ANALISIS KOMPARATIF
PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF
DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM
Oleh :
IRHAM FACHREZA ANAS NIM. 104046101646
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008M
ABSTRAK
IRHAM FACHREZA ANAS 104046101646 ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZERKAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM + 127 Halaman + 18 Tabel + 20 Gambar + 14 Lampiran + Daftar Pustaka : 50 Buku + 2 Makalah + 4 Kamus + 8 Artikel
Menurut Muhammad Abdul Mannan kegiatan konsumsi tidak hanya sekedar
bagaimana menggunakan hasil produksi. Lebih dari itu, konsumsi Islami harus dapat
menciptakan sebuah distribusi pendapatan dan kekayaan (ekonomi) yang adil. Dalam
analisis lain, Monzer Kahf menyatakan bahwa memaksimalkan pemuasan
(kebutuhan) tidaklah dikutuk dalam Islam selama kegiatan tersebut tidak melibatkan
hal-hal yang merusak.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui secara komprehensif perihal
Konsumsi Islami berdasarkan pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer
Kahf, (2) mengetahui persamaan dan perbedaan konsep Konsumsi Islami dari kedua
tokoh ekonomi Islam tersebut serta faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran.
Dan (3) membuat perencanaan/strategi konsumsi Islam bagi masyarakat sebagai
upaya mengarahkan preferensi konsumsi menuju pola konsumsi Islami.
Dari hasil perbandingan dengan analisa kualitatif (analisis himpunan) pemikiran
kedua tokoh ekonomi Islam terdapat 5 buah konsep konsumsi Islam yang hampir
sama dari sisi isi dan pokok bahasan. Sedang 3 konsep lainnya ternyata berbeda
secara isi dan pokok bahasan. Dari pemikiran kedua tokoh tersebut dapat
dikembangkan 3 buah konsep baru dalam konsumsi Islam; yaitu (1) Prinsip halal dan
tayyib, (2) Konfigurasi pilihan konsumsi dan (3) Perencanaan konsumsi
Islami.Terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya perbedaan dan persamaan dari
pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang ekonomi Islam
khususnya dalam kajian tentang konsep konsumsi, yaitu latar belakang pendidikan
dan latar belakang kondisi sosial dan politik.
Strategi utama yang tepat dalam upaya perberdayaan konsumsi masyarakat adalah
Dakwah. Ditemukan bahwa ada hubungan positif antara tingkat (relegiusitas)
keagamaan responden terhadap perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib
sebesar 0,434. Angka ini adalah sebuah angka yang signifikan dari hasil perhitungan
korelasi dengan menggunakan uji hipotesa Rank Spearman. Terkait dengan dakwah
sebagai strategi merubah preferensi masyarakat ke arah preferensi konsumsi Islami
ada tiga hal yang menjadi perhatian yaitu kualitas kemurnian konsumsi,
menumbuhkan kesadaran bersedekah dan hakikat berkonsumsi dalam Islam.
Pemerintah daerah, MUI daerah, BP POM, LSM, PTN/S dan Majlis Ta’lim memiliki
peran dalam strategi ini. Instsitusi-institusi ini merupakan stake holder dalam upaya
memberdayakan konsumsi masyarakat.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………… i
Daftar Isi……………………………………………………………………………. iii
Daftar Tabel………………………………………………………………………. vi
Daftar Gambar………………………………………………………………………. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………….
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………….
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………...
D. Kajian Kepustakaan (Studi Review Terdahulu)…………………..
E. Kerangka Konseptual……………………………………………..
F. Metode Penelitian………………………………………………...
G. Sistematika Penulisan…………………………………………….
1
10
11
13
15
15
18
BAB II KONSEP KONSUMSI ISLAM MUHAMMAD ABDUL MANNAN
DAN MONZER KAHF
A. Biografi Muhammad Abdul Mannan………………………………..
B. Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan………………
C. Biografi Monzer Kahf ………………………………………………
20
25
35
D. Konsep Konsumsi Islam Monzer Kahf……………………………... 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan
dan Monzer Kahf……………………………………………………
B. Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap Average Propensity to
Concume (APC) dan Average Propensity to Saving
(APS)……………………….………………………………………..
C. Analisis Korelasi Latar Belakang Keagamaan terhadap Perilaku
Mengkonsumsi Komoditas Halal dan Tayyib………….……………
51
55
58
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL
MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI
ISLAM
A. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul
Mannan dan Monzer Kahf………………….……………………….
B. Prinsip Halal dan Tayyib Dalam Proses Konsumsi …………………
C. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi
Islam…………………………………………………………………
D. Perencanaan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi
Islam…………………………………………………………………
E. Studi Empiris Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim…………..
F. Strategi Merubah Preferensi Konsumsi Masyarakat Muslim
69
75
84
88
94
kepada Preferensi Konsumsi Islam…………………………….….. 105
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………………
121
125
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 1.1. Kerangka Konseptual Penelitian……………………………...... 15
Gambar 2 2.1. Aktifitas Ekonomi Islam……………………………………….. 24
Gambar 3 2.2.. Grafik Tiga Dimensi dari Keseimbangan Konsumsi………….. 45
Gambar 4 3.1. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-
himpunan Mannan dan Kahf ………………………………....
69
Gambar 5 4.2. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif
Ekonomi Islam……………………………………………….....
86
Gambar 6 4.3. Rancang Bangun Konsumsi Islami……………………………. 89
Gambar 7 4.4. Efek Zakat dan Sedekah terhadap Fungsi Konsumsi………...... 100
Gambar 8 4.5. Tahapan psikologis menuju preferensi konsumsi Islami……..... 106
Gambar 9 4.6. Sistem Dakwah dalam Permberdayaan Konsumsi Masyarakat 108
Gambar 10 4.7. Rancang Bangun Konsumsi Islami…………………………….. 120
DAFTAR TABEL
Tabel 1
1.1. Pengeluaran Konsumsi Rata-rata Per- Kapita Sebulan Untuk Makanan
dan Bukan Makanan Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia...................................................................................................
4
Tabel 2 1.2. Indeks Gini versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia......................... 5
Tabel 3 1.3. Indeks Gini versi Faisal Basri................................................................... 5
Tabel 4 2.1. Rumusan Matematis Proses dan Fungsi Konsumsi milik Mannan.......... 26
Tabel 5 3.1. Himpunan Mannan.................................................................................... 52
Tabel 6 3.2. Himpunan Kahf......................................................................................... 53
Tabel 7 3.3. Variabel dan Indikator Variabel dari fungsi Konsumsi Islam.................. 57
Tabel 8 3.4. Variabel Latar Belakang Keagamaan....................................................... 64
Tabel 9 4.1. Jenis Kelamin Responden………………………………………………. 94
Tabel 10 4.2. Usia Responden………………………………………………………… 94
Tabel 11
4.3. Responden yang Menjadi Nasabah/Peserta Bank Syariah dan Asuransi
Syariah…………………………………………………........................
95
Tabel 12 4.4. Pengalokasian Sisa Pendapatan Bulanan Responden…………….......... 96
Tabel 13 4.5. Motivasi Konsumsi Konsumen Muslim……………………………….. 97
Tabel 14 4.6. Efek Zakat dan Sedekah terhadap MPC dan MPS Konsumen
Muslim…………………………………………………………….........
101
Tabel 15 4.7. Out put SPSS 11.0 Hasil Perhitungan Korelasi Spearman…………….. 104
Tabel 16 4.8. Kebiasaan Membaca Label Halal Produk………………………………. 110
Tabel 17 4.9. Kebiasaan Membaca Tanggal Kadaluarasa Produk…………………….. 110
Tabel 18 4.10. Alokasi Zakat dan Sedekah Responden……………………………….. 112
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Ekonomi Islam merupakan sebuah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat dengan berpedoman kepada nilai-nilai
’ilahiyah’ yaitu ajaran Islam yang paripurna (QS. al-Mâidah / 5:3).1 Defenisi yang
dikemungkakan oleh M.A Mannan meletakkan ekonomi Islam ke dalam sebuah
disiplin keilmuan. Menurut Muhammad Sholahuddin, ekonomi Islam juga dapat
dikatakan sebagai sebuah sistem ekonomi tersendiri. Aspek-aspek yang ada dalam
kajian ekonomi Islam juga tidak jauh berbeda dengan sistem ekonomi lainnya,
yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Muhammad Sholahuddin dalam bukunya
yang berjudul ‘Asas-asas Ekonomi Islam’ menggunakan istilah sistem untuk
penyebutan ekonomi Islam dengan harapan agar masyarakat tidak terjebak dalam
wacana Islamisasi keilmuan. 2
Perkembangan ekonomi Islam di dunia dalam tataran praktisi maupun
akademis saat ini sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan munculnya bank
syariah dan menjamurnya lembaga keuangan syariah lainnya di seluruh dunia.
