29
BAB II
ANALISIS DATA
Dalam bab II ini akan dibahas tiga hal yaitu (1) bentuk alih kode dan
campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel, (2)
fungsi alih kode dan campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja
Kristen Jawa Ampel, dan (3) faktor yang menyebabkan alih kode dan campur
kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel.
A. Bentuk Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa Jawa di
Gereja Kristen Jawa Ampel
1. Bentuk Alih Kode
Bentuk alih kode khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel
ada dua macam yaitu (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, (2) alih
kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Berikut ini adalah bentuk penggunaan
alih kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel
a. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa
Data 5
Karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada ngaruhnya terhadap
hidup kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk hidup kita hari ini.
Ternyata kita sudah berkelimpahan hari ini. Ning benten, menawi kita badhe
maringaken pisungsung menika artanipun kita jereng rumiyin, “iki karek semene
wah”.
„karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada ngaruhnya terhadap hidup
kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk hidup kita hari ini. Ternyata kita
sudah berkelimpahan hari ini.Tapi beda, apabila kita mau memberikan
persembahan itu uangnya kita bentangkan dulu, “ini tinggal segini wah”.‟
(BK/08/11/15)
30
Data tersebut merupakan peristiwa tutur yang berlatar di GKJ Ampel
dengan suasana yang tenang. Waktu terjadinya adalah minggu, 8 November 2015
pada pukul 08.20 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas dalam
kegiatan keagamaan hari itu. Pendengar adalah semua jemaat yang hadir dalam
ibadah pagi itu. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan sebuah ilustrasi yang
disampaikan penutur mengenai nominal uang persembahan serta pengaruhnya
terhadap kehidupan.
Pada tuturan tersebut terdapat alih kode intern, yang pada awalnya penutur
berbahasa Indonesia „karena itu ternyata memang uang dua ribu tidak ada
ngaruhnya terhadap hidup kita kok. Enam ribu tidak ada ngaruhnya untuk
hidup kita hari ini. Ternyata kita sudah berkelimpahan hari ini‟, kemudian
beralih kode dalam bahasa Jawa „ning benten, menawi kita badhe maringaken
pisungsung menika artanipun kita jereng rumiyin, “iki karek semene wah”‟
yang menyebabkan adanya fungsi baru.
Fungsi dari alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih komunikatif.
Penutur memberikan ilustrasi tentang bentuk uang dan kemudian menyatakan
bahwa uang yang dicontohkannya tadi jumlahnya hanya sedikit.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah pokok
pembicaraan. Ketika itu penutur sedang fokus membahas tentang materi
khotbahnya yang menyangkut tentang masalah keuangan. Pada ilustrasi tuturan
tersebut penutur menjelaskan bahwa uang yang dimilikinya hanya tinggal sedikit,
bahkan untuk menggunakan uang itu saja masih enggan dan memeriksa dulu uang
tersebut dengan cara membentangkannya.
31
Data 6
Palu menghancurkan kaca tapi palu membentuk baja. Kaca manika kalawau
menawi kenging palu menika gampil pecah, ambyar.
„palu menghancurkan kaca tapi palu membentuk baja. Kaca itu tadi jika kena
palu itu mudah pecah, berserakan‟
(PJ/13/12/15)
Tempat terjadiya tuturan di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari minggu, 13 Desember 2015 pada pukul 08.25 WIB.
Yang mendengarkan tuturan adalah jemaat yang hadir saat itu. Tujuan dari tuturan
adalah memberikan gambaran mengenai kaca, palu, dan baja. Penutur merupakan
pendeta di GKJ Ampel yang bertugas hari itu, jemaat sendiri yang duduk diam
mendengarkan apa yang disampaikan pada saat kegiatan keagamaan.
Dari data tersebut dapat ditemukan alih kode intern dari bahasa Indonesia
ke dalam bahasa Jawa. Awalnya penutur menggunakan kalimat „palu
menghancurkan kaca tapi palu membentuk baja‟, namun kemudian beralih ke
kalimat „kaca manika kalawau menawi kenging palu menika gampil pecah,
ambyar‟. Di sini terlihat jelas perbedaan bahasa yang digunakan penutur sehingga
menimbulkan fungsi baru.
Tujuan dari dilakukannya alih kode oleh penutur adalah mempertegas
pembicaraan. Penutur menjelaskan dengan singkat dan sangat jelas bahwa palu
yang dipukulkan ke kaca akan menghancurkan kaca. Kemudian penutur
mengulangi lagi pernyataannya hanya ke obyek kaca.
Faktor yang menyebabkan alih kode di atas adalah pokok pembicaraan.
Ketika penutur berbicara mengenai palu yang mengenai kaca dan baja dalam
32
bahasa Indonesia dan kemudian menjelaskan dalam bahasa Jawa bahwa palu yang
mengenai kaca akan menyebabkan kaca menjadi hancur berantakan. Tetapi palu
yang mengenai baja akan membentuk baja menjdai bentuk yang berbeda.
Data 7
Apakah dia ini mempunyai kapasitas? Apakah punya kemampuan lebih? Supaya menika ndadosaken padamelan samangke menika saged tuntas, rampung
kanthi prayogi.
„apakah dia ini mempunyai kapasitas? Apakah punya kemampuan lebih? Supaya
itu menjadikan pekerjaan sekarang itu bisa tuntas, selesai dengan baik‟
(BK/31/01/16)
Tuturan tersebut terjadi di GKJ Ampel pada hari minggu, 31 Januari 2016
pukul 08.00 WIB. Penutur yang seorang pengkhotbah mendapat tugas hari itu
didengarkan oleh jemaat yang berkumpul di ruang gereja. Situasi ketika terjadi
tuturan cukup tenang karena semua yang mendengarkan fokus kepada penutur
yang berbicara dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah melakukan
segala sesuatu dengan baik sesuai dengan kemampuan agar semua pekerjaan yang
mereka lakukan dapat selesai dengan baik.
Alih kode yang terdapat pada tuturan tersebut merupakan alih kode intern.
Penutur yang tadinya bertanya kepada pendengar dengan menggunakan bahasa
Indonesia „apakah dia ini mempunyai kapasitas? Apakah punya kemampuan
lebih?‟ dan kemudian langsung beralih ke bahasa Jawa „supaya menika
ndadosaken padamelan samangke menika saged tuntas, rampung kanthi
prayogi‟ yang mana peralihann kode ini menimbulkan fungsi baru.
33
Fungsi dilakukannya alih kode pada tuturan ini adalah lebih argumentatif.
Penutur memberikan argumen agar pendengar melakukan segala sesuatu
pekerjaan diukur dari kemampuannya masing-masing agar semuanya berhasil
dengan baik.
Lawan tutur menjadi faktor yang menyebabkan peristiwa alih kode pada
tuturan tersebut. Pendengar yang kebanyakan adalah orang Jawa akan merasa
lebih mengerti dan lebih menuntut agar penutur menggunakan bahasa Jawa karena
memang gereja tempat ibadah berbasis Jawa dan memang waktu itu ibadah
menggunakan bahasa Jawa, bukan bahasa Indonesia. Tetapi pada saat itu penutur
melakukan alih kode ke bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan bahasa
awalnya bahasa Jawa.
b. Alih Kode dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia
Data 8
Ning benten menawi kita ngedalaken arta kalihewu menika ndadak nganggo mikir
“ngko tak nggo rono ki kira-kira isih cukup ora?” Untuk hari ini minimal,
katakanlah dua kantong, kalau dua ribu berarti enam ribu harus kita
keluarkan. Tetapi kalau kita mengeluarkan enam ribu, ternyata tidak ada
pergumulan, berarti sebenarnya kita ini bukan seperti randha miskin tadi kok,
njih ta?
„tapi beda jika kita mengeluarkan uang dua ribu itu harus berpikiran “nanti saya
buat kesana kira-kira masih cukup tidak?” Untuk hari ini minimal, katakanlah dua
kantong, kalau dua ribu berarti enam ribu harus kita keluarkan. Tetapi kalau kita
mengeluarkan enam ribu, ternyata tidak ada pergumulan, berarti sebenarnya kita
ini bukan seperti janda miskin tadi kok, ya kan?‟
(BK/08/11/15)
Peristiwa tutur pada data tersebut terjadi di GKJ Ampel kabupaten
Boyolali. Waktu terjadinya adalah hari minggu tanggal 8 November 2015 pada
pukul 08.20 WIB. Yang menjadi pendengar tuturan tersebut ialah jemaat GKJ
34
Ampel yang pagi itu datang beribadah. Tujuan dari tuturan tersebut menjelaskan
kondisi keuangan mereka semua yang ada di tempat itu. Penutur adalah
pengkhotbah yang menyampaikan materi pada saat kegiatan keagamaan
Data di atas merupakan bentuk alih kode yang pada awalnya penutur
mengucapkan tuturan dalam bahasa Jawa „ning benten menawi kita ngedalaken
arta kalihewu menika ndadak nganggo mikir “ngko tak nggo rono ki kira-kira
isih cukup ora?”.‟ Kemudian beralih bertanya ke dalam bahasa Indonesia „untuk
hari ini minimal, katakanlah dua kantong, kalau dua ribu berarti enam ribu
harus kita keluarkan. Tetapi kalau kita mengeluarkan enam ribu, ternyata
tidak ada pergumulan, berarti sebenarnya kita ini bukan seperti janda
miskin tadi kok, ya kan?‟, peralihan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia ini
menyebabkan adanya fungsi baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Alih kode ini memiliki fungsi yaitu lebih komunikatif, dimana penutur
menjelaskan jumlah uang yang ada dalam hitungannya, dan pengelolaan uang
tersebut juga dijelaskan oleh penutur. Setelah itu penutur baru menjelaskan
bagaimana keadaan pemegang uang tersebut secara baik berbeda dengan sosok
janda yang diilustrasikan penutur dalam tuturannya.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah bergengsi.
Penutur menjelaskan keadaan ketika memiliki sedikit uang dengan bahasa Jawa.
Sebenarnya akan lebih mudah jika penutur tetap menggunakan bahasa Jawa,
tetapi penutur lebih cenderung menjelaskan nominal uang dan kondisi selanjutnya
setelah uang tersebut digunakan. Kalimat yang digunakan penuturun cenderung
35
kurang teratur. Hal lain yang menunjukkan bahwa penutur sedang bergengsi
adalah pada akhir peralihan kode kembali menggunakan bahasa Jawa.
Data 9
Wedi nak ora berhasil, lajeng undhuhipun menolak pekerjaan. Lajeng ugi merasa
tidak mampu, tidak mempunyai kompetensi di bidangnya. Tidak mempunyai
kapasitas untuk melaksanakan tugas itu.
„takut kalau tidak berhasil, lalu akhirnya menolak pekerjaan. Lalu juga merasa
tidak mampu, tidak mempunyai kompetensi di bidangnya. Tidak mempunyai
kapasitas untuk melaksanakan tugas itu‟
(BK/31/01/16)
Tempat terjadinya tuturan di atas adalah GKJ Ampel. Waktu terdajinya
tuturan hari minggu, tanggal 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Tujuan dari
tuturan tersebut adalah menjelaskan kepada pendengar suatu kondisi pesimis yang
sedang dialami. Penutur merupakan seorang pengkhotbah dalam kegiatan
keagamaan dan sedang didengarkan oleh warga jemaat yang hadir beribadah pada
hari itu.
Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Tuturan
sebelumnya „wedi nak ora berhasil, lajeng undhuhipun menolak pekerjaan‟,
tetapi pada kalimat berikutnya „merasa tidak mampu, tidak mempunyai
kompetensi di bidangnya. Tidak mempunyai kapasitas untuk melaksanakan
tugas itu‟ sudah beralih kode penuh ke bahasa Indonesia sehingga menimbulkan
fungsi baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih komunikatif.
Dengan dialihkan ke bahasa Indonesia maka penutur akan lebih lancar
berkomunikasi searah dengan pendengar.
36
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dalam tuturan ini adalah
penutur itu sendiri. Penutur secara sadar melakukan peralihan bahasa, penutur
akan lebih lancar berbicara karena pada tuturannya terdapat beberapa kata yang
tidak ada padanan katanya dalam bahasa Jawa. Sehingga akan lebih mudah jika
penutur secara sadar beralih kode ke bahasa Indonesia.
Data 10
Lajeng menawi sampun sepuh “piye ta dhik wis ra isa apa-apa, caturan we wis
ora cetha ting plethot”, dan seterusnya. Inilah alasan-alasan yang diutarakan.
Saat kita menerima panggilan, saat kita menerima kewajiban, saat kita
menerima pekerjaan dan seterusnya.
„lalu jika sudah tua “bagaimana ini nak sudah tidak bisa apa-apa,berbicara saja
sudah tidak jelas”, dan seterusnya. Inilah alasan-alasan yang diutarakan. Saat kita
menerima panggilan, saat kita menerima kewajiban, saat kita menerima pekerjaan
dan seterusnya‟
(BK/31/01/16)
Peristiwa tutur pada data di atas terjadi di GKJ Ampel. Waktu terjadinya
adalah minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Komunikasi terjadi antara
penutur yang merupakan pengkhotbah dan pendengar yaitu jemaat GKJ Ampel.
Pendengar dalam kegiatan keagamaan ini mendengarkan dengan santai namun
fokus memperhatikan penutur yang melakukan khotbah di atas mimbar. Tujuan
dari tuturan di atas adalah mengemukakan bentuk alasan ketika diberikan salah
satu kewajiban.
Alih kode pada tuturan tersebut terjadi dari bahasa Jawa lalu beralih ke
bahasa Indonesia. Pada awalnya penutur berbicara dengan bahasa Jawa „Lajeng
menawi sampun sepuh “piye ta dhik wis ra isa apa-apa, caturan we wis ora
cetha ting plethot”‟, baru kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia
37
„inilah alasan-alasan yang diutarakan. Saat kita menerima panggilan, saat
kita menerima kewajiban, saat kita menerima pekerjaan dan seterusnya‟.
Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi dari dilakukiannya alih kode oleh penutur itu sendiri adalah
mempertegas pembicaraan. Penutur menjelaskan dalam kalimat itu bahwa
pernyataan yang dikatakan penutur sebelumnya hanyalah sebuah alasan, hal ini
dipertegas oleh perkataan penutur pada kalimat berikutnya.
Faktor yang menyebabkan alih kode adalah penutur itu sendiri. Kalimat
berikutnya bisa saja diungkapkan tanpa harus menggunakan bahasa Indonesia.
Namun mungkin saja penutur merasa lebih mudah mengungkapkan dengan
bahasa Indonesia sehingga di sini penutur dengan sengaja melakukan alih kode.
Data 11
Menapa alesan-alesan menika pancen saestu? Pancen dipunpadosi minangka
raos mawas dhiri. Atau memang hanya sebenarnya hanya alasan saja untuk
menghindar.
„apakah alasan-alasan itu memang benar? Memang dicari dalam rangka rasa
mawas diri. Atau memang hanya sebenarnya hanya alasan saja untuk menghindar‟
(BK/31/01/16)
Data alih kode di atas terjadi di GKJ Ampel. Berlangsung pada pukul
08.00 WIB pada hari minggu, 31 Januari 2016. Tujuan dari tuturan itu adalah
menanyakan kepada pendengar tentang suatu hal yang terdapat dalam materi
khotbah penutur. Penutur adalah pengkhotbah dan pendengar adalah jemaat.
Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang dan fokus memperhatikan penutur
38
pada saat kegiatan keagamaan. Komunikasi satu arah ini mencoba untuk lebih
berkomunikasi kepada pendengar dan menanyakan sesuatu.
Alih kode data di atas terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia
ditemukan pada kalimat „atau memang hanya sebenarnya hanya alasan saja
untuk menghindar‟ yang merupakan tuturan dalam bahasa Indonesia.
Sebelumnya penutur berkata dengan menggunakan bahasa Jawa „menapa alesan-
alesan menika pancen saestu? Pancen dipunpadosi minangka raos mawas
dhiri‟. Alih kode ini termasuk alih kode intern.
Alih kode pada data tuturan di atas berfungsi lebih komunikatif. Penutur
bermaksud ingin melakukan komunikasi dua arah kepada pendengar dengan cara
bertanya, yang memang pada awalnya menggunakan bahasa Jawa, namun
kemudian Justru menggunakan bahasa Indonesia.
Faktor yang menyebabkan alih kode pada data tuturan di atas adalah
penutur. Penutur yang semula mengajak pendengar untuk berkomunikasi,
mencoba menghentikannya dengan menjawab apa yang sudah penutur tanyakan
kepada pendengar. Namun jawaban yang digunakan penutur adalah menggunakan
bahasa Indonesia.
2. Bentuk Campur Kode
Bentuk campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa yang terjadi di Gereja
Kristen Jawa Ampel kabupaten Boyolali dapat dibagi menjadi 6 bentuk yaitu, (1)
campur kode dengan penyisipan unsur-unsur yang berujud kata, (2) campur kode
dengan penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa, (3) campur kode dengan
39
penyisipan unsur-unsur yang berujud baster, (4) campur kode dengan penyisipan
unsur-unsur yang berujud pengulangan kata, (5) campur kode dengan penyisipan
unsur-unsur yang berujud ungkapan atau idiom, dan (6) campur kode dengan
penyisipan unsur-unsur yang berujud klausa. Berikut adalah bentuk penggunaan
campur kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel
kabupaten Boyolali.
a. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Kata
Data 12
Menapa fungsinipun palu menika? Mecah kaca. Nggih, menawi darurat, wonten
menapa kemawon lebetipun, palu menika dipunagem kangge mecah kaca supados
penumpang menika saged medal.
„apakah fungsinya palu itu? Memecahkan kaca. Ya, apabila darurat, ada apa saja
di dalamnya, palu itu digunakan untuk memecahkan kaca supaya penumpang itu
bisa keluar‟
(PJ/13/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 13 Desember 2015 pada pukul
08.25 WIB. Penutur adalah pendeta yang bertugas menyampaikan khotbah pada
hati itu. Yang mendengarkan tuturan adalah semua jemaat gereja tersebut yang
datang pada waktu itu. Situasi ketika terjadinya tuturan sangat hening fokus
mendengarkan penutur yang memberikan khotbah dalam kegiatan keagamaan.
Tujuan dari tuturan tersebut adalah memberikan informasi kepada pendengar
mengenai palu yang ada di dalam bus serta fungsi dari palu itu.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berupa kata dari
bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan
40
bahasa Jawa dengan ragam krama „menapa fungsinipun palu menika? Mecah
kaca. Nggih, menawi darurat, wonten menapa kemawon lebetipun, palu menika
dipunagem kangge mecah kaca supados penumpang menika saged medal‟,
namun terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata fungsi,
darurat, dan penumpang. Kata-kata bahasa Indonesia yang disisipkan ke dalam
tuturan kalimat pertama di awal, dan kalimat ketiga bagian awal dan akhir ini
tidak memiliki fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode pada tuturan yang dilakukan penutur adalah
kelancaran dan mempermudah maksud tuturan. Kata-kata dari bahasa lain yang
digunakan akan lebih cepat dengan mudah disampaikan penutur, selain itu juga
pendengar akan mudah menangkap maksud dari penutur.
