rEFRAT OBSTRUKSI USUS
BAB I
KASUSI.1Identitas
Nama
: Tn. J. M
Umur
: 64 tahun
Jenis kelamin
: Laki-lakiPekerjaan
: Pensiunan
Pendidikan
: SLTA
Agama
: Protestan
Status pernikahan: Menikah
Alamat
: Tanjung Priuk Jakarta Utara
Tanggal masuk: 01 Oktober 2014
No. CM
: 00 XX XXI.2Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 13 Oktober 2014A. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil sejak 1 tahun yang laluB. Keluhan tambahan
Buang air kecil harus mengedan, sering tidak tuntas, menetes dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih sering, kadang-kadang berwarna kemerahan.
C. Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan gejala nyeri setiap kali buang air kecil. Pasien menyatakan pertama kali dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh harus mengedan agar air kencingnya keluar, selain itu pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas. Pasien menyatakan gejala yang dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes dan terasa sakit, kadang berwarna kemerahan. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.D. Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal
Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna kemerahan disangkal
Riwayat hipertensi ada Riwayat DM dan jantung disangkalE. Riwayat penyakit keluarga
Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah mengalami keluhan seperti ini.I.3 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum: tampak sakit sedang
B. Kesadaran
: compos mentis
C. Vital sign
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36 CD. Status Generalisata
Kepala
: normocephal
Mata
: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflek cahaya (+/+)
Hidung: pernafasan cuping hidung (-/-), mukosa hiperemis (-/-), sekret (-/-), deviasi septum (-) Telinga: simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
Mulut
: bibir sianosis (-), gusi tidak ada perdarahan, lidah kotor (-), faring hiperemis (-) Leher
: deviasi trakhea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) dan getah
bening (-), JVP tidak meningkat Thorax
Paru-paru :
Inspeksi
: Bentuk dan pergerakan pernapasan kanan-kiri
simetris
Palpasi
: Fremitus taktil dan vocal simetris kanan-kiriPerkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler pada seluruh lapangan
paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung :
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba.
Perkusi
: Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi
: BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen :
Inspeksi
: Perut datar simetris.
Palpasi
: Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri Lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi
: Timpani di ke 4 kuadranAuskultasi
: Bising usus (+) normal Ekstremitas
Superior
: Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior
: Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
E. Status Lokalis
Regio Costovertebra
- Inspeksi
: Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)
- Palpasi
: Bimanual Ballotement ginjal (-)
- Perkusi
: Nyeri Ketok (-)
Regio Supra Pubis
- Inspeksi
: Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan
- Palpasi
: Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)
- Perkusi
: Timpani
- Auskultasi: Bising Usus (+) Normal
Regio Genetalia Eksterna
- Inspeksi
: Orifisium uretra eksterna baik
- Palpasi
: Testis teraba dua buah, kanan dan kiri, konsistensi
kenyal.
Regio Anal
- Inspeksi
: Bentuk normal, benjolan (-)
- Rectal Toucher: Sfingter ani menjepit
Pada mukosa teraba massa pada jam 12 yang konsistensinya kenyal, permukaan sedikit tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit dicapai.
Tidak teraba nodul
- Handscoon: Darah, lendir dan feses tidak ada
F. Pemeriksaan penunjang LaboratoriumTanggal 01 Oktober 2014
Tanggal 14 Oktober 2014PemeriksaanHasilNilai rujukan
Elektrolit
NaH 150 mEq/L135 147
KL 3,3 mEq/L3,5 5,0
Cl111 mEq/L94 111
Ca9,7 mg/dL8,8 10,3
Kimia Klinik
CK47 U/L< 195
CK - MB7,30 U/L< 24
Troponin T (kuantitatif) (negatif) ng/mL 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.II.6. PATOFISIOLOGI
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.1
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine.Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.7
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.7
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.7Hiperplasia Prostat
Penyempitan lumen uretra posterior
Tekanan intravesika meningkat
Buli-buli :
Ginjal dan ureter :Buli-buli :
Ginjal dan ureter :
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi
Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Gambar. Prostat yang mengalami pembesaran (nampak pada sistoskopi)
Gambar. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih
II.7. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :Obstruksi Iritasi
Hesistansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Distensi abdomen
Terminal dribbling (menetes) Volume urine menurun
Mengejan saat berkemih Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu:
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-)Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yangvaliddanreliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System(IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association(AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.
Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo.
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).c. Gejala di luar saluran kemih
Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Gejalageneralisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2001).Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.II.8. PEMERIKSAAN FISIK
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan : Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal Adakah asimetri Adakah nodul pada prostat Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan