BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Cerita rakyat yang merupakan bagian dari sastra rakyat adalah salah
satu unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai-
nilai budaya, norma-norma, dan nilai-nilai etika serta nilai moral masyarakat
pendukungnya. Dengan mengetahui cerita rakyat tersebut, kita dapat
mengetahui gambaran yang lebih banyak mengenai berbagai aspek kehidupan
masyarakat tertentu dan dapat pula membina pergaulan serta pengertian
bersama sebagai suatu bangsa yang memiliki aneka ragam kebudayaan.
Dalam kebudayaan masyarakat lama dikenal beberapa bentuk sastra lisan.
Di antara bentuk-bentuk sastra lisan yang merupakan hasil cipta masyarakat
lama (tradisional) itu adalah peribahasa, pantun, syair, dan prosa. Bentuk-bentuk
kesusastraan itu diciptakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, yakni sebagai alat mengekspresikan pikiran dan perasaan serta
sebagai alat menyampaikan petuah-petuah dan pendidikan.
Sastra lisan yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat dikenal pula sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat dan merupakan mi l ik masyarakat yang bersangkutan. Folklor adalah sebagian kebu-dayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantaranya kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1994:2).
Lebih lanjut dijelaskan olen Danandjaja (1994:3) bahwa ciri-ciri folklor adalah (a) disebarkan dan diwariskan secara lisan, (b) bersifat tradisional dalam bentuk yang relatif tetap/standar, (c) ada dalam versi-versi, bahkan varian-va-rian
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
yang berbeda, (d) bersifat anonim, (e) berbentuk beru-mus, berpola, (f) berkegunaan di dalam kehidupan bersama suatu kolektif, (g) bersifat pralogis, artinya memilikj logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum, (h) menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, dan (i) folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering terkesan ka-sar, terlalu spontan.
Folklor yang terdapat dalam suatu komunitas masyarakat meniliki fungsi
tertentu. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai (a) sistem proyeksi, yakni sebagai pencerminan angan-angan suatu kolektif, (b) alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (c) alat pendidikan anak, (d) alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya (Danandjaja, 1991:19; Hutomo, 1991:69 —70)
Berkaitan dengan hal tersebut, pertanyaan yang bisa dikembangkan yaitu:
apakah peranan sastra (folklor) di dalam masyarakat; sedikit atau banyakkah ia
mencerminkan budaya dan tata susunan masyarakat; Jika ia merefleksikan
keadaan masyarakat, apakah yang direfleksikan itu keadaan yang sebenarnya
ataukah hanya yang terdapat dari luar saja; dan apakah ia sebagai reflektor dari
masyarakat berperanan aktif ataukah pasif (Hutomo, 1991:18).
Dalam masyarakat Deli Serdang hingga kini masih dapat dijumpai folklor
lisan dalam bentuk cerita rakyat yang merupakan hasil warisan turun-temurun.
Cerita rakyat yang dimaksud dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu mite, legenda,
dan fabel. Ketiga bentuk cerita rakyat ini memiliki nilai sosial maupun nilai budaya
sebagai cerminan kehidupan masyarakat Deli Serdang pada kurun waktu tertentu.
Cerita-cerita tersebut diceritakan dengan lisan secara turun-temurun. Akankah
cerita-cerita rakyat itu terus hidup untuk beberapa dekade yang akan datang
merupakan sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi ini akankah merupakan
kemunduran atau bahkan kehilangan suatu aset kebudayaan tradisional yang sa-
rat dengan nilai-nilai?
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Hal ini mengingat bahwa setiap kebudayaan cepat atau lambat senantiasa
mengalami perubahan sejalan dengan perubahan masyarakat pendukungnya
serta pesatnya teknologi yang melanda. Pergantian generasi dalam suatu
masyarakat maupun perluasan interaksi sosial ke luar lingkungan masyarakat
dapat merangsang perkembangan kebudayaan yang bersangkutan. Berbagai
penemuan dan perekayasaan yang terdorong oleh kebutuhan yang timbul karena
perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi kebudayaan setempat.
Demikian pula kemajuan teknologi yang memperlancar perpindahan penduduk
dan kemudahan komunikasi telah mempermudah dan mempercepat penyebaran
unsur-unsur kebudayaan melintasi batas-batas kebudayaan masing-masing.
Proses kontak budaya yang berjalan dengan cepat dan dengan intensitas
yang tinggi ternyata telah menimbulkan kekhawatiran banyak bangsa di dunia
bahwa kebudayaan mereka akan musnah. Di tingkat nasional, perkembangan
kebudayaan bangsa yang pesat tersebut telah menimbulkan kekhawatiran akan
melunturkan identitas budaya bangsa yang tersebar di kepulauan Nusantara ini.
Berdasarkan kenyataan tersebut diharapkan ada upaya menggali dan
mengungkapkan serta mengukuhkan nilai-nilai budaya daerah karena
mempunyai potensi integratif dan masih relevan dengan tuntutan zaman. Untuk itu
perlu dipikirkan pengembangan nilai-nilai baru yang dapat berfungsi sebagai
acuan guna mengembangkan sikap dan pola tingkah laku masyarakat yang
sedang mengalami proses perubahan dan perkembangan
Beberapa nilai budaya yang perlu diangkat dari khasanah budaya daerah adalah nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dalam berbagai perwujudannya, nilai-nilai luhur itu antara lain terdiri atas beberapa nilai yang mencerminkan nilai religius (keagamaan), nilai filsafat (ajaran), nilai etika (moral), dan nilai estetika. Nilai-nilai tersebut mendidik manusia untuk menjadi hamba Tuhan yang saleh, manusia yang bijaksana, berbudi pekerti luhur, dan mencintai
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
keindahan (Hazim Amir, 1986:xii). Di sisi lain, bila dilihat relevansi sastra daerah dengan nilai budaya akan terwujud dalam fungsinya sebagai (1) afirmasi, yaitu menetapkan norma-norma sosio budaya yang ada pada waktu tertentu, (2) restorasi, yaitu mengungkapkan keinginan kepada nilai yang sudah lama hilang, dan (3) negasi, yaitu memberontak atau mengubah nilai yang berlaku.
Dalam masyarakat yang sedang berkembang seperti halnya masyarakat
Indonesia sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan daerah termasuk cerita
rakyat Putri Pucuk Kelumpang, bukan hal yang mustahil akan terabaikan jika
upaya-upaya yang menuju pelestarian tidak dilakukan. Oleh karena itu,
dikhawatirkan cerita rakyat Putri Pucuk Kelumpang akan hilang begitu saja atau
tidak dikenali lagi. Dengan demikian, penelitian secara khusus terhadap masalah
tersebut dipandang penting untuk dilaksanakan .
Dalam Pembangunan Nasional yang terus dijalankan, pembangunan
budaya mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya pencanangan tahun seni dan budaya. Ini merupakan perwujudan dari
perlunya penggalian dan pengembangan nilai-nilai budaya dari semua suku
bangsa di Indonesia sebagai warisan yang berharga, yang diwariskan oleh
nenek moyang kita. Dengan demikian, usaha untuk menginventarisasi dan
pengkajian sangat perlu dan penting.
Cerita rakyat Melayu yang hidupnya dalam tradisi lisan tidak terlepas
perannya untuk pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Cerita
rakyat Melayu selalu berhubungan dengan kepercayaan dan merupakan
refleksi peradaban yang erat pula hubungannya dengan kehidupan. Sastra
lisan Melayu Sumatera Utara yang berbentuk cerita rakyat, sangat relevan
dengan hal-hal tersebut di atas. Untuk itu sastra rakyat masyarakat Melayu
Sumatera Utara merupakan bahan analisis untuk dapat memahami tingkah laku
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
dan pikiran, baik perorangan maupun kelompok di dalam masyarakat Melayu
Sumatera Utara.
Di Indonesia, penggarapan karya sastra rakyat terutama sastra lisan
yang berbentuk cerita rakyat masih kurang. Selama ini orang kurang berfokus
pada sastra rakyat, disebabkan berbagai hal, di antaranya merasa hal tersebut
tidak perlu dibicarakan sehingga karya sastra rakyat lama-kelamaan akan
menjadi hilang. Memang, selama ini ada upaya untuk melakukan penelitian dan
pengkajian yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah melalui berbagai
Departemen, namun hasil yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan
karena tidak mendapat dukungan luas dari lembaga sosial kemasyarakatan
lainnya.
Melihat pandangan-pandangan di atas, penulis mengambil kesimpulan
cerita rakyat Sumatera Utara layak untuk dikaji dan dianalisis sebagai usaha
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai karya sastra daerah sehingga dapat
menambah koleksi bacaan bagi generasi yang akan datang. Karena apabila
tidak dilestarikan dan dikembangkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya
para generasi yang akan datang tidak akan mengenal lagi cerita-cerita tersebut,
sementara cerita yang tidak sesuai dengan prikehidupan masyarakat Indonesia
akan lebih dikenal dan mendapat posisi di hati masyarakat.
Harus diakui secara jujur pada saat ini minat dan perhatian masyarakat
generasi muda sangat rendah terhadap cerita rakyat bila dibandingkan dengan
generasi masa lalu. Hal ini terjadi karena jarangnya para orang tua berkumpul
bersama anak-anaknya dan mendidik mereka dengan berbagai cerita-cerita
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
rakyat, ditambah lagi dengan masuknya cerita-cerita asing melalui sarana
komunikasi yang serba modern.
Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka penelitian dan analisis
cerita-cerita rakyat Melayu Sumatera Utara dianggap penting dilakukan, sebab
semakin lama, semakin banyak pula kesulitan yang bakal dihadapi di masa-
masa yang akan datang, seperti hilangnya tukang-tukang cerita, dukun-dukun,
dan orang-orang tua yang dapat dikatakan sebagai pewaris aktif dari cerita-
cerita rakyat tersebut.
1.2 Batasan Masalah
Berbagai nilai dapat diungkapkan di dalam cerita-cerita rakyat Melayu
Deli. Dalam penelitian ini akan dianalisis nilai-nilai didaktis yang terkandung di
dalam cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang. Analisis yang akan dilaksanakan
hanya mengungkapkan nilai-nilai Didaktis yang terkandung di dalam cerita
rakyat tersebut dan struktur yang membentuk cerita tersebut.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Menjelaskan struktur yang membentuk cerita rakyat Tuan Putri Pucuk
Kelumpang.
2. Mengungkapkan nilai-nilai didaktis yang terdapat dalam cerita Tuan
Putri Pucuk Kelumpang.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari pengkajian cerita Tuan Putri
Pucuk Kelumpang, adalah :
1. dapat menjadi rujukan bagi para peneliti tentang cerita rakyat Melayu,
khususnya Melayu Sumatera Utara.
2. untuk mengembangkan ilmu Sastra, khususnya Sastra Daerah.
3. dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat Melayu tentang
nilai-nilai didaktis yang terkandung di dalam cerita Tuan Putri Pucuk
Kelumpang.
1.4 Landasan Teori
Sebelum memulai suatau kajian, terlebih dahulu ditentukan landasan
teori. Landasan teori merupakan landasan dasar atau tempat berpijak suatu
pembahasan. Landasan teori dapat mengarahkan penganalisisan seperti apa
yang diharapkan. Untuk itu sangat diperlukan landasan teori yang tepat, agar
analisis terhadap cerita rakyat Tuan Putri Pucuk Kelumpang terarah dan
sesuai dengan tujuan penelitian.
Untuk lebih memperjelas penganalisisan struktur, Syaifuddin (1995:204)
mengatakan.
Analisis struktur dapat memberi jawaban kepada masalah pengklasifikasian sebuah teks yaitu apa yang disebut sebagai sebuah karya sastra. Kemudian analisis struktur juga dapat mengetahui persamaan dan perbedaan di dalam cerita-cerita yang wujud di suatu daerah tertentu juga dapat memperlihatkan keteguhan peristiwa-peristiwa di dalam sebuah cerita. Analisis ini juga bertujuan untuk memperlihatkan sejauh mana terdapat unsur-unsur keseragaman maupun ciri-ciri utama di dalam cerita rakyat, baik yang berbentuk puisi maupun prosa.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Dalam menganalisis nilai didaktis penulis mengemukakan pendapat
Aminuddin (1987:47) yang mengatakan,
Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap dalam hal ini mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun organis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohani pembaca.
Adapun landasan teori yang digunakan dalam pengkajian ini adalah teori
struktural dan teori didaktis. Berikut akan dijelaskan kedua teori tersebut.
1.4.1 Teori Struktural.
Penelitian ini merupakan penelitian struktur. Oleh karena itu, kerangka
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain mengacu pada konsep teori yang
dikemukakan oleh Esten (1987), Sudjiman (1988), Nurgiyantoro (1995) dan juga
beberapa ahli lain yang membahas teori struktural tersebut. Dengan demikian,
teori tentang struktur meliputi masalah tema, alur, penokohan, dan latar cerita.
Uraian tentang struktur sebuah cerita adalah sebagai berikut.
1) Tema
Setiap karya sastra mempunyai ide atau dasar cerita. Selanjutnya
berdasarkan ide atau dasar tersebutlah sebuah cerita disusun. Ide atau dasar
cerita disebut tema. Tema merupakan persoalan yang diungkapkan dalam
sebuah cipta sastra (Esten, 1987:22). Tema dapat berupa masalah yang menjadi
pokok pembicaraan atau yang menjadi inti topik dalam suatu pembahasan
(Kusdiratin, 1985:59). Tema dapat juga disebut sebagai gagasan yang
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
mendasari karya sastra (Sujiman, 1988:51). Di sisi lain, Aminuddin (1987:91)
mengatakan bahwa tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga
berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karyanya.