Faktor yang menyebabkan penggunaan campur kode pada tuturan penutur
adalah kesengajaan. Penutur sengaja menggunakan kata-kata dari bahasa lain agar
maksud dari tuturannya lebih mudah dimengerti oleh pendengar. Kata-kata bahasa
lain yang digunakan penutur ada satu kata yang tidak ada padanan kata dalam
bahasa Jawa dan akan memperlambat penutur untuk mencari padanan kata lainnya
yaitu kata „darurat‟.
Data 13
Menika miturut caturanipun para karyawan menika ingkang paling killer ngaten
nggih.
„itu menurut ceritanya para karyawan itu yang paling ditakuti begitu ya‟
(BK/31/01/16)
41
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Peristiwa tutur itu terjadi pada hari minggu, 31 Januari 2016
pukul 08.00 WIB. Penutur adalah seorang pengkhotbah yang dijadwalkan
memberikan khotbah pada hari itu. Pendengar tuturan tersebut adalah warga
jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pada pagi hari itu. Kegiatan yang saat
terjadinya tuturan adalah keagamaan. Situasi ketika tuturan terjadi santai dan
tenang mendengarkan penutur berbicara. Tujuan tuturan tersebut adalah
menceritakan kepada pendengar tentang sebuah perusahaan yang menurut para
karyawannya paling ditakuti.
Bentuk alih kode yang terdapat pada data tuturan tersebut ialah berujud
kata. Penutur menggunakan kata dari bahasa lain ketika sedang berbicara
menggunakan bahasa Jawa „menika miturut caturanipun para karyawan menika
ingkang paling killer ngaten nggih‟. Terdapat kata dari bahasa Indonesia yaitu
„karyawan‟ yang berada di tengah dan juga dari bahasa Inggris yaitu „killer‟yang
ada di bagian belakang tuturan yang tidak memiliki fungsi tersendiri dalam
kalimat tersebut. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern karena
terdapat kata dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris.
Fungsi dari campur kode yang dilakukan penutur adalah keefektifan
bahasa. Kata „karyawan‟ akan lebih efektif dibandingkan padanan kata lainnya.
Sedangkan kata „killer‟ yang digunakan penutur karena penutur ingin
menunjukkan bahwa penutur mampu menggunakan istilah dalam bahasa bertaraf
internasional yang sering digunakan.
42
Faktor yang menyebabkan penutur melakukam campur kode adalah sikap
bahasa penutur dan kesengajaan dari penutur. Penutur tidak hanya menyampaikan
khotbahnya sepenuhnya menggunakan bahasa Jawa. Penutur juga ingin
menunjukkan kepada pendengar mengenai kemampuannya dalam menggunakan
bahasa Inggris yang sering digunakan oleh anak muda meskipun penutur sudah
tidak muda lagi. Pada bagian ini terlihat bagaimana sikap bahasa penutur yang
memang cenderung sengaja menggunakan campur kode dalam setiap tuturannya.
b. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Frasa
Data 14
Ingkang gesangipun menika tebih saking kacekapan awit menapa ingkang
dipungadhahi inggih menika namung kantun segenggam tepung kalihan sedikit
minyak mekaten.
„yang hidupnya itu jauh dari kecukupan karepa apa yang dipunyai yaitu hanya
tinggal segenggam tepung dan sedikit minyak begitu‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015
pukul 08.20 WIB dalam situasi yang cukup tenang dan fokus perhatian tertuju
pada penutur dalam kegiatan keagamaan yaitu khotbah. Penutur tuturan tersebut
adalah pengkhotbah yang menyampaikan khotbah pada hari itu. Yang menjadi
pendengar tuturan tersebut merupakan warga jemaat gereja itu yang memang
datang untuk beribadah pagi itu. Tujuan dari tuturan adalah menggambarkan suatu
keadaan yang sangat kekurangan, dimana disitu digambarkan oleh penutur tentang
orang yang tidak disebutkan namanya hanya memiliki segenggam tepung dan
sedikit minyak untuk dimakan.
43
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan di atas adalah berujud
frasa. Tuturan bahasa Jawa yaitu „ingkang gesangipun menika tebih saking
kacekapan awit menapa ingkang dipungadhahi inggih menika namung kantun
segenggam tepung kalihan sedikit minyak mekaten‟. Penggunaan frasa dari
bahasa Indonesia yang disisipkan yaitu „segenggam tepung‟ dan „sedikit minyak‟
yang terletak di akhir tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah pesan yang disampaikan
mudah dipahami. Pendengar dirasa akan lebih mudah mengerti frasa yang
disampaikan oleh penutur dengan bahasa lain dibanding dengan bahasa aslinya.
Selain itu penutur juga akan terlalu rumit mengucapkan pelafalannya jika masih
menggunakan bahasa asli.
Faktor penyebab campur kode oleh penutur pada tuturan tersebut adalah
kemiskinan perbendaharaan kata penutur. Jika penutur menyiapkan dengan
mempelajari padanan kata dari frasa bahasa lain ke bahasa asli maka penutur akan
lebih mudah dalam menuturkan dalam bahasa asli. Pembahasan yang dibahas
penutur hanya mengambil cerita dari Alkitab, jika penutur lebih mempersiapkan
apa yang akan disampaikannya maka penutur tidak akan melakukan campur kode
pada tuturan tersebut.
Data 15
Tepuk tangan kangge ingkang sampun ngekep!
„tepuk tangan untuk yang sudah memeluk‟
(PS/26/12/15)
44
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26 Desember 2015 pada pukul
15.40WIB. Penutur adalah seorang pendeta dari gereja lain yang pada hari itu
berkenan memberikan khotbah di tempat itu. Pendengar adalah semua warga
jemaat gereja itu dan tamu yang datang dalam peringatan natal. Situasi ketika
terjadinya tuturan ramai namun perhatian semua orang tetap fokus pada penutur
yang berkhotbah di hadapan semua orang yang hadir. Tujuan dari tuturan tersebut
ialah menanyakan tentang suatu kepastian kepada semua orang yang ada di tempat
itu tentang siapa saja yang sudah memeluk pasangannya dalam jangka satu
minggu itu.
Bentuk campur kode pada tuturan tersebut berujud frasa dari bahasa
Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Pada tuturan itu penutur berkata
menggunakan bahasa Jawa „Tepuk tangan kangge ingkang sampun ngekep!‟.
Frasa „tepuk tangan‟ berasal dari bahasa Indonesia yang disisipkan penutur di
awal tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah
pesan yang disampaikan mudah dipahami. Pendengar yang bukan semuanya
warga jemaat beragam dan ada kemungkinan tidak mengerti jika diberi instruksi
dalam bahasa Jawa, berbeda dengan warga jemaat gereja yang sebagian besar
mengerti. Maka penutur melakukan campur kode pada tuturannya, namun dengan
menggunakan istilah umum yang dimengerti oleh semua orang.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam tuturan tersebut
adalah sikap bahasa penutur. Penutur mengetahui bahwa pendengarnya lebih
45
banyak dari biasa dan lebih beragam juga dari biasa penutur melakukan khotbah.
Dalam memberikan instruksi kepada pendengarnya, penutur mengambil sikap
dengan menggunakan bahasa lain yang umum dengan harapan semua orang yang
mendengarkan tuturannya akan mudah mengerti maksud dari tuturan penutur.
Sikap yang diambil penutur tepat sasaran dan semua orang yang ada di tempat itu
merespon dengan baik apa yang diinstruksikan penutur untuk mengangkat tangan
dan bertepuk tangan.
c. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Baster
Data 16
Gesang kanthi solidaritas, gesang kanthi bergotong royong, gesang kanthi tansah
sambut-sinambut, wonten ing sih pagesanganipun Gusti menika ugi wujudipun
pangucap sokuripun pasamuwan wonten ing pasamuwan GKJ Ampel.
„hidup dengan solidaritas, hidup dengan bergotong royong, hidup dengan selalu
bersambutan, dalam kasih kehidupan Tuhan itu juga bentuk ucapan syukurnya
jemaat yang asa di GKJ Ampel‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan pada hari minggu tanggal 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.
Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas pada hari itu untuk menyampaikan
materi khotbah kepada pendengar. Yang menjadi pendengar tuturan tersebut
adalah semua jemaat gereja yang datang beribadah pagi itu. Tuturan terjadi ketika
suasana tenang dan semua orang di tempat itu memperhatikan penutur berbicara.
Kegiatan pada saat tuturan terjadi merupakan kegiatan keagamaan. Tujuan dari
tuturan yang dilakukan oleh penutur adalah memberitahukan kepada pendengar
46
tentang bagaimana bentuk hidup yang mengucap syukur dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
Bentuk campur kode yang ada pada tuturan tersebut adalah berupa baster
dari bahasa lain yang dituturkan oleh penutur. Pada tuturan tersebut penutur
berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa „gesang kanthi solidaritas, gesang
kanthi bergotong royong, gesang kanthi tansah sambut-sinambut, wonten ing sih
pagesanganipun Gusti menika ugi wujudipun pangucap sokuripun pasamuwan
wonten ing pasamuwan GKJ Ampel‟. Pada tuturan tersebut campur kode terletak
pada kata „solidaritas‟ yang di awal tuturan merupakan baster dari bahasa
Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode yang terdapat pada data tuturan di atas berfungsi untuk
keefektifan bahasa. Bahasa yang digunakan untuk melakukan campur kode
termasuk bahasa yang umum dan mudah dipahami artinya, maka akan lebih
efektif dibanding mencari padanan kata lainnya.
Faktor yang menyebabkan campur kode adalah sikap bahasa penutur.
Dengan menggunakan bahasa yang sudah umun dan mudah dipahami oleh banyak
orang, maka penutur juga lebih mudah mengungkapkan. Jika penutur terlalu
menjelaskan tentang bahasa yang digunakan akan menggunakan terlalu banyak
kosakata yang mengakibatkan bahasa tadi sudah tidak efektif lagi diucapkan
penutur.
Data 17
Ing satengahing kancah kadonyan ingkang pados popularitas ngegungaken dhiri
lan mekaten ugi inggih pados kekuasaan.
47
„di tengah kancah duniawi yang mencari popularitas menyombongkan diri dan
begitu juga dengan mencari kekuasaan‟
(PJ/22/11/15)
Peristiwa tutur pada data di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali.
Tuturan terjadi pada hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB.
Penutur yang melakukan tuturan tersebut adalah pendeta yang berasal dari gereja
itu, dan mendapat giliran menyampaikan khotbah pada hari itu. Yang menjadi
pendengar tuturan tersebut adalah jemaat gereja itu yang pada pagi itu datang
bersama-sama berkumpul untuk kegiatan peribadahan. Situasi pada saat tuturan
berlangsung tenang dan semua yang mendengarkan fokus mendengarkan setiap
kata demi kata yang penutur ucapkan. Tuturan di atas bertujuan agar memberikan
informasi kepada pendengar tentang sifat manusia yang ingin mencari kekuasaan
di dunia.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan di atas adalah penyisipan
berujud baster dari bahasa Indonesia yang dituturkan oleh penutur. Penutur
menggunakan bahasa Jawa ketika menuturkan „ing satengahing kancah kadonyan
ingkang pados popularitas ngegungaken dhiri lan mekaten ugi inggih pados
kekuasaan‟ terdapat kata „popularitas‟ terletak pada tengah tuturan yang berasal
dari bahasa Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah pesan yang
disampaikan mudah dipahami. Penutur menggunakan bahasa yang umum dan
sering digunakan masyarakat pada umumnya sehingga pendengar juga akan lebih
mudah memahami maksud dari penutur. Namun dengan penutur melakukan
campur kode pada tuturan tersebut, bahasa dan struktur kalimatnya menjadi tidak
48
beraturan, sehingga malah memperburuk fungsi utama dari campur kode yang
dilakukan oleh penutur.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan campur kode adalah
kesengajaan dari penutur. Penutur dengan sengaja mencampurkan istilah dari
bahasa lain dalam tuturannya dengan maksud semua pendengar yang berasal dari
berbagai macam latar belakang mudah mengerti maksud yang diinginkan penutur
karena penutur juga menggunakan istilah umum yang sering digunakan oleh
orang lain juga. Hanya saja penutur tidak menggunakan kata-kata yang tepat
dalam pengucapan dari bahasa aslinya, hal ini yang menyebabkan tuturan penutur
menjadi tidak mudah dipahami.
d. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Pengulangan Kata
Data 18
Lan ugi medalaken paket kebijakan, wonten ing kirang langkung kalih wulan
menika presiden sampun medalaken paket-paket kebijakan ekonomi menika
ngantos sampun kaping, menika mratandhani bilih kawontenan perekonomian
bangsa kita samangke pancen nembe ngraosaken awrat.
„dan juga mengeluarkan paket kebijakan, ada yang kurang lebih dua bulan itu
presiden sudah mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi itu sampai sudah
ke, itu menandakan bila keadaan perekonomian bangsa kita sekarang sedang
merasakan kesusahan‟
(BK/08/11/15)
Data tersebut merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.
Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.
Penutur adalah pengkhotbah yang mendapat tugas khotbah pada hari itu.
Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pagi hari itu.
Situasi ketika tuturan terjadi tenang, semua pendengar mendengarkan penutur
49
yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan keagaman. Tujuan dari tuturan
adalah untuk menyampaikan kepada pendengar mengenai keadaan perekonomian
yang sedang dialami bangsa ini ketika tuturan terjadi.
Bentuk campur kode yang ada pada data tuturan tersebut merupakan
penyisipan yang berujud pengulangan kata yang dilakukan oleh penutur. Penutur
berbicara menggunakan bahasa Jawa, namun dalam tuturannya penutur
menggunakan pengulangan kata ketika menyebutkan „paket-paket kebijakan
ekonomi‟ yang merupakan bentuk pengulangan kata dalam bahasa Indonesia
terletak di tengah tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode yang dilakukan oleh penutur berfungsi untuk kelancaran dan
mempermudah maksud tuturan. Penutur tidak perlu menjelaskan maksud
tuturannya kepada pendengar karena pendengar juga mengetahui maksud dari
penutur, sehingga komunikasi yang terjadi menjadi lebih lancar dan penutur tidak
terlalu lama mencari kata lain yang sepadan untuk pengulangan kata yang
digunakannya.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode yang dilakukan oleh
penutur adalah kesengajaan. Penutur dengan sengaja menyampaikan bentuk
pengulangan kata dalam bahasa Indonesia kepada pendengar mengenai paket-
paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menyikapi keadaan
perekonomian yang tengah terjadi di Indonesia saat itu. Penutur dengan lancar dan
leluasa menyampaikan hal tersebut karena memang dalam materi khotbahnya
menyinggung mengenai keadaan ekonomi, namun juga menjelaskannya dengan
rinci supaya pendengar lebih paham dengan tujuan penutur.
50
Data 19
Ing sacara ekonomi inggih mekaten, kita seged mirsani iklan-iklan ingkang
wonten kanthi blak-blakan ngelek-elek prodak sanesipun.
„yang secara ekonomi iya begitu, kita bisa melihat iklan-iklan yang ada secara
blak-blakan menjelek-jelekkan prodak lainnya‟
(PJ/22/11/15)
Data tuturan tersebut merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ
Ampel. Tuturan terjadi pada hari minggu tanggal 22 November 2015 pukul 08.20
WIB. Penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang mendapat giliran menyampaikan
khotbah pada hari itu. Pendengarnya merupakan warga jemaat penutur sendiri,
yang pada pagi hari itu memang datang dengan tujuan beribadah dan
mendengarkan khotbah dari penutur. Situasi ketika tuturan terjadi tenang, hanya
terdengar suara penutur dan beberapa kendaraan yang lewat. Tujuan dari tuturan
yang dituturkan oleh penutur adalah menjelaskan kepada pendengar tentang
keadaan sekitar yang bersaing dalam bidang ekonomi.
Campur kode yang terdapat dalam tuturan berujud pengulangan kata
dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Dalam menyampaikan
tuturannya penutur berbicara menggunakan bahasa Jawa, namun penutur juga
menyisipkan unsur pengulangan kata „iklan-iklan dan blak-blakan‟ yang
merupakan pengulangan kata dari bahasa Indonesia terletak pada tengah dan akhir
dari tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur dalam data tuturan tersebut
adalah pesan yang disampaikan penutur mudah dipahami oleh pendengar. Penutur
melakukan campur kode menggunakan kata-kata yang familier dan bahasa yang
51
digunakan tidak sulit sehingga mudah dipahami oleh pendengar. Kata „iklan-
iklan’ dan „blak-blakan‟sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang karena
merupakan istilah secara nasional.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan campur kode adalah
kesengajaan dan kekurangtahuan penutur pada kaidah bahasa. Pada campur kode
pengulangan kata yang pertama penutur sengaja melakukannya karena memang
akan lebih dimengerti oleh pendengar. Pada pengulangan kata yang kedua
„blak‟blakan‟ sebenarnya dapat diganti dengan bahasa asli yang sepadan dan akan
lebih pas didengar oleh pendengar yang ada di tempat itu karena setelah
pengulangan kata itu penutur juga melakukan pengulangan kata namun dalam
bahasa aslinya yaitu bahasa Jawa. Pada pengulangan kata pertama akan
memudahkan pendengar, namun pada pengulangan kata yang kedua akan
menyulitkan pendengar dalam memahami maksud dari penutur.
e. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Ungkapan atau Idiom
Data 20
bu, neng-nengan ki ra penak bu, mbok kowe ngejak omong sik ta, mosok aku
wong lanang kon ngejak omong sik. Mbiyen yen ngomong I love you ya aku sik,
ning saiki yen njaluk ngapura, ha ya aja aku
„bu, diam-diaman itu tidak enak bu, kamu mengajak bicara dulu, masa aku orang
laki-laki disuruh berbicara dulu. Dulu jika bilang aku cinta kamu ya aku dulu, tapi
sekarang jika minta maaf, ya jangan aku‟
(PS/26/12/15)
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.
Waktu terjadinya tuturan adalah hari sabtu, 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.
Penuturnya adalah pendeta dari gereja lain yang berkenan menyampaikan khotbah
52
pada sore hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang untuk
peringatan natal yang diadakan oleh gereja dan panitia natal. Situasi ketika
terjadinya tuturan banyak orang namun tetap tenang memperhatikan penutur yang
menyampaikan khotbah dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah
mengilustrasikan pembicaraan oleh suami kepada istrinya ketika merayu sang istri
yang mendiamkan suaminya.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan dia atas berujud ungkapan
dari bahasa Inggris oleh penutur. Penutur menyampaikan ilustrasi menggunakan
bahasa jawa, namun di pertengahan kalimat kedua penutur menyampaikan
ungkapan „i love you‟, yang merupakan bahasa Inggris. Ungkapan dari bahasa
Inggris yang disampaikan penutur tidak memiliki fungsi tersendiri, dan menyatu
dalam kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern karena
menggunakan bahasa asing.