1 Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics; Theory and Practice Foundation of Islamic
Economics (England : Hodder and Stoughton Ltd, 1986), h. 18 2 Muhammad Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007), h. 7 dan h. 32-33
Lembaga keuangan syariah merupakan motor dari eksistensi sistem ekonomi
Islam di dunia. Tidak hanya negara-negara berpenduduk mayoritas muslim
yang membangun lembaga keuangan syariah (baca : bank syariah), melainkan
negara-negara yang notabene bukan negara Islam pun juga turut membangun
lembaga keuangan syariah. Misalnya, Singapura. Pemerintah Singapura,
sebagaimana diberitakan oleh harian Republika edisi sabtu 11 Juni 2005, bahkan
memiliki ambisi untuk menjadi penguasa ekonomi syariah (baca : Islam).
Terkait dengan paragraf di atas, Euis Amalia dalam bukunya
‘Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam’ dan makalah ‘Ekonomi Islam; Konstruksi
Ilmu, Pengembangan Sistem dan Kelembangaan’ menuliskan bahwa matinya
teori ekonomi (kapitalisme) disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (dua di
antaranya):
1. Teori ekonomi tersebut bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan keinginan
maximizing satisfaction of wants setiap aktivitas ekonomi yang didukung oleh
asumsi pasar persaingan sempurna.
2. Ketidakmampuan teori ekonomi tersebut untuk mengentaskan kemiskinan dan
ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat.
Fenomena pemuasan keinginan dan ketimpangan distribusi pendapatan
merupakan ‘kanker ganas’ dan telah menjangkiti seluruh aspek ekonomi, seperti
produksi, distribusi dan konsumsi. ‘Penyakit’ ekonomi ini lahir dari eksistensi
sistem ekonomi kapitalis di dunia. Contoh dari dampak negatif eksistensi sistem
ekonomi kapitalis di dunia adalah dalam aspek konsumsi.
Konsumsi merupakan faktor vital yang mendasari munculnya aktifitas
produksi dan distribusi. Tanpa konsumsi tidak mungkin seseorang akan
melakukan aktifitas produksi dan distribusi. Sistem ekonomi kapitalis secara
langsung telah menyebabkan perilaku konsumsi masyarakat dunia lebih
cenderung kepada pemuasan keinginan maximizing satisfaction of wants. Perilaku
ini direpesentasikan dengan memaksimalkan pengunaan barang dan jasa
maximizing utility yang cenderung bebas nilai. Lambat laun perilaku semacam ini
akan bermuara pada munculnya budaya baru dalam perilaku konsumsi
masyarakat dunia yaitu hedonisme dan permisivisme. Hedonisme adalah paham
yang mengutamakan pemuasan nafsu duniawi semata sedangkan permisivisme
adalah paham yang serba membolehkan (mengkonsumsi) segalanya.3
Di Indonesia, perilaku konsumtif masyarakat terhadap barang dan jasa
tumbuh dan berkembang dikarenakan pengaruh dari arus globalisasi ekonomi
(kapitalis) yang masuk ke Indonesia. Ditandai dengan menjamurnya pusat
perbelanjaan semacam shopping mall, industri mode, kawasan hunian mewah,
kegandrungan terhadap merk asing, makanan serba instan (fast food), telepon
3 Hari Mukti, Ubah Pola Pikir Hedonisme, Materi ceramah yang diakses dari
www.antara.co.id/arc/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme.
seluler dan lain sebagainya, sehingga masyarakat Indonesia mendapatkan
kemudahan akses pasar untuk berperilaku konsumtif.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat terkondisikan dengan
paradigma yang menganggap bahwa konsumsi tidak lagi sekedar berkaitan
dengan memanfaatkan nilai guna suatu barang dan jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia, akan tetapi konsumsi juga berkaitan dengan unsur-
unsur simbolik untuk menandai kelas, gaya, status atau simbol sosial tertentu.4
Berikut data pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia untuk periode 2002,
2005 dan 2007;
PENGELUARAN KONSUMSI (%)
----------------------- 2002 2005 2007
Makanan 58,47 51,37 49,24
Bukan Makanan 41,53 48,63 50,76
Tabel 1.1. Pengeluaran Konsumsi Rata- rata Per- Kapita Sebulan Untuk Makanan dan Bukan
Makanan Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
Berdasarkan data pengeluaran konsumsi dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia menunjukkan bahwa selama periode 2005 – 2007 secara agregat terjadi
kenaikan pengeluaran konsumsi masyarakat. Kenaikan pengeluaran konsumsi
terjadi pada komoditas bukan makanan (meliputi; property, pakaian, barang tahan
lama, elektronik dll ) sebesar 5,3%, yaitu dari 41,53% pada tahun 2002 naik
menjadi 50,76% pada tahun 2007. Sedang pengeluaran konsumsi untuk makanan
4 Sonarja Lahmanindra. Kampanye Konsumerisme di Kalangan Remaja Bandung, Artikel yang diakses dari http://digilib.unikom.ac.id/go.php?id=jbptunikompp-gdl-s1-2006-sonarjalah-3065.
cenderung mengalami penurunan sebesar 15,5%, yaitu dari 58,47 % padatahun
2002 turun menjadi 49,24% pada tahun 2007. 5
Sebuah studi lain yang dilakukan oleh Euromonitor International
menunjukkan, dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015), rumah tangga Indonesia
mengalami revolusi konsumsi yang luar biasa. Belanja konsumen untuk produk
AC naik 332 persen, cable TV naik 600 persen, kamera naik 471 persen, sepeda
motor naik 17.430 persen, mesin cuci piring naik 291 persen, dan telepon naik
1.643 persen6. Dengan kata lain, dalam sebuah keluarga tidak cukup kalau hanya
memiliki satu TV, satu sepeda motor atau bahkan satu mobil.
Masalah lain yang ditimbulkan dari eksistensi ekonomi kapitalis adalah
ketimpangan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan yang buruk,
mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang tinggi, baik kesenjangan pendapatan
maupun kesenjangan kesempatan. Tingkat ketimpangan pendapatan di
masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan indeks gini.
Berikut data perkembangan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di
indonesia dalam dua versi;
5 Direktorat Badan Statistik (Pengeluaran untuk Konsumsi penduduk Indonesia Per-Provinsi
2007, book 1 (Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2007) h. 17 6 Kharies. Konsumerisme Menjebak Bangsa Indonesia ke
Dalam Kapitalisme. Artikel yang diakses dari http://ardian.awardspace.info/detail.php?recordID=2.
INDEKS GINI
2002 2005 2007
Berdasarkan Indeks Gini versi BPS ternyata ketimpangan pendapatan di
Indonesia mengalami peningkatan yaitu 0,32 pada tahun 2002 menjadi 0,364 pada
tahun 2007. Nilai indeks gini sebesar 0,364 menunjukkan bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia sangat parah. Sebab, besaran angka indeks
Gini yang ditorerir adalah maksimal 0,3/ 0,30. sementara itu, provinsi Papua,
Gorontalo dan Banten merupakan provinsi yang masuk dalam kategori
ketimpangan pendapatan yang tinggi, yaitu sebesar 0,42 (Papua), 0,388
(Gorontalo) dan 0,365 (Banten).7
Sementara itu, berdasarkan data indeks gini versi Faisal Basri, dapat diketahui
bahwa tren kenaikan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia memang
benar terjadi. Hanya saja data yang dirujuk oleh pengamat ekonomi tersebut
menunjukkan bahwa nilai indeks gini pada tahun 2007 lebih tinggi sebesar 0,376
7 Direktorat Badan Statistik (Pengeluaran untuk Konsumsi penduduk Indonesia Per-Provinsi
2007, book 3 (Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2007) h. 23
0,32 0,363 0,364
Tabel 1.2. Indeks Gini versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
INDEKS GINI
2002 2003 2007
0,32 0,341 0,376
Tabel 1.3. Indeks Gini versi faisal Basri
ketimbang data yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
sebesar 0,364.8
Berangkat dari pemaparan di atas terlihat bahwa pengeluaran konsumsi
masyarakat indonesia secara nyata tidak sinergis dengan upaya pemerataan
(resdistribusi) pendapatan di kalangan masyarakat. Artinya, pengeluaran
konsumsi masyarakat Indonesia naik dan tingkat ketimpangan pendapatan juga
naik. Bilamana pemerintah meng-klaim bahwa konsumsi agregat Indonesia saat
ini mengalami kenaikan, berarti telah tercipta sebuah kenaikan konsumsi yang
semu (tidak berkeadilan), yaitu konsumsi agregat yang hanya dapat dinikmati
oleh masyarakat yang memiliki pendapatan menengah dan kaya. Sangat ironi
bilamana masyarakat Indonesia disibukkan oleh aktivitas konsumtif dengan
kemudahan akses pasar dan ekuitas, sedangkan di sisi lain penduduk miskin di
Indonesia makin bertambah, distribusi pendapatan dan kekayaan semakin tidak
merata, penyakit-penyakit kekurangan gizi merebak di seluruh penjuru negeri ini
dan lain sebagainya.
