9
BAB II
ASAS DEMOKRASI SEBAGAI PERLINDUNGAN
MINORITAS
Dalam bab ini, penulis hendak memaparkan mengenai asas demokrasi
sebagai perlindungan minoritas. Asas ini merupakan suatu asas yang lama dan
terbilang krusial karena menyangkut kebebasan setiap warga negara. Asas ini
merupakan asas yang diturunkan langsung oleh negara melalui UUD NRI 1945
sehingga dapat dilihat bahwa asas demokrasi merupakan satu kesatuan dengan
konstitusi. Oleh karena itu, yang menjadi pembahasan utama dalam bab ini adalah
perlindungan minoritas sebagai salah satu unsur dari asas demokrasi.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai pembahasan dalam bab ini, maka
sistematika pembahasan dalam bab ini adalah sebagai berikut. Pertama, mengenai
penyelenggaraan negara berlandaskan asas demokrasi (infra Sub-judul A). Kedua,
menguraikan mengenai pengertian asas demokrasi, yaitu demokrasi sebagai asas
hukum. (infra Sub-judul B). Ketiga, menguraikan mengenai perlindungan
minoritas sebagai salah satu unsur dari asas demokrasi (infra Sub-judul C).
A. Penyelenggaraan Negara Berlandaskan Asas Demokrasi
Negara harus diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi. Artinya negara
tidak boleh diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme atau bahkan
totaliterianisme. Asas otoriterianisme dijalankan berdasarkan kehendak penguasa
yang berakibat pada tidak tercerminnya kehendak rakyat dalam kebijakan yang
10
diambil penguasa untuk penyelenggaraan negara. Dalam asas otoriterianisme,
negara berperan besar menentukan kehidupan setiap warga negara dalam semua
aspek kehidupan. Asas otoriterianisme sangat bertolak belakang dengan negara
yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi karena negara yang
diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme dalam proses penentuan organ
negara hanya berlaku sistem pengangkatan13
yang biasanya dilakukan berdasarkan
sistem kekeluargaan.14
Sedangkan negara yang diselenggarakan berdasarkan asas
demokrasi penentuan organ negara selalu dilakukan melalui proses yang
demokratis yaitu sistem pemilihan.15
Penyelenggaraan negara berdasarkan asas otoriterianisme selalu akan
mengalami benturan dengan penyelenggaraan negara berdasarkan asas demokrasi.
Perbedaan yang mendasar antara kedua asas tersebut adalah ide kebebasan
berpolitik.16
Idealnya dalam negara yang diselenggarakan berdasarkan asas
13
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, terjemahan oleh Raisul
Muttaqien, Cetakan VII, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011, h. 421. Pengangkatan oleh sebuah
organ yang dipilih oleh rakyat dengan sendirinya merupakan sesuatu yang memperlemah prinsip
demokrasi sebab pengangkatan adalah metode otokratis.
14 Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Op.Cit., h. 112. Dalam sistem negara
otokratis, berlaku sistem primordial berdasarkan kepada agama, ras, suku bangsa, dan berbagai
model strata sosial, sehingga kurang memperhatikan asas persamaan di antara warga negara.
Unsur hak dan kebebasan individu diabaikan tetapi yang diberlakukan adalah unsur kolektivisme,
dengan kekuasaan yang otokrasi dan oligarki yang bertumpu pada sistem kekerabatan dan
kekeluargaan.
15 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 413. Dalam
demokrasi perwakilan dimana prinsip demokrasi dikonkretkan menjadi pemilihan organ-organ
pembuat hukum, sistem pemilihan adalah menentukan derajat perwujudan ide demokrasi.
Tindakan memilih seorang individu, yakni pemilihan, terdiri atas tindakan-tindakan bagian dari
para pemilih, yakni tindakan pemungutan-pemungutan suara.
16 Ibid., h. 404. Seseorang memiliki kebebasan politik sepanjang kehendak pribadinya
sesuai dengan kehendak umum yang dinyatakan dalam tatanan sosial. Kebebasan politik, yakni
kebebasan di bawah tatanan sosial, adalah penentuan kehendak sendiri dengan jalan turut serta
dalam pembentukan tatanan sosial. Kebebasan politik adalah kemerdekaan, dan kemerdekaan
adalah kemandirian. Maka prinsip mayoritaslah yang menjamin kebebasan politik tertinggi yang
mungkin diperoleh di masyarakat.
11
demokrasi ide kebebasan berpolitik menjadi hak setiap individu tetapi negara
hanya mengatur mengenai batasan-batasan perwujudan ide kebebasan berpolitik
tersebut. Kondisi ini bertolak belakang dengan negara yang diselenggarakan
berdasarkan asas otoriterianisme. Dalam negara yang diselenggarakan
berdasarkan asas otoriterianisme, ide kebebasan politik bukan lagi menjadi hak
bagi warga negara akan tetapi ide kebebasan politik diambilalih oleh negara
sebagai bentuk pelaksanaan ide kebebasan berpolitik warga negara.
Perbedaan lain yang terlihat dari kedua asas tersebut adalah proses dan
sistem pengambilan keputusan menyangkut masyarakat umum. Dalam negara
yang diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme, keputusan diambil oleh
penguasa yang bersifat mutlak sehingga warga negara tidak dapat melakukan
perlawanan terhadap keputusan penguasa dan tidak ikut andil dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Sifat dan tata cara pengambilan
keputusan ini berbeda dengan negara yang diselenggarakan berdasarkan asas
demokrasi. Negara yang diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi akan
melibatkan warga negara untuk menentukan keputusan dengan sistem
musyawarah mufakat sehingga keputusan yang diambil mempresentasikan
keinginan warga negara. Apabila keputusan yang diambil pemerintah tidak sesuai
dengan keinginan warga negara maka mereka dapat melakukan perlawanan
terhadap keputusan tersebut kepada pengadilan sebagai tempat perlindungan hak
warga negara.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai tidak dikehendakinya asas
otoriterianisme dijadikan sebagai landasan dalam penyelenggaraan negara dapat
dilihat pada kasus negara-negara di dunia yang sebelumnya menerapkan asas
12
otoriterianisme sebagai penyelenggaraan negara beralih menjadi asas demokrasi
dalam penyelenggaraan negaranya. Contohnya tumbangnya rezim otoriter pada
pemerintahan militer Amerika Latin, rezim satu partai di Taiwan, diktator
Spanyol, Filipina, Rumania.17
Setelah tumbangnya rezim otoriter di negara-negara
eropa tersebut yang bertransisi menuju negara yang diselenggarakan berdasarkan
asas demokrasi, kondisi tersebut diikuti oleh negara-negara di Asia seperti Korea
Selatan, Thailand, Myanmar, dan Indonesia.18
Indonesia yang menghendaki penyelenggaraan negara berdasarkan asas
demokrasi dapat dibuktikan dengan fakta bahwa dua rezim otoriter ditumbangkan
rakyat pada masa orde lama dan orde baru. Artinya, tumbangnya rezim otoriter
membuktikan bahwa rakyat tidak menginginkan negara Indonesia
diselenggarakan berdasarkan asas otoriterianisme melainkan harus
diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi.