Ginarsa (1985:5) menjelaskan bahwa tema merupakan makna karya
sastra secara keseluruhan. Tema yang dipilih oleh seorang pencerita erat sekali
hubungannya dengan amanat atau pesan yang ingin disampaikan kepada
pendengarnya. Tema dan amanat dalam sebuah karya sastra dapat
diungkapkan secara eksplisit (tersurat) dan implisit (tersirat). Tema yang sering
dijumpai dalam sastra lisan cenderung bersifat didaktis, terutama dalam bentuk
pertentangan antara kebaikan dan keburukan, kejujuran dan kebohongan,
keadilan dan kezaliman, dan sebagainya.
Tema dapat menjalin rangkaian cerita secara keseluruhan.
Penggambaran tokoh, latar maupun alur semuanya mengacu pada pokok
pikiran yang sama Hartoko dan Rahmanto (1986: 142) menyatakan, Tema
adalah gagasan dasar umum yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan
yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan dan perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif-motif konkrit
yang menuturkan urut peristiwa atau situasi tertentu. Bila dalam sebuah cerita
tampil motif mengenai suka duka pernikahan, perceraian dan pernikahan
kembali maka kita dapat menyaring tema mengenai tak lestarinya pernikahan.
Purwadarminta, (1984:104) mengatakan, "... Tema adalah pokok pikiran,
dasar cerita atau sesuatu yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar untuk
mengarang".
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Tema pada suatu karya sastra dapat ditentukan dengan beberapa
langkah. Esten, (1984:88) menyatakan, Untuk menentukan tema dalam sebuah
karya sastra ada tiga macam yang bisa ditempuh yakni:
1. Melihat persoalan yang paling menonjol.
2. Secara kualitatif persoalan mana yang paling banyak menimbulkan
konflik- konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa
3. Menghitung waktu perceritaan.
Cara yang paling umum dan sering digunakan adalah cara kedua yaitu
melihat persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik-konflik
dengan melihat peristiwa-peristiwa selalu berulang-ulang dalam keseluruhan
cerita sehingga tema akall selalu terkait pada tokoh, alur dan latar".
Uraian–uraian di atas telah banyak menerangkan pengertian tema
sehingga dapat disimpulkan bahwa tema merupakan salah satu unsur penting
dalam suatu karya sastra menentukan tema suatu cerita hanya dapat dilakukan
bila telah memahami karya sastra tersebut secara keseluruhan.
2) Alur Cerita
Jalinan antara persoalan-persoalan dalam sebuah karya sastra disusun
dengan suatu jalinan peristiwa yang diseleksi dan diatur dalam waktu. Jalinan
peristiwa ini dapat dikatakan sebagai alur atau plot.
Alur dalam sebuah cerita secara umum dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu
bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir atau solusinya. Bagian awal dapat
dibagi lagi ke dalam tiga sub bagian, yaitu paparan, rangsangan, dan gawatan.
Bagian tengah di bagi lagi ke dalam tiga sub bagian, yaitu pertikaian.perumitan,
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
dan klimaks. Bagian akhir sebuah alur dapat dibagi lagi ke dalam dua sub
bagian, yaitu peleraian, dan penyele-saian (Sudjiman, 1988:30).
Bagian awal cerita merupakan bagian penyampaian informasi awal
tentang tokoh atau hal lain sebagai pembuka cerita. Pada bagian ini pendengar
disiapkan dan sekaligus dirangsang untuk ingin tahu kelanjutan cerita.
Selanjutnya pertikaian dalam cerita merupakan bagian yang menggambarkan
perselisihan yang timbul antara para tokoh cerita karena adanya dua kekuatan
yang berbeda. Berikutnya cerita menggambarkan tentang suasana pertikaian
menuju klimaks cerita. Pada bagian klimaks, pertikaian dan perumitan dalam
cerita sampai pada tahap puncak sehingga terjadi perubahan nasib atau
kehidupan tokoh cerita. Peleraian merupakan bagian cerita yang menjelaskan
bagaimana tokoh cerita berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Pada bagian akhir, cerita diselesaikan dalam bentuk keberhasilan tokoh cerita,
ataupun kegagalan tokoh dalam cerita.
Terdapat tiga cara menjalin cerita. Pertama, jalinan tarik lurus atau biasanya
disebut alur maju, yaitu kejadian dari pertama berjalin dengan peristiwa-peristiwa
berikutnya sampai mencapai puncak dan akhirnya cerita tiba pada penyelesaian.
Kedua, tarik balik biasanya disebut alur mundur, yaitu cerita dimulai bukan dari
awal, melainkan dari bagian akhir atau bagian tengah, kemudian kembali kepada
peristiwa awal. Biasanya tokoh cerita dalam alur model ini mengenang masa lalu
sebelum peristiwa dalam cerita itu memuncak. Cara ketiga, yaitu jalinan cerita
campuran atau disebut alur campuran, yaitu cara menjalin cerita bercampur antara
alur maju dan alur mundur.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Selanjutnya, dalam hubungan dengan antarperistiwa, secara kualitatif,
alur ada dua macam, yaitu (1) alur erat dan (2) alur longgar (Prihatmi, 1990:11).