Menurut penulis, penyebab dari pesatnya perkembangan ekonomi Islam di dunia sangat dilatarbelakangi oleh adanya faktor-faktor penyebab matinya teori ekonomi, sebagaimana yang dituliskan oleh Euis Amalia pada paragraf di atas, yang terlihat begitu nyata menghancurkan sendi-sendi perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
8 Faisal Basri, Tantangan Baru Perangi Kemiskinan. Paper yang diakses pada hari Kamis, 23 Mai 2008 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/f/faisal-basri/publikasi/02.shtml dan Arif Anshory Yusuf, Mengkaji Lagi Ketimpangan Di Indonesia, Artikel Koran edisi kamis 14 September 2006 yang diakses dari http://www.kompas.com / kompas-cetak/ 0609/14/ opini/ 2953496. htm.
Lantas bagaimanakah ekonomi Islam memperbaiki moral ekonomi dan
meluruskan asumsi ekonomi yang telah nyata menjadi ‘penyakit ekonomi’
sebagaimana paragraf di atas?
Ekonomi Islam hadir di dunia sebagai solusi untuk memperbaiki kerusakan perekonomian yang disebabkan oleh eksistensi ekonomi kapitalisme. Ekonomi Islam hadir untuk memperbaiki moral ekonomi masyarakat dunia serta meluruskan asumsi-asumsi ekonomi dunia ke arah asumsi ‘ilahiah’ yang tidak bebas nilai. Seluruh kegitan ekonomi dalam Islam bukanlah sebuah tujuan akhir dari kehidupan melainkan hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang tinggi, yaitu falah.9.
Dalam aspek konsumsi, Muhammad Abdul Mannan menyatakan bahwa
konsumsi (baca: proses konsumsi) merupakan bagian yang sangat penting dalam
kajian ekonomi Islam10. Baginya kegiatan konsumsi tidak hanya sekedar
bagaimana menggunakan hasil produksi. Lebih dari itu, konsumsi Islami harus
dapat menciptakan sebuah distribusi pendapatan dan kekayaan (ekonomi) yang
adil. Keberadaan segala bentuk pelarangan konsumsi barang mewah dalam Islam
tanpa disertai redistribusi kekayaan dan pendapatan tidak akan sama sekali
menyelesaikan masalah-masalah ekonomi.11
Dalam analisis lain, Monzer Kahf mengaitkan kegiatan konsumsi dalam Islam
dengan rasionalisme Islam, konsep falah, dan skala waktu. Kahf menyatakan,
konsumsi dalam Islam berimplikasi pada dua tujuan, yaitu duniawi dan ukhrawi.
9 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Terj. Zainul Arifin dan Dahlia Husin
(Jakarta : Gema Insani Press, 1997), h. 33 10Muhammad Abdul Mannan, Economic Development and Social Peace in Islam (Bangladesh
: Bangladesh Social Peace Foundation,1989), h. 34 11 Mannan, Islamic Economics, h. 44
Baginya, memaksimalkan pemuasan (kebutuhan) tidaklah dikutuk dalam Islam
selama kegiatan tersebut tidak melibatkan hal-hal yang merusak.12
Muhammad Abdul Mannan adalah tokoh mainstream ekonomi Islam.
Ia mendapatkan gelar doktor di bidang Industri dan Keuangan dari Michigan State
University pada tahun 1973. Kontribusinya yang nyata dalam ekonomi Islam
adalah karyanya yang fenomenal yaitu Islamic Economics;Theory and Practice
yang diterbitkan pada tahun 1970. Buku Mannan ini dipandang sebagai litetratur
Ekonomi Islam pertama yang mengulas ekonomi Islam secara komprehensif. Atas
karya (Islamic Economics) ini, Muhammad Abdul Mannan mendapat
penghargaan pemerintah pakistan sebagai highest academic award of pakistan
pada tahun 1974. Penghargaan ‘bergengsi’ ini bagi Mannan setara dengan hadiah
Pulitzer penulis di Eropa dan Amerika.13
Monzer Kahf adalah seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan
di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking, Universitas
Yarmouk di Jordan. Ia meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi
ekonomi International dari University of Utah, USA pada tahun 1975. Pada tahun
1978, Kahf menyelesaikan buku pertamanya tentang ekonomi Islam berjudul
”The Islamic Economy : Analytical Study of The Functioning of The Islamic
12 Monzer Kahf. Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi
Islam. Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997), h. 28 13 Luqman. Biografi M.A Mannan. Artikel yang diakses melalui maillis ekonomi-syariah dari
http://luqmannomic.wordpress.com/2007/09/18/dr-abdul-mannan/. 21 November 2007.
System.” hingga saat ini, Kahf aktif sebagai penulis, konsultan, trainer dan dosen
dalam ilmu ekonomi, keuangan dan perbankan.14
M.A. Mannan dan Monzer Kahf memang memiliki latar belakang keilmuan
yang sama, yaitu ekonomi. Namun, spesialisasi keilmuan mereka jelas berbeda.
Pemikiran Mannan terhadap ekonomi Islam merupakan hasil analisanya terhadap
fungsi ekonomi itu sendiri yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip Islam.
Sementara itu, pemikiran Monzer Kahf tentang ekonomi Islam secara nyata
memisahkan kajian fiqh muamalat dengan kajian ekonomi Islam serta
berlandaskan pada nilai-nilai universal. Bila dilakukan kajian komparasi
pemikiran kedua cendikiawan khususnya aspek konsumsi tentu akan
menghasilkan sebuah pemahaman yang komprehensif mengenai konsep konsumsi
Islam yang maslahat.
Dengan bertitik tolak pada pemaparan di atas, maka penulis sangat tertarik
untuk mengkaji lebih mendalam mengenai kedua tokoh ekonomi Islam tersebut
yang dituangkan ke dalam skripsi berjudul “ANALISIS KOMPARATIF
PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF
DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAMI”
14 Djaka Heru Priono. Konsep Ekonomi Islam Baqir Sadr dan Monzer Kahf : Sebuah Studi
Komparasi. ( Skripsi S-1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 33-34
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pemikiran Ekonomi Islam dari tokoh Muhammad Abdul Mannan dan Monzer
Kahf sangat beragam, yaitu ; aspek Produksi, Distribusi, Konsumsi, Politik
Ekonomi, Kebijakan Fiskal dan Moneter dan lain sebagainya. Agar penelitian
pada skripsi ini fokus pada persoalan yang dimunculkan, maka penulis membatasi
kajian pemikiran kedua tokoh tersebut, yaitu ;
1. Penelitian hanya pada Aspek Konsumsi dengan menggunakan pemikiran dari
Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf.
2. Analisa konsumsi menggunakan pendekatan keseimbangan ekonomi
(equilibrium / Y = C+S) dan perilaku konsumen.
Bilamana pada isi bahasan penulis menyinggung aspek di luar Konsumsi,
misalnya distribusi ekonomi, hal itu dimaksudkan untuk mempertajam analisa
penelitian. Mengingat, menurut Muhammad Abdul Mannan, bahwa konsumsi
dalam Islam memiliki keterkaitan dengan permasalahan distribusi pendapatan dan
kekayaan.
Adapun perumusan masalah pada skripsi ini sebagai berikut;
1. Bagaimana pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang
Konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam?
2. Dimanakah letak persamaan dan perbedaan pemikiran keduanya dalam
konsep Konsumsi Islami?
3. Bagaimanakah strategi merubah preferensi konsumsi masyarakat menuju pola
konsumsi Islam berdasarkan perspektif kedua tokoh tersebut?
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, yaitu;
1. Mengetahui secara komprehensif perihal Konsumsi Islami berdasarkan
pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf.
2. Mengetahui persamaan dan perbedaan konsep Konsumsi Islami dari kedua
tokoh Ekonomi Islam tersebut serta faktor penyebab terjadinya perbedaan
pemikiran.
3. Membuat perencanaan konsumsi Islam bagi masyarakat sebagai upaya
mengarahkan preferensi konsumsi menuju pola konsumsi Islami.
Manfaat dari penelitian ini, yaitu:
1. Masyarakat
Memberikan informasi mengenai keberadaaan ilmu dan sistem ekonomi Islam yang tidak terbatas pada perbankan syariah
serta memberikan kiat-kiat berkonsumsi secara Islami.
2. Fakultas
Memberikan sumbangsih hasil pemikiran tentang ekonomi mikro Islam khususnya pada aspek konsumsi guna memperkaya
khazanah pemikiran ekonomi Islam di fakultyas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah
literature kepustakaan khususnya mengenai kajian komparatif pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf
dalam Konsep Konsumsi Islami.
3. Penulis
Menambah wawasan mengenai ekonomi mikro Islam, khususnya aspek konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam dari
komparasi pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf.
Kajian Kepustakaan ( Studi Review Terdahulu )
Berikut berapa anotasi dari beberapa Skripsi yang terkait dengan tema penulis
yang didapatkan dari Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Henny Khairani (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Pengaruh
Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi, Tabungan dan Zakat (Studi Kasus Di Kelurahan Rangkapan Jaya, Depok). Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini mempunyai berfokus pada penjelasan mengenai pengaruh
dari tingkat pendapatan terhadap beberapa variabel, seperti pola konsumsi, kebiasaan menabung dan jumlag infak. Dari sisi metode penelitian,
penelitian yang dilakukan Heny Khairani menggunakan pendekatan normatif empiris. Kemudian, instrumen pengumpulan data yang digunakan
adalah kepustakaan, kuisioner dan wawancara dengan metode analisa kualitatif dan kuantitatif. Penelitian yang dibuat oleh Henny Khairani jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak
(salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah pemikiran dua tokoh ekonomi Islam serta dikaitkan dengan pola-pola
konsumsi masyarakat. Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Awaludin
(Mahasiswa Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Peran Konsumsi dalam Memelihara Maqasid Syariah. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2003 ini mempunyai berfokus pada penjelasan mengenai peran kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh muslim dalam menjaga memelihara unsur
Maqâsid Syariah dan serta bagaimana kegiatan konsumsi dapat memelihara unsur Maqâsid Syariah. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang
dilakukan Awaludin menggunakan pendekatan normatif. Kemudian, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah hanya kepustakaan dengan metode analisa deskriptif kualitatif. Penelitian yang dibuat oleh
Awaludin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada (salah satunya) objek penelitian. Objek penelitian
penulis adalah pemikiran dua tokoh ekonomi Islam serta dikaitkan dengan pola-pola konsumsi masyarakat.
Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Djaka Heru Priono (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Konsep
Ekonomi Islam Baqir Shadr dan Monzer kahf: Sebuah Studi Komparatif. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini mempunyai berfokus pada
penjelasan mengenai beberapa pemikiran Baqir Sadr dan Monzer Kahf secara umum dan perbedaan-perbedaan di antara keduanya serta relevansi konsep ekonomi mereka terhadap perekonomian indonesia. Dari sisi metode
penelitian, penelitian yang dilakukan Djaka Heru Priono menggunakan pendekatan normatif. Kemudian, instrumen pengumpulan data yang
digunakan adalah hanya kepustakaan dengan metode analisa deskriptif kualitatif. Penelitian yang dibuat oleh Awaludin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada (salah
satunya) objek penelitian Objek penelitian penulis adalah pemikiran dua tokoh ekonomi Islam serta dikaitkan dengan pola-pola konsumsi
masyarakat. Kerangka Konseptual
Gambar 1.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Konsep Konsumsi Islam
Perbandingan Variabel (Analisis Himpunan)
Konsep Konsumsi Islam Monzer Kahf;
Konsep Konsumsi Islam M.A. Mannan
Realita Pola Konsumsi Masyarakat
Strategi Merubah Preferensi Konsumsi Masyarakat ke Arah preferensi Konsumsi Islam
Kolaborasi Konsep Pengembangan Konsep
Metode Penelitian
4. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Secara keseluruhan Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah penelitian kualitatif, kualitatif, yaitu penelitian yang tidak
mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya,
melainkan menggunakan penekanan ilmiah15 atau penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari
kuantifikasi16. Bilamana terdapat ilustrasi yang mengarah pada penghitungan
yang berbentuk angka-angka (kuantitatif), maka hal itu dimaksudkan hanya
untuk mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. Sebab,
pada beberapa bagian penulis melakukan analisa kuantitatif yaitu dengan
menggunakan SPSS dan Microsoft Excel.
Secara keseluruhan pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penulisan skirpsi ini adalah pendekatan normatif, yaitu penelitian ekonomi
normatif. Bilamana terdapat data-data empiris, maka hal itu dimaksudkan
hanya untuk mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian.
5. Data Penelitian
15 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,ed: revisi (Bandung : PT Remaja Rosda
Karya,1997), cet. Ke-8, h. 6 16 Salam, Metodologi Penelitian Sosial, h. 30
Sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data Primer dan
Sekunder. Data Primer pada skripsi ini merujuk pada buku-buku karya
Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf serta data hasil kuisioner yang
dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai pola konsumsi
masyarakat. Sedangkan untuk data sekunder adalah seluruh literatur yang
berhubungan dengan Ekonomi Islam secara umum atau literatur lain yang
dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam
skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penulisan skripsi ini
adalah Studi Dokumentasi Naskah (studi pustaka), yaitu pengumpulan data
dengan cara mengkaji buku-buku ilmiah, literatur, media cetak dan atau
semua bahan tertulis lainnya, termasuk karya ilmiah yang diakses dari
internet. Khusus data mengenai gambaran umum pola konsumsi masyarakat,
penulis menggunakan data dari hasil kuisioner.
6. Teknik Pengolahan Data
Data – data deskriptif mengenai kedua tokoh yang didapatkan akan
disusun ulang hingga dapat menyatu dengan teks-teks atau pembahasan
skripsi. Sedangkan data-data dari hasil kuisioner akan diolah melalui SPSS
11.0 dan Microsoft Excel.
7. Metode Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan pada skripsi ini adalah Deskriptif
Komparatif analisis. Deskriptif berarti teknik analisa dengan cara memberikan
gambaran-gambaran umum mengenai pemikiran dari Muhammad Abdul
Mannan dan Monzer Kahf perihal konsep konsumsi Islami.
Komparatif berarti teknik analisa dengan cara membandingkan hasil
pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf perihal
konsumsi Islami dengan menggunakan beberapa variabel isi dari kedua tokoh
ini. Pada tahap ini penulis menggunakan alat interseksi union untuk
membandingkan beberapa variabel dari pemikiran mereka mengenai
konsumsi Islam.
Setelah itu, penulis mencoba mengelaborasi pemikiran kedua tokoh ini
agar dapat diambil sebuah kesimpulan yang komprehensif mengenai
konsumsi dalam perspektif Ekonomi Islam yang telah dikaitkan dengan studi
empiris mengenai pola konsumsi masyarakat.
8. Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada ‘Pedoman Penulisan
Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah, dengan beberapa pengecualian :
i. Dalam daftar pustaka al-Qur’an ditempatkan pada urutan pertama.
ii. Terjemahan Qur’an dan Hadits ditulis satu setengah (11/2) spasi sekalipun
kurang dari enam baris.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Yaitu meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, kajian kepustakaan
(Studi review terdahulu), metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II KONSEP KONSUMSI ISLAM MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN
MONZER KAHF
Yaitu membahas Biografi Muhammad Abdul Mannan, Konsep Konsumsi
Islam Muhammad Abdul Manna, Biografi Monzer Kahf dan Konsep
Konsumsi Islam Monzer Kahf
BAB III METODE PENELITIAN
Yaitu membahas metode penelitian tetang; Perbandingan Konsep Konsumsi
Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf, Dampak Zakat dan
Sedekah Terhadap Average Propensity to Concume (APC) dan Average
Propensity to Saving (APS) dan Analisis Korelasi Latar Belakang Keagamaan
terhadap Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal dan Tayyib
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL
MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI
ISLAMI
Yaitu membahas tentang; Perbandingan Konsep Konsumsi Islam
Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf, Prinsip Halal dan Tayyib
Dalam Proses Konsumsi, Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif
Ekonomi Islamm, Perencanaan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam,
Studi Empiris Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim, Strategi Merubah
Preferensi Konsumsi Masyarakat Muslim kepada Preferensi Konsumsi Islam
BAB V PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran
BAB II
KONSEP KONSUMSI ISLAM MUHAMMAD ABDUL MANNAN
DAN MONZER KAHF
E. Biografi Muhammad Abdul Mannan
Muhammad Abdul Mannan (selanjutnya dibaca : Mannan) dilahirkan di
Bangladesh, pada tahun 1918. Mannan menikah dengan seorang wanita bernama
Nargis Mannan yang bergelar master di bidang ilmu politik.17 Ia merupakan
seorang tokoh ekonomi Islam yang menjadi menganjurkan pembentukan Bank
Dunia Islam Muslim World Bank, lima tahun sebelum pembentukan
sesungguhnya dari Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah,
Arab Saudi.