Campur kode di atas berfungsi unutuk keefektifan bahasa. Jika penutur
tetap menggunakan bahasa aslinya yaitu bahasa Jawa maka kalimat yang
diucapkan penutur akan terasa kurang tepat dan terlalu sering mengulang kata
„aku‟ pada ungkapan dan juga pada akhir tuturan.
Faktor yang menyebabkan penggunaaan campur kode oleh penutur adalah
kesengajaan. Penutur dengan sengaja menggunakan ungkapan dalam bahasa asing
yang lebih populer dan mudah dimengerti semua orang mulai dari anak-anak
sampai dewasa sudah tahu dan diajarkan ungkapan itu. Penutur mengerti akan
pendengar yang datang pada sore hari itu sangat banyak dan lebih beragam,
berbeda dengan ibadah hari minggu biasa yang jumlahnya lebih sedikit. Maka
53
penutur menggunakan istilah ungkapan dalam bahasa asing yang lebih popoler
dan lebih familier di telinga pendengar yang ada di situ agar semua pendengar
mengerti maksud dari tuturannya.
f. Penyisipan Unsur-unsur yang Berujud Klausa
Data 21
Berarti, wonten tiyang asmanipun Haram, mengucapkan selamat natal.
„berarti, ada orang namanya Haram, mengucapkan selamat natal‟
(PS/26/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26
Desember 2015 pukul 15.40 WIB. Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang
berkenan menyampaikan khotbah pada sore hari itu. Pendengar adalah warga
jemaat GKJ Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja
dan panitia natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap
tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan
keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menjelaskan kepada seluruh
pendengar mengenai seseorang yang memberi ucapan selamat natal.
Campur kode yang ada pada data tersebut berujud klausa dari bahasa
Indonesia yang disampaikan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut penutur
berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa untuk menjelaskan seseorang yang
bernama haram. Setelah itu penutur berbicara „mengucapkan selamat natal‟
terdapat pada akhir tuturan yang merupakan klausa dalam bahasa Indonesia,
54
namun tidak memiliki fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode
intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan oleh penutur adalah memperjelas maksud
tuturan. Penutur menjelaskan tentang ucapan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki nama Haram dengan lebih perlahan dan jelas dari tuturan sebelumnya.
Sebelum tuturan itu penutur sudah menjelaskan tentang inti yang sama, namun
pendengar masih kurang mengerti makna sesungguhnya yang dimaksud oleh
penutur.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan
penutur itu sendiri. Penutur dengan sengaja menuturkan dengan menggunakan
bahasa lain karena sebelum-sebelumnya pesan yang ingin penutur sampaikan juga
berupa bahasa Indonesia, maka akan menjadikan pergeseran makna jika
disampaikan kembali ke dalam bahasa Jawa. Dengan perlahan penutur mencoba
berkomunikasi menjelaskan lagi apa yang sudah disampaikan penutur dengan
pokok pembahasan yang sama agar semua yang menjadi pendengarnya mengerti
maksud dari penutur mengenai seorang yang bernama Haram memberikan ucapan
selamat natal.
Data 22
Contonipun kita sudah mau menerima tugas panggilan, sudah siap, sampun
kersa, sampun sumanggem.
„contohnya kita sudah mau menerima tugas panggilan, sudah siap, sudah mau,
sudah berserah‟
(BK/31/01/16)
55
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.
Tuturan terjadi pada hari minggu tanggal 31 Januari 2016 pada pukul 08.00 WIB.
Penuturnya adalah pengkhotbah yang bertugas memberikan khotbah di GKJ
Ampel pada pagi hari itu. Yang menjadi pendengar tuturan tersebut adalah jemaat
GKJ Ampel yang datang beribadah pagi hari itu. Situasi ketika tuturan terjadi
tenang dan fokus memperhatikan penutur yang berkhotbah di atas mimbar di
depan pendengar dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah
memberikan contoh ketika sudah mau menerima tugas panggilan, sikap apa saja
yang harus dilakukan.
Bentuk campur kode yang ada pada data di atas berujud klausa dari bahasa
Indonesia yang disampaikan penutur. Penutur menggunakan bahasa Jawa dalam
tuturannya, namun di tengah tuturannya penutur menyisipkan klausa „kita sudah
mau menerima tugas panggilan‟ yang merupakan bahasa Indonesia. Campur
kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode pada tuturan tersebut memiliki fungsi untuk memperjelas
maksud tuturan. Penutur memberikan contoh kepada pendenar dengan
menggunakan bahasa lain agar pendengar lebih mudah mengerti dan penutur lebih
mudah menyampaikan dengan jelas mengenai tugas panggilan yang ada pada
mereka.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode yang dilakukan penutur
adalah sikap bahasa penutur dalam melakukan campur kode. Tuturan tersebut
akan lebih rapi jika tanpa menggunakan campur kode, namun penutur malah
melakukan campur kode. Padanan kata pada bahasa aslinya yaitu bahasa Jawa ada
56
dan mudah diucapkan oleh penutur, namun penutur tidak mau menggunakannya.
Mungkin sikap seperti inilah yang sering penutur gunakan dalam setiap
tuturannya, pada data lain juga terdapat alih kode maupun campur kode dengan
struktur kalimat yang tidak rapi dilakukan oleh penutur.
B. Fungsi Alih Kode dan Campur Kode dalam Khotbah Berbahasa Jawa di
Gereja Kristen Jawa Ampel
1. Fungsi Alih Kode
Fungsi alih kode yang ditemukan dalam khotbah berbahasa Jawa di GKJ
Ampel, yaitu (1) lebih argumentatif, (2) lebih prestise, (3) lebih komunikatif, (4)
memberi penghormartan, (5) mempertegas pembicaraan, dan (6) pernyataan untuk
diri sendiri.
a. Lebih Argumentatif
Data 23
Gusti ugi badhe paring sangu tumrap kula lan panjenengan supados kula lan
panjenengan menika saged nindakaken pakaryan peladosan menika. Tuhan akan
memperlengkapi kita saat kita mau menjalani tugas panggilan.
„Tuhan juga akan memberikan bekal untuk saya dan anda supaya saya dan anda
itu bisa melakukan pekerjaan pelayanan itu. Tuhan akan memperlengkapi kita saat
kita mau menjalani tugas panggilan‟
(BK/31/01/16)
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.
Waktu terjadinya tuturan pada hari minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB.
Tuturan itu dilakukan oleh seorang pengkhotbah yang bertugas pada kegiatan
keagamaan hari itu. Situasi ketika tuturan itu dilakukan adalah tenang, pendengar
57
yang adalah jemaat gereja fokus memperhatikan penutur dengan baik. Tujuan dari
tuturan itu sendiri ialah meyakinkan pendengar agar semua pendengar yang ada di
situ mau melakukan apa yang penutur katakan mengenai tugas panggilan dan
pelayanan yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka semua yang ada di tempat
itu, karena setiap mereka akan diberikan bekal sebelum melakukan semua yang
diperintahkan.
Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Penutur semula
menggunakan bahasa Jawa ketika berkata „gusti ugi badhe paring sangu tumrap
kula lan panjenengan supados kula lan panjenengan menika saged nindakaken
pakaryan peladosan menika‟ namun kemudian beralih ke bahasa Indonesia
„Tuhan akan memperlengkapi kita saat kita mau menjalani tugas panggilan‟
sehingga menimbulkan fungsi baru. Alih kode pada data tersebut merupakan alih
kode intern.
Fungsi dilakukannya alih kode oleh penutur pada data tuturan tersebut
adalah lebih argumentatif. Penutur ingin lebih meyakinkan pendengar ketika
mulai beralih ke bahasa Indonesia. Sebelumnya penutur sudah mencoba untuk
memberikan argumen, namun kemudian lebih ditekankan lagi lewat pernyataan
berikutnya.
Faktor yang menyebabkan dilakukannya alih kode oleh penutur pada data
tuturan tersebut adalah pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan penutur
sebelumnya juga adalah mengenai tugas panggilan yang seharusnya dilakukan
oleh pendengar, karena setiap tugas yang diberikan kepada mereka memang
merupakan perintah langsung dari Tuhan. Agar lebih jelas lagi, maka penutur
58
menggunakan bahasa yang lebih singkat dan jelas mudah dimengerti oleh
pendengar.
Data 24
Para sedherek ingkang kinasih, tugas panggilan menika tegesipun menawi kita
sampun siap, kita sampun masrahaken samangke kita rancangan kita menika
dhateng Gusti, awit Gusti menika pangauban kula lan panjenengan, Tuhan
adalah batu karang dan keselamatan kita, jadi kita sudah tahu sangu dan alat
dan modalnya. Maka tinggal kita mau menjalakan itu atau tidak. Tidak perlu
target jiwa baru dalam hidup kita, kalau kita mau melakukan itu pasti nanti
Tuhan yang akan memberikan buahnya kepada kita.
„saudara-saudara yang terkasih, tugas panggilan itu artinya kita sudah siap, kita
sudah menyerahkan sekarang kita rancangan kita itu kepada Tuhan, karena Tuhan
itu perlindungan saya dan anda, Tuhan adalah batu karang dan keselamatan kita,
jadi kita sudah tahu bekal dan alat dan modalnya. Maka tinggal kita mau
menjalakan itu atau tidak. Tidak perlu target jiwa baru dalam hidup kita, kalau
kita mau melakukan itu pasti nanti Tuhan yang akan memberikan buahnya kepada
kita‟
(BK/31/01/16)
Data alih kode di atas terjadi di GKJ Ampel. Berlangsung pada pukul
08.00 WIB pada hari minggu, 31 Januari 2016. Tujuan dari tuturan itu adalah
menjelaskan tentang apa yang telah disampaikan oleh penutur khusunya mengenai
tugas panggilan dan apa saja yang harus dilakukan serta cara kerja juga hasil yang
akan didapatkan oleh pendengar. Penutur adalah pengkhotbah dan pendengar
adalah jemaat. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang dan fokus
memperhatikan penutur pada saat kegiatan keagamaan.
Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Pada awalnya
penutur menggunakan bahasa Jawa untuk menuturkan „para sedherek ingkang
kinasih, tugas panggilan menika tegesipun menawi kita sampun siap, kita
sampun masrahaken samangke kita rancangan kita menika dhateng Gusti, awit
59
Gusti menika pangauban kula lan panjenengan‟ lalu kemudian beralih
menggunakan bahasa Indonesia „Tuhan adalah batu karang dan keselamatan
kita, jadi kita sudah tahu bekal dan alat dan modalnya. Maka tinggal kita
mau menjalakan itu atau tidak. Tidak perlu target jiwa baru dalam hidup
kita, kalau kita mau melakukan itu pasti nanti Tuhan yang akan
memberikan buahnya kepada kita‟, pengalihan kode ini menimbulkan fungsi
baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Alih kode pada tuturan di atas berfungsi mempertegas pembicaraan. Pada
alih kode penutur menjelaskan tentang tugas panggilan yang sudah dibahas
penutur sebelum beralih kode. Penutur mengajak pendengar agar mau melakukan
tugas panggilan seperti yang dikatakan oleh penutur bahwa nantinya jika
pendengar mau melakukan, ada Tuhan yang melindungi dan akan memberikan
buah atau hasilnya.
Faktor yang menyebabkan alih kode adalah pokok pembicaraan. Penutur
memang berusaha membahas tentang apa itu tugas panggilan dan apa saja yang
harus dilakukan kemudian berusaha mengajak pendengar untuk melakukannya.
Pendengar diyakinkan lagi oleh penutur bahwa kemudian jika pendengar mau
melakukan akan dilindungi dan diberikan buah yang hasil oleh Tuhan. Pokok
pembicaraan yang dimaksud penutur adalah tugas panggilan.
b. Lebih Prestise
Data 25
Lajeng ugi merasa tidak berdaya, janipun purun, ning piye ora nduwe daya
kekuatan. Tidak punya dana, tidak punya sarana, prasarananya tidak ada,
fasilitasnya tidak ada dan seterusnya.
60
„lalu juga merasa tidak berdaya, sebenarnya mau, tapi bagaimana tidak punya
daya kekuatan. Tidak punya dana, tidak punya sarana, prasarananya tidak ada,
fasilitasnya tidak ada dan seterusnya‟
(BK/31/01/16)
Tuturan pada data di atas terjadi di GKJ Ampel, pada hari minggu, 31
Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Penutur adalah majelis yang pada hari itu menjadi
pengkotbah, sedangkan pendengar adalah jemaat GKJ Ampel yang datang untuk
beribadah. Situasi pada saat tuturan itu terjadi cukup tenang karena mendengarkan
khotbah keagamaan. Tujuan dari tuturan itu sendiri menyampaikan berbagai
macam alasan yang dikemukakan oleh penutur di depan pendengar.
Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan
penutur terdapat pada kalimat „tidak punya dana, tidak punya sarana,
prasarananya tidak ada, fasilitasnya tidak ada dan seterusnya‟. Penutur
terlebih dahulu menggunakan kalimat dengan bahasa Jawa „lajeng ugi merasa
tidak berdaya, janipun purun, ning piye ora nduwe daya kekuatan‟ dan baru
setelah itu menggunakan bahasa Indonesia sehingga menyebabkan fungsi berbeda
dengan tuturan sebelumnya. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi dari alih kode pada data di atas adalah lebih prestise. Penutur
menggunakan kata „prasarana‟ dan „fasilitas‟ yang dianggap lebih memiliki
kesan berbeda dibanding kata-kata biasa penutur jika beralih ke bahasa Indonesia.
Namun istilah-istilah itu sudah familier dan juga sudah sering digunakan oleh
orang lain dalam kesempatan yang berbeda.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah bergengsi.
Penutur ingin menunjukkan kepada pendengar bahwa penutur memiliki
61
kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, sehingga penutur juga
memakai istilah-istilah sulit dalam tuturan alih kodenya. Yang mana istilah-istilah
tersebut sulit ditemukan padanan katanya jika penutur tidak melakukan alih kode
dan tetap menggunakan bahasa Jawa.
Data 26
Pada saat pasamuwan utawi gereja utawi bait suci menika didamel pasar,
punobrak-abrik dening Gusti. Sisi kemanusiaannya muncul di situ.
„pada saat jemaat atau gereja atau bait suci itu dibuat pasar, diobrak-abrik oleh
Tuhan. Sisi kemanusiaannya muncul di situ‟
(BK/31/01/16)
Data tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan hari minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Situasi saat itu
sedang terjadi kegiatan agama oleh penutur yang merupakan pengkhotbah dan
pendengarnya adalah para jemaat. Tujuan dari tuturan tersebut adalah
menjelaskan keadaan suatu tempat terhadap reaksi seseorang yang ada di tempat
itu.
Bentuk alih kode terjadi dari bahasa Jawa lalu kemudian menggunakan
bahasa Indonesia. Pada awalnya penutur berkata „pada saat pasamuwan utawi
gereja utawi bait suci menika didamel pasar, punobrak-abrik dening Gusti‟ lalu
beralih kode ke bahasa Indonesia „sisi kemanusiaannya muncul di situ‟ fungsi
masing-masing kalimat berbeda. Alih kode ini disebut alih kode intern.
Fungsi alih kode adalah lebih prestise. Penutur akan lebih mudah
menyampaikan maksud tuturannya menggunakan bahasa Indonesia, karena istilah
62
„sisi kemanusiaan‟ lebih mudah dipahami jika dimasukkan ke dalam kalimat
berbahasa Indonesia.
Faktor dilakukan alih kode adalah penutur. Penutur dengan sengaja
melakukan alih kode agar lebih lancar menyampaikan khotbahnya pada bagian
itu. Jeda yang digunakan penutur akan lebih lama jika digunakan untuk
memikirkan padanan istilah „sisi kemanusiaan‟ dalam bahasa Jawa. Karena
kalimat berikutnya cukup singkat, maka dilanjutkan beralih kode ke bahasa
Indonesia tanpa harus kembali menggunakan bahasa Jawa yang jika
diterjemahkan akan lebih panjang pengucapannya.
c. Lebih Komunikatif
Data 27
kadhang-kadhang kita menika malah tasih bingung. Mengucap syukur untuk
apa? Hal apa? Padahal Tuhan menghendaki, mengucap syukurlah dalam
segala hal. Maka baik itu untuk senang maupun susah.
„kadang-kadang kita itu malah masih bingung. Mengucap syukur untuk apa? Hal
apa? Padahal Tuhan menghendaki, mengucap syukurlah dalam segala hal. Maka
baik itu untuk senang maupun susah‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel. Berlangsung pada pukul 08.20
WIB pada hari minggu, 8 November 2015. Tuturan itu sendiri dilakukan oleh
pengkhotbah dengan pendengar jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pada
pagi hari itu. Situasi ketika terjadi peristiwa tutur adalah tenang dan kondusif
karena semua orang memperhatikan penutur yang memberikan khotbah. Tujuan
dari tuturan itu sendiri adalah pendengar ingin memastikan keadaan pendengar
63
dengan memberikan argumen terlebih dahulu kemudian ditambahkan beberapa
pertanyaan baru kemudian menyimpulkan.
Bentuk alih kode yang terdapat dalam tuturan di atas adalah alih kode dari
bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Penutur semula berbicara dalam bahasa Jawa
„kadhang-kadhang kita menika malah tasih bingung‟, lalu kemudian bertanya
dan memberikan kesimpulan dengan berbahasa Indonesia „mengucap syukur
untuk apa? Hal apa? Padahal Tuhan menghendaki, mengucap syukurlah
dalam segala hal. Maka baik itu untuk senang maupun susah‟ sehingga fungsi
masing-masing kalimatnya berubah. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi dilakukan alih kode adalah agar penutur dan pendengar ini lebih
komunikatif. Dengan dilontarkannya beberapa pertanyaan oleh penutur, penutur
berusaha membangun komunikasi dua arah dari pendengar. Dengan adanya
respon dari pendengar, maka tujuan dari penutur sudah tercapai dengan baik.
Yang menyebabkan alih kode pada tuturan tersebut adalah untuk
bergengsi. Hal ini terlihat pada kalimat terakhir yang diucapkan penutur terdapat
susunan kalimat dan bahasa yang kurang tepat. Padahal pada permulaan penutur
melakukan alih kode, penutur mengucapkan dengan lancar dan juga menggunakan
susunan kalimat yang baik dan rapi.
Data 28
Lha samangke menawi kita nindakaken pakaryan tanpa pertimbangan, waton
“ya”. Apakah hasilnya bagus? Apakah hasilnya baik? Belum tentu juga,
karena tanpa data kita nggak akan bisa bekerja maksimal
„kan sekarang jika kita melakukan pekerjaan tanpa pertimbangan, asal “ya”.
Apakah hasilnya bagus? Apakah hasilnya baik? Belum tentu juga, karena tanpa
data kita nggak akan bisa bekerja maksimal‟
64
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu
berlangsungnya tuturan pada hari minggu, 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB.
Pendengar adalah jemaat GKJ Ampel yang mendengarkan penutur ketika
melakukan khotbah pada hari itu. Suasana pada saat tuturan tenang, dalam
kegiatan agama. Tujuan dari tuturan adalah menanyakan dan menjelaskan kepada
pendengar tentang pekerjaan yang dilakukan dengan asal-asalan tanpa melakukan
suatu pertimbangan dengan hasil yang bagaimana seperti yang disampaikan oleh
penutur pada saat itu.
Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Alih kode pada
tuturan di atas terdapat dalam kalimat „apakah hasilnya bagus? Apakah
hasilnya baik? Belum tentu juga, karena tanpa data kita nggak akan bisa
bekerja maksimal‟ yang merupakan bahasa Indonesia dan menimbulkan fungsi
baru. Sebelumnya penututur berbicara dalam bahasa Jawa „Lha samangke
menawi kita nindakaken pakaryan tanpa pertimbangan, waton “ya”’. Alih kode
ini disebut dengan alih kode intern.
Fungsi dari alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih komunikatif.
Penutur mencobamelakukan komunikasi dengan cara bertanya kepada pendengar
agar pendengar lebih memperhatikan dan mencoba membalas komunikasi yang
dilakukan oleh penutur.
Faktor yang menyebabkan penggunaan alih kode pada tuturan ini adalah
penutur ingin bergengsi. Pada kalimat terakhir terdapat tuturan „kita nggak akan
bisa bekerja maksimal‟ yang bukan merupakan bahasa Indonesia formal. Kata
65
„nggak‟ menunjukkan bahwa penutur gengsi dan juga bisa menggunakan bahasa
Indonesia yang tidak baku.
d. Memberi Penghormartan
Data 29
tugas panggilan yang diberikanTuhan kepada kita ini ada banyak hal yang
harus kita benahi. Contonipun mekaten, bab kalawau wonten ing ngajeng.
Supados sedaya tiyang ingkang nampeni Panjenenganipun menika tansah
nglairaken pangucap sokur lan purun atur paseksen.
„tugas panggilan yang diberikanTuhan kepada kita ini ada banyak hal yang harus
kita benahi. Contohnya begini, bab tadi yang ada di depan. Supaya semua orang
yang menerima-Nya itu selalu melahirkan ucapan syukur dan mau memberikan
kesaksian‟
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel pada hari minggu, 31 Januari
2016 pada pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang memberikan
khotbah secara lisan kepada pendengar yang adalah warga jemaat GKJ Ampel
yang datang untuk beribadah. Tuturan terjadi dalam kegiatan diskusi keagamaan
dengan suasana yang tenang. Tujuan dari tuturan itu sendiri adalah memberikan
pengetahuan tentang apa yang hendaknya mereka benahi dalam menanggapi tugas
panggilan yang Tuhan berikan kepada mereka.
Bentuk alih kode dalam tuturan ini adalah alih kode dari bahasa Indonesia
ke bahasa Jawa. Semula penutur berkata „tugas panggilan yang diberikanTuhan
kepada kita ini ada banyak hal yang harus kita benahi‟, setelah itu penutur
berbicara lagi dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama „Contonipun
mekaten, bab kalawau wonten ing ngajeng. Supados sedaya tiyang ingkang
nampeni Panjenenganipun menika tansah nglairaken pangucap sokur lan
66
purun atur paseksen‟ sehingga menimbulkan suatu fungsi baru. Alih kode ini
merupakan alih kode intern.
Fungsi alih kode pada tuturan tersebut adalah memberikan penghormatan.
Penutur yang memang sebelumnya melakukan tuturan berbahasa Indonesia
mengalihkan tuturan ke bahasa Jawa ragam krama agar pendengar lebih mengerti
tuturan penutur. Selain itu, sebagian pendengar yang usianya di atas penutur akan
merasa lebih dihormati bila penutur menggunakan bahasa Jawa ragam krama
dibanding dengan bahasa lainnya.
Faktor yang menyebabkan alih kode pada tuturan tersebut adalah lawan
tutur. Penutur saat itu memang sedang memberikan khotbah berbahasa Jawa
sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Maka semua pendengar yang ada di tempat
itu mempersiapkan diri dan instrumen agama berbahasa Jawa. Ketika penutur
melakukan tuturan dengan bahasa Indonesia maka pendengar merasa terganggu.
Setelah penutur kembali beralih ke bahasa Jawa pendengar akan lebih merasa
dihormarti, terlebih tuturan penutur yang menggunakan bahasa Jawa ragam
Krama.
Data 30
Nah, tentunya waktunya belum tepat atau belum saatnya atau merasa masih
sangat muda. “Wah kula tasih nem pak, dereng wantun”.
„nah, tentunya waktunya belum tepat atau belum saatnya atau merasa masih
sangat muda. “Wah saya masih muda pak, belum berani”
(BK/31/01/16)
Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan hari minggu, 31 Januari 2016 pada
67
pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang memberikan khotbah pada
hari itu kepada pendengar yang adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang
untuk beribadah. Tuturan terjadi dalam kegiatan diskusi keagamaan. Tujuan dari
tuturan itu adalah menjelaskan kepada pendengar mengenai keadaan waktu, usia
yang dibahas oleh penutur.
Alih kode pada data tersebut terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa
yang dilakukan oleh penutur. Semula penutur berbicara menggunakan bahasa
Indonesia „nah, tentunya waktunya belum tepat atau belum saatnya atau
merasa masih sangat muda‟ kemudian beralih menggunakan bahasa Jawa untuk
memberikan suatu pernyataan “Wah kula tasih nem pak, dereng wantun”,
tentunya peralihan ini juga akan mengakibatkan suatu fungsi baru. Alih kode ini
disebut alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah memberikan
penghormatan. Penutur beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama dan
sedikit merendahkan diri karena dirasa lebih sopan dan lebih menghormati
pendengar.
Faktor yang menyebabkan alih kode pada data tuturan adalah mitra tutur
atau pendengar yang ada di tempat itu. Tuturan yang dilakukan penutur tadinya
berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Penutur kemudian beralih kode ke
dalam bahasa jawa ragam krama karena pendengar sebagian besar memiliki latar
belakang Jawa, meskipun juga mengerti maksud tuturan penutur dalam bahasa
Indonesia. Pendengar akan lebih mudah menerima dan terhormat jika penutur
menggunakan bahasa Jawa terlebih menggunakan ragam krama.
68
e. Mempertegas Pembicaraan
Data 31
Pramila mangga kita tampeni ugi. Menawi kantong menika pancen setiap saat.
Tetapi pengorbanan Tuhan Yesus Kristus itu hanya sekali dan tidak ada
kesempatan yang kedua.
„maka marilah kita terima juga. Apabila kantong itu memang setiap saat. Tetapi
pengorbanan Tuhan Yesus Kristus itu hanya sekali dan tidak ada kesempatan
yang kedua‟
(BK/08/11/15)
Peristiwa tutur di atas terjadi di GKJ Ampel. Waktu terjadinya pada hari
minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang
bertugas menyampaikan materi kepada pendengar. Pendengar adalah warga
jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah pada hari itu. Situasi pada saat tuturan
terjadi adalah tenang dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut
adalah menjelaskan kepada pendengar mengenai kegiatan yang bisa dilakukan
berapa kali saja maupun yang bisa berulang-ulang kali.
Alih kode pada tuturan di atas dilakukan penutur dari bahasa Jawa ke
bahasa Indonesia. Awalnya penutur berkata „pramila mangga kita tampeniugi.
Menawi kantong menika pancen setiap saat‟ yang kemudian beralih ke bahasa
Indonesia „tetapi pengorbanan Tuhan Yesus Kristus itu hanya sekali dan
tidak ada kesempatan yang kedua‟ dan menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini
disebut alih kode intern.
Fungsi dari alih kode yang dilakukan penutur pada data tuturan di atas
adalah mempertegas pembicaraan. Sebelum melakukan alih kode penutur
memberikan gambaran gambaran mengenai kantong yang bisa kapan saja
69
dilakukan. Setelah beralih kode, penutur menegaskan lagi tentang pengorbanan
yang hanya sekali dan tidak ada yang kedua kalinya.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode pada data tuturan di atas
adalah pokok pembicaraan. Pada saat itu penutur memang sedang fokus terhadap
bahan yang disampaikan mengenai sebuah pengorbanan yang terdapat dalam ayat
alkitab dengan menggunakan bahasa Jawa. Setelah itu penutur mengulang lagi
pernyataannya dalam bahasa Indonesia. Dengan melakukan alih kode penutur
akan lebih mudah menyampaikan inti dari pembicaraan yang sedang disampaikan.
Data 32
Gusti menika menehi pangayoman kula lan panjenengan. Wonten ing perkawis
menapa kemawon, Gusti menika ngayomi kula lan panjenengan. Karena Tuhan
adalah batu karang dan keselamatan. Kalaupun saya ditolak, tetap berserah
kepada Tuhan.
„Tuhan itu memberikan perlindungan saya dan anda. Ada di permasalahan apa
saja, Tuhan itu melindungi saya dan anda. Karena Tuhan adalah batu karang dan
keselamatan. Kalaupun saya ditolak, tetap berserah kepada Tuhan.
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas merupakan alih kode yang terjadi di GKJ Ampel pada
hari minggu tanggal 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Penutur merupakan
seorang pengkhotbah yang bertugas memberikan khotbah pada hari itu. Pendengar
merupakan warga jemaat yang datang beribadah di gereja itu. Suasana pada saat
terjadi tuturan cukup tenang karena merupakan kegiatan keagamaan. Tujuan dari
tuturan itu sendiri adalah memberikan pemahaman kepada pendengar bahwa
Tuhan yang memberikan perlindungan kepada semua manusia termasuk seluruh
jemaat yang hadir pada saat itu.
70
Bentuk alih kode adalah alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.
Semula penutur berbicara dalam bahasa Jawa „gusti menika menehi pangayoman
kula lan panjenengan. Wonten ing perkawis menapa kemawon, Gusti menika
ngayomi kula lan panjenengan‟, beralih „karena Tuhan adalah batu karang
dan keselamatan. Kalaupun saya ditolak, tetap berserah kepada Tuhan‟ yang
merupakan tuturan berbahasa Indonesia. Pada tuturan ini terjadi perubahan yang
mengakibatnya adanya fungsi baru. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi alih kode tuturan tersebut adalah mempertegas pembicaraan.
Penutur sudah menjelaskan bahwa Tuhan merupakan perlindungan, namun
dipertegas lagi dengan pernyataan yang sama namun dengan bahasa Indonesia.
Penutur sendiri merupakan fator yang menyebabkan terjadinya alih kode.
Penutur dengan sengaja dan sadar melakukan alih kode. Awalnya penutur
memang berbicara dalam bahasa Jawa, namun setelah menjelaskan hal yang dikira
cukup kemudian penutur kembali mengulangi pernyataan yang sama dengan
bahasa Indonesia yang memang kata-katanya lebih mudah dimengerti oleh
pendengar karena menggunakan istilah yang lebih umum digunakan.
f. Pernyataan Untuk Diri Sendiri
Data 33
menika ugi kadhangkala kita ugi awrat anggenanipun kita badhe ngraosaken
pangucap sokur. Kadang-kadang kita kebingungan. “Saya mau berterimakasih
dan mengucap syukur untuk apa?
„itu juga terkadang kita juga sulit dalam kita mau merasakan ucapan syukur.
Kadang-kadang kita kebingungan. “Saya mau berterimakasih dan mengucap
syukur untuk apa?‟
(BK/08/11/15)
71
Tuturan yang ada pada data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi
di GKJ Ampel. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu, 8 November 2015
pada pukul 08.20 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang melaksanakan tugas
pada hari itu. Pendengar merupakan jemaat gereja yang datang beribadah minggu.
Suasana pada saat terjadi tuturan adalah banyak orang namun tenang karena
sedang mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan itu sendiri untuk
berdiskusi dengan pendengar tentang waktu yang tepat untuk mengucap syukur
karena penutur merasa jika mereka sulit untuk mengucap syukur.
Alih kode yang terdapat pada data tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa
ke bahasa Indonesia dilakukan oleh penutur. Awalnya penutur memberikan
pernyataan dengan bahasa Jawa „menika ugi kadhangkala kita ugi awrat
anggenanipun kita badhe ngraosaken pangucap sokur‟ lalu beralih kode dalam
menyampaikan pernyataan „kadang-kadang kita kebingungan‟ juga
memberikan pertanyaan „saya mau berterimakasih dan mengucap syukur
untuk apa?‟. Masing-masing kalimat memiliki fungsi yang berbeda. Alih kode
ini disebut alih kode intern.
Penutur melakukan alih kode karena ingin memberikan pernyataan untuk
diri sendiri. Dalam alih kodenya penutur menggunakan kata „saya‟ dan „kita‟ yang
merupakan kata yang merujuk pada dirinya dan juga orang lain.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur
dengan sengaja melakukan alih kode meskipun penutur tahu bahwa sebenarnya
penutur berkhotbah berbahasa Jawa karena memang ibadah hari itu menggunakan
bahasa Jawa dan latar belakang sebagian besar pendengar juga orang Jawa. Tetapi
72
kemudian penutur beralih kode untuk menyatakan semua yang ada di situ
terutama untuk penutur itu sendiri.
Data 34
Nggih boten? Memaksakan kehendak kita, supaya orang lain ikut dengan saya.
„ya tidak? Memaksakan kehendak kita, supaya orang lain ikut dengan saya‟
(BK/31/01/16)
Tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu
terjadinya minggu tanggal 31 Januari tahun 2016 pada jam 08.00 WIB.
Penuturnya merupakan seorang pengkhotbah yang memang mendapat giliran
tugas khotbah pada hari itu. Pendengarnya juga warga jemaat gereja itu yang
memang datang untuk melakukan ibadah hari minggu seperti biasa. Kegiatan
ketika tuturan terjadi adalah kegiatan keagamaan dengan suasana yang tenang
memperhatikan pengkhotbah melakukan tugasnya. Tujuan dari tuturan itu sendiri
memastikan keadaan pendengar apakah sama dengan yang sedang penutur
ilustrasikan.
Penutur melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.
Semula penutur bertanya dalam bahasa Jawa „nggih boten?‟ kemudian beralih
kode „memaksakan kehendak kita, supaya orang lain ikut dengan saya‟ yang
merupakan kalimat bahasa Indonesia, sehingga menjadikan fungi abru pada tiap-
tiap kalimat. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi dari alih kode yang terdapat pada data tuturan adalah pernyataan
untuk diri sendiri. Penutur menggunakan kata „saya‟ dalam pernyataannya, yang
memang ditujukan untuk dirinya sendiri.
73
Faktor penyebab terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur dengan
sengaja melakukan alih kode pada tuturannya. Mulanya penutur hanya bertanya
untuk mendapatkan kepastian dari pendengar, lalu setelah itu penutur menjelaskan
kepada pendengar mengenai kepastian yang sudah mereka sepakati pada
pernyataan sebelumnya. Alih kode yang dilakukan penutur pada tuturan ini
menggunakan kata ganti orang pertama yang berubah, yang tadinya penutur
menggunakan kata „kami‟ dan setelah itu berganti menjadi „saya‟.
2. Fungsi Campur Kode
Beberapa fungsi campur kode yang terdapat dalam khotbah berbahasa
Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel kabupaten Boyolali adalah, (1) kelancaran
dan mempermudah maksud tuturan, (2) keefektifan bahasa, (3) pesan yang
disampaikan mudah dipahami, dan (4) memperjelas maksud tuturan.
a. Kelancaran dan Mempermudah Maksud Tuturan
Data 35
Menika bab ingkang ndadosaken peprintahan pak Jokowi menika awrat
anggenipun ngadhepi ing babagan perekonomian.
„itulah hal yang menjadikan pemerintahan pak Jokowi itu sulit dalam menghadapi
dalam hal perekonomian‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015
pukul 08.20 WIB. Tuturan tersebut dituturkan oleh pengkhotbah yang pada hari
itu melakukan tugas menyampaikan khotbah. Yang mendengarkan tuturan
74
tersebut adalah semua warga jemaat yang hadir untuk beribadah di tempat dan
waktu yang sama. Situasi ketika tuturan terjadi cukup tenang karena pada saat itu
tengah mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah
menjelaskan penyebab yang menjadi kesulitan pemerintah menghadapi
perekonomian bangsa Indonesia kala itu.
Bentuk campur kode pada data tuturan tersebut berujud penyisipan kata
dari bahasa lain yang dilakukan oleh penutur. Penutur melakukan tuturan
menggunakan bahasa Jawa ketika berbicara „menika bab ingkang ndadosaken
peprintahan pak Jokowi menika awrat anggenipun ngadhepi ing babagan‟,
namun di akhir tuturannya penutur menggunakan bahasa Indonesia ketika
menyebutkan kata „perekonomian‟. Kata dari bahasa Indonesia yang disisipkan
tidak memiliki fungsi sendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode pada data tuturan di atas berfungsi untuk kelancaran dan
mempermudah maksud tuturan. Penutur lebih lancar menggunakan kata itu jika
dibanding harus mencari padanan kata lainnya, selain itu kata yang digunakan
cukup umum dan hampir semua orang mengetahui maksud dari tuturan penutur
dengan menggunakan kata itu.
Faktor penyebab terjadinya campur kode yang dilakukan oleh penutur
adalah kesengajaan. Penutur seorang pengkhotbah memiliki pengetahuan yang
berbeda dengan sengaja dan sadar mencampurkodekan bahasa lain ke dalam
bahasa asli. Kata yang digunakan penutur juga bukan kata yang sulit dipahami
oleh pendengar yan juga mengerti bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kata
„perekonomian‟ sudah menjadi kata yang lazim diucapkan oleh orang banyak dan
75
yang mengucapkannya mengerti arti dari kata tersebut. Penutur bisa dengan
mudah menggunakan kata tersebut tanpa perlu memikirkan apakah pendengarnya
mengerti maksudnya atau tidak.
Data 36
Gesang pagesangan kita nggadhahi mental baja.
„hidup kehidupan kita memiliki mental baja‟
(PJ/13/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 13 Desember 2015 pada pukul
08.25 WIB. Penutur adalah pendeta yang bertugas menyampaikan khotbah pada
hati itu. Yang mendengarkan tuturan adalah semua jemaat gereja tersebut yang
datang pada waktu itu. Situasi ketika terjadinya tuturan sangat hening fokus
mendengarkan penutur yang memberikan khotbah dalam kegiatan keagamaan.
