TATA TERTIB PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Praktikan wajib hadir tepat pada waktunya dengan batas keterlambatan 15 menit.
Praktikan yang datang melebihi batas keterlambatan tidak diperkenankan
mengikuti praktikum.
2. Praktikan wajib mengisi, menandatangani daftar hadir sebelum mulai
mengerjakan praktikum serta membawa kartu praktikum yang sudah diisi foto
dam dicap.
3. Praktikan yang melakukan sesuatu hal yang dianggap membahayakan peralatan
dan sekitarnya, dapat dipersilahkan keluar dari laboratorium demi keamanan.
4. Selama praktikum, praktikan wajib mengenakan jas praktikum.
5. Selama praktikum berlangsung, praktikan tidak diperbolehkan makan, minum,
merokok, bergurau, atau hal-hal lain yang dapat mengganggu suasana praktikum.
6. Seusai praktikum, praktikan wajib membersihkan dan merapikan laboratorium
seperti semula.
7. Praktikan yang merusak atau menghilangkan peralatan, wajib mengganti
peralatan tersebur.
8. Demi kelancaran jalannya praktikum, semua praktikan wajib mentaati tata tertib
ini.
I. PENDAHULUAN
Tahap analisis adalah tahapan yang paling penting baik dalam kegiatan penelitian
maupun pengawasan mutu. Kesalahan pada tahap ini dapat mengakibatkan kesalahan
interpretasi sehingga akan sangat merugikan baik bagi perkembangan illmu (karena
perkembangan teori yang didukung oleh data yang salah) msupun dalam penilaian suatu
bahan pangan.
Menurut Apriyantono et al (1989), kesalahan yang sering dilakukan dalam
analisis dapat bermacam-macam diantaranya:
1. Kesalahan dalam pengambilan contoh dan persiapan sampel. Contoh yang
diambil seringkali tidak dapat mewakili seluruh bahan yang dianalisa, demikian
juga dalam mempersiapkan sampel seringkali tidak mengikuti prosedur yang
benar sehingga contoh yang dianalisa tidak seragam atau masih banyak
mengandung komponen-komponen pengganggu.
2. Kesalahan dalam pembuatan dan penanganan pereaksi-pereaksi yang digunakan,
seperti:
a. Kesalahan dalam pembuatan larutan, dapat terjadi apabila tidak
memahami prinsip dasar mengenai konsentrasi dan pelarutan, juga dapat
terjadi akibat mengikuti prosedur analisis tanpa memperhatikan bahan
yang digunakan.
b. Pembuatan larutan standar (untuk titrasi) yang tidak distandarisasi lagi.
Sebagai contoh, ingin membuat larutan NaOH standar 0,1 N, yang
dilakukan hanya melarutkan 4 ram NaOH menjadi 1 liter, tanpa
distandarisasi lagi sehingga tidak diketahui konsentrasi NaOH yang
sebenarnya. Perlu diketahui juga bahwa NaOH mudah menyerap CO2.
c. Menyimpan pereaksi pada kondisi yang tidak semestinya dan diluar batas
waktu kadaluwarsa sehingga ada kemungkinan pereaksi yang digunakan
sudah rusak atau aktivitasnya sudah jauh berkurang.
3. Kesalahan dalam menerapkan metode analisis
4. Kesalahan pengerjaan.
Dengan beberapa contoh kesalahan yang mungkin dilakukan dalam analisa
tersebut maka hendaknya kita berhati-hati dalam melakukan analisis. Tiga hal terpenting
yang perlu ditekankan adalah:
1. Cara-cara pengambilan contoh dan persiapan sampel.
2. Ketepatan analisis.
3. Pemilihan metode yang tepat.
II. PENENTUAN KADAR AIR
A. TUJUAN
Mengetahui cara penentuan kadar air dengan metode thermogravimetri.
B. DASAR TEORI
Menurut Sudarmadji et al. (1996), air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam
tiga bentuk yaitu air bebas, air terikat secara lemah, dan air terikat kuat.
