OSTEOCHONDROMA
Osteochondroma adalah tumor jinak tulang dengan penampakan adanya
penonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul dari
metafisis, penonjolan tulang ini ditutupi(diliputi) oleh cartilago hialin. Tumor ini
berasal dari komponen tulang (osteosit) dan komponen tulang rawan (chondrosit).
Osteokhondroma merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari seluruh
tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja yang pertumbuhannya
aktif dan pada dewasa muda.
I. Definisi
Osteochondroma adalah tumor jinak tulang dengan penampakan adanya
penonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul dari
metafisis, penonjolan tulang ini ditutupi(diliputi) oleh cartilago hialin. Tumor ini
berasal dari komponen tulang (osteosit) dan komponen tulang rawan (chondrosit).
Osteokhondroma merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari seluruh
tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja yang pertumbuhannya
aktif dan pada dewasa muda.
Osteokondroma dapat tumbuh secara soliter maupun multipel.
Osteokondroma yang multipel bersifat herediter (autosomal dominan) dan akan
berhenti tumbuh dan mengalami proses penulangan setelah dewasa. Oleh karena
itu eksositosis multipel ini tidak lagi disebut sebagai neoplasma. Osteokondroma
yang soliter berbeda dengan multipel karena akan tumbuh terus walaupun
penderita telah dewasa dan jenis ini dianggap sebagai neoplasma. Kebanyakan
osteokondroma adalah soliter tetapi lesi multipel dapat berkembang pada
individu dengan predisposisi genetik.
Osteokondroma biasanya mengenai tulang panjang, dan tulang yang sering
terkena adalah ujung distal femur (30%), ujung proksimal tibia(20%), dan
humerus(2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%)
serta tulang pipih seperti pelvis(5%) dan scapula(4%) walaupun jarang.
Osteokondroma terdiri dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai (pedunculated) dan tipe
tidak bertangkai(sesile). Tulang panjang yang terkena biasanya tipe bertangkai
sedangkan di pelvis tipe sesile.
1
II. Etiologi
Osteochondroma tulang kemungkinan besar disebabkan oleh salah satu
cacat bawaan atau trauma perichondrium yang yang menghasilkan herniasi dari
fragmen lempeng epifisis pertumbuhan melalui manset tulang
periosteal.Meskipun etiologi pasti dari pertumbuhan ini tidak diketahui, sebagian
perifer fisis diduga mengalami herniasi dari lempeng pertumbuhannya. Herniasi
ini mungkin idiopatik atau mungkin hasil dari trauma atau defisiensi dari
cincin perichondrial. Apapun penyebabnya, hasilnya adalah perpanjangan yang
abnormal dari tulang rawan metaplastic yang merespon faktor-faktor yang
merangsang lempeng pertumbuhan dan dengan demikian
menghasilkan pertumbuhan yang exostosis.Pulau -pulau tulang rawan mengatur
ke dalam struktur yang mirip dengan epiphysis Karena ini metaplastic cartilage
dirangsang, terjadi pembentukan tulang enchondral , dan terjadi pengembangan
tangkai tulang. Histologi tulang rawan mencerminkan, zona klasik didefinisikan
diamati dalam pertumbuhan darilempeng yaitu yaitu, zona proliferasi,
columniation, hipertrofi, kalsifikasi, dan pengerasan. Teori ini diperkirakan untuk
menjelaskan temuan klasik dariosteochondroma terkait dengan pertumbuhan
lempeng dan berkembang jauh darifisis untuk tetap menjaga kelangsungan
meduler nya.Karyotyping genetik telah menyarankan bahwa kelainan genetik
direproduksi berhubungan dengan pertumbuhan jinak dan bahwa mereka benar-
benar dapat mewakili proses neoplastik sejati, bukan yang reaktif. Penelitian ini
masih pada tahap awal, dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.
III. Patofisiologi
Tumor terjadi karena pertumbuhan abnormal dari sel-sel tulang (osteosit)
dan sel-sel tulang rawan (kondrosit) di metafisis. Pertumbuhan abnormal ini
awalnya hanya akan menimbulkan gambaran pembesaran tulang dengan korteks
dan spongiosa yang masih utuh. Jika tumor semakin membesar maka akan tampak
sebagai benjolan menyerupai bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit
sebagai batangnya dan komponen kondrosit sebagai bunganya. Tumor akan
tumbuh dari metafisis, tetapi adanya pertumbuhan tulang yang semakin
memanjang maka makin lama tumor akan mengarah ke diafisis tulang. Lokasi
2
osteokondroma biasanya pada metafisis tulang panjang khususnya femur distal,
tibia proksimal dan humerus proksimal, dapat juga ditemukan pada tulang scapula
dan illium.
IV. Gambaran klinis
Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara
kebetulan, namun terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan
membesar. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan
menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis
pada tangkai tumor,terutama pada bagian tangkai tipis. Kadang bursa dapat
tumbuh diatas tumor (bursa exotica) dan bila mengalami inflamasi pasien dapat
mengeluh bengkak dan sakit. Apabila timbul rasa sakit tanpa adanya
fraktur,bursitis, atau penekanan pada saraf dan tumor terus tumbuh setelah
lempeng epifisis menutup maka harus dicurigai adanya keganasan.
Osteokondroma dapat menyebabkan timbulnya pseudoaneurisma terutama
pada a.poplitea dan a.femoralis disebabkan karena fraktur pada tangkai tumor di
daerah distal femur atau proximal tibia. Osteokondroma yang besar pada kolumna
vertebralis dapat menyebabkan angulasi kyfosis dan menimbulkan gejala
spondylolitesis. Pada herediter multipel exositosis keluhan dapat berupa massa
yang multipel dan tidak nyeri dekat persendian. Umumnya bilateral dan simetris.
Gejala yang paling umum dari osteochondroma adalah benjolan tidak nyeri
didekat sendi. Lutut dan bahu lebih sering terlibat.Suatu osteochondroma dapat
terletak di bawah tendon. Ketika itu, patah jaringandi atas tumor dapat
3
menyebabkan aktivitas yang berhubungan dengan nyeri.Suatu osteochondroma
dapat terletak dekat saraf atau pembuluh darah, seperti di belakang lutut. Ketika
itu, mungkin ada mati rasa dan kesemutan pada ekstremitasitu. Suatu tumor yang
menekan pada pembuluh darah dapat menyebabkan perubahan periodik dalam
aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya pulsasi atau perubahan dalam
warna ekstremitas. Perubahan dalam aliran darahyang dihasilkan dari suatu
osteochondroma jarang terjadi.Benjolan yang keras dapat ditemukan pada daerah
sekitar lesi.
Stadium (Staging) osteokondroma
Osteochondromas adalah lesi jinak dan dapat dikelompokkan berdasarkanb
staging berdasarkan muskuloskeletal Tumor Society (MSTS) untuk lesi
jinak,sebagai berikut:
• Tahap I - lesi aktif atau statis
• Tahap II - lesi aktif tumbuh
• Tahap III - lesi aktif yang berkembang bahwa secara lokal destruktif / agresif .
Rata-rata Osteochondromas berada pada stadium I atau II. Namun,deformitas
sekunder yang signifikan untuk efek massa dapat terjadi di daerah seperti sendi
radioulnar sendi dan tibiofibular. Meskipun klasifikasi ini tidak sempurna, lesi
tersebut dapat dianggap lesi tahap III.
V. Gambaran Radiologis
Ada 2 tipe osteokondroma yaitu bertangkai (pedunculated) / narrow base
dan tidak bertangkai (sesile) / broad base. Pada tipe pedunculated, pada foto polos
tampak penonjolan tulang yang menjauhi sendi dengan korteks dan spongiosa
masih normal. Penonjolan ini berbentuk seperti bunga kol (cauliflower) dengan
komponen osteosit sebagai tangkai dan komponen kondrosit sebagai bunganya.
Densitas penonjolan tulang inhomogen (opaq pada tangkai dan lusen pada bunga).
Terkadang tampak adanya kalsifikasi berupa bercak opaq akibat komponen
kondral yang mengalami kalsifikasi. Ditemukan adanya penonjolan tulang yang
berbatas tegas sebagaieksostosis yang muncul dari metafisis tetapi yang terlihat
lebih kecil disbandingdengan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh karena
sebagian besar tumor ini diliputi oleh tulang rawan. Tumor dapat bersifat tunggal
atau multipletergantung dari jenisnya. Lihat gambar dibawah ini :
4
a. Solitary benign pedunculated osteochondroma of the
femur in a 22-year-old man
b. Benign solitary sessile osteochondroma of the fibula
in a 19-year-old man
CT SCAN
Pada tulang tertentu, seperti panggul dan tulang belikat, CT scanmerupakan
tambahan yang berguna untuk melokalisasi lesi. Lokalisasi CT dapat berguna
ketika merencanakan reseksi
MRI (Magnetic resonance Imaging)
MRI diperlukan hanya dalam kasus-kasus yang curiga terjadinyakeganasan atau
anatomi jaringan lunak yang relevan perlu digambarkan. MRIadalah modalitas
pilihan untuk menilai ketebalan tulang rawan tutup, seperti padagambar di bawah.
Meskipun tidak merupakan indikasi mutlak, ketebalan daricartilage cap
berhubungan dengan keganasan. Tebal cartilage cap yang > 4 cm12
Diagnosa banding
Chondrosarkoma
Adalah tumor ganas tulang dan tulang rawan. Paling banyak ditemukan pada
tulang pelvis, femur, iga, humerus, dan scapula. Tetapi selain itu juga dapat
ditemukan disemua tulang termasuk tulang-tulang kecil di tangan dan kaki
Gambaran radiologis : lesi luas tampak tidak teratur dengan tepi tulang yang
menghilan. Tumor berisi daerah kalsifikasi dengan gambaran seperti popcorn.
5
Osteosarkoma
Merupakan tumor ganas primer pada tulang. Lokasi tumor terbanyak adalah di
distal, femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus. Tumor juga dapat
menyerang tulang pipih seperti pelvis, tengkorak, dan mandibula.
Gambaran radiologi :
Gambaran detruksi tulang
Sunburst appearance
Codman triangle
Terapi
Apabila terdapat gejala penekanan pada jaringan lunak misalnya
pembuluh darah atau saraf sekitarnya atau tumor tiba-tiba membesar disertai
rasa nyeri maka diperlukan tindakan operasi secepatnya, terutama bila hal ini
terjadi pada orangdewasa.
Terapi Medis
Tidak ada terapi medis saat ini ada untuk osteochondromas. Andalan
pengobatan nonoperative adalah observasi karena lesi kebanyakan tanpa gejala.
Lesi yangditemukan secara kebetulan dapat diamati, dan pasien dapat diyakinkan.
Terapi Bedah
6
Perawatan untuk gejala osteochondromas adalah reseksi. Perawatan harus diambil
untuk memastikan bahwa tidak ada tutup tulang rawan atau perichondrium yang
tersisa, jika tidak, mungkin ada kekambuhan. Idealnya, garisr eseksi harus melalui
dasar tangkai, dengan demikian, seluruh lesi dihapus secaraen blok. Lesi atipikal
atau sangat besar harus diselidiki sepenuhnya untuk mengecualikan kemungkinan
terpencil keganasan. MRI berguna dalam menilaiketebalan dari cartilage cap.
Apabila osteokondroma tidak ditemukan keluhan,lakukan observasi
Surgical
Indikasi :
o Timbul rasa sakit
o Ukuran bertambah besar dan abnormal
o Terdapat penekanan pada saraf dan pembuluh darah
o Fraktur patologis
o Gambaran radiologi sugestif yang ganas
Rincian pra operasi
Kendala anatomi lokal harus dipertimbangkan hati-hati sehingga pendekatan dan
reseksi tidak merusak struktur di dekatnya. CT scan dan MRIdapat berguna untuk
lesi yang timbul dari tulang datar atau yang terletak di daerahsulit, seperti lesi
sekitar pinggul atau tulang belikat.
Rincian selama operasi
Setelah suatu osteokondroma terekspos, diseksi yang dilakukan terbatas pada
dasar dari lesi, jadi osteotome bisa digunakan untuk memisahkan bagiandasar dari
korteks tulang. Bursa atasnya harus dibiarkan utuh, dan jaringan perekat longgar
harus dibedah menjauh sehingga lesi dan bursa dihapus secaraenblok.Permukaan
resected tulang host dapat serak halus, dan jika diperlukan,lilin tulang dapat
dikemas pada permukaan dipotong untuk menghentikan pendarahan. Setelah
spesimen dihapus dan konfirmasi patologis diterima, lukaharus diirigasi dengan
dan bisa diberikan drain bila diperlukan,.
Rincian Pascaoperasi
Osteochondromas paling memungkinkan pasien untuk kembali keaktivitas seperti
biasa. Namun, setelah reseksi pada suatu osteokondroma yang besar, pembatasan
7
kegiatan harus dipertimbangkan karena pergerakan yang berlebihan dapat memicu
terjadinya peningkatan resiko fraktur.
Komplikasi
1. Penekanan pada saraf (lebih sering n.poplitea)
2. Penekanan pada pembuluh darah,menimbulkan pseudoaneurisma pada
a.poplitea dan a.femoralis)
3. Penekanan tulang sekitar
4. Fraktur patologis
5. Inflamasi bursa pada daerah lesi
6. Perubahan keganasan
A. Fraktur
Fraktur pada osteochondroma adalah komplikasi yang tidak biasa yangmerupakan
hasil daritrauma yang terlokalisir dan biasanya melibatkan dasar daritangkai lesi .
Osteochondromas pedunkulata di lutut yang paling mungkin untuk terjadinya
fraktur. Selanjutnya, pembentukan kalus menyebabkan sklerosis bandlike pada
radiografi terjadi dengan penyembuhan. Tidak ada kejadiansignifikan nonunion
yang dilaporkan. Menariknya, regresi atau resorpsiosteochondroma soliter yang
terjadi baik secara spontan dan setelah patah tulangtelah dilaporkan.
B. Komplikasi Vaskuler
Komplikasi vaskular yang berhubungan dengan osteochondroma
termasuk kelainan pembuluh darah, stenosis, oklusi, dan pembentukan
pseudoaneurysm .Gejala klinis pada kasus kompromi vaskular termasuk rasa
sakit, bengkak, dan jarang klaudikasio atau massa berdenyut teraba biasanya
mempengaruhi pasienmuda. Trombosis pembuluh darah atau oklusi dapat
mempengaruhi baik sistemarteri atau vena dan paling sering terlihat dalam
pembuluh tentang lutut, terutamaarteri poplitea atau vena. Pseudoaneurysm
formasi yang terkait denganosteochondroma pertama kali dilaporkan oleh Paulus
pada tahun 1953. lokasi darikelainan komplikasi ini terutama mengenai arteri
femoralis, brakialis, dan arteritibialis posterior, arteri poplitea . Komplikasi ini
mempengaruhi pasien muda didekat akhir pertumbuhan tulang normal dan terjadi
dengan lesi soliter dan beberapa dengan frekuensi yang sama.
C. Gejala sisa neurologis
8
Kompromi neurologis dapat dikaitkan dengan kedua (dasar tulang belakang atau
tengkorak) osteochondromas yang terjadi di vertebra atau di basiskranii. Lesi
perifer dapat menekan saraf, menyebabkan dop foot, dan keterlibatansaraf
peroneal dari fibula osteochondroma telah dilaporkan paling sering .Keterlibatan
saraf radialis juga telah dijelaskan. Osteochondromas yang terjadi pada dasar
tengkorak, tulang belakang, tulang rusuk atau kepala dapatmenyebabkan defisit
saraf kranial, radikulopati, stenosis tulang belakang, caudaequina syndrome, dan
myelomalacia
9
OSTEOSARKOMA
A. DEFINISI
Osteosarkoma merupakan keganasan primer pada tulang yang paling
sering dijumpai dan ditandai dengan adanya sel-sel mesenkim ganas yang
memproduksi osteoid atau tulang imature. Disebut osteogenik sarkoma oleh
karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif.
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah
myeloma multipel, bersifat sangat ganas dan cepat bermetastase ke paru-paru
melalui aliran darah.
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi neoplasma tulang bila dibandingkan dengan neoplasma
jaringan lain adalah jarang, akan tetapi osteosarkoma merupakan tumor ganas
primer tulang yang paling sering ditemukan (48,8%) diluar mieloma multipel.
Di United States terdapat 400 kasus osteosarkoma per tahun, sedangkan
menurut Errol Hutagalung seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy
Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2005) tercatat 455
kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan
128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang
osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari
seluruh jenis tumor tulang dan 31% dari seluruh tumor tulang ganas.
Osteosarkoma banyak menyerang remaja dan dewasa muda, dengan
usia berkisar antara 10-20 tahun. Jumlah kasus meningkat lagi pada dekade ke
6 kehidupan yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna, terutama pada
penyakit Paget. Pria lebih banyak menderita osteosarkoma dibandingkan
wanita (2:1).
C. ETIOLOGI
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui, tetapi ada
beberapa faktor predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu :
- Genetik : paget disease, hereditary rentinoblastoma, sindrom Li-
Fraumeni, sindrom Rothmund-Thomson. Ada dua tumor suppresor
10
gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada
osteosarkoma, yaitu protein p53 dan RB gen.
- Radiasi ion merupakan penyebab langsung osteosarkoma (3%), begitu
pula pada penggunaan alkyleting agent untuk kemoterapi.
- Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi
osteosarkoma, dapat dilihat dengan meningkatnya insidens pada anak
yang sedang tumbuh. Lokasi osteosarkoma paling sering adalah
metafisis dimana area ini merupakan area pertumbuhan tulang panjang.
- Riwayat trauma
D. LOKASI
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang dapat menyerang semua
tulang, biasanya terjadi di daerah metafisis tulang panjang dimana
pertumbuhan tulang tinggi, terutama pada femur (42% dan 75% nya pada
distal femur), tibia ( 19%, 80% pada proksimal tibia) dan humerus (10%, 90%
pada humerus proximal). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke
diafisis atau epifisis. Osteosarkoma juga dapat terjadi pada tulang tengkorak,
mandibula, maksila dan pelvis (8%).
E. GEJALA KLINIS
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan (4
bulan) sebelum pasien didiagnosa. Nyeri merupakan gejala utama yang
pertama muncul yang bersifat konstan dan bertambah hebat pada malam hari.
Penderita biasanya datang dengan tumor yang besar atau oleh karena terdapat
gejala fraktur patologis. Karena keganasan ini sering muncul di metafise dekat
dengan persendian, maka hal ini dapat mempengaruhi fungsi persendian.
Neoplasma yang agresif ini menimbulkan kemerahan, tampak pembuluh darah
vena yang melebar, nyeri tekan dan rasa hangat di kulit. Gejala-gejala umum
lain yang dpat ditemukan adalah anemia, penurunan berat badan serta napsu
makan yang berkurang.
F. STAGING
Staging osteosarkoma menggunakan sistem Enneking, berdasarkan
derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
11
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase. Untuk
menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum.
Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma
telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk
kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien
tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse
(metastatic osteosarkoma).
Stage I : low grade tumor
IA : intracompartmental
IB : ekstracompartmental
Stage II : high grade tumor
IIA : intracompartmental
IIB : ekstracompartmental
Stage III : any grade with metastase
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi,
perencanaan pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma
tersebut.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium kebanyakan berhubungan dengan
penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ
sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah
kemoterapi. Pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan kepastian
diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma adalah ditemukan peningkatan
alkaline phosphatase dan lactic dehydrogenase.
2. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan
untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan
untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
12
jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI
untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan
metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan
untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi
MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.
X-ray
Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula
dan terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas.
Pada stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya
dapat lamelar atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang ( sunray
appearance ). Dengan membesarnya tumor, selain korteks juga tulang
subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas keluar tulang. Dari
reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih dapat dilihat,
berbentuk segitiga dan dikenal sebagai segitiga Codman. Pada kebanyakan
tumor ini terjadi penulangan ( ossifikasi ) dalam jaringan tumor sehingga
gambaran radiologiknya variable bergantung pada banyak sedikitnya
penulangan yang terjadi. Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar
dibedakan dengan osteomielitis. Pemeriksaan X-ray didapat bermacam-
macam gambaran, yaitu daerah berawan osteolitik yang disertai dengan
daerah osteoblastik. Batas endosteal kurang jelas. Terkadang korteks
terbuka dan tumor melebar ke jaringan sekitarnya, saat itulah terbentuk
suatu garis tulang baru, melebar keluar dari korteks yang disebut efek
sunrays. Ketika tumor keluar dari korteksnya terjadi reaktivasi pembentukan
tulang baru yang menyebabkan peningkatan periosteum (segitiga Codman).
Kedua gambaran itu merupakan tanda khas untuk osteosarcoma.
13
CT scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks
(contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder).
Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari
destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada
foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah
kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat
membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk
diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang
panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk
menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi
berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat
memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat
membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras
diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang
kistik.
14
MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal
dari tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang
dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat
untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam
menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari
tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat
asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang
tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor
intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit
intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor,
keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh
tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit
terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa
ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di
metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng
pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor
yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada
tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan
transarticular skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering
mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival
bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus
melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor
dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk
menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen
yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor
terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.
Bone scan (Bone Scintigraphy)
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan
stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam
melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik,
Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya
15
yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT
atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun
ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan
lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen
intermedula dari lesi.
Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya
pada High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi
yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon
terapi kemoterapi preoperatif berhasil
Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan
dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m
methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk
mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru
dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan
MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari
radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik
3. Pemeriksaan histopatologi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan
osteosarkoma. Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan
kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal
terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/FNAB) dengan
berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan
waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak
ada, dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah.
16
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan
high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan
membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi
mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit.
Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan
banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan
terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor
yang membentuk osteoid. Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi
high-grade dan low-grade variant bergantung pada selnya yaitu
pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis. Secara konvensional pada
osteosarkoma ditemukan sel spindle yang ganas dengan pembentukan
osteoid. Pada telengiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya
kantongan darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana
elemen selulernya sangat ganas sekali
H. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis tumor tulang mencakup beberapa hal, meliputi
anamnesis lengkap, lalu melakukan pemeriksaan fisik, dan melakukan
beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu mengarahkan dan menilai
secara objektif keadaan tumor yang sebenarnya.
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau
trauma sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang
menderita penyakit sejenis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
anamnesis adalah:
Umur
Umur penderita sangat penting untuk diketahui, karena banyak tumor tulang
yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya osteosarkoma
paling banyak pada dekade ke-2.
Lama dan progresivitas tumor
17
Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan bila terjadi
perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor jinak yang
tiba-tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya keganasan.
Nyeri
Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri
menunjukkan ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan
sekitarnya, perdarahan, atau degenerasi.
Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan yang
timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu lama atau secara tiba-tiba.
Hal-hal yang penting pada pemeriksaan fisik adalah:
Lokasi
Beberapa jenis tumor mempunyai lokasi yang klasik dan tempat predileksi
tertentu seperti di daerah epifisis, metafisis tulang, atau menyerang tulang-
tulang tertentu.
Besar, bentuk, batas, dan sifat tumor
Tumor yang kecil kemungkinan suatu tumor jinak, sedangkan tumor yang
besar kemungkinan adalah ganas. Penting pula diperhatikan bentuk tumor,
apakah disertai pelebaran pembuluh darah atau ulkus yang merupakan
karakteristik suatu tumor ganas. Tanda-tanda efusi sendi mungkin dapat
ditemukan pada tumor yang berdekatan dengan sendi.
Gangguan pergerakan sendi
Pada tumor yang besar di sekitar sendi akan memberikan gangguan pada
pergerakan sendi.
Fraktur patologis
Beberapa tumor ganas dapat memberikan komplikasi fraktur patologis oleh
karena terjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan datang dengan
gejala fraktur.
18
Diagnosis osteosarkoma dapat dibantu dengan foto polos akan tetapi .
pemeriksaan histopatologi merupakan gold standard diagnostic.
Untuk menegakkan diagnosis suatu tumor tulang diperlukan tiga
hal yang meliputi pemeriksaan klinis, radiologis, serta histopatologis sehingga
akan didapatkan suatu diagnosis yang akurat serta penatalaksanaan yang tepat.
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Kondrosarkoma
Merupakan tumor ganas tulang rawan yang dapat tumbuh spontan
(kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak
(kondrosarkoma sekunder). Frekuensi kondrosarkoma sebesar 10% dari
seluruh tumor ganas tulang, lebih sering pada pria dan terutama ditemukan
pada usia 30-45 tahun. Perkembangan kondrosarkoma sangat lambat dengan
gejala berupa nyeri tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan.
Neoplasma ini lambat memberikan metastase. Kondrosarkoma terutama
mengenai tulang ceper seperti panggul dan bahu, akan tetapi dapat mengenai
tulang panjang juga. Pada patologi ditemukan terbentuknya tulang rawan oleh
sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Ditemukan jaringan dengan banyak
sel pleomorf serta mitosis yang banyak.
2. Sarkoma Ewing
Tumor ganas yang berasal dari sumsum tulang dengan frekuensi
sebanyak 5% dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada usia
kurang dari 20 tahun (10-20 tahun) dan lebih sering pada pria. Gejalanya
nyeri dan adanya benjolan, nyeri tekan pada benjolan dna peninggian laju
endap darah, neoplasma ini berkembang sangat cepat dan penderita
meninggal dalam 3-18 bulan pertama (95% meninggal pada tahun-tahun
pertama). Lokasinya terutama terdapat pada diafisi dan metafisis tulang
panjang dan pada tulang pipih. Pada radiologis terlihat adanya onion skin
appearance. Patologi terdiri atas jaringan dengan gambaran histologis uniform
dengan sel kecil dan nukleus yang bulat yang sulit ditentukan batasnya
dengan batas sitoplasma.
19
J. PENATALAKSANAAN
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb sparing dan
diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen.
Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak
mempunyai peranan penting dalam manajemen rutin.
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure)
dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi
metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada
metastase tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam
pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau
neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy. Kemoterapi
preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga
tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini
terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah
melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat
mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik
dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi. Obat-obat
kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma adalah:
doxorubicin (Adriamycin¨), cisplatin (Platinol¨), ifosfamide (Ifex¨), mesna
(Mesnex¨), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex¨). Protokol standar yang
digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis
tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-
kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan
multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan
terhadap survival rate sampai 60- 80%.
Pembedahan
20
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan
melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari
ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy)
melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan
sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi
tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma. Dalam
penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi
dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur
limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah
melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan
jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi
kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-
prostesis dari methal. Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik
sehingga penderita dapat menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat,
memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan
memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi
postoperasinya dibanding dengan menggunakan bone graft.
Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti
pada sebelum operasi. Setelah Osteosarkoma Disgnosis dan Penganannya
pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap
kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi
terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap
rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik.
Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik
terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain-foto
dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal
yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun
pertama post opersinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.
21
K. PROGNOSIS
Pada permulaanya prognosis osteosarkoma adalah buruk, 5 years
Survival Rate nya hanya bekisar antara 10-20%. Dengan adanya kemoterapi
neoajuvan dan ajuvan yang digunakan sejak awal tahun 1970an, angka survival
pasien osteosarkoma meningkat sampai 60-70%. Namun demikian masih
dijumpai kekambuhan sekitar 30%-40% dan 80% di antaranya meninggal akibat
metastasis. Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosis yang
lebih baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan
mempunyai metastas pada saat di diagnosis, dengan paru-paru merupakan tempat
tersering lokasi metastase. Prognosis pasien dengan metastase 5 years survival
rate nya adalah 15-30%. Berkat terapi ajuvan maka terapi amputasi belakangan ini
sudah berkurang, sekarang pada pusat-pusat pengobatan kanker yang lengkap,
maka terapi non amputasi atau limb salvage lebih sering digunakan.
22
GIANT CELL TUMOR
Pendahuluan
Cooper dan Travers pertama kali yang menjelaskan tentang giant cell
tumor (GCT) tulang pada tahun 1818.
GCT tulang telah digambarkan sebagai tumor tulang benign yang paling
paling sulit. Meskipun jinak, GCT menunjukkan kecenderungan untuk kerusakan
tulang yang signifikan, kekambuhan lokal, dan kadang-kadang metastasis.
Riwayat perkembangan GCT bervariasi dan dapat berkisar dari kerusakan tulang
lokal untuk metastasis lokal, metastasis ke paru-paru, metastasis ke kelenjar getah
bening (jarang), atau transformasi maligna (jarang).
Intrabedah foto dari giant cell tumor di femur distal.
Sekitar 3% dari GCT bermetastasis ke paru-paru . Metastasis GCT
umumnya muncul rata-rata 3-5 tahun setelah diagnosis awal dari lesi primer.
23
Namun, GCT metastasis mungkin tidak terdeteksi selama 10 tahun atau lebih.
Riwayat metastasis paru-paru tidak dapat diprediksi.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa, GCT mewakili sekitar 5% dari semua
tumor-tumor tulang primer dan 21% dari semua tumor-tumor tulang jinak. Di
Cina, GCT mewakili sekitar 20% dari semua tumor tulang primer. Perempuan
lebih mendominasi, dengan rasio perempuan - laki-laki 1.3-1.5:1. GCT terjadi
paling sering pada dekade ketiga kehidupan.
Gambar di bawah ini menggambarkan distribusi giant cell tumor menurut umur
dan jenis kelamin pasien.
Distribusi giant cell tumor menurut umur dan jenis kelamin pasien.
Presentasi
GCT Kebanyakan berada dalam epiphyses dari tulang panjang tetapi sering
meluas ke metaphysis. Dalam seri yang diterbitkan beberapa, hanya 1,2% dari
GCT melibatkan metafisis atau diaphysis tanpa keterlibatan epifisis. Sekitar 50%
dari GCT berada di sekitar lutut. Lokasi yang paling sering adalah femur distal,
tibia proksimal, dan humerus proksimal dan radius distal (lihat gambar di bawah).
Paling sering, GCT adalah lesi soliter, kurang dari 1% yang multicentric.
multicentric cenderung lebih memiliki gejala klinis yang agresif, dan, tidak seperti
lesi soliter, multicentric GCT memiliki kecenderungan untuk tulang kecil dari
tangan dan kaki.Pasien dengan lesi multicentric cenderung lebih muda
dibandingkan dengan lesi di tempat lain. [49]
24
Sekitar 50% giant cell tumor berada di sekitar lutut.Lokasi yang paling sering
adalah femur distal, tibia proksimal, dan humerus proksimal dan radius distal.
Nyeri adalah gejala yang paling sering. Pembengkakan dan deformitas
berhubungan dengan lesi yang lebih besar. Jaringan lunak ekstensi umum. Insiden
fraktur patologis pada presentasi adalah 11-37%.
Pemeriksaan Pencitraan
Radiografis, lesi-lesi yang bercahaya dan eksentris terletak di dalam tulang (lihat
gambar pertama di bawah). GCT dapat tampil agresif dan sering ditandai dengan
kerusakan tulang yang luas lokal, terobosan kortikal, dan ekspansi jaringan lunak
(lihat gambar kedua di bawah). Bila terletak di epiphysis, GCT umumnya meluas
ke permukaan artikular (lihat gambar ketiga di bawah). Meskipun radiografi dari
GCT menunjukkan transisi zona sempit, GCT pada umumnya kurang memiliki
sclerosis perifer padat terlihat di nonossifying fibroma. Mineralisasi dari lesi
primer jarang. Namun, ketika GCT terjadi pada jaringan lunak (metastasis atau
kekambuhan lokal), kalsifikasi perifer yang umum (lihat gambar di bawah ini
keempat).
Giant cell tumor.Radiograf anteroposterior femur distal
mengungkapkan lisis meluas ke lesi metafisis-epifisis.
25
Giant cell tumor.Radiograf lateral femur distal yang sama seperti pada gambar
sebelumnya
Giant cell tumor.Radiograf anteroposterior radius distal
mengungkapkan lesi agresif ditandai dengan kerusakan tulang
yang luas lokal, menerobos kortikal dan ekspansi signifikan
jaringan lunak.
Giant cell tumor.Radiografi lateral radius distal yang sama seperti
pada gambar sebelumnya
Campanacci et al mengusulkan sistem penilaian untuk GCT yang
didasarkan pada penampilan radiografi tumor. Sistem penilaian Campanacci mirip
dengan yang diusulkan oleh Enneking untuk tumor tulang yang jinak.
Sebuah lesi kelas 1 (laten) memiliki margin yang jelas dan korteks
utuh.
Sebuah lesi kelas 2 (aktif) memiliki margin yang relatif
didefinisikan dengan baik tapi tidak ada rim radiopak, dan korteks menipis
dan cukup diperluas.
Sebuah lesi kelas 3 (agresif) memiliki batas tidak jelas dan
kehancuran kortikal).
tidak ada Korelasi antara sistem grading dan kejadian kekambuhan
lokal atau metastasis.
26
CT scan dari lesi dapat mengungkapkan ada tidaknya mineralisasi
intralesi. Lesi ini memiliki karakteristik cokelat, lembut, kenyal, dan
rapuh.mempunyai warna Kekuningan sampai oranye mungkin karena
hemosiderin. Rongga cystic dalam tumor paling sering ditemukan. Seringkali,
rongga ini diisi darah (lihat gambar pertama di bawah). Pemeriksaan spesimen
resected mengungkapkan tingkat variabel ekspansi kortikal dan gangguan.
Meskipun gangguan kortikal, periosteum tetap utuh (lihat gambar kedua di
bawah).
Giant cell tumor. Radiograf anteroposterior tibia distal
menunjukkan perpanjangan lesi pada permukaan artikular.
Giant cell tumor. Radiograf lateral tibia distal menunjukkan
perpanjangan lesi pada permukaan artikular.
Giant cell tumor. Sagital MRI dari tibia distal menunjukkan perpanjangan lesi
pada permukaan artikular.
27
Anteroposterior radiograf dari pergelangan arthrodesis. Tampak
kekambuhan jaringan lunak. Perhatikan mineralisasi perifer
menunjukan kekambuhan jaringan lunak (panah).
Terapi Medis
Metastasis paru telah dikutip sebagai penyebab kematian pada 16-25%
dari kasus yang dilaporkan. Kebutuhan untuk deteksi dini dan pengobatan
metastasis telah ditekankan.Metastasis paru telah diobati dengan reseksi luas,
kemoterapi, terapi radiasi, dan interferon alfa. Bila mungkin, reseksi bedah lebar
adalah pilihan pengobatan.
Ketika metastasis paru tidak dapat sepenuhnya dilakukan pembedahan,
pengobatan adjuvant, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, telah dianjurkan.
Selain itu, dalam situasi ketika metastasis yang dioperasi, baik kemoterapi dan
radiasi telah digunakan sebagai agen soliter.
University of Texas MD Anderson Cancer Center, interferon telah digunakan
dengan hasil yang menjanjikan.
Spontan transformasi maligna dari GCT tidak jarang. Transformasi ganas telah
didefinisikan sebagai sarkoma terkait dengan GCT khas jinak di presentasi atau
sebagai sarkoma yang timbul di lokasi yang sebelumnya sudah ada GCT.
Transformasi ganas telah mengakibatkan osteosarcoma, fibrosarcoma, atau
histiocytoma ganas. Periode 4-40 tahun untuk transformasi ganas telah
dilaporkan.
Terapi Bedah
Di masa lalu, GCT diobati dengan amputasi atau dengan reseksi luas dan
rekonstruksi. Namun, dengan pengetahuan bahwa GCT adalah penyakit lokal
agresif namun jinak, pengobatan bedah GCT adalah intralesi untuk sebagian besar
lokasi.