Indonesia adalah negara demokratis bukan otokratis atau bahkan totaliter.
Demokrasi merupakan sebuah cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan
bernegara. Cita-cita menuju negara demokrasi dapat terwujud apabila dalam
penyelenggaraan negaranya mengikutsertakan rakyat dalam penentuan kebijakan
negara. Kehendak rakyat dapat terlihat dari diterapkannya prinsip pembagian
kekuasaan dalam negara Indonesia. Prinsip pembagian kekuasaan diterapkan
dengan tujuan untuk mencegah kecenderungan kekuasaan pada satu tangan yaitu
17
Erfandi, Parliamentary Threshold dan HAM Dalam Hukum Tata Negara Indonesia,
Op.Cit., h. 92. Dalam berbagai kasus di rezim militer ini, kelompok reformis menguat di internal
otoriter untuk mendorong menuju pemerintahan yang lebih demokratis. Namun perubahan ini
dapat timbul diakibatkan lengsernya rezim otoriter.
18 Ibid., h. 94. Transisi negara-negara di Asia menuju demokrasi dipicu oleh munculnya
gelombang demokrasi ketiga sejak tahun 1974, yaitu dengan munculnya gelombang gerakan pro
demokrasi di Eropa Selatan seperti Yunani, Spanyol, dan Portugal yang kemudian berlanjut pada
negara-negara Amerika Latin seperti Brazil dan Argentina.
13
eksekutif sebagai bentuk besarnya kehendak penguasa. Pernyataan di atas
diperkuat oleh pendapat Hans Kelsen bahwa “prinsip pembagian kekuasaan
berfungsi menentang suatu pemusatan kekuasaan, bukannya berfungsi sebagai
pemisahan kekuasaan.”19
Besarnya kehendak penguasa ini merupakan ciri negara
otokratis sehingga bertolak belakang dengan negara demokrasi yang
mengedepankan kehendak rakyat. Prinsip pembagian kekuasaan penting sebagai
perlindungan terhadap kehendak rakyat dalam negara demokrasi. Negara
demokrasi tanpa prinsip pembagian kekuasaan adalah kesalahan fatal. Prinsip
pemisahan kekuasaan akan sempurna apabila fungsi eksekutif, legislatif, maupun
eksekutif berjalan secara seimbang tanpa adanya satu fungsi yang super power,
seimbangnya ketiga fungsi tersebut harus dibarengi dengan adanya check and
balances.
Apabila melihat kembali definisi dari demokrasi itu sendiri maka yang
menjadi aspek fundamental dari demokrasi adalah keikutsertaan warga negara
dalam penyelenggaraan negara dan pengawasan terhadap keputusan-keputusan
yang diambil pemerintah. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo “demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.”20
Negara
demokrasi sesungguhnya tidak akan ada tetapi yang ada adalah penyelenggaraan
negara harus dijalankan atas dasar asas demokrasi. Pernyataan di atas dipertegas
oleh pendapat Jean-Jacques Rousseau sebagai berikut:
Kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka
demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan ia tidak
akan ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang
19
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 399.
20 Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara,
Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1981, h. 25.
14
berjumlah terbesar memerintah, sedang yang paling sedikit
jumlahnya harus diperintah.21
Negara harus diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi karena asas
demokrasi mencerminkan perlindungan kebebasan warga negara. Dalam
melakukan perlindungan terhadap kebebasan warga negara, negara demokrasi
tidak hanya sebatas melakukan perlindungan terhadap kelompok mayoritas tetapi
juga melakukan perlindungan terhadap kelompok minoritas22
sekalipun hanya
seorang warga negara. Pernyataan di atas mengandung arti dalam negara yang
diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi berlaku ide persamaan23
dalam
perlindungan kebebasan setiap warga negara sehingga mereka mempunyai
tuntutan yang sama atas kebebasan yang mereka miliki.
B. Pengertian Asas Demokrasi
Asas-asas hukum dapat dikategorikan sebagai jenis kaidah non-positif24
yang sangat penting untuk dipahami dalam sistem hukum indonesia. Paul
Scholten memberikan definisi mengenai asas hukum sebagai berikut:
21
Ibid., h. 26.
22
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 407. Dalam
negara demokrasi prinsip mayoritas dalam mengambil keputusan adalah mutlak tetapi bukan
berarti mayoritas dapat melakukan kediktatoran terhadap minoritas. Prinsip mayoritas dalam
negara demokrasi hanya dapat dijalankan apabila warga negara diperbolehkan turut serta dalam
pembentukan, meski pada akhirnya isi dari hukum ditentukan oleh kelompok mayoritas. Tidaklah
demokratis apabila dalam pembentukan hukum kelompok minoritas tidak dilibatkan, meski
kembali lagi kelompok mayoritas yang menentukan keterlibatan tersebut. Oleh karena itu terdapat
pembatasan untuk mencegah hukum yang ditentukan oleh mayoritas tidak bertentangan mutlak
dengan kelompok minoritas. Inilah salah satu unsur yang mendasari demokrasi.
23 Ibid., h. 406. Ide kesamaan mengandung arti bahwa semua individu mempunyai nilai
politik yang sama dan setiap orang mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan sehingga
kehendak mayoritas harus memperhitungkan kehendak minoritas dalam negara berdasarkan asas
demokrasi.