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter granular dan pori-
pori yang terdapat dalam bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan
koloid makromolekuler seperti protein, pectin, pati, sellulosa. Selain itu, air
juga terdispersi di antara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang
ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air
bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan
koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat
ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak
membentuk meskipun pada 0oF.
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses
kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan
oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air dalam bentuk lainnya tidak membantu
terjadinya proses kerusakan tersebut diatas. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan
parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan
bahan makanan. Dalam hal ini digunakan pengertian Aw (Activity air) untuk
menentukan kemampuan air dalam proses kerusakan bahan makanan.
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberpa metode antara lain metode
thermogravimetri, thermovolumetri, kimiawi, dan fisis. Metode yang sering digunakan
dalam penentuan kadar air suatu bahan adalah metode thermogravimetri dan
thermovolumetri. Prinsip kerja dari metode thermogravimetri adalah menguapkan air
yang ada dalam bahan dengan pemanasan, kemudian menimbang sampai berat konstan
yang berarti semua air sudah diuapkan. Prinsip kerja dari metode thermovolumetri adalah
menguapkan air dengan ”pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi
daripada air dan tidak campur dengan air serta mempunyai berat jenis yang lebih rendah
daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluene, xylen, benzene,
tetrakhlorethilen, dan xylol (Sudarmadji et al., 1996).
C. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan:
- Sampel
2. Alat:
- Timbangan - Eksikator
- Blender atau mortir dan alu - Penunjuk waktu
- Sendok - Oven
- Krus porselen - Penjepit
D. CARA KERJA
1. Cara pemanasan (AOAC, 1925)
a. Timbang sampel yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan
sebanyak 1-2 gram dalam botol timbangan yang telah bersih dan kering dan
diketahui beratnya.
b. Keringkan dalam oven pada suhu 100oC-105oC selama waktu tertentu tergantung
jenis bahannya. Untuk bahan-bahan yang relatif kering seperti biji-bijian, kedelai,
kacang-kacangan memerlukan waktu 3-5 jam, sedangkan bahan-bahan basah
memerlukan waktu 24 jam. Makin besar kandungan air dalam suatu bahan pangan
makin lama waktu pemanasan yang diperlukan. Panaskan lagi dalam oven 30
menit, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang; perlakuan ini diulangi sampai
tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2
mgram).
c. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.
%ka = x 100%
dimana, (c + s )’ : berat cawan dan sampel awal
( c + s )ii: berat cawan dan sampel akhir
2. Cara Destilasi Toluene (AOAC, 1925)
a. Timbang bahan yang telah dibubuk halus secukupnya yang kira-kira mengandung
2-5 mL air dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi. Tambahkan
kira-kira 75-100 mL toluene dan pasang labu destilasi pada alat distilasi khusus
dengan penampung air menguap.
b. Atur pemanasan destilasi sampai kira-kira 4 tetes toluene jatuh dari kondenser
setiap detik.
c. Destilasi dilanjutkan sampai semua air menguap dan air dalam penampung tidak
bertambah lagi (kira-kira 1 jam).
d. Baca volume air dan hitung % kadar air dalam sampel.
III. PENENTUAN KADAR ABU
A. TUJUAN
Mengetahui cara penentuan kadar abu pada suatu bahan
B. DASAR TEORI
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik, kadar abu
suatu bahan tergantung bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji et al., 1996). Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral yang dikandung oleh suatu bahan. Mineral tersebut
terdapat dalam bentuk garam organik, garam anorganik, atau sebagai bentuk senyawa
kompleks yang bersifat organis. Penentuan kadar abu seringkali dilakukan untuk
mengendalikan garam-garam anorganik sepoerti garam kalsium (Muljohardjo, 1988).
Prinsip kerja dari penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan
(pembakaran) semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
(Sudarmadji et al., 1996).
C. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan:
- Sampel yang dihaluskan
2. Alat:
- Krus porselen
- Oven
- Muffle furnace
- Eksikator
- Penjepit
- Timbangan
- Kompor listrik
D. CARA KERJA
Cara AOAC (1925)
1. Pijarkan krus porselen dengan tutupnya dalam muffle furnace. Dinginkan dalam oven,
kemudian masukkan ke dalam eksikator sampai dingin. Baru kemudian ditimbang.