Dalam alur erat hubungan antar peristiwa sangat menyatu sehingga tidak dapat
dihilangkan tanpa merusak keseluruhan cerita. Sebaliknya, dalam alur longgar
hubungan antar peristiwa tidak sepadu alur erat sehingga jika ada bagian cerita
yang dihilangkan, penghilangan itu tidak akan merusak keutuhan cerita.
Alur merupakan unsur yang sangat penting dalam cerita. Alur berperan
mengatur hubungan peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Karena peristiwa-
peristiwa dalanm suatu cerita mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Suatu peristiwa atau kejadian dalam cerita dapat terjadi justru disebabkan oleh
adanya peristiwa sebelumnya. Rangkaian peristiwa yang terdapat dalam suatu
cerita inilah. yang disebut alur. Seperti apa yang diungkapkan oleh Semi
(1984:35), "Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun sebagai sebuah inter-relasi fungsional yang sekaligus fiksi. Dengan
demikian, alur ini merupakan perpaduan unsur–unsur yang membangun cerita.
Dalam pengertian ini alur merupakan rangkaian suatu jalur tempat lewatnya
rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak tanduk yang
berusaha memecahkan konfflik yang terdapat di dalamnya".
Alur suatu cerita sangat erat hubungannya dengan unsur-unsur yang lain
seperti perwatakan, setting, suasana lingkungan begitu juga dengan waktu.
Berdasarkan hubungan antara tokoh-tokoh dalam cerita, yang biasanya
ditentukan oleh jumlah tokoh, maka alur terbagi atas dua bagian seperti yang
dikemukakan oleh Semi (1984:36), “Alur yang bagian-bagiannya diikat dengan
erat disebut alur erat, sedangkan yang diikat dengan longgar disebut alur
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
longgar. Biasanya alur erat ditemui pada cerita yang memiliki jumlah pelaku
menjadi lebih sering dan membentuk jaringan yang lebih rapat".
Bila dilihat menurut urutan peristiwa, alur dapat dibagi atas dua bagian,
yaitu alur maju dan alur sorot batik. Alur maju ialah rangkaian peristiwa dijalin
secara kronologis. Sedangkan alur sorot balik (flash back) ialah rangkaian
peristiwa dijalin tidak berurutan, tidak kronologi.
Lebih lanjut Tasrif dalam Tarigan (1984: 128) menyatakan bahwa ada
lima tahapan dalam alur, yaitu:
1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
2. Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)
3. Rising action (keadaan mulai memuncak)
4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)
5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)
3) Tokoh dan Penokohan.
Biasanya di dalam suatu cerita fiksi terdapat tokoh cerita atau pelaku
cerita. Tokoh cerita bisa satu atau lebih. Tokoh yang paling banyak peranannya
di dalam suatu cerita di sebut tokoh utama. Antara tokoh yang satu dengan
yang lain ada keterkaitan. Tindakan tokoh cerita ini merupakan rangkaian
peristiwa antara satu kesatuan waktu dengan waktu yang lain. Setiap perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang tokoh tentu ada penyebabnya dalam hal ini
adalah tindakan-tindakan atau peristiwa sebelumnya. Jadi mengikuti atau
menelusuri jalannya cerita sama halnya dengan mengikuti perkembangan tokoh
melalui tindakan-tindakannya.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Stanton dalam Semi (1984:31) menyatakan bahwa,
"Yang dimaksud dengan perwatakan dalam suatu fiksi biasanya dipandang dari dua segi. Pertama: mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita; yang kedua adalah mengacu kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita".
Jadi perwatakan mengacu kepada dua hal yaitu tokoh itu sendiri dan
bagaimana watak atau kepribadiaan yang dimiliki oleh tokoh tersebut. Dalam
suatu cerita fiksi, pengarang menggambarkan atau memperkenalkan
bagaimana watak sang tokoh melalui dua cara yaitu dengan terus terang
pengarang menyebutkan bagaimana sifat tokoh dalam cerita misalnya keras
kepala, tekun, sabar, tinggi hati atau yang lain, dan yang kedua yaitu
pengarang menggambarkan watak tokoh melalui beberapa hal seperti
pemilikan nama, penggambaran melalui dialog antara tokoh dalam cerita.
Setiap cerita memiliki tokoh. Tokoh cerita dapat didefinisikan sebagai
individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam suatu cerita. Individu rekaan ini
dapat berupa manusia, binatang, atau benda-benda lain yang dianggap atau
diperankan sebagai manusia (Sudjiman, 1988:16-21).