24 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Penerbit PT Alumni,
Bandung, 2009, h. 105. Yang dimaksud oleh kaidah-kaidah non-positif adalah kaidah-kaidah
15
Pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang
sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang
berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-
keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.25
Perihal definisi asas hukum, Bruggink memberikan pengertian asas hukum
sebagai berikut:
Asas hukum adalah kaidah yang berpengaruh kepada kaidah
perilaku, karena asas hukum ini memainkan peran pada
interpretasi terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan
wilayah penerapan kaidah hukum. Berdasarkan itu maka asas
hukum dapat dinyatakan termasuk tipe meta-kaidah. Asas
hukum itu juga sekaligus merupakan perpanjangan dari kaidah
perilaku, karena asas hukum juga memberikan arah pada
perilaku yang dikehendaki.26
Karl Larenz memberikan pengertian mengenai asas-asas hukum bahwa ”asas-asas
hukum adalah gagasan yang membimbing dalam pengaturan hukum (yang
mungkin ada atau yang sudah ada), yang dirinya sendiri bukan merupakan aturan
yang dapat diterapkan, tetapi yang dapat diubah menjadi demikian.”27
Menurut
Robert Alexy asas hukum adalah “Optimie rungsgebote” yang berarti aturan yang
mengharuskan bahwa sesuatu berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yuridis
kabur yang ketika dijadikan sebagai pedoman dalam berperilaku tidak mungkin memberikan
preskripsi yang jelas seperti halnya kaidah-kaidah hukum positif. Namun kaidah-kaidah non-
positif ini sering kali berguna sebagai dasar argumen bagi hakim terutama berfungsi sebagai
penilaian terhadap peraturan perundang-undangan. Macam-macam kaidah-kaidah non-positif
adalah kaidah keadilan, kepatutan, kesusilaan atau moralitas umum, dan asas-asas hukum.
25 J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, terjemahan oleh B. Arief Sidharta, Cetakan
ke-II, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 119-120. Dari definisi tersebut dapat
dilihat bahwa peranan asas hukum sebagai meta-kaidah berkenaan dengan kaidah hukum dalam
bentuk kaidah perilaku.
26 Ibid., h. 120. Pengertian asas hukum yang dijelaskan Bruggink tersebut dalam bentuk
yang lemah yang dapat dianggap termasuk dalam tipe kaidah yang berkenaan dengan kaidah
perilaku.
27 Ibid., h. 121.
16
dan faktual seoptimal mungkin terealisasikan.”28
Kemudian Ron Jue membatasi
pengertian asas hukum sebagai berikut:
Nilai-nilai yang melandasi kaidah-kaidah hukum disebut asas-
asas hukum. Asas itu menjelaskan dan melegitimasi kaidah
hukum; di atasnya bertumpu muatan ideologis dari tatanan
hukum. Karena itu, kaidah-kaidah hukum dapat dipandang
sebagai operasionalisasi atau pengolahan lebih jauh dari asas-
asas hukum.29
Dari definisi di atas, menurut Bruggink bahwa “asas hukum dipandang juga
sebagai kaidah hukum.”30
Bruggink menarik kesimpulan sekaligus memberi
penjelasan tentang pengertian asas-asas hukum sebagai berikut:
Asas hukum sebagai jenis meta-kaidah berkenaan dengan kaidah
perilaku, sementara itu asas hukum juga dapat memenuhi fungsi
yang sama seperti kaidah perilaku. Sebab, meta-kaidah ini
memuat ukuran/kriteria nilai (waardemaatstaven). Fungsi asas
hukum itu adalah merealisasikan ukuran nilai itu sebanyak
mungkin dalam kaidah-kaidah dari hukum positif dan
penerapannya.31
Kemudian Bruggink menjelaskan alasan asas hukum disebut meta-kaidah sebagai
berikut:
Asas hukum adalah sejenis meta-kaidah berkenaan dengan
kaidah-kaidah perilaku. Asas hukum itu di satu pihak memiliki
suatu sifat yang berbeda dari kaidah perilaku, karena sebagai
kaidah penilaian berada pada landasan dari kaidah-kaidah
perilaku dan dalam interpretasi aturan hukum turut menentukan
wilayah penerapan aturan-aturan. Itu sebabnya asas hukum itu
disebut meta-kaidah.32
28
Ibid.
29 Ibid.
30 Ibid. Bruggink menggunakan pengertian kaidah hukum yang lebih luas ketimbang
Ron Jue.
31 Ibid., h.122.
32 Ibid., h. 132.
17
Asas hukum itu berisikan ukuran nilai yang memiliki fungsi mewujudkan
kaidah hukum dalam suatu sistem hukum positif. Maka dari itu hanya asas
hukumlah yang dapat berfungsi sebagai fondasi sistem hukum positif. Pendapat
penulis tersebut diperkuat oleh pendapat J. Gijssels (1989) dalam artikelnya
bahwa “hanya asas yang menjalankan fungsi yang pertama (sebagai fondasi
sistem hukum positif) adalah asas hukum.”33
Bruggink menjelaskan definisi
mengenai asas hukum sebagai berikut:
Asas-asas hukum merupakan kaidah-kaidah penilaian yang
fundamental bagi landasan suatu sistem hukum. Asas hukum itu
terlalu umum untuk dapat berperan sebagai pedoman bagi
perbuatan. Karena itu, asas hukum harus dikonkretisasikan. Jika
pengkonkretisasian telah terjadi dan sudah ditetapkan aturan-
aturan hukum positif, maka asas hukum tetap memiliki sifat
sebagai kaidah penilaian.34
Pengertian asas-asas hukum yang dikemukakan para ahli di atas menjadi
acuan penulis untuk mengkualifikasi bahwa asas demokrasi itu termasuk dalam
asas-asas hukum bagi penyelenggaraan negara. Asas demokrasi merupakan
perpanjangan kaidah perilaku yang dikonkretisasi ke dalam aturan-aturan hukum
sehingga memberikan legitimasi berlakunya. Asas demokrasi sebagai asas hukum
mengandung nilai-nilai yang ideal untuk menentukan kaidah-kaidah hukum
sebagai operasionalisasi asas-asas hukum serta memberikan arah pengaturan bagi
penyelenggaraan negara.
Pengkualifikasian asas demokrasi termasuk dalam asas hukum tersebut
sebagai bentuk klarifikasi penulis bahwa demokrasi di sini bukan konsep politik
melainkan asas hukum bagi politik (penyelenggaraan negara). Politik melihat
33
Ibid., h. 133.
34 Ibid., h. 119.
18
demokrasi sebagai realitas (hal ada), bukan sebagai norma (hal harus). Dengan
demikian secara politik, demokrasi diposisikan sebagai kenyataan; artinya,
demokrasi adalah semata-mata tentang fakta, ada atau tidaknya kenyataan yang
menentukan (dipraktikkan atau tidak oleh suatu rezim). Demokrasi dalam konsep
politik bertolak belakang dengan demokrasi sebagai asas hukum, karena
demokrasi sebagai asas hukum merupakan suatu keharusan. Artinya asas
demokrasi sebagai asas hukum harus dijadikan dasar penyelenggaraan negara.