Mannan menerima gelar master di bidang ekonomi dari universitas Rajshahi
pada tahun 1960. Setelah menerima gelar master di bidang ekonomi, ia bekerja di
berbagai kantor ekonomi pemerintah di Pakistan, di antaranya; asisten pimpinan
di the Federal Planning Commission of Pakistan pada tahun 1960-an. Pada tahun
1970, Mannan melanjutkan studinya di Michigan State University, Amerika
Serikat, untuk program MA (economics) dan ia menetap di sana. Setelah
17 Muhammad Abdul Mannan, Economic Development and Social Peace in Islam,
(Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation, 1989), h. 126
mendapatkan gelar MA (economics) pada tahun 1973, Mannan mengambil
program doktor di bidang industri dan keuangan pada universitas yang sama.18
Setelah menyelesaikan program doktor-nya, Mannan menjadi dosen senior
dan aktif mengajar di Papua New Guinea University of Tehcnology. Di sana ia
juga ditunjuk sebagai pembantu dekan. Pada tahun 1978, ia ditunjuk sebagai
profesor di Internasional Centre for Research in Islamic Economics, universitas
King Abdul Azis. di Jeddah. Selama periode tersebut, Mannan juga aktif sebagai
visiting professor pada Moeslim Institute di London dan Georgetown University
di Amerika Serikat. Melalui pengalaman akademiknya yang panjang, Mannan
memutuskan bergabung dengan Islamic Development Bank dan sejak 1984 ia
menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di IDB.
Selama 30 tahun kariernya, Mannan banyak berperan dalam sejumlah besar
organisasi pendidikan dan ekonomi. Pada tahun 1970 di Pakistan, ia menerbitkan
bukunya yang pertama yang berjudul Islamic Economics : Theoiry and Practice.
Buku ini di revisi ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1986 dan telah diterbitkan
sebanyak 15 kali serta telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa tak terkecuali
indonesia.19 Atas sumbangsih terhadap perkembangan studi ekonomi Islam dari
bukunya (baca: Islamic Economics: Theory…) ini, Mannan mendapat
penghargaan pemerintah Pakistan sebagai Highest Academic Award of Pakistan
18 Luqman. Biografi M.A Mannan. Artikel yang diakses melalui maillis ekonomi-syariah dari
http://luqmannomic.wordpress.com/2007/09/18/dr-abdul-mannan/. 21 November 2007. 19 Mannan. Economic Development…, h. 126
pada tahun 1974, yang baginya setara dengan hadiah pulitzer. Adapun hasil karya
Mannan yang lain adalah : An Introduction to Applied Economy (Dhaka:1963),
Economic Problem and Planning in Pakistan (Lahore:1968), The Making of
Islamic Economic Society : Islamic Dimensions in Economic Analysis
(Kairo:1984) dan The Frontier of Islamic Economics (India : 1984), Economic
Development and Sosial Peace in Islam (UK: 1989), Management of Zakah in
Modern Society (IDB: 1989), Developing a System of Islamic Financial
Instruments (IDB: 1990), Understanding Islamic Finance : A Study of Security
Market in an Islamic Framework (IDB: 1993), International Economic Relation
from Islamic Perspectives (IDB:1992), Structural Adjustments and Islamic
Voluntary sector with special reference to Bangladesh (IDB: 1995), The Impact
of Single European Market on OIC Member Countries, (IDB: 1996), Financing
Development in Islam ( IDB: 1996) serta beberapa artikel dan paper lainnya yang
tidak dapat disebut seluruhnya disini. 20
1. Ekonomi Islam ; Pengertian dan Metodologi
a. Pengertian Ekonomi Islam
Pemahaman Mannan terhadap ekonomi Islam berada pada sudut
pandang mainstream. Mazhab pemikiran ini menganggap bahwa masalah
ekonomi muncul karena keterbatasan sumber daya yang ada
20 Muhammad Abdul Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan
Islam. Terj. Tjasmijanto dan Rozidyanti (Depok : CIBER dan PKKT-UI, 2001), h. 105-106
(negara/tempat) yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak
terbatas.21
Mannan menyatakan bahwa ekonomi Islam merupakan sebuah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat
yang diilhami dari nilai-nilai Islam. Pengertian ini tidak dimaksudkan
menghalangi kaum muslim untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi
non-muslim. Jika ilmu sosiologi merupakan induk, ilmu ekonomi
merupakan jenis yang sama. Maka, tidak diragukan lagi bahwa bahwa
ekonomi Islam bagian dari sosiologi dalam arti terbatas, sebab ekonomi
Islam tidak mempelajari setiap individu yang hidup di masyarakat.
Ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, bukan sebagai individu,
melainkan individu sosial yang meyakini nilai-nilai hidup Islam.22
Persoalan yang timbul dari kenyataan bahwa sumber daya kita begitu
terbatas sehingga membuat kita harus mengorbankan suatu kepentingan
untuk terpenuhinya kepentingan lain menjadi abadi. Pertikaian antara
beberapa kebutuhan ini memaksa seseorang untuk membuat pilihan-
pilihan dengan menetapkan skala prioritas dan kemudian
mendistribusikannya sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan secara maksimum. Dalam ilmu ekonomi Islam,
21 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta :IITI, 2004), h. 48-49 22 Muhammad Abdul Mannan. Islamic Economics; Theory and Practice Foundation of
Islamic Economics, (England : Hodder and Stoughton Ltd, 1986) h.18
seseorang tidak berada dalam kedudukan semau-nya dalam
mendistribusikan sumber daya. Dalam hal ini, ada suatu pembatasa yang
serius berdasarkan ketetapan Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu.23
Berikut lingkaran aktifitas ekonomi dalam Islam;
b. Metodologi Ekonomi Islam
Suatu teori ekonomi Islam yang sarat dengan nilai ideal dapat
memiliki dimensi waktu dan ruang. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan
tentang perilaku lembaga dan organisasi ekonomik di masa lampau, saat
ini ataupun membayangkannya untuk masa yang akan datang. Akan tetapi
harus dipahami dalam kerangka abadi Qur’an dan Sunnah. Walaupun
ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu ‘sistem’, tetapi ia juga
merupakan suatu ilmu. Perbedaan antara ekonomi positif dan normatif
23 Mannan. Islamic Economics;...., h. 19
Gambar. 2.1. Aktifitas Ekonomi Islam
Ilmu Ekonomi Islam; Manusia (sosial namun relegius )
Kebutuhan yang tidak terbatas Kekurangan sarana
Masalah-masalah ekonomi
Pilihan alternatif
(yang dituntun oleh nilai-nilai Islam)
Pertukaran terpadu dan transfer satu arah
(dituntun oleh etika Islami, kekuatan pasar dan kekuatan bukan pasar )
tidaklah diperlukan, bahkan dalam hal-hal tertentu dapat menyesatkan.