Terdapat berbagai macam cara pengarang memunculkan tokoh dalam
cerita, misalnya pengarang memunculkan tokoh yang hanya hidup dalam angan-
angan, pelaku mempunyai daya juang yang keras untuk mempertahankan
hidupnya atau pelaku tidak mempunyai sifat-sifat yang khas dalam
kehidupannya.
Berdasarkan fungsinya dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas tokoh
utama atau tokoh sentral dan tokoh bawahan atau tokoh pembantu serta tokoh
lataran. Tokoh utama atau tokoh sentral merupakan tokoh yang mempunyai
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
peran penting dalam suatu cerita. Tokoh ini biasanya sering muncul dan
tentangnya selalu dibicarakan. Tokoh sentral ini dapat dibedakan atas tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Selanjutnya tokoh pembantu atau tokoh
bawahan merupakan tokoh yang berperan sepintas dalam cerita. Meskipun
demikian, kehadirannya sangat diperlukan sebagai penunjang tokoh sentral.
Tokoh lataran merupakan tokoh yang menjadi bagian dari latar cerita.
4) Latar atau Setting
Latar merupakan tempat peristiwa dalam suatu cerita berlangsung. Latar
dapat dibagi atas latar fisik dan latar sosial. Latar fisik meliputi semua lingkungan
yang mengelilingi pelaku, termasuk di dalamnya lingkungan geografis, rumah
tangga, pekerjaan, dan sebagainya. Latar dapat berfungsi menciptakan iklim
atau suasana tertentu seperti iklim perang, aman, bahagia, dan sebagainya (Saad
dslam Prihatmi, 1990:14). Latar sosial antara lain diwujudkan dalam
penggambaran tingkah laku, tata kerama, adat istiadat, pandangan hidup,
keadaan masyarakat dan bahasa.
Suatu cerita dapat terjadi pada suatu tempat atau lingkungan tertentu.
Tempat dalam hal inim ernpunyai ruang lingkup yang sangat luas termasuk
nama kota, desa, sungai, gunung, lembah, sekolah, rumah), toko, dan lain-lain.
Unsur tempat sangat mendukung terhadap perwatakan tema, alur serta unsur
yang lain. Seseorang yang hidup di lingkungan sekolah tentu secara umum
akan mempunyai watak yang berbeda dengan orang yang tinggal di lingkungan
kebun. Atau seseorang yang dibesarkan di desa tentu akan memiliki walak
yang berbeda dengan orang yang lahir dan dibesarkan di kota (secara umum).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Unsur waktu juga bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu cerita.
Suatu cerita dapat terjadi pada suatu saat tertentu misalnya pada abad XX,
pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, ketika musim hujan, ketika musim
semi, tahun, bulan, hari dan sebagainya. Lingkungan terjadinya peristiwa-
peristiwa atau suasana cerita seperti orang-orang di sekitar tokoh atau juga
benda-benda di sekitar tokoh termasuk ke dalam latar belakang atau setting.
Dalam hal ini Atar Semi (1984:38) mengatakan bahwa
Latar atau landas lampu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah puskesmas, di dalam penjara, di Paris dan sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau kerumunan orang yang berada di sekitar tokoh, juga dapat dimasukan kedalam unsur latar, namun tokoh itu sendiri tentu tidak termasuk."
Latar belakang setting bukanlah hanya sebagai pelengkap dalam suatu
cerita. Unsur ini sangat mendukung terhadap unsur yang lain seperti tema,
perwatakan. Tempat terjadinya peristiwa, waktu terjadinya peristiwa dalam
suatu cerita tentu tentu tidak dipilih begitu saja oleh pengarang, tetepi juga
disesuaikan dengan tindakan tokoh cerita, pesan yang hendak disampaikan
pengarang, atau hal lain. Keberhasikan suatu cerita tentu sangat tergantung
kepada keharmonisan (keterpaduan) unsur-unsur tadi.
Di sisi lain, Nurgiyantoro (1995:227) membagi unsur latar ke dalam tiga
unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu. dan latar sosial. Ketiga unsur latar ini
saling ter-kait dan saling mempengaruhi. Pelukisan tentang suasana dalam
sebuah cerita dapat pula digolongkan sebagai latar.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1.4.2 Teori Didaktis
Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia. Melalui
pendidikan manusia dapat belajar menghadapi segala problematika yang ada
di alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Pendidikan dalam
kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Pendidikan
dapat membentuk kepribadian seseorang dan dapat diakui sebagai kekuatan
yang dapat menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Dengan bantuan
pendidikan, seseorang memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang
dihadapi, sehingga ia mampu menciptakan karya yang gemilang dalam
hidupnya atau dengan kata lain manusia dapat mencapai suatu peradaban dan
kebudayaan yang tinggi dengan bantuan pendidikan. Begitu pula dengan
seorang pengarang yang selalu menyelipkan unsur-unsur pendidikan (didaktis)
dalam karya-karyanya agar terjadi sublimasi terhadap pembacanya sehingga
diharapkan apa yang dibacanya dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam
bersikap dan bertindak.
Karya sastra berfungsi sebagai dulce et utile, yaitu sebagai penghibur
sekaligus berguna. Dari pengertian dipahami bahwa peranan novel bukan
sekedar menghibur tetapi juga mengajarkan sesuatu. Montgomery Belgion
dalam buku Renne Wellek mengatakan; “Irresponsible propagandist”. That is to
say, every writer adopts a view or theory of life… the effect of the work is
always to persuade the reader to accept that view or theory. This persuasion is
to say, the reader is always led to believe something, and that assent is
hypnotic-the art of the presentation seduces the reader…
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Karya sastra yang berkaitan dengan agama bisa kita lihat pada karya
novel modern saat ini. Karya Helvi Tiana Rosa yang berjudul Bianglala
Kehidupan misalnya merupakan contoh yang paling kongkrit dari novel yang
berbau keagamaan. Karya-karya Helvi telah mempengaruhi kalangan muda
Indonesia yang gemar membaca karya-karya novel islami. Dan objek dari novel
ini adalah kaum muda yang biasanya sangat optimis terhadap kehidupan.
Novelwan-novelwan yang seirama dengan Helvi adalah Gola Gong, Asma
Nadia, dll (Renne Wellek, dkk 1995).
Ahmadun Yosi (2007) menyebutkan sastra dapat merubah seseorang
melalui pola pikir, wawasan dalam memandang hidup dan lain sebagainya.
mengatakan bahwa sejarah pergolakan suatu bangsa tidak pernah lepas dari
dorongan-dorongan yang diekpresikan melalui karya novel. Karya-karya besar
seperti Max Havelar (Multatuli), Uncle Tom Cabin (Beecher Stower) dan sajak-
sajak Rabindranat Tagore telah menginspirasi perubahan sosial yang begitu
dasyat di lingkuangan masyarkat pembacanya.
Jabrohim (2005) mengatakan bahwa kedudukan novel sama dengan
ilmu pengetahuan yang lain, yaitu sesuatu yang penting bagi kemajuan
masyarakat. Dengan karya novel pengarang bisa menanamkan nilai-nilai moral
dan pesan-pesan tertentu kepada masyarakat pembacanya. Subjektivitas yang
disampaikan pengarang melaui karya novel mampu memberikan motivasi atau
dorongan bagi suatu perubahan baik secara individu maupun kolektif
(masyarakat).
Yang menjadi pertanyaan, kenapa novel bisa mempengaruhi masyarakat?
Plato mengatakan bahwa sastra merupakan refleksi sosial Sebagai suatu
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
refleksi sosial ia akan menggambarkan kondisi sosial yang ada di sekelilingnya.
Karena muatan yang ada dalam novel adalah gambaran atau reflesi sosial,
novel akan mendapatkan tanggapan dan kritik sekaligus penilaian dari
pembaca. Dari jalan ini novel akan mempengaruhi pola pikir masyarakatnya
(Diana Laurenson, dkk. 1971).
Mereka yang membaca novel akan memetik keuntungan dari apa yang mereka
pelajari. Mereka juga memperoleh hiburan. Sebagai hasil akhirnya, mereka
dapat terus mengasah otak dan merasa puas karena telah menggunakan waktu
dengan bijak (Niven, David, 2002)
Di dalam teks karya sastra terdapat banyak kandungan “gizi batin” yang
mampu menjadi santapan rohaniah anak-anak bangsa negeri ini sehingga bisa
menjadi media “katharsis” dan pencerah peradaban. Bisa jadi, kaum muda kita
yang doyan mengumbar selera purba dan nafsu-nafsu primitif, seperti seks
bebas, pesta pil setan, tawuran, dan ulah-ulah tak terpuji lainnya itu lantaran
mereka tak pernah membaca karya novel (Danarto, 2000).
Tiga karakterisitik dasar yang harus dimiliki tiap individu masyarakat
masa depan yang bermartabat adalah; kepekaan, kemandirian, dan tanggung
jawab (Azis, Sari, 2005). Sedangkan manusia utuh yang idamkan, yaitu
manusia yang kritis, rasional, sosial, bertakwa, bermoral, dan menghargai nilai
kemanusiaan (Suparno, Paul via Sindhunata, 2000)
Adapun menurut Rizal (2007:45) pada setiap karya sastra selalu
mengandung nilai-nilai didaktis yang hendak disampaikan oleh pengarangnya
melalui alur cerita yang dibentukan. Lebih jauh lagi Rizal mengatakan bahwa
dalam karya sastra bisa saja ditemukan nilai hitam dan putih, bisa juga
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
menggambarkan nilai hitam, atau memperlihatkan nilai putih. Nilai hitam atau
putih dalam karya sastra disebut juga nilai didaktis, nilai yang mengandung
unsur kebaikan sebagai tuntunan disebut nilai putih, dan nilai keburukan dalam
hidup digambarkan nilai hitam. Paling terasa hitam dan putihnya cerita ada
dalam cerita rakyat. Biasanya, yang berprilaku hitam akan mendapat hukuman,
yang berprilaku putih akan mendapat ganjaran. Contoh dalam cerita rakyat
Tuah Putri Pucuk Kelumpang, terlihat sekali nilai didaktisnya.