2. Timbang sampel dalam krus porselen yang telah diketahui beratnya (kira-kira 2
gram), selanjutnya panaskan di atas kompor listrik sehingga bahan menjadi arang.
Kemudian pijarkan dalam muffle suhu 600oC selama 6 jam sampai menjadi abu
berwarna keputih-putihan, biarkan muffle sampai menunjukkan suhu kamar,
kemudian baru dibuka tutupnya. Kemudian krus dimasukkan ke dalam eksikator
sampai dingin, baru kemudian ditimbang.
% wb (wet basis) = x 100%
% db (dry basis) = x 100%
IV. PENENTUAN KADAR PROTEIN
A. Tujuan
1. Mengetahui kadar protein kasar dalam bahan dengan metode makrokjeldahl.
2. mengetahui kadar protein terlarut dengan metode Lowry-Follin
B. Dasar Teori
Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh , karena zat ini
selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan
memperthankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1997). Protein merupakan rantai
panjang yang tersusun dari mata rantai asam-asam amino. Asam amino adalah senyawa
yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil [-COOH] dan satu atau lebih gugus amino
[-NH2] yang salah satunya terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil. Asam-
asam amino yang berbeda-beda berikatan melalui ikatan peptida, yaitu ikatan diantara
gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino disampingnya.
Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah N yang dikandung dalam suatu bahan. Metode ini dikembangkan
oleh kjeldah. Cara kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas 2 cara, yaitu cara makro
dan semimikro. Cara makrokjeldahl digunakan untuk contoh yang berukuran besar yaitu
1-3 g, sedang semimikro kjeldahl dirancang untuk contoh yang berukuran kecil yaitu 300
mg. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja
yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit dilakukan, mengingat kandungan
jumlah senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit maka penentuan
jumlah total N ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein
yang ditentukan dengan cara ini disebut kadar protein kasar (crude protein) (Sudarmadji
et al., 1996).
Cara lain untuk menentukan kadar protein adalah dengan metode Lowry-Follin.
Protein dengan asam fosfomolibdat dan fosfotungsat dalam suasana alkalis akan
memberikan warna biru yang intensitasnya tergantung pada konsentrasi protein yang
ditera. Konsentrasi protein diukur berdasarkan Optical Density pada panjang gelombang
tertentu (OD terpilih). Untuk mengetahui banayaknya protein dalam larutan, lebih dahulu
dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan konsentrasi dengan OD (Sudarmadji,
1996). Pada metode lowry-Follin ini sering digunakan larutan protein standar yaitu
Bovine Serum Albumin (BSA). Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang
larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas (Winarno, 1989)
C. Bahan dan Alat
Metode Makrokjeldahl
1. Bahan
a. Sampel
b. Katalisator (K2SO4 : HgO = 20:1)
c. H2SO4 pekat
d. Aquades
e. NaOH-Na2S2O3
f. Asam borat 4 %
g. BCG-MR
h. HCl 0,02794
2. Alat
a. Labu kjeldahl i. Alat destruksi
b. Gelas ukur j. destilator
c. Erlenmeyer l. Rak tabung reaksi
d. Tabung reaksi m. Penunjuk waktu
e. Timbangan digital n. Sendok
f. Pipet ukur
g. Propipet
h. Pipet tetes
Metode Lowry-Follin
1. Bahan 2. Alat
a. Sampel a. Gelas ukur
b. BSA 0,3 mg/l b. Erlenmeyer
c. Reagen A c. Tabung reaksi
d. Reagen B d. Vortex
e. Reagen C e. Spektrofotometer
f. Reagen D f. Kertas saring
g. Reagen E g. Pipet ukur
h. Propipet
i. Pipet tetes
j. Corong
k. Rak Tabung reaksi
l. Penunjuk waktu
m. Sendok
D. Cara Kerja
1. Penentuan Kadar Protein Cara Makrokjeldahl
a. Timbang bahan yang sudah dihaluskan sebanyak 0,2-2 gr
b. Masukkan ke dalam tabung destruksi
c. Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan kjeldahl tablet sebanyak 1-2 butir
d. Blanko, 20 ml H2SO4 pekat dan kjeldahl tablet sebanyak 1-2 butir (tanpa sampel)
e. Simpan tabung destruksi pada rak yang tersedia
f. Siapkan Digestion Unit Buchi untuk destruksi dengan cara nyalakan digestion unit
dan scrubber dengan menekan tombol power.
g. Putar dial pemanas pada alat dengan skala 10 dan biarkan alat melakukan pemanasan
selama ± 5 menit.
h. Pasang penutup tabung destruksi dan simpan rak tabung pada samping alat.
i. Pasang saluran penghisap dari scrubber.
j. Setelah 5 menit masukkan rak tabung pada pemanas
k. Biarkan dial pemanas pada skala 10 selama 5 menit, setelah itu putar dial pada skala
8-9.
l. Destruksi sampel selama ± 1 jam atau sampai sampel berwarna hijau jernih
m. Angkat sampel dan tempatkan rak sampel pada samping alat
n. Putar dial sampai posisi off
o. Biarkan scrubber menyala selama 15 menit sampai asapnya habis
p. Setelah sampel dingin matikan digestion dan scrubber, dan lepaskan saluran
penghisapnya (sampel siap didestilasi)
q. Siapkan distilation unit buchi dengan cara preheating alat yaitu pasang tabung yang
bersisi ± 100 ml aquades pada sampel holder.
r. Pasang tabung penampung pada bagian sampel receiver
s. Putar dial ke posisi on dan tunggu sampai penampung terisi ± 50 ml.
t. Kemudian putar dial ke posisi off dan alat siap menganalisis sampel
u. Tambahkan 50 ml aquades ke dalam sampel yang telah didestruksi
v. Pasang pada sampel holder
w. Tambahlan NaOH sampai berubah warna (hitam) dengan volume 500-1000 ml.
x. Tampung hasil destilasi sebanyak 150 ml ke dalam asam borat (4%) 25 ml.
y. Hasil destilasi ditambah dengan 3-4 tetes indikator BCG-MR.
z. Titrasi dengan 0,1 HCl, akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna kuning muda
(warna kuning jerami).
a. Kadar Nitrogen total dihitung dengan rumus:
Nitrogen (%) =
%
Wet basis (%) = % N x faktor konversi (6,25)
% Dry basis (%) =
1. Penentuan Protein dengan Cara Lowry-Follin
a. Pembuatan Larutan Standar
a. Membuat larutan standar BSA 0; 0,06; 0,12; 0,18; 0,24; 0,3 mg/ml.
b. Masukkan cuplikan larutan BSA sebanyak 1 ml untuk setiap konsentrasi ke
dalam tabung reaksi kemudian tambahkan 1 ml reagen D, segera gojog
dengan vortex dan inkubasikan pada suhu ruang selama 15 menit.
c. Tambahkan 3 ml reagen E ke dalam tabung cuplikan dan harus segera digojog
vorteks secepatnya, kemudian inkubasikan pada suhu ruang selama 45 menit
dan segera ukur absorbansinya pada 540 nm. Warna biru yang terbentuk tetap
stabil selama 45-80 menit sesudah inkubasi.
d. Buat kurva standar BSA sehingga diperoleh garis regresi hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi.
b. Penentuan Protein dengan cara Lowry Follin
a. Larutkan 0,25 g bahan dalam aquades hingga volume 100 ml, kemudian
saring.
b. Masukkan cuplikan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi kemudian
tambahkan 1 ml reagen D, segera gojog dengan vortex dan inkubasikan pada
suhu ruang selama 15 menit.
c. Tambahkan 3 ml reagen E ke dalam tabung cuplikan dan harus segera digojog
vorteks secepatnya, kemudian inkubasikan pada suhu ruang selama 45 menit
dan segera ukur absorbansinya pada 540 nm. Warna biru yang terbentuk tetap
stabil selama 45-80 menit sesudah inkubasi.
d. Hasil peneraan diplotkan ke persamaan regresi dari larutan standar yang
sudah dibuat sehingga diketahui konsntrasi proteinnya.
Keterangan :
Pembuatan reagen yang digunakan dalam Penentuan Protein Lowry Follin :
a. Reagen A : larutkan 100 g Na2CO3 dalam NaOH 0,5 N hingga mencapai volume
1000 ml.
b. Reagen B : larutkan 1 g CuSO4.5H2O dalam aquades hingga mencapai 100 ml.
c. Reagen C : larutkan 2 g K-tartrat dalam aquades hingga mencapai volume 100 ml
(Larutan A, B dan C dapat disimpan).
d. Reagen D : campur 15 ml reagen A, 0,75 ml reagen B dan 0,75 ml reagen C
kemudian digojog hingga homogen.
e. Penyediaan larutan E yaitu dengan mengencerkan 5 ml reagen Folin-Ciocalteu 2 N
menjadi volume 50 ml lalu digojog baik.
Pembahasan Laporan:
1. Metode analisa yang digunakan pada praktikum
2. Tahap-tahap dalam analisa kadar protein
3. Fungsi perlakuan dalam analisis kadar protein
4. Fungsi reagen yang digunakan
5. Prinsip kerja alat yang digunakan
6. Hasil analisa (tinggi atau rendah beserta alasannya)
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmadji, S., Bambang Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan keempat. PT. Gramedia. Jakarta
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedelapan. PT. Gramedia. Jakarta
V. PENENTUAN LEMAK DAN MINYAK
A Tujuan
1. Mempelajari metode analisa lemak dan minyak dari segi kuantitatif dan kualitatif.
2. Mengetahui kadar lemak dan minyak pada produk perikanan dengan ekstraksi
soxhlet.
3. Menentukan angka asam.
B. Dasar Teori
Lemak dan minyak merupakan golongan lipida yang memiliki daya larut dalam
pelarut organik seperti ester, eter, benzena, dan kloroform, sebaliknya ia tidak larut dalam
air. Secara difinitif lemak dapat diartikan sebagai semua bahan organik dan mempunyai
kecenderungan non polar. (Sudarmadji et al., 1996). Minyak dan lemak terdiri dari
trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang.
Molekul lemak disintesa dari proses kondensasi dari satu molekul gliserol dangan tiga
molekul asam lemak. Trigliserida berwujud padat maupun cair tergantung dari asam
lemak penyusunya.
O O
CH2OH H O C R CH2 O C R
O O
CHOH + H O C R CH O C R + H2O
O O
CH2OH H O C R CH2 O C R
Lemak dan mnyak mempunayi struktur kimia umum yang sama. Dalam
penggunaan secara umum, kata lemak (” fat ”) dipakai untuk menyebut trigliserida yang
padat pada suhu udara biasa, sedangkan kata minyak (”oil”) dipakai untuk menyebut
senyawa yang cair pada suhu tersebut. Perbedaan antara lemak dan minyak disebabkan
karena terdapatnya asam-asam lemakyang berbeda. Lemak mengandung asam-asam
lemak jenuh yang terdistribusi di antara trigliserida-trigliserida sedangkan minyak
mempunyai sejumlah besar asam lemak tidak jenuh. Adanya asam lemak tidak jenuh
menyebabkan lebih rendahnya titik lincir (slip point), yaitu suhu dimana lemak atau
minyak mulai mencair. (Gaman dan Sherrington 1994)
Analisa lemak dan minyak dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Analisa lemak dan minyak secara kuantitatif dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet,
sedangkan secara kualitatif dapat dilakuakan melalui penentuan angka asam, angka
penyabunan, dan angka iod. Prinsip yang digunakan dalam penentuan kadar lemak kasar
secara kuantitatif adalah ekstraksi bahan yang diduga mengandung lemak dan minayk
dengan Soxhlet dan pelarut eter. (Sudarmadji et al., 1996).
Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebeas, serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Angka asam
dinyatakan sebagai KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralisir asam lemak bebas
yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren 1986). Angka asam yang besar
menunjukan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun
karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam maka makin
rendah kualitas (Sudarmadji et al., 1996).
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Sampel
b. Petrolium eter
c. Alkohol 95% netral
d. 0,1 N laruaan KOH satandar
e. Indikator pp
f. Indikator bromothymol-blue
2. Alat
a. Timbangan digital
b. Alat soxhlet
c. Kertas saring
d. Botol timbang
e. Oven
f. Erlenmeyer
D. Cara Kerja
1. Penentuan kadar lemak dan minyak dengan Soxhlet
Oven Solvent Cup pada suhu 1050C selama 1jam
Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit
Timbang Solvent Cup tersebut, diketahui = b (berat solvent cup)
Timbang sampel 3-10 g (tergantung dari perkiraan kadar lmak kasarnya),
masukkan dalam kertas saring.
Siapkan Fat Ekstraktor Buchi dengan cara : hidupkan alat dengan menekan
tombol power utama di sebelah kanan belakang bawah.
Pilih nomor program yang diinginkan antara 0-50, pada alat yang telah di
program.
Tekan SELECT sampai display berkedip.
Pilih Pengerjaan ekstrak yang diinginkan, terdapat 4 mode yaitu, SOXHLET
STANDART, SOXHLET WARM, HOT EXTRACTION dan CONTINOUR.
Pilih SOXHLET STANDART untuk penerjaan sampel pada umumnya, gunakan
panah atas bawah untuk merubah.
Tekan NEXT (tanda panah kanan)
STEP 1 (langkah untuk ekstraksi)
Tekan NEXT, tentukan derajat pemanasan pada lower heating berdasarkan pelarut
yang digunakan (lihat Operating Manual Buchi)
Tekan NEXT sampai lampu CYCLE menyala, tentukan banyaknya siklus
ekstraksi dengan menekan panah atas bawah.
Tekan NEXT sampai dengan lampu H :MIN menyala, tentukan waktu yang
diperlukan untuk proses ekstraksi dengan menekan tombol atas bawah.
Tekan NEXT sampai display STEP berubah menjadi STEP 2.
STEP 2 (langkah untuk RINSING)
Tekan NEXT sampai tombol HEATING menyala, tentukan derajat panas yang
diperlukan, biasanya diprogram sama dengan derajat panas STEP 1.
Tekan NEXT, tentukan waktu yang diperlukan untuk membilas agar jangan ada
sampel yang masih tersisa di extraction chamber.
Kadar Lemak (%wb) =
Kadar Lemak (%db) =
Tekan NEXT sampai display STEP berubah menjadi STEP 3
STEP 3 (langkah untuk DRYING)
Tekan NEXT, tentukan derjat panas heater.
Tekan NEXT, tentukan waktu yang diperlukan untuk mengeringkan sampel pada
Solvent Cup.
Tekan SELECT sampai display tidak ada yang berkedip.
Tekan START untuk memulai proses.
Masukkan sampel yang telah dibungkus kertas saring ke dalam timble.
Masukkan Petrolium Benzen sebnayak 120 ml.
Pasang Solvent Cup dan alat ekstraksi apada fat Ekstractor Buchi, mulai proses
ekstraksi lemak.
Tekan tombol START untuk mulai proses ekstraksi lemak.
Setelah selesai, solvent cup dan hasil ekstraksi diambil dan dioven pada suhu 105-0C selama 1 jam
Dinginkan solven cup dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang,
Hitung kadar lemak kasar (Ekstrak) dengan rumus :
Keterangan :
(b+s)* : berat labu + sampel konstan
b : berat labu
s : berat sampel
KA : kadar air
Mode SOXLET STANDART dengan pelarut Petrolium Benzen 60 – 800C
Volume pelarut : 120 ml
Waktu Ekstraksi : 150 menit
Heating Setting : Step 1 1:9 t : 120 menit
Step 2 1:9 t : 5 menit
Step 3 1:7 t : 15 menit
2. Penentuan angka asam
a. Timbang 10 – 20 gram lemak atau minyak, masukkan ke dalam Erlenmeyer dan
tambahkan 50 mL alkohol 95% netral. Setelah ditutup dengan pendingin balik,
panaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat untuk melarutkan asam lemak
bebasnya.
b. Setelah dingin, larutan lemak dititrasi dengan 0,1 N larutan KOH standar
memakai indikator PP. Akhir titrasi tercapai bila terbentuk warna merah muda
yang tidak hilang selama menit. Apabila cairan yang dititrasi berwarna gelap
dapat ditambah pelarut yang cukup banyak atau dipakai indikator bromothymol-
blue sampai berwarna biru.
Angka Asam =
VI. KADAR GARAM
A. Tujuan
1. Mengetahui metode pengujian kadar garam pada produk perikanan.
2. Mengetahui kualitas produk dilihat dari kadar garamnya.
B. Dasar Teori
Garam adalah salah satu bahan pengawet yang digunakan untuk mengawetkan
hasil perikanan. Tujuan utama dari penggaraman sama dengan tujuan dari proses
pengawetan atau pengawetan lainnya yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya
simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi lebih awet karena
garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Di samping mengakibatkan terjadinya proses osmosis
pada sel daging ikan, larutan garam juga menyebabkan proses osmosis pada sel-sel
mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel bakteri berkurang,
lama-kelamaan bakteri akan mati). Pengaraman ikan biasanya diikuti dengan proses
pengeringan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan. Dengan demikian,
pertumbuhan bakteri akan semakin terhambat (Moeljanto, 1992).
C. Alat dan Bahan
1. Bahan
a. Sampel uji
b. Larutan AgNO3 0,1 N
Timbang 16,8 gr AgNO3 kristal (yang telah dikeringkan pada suhu 120oC), larutkan
dalam sedikit aquadest, kemudian jadikan volume 1 lt dengan menambahkan
aqades sampai tanda. Lartan harus disiapkan daam keadaan gelap.
Standarisasi larutan AgNO3 :
- Timbang 200 mg KCl (BM=74,55), lalu masukkan dalam Erlenmeyer.
- Tambahkan 25 m aquades
- Tambahkan 2-3 tetes laruan K2CrO4.
- Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai timbul warna oranye (kecokatan)
N AgNO3 = gr KCl / 0,07455 x ml AgNO3
c. Larutan K2CrO4 5%
2. Alat
a. Timbangan analitik
b. Blender
c. Erlenmeyer
d. Labu takar
e. Pipet ukur
f. Buret
g. Kempot
D. Cara Kerja
Metode Kohman (Winton, dkk. dalam Sudarmadji. Dkk., 1997)
1. Timbang 5 gr sampe yang telah dihaluskan terlebih dahulu.
2. Sampel diekstraksi dengan 10-20 ml aquades panas (suhu80oC), tunggu beberapa
saat sampai semua garam NaCl larut dan terpisah dengan lemak. Ekstraksi diulang
beberapa kali (8-10 kali). Jika contoh berbendtuk padatan, disaring dan dicuci
beberapa kali.
3. Cairan hasil ekstraksi ditampung dalam Erlenmeyer, dan dicampur dengan baik.
4. Selanjtnya tambahkan 3 ml larutan K2CrO4 5% dan titrasi dengan larutan AgNO3
0,1 N sampai tetap berwarna oranye (kecoklatan).
Kadar garam =
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 1925. Method of Analysis of Second Edition. Association of Official Agricultural
Chemists. Washington, D.C.
AOAC, 1990. Official Method of Analysis. Assosiation of Official Agricultural Chemists.
Washington, D.C.
Apriyantono A., D. Fardiaz, N. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyantono. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Gaman, P. M., Sherrington K.B. 1994. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Terjemahan Maggi Thenawidjaja.
Erlangga. Jakarta.
Sudarmadji, S., Bambang Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Librty. Yogyakarta.
Winarno, F. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke 4, Gramedia. Jakarta.