Asas demokrasi dalam mengatur arah penyelenggaraan negara berpedoman pada
kaidah-kaidah hukum yaitu konstitusi (UUD NRI 1945) yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai ideal demokrasi sebagai tindak lanjut dari asas-asas
hukum salah satunya diberlakukannya sistem pemilihan langsung dalam
menentukan organ negara. Asas demokrasi yang terkandung dalam UUD NRI
1945 terealisasikan dan terkonkretisasikan dalam berbagai kaidah-kaidah hukum
antara lain; Pertama, pembatasan masa jabatan Presiden (Pasal 7 UUD NRI
1945). Kedua, pemilihan Presiden secara langsung (Pasal 6A Ayat (1) UUD NRI
1945). Ketiga, penegasan kedudukan DPR dalam fungsi legislasi (Pasal 20 Ayat
(1) UUD NRI 1945). Kelima, pembentukan Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C
UUD NRI 1945). Keenam, pengaturan tentang hak-hak asasi manusia (BAB XA
Pasal 28A-28J UUD NRI 1945).35
Asas demokrasi yang berkedudukan sebagai asas hukum bagi
penyelenggaraan negara memberikan pengertian bahwa asas demokrasi adalah
35
Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Op.Cit., h. 32. Perubahan
terhadap UUD NRI 1945 dijustifikasi oleh dua asas utama yaitu asas demokrasi (Pasal 1 Ayat 2)
dan asas negara hukum (Pasal 1 Ayat 3). Pembatasan masa jabatan Presiden bertujuan untuk
menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang menjurus pada negara otoriter. Pembatasan masa
jabatan Presiden berimplikasi pada keharusan adanya pemilihan Presiden secara langsung lima
tahun sekali yang dijustifikasi oleh asas demokrasi.
19
standar untuk menilai kelayakan penyelenggaraan negara, termasuk peraturan
perundang-undangan yang dihasilkannya.36
Dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan, fungsi hakiki asas demokrasi ialah untuk memastikan
bahwa kehendak mayoritas adalah dasar dalam mengambil keputusan yang
valid.37
Asas demokrasi memberikan posisi yang seimbang antara kehendak
mayoritas yang mengambil keputusan dengan perlindungan hak-hak minoritas
dalam keputusan yang diambil. Asas demokrasi yang hidup di Indonesia adalah
kekeluargaan untuk mengabdi kepentingan bersama dalam mencapai tujuan yang
sama.38
Demokrasi secara umum diartikan pemerintahan rakyat. Pengertian secara
umum mengenai demokrasi merujuk pada pendapat Abraham Lincoln yang
mengatakan bahwa “demokrasi ialah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.”39
Pendapat Abraham Lincoln membuktikan bahwa dalam suatu
negara rakyatlah yang berdaulat, pemerintah hanya berfungsi sebagai pelaksanan
kedaulatan rakyat. Pendapat lain berasal dari Harris Soche yang menyimpulkan
demokrasi berdasarkan pendapat Abraham Lincoln bahwa “demokrasi ialah
36
Ibid., h. 5.
37 Ibid., h. 55. Keputusan yang diambil oleh kehendak mayoritas dalam asas demokrasi
tidak boleh merugikan hak-hak minoritas. Asas demokrasi selalu disandingkan berlakunya dengan
asas negara hukum dalam UUD NRI 1945 karena dengan adanya kedua asas tersebut memberikan
legitimasi bagi badan yudisial untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan yang
merugikan minoritas.
38 Abu Daud Busroh dan H. Abubakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Penerbit
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h. 13. Tetapi beda halnya dengan asas demokrasi yang diterapkan
bagi masyarakat barat yang sifatnya individualistis, justru kepentingan perseorangan akan lebih
diutamakan, bahkan lebih menonjol daripada kepentingan bersama.
39 Harris Soche, Supremasi hukum dan Prinsip Demokrasi di Indonesia, Op.Cit., h. 21.
Sesuai pendapat Abraham Lincoln mengenai demokrasi maka pemerintah dalam menjalankan
pemerintahannya tidak boleh merugikan, memperkosa, dan melanggar hak-hak rakyat baik secara
kolektif atau perseorangan.
20
pemerintahan rakyat mayoritas.”40
Demokrasi seperti yang dipaparkan di atas
adalah bentuk pemerintahan rakyat41
, karena itu kekuasaan pemerintah melekat
pada rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang untuk
mengatur, mempertahankan, dan melindungi diri dari tindakan paksa yang
dilakukan pemerintahan sebagai pelaksana mandat dari rakyat.
Tidak dapat dihindari bahwa dalam demokrasi, mayoritas anggota
masyarakat yang mengambil keputusan dalam menjalankan pemerintahan.
Mayoritas masyarakat ini diharapkan akan menjamin kedaulatan rakyat secara
benar dengan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap mayoritas anggota
masyarakat tersebut. Jadi dapat diartikan bahwa demokrasi adalah kedaulatan
ditangan rakyat yang dijalankan oleh mayoritas masyarakat. Sementara itu, Hans
Kelsen mengemukakan pengertian tentang demokrasi sebagai berikut: “demokrasi
berarti bahwa kehendak yang dinyatakan dalam tata hukum negara identik dengan
kehendak umum.”42
Apabila hukum yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan
kemauan rakyat maka apa yang dinamakan demokrasi itu telah tertuang dalam
hukum yang dibuat.
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat, bahwa dengan
demokrasi masyarakat merasa haknya terjamin dalam menentukan sendiri
jalannya negaranya. Maka dari itu semua pengertian mengenai demokrasi
40
Ibid., h. 17.
41 Ibid. Bentuk pemerintahan rakyat tersebut dapat dimanifestasikan dalam bentuk ikut
serta dalam menentukan arah perkembangan dan cara mencapai tujuan dan gerak politik negaranya
dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum yang berlaku. Salah satunya bebas berorganisasi,
berkumpul, dan menyatakan pendapat.
42 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Op.Cit., h. 284. Kesesuaian
hukum dengan kehendak rakyat berarti demokrasi mengandung makna bahwa setiap warga negara
dilibatkan dalam pengambilan keputusan, adanya persamaan derajat, serta memperoleh jaminan
kemerdekaan dan kebebasan.
21
memberikan posisi yang penting kepada rakyat dalam suatu negara. Demokrasi
sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir
rakyat yang menentukan terkait kehidupannya dan rakyatlah yang dapat menilai
kebijakan yang dibuat pemerintah apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan
kemauan rakyat. Kemudian pengertian lain tentang demokrasi sebagai berikut:
“pemerintahan yang didasarkan pada kehendak dan kemauan rakyat serta
pengorganisasian negara harus atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada
ditangan rakyat.”43
Secara umum, demokrasi diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Terkait demokrasi, Munir Fuady memberikan definisi mengenai
demokrasi sebagai berikut:
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam suatu
negara dimana semua warga negara secara memiliki hak,
kewajiban, kedudukan, dan kekuasaan yang baik dalam
menjalankan kehidupannya maupun dalam berpartisipasi
terhadap kekuasaan negara, di mana rakyat berhak ikut serta
dalam menjalankan negara atau mengawasi jalannya kekuasaan
negara, baik secara langsung misalnya melalui ruang publik
(public sphere) maupun melalui wakil-wakilnya yang dipilih
secara adil dan jujur dengan pemerintahan yang dijalankan
semata-mata untuk kepentingan rakyat, sehingga sistem
pemerintahan dalam negara tersebut berasal dari rakyat,
dijalankan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat (from the
people, by the people, to the people).44
Bonger dalam bukunya mengemukakan adanya dua pengertian demokrasi,
yaitu 45
:
43
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 8.
44 Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Op.Cit., h. 2.
45 Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara,
Op.Cit., h. 27- 34.
22
a. Sudut formeel daripada demokrasi
Bersumber pada kemerdekaan dan persamaan sehingga
dalam prosesnya yang dilaksanakan adalah demokrasi di
bidang politik.
b. Sudut materiil daripada demokrasi
a) Didasarkan pertama-tama pada kemerdekaan;
b) Didasarkan pertama-tama kepada kemajuan di bidang
sosial dan ekonomi;
c) Demokrasi yang berdasar atas kedua hal di atas
bersama-sama secara simultan.
Pernyataan resmi mengenai demokrasi pernah dikemukakan oleh HOS
Tjokroaminoto bahwa demokrasi yang ia inginkan adalah demokrasi dalam
rangka pluralisme yang harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi
peranan rakyat untuk menentukan jalannya negara.46
Pendapat selanjutnya
mengenai demokrasi, dikemukakan oleh Ismail Suny bahwa: “demokrasi berakar
pada teori kedaulatan rakyat yang dapat dirumuskan sebagai wewenang tertinggi
yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara adalah
rakyat.”47
Sejalan dengan pendapat-pendapat sebelumnya mengenai demokrasi,
Jimly Asshiddiqie memberikan pengertian demokrasi yang lebih partisipatif
bahwa “demokrasi sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk, dan bersama
rakyat.”48
Pendapat Jimly Asshiddiqie di atas didasari oleh ide bahwa untuk
kemanfaatan rakyat sesungguhnya segala kegiatan negara harus ditujukan bagi
46
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 34, dikutip dari
Arief, Bentuk Negara dan Pemerataan Hasil-Hasil Pembangunan, dalam Prisma No 7 Tahun
1982, h. 4.
47 Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Penerbit Gramata
Publishing, Bekasi, 2014, h. 15, dikutip dari Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila,
Aksara Baru, Jakarta, 1984, h. 7.
48 Jilmy Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 293.
Arti dari demokrasi yang lebih partisipatif bahwa kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari
rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberikan arah serta yang
sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Keseluruhan sistem penyelenggaraan itu
pada dasarnya diperuntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik diidealkan
pula agar diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan masyarakat
dalam arti yang seluas-luasnya.
23
rakyat.49
Keempat unsur yang terdapat dalam demokrasi itulah yang tercakup
dalam pengertian kedaulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan tertinggi ada ditangan
rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat sendiri, serta dengan terus
membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin peran serta rakyat dalam
penyelenggarakan negara.50
Dengan demikian konsep demokrasi merujuk pada
pemerintahan suatu negara merupakan pemerintahan oleh rakyat.51
Demokrasi
menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan
prinsip kedaulatan rakyat.52
Pada masa kemerdekaan Indonesia istilah yang
dipakai untuk menyebut demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Atas dasar sejarah
kemerdekaan itulah sumber kekuasaan pemerintah adalah rakyat dengan
kedaulatannya. Inilah akar teori kedaulatan rakyat yang kemudian disebut
demokrasi.53
Demokrasi sering diidentikkan dengan ajaran kedaulatan rakyat.
Keidentikan tersebut mengerucut pada satu pengertian bahwa kekuasaan tertinggi
berada ditangan rakyat. Dalam suatu negara yang menganut asas demokrasi,
wewenang tertinggi berasal dari rakyat bukan berasal dari penguasa yang otoriter.
49
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, h, 118.
50 Jilmy Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 294.
51 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Op.Cit., h. 120.
Pemerintahan oleh rakyat dalam suatu negara mengandung arti bahwa rakyat berdaulat baik dalam
perencanaan, penetapan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan
produk hukum yang mengatur proses pengambilan keputusan dalam dinamika penyelenggaraan
negara dan pemerintahan yang berkaitan dengan nasib dan masa depan mereka sendiri sebagai
rakyat negara yang bersangkutan.
52 Ibid., h. 200.
53 Ibid., h. 96. Dengan teori kedaulatan rakyat ini, dasar kekuasaan negara itu bukan lagi
vox dei (suara Tuhan), tetapi vox populi (suara rakyat). Inilah dasar legitimasi baru (menggantikan
teori kedaulatan Tuhan) bagi kekuasaan pemerintah.
24
Negara hanya menempati posisi sebagai penampung aspirasi rakyat sehingga
rakyat dapat ikut serta dalam pemerintahan kedepannya.
UUD NRI 1945 tidak pernah menggunakan kata demokrasi dalam pasal-
pasalnya tetapi UUD NRI 1945 menggunakan kata kedaulatan rakyat sebagai
penyebutan lain demokrasi dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945. Asas
demokrasi sebagai asas hukum sering disebut sebagai kedaulatan rakyat. Asas
kedaulatan rakyat, yaitu rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
pemerintahan negara, rakyat yang menentukan kehendak negara, rakyat yang akan
menentukan apa yang akan diperbuatnya dan rakyat yang akan menentukan pula
bagaimana cara berbuatnya.54
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dalam asas
kedaulatan rakyat terkandung makna bahwa rakyat memegang kekuasaan tertinggi
atas berjalannya negaranya sendiri. Kedaulatan rakyat apabila diartikan secara
sederhana adalah rakyat yang menjadi sumber kekuasaan tertinggi negara.