28
Berbagai pilihan pengobatan telah dianjurkan, termasuk sebagai berikut:
Kuret
Kuretase dan tulang mencangkok
Kuretase dan penyisipan polimetilmetakrilat (PMMA)
Primer reseksi
Terapi radiasi
Embolisasi dari kapal makan
Reseksi
Dalam fibula proksimal, reseksi luas tanpa rekonstruksi sering dilakukan.
Demikian pula, GCT dari radius distal di reseksi dan direkonstruksi dengan
autograft atau allograft (lihat gambar di bawah).
Intrabedah foto dari tumor sel raksasa di femur distal.
Namun, dalam tulang panjang, reseksi membutuhkan rekonstruksi prostetik atau
allograft dan umumnya dicadangkan untuk lesi kelas III.
Intralesi prosedur
Kuretase intralesi dan cangkok tulang adalah pilihan ekstremitas-sparing yang
dikaitkan dengan hasil fungsional dan oncologic baik. Namun, kuret sederhana
dengan atau tanpa graft tulang memiliki tingkat kekambuhan 27-55%. Tingginya
resiko kekambuhan menyebabkan beberapa ahli bedah untuk mengganti tulang
kemasan graft lesi dengan kemasan PMMA (lihat gambar di bawah).
Panas yang dilepaskan oleh PMMA diperkirakan menyebabkan nekrosis termal
dari sel-sel tumor yang tersisa di rongga curetted. peneliti telah menunjukkan
29
tidak ada perbedaan dalam kambuh ketika membandingkan cangkok tulang
dengan PMMA.
Beberapa penulis telah menambahkan teknik High-speed burring dari
rongga setelah kuretase intralesi sederhana. Sebuah jendela kortikal yang besar
diperlukan untuk mengekspos seluruh tumor dan rongga tumor, memungkinkan
kuretase menyeluruh dan burring rongga.
Hal ini telah ditemukan untuk mengurangi tingkat kekambuhan untuk 12-25%.
High-speed burr tidak hanya menambah komponen termal untuk pemberantasan
tumor tetapi juga memungkinkan penghapusan lebih menyeluruh dari tumor.
Adjuvant terapi
Terapi ajuvan, seperti fenol, nitrogen cair, atau H 2 O 2 dan argon beam
coagulation, semua memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, mereka semua
menawarkan metode untuk pemberantasan penyakit mikroskopis. Banyak penulis
menyarankan bahwa fenol merupakan cara yang efektif untuk mengurangi tingkat
kekambuhan giant cell tumors. Setelah kuretase dilakukan dan semua perforasi di
tulang ditutup, fenol dituangkan ke dalam rongga. Hal ini menghasilkan kematian
seluler pada kedalaman sekitar 1-2 mm. Penggunaan fenol 5% telah
menganjurkan.
Kekambuhan dengan kuretase dan fenol dan dengan PMMA atau cangkok tulang
adalah 5-17%. Fenol merupakan sistemik beracun. Sulit mencegah paparan ke
jaringan sekitarnya sementara pada saat yang sama memungkinkan paparan
rongga curetted. Hal ini dapat menyebabkan luka bakar kimia yang serius, dan
juga mudah diserap melalui kulit dan mukosa. Materi yang memiliki efek
berbahaya pada sistem saraf, jantung, ginjal, dan hati. Ini merusak DNA, protein
menggumpal, dan menyebabkan nekrosis selular. Beberapa penulis telah
mengangkat keprihatinan dari penyerapan cepat dari fenol melalui tulang kanselus
Banyak penulis menganjurkan cryosurgery sebagai adjuvant. Nitrogen cair
adalah pereaksi kimia yang digunakan dalam cryosurgery. Dalam teknik direct-
tuangkan, setelah kuretase yang dilakukan dan setelah semua perforasi di tulang
disegel, nitrogen cair dituangkan melalui corong stainless steel ke dalam rongga
Nitrogen cair yang tersisa di rongga sampai semua menguap. Jaringan sekitarnya
30
yang diairi dengan larutan natrium klorida hangat dalam upaya untuk mencegah
atau meminimalkan cedera termal ke jaringan sekitarnya. Proses ini diulang 2-3
kali, yang mengakibatkan kematian sel pada kedalaman sekitar 1-2 cm. Kerusakan
cavitary kemudian direkonstruksi dengan PMMA atau cangkok
tulang.Kekambuhan dengan cryosurgery telah dilaporkan menjadi 2-12%.
Kelemahan cryosurgery termasuk kebutuhan untuk eksposur yang luas, kebutuhan
untuk melindungi jaringan lunak, nekrosis kulit, osteonekrosis, dan patah. Fraktur
merupakan komplikasi yang paling sering dilaporkan dan parah.
Follow-up
Setelah pengobatan, pasien dengan GCT harus dipantau dengan
pemeriksaan fisik seri dan radiografi dari situs terkait dan dada. Kambuh mungkin
berhubungan dengan nyeri atau bengkak yang baru. Rekurensi tumor telah dicatat
bertahun-tahun setelah pengobatan awal, dan pengamatan jangka panjang minimal
5 tahun.
Hasil dan Prognosis
Prognosis keseluruhan umumnya baik. Namun, metastasis paru telah dikutip
sebagai penyebab kematian pada 16-25% dari kasus yang dilaporkan.
31
32