6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disebabkan
serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru
dan lain sebagainya (Sardiman, 2010). Belajar merupakan perubahan
dalam kepribadian seseorang, yang dimanifestasikan dalam bentuk pola-
pola respon baru yang dapat berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan serta kecakapan hidup (Sukmadinata, 2004).
Belajar merupakan suatau proses usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, yang berasal dari hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010). Belajar merupakan
proses kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu perubahan
tingkah laku dari hasil dari pengalaman individu dan lingkungannya yang
temasuk dalam kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008).
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses untuk memperoleh perubahan keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan serta kecakapan hidup untuk diri sendiri dan
lingkungannya.
7
Menurut pendapat yang dikutip S. Nasution (2007) dalam bukunya
didaktis Asasasas Mengajar dikemukakan bahwa: .Belajar adalah
penambahan pengetahuan. Pendapat ini sangat sempit cakupannya, karena
hanya menekankan pada menambah dan mengumpulkan pengetahuan,
tidak memandang manfaat pengetahuan tersebut.
2.1.2 Unsur-unsur Belajar
Menurut Cronbach (dalam Sukmadinata, 2006) mengemukakan
tujuh unsur utama dalam proses belajar, yaitu tujuan, kesiapan, situasi,
interprestasi, respons, konsekuensi, reaksi terhadap kegagalan. Tujuh
unsur utama dalam proses belajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tujuan Belajar akan efisien apabila terarah kepada tujuan yang jelas
dan berarti. Sehingga ketika dalam proses belajar seseorang akan
langsung fokus dan mengarah pada tujuan yang ingin dicapai.
b. Kesiapan Belajar dapat berjalan apabila memiliki kesiapan, baik
kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk
melakukan sesuatu, maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan-
kecakapan.
c. Situasi Situasi belajar berupa tempat, lingkungan sekitar, alat dan
behan yang dipelajari.
d. Interprestasi Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan
interprestasi, yaitu melihat hubungan di antara komponen-komponen
situasi belajar, melihat makna hubungan tersebut dan menghubungkan
dengan kemungkinan pencapian tujuan.
8
e. Respons. Respons berupa suatu usaha coba-coba (trial and error) atau
usaha yang penuh perhitungan dan perencanaan atau menghentikan
untuk mencapai tujuan tersebut.
f. Konsekuensi Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau
konsekuensi yang dapat berupa keberhasilan atau malah kegagalan,
demikian juga dengan respon atau usaha siswa.
g. Reaksi terhadap kegagalan Selain keberhasilan, kemungkinan lain
yang diperoleh dalam belajar adalah kegagalan. Kegagalan bisa
menurunkan semangat, dan memperkecil usaha-usaha belajar
selanjutnya, tetapi bisa juga sebaliknya, kegagalan membangkitkan
semangat yang berlipat ganda untuk menembus dan menutupi
kegagalan tersebut.
2.1.3 Elemen Belajar
Purwanto (2007) membagi elemen belajar menjadi empat, yaitu:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik,
tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih
buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam arti perubahanperubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar
seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri (Hamalik, 2008).
9
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,
harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup
panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan
dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari
suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan
atau bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan
perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan motivasi,
kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang,
yang biasanya hanya berlangsung sementara.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti:
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berfikir,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, atau sikap.
2.1.4 Prinsip-prinsip Belajar
Menurut Sukmadinata (2006) mengemukakan beberapa prinsip
umum belajar:
a. Belajar merupakan bagian dari perkembangan. Dalam perkembangan
dituntut belajar, karena dengan belajar perkembangan individu akan
lebih pesat. Selain itu, dalam perkembangan ketika seseorang tidak
ingin belajar dan melakukan perubahan dalam hidupnya, maka bisa
jadi akan tertinggal di lingkungannya.
b. Belajar berlangsung seumur hidup. Belajar dilakukan sejak lahir
sampai menjelang kematian, sedikit demi sedikit dan terus menerus.
10
Perbuatan belajar dilakukan baik secara sadar atau tidak sadar,
disengaja maupun tidak disengaja, dan direncanakan atau tidak
direncanakan.
c. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor
lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri. Dengan
potensi yang tinggi dan dukungan faktor lingkungan yang
menguntungkan, usaha belajar dari individu yang efisien yang
dilaksanakan pada tahap kematangan yang tepat akan memberikan
hasil belajar yang maksimal.
d. Belajar mencakup semua apek kehidupan. Belajar bukan hanya
berkenaan dengan aspek intelektual, tetapi juga aspek sosial, budaya,
politik, ekonomi, moral, religi, seni, keterampilan dan lain-lain.
e. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu. Kegiatan
belajar tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di rumah, di
masyarakat, di tempat rekreasi bahkan di mana saja bisa terjadi belajar.
Belajar juga terjadi setiap saat, tidak hanya berlangsung pada jam-jam
pelajaran atau kuliah.
f. Belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru. Proses belajar dapat
berjalan dengan bimbingan seorang guru, tetapi tetap berjalan
meskipun tanpa guru.
g. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.
Kegiatan belajar diarahkan kepada penguasaan, pemecahan atau
11
pencapaian sesuatu hal yang bernilai tinggi, yang dilakukan secara
sadar dan berencana membutuhkan motivasi yang tinggi.
h. Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan
yang paling kompleks. Perbuatan yang sederhana adalah mengenal
tanda, mengenal nama, meniru perbuatan, dan lain-lain. Sedangkan
perbuatan yang komplek adalah pemecahan masalah, pelaksanaan
suatu rencana.
i. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan. Proses kegiatan
belajar tidak selalu lancar, terkadang terjadi kelambatan atau
perhentian. Kelambatan atau perhentian ini dapat terjadi karena belum
adanya penyesuaian individu dengan tugasnya.
j. Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau
bimbingan orang lain. Tidak semua hal dapat dipelajari sendiri.
2.1.5 Pengertian Hasil belajar
Seseorang melakukan proses belajar karena memiliki tujuan untuk
mendapatkan suatu prestasi, dan proses itu tidak semudah yang
dibayangkan, karena untuk mencapai prestasi yang gemilang memerlukan
perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus
dihadapi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) prestasi adalah:
“Penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan kemudian
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh pengajar”.
Hasil belajar merupakan cerminan dari tingkatan yang mampu dicapai oleh
siswa dalam meraih tujuan yang sudah ditetapkan disetiap bidang studi.
12
Dari beberapa definisi di atas, dapat kesimpulan bahwa hasil belajar
merupakan hasil usaha belajar yang dicapai siswa ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka yang diberikan oleh pengajar.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui
sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai
prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (2009) bahwa proses
belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahanperubahan dalam
bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan
keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam hasil belajar yang
dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang
diberikan oleh guru. Arikunto (2006) menyatakan hasil belajar adalah hasil
yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar
ini merupakan hasil dari interaksi belajar dan mengajar (Rahman, 2007).
Tirtonegoro (2001) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar
Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :
a. Faktor internal
1) Faktor jasmani, yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.
13
2) Faktor psikologis, yaitu inteligensi, kecerdasan emosional,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
3) Faktor kelelahan, yaitu kelelahan jasmani yang terlihat dengan
lemahnya kondisi tubuh dan timbul kecenderungan untuk
membaringan tubuh, sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat
dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan
dorongan akan berkurang.
b. Faktor eksternal
1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar, dan
tugas rumah.
3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Menurut Syah (2006) dalam psikologi belajar, mengelompokkan
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi tiga macam, yaitu :
1) Faktor internal
Faktor ini berasal dari dalam diri siswa sendiri yang
meliputi faktor fisiologis (yang bersifat jasmani) dan aspek
psikologis (yang bersifat rohani).
14
a) Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani seseorang yang menandai tingkat
kesehatan organ-organ tubuh dan sendisendinya dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran, hal ini dikarenakan kesehatan organ
tubuh, khususnya organ indera pendengar dan penglihatan akan
sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap
informasi dan pengetahuan dalam kegiatan pembelajaran. Jika
kondisi kesehatan sendiri kurang sehat, maka siswa tersebut
tidak akan dapat berkonsentrasi dikarenakan perhatiannya
beralih pada ketidaknyamanan tubuh yang dirasakan.
b) Aspek psikologis.
Banyak faktor yang termasuk dalam aspek psikologis
diantaranya faktor rohaniah yang dianggap lebih penting.
Faktor-faktor ini seperti: tingkat kecerdasan, sikap, bakat,
minat dan motivasi.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal terdapat dua macam yaitu:
a) Lingkungan sosial
Lingkunagan sosial mencakup lingkungan sekolah, masyarakat
dan lingkungan keluarga.
15
b) Lingkungan non sosial
Faktor yang termasuk lingkungan nonsosial yaitu gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan
letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar
yang digunakan dalam belajar.
c) Faktor pendekatan belajar
Faktor pendekatan belajar merupakan upaya belajar yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan mempelajari materi pelajaran.
2.1.7 Jenis dan Indikator Hasil belajar
Pengungkapan hasil belajar meliputi seluruh ranah psikologis yang
berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Namun,
pada kenyataannya untuk dapat mengungkapkan hal tersebut sangatlah
sulit dikarenakan beberapa perubahan hasil belajar ada yang bersifat
intangible (tidak dapat diraba), oleh karena itu dalam penelitian ini hanya
akan diambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan
diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil
belajar. Untuk mengungkap hasil belajar atau hasil belajar pada ketiga
ranah (afektif, kognitif dan psikomotor) diperlukan patokanpatokan atau
indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil
meraih prestasi pada tingkat tertentu, karena pengetahuan dan pemahaman
yang mendalam mengenai indikatorindikator hasil belajar sangat
diperlukan ketika seseorang perlu untuk menggunakan alat dan kiat
16
evaluasi. Tujuan dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam
mengenai jenis-jenis hasil belajar dan indikator-indikatornya adalah agar
pemilihan dan pengunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel
dan valid.
Syah (2006) mengemukakan bahwa kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai
di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya
prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan
atau diukur. Agar lebih mudah dalam memahami hubungan antara
jenisjenis belajar dengan indikator-indikatornya, berikut ini tabel yang
merupakan rangkuman dari tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi
prestasi.
2.2 Kecerdasan Emosional
2.2.1 Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan emosional berakar dari kata “emosi” yang menurut
James (Triantoro dan Nofrans, 2009) artinya adalah keadaan jiwa yang
menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh.
Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya yang tampak
jelas pada jasmaninya. Emosi berasal dari kata e yang berarti energi dan
motion yang berarti getaran. Emosi kemudian bisa dikatakan sebagai
sebuah energi yang terus bergerak dan bergetar (Triantoro dan Nofrans,
2009)
17
Pengertian kecerdasan menurut beberapa pendapat yang ada dalam
buku Efendi (2005), yang pertama adalah Gardner, menyatakan bahwa
“Kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan
sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu”. Selanjutnya menurut Alfred
Binet dan Theodore Simon kecerdasan terdiri dari tiga komponen:
a. Kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan
b. Kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut dilakukan,
c. Kemampuan mengkritik diri sendiri.
Menurut W.Sterm (dalam Ahmadi, 2004) “Kecerdasan adalah
suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di
dalam situasi yang baru”. Sedangkan menurut C.P. Chaplin (dalam
Dahlan, 2009) “Kecerdasan merupakan kemampuan menghadapi dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif”.
2.2.2 Pengertian Emosional
Kata emosi berasal dari kata movere, yang merupakan kata kerja
bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-
”, untuk memberi arti “bergerak menjauh”. Ini menyiratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi
(Efendi, 2005).
Menurut Sarwono (dalam Dahlan, 2009) emosi merupakan
keadaan pada diri seseirang yang disertai kegiatan afektif baik pada tingkat
yang lemah maupun pada tigkat yang mendalam. Sedangkan menurut
18
Goleman (2002) emosi merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas
yang kecenderungannya untuk berindak.
2.2.3 Kategori Emosional
Menurut Goleman (dalam Safaria & Saputra, 2009). Pada dasarnya
emosi manusia bisa dibagi menjadi 2 kategori umum jika dilihat dari
dampak yang ditimbulkan:
a. Emosi positif atau afek positif. Emosi positif memberikan dampak
yang menyenangkan dan menenangkan. Macam dari emosi positif
seperti tenang santai, rileks, gembira, lucu, haru dan senang. Ketika
kita merasa emosi positif ini, akan merasakan keadaan psikologis yang
positif.
b. Emosi negatif atau afek negatif. Ketika kita merasakan emosi negatif
maka dampak yang dirasakan adalah negatif, tidak menyenangkan dan
menyusahkan. Macam dari emosi negatif diantaranya sedih kecewa,
putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah dan dendam.
2.2.4 Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Efendi (2005) Kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain Sedangkan
menurut Goleman (2006) mendefinisikan Kecerdasan emosional dengan
kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
19
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain
.Cooper dan Sawaf (dalam Tridhonanto, 2010) juga berpendapat bahwa
“kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan
secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi untuk mendapatkan informasi, menjalin hubungan dengan orang
lain, dan memperoleh pengaruh yang positif untuk mencapai kesuksesan”.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional kemampuan untuk merasakan dan memahami baik
perasaannya sendiri atau orang lain, selanjutnya secara efektif dapat
mengelola dan mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi yang ada
dalam diri dan menjadikannya sebagai sumber energi untuk mendapatkan
informasi, menjalin hubungan dengan orang lain sehingga dapat
memperoleh pengaruh yang positif untuk mencapai kesuksesan.
2.2.5 Ciri-ciri Utama Pikiran Emosional
Menurut Goleman (dalam Efendi, 2005) menjelaskan 3 ciri pikiran
emosional mengapa kecerdasan emosional ini menjadi sangat penting,
ketiga hal tersebut yaitu:
a. Respon pikiran emosional jauh lebih cepat dari pada pikiran rasional.
Dalam pikiran emosional tidak belaku dalam pikiran hati-hati dan
analitis yang merupakan ciri khas dari akal berfikir. Pikiran emosional
akan bentindak cepat tanpa mempertimbangkan apa yang dilakukannya
sehingga menimbulkan rasa kepastian yang kuat. Penilaian akan akan
berjalan secara otomatis dan sangat cepat sehingga tidak memasuki
20
pikiran sadar. Keuntungan pikiran emosional adalah dapat membaca
realitas dengan cepat.
b. Emosi mendahului pikiran Memuncaknya emosi dapat berlangsung
sangat cepat, bahkan hanya dalam hitungan detik. Hal ini disebabkan
karena emosi berasal dari dorongan hati bukan dari dorongan pikiran.
Pikiran rasional membutuhkan waktu lebih lama untuk mendata dan
menanggapi daripada waktu yang dibutuhkan oleh pikiran emosional.
Tetapi ada pikiran emosional yang lebih lambat daripada respon cepat
hal ini karena diolah dulu dipikiran sebelum ke perasaan. Emosi ini
bersifat lebih disengaja dan biasanya cukup sadar akan gagasan yang
menimbulkannya.
c. Logika emosional bersifat asosiatif Sebagai contoh untuk kasus ini
adalah pada karya seni novel, film, pusisi, penyanyi, theater,
perumpamaanperumpamaan, kiasan atau gambaran biasanya secara
langsung lebih ditujukkan pada pikiran emosional. Contoh lainnya
adalah para guru spiritual, menurut Goleman para guru spiritual
menyentuh hati murid murid mereka dengan bahasa emosi, dengan
perumpamaan, fabel, dan kisah-kisah agar lebih mudah dalam
penyampaiannya.
d. Memposisikan masa lampau sebagai masa sekarang Akal emosional
bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan yang terjadi
di masa lampau. Kesulitannya pada penilaian cepat dan otomatis.
Sebagian besar realitas emosional ditentukan oleh keadaan setiap
21
perasaan mempunyai repertoar pikiran, reaksi, dan bahkan ingatannya
sendiri-sendiri. Repertoar yang ditentukan oleh keadan menjadi paling
menonjol dalam momen-momen dengan intesitas yang tinggi.
2.2.6 Dimensi Kecerdasan Emosional
Salovey dalam Goleman (2006) mendefinisikan dasar tentang
kecerdasan emosional yang dibagi menjadi lima kemampuan utama, antara
lain yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri.
Menurut Mayer (2010) kesadaran diri adalah kewaspadaan
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang kondisi diri sendiri,
dimana bila individu mudah larut dalam aliran emosi akan lebih mudah
dikuasai oleh emosi.
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi,
namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan
emosi sehingga individu mudah untuk menguasai emosi. Orang yang
dapat mengendalikan emosi dalam dirinya akan mampu untuk menjadi
pemimpin yang handal bagi diri sendiri karena mereka memiliki
22
kepekaan yag lebih tinggi dalam hal pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan masalah pribadi yang sedang dihadapi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam mengatur
perasaan dalam diri agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar
emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan emosi. “Emosi berlebihan, yang meningkat dengan
intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita” (Goleman,
2006). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri
sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan
akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit
dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Salah satu faktor yang harus dimiliki dalam diri individu untuk
dapat meraih prestasi adalah motivasi. Motivasi disini berarti individu
tersebut memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati untuk tidak mudah menyerah. Selain
itu untuk dapat memotivasi diri seseorang seharusnya juga mempunyai
perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan
keyakinan diri agar dapat meraih kesuksesan yang lebih tinggi.
23
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga
dengan empati. Menurut Mayer (2010) “Kemampuan seseorang untuk
mengenali orang lain, menunjukkan kemampuan empati seseorang”.
Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan yang
dibutuhkan orang lain sehingga lebih mampu menerima sudut pandang
orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk
mendengarkan orang lain. Penelitian Rosenthal menunjukkan bahwa
orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal
lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih mudah
bergaul, dan lebih peka (Goleman, 2006).
Nowicki menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu
membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus
merasa frustasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain
juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka
pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya
sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca
perasaan orang lain (Goleman, 2006).
e. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar pribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi
24
merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan.
Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit
juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang
yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses
dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu
berkomunikasi secara lancar dengan orang lain (Goleman, 2006).
Menurut Mayer (2010), orang yang populer dalam lingkungannya
dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya
berkomunikasi. Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain
dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina
hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa
berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang
dilakukannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil
komponen-komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan
emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan
emosional.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan dan
memahami baik perasaannya sendiri ataupun orang lain, selanjutnya
secara efektif dapat mengelola dan mengaplikasikan kekuatan serta
kecerdasan emosi yang ada dalam diri dan menjadikannya sebagai
sumber energi untuk mendapatkan informasi, menjalin hubungan
dengan orang lain sehingga dapat memperoleh pengaruh yang positif
untuk mencapai kesuksesan. Sedangkan untuk mengukur tinggi atau
25
rendahnya kecerdasan emosional siswa dapat menggunakan beberapa
indikator antara lain: mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina
hubungan dengan orang lain.
2.2.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruh Kecerdasan Emosional
Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal adalah individu yang
memiliki potensin dan kemampuan untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki tersebut, sedangkan faktor eksternal adalah dukungan
darilingkungan disekitarnya untuk lebih mengoptimalkan dari sejua
potensi yang dimilikinya, terutama kecerdasan emosional.
Goleman (2006) mengatakan bahwa kecerdasan emosi juga
dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut, diantaranya faktor otak, faktor
keluarga, factor lingkungan sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional
adalah :
a. Faktor otak
La Doux mengungkapkan bagaimana arsitektur otak member
tempat istimewa bagi amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang
mampu membajak otak. Amigdala adalah spesialis masalah-masalah
emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian-bagian otak
lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan yang sangat mencolok
dalam menangkap makna emosi awal suatu peristiwa, tanpa amigdala
26
tampaknya ia kehilangan semua pemahaman tentang perasaan, juga
setiap kemampuan merasakan perasaan. Amigdala berfungsi sebagai
semacam gudang ingatan emosional.
b. Fungsi lingkungan keluarga
Orang tua memegang peranan penting terhadap perkembangan
kecerdasan emosional anak. Goleman (2006) berpendapat bahwa
lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak untuk
mempelajari emosi. Dari keluargalah seorang anak mengenal emosi
dan yang paling utama adalah orang tua. Jika orang tua tidak mampu
atau salah dalam mengenalkan emosi, maka dampaknya akan sangat
fatal terhadap anak.
c. Faktor lingkungan sekolah
Dalam hal ini, lingkungan sekolah merupakan faktor penting kedua
setelah sekolah, karena dilingkungan ini anak mendapatkan pendidikan
lebih lama. Guru memegang peranan penting dalam mengembangkan
potensi anak melalui beberapa cara, diantaranya melalui teknik, gaya
kepemimpinan, dan metode mengajar sehingga kecerdasan emosional
berkembang secara maksimal. Setelah lingkungan keluarga, kemudian
lingkungan sekolah mengajarkan anak sebagai individu untuk
mengembangkan keintelektualan dan bersosialisasi dengan sebayanya,
sehingga anak dapat berekspresi secara bebas tanpa terlalu banyak
diatur dan diawasi secara ketat.
27
d. Faktor lingkungan dan dukungan sosial
Di sini, dukungan dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian,
nasihat atau penerimaan masyarakat. Semuanya memberikan dukungan
psikis atau psikologis bagi anak. Dukungan sosial diartikan sebagai
suatu hubungan interpersonal yang didalamnya satu atau lebih bantuan
dalam bentuk fisik atau instrumenta, informasi dan pujian.Dukungan
sosial cukup mengembangkan aspek-aspek kecerdasan emosional
anak, sehingga memunculkan perasaan berharga dalam
mengembangkan kepribadian dan kontak sosialnya.
2.3 Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Hasil belajar
Kecerdasan emosional sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
seseorang. Emosi menunjuk pada suatu kemampuan untuk memahami
perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk
memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi-emosi yang muncul
dalam dirinya sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain. Sehingga
tidak salah jika para ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa IQ itu hanya
mempunyai 20 % dalam keberhasilah hidup manusia, sedangkan sisanya yaitu
80% akan ditentukan oleh factor lain, termasuk didalamnya faktor terpenting
adalah kecerdasan emosi (EQ) (Rasyid, 2004)
Mengingat begitu pentingnya peran kecerdasan emosi dalam mencapai
puncak prestasi, maka kecerdasan emosi sangat diperlukan dalam membentuk
kemandirian seseorang, kemandirian merupakan kemampuan untuk
28
mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak,
serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Belajar
menunjuk pada suatu proses didalam tingkah laku yang ditrimbulkan melalui
latihan-latihan atau pengalaman.
Kemandirian belajar seseorang mendorong untuk berprestasi, berinisiatif
dan berkreasi. Oleh karena itu kemandirian dapat mengantar (Uno, 2011)
Seseorang menjadi produktif, serta mendorongnya kearah kemajuan dan selalu
ingin lebih maju lagi. Kemandirian belajar ditunjukkan dengan otonomi dalam
merencanakan, mengorganisir, dan mengevaluasi kegiatan belajarnya. Dengan
ilustrasi tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, yakni
pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian
Menurut Jhon Mayer (2010) kesadaran diri adalah waspada baik
terhadaap suasaana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati. Orang yang
mempunyai kesadaran diri tinggi, kejernian pikiran mereka tentang emosi
dapat melandasi ciri–ciri kepribadian antara lain mereka mandiri dan yakin
akan batas–batas yang mereka bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan
cenderung berpendapat postif akan kehidupan. Bila susana hatinya sedang
jelek, mereka tidak risau dan tidak larut kedalamnya, dan mereka mampu
melepaskan diri dari suasana itu dengan lebih cepat. Pendek kata, ketajaman
pola pikir mereka menjadi penolong untuk mengatur emosi. Apabila
kesadaran diri terhadap perasaan mereka rendah dapat membuat penalaran
tidak berjalan baik. Bila dihubungkan dengan pembelajaran, terlihat jelas
bahwa kesadaran diri dapat mempengaruh hasil belajar mereka. Misalnya,
29
ketika mereka mempunyai masalah diluar sekolah seperti masalah keluarga,
masaalah dengan teman. Siswa yang mempunyai kesadaran diri tinggi mereka
tidak akan larut kedalam permasalahannya dan siswa tesebut dapat fokus
dalam pemblajarannya sehingga hasil belajar yang diperoleh dapat
memuasakan. Hal ini berbeda jika siswa tidak mempunyai kesadaran diri
tinggi mereka cenderung tidak fokus dalam pembelajaran tapi lebih fokus
pada masalah yang dihadapi sehingga mereka larut dalam permasalahannya
dan tidak fokus pada pembelajaran, biasanya siswa seperti ini lebih sering
melamun ketika pembelajaran sedang berlangsung yang mengakibatkan hasil
belajar mereka turun (Goleman, 2006).
2.4 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Faya Sukma Putri tahun 2012 dengan
judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kepercayaan Diri Terhadap Hasil
belajar Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IS SMA Negeri 3 Magelang”.
Hasil penelitian ada pengaruh positif kecerdasan emosional dan kepercayaan
diri terhadap hasil belajar mata pelajaran akuntansi pada siswa kelas XI IS
SMA Negeri 3 Magelang baik secara simultan maupun parsial. Hasil secara
simultan terlihat dari perhitungan SPSS yang menunjukkan jika F hitung
(51,024) > F tabel (3,097698). Secara parsial dilihat dari perhitungan program
SPSS yang menunjukkan jika t hitung (9,210) > t tabel (1.986674) untuk
kecerdasan emosional dan t hitung (2,199) > t tabel (1.986674) untuk
30
kepercayaan diri dimana disimpulkan terjadi peningkatan hasil belajar jika
kecerdasan emosional dan kepercayaan diri siswa tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Gesti Alfiah tahun 2012 dengan judul
gambaran kecerdasan emosional dan hasil belajar pada siswa negeri XI
Manado. Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri XI Manado tahun
2011/2012. Prosedur pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Data
disajikan dalam bentuk tabel serta analisis presentasi dan menggunakan
distribusi frekuensi silang. Hasil penelitian didapatkan bahwa Kecerdasan
emosional siswa kelas II SMPN XI Manado termasuk dalam kategori
sedang,dengan rata-rata prestasi responden sedang. Kemampuan mengenali
emosi diri sendiri siswa adalah tinggi dengan, nilai rata-rata prestasi (sedang).
Kemampuan mengelola emosi diri sendiri, kemampuan memotivasi diri
sendiri, kemampuan mengenali emosi orang lain, kemampuan mengelola
emosi orang lain serta kemampuan memotivasi orang lain siswa adalah
sedang, dengan nilai rata-rata prestasi (sedang). Adanya keterkaitan antara
kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa SMPN XI Manado.
Penelitian yang dilakukan oleh Ricky Fhernando Samosir tahun 2013
dengan judul hubungan kecerdasan emosional terhadap presatasi belajar
bahasa Indonesia pada siswa Kekasa VIII di SMP Negeri 4 Bintan Timur.
Popuasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 4 Bintan Timur, dan
yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang
berjumlah 65 siswa. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan
mengumpulkan data primer berupa kuesioner. Keseluruhan data yang
31
diperoleh diolah dengan menggunakan SPSS 19 dengan Analisis Regresi
Linier Berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial
variabel kecerdasan emosional yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap
hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII di SMP Negeri Bintan
Timur adalah variabel Pengenalan Diri dan Pengendalian Diri. Sementara
variabel Motivasi, Empati, dan Keterampilan Sosial terbukti tidak
berpengaruh signifikan. Dan cecara bersama-sama kecerdasan emosional
dalam penelitian ini terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa
Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah tahun 2015 dengan judul
hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar mahasiswa semester II
bimbingan konseling Uin Ar-Raniry. Jenis penelitian ini adalah diskripsi
analitik dengan derajat kecepercayaan 95%. Populasi adalah seluruh
mahasiswa semester II Prodi Bimbingan Konseling yang berjumalh 78
mahasiswa. Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan
anatara kecerdasana emosional dengan hasil belajar yang di buktikan dengan
nilai p sebesar 0,001< dari 0,05.
Penelitian yang dilakukan oleh Lulu Endar Wati tahun 2015 dengan
judul hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Metode
penelitian bersifat korelasional dengan teknik pengumpulan data
menggunakan skala kecerdasan emosional dan dokumentasi, sampel sebanyak
tiga puluh delapan siswa. Teknik analisis data menggunakan teknik korelasi
product moment. Dari pengujian hipotesis didapatkan hasil korelasi
32
kecerdasan emosional dan hasil belajar sebesar r hitung = 0,839> r tabel =
0,320 maka, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kecerdasan emosional dengan hasil belajar siswa.
33
2.5 Kerangka Teori
Cetak Tebal : diteliti
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Slameto (2010) dan Goleman (2006)
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah formulasi atau simplikasi dari kerangka teori
atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan kerangka teori di atas maka dapat disusun kerangka konsep
sebagai berikut:
Faktor yang mempengaruhi
hasil belajar :
Faktor intern
1) Faktor jasmani :
- Faktor kesehatan
- Cacat tubuh.
2) Faktor psikologis :
- Inteligensi
3) Faktor kelelahan
Hasil Belajar
Faktor ekstern
1) Faktor keluarga
2) Faktor sekolah
3) Faktor masyarakat
- Kecerdasan emosi
Faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi :
1. Faktor otak
2. Fungsi lingkungan
keluarga
3. Faktor lingkungan sekolah
4. Faktor lingkungan dan
dukungan sosial
Prestasi Belajar
34
Variabel Bebas Variabel Terikat
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
a. Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau memengaruhi,
yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti
untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau
diamati (Sugiyono, 2011).
b. Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul,
atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh
peneliti (Sugiyono, 2011).
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau
dalil sementara yang kebenarannya akan diuji dalam penelitian (Notoatmodjo,
2010). Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara
kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada Siswa Kelas VII SMP Negeri
9 Salatiga.
Hasil Belajar Kecerdasan emosional