Tujuan dari tuturan tersebut adalah memberikan pengaruh kepada pendengar agar
memiliki mental yang kuat seperti baja.
Bentuk campur kode adalah penyisipan berujud kata dari bahasa Indonesia
yang disampaikan oleh penutur. Penutur menyampaikan tuturannya menggunakan
bahasa Jawa „gesang pagesangan kita nggadhahi mental baja‟, namun pada akhir
tuturannya disisipkan kata „mental‟ dari bahasa Indonesia yang tidak memiliki
fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah kelancaran dan
mempermudah maksud tuturan. Penutur yang seorang pendeta akan lebih mudah
mengucapkan dengan bahasa lain dibanding dengan menggunakan bahasa asli
76
karena istilah yang digunakan juga sudah tidak asing lagi di telinga pendengar.
Pendengar juga mengetahui arti dari tuturan penutur.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan.
Penutur dengan sengaja melakukan campur kode dengan pertimbangan bahasa
yang digunakan mudah diucapkan dan dimengerti oleh semua orang. Kata yang
digunakan penutur ketika melakukan campur kode adalah „mental‟ yang memang
lebih tepat dipasangkan denan kata selanjutnya yaitu „baja‟, dibanding harus
mencari padanan kata lain namun malah tidak tepat dipasangkan dengan kata
berikutnya. Penutur sudah mempertimbangkan dengan baik struktur dari setiap
kalimat yang digunakannya agar lebih enak didengarkan pendengar yang ada di
tempat itu.
Data 37
Peladosan tugas panggilan boten namung dados pradata, purun wonten ing
komisi, purun wonten ing tim, purun wonten ing kepanitiaan, menika ugi sampun
nindakaken peladosan, lan sanes-sanesipun.
„pelayanan tugas panggilan tidak hanya jadi majelis, mau ada di komisi, mau ada
di tim, mau ada di kepanitiaan, itu juga sudah menjalankan pelayanan, dan lain-
lainnya‟
(BK/31/01/16)
Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Peristiwa tutur tersebut terjadi pada hari minggu,31 Januari
2016 pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas di gereja
tersebut. Pendengarnya adalah warga jemaat gereja tersebut yang datang
beribadah pada hari itu. Situasi pada saat tuturan adalah tenang dalam kegiatan
keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menjelaskan kepada pendengar
77
bahwa bentuk pelayanan itu bermacam-macam, tidak hanya menjadi majelis saja
seperti pemikiran banyak orang.
Campur kode yang terdapat pada data di atas berujud kata dari bahasa lain
yang diucapkan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa Jawa
„peladosan tugas panggilan boten namung dados pradata, purun wonten ing
komisi, purun wonten ing tim, purun wonten ing kepanitiaan, menika ugi sampun
nindakaken peladosan, lan sanes-sanesipun‟. Pada tuturan tersebut terdapat
beberapa kata dari bahasa Indonesia yaitu „komisi, tim, dan kepanitiaan‟ yang
tidak memiliki fungsi tersendiri. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode yang dilakukan oleh penutur berfungsi untuk kelancaran dan
mempermudah maksud tuturan penutur. Karena penutur menggunakan tidak
hanya satu kata dalam campur kodenya, maka akan lebih mudah untuk
mengucapkannya. Selain itu akan lebih sulit mencari padanan kata yang sesuai
dalam bahasa asli, maka langkah yang dilakukan penutur untuk bercampur kode
dinilai lebih tepat.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada tuturan tersebut
adalah sikap bahasa penutur. Sikap yang diambil penutur untuk melakukan
campur kode untuk kata-kata dari bahasa lain ini memang cukup tepat. Campur
kode yang dilakukan penutur lebih menguntungkan penutur dalam menyampaikan
tuturannya agar pendengar juga memahami maksud tuturan karena istilah yang
digunakan penutur cukup umum di telinga setiap orang. Baik itu penutur maupun
pendengar semua bisa menerima dengan baik apa yang ingin disampaikan penutur
lewat tuturan campur kodenya.
78
b. Keefektifan Bahasa
Data 38
Ananging konsepipun Gusti Yesus menika benten kepara ugi tebih kalih konsep
ingkang kados mekaten menika.
„tetapi konsepnya Tuhan Yesus itu berbeda terlampau juga jau dengan konsep
yang seperti itu‟
(PJ/22/11/15)
Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.
Tuturan terjadi pada hari minggu tanggal 22 November 2015 pukul 08.20 WIB.
Penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang mendapat giliran menyampaikan
khotbah pada hari itu. Pendengarnya merupakan warga jemaat penutur sendiri,
yang pada pagi hari itu memang datang dengan tujuan beribadah dan
mendengarkan khotbah dari penutur. Situasi ketika tuturan terjadi tenang, hanya
terdengar suara penutur dan beberapa kendaraan yang lewat. Tujuan dari tuturan
yang dituturkan oleh penutur adalah menerangkan kepada pendengar mengenai
suatu konsep yang berbeda dari konsep lainnya.
Campur kode pada data di atas berujud kata dari bahasa lain yang
disampaikan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut penutur berbicara dengan
menggunakan bahasa Jawa „ananging konsepipun Gusti Yesus menika benten
kepara ugi tebih kalih konsep ingkang kados mekaten menika‟. Dalam tuturan
tersebut penutur dua kali menyebutkan kata „konsep‟ yang merupakan kata dalam
bahasa Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang ada pada data tersebut adalah keefektifan
bahasa. Pendengar akan lebih mudah menerima maksud tuturan penutur dengan
79
dilakukan campur kode oleh penutur. Bahasa yang digunakan juga cukup mudah
dimengerti dibanding menggunakan bahasa lain yang tidak efektif digunakan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada data tuturan
tersebut adalah kesengajaan. Penutur dengan sengaja melakukan campur kode
dengan menyisipkan kata „kosep‟ dengan bahasa Indoesia ke dalam tuturan
bahasa Jawa. Kata tersebut bukan lagi kata yang asing diucapkan banyak orang,
juga dapat dimengerti banyak orang. Penutur menjelaskan kepada pendengar
tentang konsep yang berbeda dengan konsep yang diutarakan penutur pada tuturan
sebelumnya.
Data 39
Menawi kula boten badhe ngajari, nanging memperagakan, tiyang ingkang
badhe rangkulan, kok rangkulan nggih.
Jika saya tidak akan mengajarkan, tetapi memperagakan, orang yang akan
pelukan, kok pelukan ya‟
(PS/26/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26 Desember 2015 pada pukul
15.40WIB. Penutur adalah seorang pendeta dari gereja lain yang pada hari itu
berkenan memberikan khotbah di tempat itu. Pendengar adalah semua warga
jemaat gereja itu dan tamu yang datang dalam peringatan natal. Situasi ketika
terjadinya tuturan ramai namun tetap berfokus pada penutur yang berkhotbah di
hadapan semua orang yang hadir. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menjelaskan
kepada pendengar bagaimanakah bentuk dari pelukan yang dimaksud penutur
dalam tuturannya dengan cara memperagakan.
80
Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa lain yang
diucapkan oleh penutur. Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan bahasa
Jawa „menawi kula boten badhe ngajari, nanging memperagakan, tiyang ingkang
badhe rangkulan, kok rangkulan nggih‟, pada tuturan tersebut penutur
memasukkan kata yang tidak merubah fungsi dalam bahasa Indonesia yaitu
„memperagakan‟. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah
keefektifan bahasa. Penutur menggunakan bahasa Indonesia yang lebih tepat
digunakan sebagai bentuk kalimat aktif, namun tidak tepat dipasangkan dengan
kata sebelumnya. Pesan yang dimaksud penutur melalui campur kodenya juga
dirasa mudah diterima oleh pendengar yang ada di tempat itu.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kekurangtahuan
penutur pada kaidah bahasa. Jika penutur lebih memikirkan lagi apa yang akan
dituturkannya, ditata lebih rapi dalam bahasa Jawa maka penutur tidak perlu
melakukan alih kode pada tuturan itu. Pada tuturan itu ada hal yang bisa ditiru,
seorang pemuka agama tidak hanya memberikan perintah kepada jemaatnya,
tetapi memberikan contoh secara nyata. Pandangan orang lain akan lebih baik
karena sikapnya yang mau memperagakan adegan yang ada dalam khotbahnya,
dan bukan hanya meminta pendengar untuk melakukannya di rumah.
Data 40
Kula ngladosi konseling dhateng tiyang sekawan dasa taun langkung neng-
nengan.
„saya melayani konseling kepada orang empat puluh tahun lebih diam-diaman‟
(PS/26/12/15)
81
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel.
Waktu terjadinya tuturan pada hari sabtu, 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.
Penuturnya adalah pendeta dari gereja lain yang pada sore hari itu berkenan
menyampaikan khotbah di GKJ Ampel. Pendengar adalah warga jemaat GKJ
Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja dan panitia
natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap tenang
memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan keagamaan.
Tujuan dari tuturan adalah memberikan informasi kepada pendengar bahwa
penutur memberi pelayanan konseling kepada sepasang orang yang lebih dari
empat puluh tahun saling mendiamkan.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud kata dari
bahasa lain yang disampaikan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa
Jawa yaitu „kula ngladosi konseling dhateng tiyang sekawan dasa taun langkung
neng-nengan‟, tetapi pada tuturan tersebut penutur menyisipkan kata „konseling‟
yang merupakan istilah dalam bahasa Indonesia. Istilah yang digunakan tidak
merubah fungsi kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode yang dilakukan penutur ini berfungsi untuk keefektifan
bahasa. Karena tidak mudah mencari padanan kata yang sesuai dalam bahasa
aslinya, maka penutur lebih baik melakukan campur kode dengan menggunakan
istilah yang lebih umum dan dimengerti oleh banyak orang.
Campur kode pada tuturan tersebut disebabkan oleh kesengajaan. Penutur
dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturannya dengan
mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan lebih mudah dipahami oleh
82
pendengar yang ada di situ. Pada tuturan tersebut penutur menggunakan kata
„konseling‟ yang jika dicari artinya dalam KBBI adalah pengarahan, pemberian
bimbingan oleh seorang ahli. Untuk mencari padanan kata yang sesuai dengan
bahasa asli yang digunakan penutur dalam khotbahnya akan memakan bayak
sekali kata yang malah akan membuat pendengar bingung dan tuturan menjadi
kurang efektif lagi.
c. Pesan yang Disampaikan Mudah Dipahami
Data 41
Artinya tidak pernah berpikir itu, kelong semono ki ki ora kanthonge ki ora
nggagas ngoten lho.
„artinya tidak pernah berpikir itu, berkurang segitu itu tu tidak sakunya tu tidak
respon gitu‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.
Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.
Tuturan tersebut dituturkan oleh pengkhotbah yang pada hari itu melakukan
tugasnya memberikan khotbah kepada pendengar yang ada di situ. Yang menjadi
pendengar tuturan tersebut adalah semua warga jemaat yang hadir di tempat dan
waktu yang sama untuk keperluan ibadah. Situasi ketika tuturan terjadi cukup
tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan dari
tuturan di atas adalah menjelaskan suatu keadaan tentang sesuatu yang berkurang
namun tidak berpengaruh terhadap kantong.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan berujud klausa dari
bahasa yain yang diucapkan oleh penutur. Bahasa asli yang digunakan penutur
83
menyampaikan khotbah adalah bahasa Jawa. Di awal tuturan penutur
menyisipkan bahasa Indonesia „artinya tidak pernah berpikir itu‟, tapi kemudian
penutur kembali menggunakan bahasa Jawa „kelong semono ki ki ora kanthonge
ki ora nggagas ngoten lho‟. Penyisipan yang dilakukan penutur tidak merubah
fungsi kalimat. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah
pesan yang disampaikan mudah dipahami. Sebenarnya penutur hanya ingin
menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan tidak memerlukan petimbangan
yang terlalu banyak karena dampaknya juga tidak akan mempengaruhi keadaan
dari benda lain yang digunakan ilustrasi oleh penutur.
Faktor yang menyebabkan penutur menggunakan campur kode adalah
kemiskinan perbendaharaan penutur. Penutur melakukan campur kode dengan
klausa yang di dalamnya terdapat kata-kata yang mudah dicari padanan katanya
dalam bahasa asli. Sebenarnya penutur tidak perlu melakukan campur kode karena
menjadikan tuturan semakin tidak efektif dan tidak teratur. Penggunaan klausa
dengan tatanan kata yang tidak tepat menjadikan tuturan tidak rapi dan tidak enak
didengarkan. Penutur juga menjelaskan lagi bahasan yang sudah dicampur-
kodekan oleh penutur di akhir tuturan dengan menggunakan bahasa asli.
Data 42
Ibu-ibu ingkang mawi jilbab lan bapak-bapak ingkang Muslim, kula menawi
tiyang Indonesia, acung jempol dua jari, awit menawi sekawan jari boten saged.
„ibu-ibu yang memakai jilbab dan bapak-bapak yang muslim, saya sebagai orang
Indonesia, acung jempol dua jari, karena jika empat jari tidak bisa‟
(PS/26/12/15)
84
Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan pada hari sabtu tanggal 26
Desember 2015 pukul 15.40 WIB. Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang
menyampaikan khotbah pada sore hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ
Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja dan panitia
natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap fokus dan
tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan
keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah menyatakan suatu bentuk
penghargaan kepada beberapa pendengar yang ada di tempat itu.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud klausa
dari bahasa Indonesia yang disampaikan oleh penutur. Penutur memberikan
khotbah dengan bahasa Jawa pada tuturan „ibu-ibu ingkang mawi jilbab lan
bapak-bapak ingkang Muslim, kula menawi tiyang Indonesia, acung jempol dua
jari, awit menawi sekawan jari boten saged‟. Dalam tuturan tersebut penutur
memasukkan klausa berbahasa Indonesia „acung jempol dua jari‟ yang tidak
menyebabkan perubahan fungsi dalam kalimat. Campur kode ini disebut campur
kode intern.
Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah pesan yang disampaikan
mudah dipahami. Dengan menggunakan istilah „acung jempol dua jari‟ pendengar
yang tadinya disuguhi dengan tuturan berbahasa Jawa juga mengerti maksud dari
penutur yang ingin menyampaikan bentuk penghargaan kepada pendengar.
Faktor yang menyebabkan campur kode yang dilakukan oleh penutur
adalah sikap bahasa penutur. Penutur dengan baik mengambil sikap untuk
85
melakukan campur kode pada klausa tersebut. Meskipun sebenarnya klausa yang
digunakan akan lebih efektif jika menggunakan bahasa aslinya, namun di sini
pendengar juga mengerti apa maksud yang penutur katakan melalui campur
kodenya. Sebenarnya penutur hanya melakukan sedikit campur kode yang
mendasar yaitu pada kata „dua‟ dan „jari‟, namun karena menggabungkannya
dengan beberapa kata lain maka menjadi satu klausa yang jika diartikan ke dalam
bahasa asli akan merubah struktur kalimatnya.
Data 43
Pramila para sedherek ingkang kinasih, sumangga samangke menapa samangke
kula lan panjenengan ugi kadosdene Tentara Nasional Indonesia?
„maka para saudara yang terkasih, marilah sekarang apakah sekarang saya dan
anda juga seperti Tentara Nasional Indonesia?‟
(BK/31/01/16)
Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 31
Januari 2016 pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang
bertugas pada hari itu. Pendengarnya adalah jemaat GKJ Ampel yang datang
untuk beribadah. Situasi ketika tuturan terjadi cukup tenang karena mengikuti
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan yang dilakukan penutur adalah mengajak
semua pendengar untuk menjadi seperti TNI yang sudah dijelaskan penutur pada
tuturan sebelumnya.
Bentuk campur kode pada tuturan tersebut berujud frasa dari bahasa
Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Pada tuturan itu penutur bertanya
menggunakan bahasa Jawa „pramila para sedherek ingkang kinasih, sumangga
86
samangke menapa samangke kula lan panjenengan ugi kadosdene Tentara
Nasional Indonesia?‟, tapi di akhir tuturan penutur menyisipkan „Tentara
Nasional Indonesia‟ yang tidak memiliki fungsi tersendiri dalam kalimat.
Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut adalah
pesan yang disampaikan mudah dipahami. Penutur beranggapan bahwa pendengar
lebih mengenal dan mengerti TNI dibanding harus mencari padanan kata dalam
bahasa asli tuturan.
Campur kode pada tuturan tersebut disebabkan oleh kesengajaan. Penutur
dengan sengaja melakukan campur kode dengan memasukkan frasa berbahasa
Indonesia dalam tuturannya. Pendengar dan semua orang yang ada di tempat itu
mengerti apa yang dikatakan oleh penutur. Ditambahkannya campur kode ke
dalam tuturan tersebut dirasa sudah tepat sasaran, namun dalam tuturannya
penutur mengulangi kata „samangke‟ dengan bahasa asli. Pemenggalan kalimat
yang dilakukan oleh penutur kurang tepat sehingga mengakibatkan tuturan
menjadi tidak efektif dengan pengulangan kata yang terjadi dalam satu kalimat.
d. Memperjelas Maksud Tuturan
Data 44
Ing padintenan kita menika wonten kebiasaan, habbit, kangge ngaturaken
panuwun sokur.
„dalam keseharian kita itu ada kebiasaan, habbit, untuk memberikan ucapan
syukur‟
(PJ/13/12/15)
87
Peristiwa tutur pada data di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali.
Tuturan terjadi pada hari minggu 13 Desember 2015 pada pukul 08.25 WIB.
Penutur yang melakukan tuturan tersebut adalah pendeta yang berasal dari gereja
itu, dan mendapat giliran menyampaikan khotbah pada hari itu. Yang menjadi
pendengar tuturan tersebut adalah jemaat gereja itu yang pada pagi itu datang
bersama-sama berkumpul untuk kegiatan peribadahan. Situasi pada saat tuturan
berlangsung tenang dan semua yang mendengarkan fokus mendengarkan setiap
kata demi kata yang penutur ucapkan. Tuturan di atas bertujuan mengajak
pendengar mau menjadikan ucapan syukur sebagai kebiasaan dalam
kesehariannya.
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berupa kata dari
bahasa lain yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan bahasa
Jawa dengan ragam krama „ing padintenan kita menika wonten kebiasaan, habbit,
kangge ngaturaken panuwun sokur‟. Namun terdapat penggunaan kata dari
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris di tengah kalimat, yaitu kata „kebiasaan‟,
dan „habbit‟. Fungsi masing-masing kata sudah menyatu dalam kalimat. Campur
kode ini merupakan campur kode ekstern.
Fungsi campur kode pada tuturan adalah memperjelas maksud tuturan.
Pada tuturan campur kode tersebut penutur menggunakan kata „kebiasaan‟ dan
„habbit‟, yang mana arti kedua kata ini adalah sama. Penutur hanya mengulangi
pernyataan yang sama namun dengan bahasa yang berbeda. Hal ini bertujuan agar
pendengar lebih jelas dengan apa yang dikatakan oleh penutur.
88
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan.
Penutur dengan sengaja mencampurkan dua kata dengan arti yang sama namun
dengan bahasa yang berbeda. Meskipun pendengar kurang mengerti arti dari kata
berbahasa Inggris yang memang kurang familier di telinga pendengar, namun
penutur ingin menunjukkan keahliannya dalam menggunakan bahasa asing.
Sebenarnya tanpa perlu menambahkan istilah dalam bahasa asing pendengar
sudah mengerti dengan apa yang dimaksud penutur, namun demi memperjelas
pernyataannya penutur melakukan campur kode lagi namun dengan bahasa yang
beda lagi dari bahasa asli dan bahasa sebelumnya.
Data 45
Pancen para sedherek ingkang kinasih, saben kita nindakken pakaryan, menika
pancen kedah diperhitungkan, kedah dipergumulkan.
„memang para saudara yang terkasih, setiap kita melakukan pekerjaan, itu
memang harus diperhitungkan, harus dipergumulkan‟
(BK/31/01/16)
Tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel. Waktu terjadinya minggu tanggal 31
Januari tahun 2016 pada jam 08.00 WIB. Penuturnya merupakan seorang
pengkhotbah yang memang mendapat giliran tugas khotbah pada hari itu.
Pendengarnya juga warga jemaat gereja itu yang memang datang untuk
melakukan ibadah hari minggu seperti biasa. Kegiatan ketika tuturan terjadi
adalah kegiatan keagamaan dengan suasana yang tenang memperhatikan
pengkhotbah melakukan tugasnya. Tujuan dari tuturan itu adalah mengajak
pendengar agar dalam setiap pekerjaan, harus selalu diperhitungkan dan
dikerjakan dengan baik.
89
Campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa
Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan bahasa
Jawa „pancen para sedherek ingkang kinasih, saben kita nindakken pakaryan,
menika pancen kedah diperhitungkan, kedah dipergumulkan‟. Terdapat
penggunaan kata dari bahasa Indonesia di akhir kalimat, yaitu kata
„diperhitungkan‟, dan „dipergumulkan‟ yang tidak memiliki fungsi sendiri.
Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Campur kode pada tuturan tersebut berfungsi untuk memperjelas maksud
tuturan. Pada tuturan tersebut penutur dengan jelas mengajak setiap orang yang
ada di tempat itu untuk memperhitungkan dan mempergumulkan setiap pekerjaan.
Kata yang digunakan penutur juga jelas dan mudah dipahami, karena penutur
menggunakan kata yang umum digunakan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada tuturan tersebut
adalah sikap bahasa penutur. Jika penutur tidak melakukan campur kode, maka
tuturan akan menjadi kurang enak didengarkan. Apabila penutur ingin tetap
menggunakan bahasa asli dalam tuturannya, penutur harus mengubah struktur
kalimat diselaraskan sesuai dengan konteks kalimat berbahasa Jawa. Sikap
penutur untuk melakukan campur kode sudah dianggap tepat, namun dalam
tuturan itu penutur mengulang kata „pancen‟ yang sangat tidak efektif diulang.
Penutur harus memilih untuk menggunakan salah satu entah itu yang di awal
kalimat atau yang ada di tengah kalimat.
Data 46
Kalawau, senajan badan kita pasrakahen sedaya, termasuk hidupnya diberikan,
ning nak boten nggadhahi katresnan, boten badhe maedahi.
90
„tadi, walaupun tubuh kita serahkan semua, termasuk hidupnya diberikan, tapi jika
tidak mempunyai kasih, tidak akan bermanfaat‟
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 31 Januari 2016
pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang bertugas
menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar. Pendengar tuturan
tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah hari itu. Situasi
saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada di tempat itu fokus
mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam kegiatan keagamaan.
Tujuan dari tuturan di atas adalah memberitahukan kepada pendengar bahwa
meskipun memberikan tubuh dan hidupnya tetapi tidak memiliki kasih semuanya
tidak akan bermanfaat.
Campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berujud klausa dari
bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur menggunakan bahasa
Jawa pada tuturannya „kalawau, senajan badan kita pasrakahen sedaya, termasuk
hidupnya diberikan, ning nak boten nggadhahi katresnan, boten badhe maedahi‟.
Dalam tuturan tersebut penutur menyisipkan unsur bahasa Indonesia „termasuk
hidupnya diberikan‟. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah memperjelas maksud
tuturan. Sebelum menggunakan campur kode penutur sudah menyampaikan hal
yang sama dengan yang dibahas pada campur kodenya namun dengan bahasa asli.
Setelah itu penutur melakukan campur kode dengan pokok pembahasan yang
sama, namun dengan bahasa yang berbeda.
91
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah sikap bahasa
penutur. Meskipun campur kode yang dilakukan penutur berfungsi memperjelas
maksud tuturan, namun dirasa hal ini tidak perlu dilakukan. Campur kode yang
dilakukan penutur sia-sia karena tanpa mengulangi pernyataan yang sama
pendengar sudah mengerti maksud dari tuturan penutur. Sikap yang diambil
penutur untuk melakukan campur kode dinilai kurang tepat karena malah
menjadikan tuturan tidak efektif karena hanya mengulang pernyataan yang sama
namun dengan bahasa yang berbeda. Atau mungkin hal ini sengaja dilakukan
penutur agar tuturannya terlihat lebih berisi.
C. Faktor yang Menyebabkan Alih Kode dan Campur Kode dalam
Khotbah Berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel
1. Faktor yang Menyebabkan Alih Kode
Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan alih kode dalam
khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel kabupaten Boyolali yaitu,
(1)penutur, (2)mitra tutur, (3)pokok pembicaraan, (4)untuk membangkitkan rasa
humor, dan (5)untuk sekedar bergengsi.
a. Penutur
Data 47
Temtu kemawon kanthi mangku warni cara ingkang baken menika dados tiyang
ingkang nggadhahi panguwaos. Tidak ada kawan sejati dan lawan sejati, yang
ada adalah kepentingan sejati untuk meraih kekuasaan.
„tentu saja dengan melakukan berbagai cara yang baku itu menjadi orang yang
memiliki kekuasaan. Tidak ada kawan sejati dan lawan sejati, yang ada adalah
kepentingan sejati untuk meraih kekuasaan‟
(PJ/22/11/15)
92
Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya adalah hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang
menjadi penutur adalah pendeta gereja itu dan memang saat itu bertugas
memberikan khotbah minggu seperti biasa. Pendengar tuturan merupakan warga
jemaat gereja yang datang beribadah pada hari itu. Suasana pada saat terjadi
tuturan cukup hening karena volume dan intonasi penutur berubah-ubah tidak
tetap. Tujuan dari tuturan adalah memberikan gambaran kepada pendengar
tentang kekuasaan yang memang sedang dibahas saat itu.
Alih kode yang ada pada data tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa ke
bahasa Indonesia. Awalnya penutur berkata „temtu kemawon kanthi mangku
warni cara ingkang baken menika dados tiyang ingkang nggadhahi
panguwaos‟ yang merupakan bahasa Jawa, kemudian penutur berkata lagi „tidak
ada kawan sejati dan lawan sejati, yang ada adalah kepentingan sejati untuk
meraih kekuasaan‟ yang merupakan bahasa Indonesia. Fungsi masing-masing
kalimat berbeda. Alih kode ini disebut alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah untuk mempertegas
pembicaraan. Sebelum melakukan alih kode penutur sudah mengungkapkan
pernyataannya, namun penutur mengulangi pernyataan serupa namun dengan
bahasa Indonesia.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode pada data tuturan tersebut
adalah penutur. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan tuturan ke bahasa
Indonesia. Awalnya memang penutur berbicara menggunakan bahasa Jawa sesuai
dengan jadwal ibadah pada hari itu. Penutur sudah menggambarkan jelas tentang
93
cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan, tetapi sepertinya
penutur masih kurang puas dan kemudian mengulangi pernyataan yang serupa
dengan sedikit tambahan namun dengan bahasa Indonesia yang menyebabkan
terjadinya alih kode.
Data 48
Dados ugi wonten ing mriki sampun boten wonten alasan saya tidak punya
kompetensi, kula boten saged, kula dereng siap, lan sapiturutipun. Tuhan sudah
menyiapkan sarana dan prasarananya. Tuhan sudah mempersiapkan alat-
alatnya. Bahan materinya sudah ada, tinggal kita mau menjalankan atau tidak.
„jadi juga di sini sudah tidak ada alasan saya tidak punya kompetensi, saya tidak
bisa, saya belum siap, dan sebagainya. Tuhan sudah menyiapkan sarana dan
prasarananya. Tuhan sudah mempersiapkan alat-alatnya. Bahan materinya sudah
ada, tinggal kita mau menjalankan atau tidak‟
(BK/31/01/16)
Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
berlangsungnya pada hari minggu 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Penuturnya
adalah seorang pengkhotbah yang bertugas pada hari itu. Pendengar tuturan
tersebut adalah jemaat gereja itu yang datang untuk beribadah. Situasi saat terjadi
tuturan adalah tenang fokus mendengarkan penutur berkhotbah karena memang
berada dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah memastikan suatu
keadaan agar semua yang ada di tempat itu mau akan menjalankannya atau tidak.
Alih kode pada tuturan tersebut terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa
Indonesia. Awalnya penutur menggunakan bahasa Jawa „dados ugi wonten ing
mriki sampun boten wonten alasan saya tidak punya kompetensi, kula boten
saged, kula dereng siap, lan sapiturutipun‟ kemudian beralih menggunakan
bahasa Indonesia „Tuhan sudah menyiapkan sarana dan prasarananya.
94
Tuhan sudah mempersiapkan alat-alatnya. Bahan materinya sudah ada,
tinggal kita mau menjalankan atau tidak‟, yang menimbulkan fungsi baru. Alih
kode ini disebut dengan alih kode intern.
Fungsi alih kodenya lebih argumentatif. Penutur ingin meyakinkan
pendengar agar mau melakukan yang penutur katakan sebelumnya, karena segala
sesuatunya telah dipersiapkan, hanya tinggal melaksanakan atau tidak.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur
dengan sengaja melakukan alih kode ke bahasa Indonesia karena akan lebih lancar
mengucapkan. Dalam tuturannya terdapat beberapa kata yang tidak ada padanan
katanya dalam bahasa Jawa, misalnya kata sarana, prasarana, dan materi seperti
yang terdapat pada tuturan penutur. Hal ini dianggap akan menghambat penutur
dalam menyampaikan.
b. Lawan Tutur
Data 49
Kadang-kadang orang yang nyarutang maksimal seratus ribu perbulan,
dibanding orang yang nyarutang satu juta perbulan, kesehariannya, hidupnya
pasti akan amat berbeda. Masih lebih enak yang orang yang satu, satu juta.
Inilah pergumulan-pergumulan kita bapak ibu. Mangga samangke,
sasampunipun kita samangke mirsani gesang kula lan panjenengan.
„kadang-kadang orang yang bayar utang maksimal seratus ribu perbulan,
dibanding orang yang nyarutang satu juta perbulan, kesehariannya, hidupnya pasti
akan amat berbeda. Masih lebih enak yang orang yang satu, satu juta. Inilah
pergumulan-pergumulan kita bapak ibu. Marilah sekarang, sesudah kita melihat
kehidupan saya dan anda‟
(BK/08/11/15)
Data alih kode di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah minggu 8 November 2015
95
pada pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah yang bertugas pada hari itu.
Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang
beribadah pagi hari itu. Situasi pada saat tuturan terjadi cukup tenang, semua
fokus mendengarkan penutur yang bertugas menyampaikan khotbah dalam
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah menyampaikan kepada pendengar
tentang orang yang mempunyai utang dan kehidupan orang tersebut.
Bentuk alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awalnya penutur
menggunakan bahasa Indonesia untuk menuturkan „kadang-kadang orang yang
nyarutang maksimal seratus ribu perbulan, dibanding orang yang nyarutang
satu juta perbulan, kesehariannya, hidupnya pasti akan amat berbeda.
Masih lebih enak yang orang yang satu, satu juta. Inilah pergumulan-
pergumulan kita bapak ibu‟ namun kemudian penutur beralih kode ke dalam
bahasa Jawa „mangga samangke, sasampunipun kita samangke mirsani gesang
kula lan panjenengan sehingga menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini
merupakan alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah memberikan
penghormatan kepada pendengar. Penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
krama kepada pendengar terlebih lagi menggunakan kata „kula lan panjenengan‟
yang di Jawa dianggap merendahkan diri sendiri namun lebih menghormati orang
yang diajak berbicara.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah mitra
tutur. Yang diajak berkomunikasi penutur dalam tuturan itu adalah warga jemaat
gereja yang kebanyakan berlatar belakang orang Jawa dan akan lebih mudah bila
96
diajak berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sebelum melakukan alih kode,
penutur menggunakan bahasa Indonesia karena ada beberapa kata yang sulit
ditemukan padanan katanya dalam bahasa Jawa, namun kemudian penutur beralih
kode.
Data 50
Terus siapa yang mengutus, siapa yang memanggil, siapa yang memilih itu
hanya Tuhan sendiri. Kados menika wau, kelingan sampun dipun menapa
sarasaken saking wutanipun. Mripatipun wuta lajeng dipunsarasaken dening
Gusti piyambakipun crita.
„terus siapa yang mengutus, siapa yang memanggil, siapa yang memilih itu hanya
Tuhan sendiri. Seperti itu tadi, teringat sudah di apa sembuhkan dari butanya.
Matanya buta lalu disembuhkan oleh Tuhan dirinya cerita‟
(BK/31/01/16)
Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur tersebut terjadi pada hari minggu
tanggal 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB. Tuturan terjadi dalam situasi yang
tenang karena pendengar yang merupakan warga jemaat gereja sedang
mendengarkan penutur yang merupakan pengkhotbah dalam kegiatan keagamaan.
Tuturan tersebut bertujuan supaya ilustrasi tentang seseorang buta yang sudah
sembuh kemudian merasa terpanggil untuk bercerita dapat lebih dipahami oleh
pendengar.
Dalam tuturan tersebut terdapat alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa
Jawa. Pada awalnya penutur berbicara menggunakan bahasa Indonesia „terus
siapa yang mengutus, siapa yang memanggil, siapa yang memilih itu hanya
Tuhan sendiri‟ kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa „kados menika
wau, kelingan sampun dipun menapa sarasaken saking wutanipun. Mripatipun
97
wuta lajeng dipunsarasaken dening Gusti piyambakipun crita‟ karena
menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini disebut alih kode intern.
Tuturan alih kode tersebut berfungsi untuk mempertegas pembicaraan
yang sebelumnya sudah dibahas terlebih dahulu oleh penutur. Penutur mengulang
kembali ilustrasi yang sudah diberikan agar lebih jelas dan pendengar
mengingatnya lagi.
Penyebab dilakukannya alih kode yang dilakukan oleh penutur adalah
mitra tutur atau pendengar yang ada di tempat itu. Penutur mencoba
mengingatkan kembali apa yang sudah penutur katakan sebelumnya, terbukti
dengan perkataan „kados menika wau‟ yang merupakan bahasa Jawa ragam
krama. Penutur beralih kode ke dalam bahasa jawa karena pendengar sebagian
besar memiliki latar belakang Jawa, meskipun juga mengerti maksud tuturan
penutur dalam bahasa Indonesia. Pendengar akan lebih mudah menerima dan
terhormat jika penutur menggunakan bahasa Jawa terlebih menggunakan ragam
krama.
c. Pokok Pembicaraan
Data 51
Rikala Yeremia menawi kita waos wonten ing Yeremia setunggal, ayat sekawan
dumugi sedasa. Saat Yeremia diminta Tuhan, untuk melayani umat dan
jemaatnya, untuk melayani bangsanya, alasannya adalah “saya masih muda
Tuhan”. Ternyata memang ini menjadi alasan yang luar biasa.
„ketika Yeremia jika kita baca di dalam Yeremia satu, ayat empat sampai sepuluh.
Saat Yeremia diminta Tuhan, untuk melayani umat dan jemaatnya, untuk
melayani bangsanya, alasannya adalah “saya masih muda Tuhan”. Ternyata
memang ini menjadi alasan yang luar biasa‟
(BK/31/01/16)
98
Data di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Peristiwa tutur tersebut terjadi pada hari minggu 31 Januari
2016 pukul 08.00 WIB. Penutur adalah pengkhotbah dan merupakan majelis yang
diberi tugas di gereja tersebut. Pendengarnya adalah warga jemaat gereja tersebut
yang datang beribadah pada hari itu. Situasi pada saat tuturan cukup tenang dalam
kegiatan keagamaan, semua yang ada di tempat itu memperhatikan penutur yang
memberikan khotbah. Tujuan dari tuturan tersebut adalah membahas tentang
orang yang terdapat dalam bacaan bernama Yeremia yang tidak mau melakukan
apa yang diminta oleh Tuhan.
Alih kode pada data tuturan tersebut terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa
Indonesia dengan intensitas yang cukup banyak. Pada awalnya penutur berbicara
dalam bahasa Jawa „rikala Yeremia menawi kita waos wonten ing Yeremia
setunggal, ayat sekawan dumugi sedasa‟ kemudian beralih kode ke bahasa
Indonesia „saat Yeremia diminta Tuhan, untuk melayani umat dan
jemaatnya, untuk melayani bangsanya, alasannya adalah “saya masih muda
Tuhan”. Ternyata memang ini menjadi alasan yang luar biasa‟. Fungsi
masing-masing kalimat berbeda. Alih kode ini juga disebut alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah mempertegas
pembicaraan. Sebelum melakukan alih kode penutur akan membahas tentang
obyek yang akan dibicarakan. Setelah melakukan alih kode penutur menjelaskan
lagi isi dari obyek pembicaraan penutur tadi.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode oleh penutur adalah pokok
pembicaraan. Ketika penutur masih berbicara dengan bahasa Jawa, belum
99
melakukan alih kode sudah jelas di sana bahwa pokok pembicaraanya Yeremia.
Setelah penutur beralih kode ke bahasa Indonesia penutur lebih jelas membahas
tentang Yeremia yang ketika diminta oleh Tuhan untuk melayani umat, jemaat,
dan bangsanya namun menolak dengan alasan masih muda. Dengan melakukan
alih kode penutur mencoba menjelaskan tentang alasan-alasan apa saja yang
diberikan oleh semua orang ketika mendapatkan tugas tanggung jawab yang sama
seperti yang dibicarakan penutur.