Menurut Jean Jacques Rosseau:
Manusia itu berdaulat penuh atas dirinya, ia memiliki hak-hak
yang lahir dari dan atas dirinya sendiri. Kedaulatan orang yang
satu tidak kurang tetapi juga tidak lebih dari yang lain. Dalam
situasi yang seperti itu tidak akan mungkin ada kemajuan. Maka
manusia itu serentak bersama-sama menyerahkan kedaulatan
masing-masing kepada masyarakat, lalu pelaksanaan perintah-
perintah ialah negara dan pemerintahan. Penyerahan itu disertai
dengan satu syarat: ia harus turut serta untuk menyusun
kemauan umum, volonte generale, yang akan dijadikan
kemauan negara.55
Dengan demikian maka rakyat secara sukarela mau menyerahkan
keinginannya kepada suatu organisasi yaitu negara untuk selanjutnya menjalankan
54
Joeniarto, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, Penerbit PT Bina Aksara,
Jakarta, 1982, h. 17.
55 M. Hutauruk, Asas-Asas Ilmu Negara, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1978, h. 25.
25
kekuasaaan berdasarkan rakyat. Pengertian ajaran kedaulatan oleh Imanuel Kant
yang menyatakan bahwa:
Tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan
menjamin kebebasan para warganya. Dalam pengertian bahwa
kebebasan di sini adalah kebebasan dalam batas-batas
perundang-undangan, sedangkan undang-undang yang di sini
yang berhak membuat adalah rakyat sendiri. Maka undang-
undang itu merupakan penjelmaan dari pada kemauan atau
kehendak rakyat. Jadi, rakyatlah yang mewakili kekuasaan
tertinggi atau kedaulatan.56
Namun kedaulatan tidak serta-merta dapat dilakukan oleh rakyat dalam
menentukan keputusan. Keputusan rakyat yang akan menjadi pedoman
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan harus dibentuk sesuai dengan
prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan konstitusi. Selanjutnya Bagir Manan
mengemukakan arti kedaulatan rakyat sebagai berikut:
Kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan untuk mengatur
pemerintahan negara ada pada rakyat. Rakyat yang berdaulat,
berkuasa untuk menentukan cara bagaimana ia harus diperintah.
Tetapi putusan rakyat yang menjadi peraturan pemerintah bagi
semua orang, ialah keputusan yang ditetapkan dengan cara
mufakat dalam suatu perundingan yang teratur bentuk dan
jalannya. Bukan keputusan yang sekonyong-konyong diambil
dengan cara yang tersendiri saja, dengan menyerukan bersama-
sama “mufakat”. Di sini tidak ada permusyawaratan terlebih
dahulu, sebab itu bukanlah keputusan menurut kedaulatan
rakyat.57
Dalam kaitannya dengan negara Indonesia, bahwa negara Indonesia
berdasarkan asas demokrasi. Dalam sistem konstitusional berdasarkan Undang-
Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan
56
Soehino, Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2001, h. 161.
57 Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Op.Cit., h. 15,
dikutip dari Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Perumusan dan Undang-
Undang Pelaksananya), Unsika, Karawang, 1993, h. 47-48.
26
menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi
(constitutional democracy).58
UUD NRI 1945 tidak berbicara tentang demokrasi
tetapi menyebut asas demokrasi adalah kedaulatan rakyat yang berposisi sebagai
asas hukum. Konstitusi Indonesia merupakan landasan bagi pemerintah dalam
menyelenggarakan negara atas kehendak rakyat. Indonesia dalah negara
demokratis tertuang dalam konstitusi Pasal 1 Ayat (2) “kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”59
, ketentuan
ini memberikan penegasan bahwa MPR tidak mempunyai kewenangan untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden. MPR tidak dapat secara serta-merta
memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya yang
dianggap melakukan pelanggaran hukum dan penghianatan terhadap negara.
Kemudian bukti negara Indonesia menganut asas demokrasi diturunkan
dalam ketentuan-ketentuan lain yang mencerminkan demokrasi pada beberapa
Pasal dalam konstitusi. Antara lain yang mencerminkan bahwa negara Indonesia
adalah demokrasi yaitu perubahan pemilihan Presiden yang semula dipilih oleh
MPR menjadi Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Ketentuan pemilihan Presiden secara langsung termuat dalam pasal 6A Ayat (1)
UUD NRI 1945 “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.”60
Pemilihan Presiden secara langsung ini
58
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Op.Cit., h. 58.
59 Amandemen ketiga UUD NRI 1945 Pasal 1 Ayat (2).
60 Amandemen ketiga UUD NRI 1945 Pasal 6A Ayat (1).
27
dijustifikasi oleh asas demokrasi.61
Bukti lain yang menguatkan bahwa Indonesia
adalah negara demokrasi adalah dimuatnya pengakuan dan penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia dalam konstitusi, salah satunya adalah pengakuan
hak politik setiap warga negara dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI 1945 “setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat."62
Dalam rangka membatasi kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia, konstitusi telah memberikan ketentuan mengenai batasan waktu
mereka menjabat dan batasan periode masa kepemimpinan. Batasan tersebut
termuat dalam konstitusi Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang
jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam masa
jabatan yang sama, hanya untuk satu kali mas jabatan.”63
Penegasan tentang
pembatasan masa jabatan Presiden ini ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan
kekuasaan sekaligus menutup peluang Presiden dapat menjabat tanpa batas waktu
seperti pada rezim Orde Baru.64
Termuatnya berbagai ketentuan dalam UUD NRI
1945 tersebut dijustifikasikan oleh salah satu asas utama dalam UUD NRI 1945
yaitu demokrasi (Pasal 1 UUD NRI 1945).65
61
Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Op.Cit., h. 33. Pemilihan
secara langsung ini sangat tepat sebagai wadah terhadap hak-hak rakyat untuk berpartisipasi secara
aktif dalam pemerintahan.
62 Amandemen kedua Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI 1945.
63 Amandemen pertama Pasal 7 UUD NRI 1945.
64 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sitem Hukum Indonesia, Op.Cit., h. 32.
