
Langkah langkah pendekatan tersebut selebihnya ditujukan pada gambar
1.Skema pendekatan masalah penelitian.
Keterangan :
= Hubungan tidak langsung= Hubungan langsung
Gambar 1. Skema pendekatan masalah penelitian
Kesimpulan
Analisis Data
Hasil
OUTPUT
KelimpahanTeripang
FaktorAbiotik: Suhu, Salinitas, Kedalaman, pH,
Arusdankecerahan
PROSES
Ekosistem Padang Lamun dan Terumbu Karang
Preferensi kebiasaan makanan
I
N
P
U
T
Perairan Pantai Pulau Panjang,
Kabupaten Jepara
I.3. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang dan permasalahan yang ada,
maka penelitian ini bertujuan mengetahui Perbedaan sebaran, komposisi jenis, dan
kelimpahan teripang (Holothuroidea) pada perairan karang dan lamun di pantai
pulau panjang jepara;
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang manfaat yang ada dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan informasi tentang keberadaan,
sebran, kepadatan teripang dan komposisi jenis teripang (Holothuroidea) terutama
dalam pengusaha dan pengawasan sebagai upaya untuk pengelolaan serta
pemikirannya.Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumbangan pemikiran bagi pertimbangan dan penelitian lebih lanjut, guna
pengelolaan sumberdaya perikanan terutama sumberdaya teripang
(Holothuroidea).
I.4. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dimulai pada tanggal 7 November 2013 di perairan karang
dan perairan lamun di pantai pulau panjang jepara serta analisa dilakukan di
Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Universitas Diponegoro Jepara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Klasifikasi, Morfologi dan Anatomi
Klasifikasi teripang pasir (Holothuria sp.) menurut Barnes (1968);
(Martoyo et. al. 2007) adalah sebagai berikut :
Filum : Echinodermata
Sub filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub kelas : Apidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridae
Genus : 1. Holothuria
Spesies : Holothuria argus
Holothuria vacabunda
Holothuria impatiens
Holothuria scabra
Holothuria marmorata
Holothuria edulis
2. Muelleria
Spesies : Muelleria lecanora
3. Stichopus
Spesies : Stichopu ananas
Stichopu chloronatus
Stichopu variegatus
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit berduri
(Echinodermata). Duri teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang
terbenam dalam jaringan dinding tubuh (Hyman, 1955; Lawrence, 1987).
Bentuk tubuh teripang secara umum adalah silindris.memanjang dari
ujung mulut kearah anus (orally-aborally). Mulut terletak diujung anterior.dan
anus diujung posterior. Seperti pada echinoderm umumnya, tubuh teripang adalah
pentamer-ous radial symmetry dengan sumbu aksis mendatar.Namun bentuk
simetri tersebut termodifikasi oleh lempeng tegak (dorsoventral plane) nampak
sebagai bilateral symmetry. Seperti halnya Echinodermata lain, selain radial
semitri tersebut, karakteristik lainnya adalah bentuk skeleton dan adanya sistem
saluran air (water-vascular system) (Purwanti, 2009).
Teripang umumnya memiliki tubuh lunak dan licin. Permukaan tubuh
tidak bersilia dan diselimuti oleh lapisan kapur yang tebal tipisnya tergantung
umur. Disepanjang mulut keanus terdapat lima deretan kaki tabung, terdiri dari
tiga deretan kaki tabung dengan pengisap pada bagian perut (trivium) yang
berperan dalam respirasi (Purwanti, 2009). Di bawah lapisan kulit terdapat satu
lapis otot melingkar dan lima lapis otot memanjang. Sesudah lapisan otot terdapat
rongga tubuh yang berisi gonad dan usus (Storer et. al, 1979). 89
Teripang bergerak dengan kaki tabung (podia), yaitu bagian dari sistem
saluran air ambulakra yang bekerja secara hidrolik.Fungsi utama sistem saluran
air adalah mengatur tekanan hidrolik ini sehingga kaki tabung dapat digerakkan.
Pusat sistem saluran air adalah saluran cincin (water ring canal) yang terletak
disekeliling faring. Saluran cincin bercabang ke lima saluran radial, yang masing-
masing dihubungkan dengan kaki tabung melalui cabang-cabang saluran lateral.
Fungsi utama kaki tabung adalah sebagai organ pergerakan, namun sebagian
termodifikasi sebagai organ peraba.Kaki tabung yang berfungsi sebagai alat gerak
beradadisisi ven-tral tubuh dan disebut pedisel.Kaki tabung untuk peraba berada
disisi dorsal tubuh dan disebut papila. Beberapa jenis teripang, dari Bangsa
Apodida, kaki tabungnya tereduksi atau hilang sama sekali. Pergerakkan teripang
dari bangsa ini dilakukan dengan kontraksi peristaltik tubuh, yang dibantu oleh
sifat kulitnya yang Iengket.
Di daerah sekeliling mulut, kaki tabung termodifikasi menjadi tentakel
yang berfungsi untuk mengumpulkan makanan. Pada kelompok teripang dikenal
dua cara makan, yaitu menangkap plankton dengan tentakel (Dendrochirotida)
dan dengan menelan pasir kemudian mengambil detritus yang terkandung
(Aspidochirotida). Pasir tersebut kemudian akan dikeluarkan kembali melalui
anus. Teripang mempunyai endoskeleton kalkarius berukuran mikroskopis
sebagai spikula.Bentuk spikula bervariasi dan karakteristik untuk setiap jenis atau
species.
Teripang pada umumnya berkelamin terpisah (dioecious), tetapi tidak jelas
adanya dimorfisma kelamin.Pembuahan umumnya terjadi secara eksternal
dikolom air laut tempat hidupnya.Gonad berkembang membentuk filamen dengan
bentuk percabangan tunggal (Holothuriidae) atau dobel berpasangan
(Stichopodidae).
Perkembangan Holothuria muda dan dewasa sangat bergantung pada jenis
fitoplankton yang mereka makan.Teripang adalah hewan detritus yaitu makan
secara menyapu pasir kedalam mulut. Pergerakan teripang yang lambat
menyebabkannya perlu mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang efisien,
yaitu mengeluarkan holothurin yang toksit dan hewan kecil. Holothurin di
keluarkan oleh kelenjar khusus (Martoyo et. al. 2006).
Gambar 2. Anatomi Teripang
Sumber : Suryati, 2010
II.2. Habitat dan Penyebaran Teripang
Teripang umumnya hidup berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang dan
lamun pada zona intertidal sampai kedalaman 20 m dengan dasar berpasir halus
dengan tanaman pelindung seperti lamun, terlindung dari hempasan ombak, dan
perairan yang 10 kaya akan detritus. Di Indonesia, hewan ini banyak tersebar di
daerah Riau, Lampung, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Maluku, dan
Papua (Azis, 1997).
Habitat teripang pasir pada ekosistem terumbu karang dengan substrat pasir
halus dan lamun jenis Cymodocea pada zona intertidal pada kedalaman 0 - 10
meter. Teripang duri atau warty sea cucumber hidup berasosiasi dengan substrat
berbatu pada kedalaman perairan 5 sampai 20 m. Pada siang hari bersembunyi di
bawah atau di celah karang (Hickman 1998 dalam Hearn & Pinillos, 2006).
Teripang getah hidup pada substrat berpasir dengan pecahan karang dan
ditumbuhi dengan padang lamun yang didominasi oleh jenis Thalassia sp.
Teripang duri hidup pada perairan dangkal sampai kedalaman 15 m dengan
substrat berpasir dan pecahan karang. Spesies ini suka bersembunyi di sela karang
mati.Stichopus variegatus hidup pada perairan dangkal sampai kedalaman 25 m
dengan substrat pasir berlumpur. Teripang gamat umumnya ditemukan di daerah
yang banyak ditemukan alga atau padang lamun (Palomares & Pauly, 2011).
Hama bagi teripang dalam sebuah kawasan konservasi adalah kepiting,
bulu babi, dan bintang laut.Hewan-hewan tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan fisik teripang.Kerusakan fisik yang dialami dapat menyebabkan
penyakit, luka bertambah besar, dan mati apabila tidak diobati.Selain itu,
organisme penempel seperti spons, teritip, dan rumput laut yang menempel pada
kurungan teripang dapat mengganggu sirkulasi air dan menurunkan kualitas air
yang berakibat kurang baik bagi pertumbuhan teripang (Martoyo et.al. 2006).
II.3. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta
kedalaman perairan.Organisme akuatik memiliki kisaran tertentu yang disukai
untuk pertumbuhannya. Kondisi lingkungan perairan yang cocok untuk
pertumbuhan teripang dengan suhu air laut 24,0–30,0 ºC (Martoyo et.al. 2006).
Salinitas adalah gambaran padatan total dalam air setelah semua karbonat
diubah menjadi oksida, bromida dan iodida diganti oleh klorida, dan bahan
organik telah 11 teroksidasi. Sebaran salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, (Taufik, 2006).
Teripang menyukai perairan dengan salinitas optimum sekitar 32,0–
35,0‰. Perubahan salinitas melebihi 3,0‰ dapat menyebabkan terjadinya
pengelupasan kulit teripang yang dalam kondisi ekstrim dapat terjadi kematian
(James et al. 1988 dalam Gultom, 2004).
Arus di laut dipengaruhi oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, dan
gerakan periodik pasang surut. Teripang hidup dan pertumbuhannya berkembang
dengan baik pada perairan yang tenang. Kecepatan arus yang cocok untuk hidup
teripang adalah 0,30 – 0,50 m/detik (Martoyo et.al. 2006).
Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus
lapisan air sampai kedalaman tertentu.Kecerahan perairan harus tinggi dan bebas
dari bahan pencemar dengan nilai 50 – 150 cm (Martoyo et.al. 2006).
Kelarutan oksigen di perairan bergantung dan berbanding terbalik dengan
suhu dan salinitas.Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kandungan oksigen
terlarut semakin kecil. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal
mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 – 9,0 mg O2/l (KepMen No. 51 Tahun
2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut in
Dwindaru, 2010).
Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan
pertumbuhan teripang sebesar 4,0–8,0 ppm (Martoyo et.al. 2006).
II.4. Makanan dan Kebiasaan Makan Teripang
Cara makan teripang dibagi dua yaitu pemakan deposit dan suspensi dengan
sumber makanan kandungan bahan organik, detritus, dan plankton.
Kebanyakan teripang aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari hanya
berlindung membenamkan diri dalam pasir (Darsono, 2006). Umumnya makanan
utama untuk
Teripang jenis Holothuria yang hidup di daerah tropis adalah detritus dan
kandungan bahan organik dalam pasir sedangkan plankton, bakteri, dan biota
mikroskopis lainnya sebagai makanan pelengkap.(Gultom, 2004).
Kandungan bahan organik yang tepat untuk kebutuhan nutrisi teripang
pasir dengan nilai 1,41–2,18% (Tsiresy, 2011). Sedimen yang padat bahan
organik memiliki pengaruh terhadap rendahnya pertumbuhan teripang
pasir.Tinggi rendahnya kandungan C-organik dipengaruhi oleh pasokan air dari
daratan (Wood 1987 dalam Dwindaru, 2010). Analisis makanan teripang pasir
85% berupa lumpur; pasir 3,52%; pecahan karang 0,12%; detritus 1,46%, dan
65,47% didominasi oleh plankton kelompok diatom. Nilai persentase konsumsi
makanan kelompok diatom untuk Holothuria leucospilota sebesar 64,89%;
butiran pasir 8,31%; serat tumbuhan 0,15% dan detritus 0,49%. Stichopus
variegatus mengkonsumsi plankton kelompok diatom sebesar 56,17%; butiran
pasir 4,22% dan detritus 1,42% (Yusron & Sjafei, 1997).
Gambar 3. Tipe tentakel pada berbagai jenis teripang
Sumber : Aziz (1996)
Teripang mempunyai pola waktu yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
makan setiap saat seperti Holothuria atra, H. flavomaculata, dan H. eduilis dan
berhenti makan satu sampai tiga kali pada siang hari dan selama istirahat
membenamkan diri dalam pasir seperti Stichopus variegatus, S. chloronatus,
Holothuria scabra, H. impatiens, H. lecanora (Bakus 1973 dalam Gultom, 2004).
Tabel 1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran
Jenis Partikel Diameter Partikel (mm) Boulder > 256 Cobble 64 – 256 Pebble 4 – 64 Granule 2 – 4
Sand 0,062 – 2 (62 – 2,000 µm)
Silt 0,004 – 0,062 (4 – 62 µm)
Clay < 0,004 (< 4 µm) Sumber : Dale dan William (1989).
III. MATERI DAN METODE
III.1. Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang dan genus
Holothuridae.Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pantai Pulau
Panjang.Sampel teripang diambil langsung dari alam yang berada di ekosistem
karang dan ekosistem lamun.Pengamatan parameter fisika dan parameter kimia
yang diukur adalah salinitas, pH, kedalaman, kecerahan, dan suhu.
III.1.1.Alat
Alat alat yang digunakan dan yang menunjang pelaksanaan penelitian ini
adalah kuadran transek, Refraktometer untuk mengukur salinitas perairan,
thermometer air raksa untuk mengukur suhu perairan, meteran, Sechi disk untuk
mengukur kedalaman dan kecerahan perairan, tali plastic untuk tempat biota, Bola
arus untuk mengukur kecepatan arus perairan, botol sampel digunakan untuk
penampungan substrat, tempat sampel, timbangan, penggaris digunakan untuk
mengukur biota, peralatan penyelaman ringan berupa masker, Snorkeling dan fins
digunakan untuk membantu dalam pengamatan dilapangan, peralatan tulis di
lapangan digunakan untuk mencatat data yang didapatkan dilapangan dan
laboratorium. Peralatan untuk identifikasi di laboratorium yang berupa Lup (Kaca
Pembesar), Mikroskop digunakan untuk pengamatan biota yang kecil dan pisau
sebagai pemotong, serta buku yang digunakan untuk identifikasi.GPS yang
digunakan untuk mengetahui posisi habitat asli biota.
III.1.2.Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah formalin yang digunakan
untuk mengawetkan biota yang diambil sebagai sampel, aquadest yag digunakan
untuk menurunkan konsentrasi formalin
III.2. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat “Deskriptif”
dengan menggunakan metode studi kasus, yaitu memusatkan perhatian pada suatu
kasus secara intensif yang menghasilkan pengumpulan dan analisa data kasus
dalam waktu tertentu dan terbatas di suatu daerah tertentu (Winarno, 1978).Untuk
mendukung tujuan penelitian maka dilakukan beberapa tahap kegiatan langkah
langkah kegiatan tersebut adalah sebagaimana uraian berikut.
III.2.1.Pemilihan lokasi penelitian
Pada studi pendahuluan telah dilakukan pengamatan pada 3 lokasi di
sekitar perairan pantai Kota Jepara ; yaitu Pantai Kartini, Perairan Pantai Pulau
Panjang, dan Telur Awur. Dari pengamatan tersebut tidak ditemuakan jenis
Holothuridae atau teripang di Pantai Kartini dan Teluk Awur.Oleh karenanya
lokasi penelitian yang ditentukan dalam penelitian ini adalah perairan karang dan
perairan lamun di pantai pulau panjang jepara.Hal ini mendasari pemilihan ini
berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dimana kedua perairan ini merupakan
perairan karang dan lamun dan ditemukan teripang (Holothuridea) di kedua
perairan tersebut. Dengan diketahui keberadaan dan sebaran lamun dan terumbu
karang di perairan jepara dan dengan berperannya daerah terumbu karang dalam
ekosistem kehidupan teripang (Holothuroidea) akan berakibat terpeliharanya
organisme tersebut pada lingkungannya. Sehingga diperlukan adanya data data
yang dapat memberikan gambaran sebaran dan keberadaan teripang di lokasi
penelitian dalam kaitannya dengan sebaran di perairan jepara.
Secara deskriptifn lokasi penelitian tersebut adalah sebagaimana diilustrasikan
pada gambar 4
GAMBAR LOKASI PENELITIAN
Gambar 4. Lokasi penelitian Perairan Pantai Pulau Panjang, Jepara
III.2.2.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari lapangan
dengan melakukan observasi lapangan untuk mengetahui kondisi yang nyata pada
wilayah studi, yaitu kondisi lokasi pengambilan sampel serta keberadaan
responden. Survei data primer dilakukan dengan metode pengambilan sampel
menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi dan responden
dengan beberapa pertimbangan tertentu oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).
Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkan data tersebut.Data sekunder ini biasanya telah
tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.Selain itu, pengumpulan data
dilakukan melalui literatur-literatur yang menunjang data (Sarwono, 2006).
Data primer yang dikumpulkan mencakup data parameter fisika kimia
lingkungan perairan dan data biota. Data peubah fisika kimia perairan tersebut
adalah seperti disajikan pada table 4.
Table 4. Pengukuran Peubah Fisika Kimia Perairan, Metode dan Periode
Pengukuran Selama Penelitian.
N
o Peubah Satuan Metode Periode Pengukuran
1 Arus m/s Bola Arus
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
2 Suhu oC Termometer
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
3 Salinitas o/oo Refraktometer
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
4 pH pH Meter
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
5 Kedalaman cm Secci disk
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
6 Kecerahan cm Secci disk
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
7 Bahan Organik gr/liter Petri disk
1 Hari, 1 kali
Pengulangan
Penelitian, 2013
A. Pengambilan data penutupan karang
Line transek50 m
10 m
10 m
I
II
III
Pengambilan data penutupan karang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Memasang line transek yang telah ditandai dengan skala sepanjang 50 meter
sejajar garis pantai) dengan jarak antarlinetransekyaitu 10 meter;
b. Menghitung panjang karang hidup, karang mati, pecahan karang, dan substrat
pada line transek yang telah dipasang;
c. Melakukan pengulangan sebanyak 5 x padamasing-masingstasiun, stasiun A,
stasiun B,stasiun C; dan
d. Mengidentifikasi jenis karang yang ditemukan dengan melihat buku panduan
identifikasi lamun (Rahman dkk, 2010).
Layout metode line transek yang digunakan dalam pengambilan data
penutupan karang dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 4.Jarak Antar Line Transek
B. Pengambilan Data Kelimpahan Teripang (Holothuridea)
Tahap pengumpulan data selanjutnya adalah melakukan pengambilan data
kelimpahan Teripang (Holothuroidea). Pengambilan data kelimpahan teripang
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi (survei) lapangan untuk menentukan lokasi sampling;
I
Line transek50 m
10 m
10 m
I
II
b. Plotting GPS;
c. Memasang line transek yang telah ditandai dengan skala sepanjang 50 meter
sejajar garis pantai;
d. Memasang kuadran transek berukuran 1 x 1 meter yang diletakkan pada bagian
tengah line transek; dan
e. Mengambil data kelimpahan Teripang di dalam frame kuadran transek
berukuran 5 x 5 meter sepanjang 50 meter.
Skema kuadran transek yang digunakan dalam pengumpulan data
kelimpahan Teripang dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 5. Penempatan Kuadran Transek Pada Line Transek
C. Pengambilan Kerapatan Lamun
Pengambilan data kerapatan lamun dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Memasang line transek yang telah ditandai dengan skala sepanjang 50
meter sejajar garis pantai) dengan jarak antarlinetransekyaitu 5 meter;
b. Menghitung kerapatan lamun denganline transek; dan
c. Mengidentifikasi jenis lamun yang ditemukan dengan melihat buku
panduan identifikasi lamun Seagrass-Watch (McKenzie et al., 2001).
Layout metode line transek yang digunakan dalam pengambilan data
penutupan karang dapat dilihat pada Gambar berikut:
I
10 mKuadranTra
nsek
5 m
Line Transek
Gambar 6. Jarak Antar Line Transek
3.3. Analisis Data
A. Penutupan Karang
Persentase karang hidup, karang mati, pasir dan pecahan karang, dapat
dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1993):
Dimana:
C : Persentasetutupankarang
Li : Panjangtutupankarangjeniske-i
L : Panjang total transek
Menurut Odum,
(1993),criteriapenilaiankondisiterumbukarangadalahberdasarkan
persentasepenutupankaranghidupdengankategorisebagaiberikut:
1. Kategorirusak : 0 – 25%
2. Kategorisedang : 25 – 50%
3. Kategoribaik : 50 – 75%
4. Kategorisangatbaik : 75 – 100%
B. Kerapatan Lamun
C = x 100 %
Kerapatan jenis lamun adalah jumlah total individu atau tegakan lamun
dalam suatu unit area yang dihitung berdasarkan petunjuk English et al. (1994)
sebagai berikut :
Xi = ¿A
Keterangan :
Xi : Kerapatan jenis ke-i (ind/m2 )
ni : Jumlah total individu jenis ke-i (ind)
A : Luas area total pengambilan contoh (m2)
C. Indeks Keanekaragaman Teripang dan Lamun
Perhitungan keanekaragaman jenis ini dilakukan dengan menggunakan
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner yang didasarkan pada logaritma basis
dua (Wilhm dan Doris, 1986; Insafitri, 2010) dengan formula :
H '=−∑n−1
s
pi log pi
Keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Pi : ni/N
Ni : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu seluruh jenis
S : Jumlah jenis
Dengan kriteria :
H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah
1 <H’ < 3 = Keanekaragaman jenis sedang
H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi
D. Indeks Keseragaman Teripang dan Lamun
Nilai indeks keseragaman digunakan untuk menggambarkan komposisi
individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas, yang dihitung dengan
menggunakan petunjuk Krebs (1989), sebagai berikut :
E= H 'Hmax
Keterangan :
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Hmax : log S
S : Jumlah jenis 26
Dengan kriteria :
0,00<E ≤ 0,50 = Komunitas tertekan
0,50<E ≤ 0,75 = Komunitas labil
0,75<E ≤ 1,00 = Komunitas stabil
E. Indeks Dominasi Teripang
Nilai indeks dominansi digunakan untuk menggambarkan ada tidaknya
dominasi suatu jenis dalam suatu komunitas, yang dihitung dengan menggunakan
indeks dominansi Simpson (Magurran, 1988), sebagai berikut :
C=−∑n−1
s
pi
Keterangan :
C : Indeks dominansi Simpson
Pi : ni/N
Ni : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu seluruh jenis
S : Jumlah jenis
Dengan kriteria :
0,00<C ≤ 0,50 = Dominansi rendah
0,50<C ≤ 0,75 = Dominansi sedang
0,75<C ≤ 1,00 = Dominansi tinggi
F. Kelimpahan Teripang
Menurut Odum (1993), kelimpahanTeripang (Holothuroidea) dapat
dihitungdenganmenggunakanrumus berikut, yaitu:
Dimana:
KR : Kelimpahan individu
N: Jumlah total individu
Ni : Jumlah individu
G. Metode frekuensi kejadian
KR = x 100%
Dalam menentukan persentase frekuensi kejadian, data yang digunakan
adalah jumlah alat pencernaan yang berisi makanan dan jumlah makanan per jenis
dalam tiap alat pencernaan. Metode ini akan menentukan kebiasaan makan ikan
dilihat dari jenis makanan paling banyak dijumpai pada tiap organ pencernaan.
Nilai oi satu jenis makanan dapat dicari dengan rumus (Efendie et al, 1979).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
oi= Li¿ ×100 %
oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
Li = Jumlah makanan per jenis dalam alat pencernaan
Lt = Jumlah total alat pencernaan yang berisi makanan
H. Indeks of Preponderance (IP)
Indeks of Preponderance (IP) yaitu analisis data yang digunakan untuk
menganalisis tingkat kepenuhan komposisi pakan alami dalam usus Teripang.
Menurut Effendi (2002), IP dihitung dengan rumus: Persamaan tersebut
ditransformaskan ke dalam bentuk logaritma dan diperoleh persamaan linear
sebagai berikut :
IP=( vi× oi
∑(vi ×oi))× 100 %
IP = Indeks utama ( Index of Preponderance);
vi = Persentase volume satu macam makanan;
oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan; dan
Σ (ni x oi) = Jumlah ni x oi dari semua jenis makanan.
Isi pencernaan Teripang terdiri dari algae sehingga mengalami
keterbatasan dalam menentukan volume masing-masing makanan, sehingga
dilakukan modifikasi rumus Indeks of Preponderance, untuk menentukan
Indeksof Preponderance menggunakan metode numerical. IP dihitung dengan
rumus:
IP=( vi× oi
∑(vi ×oi))× 100 %
ni = Persentase numerical satu macam makanan
Nilai Index of Preponderance (IP) berkisar antara 0 – 100%.Apabila nilai
IP lebih besar dari 25%, pakan tersebut merupakan pakan utama. Apabila nilai IP
antara 4 – 25%, pakan tersebut merupakan pakan pelengkap, dan apabila IP
bernilai kurang dari 4%, (Haryadi,1983).
I. Analisis Uji Independent T Test dengan SPSS
Uji analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Uji
Independent T Test dengan pengoperasian program SPSS.MenurutUji Analisis
Independent T Test adalah uji statistik yang membandingkan dua kelompok yang
berbeda atau membandingkan nilai rata-rata dua kelompok independent. Dengan
keputusan adalah sebagai berikut:
a. Ho diterima apabila : Sig > 0.05 (tidak signifikan)
b. Ha diterima apabila : Sig < 0.05 * (signifikan)
: Sig < 0.01 ** (sangat signifikan)
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho : Tidak ada perbedaan kelimpahan Teripang pada lamun dan karang.
H1 : Terdapat perbedaan kelimpahan Teripang pada lamun dan karang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Pulau panjang merupakan kawasan perairan laut di utara Kota Jepara yang
secara geografis berada kurang lebih 1 mil dari Pantai kartini dengan posisi
koordinat bumi antara 6o 34’ 30” LS 110o 37’ 45” BT.Pulau panjang merupakan
daratan dengan luas 25.000 m2 yang dikelilingi oleh perairan karang dan perairan
lamun.Daerah pantai ini banyak ditemuai terumbu karang dan lamun dalam
ukuran besar dan semakin menjorok kelaut semakin besar ukurannya.Keadaan
pantai landai dengan dasar perairan berupa pasir, lumpur dan pecahan
karang.Kedalaman rata rata kelompok Terumbu Karang dan Lamun berkisar
antara 20 cm sampai 3 meter.Keadaan perairan ini akan tampak jernih bila tidak
terjadi gelombang ukuran besar sehingga kecerahan perairan akan dapat mencapai
dasar perairan.
Jenis – jenis lamun yang dijumpai di perairan pulau panjang
adalahSyringodium isoetifolium, Halodule uninervis, Enhalus acoroides, dan
Thallassia hemprichii.Kawasan lamun di Pulau Panjang berada pada sebelah
timur Pulau Panjang. Hasil pengamatan lamun dikawasan lamun sebelah timur
Pulau Panjang adalah disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Kerapatan Lamun Lokasi Pulau Panjang, JeparaNama Spesies Ki KR(%) P (m2) PR(%) F FR(%)
Enhalus acoroides 3432 38.79 7.89 37.99 66 41.51
Thalassia hemprichii 3758 42.47 8.23 39.62 51 32.08
Halodule uninervis 619 7.00 1.38 6.64 12 7.55
Syringodium isoetifolium 1039 11.74 3.27 15.74 30 18.87
8848 20.77 159
Sumber :Penelitian, 2013
Dari tabel kerapatan lamun pada perairan Pulau Panjang, Jepara jenis
lamun yang mendominasi adalah jenis dari Thalassia hemprichiidanEnhalus
acoroides dengan hasil KR untuk Thalassia hemprichii42.47% dan untuk jenis
Enhalus acoroides38.79%, PR untuk Thalassia hemprichii39.62% dan untuk jenis
Enhalus acoroides37.99%, FR Thalassia hemprichii32.08% dan untuk jenis
Enhalus acoroides41.51%.
Adapun kawasan Terumbu Karang menyebar hampir mengelilingi pulau,
namun berada pada penutupan yang berbeda, pada lokasi dimana holothuria
menyebar di kawasan sebelah barat. Tututpan dari lingkungan ini adalah tersaji
pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Penutupan Karang Lokasi Pulau Panjang, JeparaN
o jenis penutupan
stasiun
jumlah1 2 3
1 Karang Hidup 13 16 49 78
2 Karang Mati 2307 1858 2175 6340
3 Pecahan Karang 1362 1332 1915 4609
4 Pasir 1452 1361 1160 3973
Sumber :Penelitian, 2013
Tabel 4. Kerapatan Lamun Lokasi Pulau Panjang, Jepara
no Jenis Penutupan Persentase Penutupan(%)
1 Karang Hidup 0.52
2 Karang Mati 42.27
3 Pecahan Karang 30.73
4 Pasir 26.49
Sumber :Penelitian, 2013
Dari tabel penutupan karang pada Pulau Panjang, Jepara didapatkan
jumlah karang Hidup, karang mati, pecahan karang, dan pasir dari total line 15000
cm KH 78 cm, KM 6340 cm, PK 4609 cm, dan P 3973 cm sehingga di dapatkan
persentasenya untuk Karang hidup 0.52%, Karang mati 42.27%, Pecahan karang
30.73% dan Pasir 26.49%.
4.1.2. Deskripsi Spesies
Berdasarkan hasil sampling lapngan yang dilakukan di pulau panjang
Jepara, jeis jenis teripang yang ditemukan adalah family Holothuriidae yaitu
Holothuriidae atra dan Holothuriidae Nobilis.Famili Holothuriidae memiliki
penampang tubuh bulat sedikit memipih dibagian ventralnya.Tapi bagian abusnya
rata atau halus bergelombang.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan 2 jenis teripang. Deskripsi biologis dari
jenis teripang yang ditemukan adalah sebagai uraian berikut :
a. Holothuria atra
Filum : Echinodermata
Sub filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub kelas : Apidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridae
Genus : Holothuria
Spesies : :Holothuria atra
Jenis teripang ini sering dikenal denangan nama daerah : Teripang raja
(Manado), Teripang kaling (pulau laut), teripang batu keeling (Jepara). Jenis ini
seluruh tubuhnya berwarna hitam termasuk tentakelnya.Nama teripang darah
mungkin diberikan kepada binatang ini yang menyebabkan warna merah pada
bahan pengawet Formalin.Panjang tubuh antara 15 – 35 cm. hidup dalam satu
kelompok besar pada tempat berpasir, sehingga sulit dilihat oleh mata yang
kurang awas.
b. Holothuria nobilis
Filum : Echinodermata
Sub filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub kelas : Apidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridae
Genus : Holothuria
Spesies : : Holothuria nobilis
Jenis teripang ini sering dikenal dengan nama daerah Teripang Lontong
(Pulau Seribu dan Jepara). Jenis ini menyerupai teripang keeling, biasanya
diangkat atau dipegang dari dalam air akan mengeluarkan getah putih. Bentuk
badannya memanjang dan bila disentuh akan menjadi pendek seperti mentimun.
Bagian atasnya sedikit kasar, akan tertapi bila diraba akan terasa licin. Bagian
bawah lebih halus.Warna hitam pada seluruh tubuhnya dan bersifat soliter
hidupnya diatas pasir diantara karang karang dan terdapat di sepanjang tahun
danalan jumlah yang sedang.
4.1.3. Struktur Komunitas Teripang
Data yang di peroleh dari hasil pengamatan Struktur Komunitas Teripang
di Pulau Panjang, Jepara disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Struktur komunitas Spesies Holothuridae di daerah lamun dan karang Pulau Panjang, Jepara
NO GENUS
STASIUNNi Pi Ln Pi Pi Ln Pi1 2 3 4 5
1 Holothuria Atra44
39
35
32
19
56.33 0.63 -0.462 0.291
2 Holothuria Nobilis33
25
20
12
10
33.33 0.37 -0.994 0.367
89.6
7 0.658Sumber :Penelitian, 2013
Indeks Keanekaragaman
H’ : -∑ Pi Ln Pi
: 0.658
Indeks Keseragaman
e :
: 0.954
D :∑ (Pi)2
: 0.534
Dari tabel Struktur komunitas Spesies Holothuridae di daerah lamun dan
karang Pulau Panjang, Jepara didapatkan indeks keanekaragaman sebesar
0.658Jadi Keanekaragaman biota Holothuriidae sedang, indeks keseragaman
sebesar 0.954Jadi Kemerataan antar spesies relative merata, indeks dominasi
sebesar 0.534Jadi Terdapat spesies yang mendominasi spesies lainya.
4.1.4. Persentase Komposisi makanan
Data yang di peroleh dari hasil pengamatan pada saluran pencernaan (usus)
teripang Jenis Holothuria Atradi Pulau Panjang, Jepara disajikan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 6.Jenis Makanan Teripang Holothuria atra
No jenis makan n1 Cyanophyceae 392 Bacillariophyceae 453 Ciliata 274 Butiran Pasir 195 rhizosolenca 236 Chaetoceros 35
Sumber :Penelitian, 2013
H’ Ln S = 0.69 max
21%
24%
14%
10%
19%
12%
CyanophyceaeBacillariophyceaeCiliata Butiran PasirChaetocerosrhizosolenca
Gambar 7. Persentase komposisi makanan Pada Holothuria atra
Pada persentase komposisi makanan yang di lihat dari usus dari spesies
Holothuria atra di temukan beberapa jenis fitoplankton yaitu Cyanophyceae yang
memiliki persentase 24 %, Bacillariophyceae dengan persentase 27%, Ciliata
dengan Persentase 16%, butiran Pasir 12%, Rhizhosolenca 12%. Dari hasil
pengamatan di atas teripang jenis holothuria atra dominan memakan fitoplankton
jenis bacillariophyceae dan Cyanophyceae.
Data yang di peroleh dari hasil pengamatan pada saluran pencernaan (usus)
teripang Jenis Holothuria nobilis di Pulau Panjang, Jepara disajikan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 7.Jenis Makanan Teripang Holothuria nobilis
No jenis makan n1 Cyanophyceae 422 Bacillariophyceae 393 Ciliata 194 Butiran Pasir 345 rhizosolenca 256 Chaetoceros 32
Sumber :Penelitian, 2013
42; 22%
39; 20%
19; 10%
34; 18%
25; 13%
32; 17%
CyanophyceaeBacillariophyceaeCiliata Butiran PasirrhizosolencaChaetoceros
Gambar 8.persentase Komposisi makanan Pada Holothuria nobilis
Pada persentase komposisi makanan yang di lihat dari usus dari spesies
Holothuria nobilis di temukan beberapa jenis fitoplankton yaitu Cyanophyceae
yang memiliki persentase 22%, Bacillariophyceae dengan persentase 20%, Ciliata
dengan Persentase 10%, butiran Pasir 18%, Rhizhosolenca 13%, dan Chaetoceros
17%. Dari hasil pengamatan di atas teripang jenis Holothuria Nobilis dominan
memakan fitoplankton jenis bacillariophyceae dan Cyanophyceae.
4.1.5. Indeks of Preponderance (IP)
Data yang di peroleh dari hasil pengamatan pada saluran pencernaan
(usus) teripang di Pulau Panjang, Jepara disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel 8 . Hasil Pengamatan Isi Perut dari Jenis Teripang Holothuria Atra
N
o Jenis Makanan n
x
Ni Oi Ni*Oi IP
1 Cyanophyceae 34 0.16 791 100 79070 15.814
2
Bacillariophycea
e 32 0.15 744 100 74419 14.884
3 Ciliata 22 0.10 512 100 51163 10.233
4 Butiran Pasir 45 0.21 1047 100 104651 20.93
5 rhizosolenca 19 0.09 442 100 44186 8.8372
6 Chaetoceros 27 0.13 628 100 62791 12.558
7 Nitzia 36 0.17 837 100 83721 16.744
Jumlah
21
5 5000 500000
Sumber : Penelitian, 2013
Tabel 9. Hasil Pengamatan Isi Perut dari Jenis Teripang Holothuria
Nobilis
N
o Jenis Makanan n
x
Ni Oi Ni*Oi IP
1 Cyanophyceae 24
0.1
2 609 100 60914 12.183
2 Bacillariophyceae 19
0.1
0 482 100 48223 9.6447
3 Ciliata 28
0.1
4 711 100 71066 14.213
4 Butiran Pasir 46
0.2
3 1168 100 116751 23.35
5 rhizosolenca 21
0.1
1 533 100 53299 10.66
6 Chaetoceros 18
0.0
9 457 100 45685 9.1371
7 Nitzia 41
0.2
1 1041 100 104061 20.812
Jumlah
19
7 5000 500000
Sumber :Penelitian, 2013
Dari tabel Hasil pengamtan isi perut teripang menunjukkan kesamaan jenis
makanan pada Holothuria atra dan Holothuria nobilis yaitu Bacillariophyceae,
Cyanophyceae, Ciliata, Butiran Pasir, rhizosolenca, Chaetoceros, danNitzia
Dari nilai indeks of preponderance pada tabel .di peroleh histogram
persentase index of preponderance pada masing masing jenis teripang sebagai
berikut :
Holothuria Atra
Holothuria Nobilis
0 5 10 15 20 25
15.814
12.183
14.884
9.6447
10.233
14.213
20.93
23.35
8.8372
10.66
12.558
9.1371
16.744
20.812
NitziaChaetocerosrhizosolencaButiran PasirCiliataCyanophyceaeBacillariophyceae
Gambar 9. Histogram Nilai Indeks Of Preponderance
4.1.6. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Ekosistem Lamun
Hasil pengukuran arus yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
A. Arus
Tabel 10. Hasil Pengukuran Arus Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggalmeter line tanggal
meter line
1 2 3 1 2 37/11/201
3 0 0.071 0.072 0.043
16/11/201
3 0 0.013 0.043 0.037
5 0.083 0.067 0.043 5 0.018 0.047 0.042
10 0.083 0.041 0.040 10 0.022 0.039 0.054
15 0.062 0.040 0.035 15 0.028 0.052 0.051
20 0.051 0.042 0.037 20 0.032 0.051 0.065
25 0.061 0.032 0.040 25 0.048 0.067 0.067
30 0.062 0.028 0.054 30 0.047 0.062 0.059
35 0.061 0.019 0.094 35 0.052 0.078 0.068
40 0.051 0.018 0.090 40 0.057 0.076 0.072
45 0.072 0.012 0.092 45 0.059 0.064 0.073
50 0.076 0.007 0.088 50 0.068 0.071 0.069
Lanjutan tabel
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 313/11/2013 0 0.042 0.020 0.014 19/11/2013 0 0.076 0.043 0.014
5 0.048 0.020 0.019 5 0.061 0.047 0.019
10 0.039 0.010 0.027 10 0.083 0.039 0.027
15 0.045 0.048 0.034 15 0.062 0.052 0.034
20 0.048 0.048 0.042 20 0.051 0.051 0.042
25 0.052 0.057 0.056 25 0.083 0.067 0.056
30 0.059 0.056 0.062 30 0.062 0.062 0.062
35 0.062 0.052 0.061 35 0.061 0.078 0.061
40 0.069 0.064 0.056 40 0.051 0.076 0.056
45 0.073 0.068 0.072 45 0.083 0.064 0.072
50 0.074 0.072 0.076 50 0.076 0.071 0.076
10/11/2013 0 0.047 0.056 0.030
5 0.053 0.061 0.041
10 0.067 0.073 0.047
15 0.062 0.059 0.039
20 0.045 0.051 0.045
25 0.045 0.067 0.057
30 0.076 0.055 0.062
35 0.082 0.074 0.061
40 0.069 0.082 0.069
45 0.056 0.081 0.073
50 0.043 0.089 0.076
Sumber : Penelitian, 2013
Pola pembahasan arus secara visual dapat diperlihatkan pada gambar di
bawah ini :
5 10 15 20 25 30 35 40 45 500.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Pengulangan I
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Pengulangan IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
Gambar 10. Grafik Hasil Pengukuran Arus Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
Kecepatan arus yang didapat di lokasi penelitian adalah 0,14 – 0,92 m/s
Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa kecepatan arus yang ditemukan
daerah lamunmasih dalam kisaran rendah. Waktu pengukuran kecepatan arus pada
ekosistem lamun dilakukan ketika kondisi alam tenang dan kecepatan angina tidak
teralu kencang sehingga penggaruhnya terhadap arus perairan tidak terlalu besar
Menurut Supriharyono (2009), kecepatan arus yang terdapat di perairan
laut berkisar antara 2 – 5 m/s. Kecepatan arus selain dipengaruhi oleh angin, juga
dipengaruhi oleh kondisi alam seperti hujan dan perubahan suhu perairan.
Tenaga angin memberikan pengaruhterhadap arus permukaan sekitar 2 %
dari kecepatan angin tersebut. Kecepatan arus ini akan berkurang seiring dengan
bertambahnya kedalaman perairan sampai akhirnya tidak berpengaruh, yaitu pada
kedalaman 200 m (Bernawis, 2000).
B. Suhu air
Hasil pengukuran suhu yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil Pengukuran suhu Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggalmeter line tanggal meter line
1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 28 31 2916/11/2013 0 28 28 28
5 28 31 28 5 28 28 2810 28 29 28 10 28 28 2815 29 30 28 15 27 28 2820 29 30 29 20 27 28 2725 29 30 29 25 28 27 2730 28 30 29 30 28 27 2735 29 31 29 35 29 28 2740 29 31 29 40 29 28 2845 29 31 29 45 29 28 28
50 29 30 28 50 29 29 27
Lanjutan tabel
tanggalmeter line tanggal meter line
1 2 3 1 2 313/11/2013 0 29 27 28
19/11/2013 0 28 31 29
5 29 27 28 5 28 31 2910 28 28 28 10 28 29 2815 29 30 29 15 29 30 2920 29 30 29 20 29 30 2925 30 29 29 25 29 30 3030 29 28 28 30 28 30 2935 28 29 28 35 29 31 2840 28 29 29 40 29 31 2845 29 29 28 45 29 31 29
50 30 28 29 50 29 30 3010/11/2013 0 28 29 28
5 28 29 2810 28 29 2815 28 29 2920 28 29 2925 29 29 2930 28 29 2935 28 29 2940 29 28 2945 28 28 28
50 29 28 28
Sumber : Penelitian, 2013
Pola pembahasan suhu secara visual dapat diperlihatkan pada gambar di
bawah in
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan I
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu (o
C)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu (o
C)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu (o
C)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pengulangan IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu (o
C)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu (o
C)
Gambar 10 . Grafik Hasil Pengukuran Suhu Air Pada Lamun Pulau Panjang,
Jepara
Suhu air yang didapat di lokasi penelitian adalah pada ekosistem lamun
suhu air berkisar antara 27 – 31 oC,. Perbedaan suhu air tiap stasiun dikarenakan
pada line 1, line 2, dan line 3 terdapat perbedaan daerah rataan kedalaman, lama
waktu penyinaran matahari dan curah hujan pada daerah tersebut. Suhu air pada
perairan ini masih dalam batas toleransi suhu perairan pada umunnya.
Menurut Hutabarat dan Stewart (2000), menyatakan bahwa daratan tidak
mempunyai kapasitas yang sama seperti air dalam kemampuannya menyimpan
panas, akibatnya daratan akan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika
menerima radiasi dari matahari daripada lautan. Sebaliknya daratan akan lebih
cepat pula menjadi dingin daripada lautan pada waktu tidak ada insolation
(pemanasan sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor
meteorologi yang berperan di sini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban
udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya (radiasi matahari). Oleh
sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman (Nontji, 2005).
Menurut Young (dalam Hori et al., 1986dalamSugiarto,
1995),menerangkanbahwatitikkritissuhuuntukteripangjenisHolothuria
atraadalahsekitar 25 °C, artinyaapabilasuhu air dibawah25°C,
aktifitasreproduksibulubabiakanterhambat. Suhu air di
daerahtropisselalubernilaidiatas 25°C memungkinkanteripang
memijahsepanjangtahun.
C. Kedalaman
Hasil pengukuran kedalaman yang di peroleh saat melaksanakan sampling
di lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 80 20 85 16/11/2013 0 17 26 115 87 40 95 5 25 27 28
10 90 65 90 10 27 34 2715 93 85 100 15 34 45 3520 102 80 115 20 39 47 4825 113 85 107 25 42 39 5930 115 120 105 30 59 56 5735 117 125 111 35 69 63 6840 125 140 120 40 82 67 7445 132 145 129 45 93 79 82
50 135 143 120 50 109 91 96
Lanjutan tabel
tanggalmeter line tanggal meter line
1 2 3 1 2 313/11/2013 0 30 72 30
19/11/2013 0 80 85 20
5 45 87 43 5 87 95 4010 40 83 39 10 90 90 6515 20 82 27 15 93 100 8520 57 79 45 20 102 115 80
25 82 90 56 25 113 107 8530 80 93 63 30 115 105 12035 97 112 62 35 117 111 12540 69 125 78 40 125 120 14045 98 127 89 45 132 129 145
50 115 119 85 50 135 120 14310/11/2013 0 25 17 34
5 37 27 4310 43 45 4815 59 48 5720 62 60 6025 68 72 7530 79 78 7835 85 85 8440 97 97 9345 112 108 104
50 124 119 116Sumber : Penelitian, 2013
Pola pembahasan kedalaman secara visual dapat diperlihatkan pada
gambar di bawah ini :
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Pengulangan I
line 3line 2line1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
400
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
Gambar 11. Grafik Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Lamun Pulau Panjang,
Jepara
Kedalaman yang didapat di lokasi penelitian yaitu pada ekosistem lamun
berkisar antara 17 cm sampai dengan 1.43 meter. Kedalaman memiliki peran
terhadap masuknya penetrasi cahaya ke badan air. Apabila semakin semakin
dalam suatu perairan, makan semakin cepat pula penurunan intensitas cahaya
yang masuk ke badan air. Cahaya diperlukan oleh phytoplankton dan tumbuhan
air untuk berfotosintesis. Jadi, apabila semakin dalam suatu perairan maka
intensitas cahaya yang masuk juga akan berkurang dan penyebaran phytoplankton
dan tumbuhan juga akan berkurang.
Bagi teripang (sea cucumber), kedalaman mempengaruhi kelimpahan
organisme pada suatu perairan. Secara umum bulu babi dapat ditemukan di daerah
intertidal yang relatif dangkal dan jumlahnya akan semakin menurun apabila
kedalaman perairan tersebut semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada
perairan yang lebih dalam, bahan – bahan organik yang terkandung didalamnya
kurang melimpah, maka produktivitas perairan diatasnya juga berkurang,
sehingga kepadatan organismenya, termasuk teripang juga rendah (Azis, 1993).
D. Kecerahan
Hasil pengukuran kecerahan yang di peroleh saat melaksanakan sampling
di lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Hasil Pengukuran kecerahan Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 TU TU TU16/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU
13/11/2013 0 TU TU TU19/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU
Lanjutan tabel
tanggalmeter line
1 2 310/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU10 TU TU TU15 TU TU TU20 TU TU TU25 TU TU TU30 TU TU TU35 TU TU TU40 TU TU TU45 TU TU TU
50 TU TU TUSumber : Penelitian, 2013
Kecerahan yang didapat pada ekosistem lamun adalah tidak terukur ().
Hal ini berarti bahwa dasar perairan masih dapat terlihat dengan jelas dari
permukaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Hutabarat dan Stewart (2000) yang
menyatakan bahwa pada perairan yang dalam dan jernih, proses fotosintesis dan
penetrasi cahaya hanya dapat sampai kedalaman sekitar 200 meter.
Menurut Ghufran et al., (2007), dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan proses
asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang jernih, yang agak keruh, dan
yang paling keruh. Air tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik
untuk kehidupan biota perairan.
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh besar namun secara tidak
langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menjadi sumber makanan serta penyedia oksigen bagi mereka.
Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan
populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
4.1.7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Ekosistem Terumbu Karang
Hasil pengukuran arus yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
A. Kecepatan arus
Tabel 14. Hasil Pengukuran Arus Pada Karang Pulau Panjang, Jepara
meter line tanggal meter line1 2 3 1 2 3
0 0.013 0.033 0.05016/11/2013 0 0.004 0.012 0.013
5 0.015 0.023 0.050 5 0.006 0.009 0.01510 0.016 0.035 0.060 10 0.004 0.01 0.01515 0.018 0.031 0.060 15 0.007 0.012 0.01720 0.021 0.033 0.080 20 0.005 0.015 0.02125 0.023 0.025 0.070 25 0.008 0.014 0.02330 0.019 0.023 0.080 30 0.011 0.011 0.01935 0.018 0.024 0.090 35 0.009 0.009 0.01840 0.022 0.031 0.060 40 0.012 0.013 0.02245 0.018 0.033 0.100 45 0.013 0.017 0.01750 0.018 0.034 0.100 50 0.014 0.018 0.018
0 0.009 0.011 0.01619/11/2013 0 0.076 0.043 0.014
5 0.008 0.009 0.014 5 0.061 0.047 0.01910 0.012 0.009 0.017 10 0.083 0.039 0.02715 0.014 0.012 0.018 15 0.062 0.052 0.03420 0.009 0.013 0.014 20 0.051 0.051 0.04225 0.008 0.011 0.013 25 0.083 0.067 0.05630 0.010 0.008 0.012 30 0.062 0.062 0.06235 0.009 0.009 0.016 35 0.061 0.078 0.06140 0.012 0.012 0.018 40 0.051 0.076 0.05645 0.013 0.015 0.015 45 0.083 0.064 0.07250 0.009 0.017 0.016 50 0.076 0.071 0.076
0 0.008 0.008 0.0115 0.007 0.009 0.013
10 0.010 0.014 0.01315 0.009 0.011 0.01620 0.008 0.012 0.01625 0.012 0.015 0.01430 0.016 0.013 0.01535 0.014 0.011 0.017
40 0.014 0.013 0.01545 0.011 0.017 0.01750 0.012 0.017 0.015
Pola pembahasan arus secara visual dapat diperlihatkan pada gambar di
bawah ini :
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
Pengulangan I
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0.045
0.05
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
Pengulangan IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0.045
0.05
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Arus (m
/s)
Gambar 12. Grafik Hasil Pengukuran Arus Pada Terumbu Karang Pulau Panjang,
Jepara
Kecepatan arus yang didapat di lokasi penelitian adalah 0,04 – 0,09 m/s
Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa kecepatan arus yang ditemukan
daerah lamunmasih dalam kisaran rendah. Waktu pengukuran kecepatan arus pada
ekosistem lamun dilakukan ketika kondisi alam tenang dan kecepatan angin tidak
teralu kencang sehingga penggaruhnya terhadap arus perairan tidak besar
Menurut Supriharyono (2009), kecepatan arus yang terdapat di perairan
laut berkisar antara 2 – 5 m/s. Kecepatan arus selain dipengaruhi oleh angin, juga
dipengaruhi oleh kondisi alam seperti hujan dan perubahan suhu perairan.
Tenaga angin memberikan pengaruhterhadap arus permukaan sekitar 2 %
dari kecepatan angin tersebut. Kecepatan arus ini akan berkurang seiring dengan
bertambahnya kedalaman perairan sampai akhirnya tidak berpengaruh, yaitu pada
kedalaman 200 m (Bernawis, 2000).
B. Suhu air
Hasil pengukuran suhu yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 15. Hasil Pengukuran Suhu Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggal meter line tanggal meter line1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 28 29 2916/11/2013 0 29 28 28
5 28 29 29 5 29 29 2810 28 29 29 10 29 29 2815 28 29 29 15 29 29 2820 27 29 29 20 29 28 2725 27 29 29 25 29 28 2730 27 30 29 30 28 28 2735 27 30 29 35 28 28 2740 27 30 29 40 28 27 2745 27 29 28 45 28 27 2750 27 29 28 50 28 27 27
Lanjutan tabel
tanggal meter line tanggal meter line1 2 3 1 2 3
10/11/2013 0 28 28 28 19/11/2013 0 28 31 295 28 28 28 5 28 31 2910 27 29 28 10 28 29 2815 28 29 28 15 29 30 2920 29 29 27 20 29 30 2925 29 29 27 25 29 30 3030 29 28 28 30 28 30 2935 29 28 28 35 29 31 2840 29 28 27 40 29 31 2845 28 29 27 45 29 31 2950 29 30 27 50 29 30 30
13/11/2013 0 29 29 285 29 29 2810 29 29 2815 29 28 2820 29 28 2825 29 28 2830 29 28 2835 28 28 2740 28 28 2745 29 27 27
50 29 27 28
Sumber : Penelitian, 2013
Pola pembahasan arus secara visual dapat diperlihatkan pada gambar di
bawah ini :
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan I
line 3line 2line 1
Metre ke-
Suhu (
oC)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Metre ke-
Suhu
(oC)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
20
40
60
80
100
120
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu
(oC)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu
(oC)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Suhu
(oC)
Gambar 13. Grafik Hasil Pengukuran Suhu Air Pada Terumbu Karang Pulau
Panjang, Jepara
Suhu air yang didapat di lokasi penelitian adalah pada ekosistem lamun
suhu air berkisar antara 27 – 30oC,. Perbedaan suhu air tiap stasiun dikarenakan
pada line 1, line 2, dan line 3 terdapat perbedaan daerah rataan kedalaman, lama
waktu penyinaran matahari dan curah hujan pada daerah tersebut. Suhu air pada
perairan ini masih dalam batas toleransi suhu perairan pada umunnya.
Menurut Hutabarat dan Stewart (2000), menyatakan bahwa daratan tidak
mempunyai kapasitas yang sama seperti air dalam kemampuannya menyimpan
panas, akibatnya daratan akan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika
menerima radiasi dari matahari daripada lautan. Sebaliknya daratan akan lebih
cepat pula menjadi dingin daripada lautan pada waktu tidak ada insolation
(pemanasan sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor
meteorologi yang berperan di sini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban
udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya (radiasi matahari). Oleh
sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman (Nontji, 2005).
Menurut Young (dalam Hori et al., 1986dalamSugiarto,
1995),menerangkanbahwatitikkritissuhuuntukteripangjenisHolothuria
atraadalahsekitar 25 °C, artinyaapabilasuhu air dibawah25°C,
aktifitasreproduksibulubabiakanterhambat. Suhu air di
daerahtropisselalubernilaidiatas 25°C memungkinkanteripang
memijahsepanjangtahun.
C. Kedalaman
Hasil pengukuran kedalaman yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 16. Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 48 46 9016/11/2013 0 24 56 48
5 52 67 94 5 29 79 5210 67 76 93 10 37 68 6715 78 78 109 15 39 74 7820 68 82 112 20 45 86 6825 79 91 121 25 43 89 7930 86 89 125 30 56 115 8635 89 97 139 35 63 120 8940 112 106 142 40 78 126 11245 128 125 143 45 79 132 128
50 137 128 146 50 97 148 137
Lanjutan tabel
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 310/11/2013 0 29 35 45 19/11/2013 0 80 85 20
5 28 29 49 5 87 95 4010 39 34 56 10 90 90 6515 42 37 59 15 93 100 85
20 55 47 65 2010
2 115 80
25 67 59 78 2511
3 107 85
30 86 69 82 3011
5 105 120
35 98 89 95 3511
7 111 125
40 87 78 101 4012
5 120 140
45 125 109 136 4513
2 129 145
50 139 112 157 5013
5 120 14313/11/2013 0 28 32 48
5 35 45 5210 49 67 5915 52 56 6620 65 78 59
25 63 88 6930 86 82 7835 87 96 8540 98 112 9145 112 123 120
50 127 139 127Sumber : Penelitian, 2013
Pola pembahasan arus secara visual dapat diperlihatkan pada gambar di
bawah ini :
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan I
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
aman
(cm)
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedala
man (c
m)
19/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
aman
(cm)
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulanagn IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
aman
(cm)
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
man (
cm)
Gambar 14. Grafik Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Terumbu Karang Pulau
Panjang, Jepara
Kedalaman yang didapat di lokasi penelitian yaitu pada ekosistem lamun
berkisar antara 20 cm sampai dengan 1.57 meter. Kedalaman memiliki peran
terhadap masuknya penetrasi cahaya ke badan air. Apabila semakin semakin
dalam suatu perairan, makan semakin cepat pula penurunan intensitas cahaya
yang masuk ke badan air. Cahaya diperlukan oleh phytoplankton dan tumbuhan
air untuk berfotosintesis. Jadi, apabila semakin dalam suatu perairan maka
intensitas cahaya yang masuk juga akan berkurang dan penyebaran phytoplankton
dan tumbuhan juga akan berkurang.
Bagi teripang (sea cucumber), kedalaman mempengaruhi kelimpahan
organisme pada suatu perairan. Secara umum bulu babi dapat ditemukan di daerah
intertidal yang relatif dangkal dan jumlahnya akan semakin menurun apabila
kedalaman perairan tersebut semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada
perairan yang lebih dalam, bahan – bahan organik yang terkandung didalamnya
kurang melimpah, maka produktivitas perairan diatasnya juga berkurang,
sehingga kepadatan organismenya, termasuk teripang juga rendah (Azis, 1993).
D. Kecerahan
Hasil pengukuran kedalaman yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 17. Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara.
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 TU TU TU16/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU10/11/201
3 0 TU TU TU19/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU
Lanjutan tabel
tanggal meter line 1 2 313/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU10 TU TU TU15 TU TU TU20 TU TU TU25 TU TU TU30 TU TU TU35 TU TU TU
40 TU TU TU45 TU TU TU
50 TU TU TUSumber : Penelitian, 2013
Kecerahan yang didapat pada ekosistem lamun adalah tidak terukur ().
Hal ini berarti bahwa dasar perairan masih dapat terlihat dengan jelas dari
permukaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Hutabarat dan Stewart (2000) yang
menyatakan bahwa pada perairan yang dalam dan jernih, proses fotosintesis dan
penetrasi cahaya hanya dapat sampai kedalaman sekitar 200 meter.
Menurut Ghufran et al., (2007), dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan proses
asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang jernih, yang agak keruh, dan
yang paling keruh. Air tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik
untuk kehidupan biota perairan.
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh besar namun secara tidak
langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menjadi sumber makanan serta penyedia oksigen bagi mereka.
Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan
populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
4.1.8. Kelimpahan teripang (sea cucumber)
Kelimpahan jenis Teriapang (sea cucumber) yang ditemukan pada lokasi
sampling tersaji pada Tabel berikut:
Tabel 17. Hasil Kelimpahan teripang (sea cucumber) Pulau Panjang, Jepara
no spesies ekosistemLamun Terumbu Karang
KI KR (%) KI KR (%)1 Holothuria atra 161 93.06 8 8.33
2 Holothuria nobilis 12 6.94 88 91.67 Jumlah 173 96
Sumber : Penelitian 2013
4.2. Pembahasan
4.2.1. Jenis Lamun pada Daerah Perairan Pantai Pulau Panjang
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, didapatkan jenis lamun sebanyak 4
jenisadalahSyringodium isoetifolium, Halodule uninervis, Enhalus acoroides, dan
Thallassia hemprichii.
Persentase kerapatan lamun pada perairan Pulau Panjang, Jepara jenis
lamun yang mendominasi adalah jenis dari Thalassia hemprichiidanEnhalus
acoroides dengan hasil KR untuk Thalassia hemprichii42.47% dan untuk jenis
Enhalus acoroides38.79%, PR untuk Thalassia hemprichii39.62% dan untuk jenis
Enhalus acoroides37.99%, FR Thalassia hemprichii32.08% dan untuk jenis
Enhalus acoroides41.51%.
4.2.2. Penutupan karang
Persentase penutupan karang pada Pulau Panjang, Jepara didapatkan
jumlah karang Hidup, karang mati, pecahan karang, dan pasir dari total line 15000
cm yang terdiri dari; KH 78 cm, KM 6340 cm, PK 4609 cm, dan P 3973 cm
sehingga di dapatkan persentasenya untuk Karang hidup 0.52%, Karang mati
42.27%, Pecahan karang 30.73% dan Pasir 26.49%.Menurut Dahuri (2001), dari
nilai persentase penutupan karang hidup diatas termasuk ke dalam kategori karang
dengan kondisi baik yaitu berkisar antara 50 – 75 %. Kondisi penutupan terumbu
karang ini dipengaruhi oleh panjang tutupan karang yang ditemukan di lokasi
penelitian. Kondisi penutupan karang yang masih baik memiliki nilai estetika
tinggi yang dapat dijadikan sebagai kawasan pariwisata, kegiatan penelitian, serta
sebagai ekosistem atau tempat hidup bagi banyak jenis-jenis ikan konsumsi yang
berekonomis tinggi.
Menurut Supriharyono (2007), terumbu karang dengan kondisi yang baik
juga akan memiliki produktivitas primer yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
terumbu karang memiliki kemampuan untuk menahan nutrien yang masuk ke
dalam ekosistem tersebut serta karena adanya dukungan produksi dari sumber-
sumber lain, seperti phytoplankton, lamun, mikro dan makroalga.
4.2.3. Kelimpahan Teripang (sea cucumber)