Seorang pengarang tentu saja akan memperhatikan nilai didaktis dalam
karyanya, sebab nilai didaktis, yakni pendidikan dan pengajaran, dapat
mengantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Oleh sebab itu karya
sastra yang baik adalah karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang
memiliki kebijaksanaan dan kearifan sehingga pembaca dapat mengambilnya
sebagai teladan.
Keteladan yang terdapat dalam cerita bisa berupa (1) ajaran kebaikan
terdapat dalam cerita, (2) moral yang digambarkan, (3) falsafah hidup tokoh-
tokohnya, (4) ganjaran yang diterima tokoh-tokohnya, (5) isme-isme yang
mempengaruhi atau menggerakkan tokohnya, (6) kekalahan nilai keburukan,
(7) keadaan pendidikan tokohnya yang digambarkan, dan (8) amanat di akhir
cerita.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Sumber data
Penelitian ini juga di ambil dari Naskah yang menjadi objek penelitian
penulis adalah kumpulan cerita yang diteliti oleh Rosmawati R dan kawan-
kawan pada tahun 1990 dengan data sebagai berikut:
a. Judul buku : Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang
b. Penulis : Rosmawati R, Anni Krisna Srg, Ahmad Samin Srg, dan
Zainal Abidin.
c. Cover depan : Gambar ornamen Melayu warna orange
d. Cover belakang : Gambar ornamen Melayu warna orange
e. Tabel Halaman : 122 Halaman
f. Ukuran : 12 x 17.5 cm
g. Tahun terbit : 1990
h. Penerbit : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
1.5.2 Metode Dasar
Metode dasar yang penulis pergunakan pada penelitian ini adalah
metode deskriptif. Menurut Nawawi (1987:63). Metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur objek penelitian (seseorang, lembaga, dan lain-lain) pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana
adanya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Secara deskriptif,
penelitian ini mengarah pada pemecahan masalah berdasarkan keadaan yang
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
ada pada saat ini. Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk kata-kata,
bukan dalam bentuk angka-angka. Selanjutnya, secara kualitatif dapat
dijelaskan bahwa (1) data penelitian ini dikumpulkan dalam setting yang alamiah
dan penulis sebagai instrumen kunci, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih
mengutamakan proses dari pada hasil, (4) analisis data secara induktif, dan (5)
makna atau meaning merupakan perhatian utama (Bogdan dan Biklen,
1990:27).
1.5.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan agar dapat memiliki acuan atau
sumber-sumber data yang cukup, yang akan penulis pergunakan di dalam
menganalisis cerita rakyat Tuan Putri Pucuk Kelumpang. Untuk memperoleh
data-data yang diperlukan penulis menggunakan teknik data dari perpustakaan
(Library Research).
1.5.3 Metode Analisis Data
Untuk penelitian ini digunakan metode hermeneutik, mengingat sifat dari
hermeneutik adalah menganalisa atau menafsirkan teks secara keseluruhan.
Secara spesifik, dalam penelitian ini menggunakan tiga tahapan analisis yang
biasa digunakan dalam metode hermenetik, yaitu analisis naratif, analisis
struktural, dan apropriasi. Analisis naratif memungkinkan untuk mengetahui
unsur-unsur kisah dalam teks sehingga memudahkan pembaca yang belum
membaca teks yang diteliti, sedangkan analisis struktural digunakan untuk
mengetahui struktur-struktur yang mengikat dan membentuk kisah dalam suatu
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
teks tersebut. Akan tetapi analisis naratif dan struktural tersebut mempunyai
kelemahan, yaitu sifatnya yang melepaskan suatu teks dari rangka sosial
budayanya. (Rizal, 2008:13).
Apropriasi digunakan untuk menutupi kelemahan yang ditimbulkan oleh
analisis naratif dan struktural tersebut dengan melakukan analisis yang lebih
mendalam, yang dalam penelitian ini adalah untuk menyambungkan teks
dengan rangka sosial budaya yang dilepaskan dalam analisis naratif dan
struktural sebelumnya, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan hasil
analisis yang lebih optimal.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara