23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
No
.
Penulis dan
Judul
Hasil Relevansi
1. Wisnu Aji
Dwicahyono
(Sejarah Dan
Konflik Ritual
Manten Kucing
Di Desa Pelem
Kecamatan
Campurdarat
Kabupaten
Tulungagung)
Penelitian merujuk pada ritual
manten kucing dimulai saat
terjadi kemarau panjang yang
melanda Desa Pelem pada
zaman Belanda (belum
diketahui secara pasti tahun
kejadian tersebut). Pada saat
dilaksanakan dalam bentuk
seni, ritual manten kucing
mendapatkan kecaman dari
MUI Kabupaten Tulungagung
karena dianggap sebagai ritual
yang melecehkan agama Islam.
Kesimpulan dari penelitian ini
adalah ritual manten 2 kucing
merupakan sebuah ritual minta
hujan dari Desa Pelem
Kecamatan Campurdarat
Kabupaten Tulungagung yang
telah berkembang dalam
bentuk kesenian dan pernah
mendapat kecaman MUI pada
Persamaan dengan
penelitian ini yakni,
objek kajian tentang
tradisi “manten
kucing”, tetapi
penelitian ini lebih
memfokuskan pada
konflik atas
dilaksanakannya
tradisi “manten
kucing ini dengan
pandangan agama
Islam yakni melalui
perantara lembaga
agama MUI,
sementara pada jenis
penelitian ini
24
tahun 2010. menggunakan
kualitatif deskriptf.
2. Risky Tasih
Rianda (Budaya
Manten Kucing
dalam Perspektif
Hukum Islam
“Studi Kasus di
Desa Pelem
Kecamatan
Campurdarat
Kabupaten
Tulungagung”)
Fokus penelitian ini adalah
bagaimana sejarah budaya
manten kucing, serta
bagaimana pelaksanaan budaya
manten kucing, bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap
budaya manten kucing di desa
Pelem Kecamatan
Campurdarat Kabupaten
Tulungagung.
Hukum Islam meninjau bahwa
Budaya manten kucing di desa
Pelem Kecamatan
Campurdarat Kabupaten
Tulungagung hukumnya
diperbolehkan. Hal itu
dikarenakan tujuan dari budaya
manten kucing adalah meminta
hujan kepada Allah semata.
Persamaan dengan
penelitian ini yakni,
objek kajian tentang
tradisi “manten
kucing”, tetapi
penelitian ini lebih
memfokuskan pada
pandangan atau
menurut hukum
Islam atas
pelaksanaan ritual
manten kucing. Pada
penelitian ini
menggunakan
kualitatif deskriptif.
3. Rita Hajati
(Upacara
Temanten
Kucing Di Desa
Pelem
Kecamatan
Campurdarat
Kabupaten
Hasil dari penelitian ini adalah
Upacara Adat Manten Kucing
di Desa Pelem Kecamatan
Campurdarat Kabupaten
Tulungagung mempunyai nilai-
nilai luhur yang perlu tetap
dilestarikan yaitu nilai
religious, nilai gotong royong,
Pada penelitian ini
memiliki objek
penelitian yang sama
yakni “manten
kucing”, selain itu,
jenis penelitian
25
Tulungagung) nilai persatuan serta nilai seni
dan keindahan.
menggunakan
kualitatif deskriptif,
serta dipaparkan
pula bagaimana
unsur dan
pemaknaan pada
ritual atau upacara
dalam kebudayaan
“manten kucing” ini
mengandung unsur
nilai-nilai luhur.
4. Dyah Prasetiani
(Aspek Budaya
Pada Minwa
Sebagai
Identitas Sosial
Budaya
Masyarakat
Jepang)
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis aspek budaya
masyarakat Jepang yang
tercermin dalam dongeng
Jepang (minwa) yang berjudul
Tanishi Chooja (TC) melalui
penelitian antropologi sastra.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sistem
mata pencaharian masyarakat
Jepang kuno adalah bertani,
sistem kemasyarakatannya
feodal dan mengenal pajak
pertanahan. Sistem religinya
percaya pada dewa-dewa yang
dipercaya menguasai segala
Pada penelitian
memiliki persamaan
yakni mengkaji atau
menganalisis tentang
identitas sosial
masyarat, namun
terdapat perbedaan
pada objek
penelitian yakni
Budaya Minwa
masyarakat Jepang.
26
yang ada di bumi misalnya
dewa air. Wujud kebudayaan
sistem religi ini diwujudkan
dalam bentuk matsuri atau
festifal yang diselenggarakan
untuk menghormati dan
menyembah dewa-dewa.
Wujud kebudayaan !isiknya
adalah tempat pemujaan dewa-
dewa kamidana (altar) dan jinja
(kuil).
5. Anastasia Merry
Christiani
Widya Putri,
Ratna
Handayani
(Prinsip Dasar
Budha Zen
Dalam
Chanoyu)
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis salah satu
kebudayaan tradisional Jepang
yang cukup terkenal dan masih
ada hingga saat ini sejak abad
ke-16, yakni Chanoyu (upacara
minum teh). Upacara minum
teh yang disajikan untuk tamu
dan dilaksanakan di chasitsu.
Teh mulai diperkenalkan ke
negara Jepang sekitar abad ke-
16 oleh biksu Zen. Awalnya
teh hanya digunakan sebagai
suatu sarana stimulasi ringan
untuk menolong mereka dalam
bermeditasi, sebagai ramuan
obat, sebagai alat untuk
menyebarkan agama Buddha
Zen, dan meletakkan dasar
spiritual bagi chanoyu. Sen no
Persamaan penelitian
ini yakni mengkaji
atau menganalisis
tentang tradisi,
namun terdapat
perbedaan pada
objek penelitian
yakni tradisi
Chanoyu (tradisi
minum teh) pada
masyarakat Jepang.
27
Rikyu, salah seorang master
upacara ini selalu
menggunakan empat prinsip
dasar dalam chanoyu, yakni
keharmonisan (wa),
penghormatan (kei), kemurnian
(sei) dan ketenangan (jaku).
6. Rafael Martinez
(Halloween :
Treat Or Trick)
Halloween atau (Samhain)
merupakan sebuah tradisi yang
dijalankan oleh Orang Kelt
(bangsa Celtic) setiap akhir
Oktober. Mereka percaya
bahwa itulah saat ketika para
arwah dan makhluk gaib
sedang aktif-aktifnya
bergentayangan. Tradisi ini
tetap berjalan bahkan meluas
ke beberapa bangsa di Eropa
(bangsa Romawi yang
kemudian mengadopsi tradisi
ini. Perkembangan tradisi ini
mulai meluas, ketika ribuan
orang pindah dari Irlandia ke
Amerika Serikat, mereka
membawa juga kebiasaan-
kebiasaan Halloween.
Dulu, orang Kelt menggunakan
permen untuk menenangkan
roh jahat. Gereja menganjurkan
orang mendatangi rumah-
rumah pada malam sebelum
Pada jurnal ini
menjelaskan tentang
tradisi Halloween
yang merupakan
suatu tradisi
mayoritas orang-
orang Eropa bahkan
Amerika. Halloween
merupakan salah
satu tradisi yang
universal. dan di
masa sekarang ini
tradisi Holloween
sudah berkembang
dan dijalankan
hampir di seluruh
dunia dengan
maksud yang
28
sambil menawarkan untuk
mendoakan orang mati, tapi
dengan meminta imbalan
makanan. Inilah asal usul
kebiasaan meminta permen
dari rumah ke rumah saat
Halloween.
Penggunaan labu yang diukir
dan diberi lilin, dipajang
menjadi suatu simbol untuk
mengusir roh jahat. Beberapa
orang menganggap lilin dalam
labu itu menggambarkan arwah
yang terperangkap di api
penyucian.
berbeda-beda.
7. Hilary Achauer
(Thanksgiving :
Judgment Day)
Thanksgiving merupakan salah
satu tradisi sebagai bentuk
mengucapkan terima kasih dan
rasa bersyukur di akhir musim
panen di Amerika, dan
diperingati setiap tahun,
tepatnya pada hari Kamis ke-
empat setiap bulan November.
Biasanya orang-orang Amerika
menikmatinya dengan keluarga
dengan masakan ayam kalkun,
kalkun dipilih karena porsi
seekor kalkun yang besar, lebih
ideal untuk makan malam
keluarga, dibandingkan ayam.
Di Amerika Serikat, hari
Jurnal ini
menjelaskan tentang
tradisi Thanksgiving
yang merupakan
salah satu tradisi
orang-orang
Amerika Serikat.
Thanksgiving
menjadi salah satu
tradisi selain
Halloween yang
tetap dilaksanakan
29
Thanksgiving bermula pada
perayaan di Plymouth pada
1621. Kala itu, perayaan masih
murni dilakukan untuk
memperingati kesuksesan hasil
panen. Kaum pilgrim
merayakannya dalam pesta
makan bersama penduduk asli
Amerika, suku Wampanoag
(Apache). Selanjutnya setiap
musim gugur atau musim
dingin tahun-tahun berikutnya.
Perayaan itu diulang lagi dan
lagi, yang kemudian mengakar
sebagai tradisi.
oleh orang-orang
United Kingdom dan
Amerika Serikat
hingga kini.
B. Tinjauan Pustaka
1) Unsur-unsur Tradisi
Tradisi yang dilaksanakan secara terus menerus akan menjadi
suatu kewajiban bagi masyarakat, jika masyarakat tidak melakukannya
maka akan ada sesuatu yang mengganjal dialm hati dan perasaan
mereka (Yana, 2012 : 48). Masyarakat Jawa sampai sekarang ini masih
melaksanakan suatu tradisi secara turun-menurun atau dari nenek
moyang ke anak cucunya, meskipun tidak ada pengetahuan yang pasti
tentang arti dari tradisi tersebut.
30
Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka, pastinya
akan mengoptimalkan kemampuan yang mereka miliki dengan apa
yang sudah tersedia di sekitar mereka seperti alam yang berpotensi
untuk mereka olah sesuai dengan keinginan mereka atas dasar
kebutuhan hidup mereka. Sehingga kebudayaan sebenarnya tercipta
karena keinginan manusia melalui pemenuhan kebutuhan hidupnya,
dengan segala tindakan dan perilaku, pola hidup, perekonomian,
pertanian, sistem kekerabatan, stratifikasi sosial religi, mitos dan lain
sebagainya. Beberapa unsur-unsur tersebut adalah yang harus dipenuhi
oleh manusia untuk kehidupan mereka yang secara tidak langsung juga
menciptakan kebudayaan yang diteruskan menjadi tradisi.
Tradisi yakni kesamaan benda fisik dan gagasan dari zaman
dahulu dimana keberadaannya masih tetap utuh dan terjaga sampai
sekarang. Tradis juga memiliki arti sebagai warisan dari masa lalu
yang teteap ada sampai sekarang. Tetapi tradisi yang dilaksanakan
secara berulang-ulang tidaklah dilakukan dengan sengaja atau
terencana (Sztompka, 2007 : 69). Penjelasan mengenai tradis tersebut,
segala bentuk tindakan maupun perbuatan yang telah dilakukan oleh
manusia dari generasi ke generasi dari aspek kehidupan yang bertujuan
untuk memudahkan kehidupan mereka dapat disebut sebagai tradisi
yang menjadi bagian kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat, tradisi merupakan bagian khusus
dari kebudayaan masyarakat. Terdapat tiga wujud kebudayaan
(Mattulada, 1997 : 1) yakni :
31
1) Wujud Kebudayaan sebagai suatu kumpulan ide-ide, gagasan-
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2) Wujud kebudayaan sebagai kumpulan tindakan, pola perilaku
dari manusia di dalam masyarakat,
3) Wujud kebudayaan dapat berupa benda-benda fisik hasil
pemikiran, gagasan atau ide yang diaplikasikan melalui suatu
karya manusia.
Masyarakat adalah suatu kelompok dari beberapa individu
yang memiliki kesamaan budaya, wilayah identitas dan adanya
interaksi di dalam hubungan sosial yang terstruktur dan berpola.
Masyarakat melestarikan sejarah mereka melalui:
1) Tradisi dan adat istiadat
Di dalam adat-istiadat terdapat nilai dan norma yang
berlaku sebagai pembatas pola perilaku atau tindakan antar
individu di dalam kelompok. Adat-istiadat menjadi perantara
dalam melanjutkan apa yang ada di zaman dahulu meskipun
terkadang ada yang tidak sama persis, tetapi disesuaikan
dengan perkembangan dan perubahan sesuai dengan sekarang
ini, sehingga dapat terus dilestarikan bahkan diperbaharui.
2) Nasehat dari para leluhur,
Pentingnya nasihat atau merupakan sebuah pesan yang
mengandung makna dari nenek moyang, menjadi suatu
keharusan untuk dilestarikan dengan menjaganya melalui
ingatan bersama di dalam suatu kelompok masyarakat yang
32
nantinya dapat disampaikan secara lisan ke generasi
selanjutnya.
3) Peranan orang yang dituakan,
Orang yang memiliki kharisma, wibawa atau kemampuan
tertentu yang mampu berhubungan dengan alam yang
berdampak pada kelompok masyarakat, menjadi suatu cara
dalam penyampaian warisan leluhur secara lisan, dikarenakan
adanya kepercayaan lebih yang diakui oleh anggota kelompok
masyarakat atas kemampuan dari seseorang tersebut.
4) Membuat suatu peninggalan berupa benda fisik,
Peninggalan yang berupa benda-benda (warisan) dari
leluhur dapat menjadi salah satu cara pelestarian tradisi.
Peninggalan leluhur mampu menunjukkan gambaran tentang
masa lalu yang juga masih digunakan sampai sekarang oleh
kelompok masyarakat.
5) Kepercayaan terhadap roh-roh serta arwah nenek moyang,
Masyarakat meyakini bahwa terdapat roh-roh nenek
moyang yang mampu mempengaruhi kehidupan mereka. Selain
sebagai bukti sejarah berupa benda-benda fisik, penghormatan
kepada roh-roh nenek moyang juga perlu dijaga untuk
menciptakan keharmonisan alam yang nampak dan tak
nampak.
Tradisi meliputi keterkaitan antara zaman dulu dengan zaman
sekarang. Tradisi merupakan sisa-sisa peninggalan dari zaman dulu.
33
Keseluruhan benda-benda dan pemikiran dari zaman dulu terbukti
masih tetap ada sampai sekarang, yang masih dijaga dan belum
dihilangkan ataupun pudar. Tradisi juga berarti segala sesuatu yang
diteruskan dan dilestarikan dari zaman dulu sampai sekarang ini
(Sztompka, 2007 : 70). Penjelasan mengenai tradis tersebut, segala
bentuk tindakan maupun perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia
dari generasi ke generasi dari aspek kehidupan yang bertujuan untuk
memudahkan kehidupan mereka dapat disebut sebagai tradisi yang
menjadi bagian dari kebudayaan. menurut C.A. Van Reursen, tradisi
merupakan proses pewarisan atau pelaksanaan norma-norma, adat
istiadat, kaidah-kaidah dan harta-harta. Tradisi juga dapat ditolak,
dirubah, dan dikolaborasikan dengan beberapa bentuk tindakan dari
manusia (Van Reursen 1988 :11).
2) Identitas Sosial
Ellemers (1993) menjelaskan bahwa identitas sosial ialah suatu
penetapan ingroup, sebagai pendefinisian atas konflik atau perselisihan
yang terjadi di dalam antar kelompok. Konsep identitas sosial
digunakan dalam merujuk pada konsep diri yang bermula dari kategori
sosial orang yang berhubungan. Terdapat tiga komponen yang
menentukan dalam pembentukan identitas sosial, yakni cognitive
(kesadaran kognitif seseorang mengenai keanggotaannya dalam sebuah
kelompok-self categorization). Kedua, evaluative component (nilai
positif atau negatif yang melekat pada keanggotaan kelompok-group
34
self esteem). Ketiga, emotional component (rasa keterlibatan emosional
dengan kelompok-affective commitment).
Identitas sosial menjadi pengetahuan seorang individu dimana
individu tersebut merasa menjadi bagian dari kelompok dimana dia
berada dengan kesamaan emosi serta pemahaman atas suatu nilai yang
ada di dalam dirinya (Tafjel 1979). Identitas sosial akan
mendefinisikan seorang individu tentang siapa dirinya, yang di
dalamnya mencakup atribut pribadi dan atributnya dengan orang lain.
Sementara menurut Hogg dan Vaughan (2002), menjelaskan
bahwa identitas sosial merupakan konsep diri seorang individu yang
didapatkan melalui perspektif keanggotaannya di dalam kelompok
sosialnya. Sosial identity merupakan gagasan dari Henri Tafjel pada
tahun 1957 sebagai usaha dalam mendefinisikan prasangka,
diskriminasi, perubahan sosial dan perselisihan antar kelompok.
Menurut Tafjel (1972), social identity (identitas sosial) merupakan
bagian dari konsep diri seorang individu yang berasal dari pengetahuan
mereka atas keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan
dengan proses pemahaman akan nilai dan emosional dari keanggotaan
tersebut. Identitas sosial berhubungan dengan keterkaitan, kepedulian
atau rasa perhatian dan juga kebanggaan dari keanggotaan dalam suatu
kelompok tertentu.
Hogg dan Abraham (1990) mendefinisikan identitas sosial
menjadi rasa keterlibatan, kepedulian,dan kebanggaan yang diperoleh
dari pengetahuan seorang individu dalam berbagai kategori sosial
35
dengan anggota yang lain, bahkan tanpa butuh hubungan secara
personal untuk mengetahui atau mempunyai berbagai minat. Identitas
sosial dijelaskan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri
merupakan segala sesuatu yang bisa disebutkan mengenai seorang
individu tentang dirinya, bukan mengenai tubuh atau fisiknya sendiri,
tetapi tentang anak-istri, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-
temannya, miliknya uangnya dan lain sebagainya.
Identitas sosial memiliki konsep penting yang saling
berhubungan, yakni kategori sosial. Turner (dalam Tafjel 1982) dan
Ellemers, dkk., (2002) menjelaskan kategori sosial sebagai pembagian
individu berdasakan kelas, pekerjaan, jenis kelamin, agama. Kategori
sosial berhubungan dengan kelompok sosial yang memiliki makna
sebagai dua orang atau lebih yang menganggap diri mereka sebagai
bagian dari satu kategori sosial yang sama. Seorang individu pada saat
yang sama menjadi anggota dari berbagai kategori dan kelompok
sosial (Hogg dan Abrams, 1990). Kategori merupakan suatu proses
yang melibatkan kognisi atau berdasarkan pengetahuan yang empiris
atau nyata sebagai pengelompokan objek-objek dan kejadian ke dalam
kategori-kategori tertentu yang memiliki makna (Turner dan Giles,
1985; Branscombe dkk., 1993).
Individu-individu secara umum dalam dunia sosial mereka,
terbagi menjadi dua kategori yang berbeda yakni kita dan mereka. Kita
adalah ingroup, sedangkan mereka adalah outgroup. Dari pemaparan
tersebut beberapa tokoh tentang penjelasan atau definisi dari identitas
36
sosial, maka dapat disimpulkan bahwa, identitaas sosial merupakan
bagian dari konsep diri seorang individu yang bermula dari
pengetahuan atas keanggotaannya, yang di dalamnya terdapat nilai-
nilai, emosi, tingkat keterkaitan, kepedulian dan kebanggaan atas
keanggotaannya di dalam kelompok sosialnya tersebut (Baron &
Byrne, 2003 : 228-229).
3) Kharakteristik Masyarakat Desa
Poerwodarminto(1972) dalam (Rahardjo, 2004 : 35)
menyebutkan bahwa tata kehidupan “ruralisme” masih berlaku kental
pada masyarakat perdesaan, walaupun diakui bahwa ada
kecenderungan pergeseran ke arah “urbanisme”. Ruralisme adalah tata
hidup masyarakat di perdesaan (rural areas) yang pada dasarnya
merupakan tata hidup agraris, yang berpegangan kuat pada adat yang
diturunkan dari generasi kepada generasi berikutnya tanpa perubahan.
Di dalam “ruralisme” terdapat unsur-unsur kekeluargaan, gotong
royong dan sikap pada kekuatan-kekuatan alam di sekitarnya. Selain
itu adat dan agama merupakan suatu sumber inovasi bagi kehidupan
masyarakat yang mampu menjaga dan melestarikan solidaritas sosial
yang kuat.
Secara umum, dalam kehidupan masyarakat di perdesaan dapat
dilihat dari beberapa karakteristik yang mereka miliki. Sejumlah
sosiolog lebih mengacu pada konsep-konsep dari Ferdinand Tonnies
37
(Gemeischaft-Gesselschaft), Charles H. Cooley (Primary and
Secondary Group), dan Emille Durkheim (Solidaritas Mekanik dan
Organik). Gambaran yang dikemukakan oleh Roucek dan Warren
(1962) dalam (Rahardjo, 2004 : 39-40), menurut mereka karakteristik
masyarakat desa diantaranya :
1) Besarnya peranan kelompok primer,
2) Faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan
kelompok atau asosiasi,
3) Hubungan lebih bersifat intiem atau awet,
4) Homogen,
5) Mobilitas sosial rendah,
6) Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unti ekonomi,
7) Populasi anak dalam proporsi tinggi.
C. Landasan Teori
1) Teori Identitas Sosial (Henri Tajfel dan John Turner)
Manusia merupakan spesies yang terikat dalam kelompok.
Warisan sejarah mempersiapkan kita untuk memberi makan dan
melindungi diri kita, untuk dapat hidup dalam kelompok. Manusia
berbahagia atas kelompok mereka, membunuh untuk kelompok
mereka, mati untuk kelompok mereka. Tidak mengejutkan kita juga
mendefinisikan diri kita dengan kelompok kita. Konsep diri, kesadaran
38
mengenai siapa diri kita, tidak hanya terdiri atas suatu identitas
personal (kesadaran tentang atribut dan sikap personal kita), tetapi
juga mengandung suatu identitas sosial (social identity).
Teori identitas sosial menurut Turner dan Tafjel, berdasarkan
observasi sebagai berikut :
1) Mengategorisasi : kita perlu menempatkan diri kita ke dalam
beberapa kategori, untuk memberikan label kepada seseorang.
2) Mengidentifikasi : kita mengasosiasikan diri kita dengan kelompok
lain (kelompok dalam “ingroup” kita) dan mendapatkan harga diri
atas perilaku ini.
3) Membandingkan : kita membandingkan kelompok kita dengan
kelompok lain (kelompok luar “outgroup”) dengan suatu bias
tertentu terhadap kelompok kita.
Kita mengevaluasi diri kita sebagian melalui keanggotaan
kelompok yang kita miliki. Memiliki suatu perasaan “ke kita”
memperkuat konsep diri kita. Kebanggaan dalam kelompok menjadi
salah satu hal terpenting selain kehormatan bagi individu. (Myers,
2012 : 30-31).
Identitas sosial akan membedakan individu dengan individu
lain berdasarkan kelompoknya dimana dia hidup atau tinggal selama
hidupnya. Individu akan membentuk identitas diri atau personal dan
identitas sosial dalam hidupnya. Identitas sosial berbeda dengan
identitas diri atau personal. Perbedaan pada identitas sosial dengan
39
identitas diri atau personal terletak pada proses terbentuknya kedua
identitas tersebut (Afif, 2014 : 14).