Data 52
Walaupun nyuwun pangapunten menawi dipunraos-raosaken mbok bilih
prentahipun menika angel sanget dipuntindakaken. Malah kepara kadhangkala
menika bertentangan kaliyan hati nuraninya. Karena apapun yang
diperintahkan oleh komendan, itu bagi prajurit wajib melaksanakan. Disuruh
membunuh, membunuh. Disuruh berlari, berlari. Apapun yang diperintahkan
dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pasti akan segera dijalankan.
„walaupun mohon maaf jika dirasa-rasakan jika perintahnya itu sulit sekali
dilakukan. Malah kedang-kadang itu bertentangan dengan hati nuraninya. Karena
apapun yang diperintahkan oleh komandan, itu bagi prajurit wajib melaksanakan.
Disuruh membunuh, membunuh. Disuruh berlari, berlari. Apapun yang
diperintahkan dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pasti akan segera
dijalankan‟
(BK/31/01/16)
Tuturan di atas terjadi di GKJ Ampel kabupaten Boyolali. Waktu
terjadinya tuturan pada hari minggu 31 Januari 2016 pukul 08.00 WIB.
Penuturnya adalah seorang yang bertugas untuk memberikan khotbah pada hari
itu. Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang
untuk beribadah pada waktu itu. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang,
semua jemaat mendengarkan khotbah dengan baik. Tuturan tersebut terjadi pada
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah membicarakan dengan
100
pendengar mengenai segala macam perintah sulit yang wajib dilakukan oleh
prajurit ketika diberi perintah oleh komandannya.
Bentuk alih kode yang terdapat pada data tuturan di atas adalah alih kode
dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Semula penutur berbicara dengan
menggunakan bahasa Jawa „walaupun nyuwun pangapunten menawi dipunraos-
raosaken mbok bilih prentahipun menika angel sanget dipuntindakaken. Malah
kepara kadhangkala menika bertentangan kaliyan hati nuraninya‟ kemudian
penutur berbicara lagi dengan bahasa Indonesia „karena apapun yang
diperintahkan oleh komandan, itu bagi prajurit wajib melaksanakan.
Disuruh membunuh, membunuh. Disuruh berlari, berlari. Apapun yang
diperintahkan dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pasti akan segera
dijalankan‟ yang merubah fungsi . Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih argumentatif.
Sebelum melakukan alih kode penutur sudah menjelaskan tentang perintah yang
harus dilakukan oleh prajurit. Penutur meyakinkan pendengar dengan melakukan
alih kode dan juga menyebutkan hal-hal yang lebih rinci dibandingkan sebelum
penutur melakukan alih kode.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah pokok
pembicaraan yang sedang mereka bahas. Pembicaraan mereka pada saat itu adalah
mengenai berbagai macam perintah yang diterima oleh prajurit. Dengan beralih
kode ke bahasa Indonesia penutur menjelaskan lagi pokok pembicaraan mereka
namun dengan lebih rinci lagi, bahkan di sini penutur memberikan beberapa
contoh perintah yang harus dilakukan prajurit ketika diberi perintah oleh
101
komandan mereka. Alih kode yang dilakukan penutur sudah baik, hanya saja
kurang tepat pemakaian bahasa Indonesia yang digunakan penutur pada bagian
akhir tuturan.
d. Untuk Membangkitkan Rasa Humor
Data 53
merasa belum waktunya. “Kalau perhitungannya sebentar lagi ini pak,
pertimbangannya banyak sekali apakah itu cuaca, apakah itu harinya belum
tepat”. Itung-itungane karo wong Jawa niku tekan weton mangkih nggih.
„merasa belum waktunya. “Kalau perhitungannya sebentar lagi ini pak,
pertimbangannya banyak sekali apakah itu cuaca, apakah itu harinya belum
tepat”. Hitung-hitungannya dengan orang Jawa itu sampai weton nanti ya‟
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 31 Januari 2016
pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang bertugas
menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar. Pendengar tuturan
tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang beribadah hari itu. Situasi
saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada di tempat itu fokus
mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam kegiatan keagamaan.
Tujuan dari tuturan di atas adalah membicarakan tentang waktu dengan
pendengar, namun penutur mengaitkan waktu itu dengan weton.
Bentuk alih kode yang ada pada tuturan di atas adalah alih kode dari
bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Penutur berbicara menggunakan bahasa
Indonesia „merasa belum waktunya. “Kalau perhitungannya sebentar lagi ini
pak, pertimbangannya banyak sekali apakah itu cuaca, apakah itu harinya
102
belum tepat”, lali kemudian penutur berbicara lagi „itung-itungane karo wong
Jawa niku tekan weton mangkih nggih‟ yang merupakan bahasa Jawa dan
memiliki fungsi berbeda. Alih kode ini merupakan alih kode intern.
Fungsi alih kode pada data tuturan tersebut di atas adalah lebih
komunikatif. Penutur yang memberikan khotbah kembali mengajak pendengar
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa.
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode yang dilakukan oleh
penutur adalah membangkitkan rasa humor. Sebelum beralih kode ke dalam
bahasa Jawa penutur mengungkapkan beberapa pernyataan mengenai waktu yang
belum tepat. Karena merasa terlalu bosan dengan alasan waktu yang belum tepat
maka penutur memberikan plesetan dari kata „waktu‟ dengan kata „waton‟ yang
sangat identik dengan penentuan waktu yang tepat oleh orang Jawa. Selain
melakukan alih kode, penutur juga memberi kesan bercanda kepada pendengar
yang saat itu fokus mendengarkannya. Candaan ini juga yang dimaksudkan agar
pendengar tidak bosan mendengarkan namun juga ada sedikit perubahan keadaan
yang terlalu serius memperhatikan.
Data 54
saged nindakaken pakaryan menika lajeng tasih wangsulan, mengkih boten
saged, wedi nak gagal, wedi nak boten saged ngladosi. “aku wis ora isa ndonga
ki piye” dan seterusnya. Ini apakah itu betul atau itu hanya alasan yang dicari
untuk menghindari pelayanan?
„bisa melakukan pekerjaan itu lalu masih menjawab, nanti tidak bisa, takut jika
gagal, takut jika tidak bisa melayani. “aku sudah tidak bisa berdoa ini bagaimana”
dan seterusnya. Ini apakah itu betul atau itu hanya alasan yang dicari untuk
menghindari pelayanan?‟
(BK/31/01/16)
103
Data tersebut merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 31
Januari 2016 pada pukul 08.00 WIB. Penuturnya adalah pengkhotbah yang
bertugas pada hari itu. Pendengarnya adalah jemaat GKJ Ampel yang datang
untuk beribadah. Situasi ketika tuturan terjadi cukup tenang karena mengikuti
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan yang dilakukan penutur pada data
tersebut adalah menyampaikan kepada pendengar mengenai alasan-alasan yang
dikemukakan untuk menghindari pelayanan.
Alih kode pada data tuturan di atas terjadi dari dari bahasa Jawa ke bahasa
Indonesia. Sebelum melakukan alih kode penutur berbicara menggunakan bahasa
Jawa „saged nindakaken pakaryan menika lajeng tasih wangsulan, mengkih
boten saged, wedi nak gagal, wedi nak boten saged ngladosi. “aku wis ora isa
ndonga ki piye”‟ dan kemudian penutur berbicara lagi namun beralih ke bahasa
Indonesia sehingga menimbulkan fungsi baru „dan seterusnya. Ini apakah itu
betul atau itu hanya alasan yang dicari untuk menghindari pelayanan?‟. Alih
kode ini disebut dengan alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur dalam tuturan tersebut adalah
mempertegas pembicaraan. Dalam kalimatnya, penutur bertanya langsung dengan
tegas apakah memang benar alasan-alasan yang sudah dikemukakan penutur
sebelumnya itu nyata atau hanya karangan belaka.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode adalah untuk
membangkitkan rasa humor. Sebelum beralih kode ke bahasa Indonesia penutur
mengemukakan beberapa hal yang disebut-sebut penutur dijadikan alasan untuk
104
menghindari pelayanan. Namun setelah penutur melakukan alih kode, kesan yang
ditimbulkan dari pertanyaan penutur ini cenderung meremehkan dan dianggap
suatu kebohongan untuk bercanda dengan pendengarnya. Gaya bahasa penutur
sendiri tidak beraturan dan cenderung menggunakan bahasa yang kurang baku.
e. Untuk Sekedar Bergengsi
Data 55
mangga kita sami ngraosaken pangucap sokur kita, inggih jiwa raga kita, kita
aturaken dhateng Gusti kagem lelados, minimal kagem dhiri pribadhi. Kalau
sudah kita bisa, menekan diri kita hidup seturut dengan Tuhan, pasti kita juga
bisa perkembangkan kepada keluarga. Kalau keluarga kita juga sudah hidup
seturut dengan Tuhan, pastilah kita juga bisa hidup dalam pasamuwan dan
seterusnya
„marilah kita bersama merasakan ucapan syukur kita, yaitu jiwa raga kita, kita
berikan kepada Tuhan untuk melayani, minimal untuk diri sendiri. Kalau sudah
kita bisa, menekan diri kita hidup seturut dengan Tuhan, pasti kita juga bisa
perkembangkan kepada keluarga. Kalau keluarga kita juga sudah hidup seturut
dengan Tuhan, pastilah kita juga bisa hidup dalam pasamuwan dan seterusnya‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.
Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pada pukul 08.20
WIB. Tuturan tersebut dituturkan oleh pengkhotbah yang pada hari itu melakukan
tugasnya berkhotbah. Yang mendengarkan tuturan tersebut adalah semua warga
jemaat yang hadir di tempat dan waktu yang sama. Situasi ketika tuturan terjadi
cukup tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan
dari tuturan di atas adalah mengajak semua orang yang ada di tempat itu untuk
mau mengucap syukur kepada Tuhan dengan cara melayani kemudian bisa
mengembangkannya ke semua orang.
105
Bentuk alih kode pada data tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa ke
bahasa Indonesia. Sebelum melakukan alih kode penutur berbicara menggunakan
bahasa Jawa pada tuturan „mangga kita sami ngraosaken pangucap sokur kita,
inggih jiwa raga kita, kita aturaken dhateng Gusti kagem lelados, minimal
kagem dhiri pribadhi‟ kemudian penutur berbicara kembali namun dengan
beralih kode ke bahasa Indonesia „kalau sudah kita bisa, menekan diri kita
hidup seturut dengan Tuhan, pasti kita juga bisa perkembangkan kepada
keluarga. Kalau keluarga kita juga sudah hidup seturut dengan Tuhan,
pastilah kita juga bisa hidup dalam pasamuwan dan seterusnya‟. Alih kode
ini disebut dengan alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur adalah lebih argumentatif.
Penutur yang sedang berkhotbah mencoba memberikan argumen, penutur
mengajak pendengar untuk bersama-sama mengucap syukur. Namun setelah
melakukan alih kode penutur lebih meyakinkan pendengar manfaat dari ajakan
penutur sebelumnya.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode pada tuturan
tersebut adalah untuk sekedar bergengsi. Sebenarnya penutur tidak perlu
melakukan alih kode pada tuturan tersebut karena kata-kata dalam alih kodenya
ada padanan dalam bahasa Jawa. Tidak hanya itu, gengsi penutur terlihat dari
susunan struktur kalimat dalam bahasa Indonesia yang tidak rapi serta masih
menggunakan kata serapan dalam bahasa Jawa. Dalam tuturan ini penutur tidak
rapi menggunakan bahasa Indonesia untuk beralih kode dan hanya terkesan untuk
bergengsi saja kepada pendengarnya.
106
Data 56
Ning menawi kula lan panjenengan nanggapi sedaya tugas panggilan pelayanan
itu ada jiwa baru, saya yakin, kita datang ke satu rumah, kita sudah berhenti
seumur hidup kita untuk melayani itu. Kalau image dan target kita adalah
tugas dan panggilan kita itu adalah jiwa baru.
„tapi jika saya dan anda menanggapi semua tugas panggilan pelayanan itu ada
jiwa baru, saya yakin, kita datang ke satu rumah, kita sudah berhenti seumur
hidup kita untuk melayani itu. Kalau image dan target kita adalah tugas dan
panggilan kita itu adalah jiwa baru‟
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas merupakan tuturan alih kode yang terjadi di GKJ
Ampel kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu, tanggal
8 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang melakukan tuturan tersebut
adalah pengkhotbah yang melakukan khotbah pada hari itu. Yang mendengarkan
tuturan adalah warga jemaat gereja tersebut yang datang beribadah pada hari itu.
Situasi ketika terjadinya tuturan cukup tenang dan banyak orang ketika mengikuti
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah menjelaskan kepada
pendengar bahwa dalam tugas panggilan yang disampaikan penutur, tidak
memerlukan target yang terlalu tinggi, namun hanya menginginkan pekerjaan
yang stabil dan terus-menerus.
Alih kode yang terdapat dalam tuturan di atas terjadi dari bahasa Jawa ke
bahasa Indonesia. Sebelum melakukan alih kode penutur berbicara „ning menawi
kula lan panjenengan nanggapi sedaya‟ dalam bahasa Jawa. Kemudian penutur
berbicara lagi kepada pendengar „tugas panggilan pelayanan itu ada jiwa baru,
saya yakin, kita datang ke satu rumah, kita sudah berhenti seumur hidup
kita untuk melayani itu. Kalau image dan target kita adalah tugas dan
107
panggilan kita itu adalah jiwa baru‟ dalam bahasa Indonesia, sehingga
menimbulkan fungsi baru. Alih kode ini disebut dengan alih kode intern.
Fungsi alih kode yang dilakukan penutur dalam tuturan di atas adalah
lebih argumentatif atau meyakinkan mitra tutur. Hal ini lebih jelas lagi penutur
sampaikan kepada pendengar dalam tuturannya setelah melakukan alih kode ke
bahasa Indonesia dengan memberikan argumen penutur ketika mengucapkan
„saya yakin‟ dalam tuturan alih kodenya.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan alih kode dalam tuturan
tersebut adalah untuk sekedar bergengsi. Pada awal tuturan penutur belum
sepenuhnya melakukan alih kode satu kalimat, namun setelah itu penutur baru
melakukan alih kode secara penuh. Struktur kalimat penutur juga masih kurang
rapi dalam melakukan alih kode dalam bahasa Indonesia. Gengsi penutur lebih
terlihat lagi ketika penutur menggunakan istilah bahasa Inggris dalam alih kode
bahasa Indonesianya yaitu kata „image‟ yang memang sudah sering digunakan
dalam bahasa Indonesia secara umum.
2. Faktor yang Menyebabkan Campur Kode
Faktor yang menyebabkan campur kode dalam tuturan ada beberapa hal,
diantaranya yaitu (1)sikap bahasa penutur, (2)kekurangtahuan penutur pada
kaidah bahasa, (3)kedwibahasaan, (4)kemiskinan perbendaharaan kata penutur,
dan (5)kesengajaan. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya alih
kode dalam khotbah berbahasa Jawa di Gereja Kristen Jawa Ampel kabupaten
Boyolali.
108
a. Sikap Bahasa Penutur
Data 57
Pergumulanipun mbok bilih sami kaliyan kula lan panjenengan “iki kari nduwe
dhuwit sithik, nak tak cakke saiki sesuk mangan apa?”, a ngaten.
„pergumulannya mungkin sama dengan saya dan anda “ini tinggal punya uang
sedikit, jika saya atur sekarang besok makan apa?”, seperti itulah‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di GKJ Ampel.
Tuturan tersebut terjadi pada hari minggu 8 November 2015 pukul 08.20 WIB.
Tuturan tersebut dilakukan oleh penutur yaitu pengkhotbah yang pada hari itu
melakukan tugasnya berkhotbah. Yang mendengarkan tuturan tersebut adalah
semua warga jemaat yang hadir di tempat dan waktu yang sama. Situasi ketika
tuturan terjadi cukup tenang karena pada saat itu tengah mengikuti kegiatan
keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah menjelaskan kepada pendengar
mengenai suatu pergumulan yang sama-sama mereka rasakan ketika hanya
memiliki sedikit uang.
Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa Indonesia
yang diucapkan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa Jawa
„pergumulanipun mbok bilih sami kaliyan kula lan panjenengan “iki kari nduwe
dhuwit sithik, nak tak cakke saiki sesuk mangan apa?”, a ngaten‟, tetapi didahului
dengan kata „pergumulan‟ yang berasal dari bahasa Indonesia di awal tuturan
namun ditambahi akhiran berbahasa Jawa „-ipun‟ yang jika dirubah ke bahasa
Indonesia menjadi „-nya‟. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
109
Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah kelancaran dan
mempermudah maksud tuturan. Dalam menyampaikan khotbah, penutur lebih
lancar dengan menyisipkan kata berbahasa Indonesia, namun tetap memberikan
kesan Jawa dengan menambahkan akhiran ragam krama. Penutur maupun
pendengar sama-sama mengerti maksud dari tuturan karena kata yang digunakan
merupakan kata yang sudah familier.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada tuturan tersebut
adalah sikap bahasa penutur. Penutur bisa mempergunakan kata yang biasa
digunakan, namun tidak begitu saja melepas kesan bahasa asli tuturan. Hal ini
menimbulkan kesan yang tidak biasa tapi mudah diterima oleh pendengar yang
ada di situ. Sikap yang diambil penutur untuk melakukan campur kode dirasa
cukup baik, tuturan menjadi berbeda dengan tuturan-tuturan lainnya. Struktur
kalimat dan bahasa yang digunakan penutur juga tepat sehingga tuturan bisa
diterima dengan mudah.
Data 58
Pramila kita diemutaken, ing mriki” gesang sesarengan minangka brayatipun
Gusti”, nanging ugi wonten ingkang nerjemahaken gesang bebrayatan, awit
donya menika mujudaken setunggaling brayat ingkang kedahipun sedaya menika
sami, sami rukun.
„maka kita diingatkan di sini “hidup bersama sebagai keluarganya Tuhan”, tetapi
juga ada yang menerjemahkan hidup berkeluarga, karena duniaitu mewujudkan
satu keluarga yang seharusnya semua itu sama, sama rukun‟
(PS/26/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.
Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang menyampaikan khotbah pada sore
110
hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang untuk perayaan
natal. Situasi ketika terjadinya tuturan sangat ramai, banyak orang namun tetap
tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan
keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah mengingatkan kepada semua
pendengar agar mau hidup rukun, dan bisa hidup bersama menjadi satu bentuk
keluarga yang besar.
Bentuk campur kode pada tuturan berujud kata dari bahasa lain yang
diucapkan oleh penutur. Dalam tuturan bahasa Jawa „pramila kita diemutaken, ing
mriki” gesang sesarengan minangka brayatipun Gusti”, nanging ugi wonten
ingkang nerjemahaken gesang bebrayatan, awit donya menika mujudaken
setunggaling brayat ingkang kedahipun sedaya menika sami, sami rukun‟,
penutur menambahkan satu kata „nerjemah‟ yang berasal dari bahasa Indonesia
di tengah-tengah tuturan. Campur kode ini disebut campur kode intern.
