17
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Penelitian dilakukan dari bulan Maret
2011 – Januari 2012
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu UV-Pharmaspec 1700), laminar air flow (Sander Lab Type K.5025),
autoklaf (Everlight Model: TA-630), inkubator bergoyang (Thermolyne ROSI
1000TM), penangas air (CV Klaten Engineriing Type F.St.02.2007), vortex (Mixer
Fisher Scientific), sentrifuge (Centrifuge 5415 R dan SORVALL RC 26 PLUS),
hot plate (IKA RH BASIC 2), pH meter (HM-30 G TOA), neraca analitik (Perciso
303 A, dan Sartorius TE 15025), pipet mikro, dan berbagai peralatan gelas yang
umum digunakan dalam laboratorium.
Bahan yang digunakan yaitu isolat Trichoderma spp. koleksi BTCC
(Biotechnology Culture Collection, LIPI), media Potato Dextrosa Agar (PDA),
media Pectin Screening Agar Medium (PSAM), media produksi Trichoderma sp.
yang mengandung substrat pektin (Khairnar et al. 2009), reagen DNS (Asam
dinitrosalisilat) (Phutela et al. 2005), asam galakturonat, daun teh segar dari
perkebunan teh Gunung Mas, PTPN VII Jawa Barat, bahan-bahan kimia terkait
analisis TF, TR, HPS dan TLC (Takeo & Ozawa 1976).
Metode Penelitian
Peremajaan Isolat Trichoderma spp. Peremajaan Trichoderma sp.
dilakukan pada media PDA. Isolat tersebut diinkubasi selama 3x24 jam pada suhu
ruang.
Uji Kualitatif Isolat Trichoderma sp. Penghasil Enzim Pektinase.
Empat puluh empat isolat koleksi BTCC digunakan sebagai kandidat penghasil
enzim pektinase. Isolat yang akan diseleksi ditumbuhkan pada medium PSAM
dan diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang (Khairnar et al. 2009). Pemilihan
18
awal isolat potensial dilakukan secara kualitatif, berdasarkan kemampuan isolat
mendegradasi pektin. Zona hambat yang terbentuk disekitar koloni ditentukan
dengan Kalium Iodida-Iodin (5,0 g KI dan 1,0 g Iodin dalam 330 mL akuades
steril). Jarak diameter zona bening digunakan untuk menghitung indeks
pektinolitik (IP). Isolat penghasil enzim pektinase tertinggi adalah yang memiliki
nilai indeks pektinolitik terbesar. Isolat ini akan digunakan untuk uji selanjutnya.
Rumus untuk menghitung indeks pektinolitik adalah sebagai berikut:
( ) ( )
( )
Penentuan Waktu Produksi Tertinggi Enzim Pektinase. Isolat
potensial penghasil enzim pektinase kemudian ditentukan waktu produksi
tertinggi dengan menumbuhkan isolat pada medium pertumbuhan yang
mengandung substrat pektin. 1 ose isolat dikultur dalam 20 mL media cair yang
mengandung substrat pektin 1%. Kultur diinkubasi pada suhu 30 0C dengan
kecepatan agitasi 150 rpm. Inokulum tersebut lalu dituang ke dalam 180 mL
media produksi. Pengambilan sampel dilakukan setiap 24 jam selama 11 hari
waktu inkubasi dilakukan.
Supernatan yang dihasilkan kemudian diuji aktivitas enzim pektinase
dengan menggunakan metode Miller tahun 1959 yang dimodifikasi oleh Phutela
et al. (2005). Larutan sampel disentrifugasi pada suhu 4 0C dengan kecepatan
10000 x g selama 10 menit. Sebanyak 0,5 mL substrat (pektin 1%) yang
dilarutkan dalam 0,1 M bufer sitrat pH 5.8, kemudian ditambah dengan 0,5 mL
enzim pektinase, dikocok kuat dengan vortex, selanjutnya diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Setelah itu, ditambah dengan 1,5 mL DNS, didihkan
selama 15 menit dan absorbansi diukur pada λ 575 nm. Perlakuan kontrol dan
blanko dilakukan secara bersamaan dengan metode dan tahapan yang sama. Pada
kontrol, enzim yang akan direaksikan dengan substrat telah diinaktivasi terlebih
dahulu dengan memanaskan enzim selama 15 menit dalam air mendidih. Pada
blanko, larutan enzim diganti dengan bufer untuk direaksikan dengan substrat.
Aktivitas enzim diukur pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan sehingga
dapat diketahui waktu optimum produksi enzim pektinase.
19
Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan yang diperoleh dari kurva standar asam galakturonat. Kemudian
aktivitas pektinase dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Phutela et al.
2005).
( ) ( )
Keterangan: Xs = jumlah gula tereduksi sampel
Xk = jumlah gula tereduksi kontrol
P = pengenceran
t = waktu inkubasi
BM = berat molekul asam galakturonat
Aktivitas pektinase dinyatakan dalam U mL-1
. Satu unit merupakan jumlah
enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol pektin menjadi asam galakturonat
permenit pada kondisi pengujian.