65 Ibid.
28
Berdasarkan pendapat di atas mengenai arti kedaulatan rakyat maka dapat
disimpulkan bahwa kedaulatan rakyat adalah demokrasi. Kesimpulan tersebut
diperkuat oleh Sodikin bahwa: “bahwa dapat juga dikatakan bahwa ajaran
kedaulatan rakyat memperoleh bentuk yang lebih konkret ke dalam apa yang
disebut dengan demokrasi.”66
Kedaulatan di sini oleh para ahli sering diartikan
dengan kekuasaan. Jadi dengan demikian dominasi kekuasaan berada di tangan
rakyat.67
Rumusan kedaulatan berada di tangan rakyat di dalam Undang-Undang
Dasar 1945 ”menunjukkan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
kedudukan rakyatlah yang paling menonjol dan paling sentral.”68
C. Perlindungan Minoritas sebagai Salah Satu Unsur dari Asas
Demokrasi
Pemerintahan oleh mayoritas merupakan konsekuensi logis dari dianutnya
asas demokrasi dalam suatu negara. Pemerintahan mayoritas tersebut mempunyai
legitimasi keberadaannya ketika didasarkan pada kedaulatan rakyat seperti yang
tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945. Kedaulatan rakyat mengandung
arti bahwa kehendak rakyat dalam negara demokrasi akan sahih apabila
dijalankan oleh mayoritas. Prinsip mayoritas didasari dengan prinsip penentuan
66
Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Op.Cit., h. 18.
67 Harris Soche, Supremasi Hukum dan Prinsip Demokrasi di Indonesia, Op.Cit., h. 20,
dari Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pncasila, Aksara Baru, Jakarta, 1978, h. 15.
68 Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Op.Cit., h. 33,
dikutip dari Dahlan Thalib, Konsepsi Kedaulatan Rakyat Menurut Undang-Undang Dasar 1945
dan Implementasinya Dalam Praktek Ketatanegaraan (Studi Tentang MPR Sebagai Pelaku
Kedaulatan Rakyat Sepenuhnya), Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, h. 293-294.
29
kehendak sendiri69
; artinya, setiap keputusan yang diambil kelompok mayoritas
akan berkekuatan mengikat apabila keputusan tersebut disetujui oleh semua
elemen. Keputusan yang ditentukan oleh mayoritas tersebut berimplikasi pada
keharusan persetujuan semua elemen pembuat keputusan apabila keputusan
tersebut akan diubah.70
Prinsip mayoritas yang sejalan dengan prinsip penentuan kehendak sendiri
perlu mendapatkan batasan agar tidak menjadi dominasi mayoritas absolut.71
Pembatasan tersebut dijamin oleh kemerdekaan individu72
bahwa perubahan
terhadap setiap keputusan tidak serta-merta dapat dirubah tetapi memerlukan
persetujuan oleh sebagian besar individu. Menurut prinsip mayoritas, jumlah
individu yang menyetujuinya selalu lebih besar dari jumlah individu yang tidak
menyetujuinya, baik sebagian ataupun seluruhnya, akan tetapi mereka yang tidak
menyetujuinya akan tetap terikat oleh keputusan tersebut.73
Ide yang melandasi
prinsip mayoritas adalah ”keputusan yang ditetapkan harus selaras dengan dari
para subyek sebanyak-banyaknya, dan tidak selaras dengan kehendak para subyek
69
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Loc.Cit. Penentuan
kehendak sendiri menuntut bahwa tatanan sosial harus dibuat dengan keputusan bulat dari semua
subyeknya dan bahwa keputusan itu harus tetap mengikat hanya sepanjang keputusan tersebut
mendapat persetujuan dari semua subyeknya.
70 Ibid.
71 Ibid., h. 407. Prinsip mayoritas tidak sama dengan keabsolutan mayoritas terhadap
minoritas. Dengan demikian untuk batas tertentu dimungkinkan mencegah isi keputusan yang
dibuat oleh mayoritas tidak bertentangan mutlak dengan kepentingan minoritas.
72 Ibid., h. 405.
73 Ibid. Ketika jumlah mereka yang tidak menyetujui keputusan tersebut lebih besar dari
yang menyetujuinya, maka dimungkinkan perubahan kembali keputusan tersebut di mana
keputusan tersebut nantinya akan selaras dengan kehendak yang lebih besar jumlahnya daripada
yang kehendaknya tidak selaras dengan keputusan.
30
dalam jumlah sekecil-kecilnya.”74
Apabila suatu keputusan tidak dapat diubah
oleh kehendak mayoritas tetapi hanya oleh kehendak seluruhnya, atau kehendak
dari mayoritas bersyarat maka sekelompok kecil orang saja dapat mencegah
terjadinya perubahan tatanan sosial. Dengan demikian tatanan sosial tersebut
dapat menjadi tidak selaras dengan kehendak dari sejumlah subyek yang mungkin
lebih besar dari jumlah subyek yang kehendaknya selaras dengan tatanan sosial
tersebut.75
Prinsip mayoritas sangat erat hubungannya dengan ide-ide kebebasan dan
persamaan. Derajat kebebasan seseorang dapat dilihat dari seberapa jauh
perlakuan negara terhadap persamaan hak-hak minoritas dengan mayoritas. Setiap
individu pada dasarnya mempunyai nilai politik yang sama dan setiap orang
mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan; artinya setiap orang dapat
menuntut agar kehendak mayoritas selaras dengan kehendaknya.76
Prinsip
mayoritas tidak sama dengan dominasi absolut mayoritas atau kediktatoran
mayoritas atas minoritas.77
Keterlibatan minoritas menentukan tata hukum
penting, namun pada akhirnya isi dari keputusan tersebut ditentukan oleh
kehendak mayoritas.78
Keterlibatan minoritas dalam pembentukan maupun
perubahan sebuah keputusan merupakan konsekuensi dari prinsip mayoritas.
74
Ibid., h. 406.
75 Ibid.
76 Ibid.
77 Ibid., h. 407.
78 Ibid. Walaupun penentuan isi dari keputusan tersebut ditentukan oleh kehendak
minoritas, namun tetap harus dilandasi oleh ide kebebasan dan persamaan sebagai batasan prinsip
mayoritas.
31
Namun pada akhirnya keterlibatan tersebut diputuskan oleh mayoritas.79
Keterlibatan minoritas dalam pembentukan sebuah keputusan memunculkan suatu
proses kompromi80
antara mayoritas dan minoritas sehingga kepentingan mereka
dapat disatukan menjadi sebuah keputusan yang adil.