Campur kode yang dilakukan penutur mungkin berfungsi agar pesan yang
disampaikan mudah dipahami. Selain campur kode yang dilakukan penutur tidak
mengakibatkan keefektifan bahasa, penggunaan campur kode juga tidak
memberikan kelancaran maupun mempermudah bahkan juga tidak memperjelas
maksud tuturan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah sikap bahasa
penutur. Sikap yang diambil penutur untuk melakukan campur kode dinilai tidak
tepat karena hampir tidak memiliki fungsi apapun. Sebaiknya penutur melakukan
campur kode dengan bahasa yang tepat, atau bahkan tidak melakukan campur
kode sama sekali karena padanan katadalan bahasa aslinya juga mudah.
111
b. Kekurangtahuan Penutur pada Kaidah Bahasa
Data 59
Mangga kesempatan menika kita ginakaken, kangge masrahaken gesang kula lan
panjenengan dhateng Gusti.
„mari kesempatan itu kita gunakan, untuk menyerahkan hidup saya dan anda
kepada Tuhan‟
(BK/08/11/15)
Data tuturan di atas merupkan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu 8 November
2015 pada pukul 08.20 WIB. Penuturnya adalah majelis GKJ Ampel yang
bertugas menyampaikan materi khotbah pada hari itu kepada pendengar.
Pendengar tuturan tersebut adalah warga jemaat GKJ Ampel yang datang
beribadah hari itu. Situasi saat terjadinya tuturan adalah tenang, semua yang ada
di tempat itu fokus mendengarkan penutur yang sedang berkhotbah dalam
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan di atas adalah mengajak pendengar agar
mau menggunakan kesempatan yang ada untuk menyerahkan hidup mereka
kepada Tuhan.
Bentuk campur kode yang terdapat pada data tuturan tersebut ialah berujud
kata. Penutur memasukkan kata dari bahasa lain ketika sedang berbicara
menggunakan bahasa Jawa „mangga kesempatan menika kita ginakaken, kangge
masrahaken gesang kula lan panjenengan dhateng Gusti‟, kata yang digunakan
penutur di awal tuturan adalah kata „kesempatan‟ yang merupakan kata dari
bahasa Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern.
112
Fungsi campur kode yang digunakan penutur pada tuturan di atas adalah
kelancaran dan mempermudah maksud tuturan. Meskipun penutur merupakan
pengkhotbah bahasa Jawa, namun bisa dengan lancar menggunakan kata dari
bahasa lain tanpa perlu mencari padanan kata dalam bahasa asli. Kata yang
digunakan penutur sudah familier dan mudah dimengerti oleh semua orang.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kekurangtahuan
penutur pada kaidah bahasa. Meskipun campur kode yang dilakukan penutur
memiliki fungsi kelancaran dan mempermudah maksud tuturan dari penutur,
manun terlihat jelas bahwa penutur tidak tahu kaidah bahasa. Kata yang
digunakan penutur bisa dengan mudah dicari padanan katanya oleh penutur,
karena pada tuturan yang lain penutur juga menggunakan padanan kata
„kesempatan‟ dalam bahasa asli yaitu bahasa Jawa. Campur kode yang dilakukan
penutur dianggap lebih menguntungkan penutur dibanding dengan tuturan.
Data 60
Ketika itu piyambakipun boten puas naming nggadhahi panguwaos kemawon,
piyambakipun kepengin sedaya tiyang ngegungaken.
„ketika itu beliau tidak puas hanya memiliki kekuasaan saja, beliau berkeinginan
semua orang mengagungkan‟
(PJ/22/11/15)
Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya adalah hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang
menjadi penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang saat itu bertugas memberikan
khotbah minggu seperti biasa. Pendengar tuturan merupakan warga jemaat gereja
yang datang beribadah pada hari itu. Suasana pada saat terjadi tuturan tenang
113
karena semua yang ada memperhatikan penutur dengan baik. Tujuan dari tuturan
adalah menggambarkan keadaan seseorang yang memiliki keinginan yang sangat
besar, tidak hanya puas hanya dengan hal-hal biasa malah cenderung ingin
menguasai semuanya.
Campur kode pada tuturan tersebut berujud frasa dan kata dari bahasa
Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Tuturan penutur menggunakan bahasa
Jawa „ketika itu piyambakipun boten puas naming nggadhahi panguwaos
kemawon, piyambakipun kepengin sedaya tiyang ngegungaken‟. Pada awal
tuturan penutur menggunakan frasa „ketika itu‟ dan dua kata setelah itu ada kata
„puas‟ yang tidak memiliki fungsi sendiri di dalam tuturan berasal dari bahasa
Indonesia. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur adalah memperjelas maksud
tuturan. Dengan melakukan campur kode di bagian awal tuturan, penutur
memberikan suatu kesan yang berbeda dibanding menggunakan tuturan dengan
bahasa asli. Campur kode di bagian awal dan di tengah tuturan dianggap penutur
akan memperjelas maksud dari tuturannya.
Faktor yang menyebabkan penutur melakukan campur kode adalah
kekurang tahuan penutur pada kaidah bahasa. Pada tuturan tersebut penutur hanya
menekankan pada fungsi dari campur kode namun tidak pada kaidah bahasa
tuturan. Frasa dan kata yang dicampur kodekan penutur sangat mudah dicari
padanan kata dalam bahasa asli tuturan, hanya saja penutur tidak melakukannya.
Penutur bisa mengganti „ketika itu‟ dengan „nalika semanten‟ dan „puas‟ dengan
„marem‟ ataupun penggunaan padanan kata yang lain.
114
c. Kedwibahasaan
Data 61
Kanthi mekaten, kita kedahipun membiasakan ngaturaken panuwun sokur ing
ngarsanipun Gusti.
„dengan begitu, kita harusnya membiasakan memberikan ucapan syukur di
hadapan Tuhan‟
(PJ/13/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan pada hari minggu tanggal 13 Desember 2015 pada pukul 08.25
WIB. Penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang bertugas menyampaikan khotbah
pada hati itu. Yang mendengarkan tuturan adalah semua jemaat gereja tersebut
yang datang untuk beribadah pada waktu itu. Situasi ketika terjadinya tuturan
sangat hening, semua orang fokus mendengarkan penutur yang memberikan
khotbah dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah penutur
mengajak semua orang yang ada di situ agar terbiasa untuk mengucap syukur
kepada Tuhan.
Bentuk campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa
Indonesia yang diucapkan oleh penutur. Dalam tuturan bahasa Jawa „kanthi
mekaten, kita kedahipun membiasakan ngaturaken panuwun sokur ing
ngarsanipun Gusti‟. Di tengah, penutur menyisipkan kata „membiasakan‟ dari
bahasa Indonesia, namun tidak menimbulkan fungsi baru. Campur kode ini
disebut campur kode intern.
Campur kode pada tuturan di atas berfungsi untuk kelancaran dan
mempermudah maksud tuturan. Penutur lebih mementingkan kelancaran
115
tuturannya namun tidak memperhatikan keefektifan bahasanya. Kata yang
digunakan penutur untuk melakukan campur kode malah membuat tuturan
menjadi tidak efektif, susunan kalimat menjadi jauh berbeda setelah penutur
melakukan campur kode.
Faktor yang menyebabkan terajadinya campur kode adalah kedwibahasaan
penutur. Setiap minggunya penutur memberikan khotbah dengan bahasa yang
berbeda-beda tiap minggunya, begitu pula dengan tempat dan pendengarnya.
Karena penutur sering berubah-ubah bahasa mengakibatkan kedwibahasaan
penutur menjadi lebih sering digunakan. Pada tuturan tersebut penutur
menggunakan kata yang umum, namun penutur tidak mempertimbangkan tuturan
setelah campur kode sehingga struktur kalimatnya kurang pas dan harusnya
ditambahi beberapa kata dari bahasa lain atau bahkan sebaiknya tidak dilakukan
campur kode sama sekali.
Data 62
Nah, ing Gusti Yesus Kristus, kula lan panjenengan mboten namung
dipunwilujengaken saking bena utawi banjir, nanging dipunwilujengaken ,
menapa nggih, nglangkungi pepejah.
„nah, di Tuhan Yesus Kristus, saya dan anda tidak hanya diselamatkan dari banjir
atau banjir, tetapi diselamatkan, apa ya, melewati kematian‟
(PS/26/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari sabtu, 26 Desember 2015 pukul 15.40 WIB.
Penuturnya adalah pendeta dari GKJ lain yang berkenan menyampaikan khotbah
di GKJ Ampel pada sore hari itu. Pendengar adalah warga jemaat GKJ Ampel
yang datang untuk peringatan natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang
116
namun tetap tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam
kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan kepada pendengar
bahwa di dalam Tuhan Yesus Kristus mereka diselamatkan, bukan hanya dari
banjir tetapi juga dari kematian.
Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa Indonesia
yang diucapkan penutur. Penutur menggunakan bahasa Jawa pada tuturannya
„nah, ing Gusti Yesus Kristus, kula lan panjenengan mboten namung
dipunwilujengaken saking bena utawi banjir, nanging dipunwilujengaken ,
menapa nggih, nglangkungi pepejah‟, di tengah tuturan terdapat kata „banjir‟
yang merupakan kata dari bahasa Indonesia dan merupakan terjemahan kata
„bena‟ yang sudah diucapkan penutur, namun tidak merubah fungsinya. Campur
kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi campur kode pada tuturan tersebut adalah memperjelas maksud
tuturan. Tetapi campur kode ini menghilangkan fungsi lain yaitu keefektifan
bahasa. Campur kode yang dilakukan penutur hanya mengulang pernyataan
sebelumnya, hal ini dilakukan agar pendengar lebih ingat dengan jelas tuturan
sebelumnya mengenai banjir yang sudah dibahas oleh penutur.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kedwibahasaan.
Penutur hanya mengulang kata yang sama namun dengan menggunakan bahasa
yang berbeda. Pada tuturan tersebut sebenarnya tidak memerlukan campur kode
hanya untuk mengulangi pernyataan yang sama, namun penutur lebih
mempertimbangkan kejelasan tuturannya karena bahasa asli yang digunakan
cukup asing di telinga orang Jawa baru-baru ini. Maka penutur melakukan campur
117
kode untuk mengulang satu kata dengan menggunakan kata yang biasa digunakan
namun dengan bahasa lain.
d. Kemiskinan Perbendaharaan Kata Penutur
Data 63
Baja menika menawi namung sepotong kemawon menika temtu kemawon menika
boten wonten ginanipun.
„baja itu jika hanya sepotong saja itu tentu saja itu tidak ada gunanya‟
(PJ/13/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari minggu tanggal 13
Desember 2015 pada pukul 08.25 WIB. Penuturnya adalah pendeta yang pada
hari itu bertugas menyampaikan khotbah. Yang menjadi pendengar tuturan adalah
semua jemaat gereja tersebut yang datang pada pagi itu. Situasi ketika terjadinya
tuturan sangat tenang karena fokus mendengarkan penutur yang memberikan
khotbah dalam kegiatan keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah
menjelaskan kepada pendengar bahwa baja yang hanya sepotong saja tidak
memiliki nilai guna.
Bentuk alih kode yang terdapat pada data tuturan tersebut ialah berujud
kata. Penutur menggunakan kata dari bahasa Indonesia ketika sedang berbicara
menggunakan bahasa Jawa „baja menika menawi namung sepotong kemawon
menika temtu kemawon menika boten wonten ginanipun‟ terdapat kata dari bahasa
Indonesia yaitu „sepotong‟ di tengah tuturan yang tidak menimbulkan fungsi
baru. Campur kode ini merupakan campur kode intern.
118
Fungsi campur kode pada tuturan di atas adalah keefektifan bahasa.
Mungkin hal yang dimaksud penutur dalam campur kodenya hanya ingin
menjelaskan bentuk satuan dari baja yang sedang dibahas sebelumnya. Penutur
merasa akan lebih efektif menjelaskan dengan bahasa lain karena akan lebih
mudah digunakan bentuk satuannya.
Faktor yang menyebabkan campur kode pada tuturan adalah kemiskinan
perbendaharaan kata penutur. Jika penutur lebih mengasah kemampuan
menggunakan bahasa asli tuturan, maka sebenarnya campur kode yang dilakukan
penutur tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan bentuk satuan yang digunakan
penutur ada padanan katanya dalam bahasa asli. Penutur hanya tidak mempunyai
banyak perbendaharaan kata yang akan digunakan dalam tuturan tersebut.
Data 64
Menawi kita nindakaken pakaryan ternyata sing diladosi menika menolak.
„jika kita melakukan pekerjaan ternyata yang dilayani itu menolak‟
(BK/31/01/16)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya tuturan adalah hari minggu, tanggal 8 November 2015 pada pukul
08.20 WIB. Yang melakukan tuturan tersebut adalah pengkhotbah yang bertugas
memberikan khotbah pada hari itu. Yang mendengarkan tuturan adalah warga
jemaat gereja tersebut yang datang beribadah pada hari itu. Situasi ketika
terjadinya tuturan cukup tenang ketika mengikuti kegiatan keagamaan. Tujuan
dari tuturan di atas adalah mengilustrasikan kepada pendengar tentang sebuah
keadaan dimana ada orang yang dilayani namun menolak.
119
Bentuk campur kode yang terdapat pada tuturan tersebut berupa kata dari
bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur. Penutur berbicara menggunakan
bahasa Jawa „menawi kita nindakaken pakaryan ternyata sing diladosi menika
menolak‟. Terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata „ternyata‟
di tengah dan „menolak‟ di akhir tuturan yang tidak menimbulkan fungsi baru.
Campur kode ini merupakan campur kode intern.
Fungsi alih kode pada tuturan tersebut adalah memperjelas maksud
tuturan. Penutur lebih memperjelas penyataan pada kata „ternyata‟, kemudian
penutur menyebutkan suatu keadaan bahwa obyek dalam tuturan „menolak‟ yang
menggunakan bahasa Indonesia.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kemiskinan
perbendaharaan kata penutur. Jika diperhatikan lagi, kata campur kode yang
diucapkan oleh penutur sebenarnya mudah dicari padanan katanya dalam bahasa
asli. Namun entah mungkin karena penutur yang kekurangan kata-kata sehingga
penutur melakukan campur kode yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
e. Kesengajaan
Data 65
Menapa gesang kita, menapa pikajeng kita, ingkang lelampah menawi mekaten
menika temtu beragam gesangipun.
„apakah hidup kita, apakah kemauan kita, yang terjadi jika seperti itu tentu
beragam hidupnya‟
(PJ/22/11/15)
120
Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel. Waktu
terjadinya adalah hari minggu 22 November 2015 pada pukul 08.20 WIB. Yang
menjadi penutur adalah pendeta GKJ Ampel yang memang saat itu bertugas
memberikan khotbah minggu seperti biasa. Pendengar tuturan merupakan warga
jemaat gereja yang datang beribadah pada hari itu. Suasana pada saat terjadi
tuturan cukup hening memperhatikan penutur karena volume dan intonasi penutur
berubah-ubah tidak tetap. Tujuan dari tuturan adalah menjelaskan kepada
pendengar tentang keadaan yang berbeda pada setiap kehidupan masing-masing
orang yang ada di tempat itu.
Campur kode pada tuturan tersebut berujud kata dari bahasa lain yang
diucapkan oleh penutur. Penutur berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa
„menapa gesang kita, menapa pikajeng kita, ingkang lelampah menawi mekaten
menika temtu beragam gesangipun‟ dalam tuturan tersebut jelas sekali penutur
menggunakan kata „beragam‟ di akhir tuturan yang merupakan kata dari bahasa
Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern.
Campur kode yang dilakukan penutur pada tuturan tersebut berfungsi
untuk kelancaran dan mempermudah maksud tuturan. Penutur menggunakan
bahasa lain untuk mengungkapkan kata yang sering digunakan oleh banyak orang.
Hal ini dilakukan penutur agar tuturan menjadi lebih lancar dan pendengar juga
mengerti maksud dari penutur.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah kesengajaan.
Penutur dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturan tersebut meskipun
hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Kata yang digunakan penutur cukup
121
mudah dicari padanan katanya dalam bahasa asli, sehingga menimbulkan kesan
bahwa penutur menguntungkan dirinya demi kelancaran tuturan.
Data 66
“sorry ya bu, yen wingi aku salah”, “ya rapapa pak, aku wingi ya nduwe salah”
terus, dirangkul.
„”maaf ya bu, jika kemarin aku bersalah”, “ya tidak apa-apa pak, aku kemarin
juga punya salah” terus, dirangkul‟
(PS/26/12/15)
Data tuturan di atas merupakan tuturan yang terjadi di GKJ Ampel
kabupaten Boyolali. Waktu terjadinya tuturan adalah hari sabtu tanggal 26
Desember 2015 pukul 15.40 WIB. Penutur adalah pendeta dari gereja lain yang
berkenan menyampaikan khotbah pada sore hari itu. Pendengar adalah warga
jemaat GKJ Ampel yang datang untuk peringatan natal yang diadakan oleh gereja
dan panitia natal. Situasi ketika terjadinya tuturan banyak orang namun tetap
tenang memperhatikan penutur yang menyampaikan khotbah dalam kegiatan
keagamaan. Tujuan dari tuturan tersebut adalah memberikan suatu ilustrasi
percakapan yang terjadi antara suami istri yang saling maaf-memaafkan.
Bentuk campur kode pada tuturan di atas berujud kata dari bahasa
Indonesia yang diucapkan oleh penutur. Penutur memasukan kata berbahasa
Inggris „sorry‟ di awal tuturan „“sorry ya bu, yen wingi aku salah”, “ya rapapa
pak, aku wingi ya nduwe salah” terus, dirangkul‟ yang tidak menimbulkan fungsi
baru dalam tuturan. Campur kode ini merupakan campur kode ekstern
Fungsi campur kode yang dilakukan penutur dalam tuturan tersebut adalah
keefektifan bahasa. Tuturan yang dilakukan penutur menjadi lebih ringkas, padat,
122
namun tetap bisa diterima oleh pendengar. Meskipun menggunakan kata dari
bahasa asing, namun kata itu sudah familier di telinga banyak orang dan tentunya
mereka juga tahu artinya.
Faktor yang menyebabkan campur kode dalam tuturan tersebut adalah
kesengajaan. Penutur dengan sengaja melakukan campur kode pada tuturan
tersebut. Pendengar maupun penutur sudah mengerti maksud dari tuturan yang
dicampur kodekan tadi, penutur juga dengan lancar mengucapkan karena mungkin
penutur sudah sering menggunakan istilah itu. Campur kode ini tidak hanya
menguntungkan penutur melalui kelancaran dan kemudahan saja tetapi juga
menjadikan tuturan yang lebih bervariasi dari tuturan yang lain.