Identitas diri atau personal terbentuk melalui interaksi sosial
antar individu dengan individu yang lain, dimana individu akan lebih
cenderung menonjolkan ciri-ciri dari diri mereka, sifat dan
kepentingan diri mereka. Individu akan terlihat identitas diri atau
personal mereka ketika individu tersebut memperlihatkan karakteristik
dirinya, kemampuan diri dan keinginan atau ketertarikan dirinya
terhadap individu lainnya. Identitas diri atau personal akan
membedakan individu dengan individu lainnya berdasarkan pada
keunikan masing-masing bukan pada keunikan yang didapat dari
keanggotaan mereka dalam kelompok mereka. Sedangkan identitas
sosial lebih menekankan pada individu akan lebih mengutamakan
kepentingan kelompoknya daripada kepentingan individu. Individu
juga cenderung akan membanding-bandingkan kelompoknya dengan
kelompok lain yang menganggap bahwa kelompoknya lebih baik
daripada kelompok lain (Afif, 2014 : 15).
Teori identitas sosial yakni suatu teori yang menganalisis
tentang proses pembentukan konsep diri dalam konteks keanggotaan
yang sedang berlaku di dalam kelompok dan relasi-relasi atau
interaksi-interaksi yang terjadi antar kelompok. Proses dalam
pembentukan identitas sosial ditetapkan melalui seperangkat nilai, tata
aturan, atau pola perilaku yang dilestarikan, serta tersalurkan secara
bersama-sama di dalam sebuah kelompok. Sehingga dapat ditarik
40
kesimpulan bahwa identitas sosial menjadi bagian dari konsep diri
individu yang berasal melalui pengetahuan yang diperolehnya selama
berada di dalam kelompok dengan cara internalisasi nilai-nilai, ikut
terlibat, serta melestarikan rasa perhatian dan bangga atau loyalitas
kepada kelompok sosialnya (Afif, 2014 : 2).
Teori identitas sosial menjelaskan bahwa seorang individu
menjadi bagian dari suatu kelompok disadari ataupun tidak disadari,
sehingga individu tidak dapat dianggap sebagai individu secara absolut
di dalam kehidupannya. Konsep dari identitas sosial yakni bagaimana
seseorang individu tersebut dapat dijelaskan secara sosial (Verkuyten,
2005 : 44).
Identitas sosial berupaya untuk menjelaskan dan mengenalkan
pemilihan dalam penentuan. Terdapat tiga unsur dasar pada manusia
dalam pemilihan dan penentuan suatu identitas. Pertama, unsur struktur
sosial. Di dalam kehidupan sosial, pasti terdapat pengelompokan sosial
atas orang ke dalam suatu kategori atau kelompok. Kategori sosial
merupakan suatu dasar bagi seseorang dalam proses penentuan
identitas dan relasi dengan antar kelompok. Seseorang dapat
dikelompokkan ke dalam kategori jenis kelamin, umur, etnis, ras dan
budaya.
Yang kedua adalah komponen budaya, atau tingkah laku dan
konsekuensi normatif yang diperoleh. Komponen budaya merupakan
penggolongan seseorang dalam pelaksanaannya yang telah dilakukan
41
secara terus-menerus. Kategorisasi sosial belum mampu menjelaskan
seseorang kepada identitas sosial. unsur kedua ini diperlukan sebagai
cara untuk melihat bagaimana seseorang itu bertindak, apakah memang
tindakan yang dilakukannya sesuai dengan norma yang ada pada
kelompoknya. Selain itu, tingkah laku dari seseorang tersebut akan
mencerminkan dari kelompok mana dia berasal.
Lalu ketiga adalah definisi ontologis. Label dari kategori sosial
itu kuat bukan hanya berasal dari tingkah lakunya, tetapi juga berasal
dari cara anggota dari suatu kategori (bisa kelompok, etnik, dll) itu
melihat. Komponen ketiga ini, definisi ontologi, menjelaskan
seseorang melalui nilai natural seseorang tersebut digolongkan atau
diklasifikasikan. Unsur ketiga ini berawal dari gagasan yang sangat
mendasar bahwa memang itulah orang itu, orang tersebut tidak dapat
mengelak karena identitas ini benar-benar mencerminkan dirinya,
menjelaskan bagaimana seseorang tersebut (Verkuyten, 2005 : 45-47).