Kompromi merupakan suatu bentuk yang ideal dari perlindungan terhadap
hak-hak minoritas yang biasanya tersingkirkan oleh kelompok mayoritas yang
memerintah. Namun persoalan lain yang sangat krusial adalah masalah persamaan
dalam hukum dan pemerintahan dari setiap warga negara yaitu kaitannya dengan
hak-hak minoritas yang selalu kalah oleh prinsip mayoritas. Menurut ajaran
demokrasi, “golongan minoritas ini tetap mempunyai hak sesuai kedudukannya
sebagai minoritas, sementara yang memerintah adalah pihak mayoritas dengan
atau tanpa mengikutsertakan pihak minoritas.”81
Demokrasi yang ideal adalah
demokrasi yang memberikan perlindungan terhadap minoritas; artinya,
keikutsertaan dan tindakan minoritas dalam pemerintahan akan sahih apabila hak-
hak minoritasnya dalam politik maupun non politik diakui dan dilindungi oleh
negara. Perlindungan terhadap hak-hak minoritas menjadi pedoman bagi
pemerintahan mayoritas untuk menyelenggarakan negara berdasarkan asas
demokrasi. Perlindungan minoritas tersebut sering disebut dengan konsep
79
Ibid. Keterlibatan tersebut ditujukan untuk mengurangi kemungkinan keputusan yang
dibuat oleh mayoritas dipengaruhi oleh kehendak minoritas. Keterlibatan minotitas dalam
pembentukan keputusan ditujukan juga untuk mencegah terjadinya kediktatoran mayoritas atas
minoritas.
80 Ibid., h. 408. Kompromi berarti penyelesaian suatu konflik melalui suatu norma yang
tidak seluruhnya sesuai dengan kepentingan-kepentingan dari salah satu pihak, tidak juga
seluruhnya bertentangan dengan kepentingan-kepentingan pihak lain. Metode kompromi ini
merupakan suatu pendekatan ke arah penentuan kehendak sendiri secara sempurna.
81 Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, Op.Cit., h. 51.
32
“pemerintahan oleh mayoritas dengan mempertahankan hak dari minoritas
(majority rule, minority rights).”82
Perlindungan minoritas dalam sebuah negara demokrasi menjadi aspek
yang paling penting. Perlindungan minoritas dalam negara demokrasi dapat dilihat
pada catatan kaki yang terkenal di Amerika serikat dalam kasus United States v.
Carolene Products Co., yang diputuskan pada tahun 1938. Pada kasus ini terdapat
hubungan dengan perlindungan minoritas yang menyebutkan bahwa kepentingan
setiap individu adalah esensial83
; artinya kepentingan setiap individu ini dalam
negara demokrasi dianggap setara sehingga dengan adanya kesetaraan
kepentingan maka mayoritas tidak dapat melakukan tirani terhadap minoritas.
Demi mengatasi kesewenang-wenangan mayoritas terhadap minoritas, maka perlu
adanya mekanisme kerjasama84
antara mayoritas dengan minoritas. Pemerintahan
mayoritas agar tidak menjadi mayoritas absolut perlu dilakukan pemisahan
kepentingannya dari kepentingan-kepentingan mayoritas, namun di sisi lain ia
juga tidak memisahkan koalisi mayoritas dari beragam minoritas.85
Mengenai
perlindungan yang sama diantara warga negara, Mahkamah Agung Amerika
Serikat dalam membuat peraturan pada kondisi tertentu harus melindungi
kepentingan minoritas yang tidak memiliki suara kemudian melalui konstitusi
82
Ibid.
83 John Hart Elly, Democracy and Distrust: A Theory of Judicial Review, Harvard
University Press, Cambridge-Massachusetts, 1980, h. 79. Kepentingan setiap individu harus
menjadi suatu unsur yang harus dipatuhi dalam proses legislasi sebab legislasi yang
memperhatikan kepentingan setiap individu akan menghasilkan peraturan yang tidak saja
menguntungkan mayoritas tetapi di sisi lain melindungi kepentingan minoritas.
84 Ibid., h. 81. Kerjasama antara mayoritas dan minoritas akan membantu proses
demokrasi manakala pemerintahan yang dijalankan oleh mayoritas menjaga kepentingan rakyat
secara keseluruhan sehingga menciptakan kepercayaan antara kedua kelompok tersebut.
85 Ibid., h. 82.
33
kepentingan mereka dititipkan kepada kelompok-kelompok yang memiliki
kekuasaan politik sehingga kelompok-kelompok tersebut diharapkan dapat
menjamin kepentingan minoritas.86
Pemerintahan yang dijalankan oleh mayoritas harus memberikan ruang
kepada setiap warga negara termasuk di dalamnya kelompok minoritas untuk
diadakannya diskusi terbuka dan informasi yang penuh tentang isu-isu politik
yang bertujuan untuk memastikan dan mengecek proses pemerintahan yang
dilakukan oleh mayoritas bekerja sesuai dengan cita-cita demokrasi yaitu
perlindungan minoritas.87
Perlindungan yang sama terhadap setiap warga negara
ditegaskan melalui Amandemen ke-4 konstitusi Amerika Serikat yang
memfokuskan untuk menghindari perlakuan yang tidak adil.88
Perlakuan yang
tidak adil ini biasanya dialami oleh kelompok minoritas yang tidak memiliki
kekuatan politik di pemerintahan sehingga memungkinkan terjadinya tirani oleh
mayoritas. Mayoritas yang tirani akan mengganggu kebebasan kelompok
minoritas untuk berpartisipasi dalam menjalankan roda pemerintahan, kondisi
yang seperti ini memungkinkan mengesampingkan kepentingan minoritas yang
sepatutnya menjadi perhatian pemerintahan mayoritas. Untuk menjamin kebijakan
yang dibuat pemerintah selaras dengan kehendak minoritas maka diperlukan
86
Ibid., h. 84. Penitipan kepentingan-kepentingan minoritas kepada kelompok-
kelompok yang memiliki kekuasaan politik dilakukan melalui mekanisme kontrak politik.
87 Ibid., h. 94. Perlindungan minoritas perlu dikuatkan agar menjamin kebebasan
berekspresi, kebebasan berbicara, dan berorganisasi sekaligus menjadi jembatan bagi penyaluran
hak politik setiap individu untuk memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan. Kedudukan
yang sama setiap individu berakibat pada keharusan bagi pemerintah untuk memerintah dengan
mempertimbangkan kehendak dari minoritas.
88 Ibid., h. 97.
34
keputusan yang bersifat terbuka89
bagi seluruh warga negara. Selain harus bersifat
terbuka, keputusan yang dibuat oleh pemerintah harus berpegang pada
kepentingan semua elemen masyarakat.90
Perlindungan pada kelompok minoritas
yang tergolong kecil seperti misalnya Amish, hari ketujuh kaum Adven, dan
kesaksian Jehovahs.
89
Ibid., h. 100. Keputusan yang bersifat terbuka menjadi konsekuensi logis dari
dianutnya asas demokrasi. Keputusan yang bersifat terbuka akan mengurangi tingkat kecurigaan
masyarakat kepada pemerintah terhadap kebijakan yang ditetapkan.
90 Ibid.