Produksi Enzim Pektinase. Produksi enzim pektinase dilakukan
berdasarkan prosedur dan waktu inkubasi yang telah diketahui aktivitas pektinase
tertinggi pada kurva aktivitas pektinase yang dihasilkan. Media produksi
diinkubasi pada suhu ruang di inkubator bergoyang dengan kecepatan agitasi 150
rpm, kemudian enzim pektinase dipanen pada waktu produksi tertinggi yang telah
didapatkan sebelumnya.
Kultur sel pada media produksi yang mengandung enzim pektinase
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 x g selama 15 menit untuk memisahkan
larutan enzim dengan pelet. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disimpan
pada suhu 10 0C sebagai enzim ekstrak kasar.
Optimasi Suhu dan pH. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
dilakukan dengan mereaksikan 0,5 mL enzim dengan 0,5 mL substrat di mana
substrat dibuat dengan mencampurkan 0,5 g pektin dalam bufer sitrat pH 5,8.
Enzim yang telah dicampurkan dengan substrat kemudian diinkubasi pada
tingkatan suhu antara 30 0C sampai dengan 60
0C dengan selang 10
0C selama 30
20
menit waktu inkubasi. Aktivitas enzim pektinase diukur sesuai dengan prosedur
pengujian sebelumnya.
Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diuji dengan menambahkan 0,5 mL
enzim yang direaksikan dengan 0,5 mL substrat. Substrat dibuat dengan
mencampurkan 0,5 g pektin ke dalam bufer dengan berbagai tingkatan pH 4-8,
antara lain yaitu 0,02 M bufer sitrat (4, 5, 6), dan 0,02 M bufer fosfat (7,8).
Masing-masing enzim diinkubasi pada suhu optimum selama 30 menit. Aktivitas
enzim pektinase diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya.
Pemanfaatan Ekstrak Kasar Pektinase dalam Fermentasi Teh. Teh
yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perkebunan teh di Jawa Barat.
Sampel yang digunakan adalah sampel daun teh segar yang baru dipetik pada hari
yang sama. Hal ini bertujuan untuk mengontrol proses fermentasi. Jika daun teh
sudah tidak segar, kemungkinan proses oksidasi telah terjadi.
Sebanyak 750 g daun teh segar dilayukan pada suhu ruang selama 2-3 jam.
Selain pada suhu ruang, perlakuan pelayuan dengan bantuan matahari juga dapat
dilakukan selama 60 menit dengan kontrol optimal untuk menghindari daun
menjadi kering dan berwarna kecoklatan. Standar daun yang telah mengalami
pelayuan cukup ditandai seperti daun terasa lemas, mudah digulung tetapi tidak
hancur, serta baunya masih segar. Sebanyak 15 g daun yang telah layu kemudian
dicacah dan ditempatkan pada wadah bersih dan steril. Pada tahapan ini
ditambahkan ekstrak kasar enzim pektinase sesuai dengan perlakuan yaitu 0,086
UmL-1
, 0,1723 UmL-1
, dan 0,258 UmL-1
dengan cara disemprotkan secara merata
diatas permukaan daun teh yang telah dicacah. Fermentasi dilakukan selama 60
menit pada suhu ruang. Semua perlakuan fermentasi diulang sebanyak 3 kali.
Untuk kontrol perlakuan, fermentasi daun teh tidak ditambahkan ekstrak kasar
pektinase.
Analisis Parameter Kualitas Teh Hitam: Theaflavin (TF), Tearubigin
(TR), Highly Polymerized Substance (HPS), dan Total Liquor Colour (TLC).
Daun teh hitam yang telah dikeringkan kemudian di analisis parameter
komponennya dengan metode ekstraksi pelarut (Takeo & Ozawa 1976).
Komponen katekin di dalam teh hitam yang diuji adalah teaflavin dan tearubigin,
21
sedangkan nilai total liquor color dan highly polimerized substance mewakili
tampilan warna dari minuman teh yang dihasilkan.
Sebanyak 4 g daun teh hitam kering direbus bersama 200 mL air hingga
mendidih. Larutan kemudian disaring dan hasil saringannya disebut ekstrak teh
hitam. Satu mL ekstrak teh hitam yang dilarutkan dengan 9 mL air adalah nilai
TLC yang dibaca dengan UV Spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm
(A). Untuk nilai TF, TR, dan HPS sebanyak 25 mL ekstrak teh hitam dilarutkan
dengan 25 mL pelarut polar Isobuthyl Methyl Ketone (IBMK). Proses selanjutnya
dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan etanol 45%, Na2HPO4 2,5% serta n-
butanol. Hasil masing-masing diukur pada panjang gelombang 380 nm (B, C, D,
E). Skema ekstraksi daun teh untuk menentukan parameter teh hitam disajikan
lengkap di Lampiran 5.
Parameter TF, TR, HPS, dan TLC dihitung berdasarkan nilai absorbansi
sebagai berikut:
TF (%) : 4,313 x C
TR (%) : 13,643 x (B+D-C)
HPS (%) : 13,643 x E
TLC (%) : 10 x A