Metode deduktif sebagaimana yang dikembangkan oleh ahli hukum Islam,
dapat diterapkan pada ekonomi Islami dalam mendeduksikan prinsip
sistem Islam dari sumber-sumber hukum Islam. Metode induktif dapat
pula digunakan untuk memperoleh penyelesaian dari problematika
ekonomik yang menunjuk pada keputusan historik yang sah (nash).24
F. Konsep Konsumsi Muhammad Abdul Mannan
1. Proses Konsumsi
Menurut Mannan proses konsumsi adalah kegiatan mendapatkan dan menggunakan penghasilan seseorang. Mannan membagi bentuk konsumsi ke dalam tiga bagian ; yaitu konsumsi individu, konsumsi sosial atas dasar Allah dan investasi untuk menyokong kehidupan masa datang.25
Dalam analisis pada tulisan yang berbeda, Mannan mengaitkan proses konsumsi dengan pendapatan, konsumsi pribadi, konsumsi untuk keluarga, konsumsi untuk sosial (tetangga dekat), zakat dan sadaqah. Pendekatan ini ia sebut sebagai fungsi konsumsi dalam Islam. Setiap variabel yang disebutkan pada fungsi konsumsi didasari dari syariah (nash).26
Berikut rumusan matematika sederhana dari kedua pernyataan Mannan:
Proses konsumsi Fungsi Konsumsi
Y
C
dimana;
Y
C
Pc
=
=
=
=
=
C + I
f { Pc, Sc }
Pendapatan
Konsumsi
Pribadi
C
dimana;
C
Y
I
H
=
=
=
=
=
f {Y, I, H, V, Z, S }
Konsumsi
Pendapatan
Konsumsi Intra Keluarga
Konsumsi Horizontal (kerabat dekat,
tetangga, dll)
24 Mannan, Islamic Economics;...., h. 15 25 Mannan, Economic Development…, h. 34 dan 49
26 Muhammad Abdul Mannan, The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions in Economic Analysis, (Kairo : International Association of Islamic Banks, 1984), h. 290-291
Sc
I
=
=
Konsumsi Sosial
Investasi
V
Z
S
=
=
=
Konsumsi Vertikal
Kewajiban Zakat
Sedekah
Tabel 2.1. Rumusan Matematis Proses dan Fungsi Konsumsi milik Mannan
Ke semua bagian dari konsumsi tersebut harus dikelola secara seimbang.
Islam menghargai kegiatan konsumsi dengan mencegah kemubaziran dan
kikir. Atas dasar ini sebuah konsep ‘kesederhanaan konsumsi’ moderation
consumption muncul dalam Islam.
2. Prinsip Konsumsi Islami
Konsumsi merupakan bagian yang sangat penting untuk dipahami dalam
ekonomi Islam. Artinya, pembahasan mengenai konsumsi adalah primer.
Menurut, Mannan konsumsi merupakan permintaan. Islam tidak mengakui
mengakui kegemaran matrealis, khususnya dalam pola konsumsi modern.
Semakin tinggi sebuah peradaban, maka masyarakat semakin terkalahkan oleh kebutuhan fisiologik karena faktor-faktor psikologis. Cita rasa (baca: selera), keangkuhan, motivasi untuk pamer, dan sebagainya merupakan variabel yang dominan dalam menetukan bentuk konkrit dari kebutuhan fisiologik. Peradaban matrealistik Barat telah menghancurkan kesederhanaan dari kebutuhan konsumsi masyarakat. Peradaban mereka telah membuat semakin luasnya macam dan bentuk kebutuhan konsumsi dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan bagi peradaban matrealis Barat diukur berdasarkan sifat kebutuhan yang diusahakannya untuk memenuhi suatu kepuasan khusus (self service). Dari segi kemajuan suatu masyarakat, peradaban modern Barat menilai bahwa kemajuan suatu masyarakat dinilai dari sifat kebutuhan-kebutuhan materialnya. Artinya, semakin tinggi tingkat hidup masyarakat, maka akan semakin luas kebutuhan-kebutuhan mereka yang akan menambah perasaan tidak puas dan kekecewaan, sehingga nafsu untuk mengejar tingkatan konsumsi akan terus bertambah.27
Pandangan kehidupan dan kemajuan peradaban matrealis Barat, sangat
berbeda dengan konsepsi nilai Islam. Etika Ilmu Ekonomi Islam berusaha
untuk mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa untuk
menghasilkan energi dalam mengejar cita-cita spritualnya. Ketentuan Islam
27 Mannan, Islamic Economics;...., h. 45
mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu keadilan
(righteousness), kebersihan (cleanliness), kesederhanaan (moderation),
kemurahan hati (beneficence) dan moralitas (morality).28 Berikut
penjelasannya;
a. Keadilan
Allah SWT berfirman:
☺ ⌧
Artinya : ‘Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.’ {QS. al-Baqarah/ 2:168}
Ayat ini mengandung pengertian ganda mengenai mencari rezeki
secara halal dan tidak dilarang hukum.
Dalam hal makanan dan minuman, Islam melarang umat muslim untuk
mengkonsumsi; darah, bangkai binatang yang mati sendiri, daging babi
dan daging binatang hasil sembelihan yang tidak menyebut nama Allah
dengan maksud untuk persembahan dan atau pemujaan terhadap siapa pun
selain Allah. Pelarangan terhadap tiga golongan pertama disebabkan
karena hewan-hewan tersebut berbahaya bagi tubuh dan juga jiwa
28 Mannan, Islamic Economics;...., h. 45
manusia. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang
langsung membahayakan moral dan spritual (termasuk judi). Adapun
kelonggaran untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut diberikan bagi
orang-orang yang dalam keadaan terpaksa (QS: al-Baqarah/ 2:173).
b. Kebersihan
Prinsip ini mengandung arti makanan dan minuman yang dikonsumsi
umat muslim harus baik dan atau cocok dimakan, tidak kotor dan
menjijikkan sehingga merusak selera. Oleh karena itu, tidak semua yang
diperkenankan untuk dimakan dan diminum boleh dikonsumsi dalam
semua keadaan. Dari semua yang boleh dimakan dan diminum, hanya
makanan dan minuman yang bersih dan bermanfaatlah yang boleh
dikonsumsi. Islam adalah agama yang sangat menganjurkan kebersihan.
Sebagaimanan Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Rasulullah Bersabda : Sebelum tidur, matikan lampu, tutup
pintu dan tutupilah makanan dan minuman ” {HR. Bukhâri}
c. Kesederhanaan
Kesederhanaan bukan berarti serderhana secara harfiah dalam gaya
hidup. Kesederhanaan berarti menghindari konsumsi yang berlebihan
conspicuous consumption yang dapat mengarahkan pada kemubaziran
dalam perspektif ekonomi Islam.29 Prinsip ini mengatur perilaku manusia
29Mannan. Economic Development…, h. 35
mengenai makanan dan minuman adalah dengan sikap tidak berlebih-
lebihan dalam makan dan minum. Allah SWT berfirman :
...
☺
Artinya: “…makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan”{QS. al-A’râf / 7: 31}
Dalam ayat lain Allah berfirman:
... Artinya : “Hai orang orang yang beriman janganlah kamu haramkan apa-
apa yang baik yang telah telah Allah halalkan bagimu dan jangan
melampaui batas….” {QS. al-Mâidah / 5: 87}
Arti penting kedua ayat di atas adalah kekurangan makanan dan
minuman dapat mengakibatkan tertanggunya pembangunan jiwa dan
tubuh. Demikian pula sebaliknya, bila perut manusia itu terlalu penuh
maka hal itu akan mengakibatkan terganggunya kesehatan tubuh dan jiwa-
nya. Praktik menginkari jenis-jenis makanan tertentu dengan
pertimbangan individu, dengan tegas tidak diperbolehkan dalam Islam.
d. Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa
bilamana seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman halal yang
telah disediakan Allah SWT karena kemurahan hati-Nya. Artinya,
kebolehan untuk mengkonsumsi adalah selama dimaksudkan untuk
menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan guna dapat melaksanakan
perintah Allah SWT dengan keimanan yang kuat. Atas dasar ini, dalam
Islam terjadi peralihan secara bertahap yang bersifat elatis dan
memperhitungkan tujuan makanan dan minuman yang pokok (tidak
berbahaya).
e. Moralitas
Tujuan akhir dari konsumsi dalam bukan hanya sekedar makan dan
minum, melainkan untuk meningkatkan nilai-nilai spritualitas seorang
muslim. Seorang muslim diajarkankan untuk menyebut nama Allah
sebelum makan dan minum serta mengucapkan terma kasih pada-Nya
setelah selesai makan dan minum. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat
merasakan kehadiran ilahiah dalam melaksanakan setiap aktifitas-nya,
khususnya makan dan minum. Selain itu, adanya larangan terhadap
minuman keras dimaksudkan untuk menghindarkan manusia dari
perselisihan, permusuhan dan lupa mengingat Allah (QS. al-Mâidah / 5:
90-91). Ini merupakan hal penting, sebab Islam menghendaki perpaduan
nilai-nilai hidup material dan spritual yang harmonis.
3. Kebutuhan dan Urutan Prioritas dalam Islam
Terdapat tiga bagian dari kebutuhan seseorang, yaitu keperluan
(necessities), kesenangan (comforts) dan kemewahan (luxuries).30 Berikut
penjelasannya;
a. Keperluan adalah segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi.
b. Kesenangan diartikan sebagai segala komoditi konsumsi yang digunakan
untuk menambah kemanfaatan bagi seseorang.
c. Kemewahan diartikan sebagai komoditi konsumsi yang tidak menambah
kemanfaatan (fisiologik) seseorang. Mobil, pakaian dan perhiasan mahal
serta rumah yang menyerupai istana merupakan bagian dari kemewahan
bagi kebanyakan orang.
Timbul pertanyaan manakah dari tentang urutan prioritas kebutuhan suatu negara dan apakah suatu negara Islam hanya mendorong untuk memproduksi barang-barang mewah dalam keadaan sekarang ini (Pakistan tahun 1969-1970).
Mengenai urutan prioritas, ajaran Islam mengenai makanan harus mengikuti tuntunan sebagaimana yang telah dibicarakan di atas (prinsip konsumsi). Persoalan kedua, apakah negara Islam harus mendorong produksi barang-barang mewah dalam kerangka sosial kapitalistik negara-negara muslim saat ini. Suatu mazhab pemikiran berpendapat bahwa produksi barang-barang mewah tidak bisa didorong karena konsumsi barang-barang mewah secara ekonomi dianggap sia-sia wasteful dan pemakaian terhadap barang-barang mewah tersebut tidak akan menambah efisiensi (ekonomi) seseorang. Mereka berkata bahwa secara positif, dari segi sosial hal itu (produksi barang mewah) merugikan, sebab menyerap banyak faktor produksi yang dalam pekerjaan sia-sia. Jikalau mereka dibebaskan dari pekerjaannya mungkin akan banyak sekali membantu manambah arus barang dan jasa yang berguna useful goods and services.
Pendapat di atas mengabaikan suatu kenyataan penting bahwa semua pekerjaan tergantung pada permintaan efektif ‘efective demand’ dan tidaklah mungkin untuk menambah arus kebutuhan necessity dan kesenangan comfort kecuali terlebih dahulu diambil langkah untuk mengalihkan daya beli yang saat ini berada di tangan segelintir orang kaya kepada kaum muslim yang banyak jumlahnya. Dengan hanya melarang produksi barang-barang mewah tanpa disertai dengan pola pembagian kekayaan dan pendapatan, rupanya sama sekali tidak akan meredakan persoalan ekonomi.31
Dalam sistem kapitalis di hampir semua negara Islam, sebagian besar dari volume daya beli berpusat di tangan si kaya. Permintaan barang mewah dari pihak kaya merupakan unsur dari permintaan efektif bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, bilamana konsumsi barang mewah dilarang — dan tidak ada sesuatu pun untuk membuat si kaya menjadi kurang kaya dan si miskin menjadi kurang miskin— pasti akan timbul pengangguran dalam jumlah besar dan si miskin akan bertambah miskin. Bila konsumsi barang mewah dihentikan, maka faktor-faktor produksi akan menambah jumlah pengangguran kronik.
30 Mannan. Islamic Economics…, h. 48
31 Mannan. Islamic Economics…, h. 48
Atas dasar itu, secara ekonomik tidak semua konsumsi barang mewah itu sia-sia. Pendapat ini adalah relatif bergantung pada keberadaan struktur kapitalis negara-negara muslim yang ditandai dengan sangat tidak meratanya pendapatan. Di negara-negara muslim yang belum berkembang unsur monopoli ada dengan dengan bentuk yang berbeda-beda di hampir seluruh sektor perekonomian. Oleh karenanya, bilamana susunan ekonomi tersebut berubah dan suatu sistem masyarakat ekonomi yang lebih bersifat merata telah tersusun berdasarkan nilai-nilai Islam, maka faktor-faktor produksinya, yang saat ini terpakai dalam industri barang mewah secara otomatis akan beralih pada produksi komoditi yang berguna (necessities and comforts) sehingga permintaan efektif akan tinggi.
Merupakan tugas negara untuk menciptakan suatu lingkungan yang berkembang rasa tanggungjawab moral mendalam di antara rakyatnya. Dalam masa perkembangan negara-negara muslim, jika diperlukan bisa saja diambil beberapa tidakan paksaan demi kepentingan masyarakat luas.
4. Hakikat Perilaku Konsumen
Dalam rangka menganalisa perilaku konsumen muslim, seseorang bisa saja berpandangan sempit dan statik dengan mengatakan bahwa konsumen dalam suatu masyarakat Islam hanya dituntut secara ketat dengan sederetan larangan. Sebab, memang dalam syariat Islam semua larangan bersifat pasti. Oleh karenanya, umat muslim tidak boleh memperturutkan hatinya untuk mengkonsumsi hal yang terlarang demi kedisiplinan sosial, persatuan Islam dan nilai spritulitas.
Mannan berpendapat “sikap tidak berlebihan” (kesederhanaan/ moderation) dalam konsumsi dituntun oleh perilaku para konsumen muslim yang mengutamakan kepentingan orang lain.32
Pada hakikatnya konsumsi dalam Islam adalah suatu pengertian yang positif. Keberadaan larangan dan perintah mengenai makanan dan minuman harus dilihat sebagai usaha untuk meningkatkan sifat perilaku konsumen. Dengan mengurangi pemborosan yang tidak perlu, Islam menekankan perilaku mengutamakan kepentingan orang lain.
G. Biografi Monzer Kahf
Monzer Kahf (selanjutnya dibaca : Kahf) dilahirkan di Damaskus, Syria, pada
tahun 1940.33 Kahf adalah orang pertama yang mencoba mengaktualisasikan
penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah) terhadap agregat ekonomi,
pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi.34
Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari universitas
Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari
presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D
untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dari University of Utah,
32 Mannan. The Making of Islamic Economic.., h. 300-301 33 Ttn. Dr. Monzer Kahf. Diakses dari http://www.irtipms.org/ Monzer%20Kahf_ E. asp#top 34 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari masa Klasik hinga Kontemporer
(Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005), h. 275
Salt Lake City, USA. Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal
yaitu, training and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic
Studies di Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang
bersertifikat.
Pada tahun 2005, Monzer Kahf menjadi seorang guru besar ekonomi Islam
dan perbankan di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking,
Universitas Yarmouk di Jordan.
Lebih dari 34 tahun Kahf mengabdikan dirinya di bidang pendidikan. Ia
pernah menjadi asisten dosen di fakultas ekonomi University of Utah, Salt Lake
City (1971-1975). Khaf juga pernah aktif sebagai instruktur di School of Business,
University of Damascus (Syria. 1962 – 1963). Pada tahun 1984, Kahf
memutuskan untuk memutuskan bergabung dengan Islamic Development Bank
dan sejak 1995 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di IDB.
Monzer Kahf merupakan seorang penulis yang produktif dalam menghasilkan
pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh dan hukum
dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Pada tahun 1978, Kahf menerbitkan
buku tentang ekonomi Islam yang berjudul ‘The Islamic Economy: Analytical
Study of the Functioning of the Islamic Economic System’. Buku ini diangap
menjadi awal dari sebuah analisis matematika ekonomi dalam mempelajari
ekonomi Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian besar karya-karya mengenai
ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip dan garis besar ekonomi.35
Adapun hasil karya Kahf yang lain adalah : A Contribution to the Theory of
Consumer Behavior in an Islamic Society ( Kairo : 1984), Principles of Islamic
Financing : A Survey, (with Taqiullah Khan IDB:1992), Zakah Management in
Some Muslim Societies (IDB: 1993), The Calculation of Zakah for Muslim in
North Amerika, (Ed. 3, Indiana: 1996), Financing Development in Islam ( IDB:
1996), The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective serta
beberapa artikel dan paper lainnya yang tidak dapat disebut seluruhnya disini
1. Ekonomi Islam ; Pengertian dan Metodologi
i. Pengertian Ekonomi Islam
Pemahaman Kahf terhadap ekonomi Islam berada pada sudut pandang
mainstream. Mazhab pemikiran ini menganggap bahwa masalah ekonomi
muncul karena keterbatasan sumber daya yang ada (negara/tempat) yang
dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.36
Monzer Kahf menghubungkan antara aspek agama secara umum dan
aspek ekonomi dalam menjelaskan konsep ekonomi Islam. Meskipun
semua agama berbicara tentang masalah-masalah ekonomik, agama-
agama itu berbeda dalam pandangannya tentang kegiatan-kegiatan
ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat kegiatan-kegiatan ekonomi
manusia hanyalah sebagai kebutuhan hidup yang seterusnya dilakukan
35 Euis Amalia. Sejarah Pemikiran…, h. 275
36 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta : IITI, 2004), h. 48-49
hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata,
sembari beranggapan bahwa kegiatan ekonomi yang melampaui batas
tersebut merupakan orientasi yang keliru terhadap sumber-sumber
manusia atau merupakan sejenis kejahatan. Namun sebaliknya, Islam
mengannggap kegiatan-kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu
aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di bumi (dunia) ini. Orang
yang semakin terlibat kegiatan ekonomi dia akan semakin baik, selama
kehidupannya tetap terjaga keseimbangannya. Kesalehan bukan fungsi
positif dari ketidakproduktifan ekonomi. Semakin saleh kehidupan
seseorang, justru seharusnya dia semakin produktif (QS. an-Nahl : 76). 37
Harta itu sendiri baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan
tujuan yang sah dari perilaku manusia karena pekerjaan yang secara
ekonomik produktif pada dasarnya memiliki nilai keagamaan disamping
nilai-nilai lainnya.
ii. Metodologi Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dibatasi oleh Hukum Dagang Islam (fiqh muamalat),
tetapi bukan satu-satunya pembatasan mengenai kajian ekonomi itu. Tidak
adanya pembedaan antara fiqh muamalat dan ekonomi Islam merupakan
sumber dari kesalahan konsep dan literatur mengenai ekonomi Islam.
37 Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi
Islam. Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997) h. 4
Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi karena sejarah
adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi sebagai ilmu sosial perlu
kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-
eksperimennya dan menurunkan kecendrungan-kecendrungan jangka-jauh
dalam berbagai ubahan ekonomiknya. Sejarah dua memberikan aspek
utama kepada ekonomi, yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-
unit ekonomi, seperti individu-individu, badan-badan usaha dan ilmu
ekonomi itu sendiri.
Literatur Islam yang ada sekarang mengenai ekonomi mempergunakan
2 macam metode (alat-alat analisis), yaitu metode deduksi dan pemikiran
retrospektif. Metode deduksi dikembangkan oleh pada ahli hukum Islam.
Metode ini diaplikasikan dalam ekonomi Islam modern untuk
menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka hukum-nya
dengan berkonsultasi pada nash, yaitu Qur’an dan Hadits. Sedangkan
metode retrospektif dipergunakan oleh banyak penulis muslim
kontemporer yang merasakan tekanan kemiskinan dan keterbelakangan di
dunia Islam dan berusaha mencari berbagai alternatif pemecahan
persoalan ekonomi umat muslim dengan kembali pada Qur’an dan Hadits
untuk mencari dukungan atas pemecahan persoalan ekonomi dan
mengujinya dengan memperhatikan petunjuk Qur’an.
Kahf menggunakan metode deduksi dan retrospektif dalam analisisnya
terhadap ekonomi Islam, khususnya terdapat dalam bukunya ekonomi
Islam yang telah ditulisnya dengan ‘The Islamic Economy: Analytical
Study of the Functioning of the Islamic Economic System.’
H. Konsep Konsumsi Monzer Kahf
Dalam menjelaskan teori /konsep konsumsi Islam, Monzer Kahf mengaitkan
konsumsi Islam dengan 3 unsur pokok, yaitu Rasionalisme perilaku konsumen,
konsep barang-barang (dalam Islam) dan norma-norma etika mengenai konsumen
muslim.38
1. Rasionalisme Islam
Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam
ekonomi, sebab segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacu
kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan.
Teori perilaku konsumen yang dikembangkan di Barat setelah timbulnya
kapitalisme merupakan sumber dualitas, yaitu ’rasionalisme ekonomik’ dan
’utilitarianisme’. Rasionalisme ekonomik menafsirkan perilaku manusia
sebagai sesuatu yang dilandasi dengan ’perhitungan yang cermat’ untuk
memperoleh keberhasilan ekonomi. Keberhasilan ekonomi secara ketat
didefenisikan sebagai (keahlian dan kebaikan) memperoleh harta, baik dalam
pengertian uang atau komoditas lain, yang merupakan tujuan akhir, dan pada
38 Kahf, Ekonomi Islam :…, h. 15
saat yang sama, merupakan tongkat pengukur keberhasilan ekonomik.
Utilitarinisme adalah sumber nilai-nilai dan sikap moral.
Para penulis muslim memandang perkembangan rasionalisasi dan teori
konsumen yang ada selama ini dengan penuh kecurigaan dan menuduhnya
sebagai aspek perilaku manusia yang terbatas (akal) dan berdimensi tunggal
(dunia). Dengan mengikuti padangan Max Weber yang menyatakan bahwa
rasionalisme merupakan konsep kultural, rasionalisme Islam dinyatakan
sebagai alternatif yang konsisten dengan nilai-nilai Islam. Faktor-faktor non-
matrealistik Imponderables tidak dapat dipisahkan dari analisis terhadap
perilaku konsumen dalam Islam.39 Menurut Kahf ada dua faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumsi, yaitu (1) faktor eksogenus; yang meliputi
pendapatan, selera, teknologi, kesehatan lingkungan, kebudayaan, agama dan
legalitas serta (2) endogenus; yang meliputi informasi harga produk di pasar
dan keberadaan barnag substitusi serta komplementer di pasar.40
Unsur-unsur pokok dari rasionalisme Islam adalah sebagai berikut ;
a. Konsep Keberhasilan
Konsep keberhasilan dalam Islam senantiasa dikaitkan dengan nilai-
nilai moral. Keberhasilan terletak dalam kebaikan. Kebaikan dalam Islam
39 Kahf, Ekonomi Islam :…, h. 17-18 dan lihat juga Masudul Alam Choudhury,. Contribution
to Islamic Economic Theory. New York : St. Martin’s Press. 1986. h. 27 40 Monzer Kahf, The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah
yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah/PRIDES (Sabtu, Maret 2008), h. 2-9
berarti sikap positif terhadap kehidupan orang lain.41 Hal yang paling
buruk bisa dilakukan orang adalah meninggalkan kehidupan dan
masyarakat atau melaksanakan negativisme terhadapnya.
Dengan demikian upaya untuk mendapatkan kemajuan ekonomik
bukan kejahatan menurut pandangan Islam. Bahkan, sebenarnya ia
menjadi salah satu kebaikan bila ia bisa diseimbangkan dan diniatkan
untuk mendapatkan kebaikan.
b. Skala Waktu Perilaku Konsumen
Islam mengaitkan secara ketat kepercayaan terhadap adanya Hari
Kiamat dan kehidupan di akhirat dengan kepercayaan terhadap adanya
Allah. Hal ini memperluas cakrawala pengetahuan setiap muslim
mengenai waktu setelah terlampauinya kematian. Kehidupan sebelum
kematian dan kehidupan sesudah kematian terkait satu sama lain dengan
erat sekali dalam urutannya. Pandangan ini akan memiliki dua efek dalam
perilaku konsumen. Petama, akibat dari pemilihan perbuatan itu terdiri
dari dua bagian, yaitu efek langsung dalam kehidupan dunia sekarang dan
efeknya yang kemudian dalam kehidupan akhirat. Karena itu, manfaat
yang diperoleh dari pilihan semacam itu adalah keutuhan nilai-nilai
sekarang dari kedua efek ini. Kedua, jumlah manfaat alternatif dari
penghasilan seseorang ditingkatkan jumlahnya dengan dimasukkannya
semua keuntungan yang akan diperoleh di akhirat.
41 Kahf, The Demand Side…, h. 11
Lebih dari itu, menurut ajaran-ajaran islam, setiap muslim “wajib
mempergunakan sebagian waktunya untuk mengingat Allah, dia harus
menyumbangkan sebagian tenganya untuk menyiarkan kebenaran dan
amal saleh, dan harus memanfaatkan: waktu dan usahanya untuk
mengingatkan kehidupan spiritual, moral dan ekonomi masyarakat.” Hal
ini dapat dilakukan hanya dengan mengikhlaskan sebagian tenaga manusia
untuk mendapatkan makanan dan barang-barang konsumsi lainnya, karena
alternatif lainnya, yakni, sikap masa bodoh, negativisime, dan kelaparan,
bertentangan baik dengan sifat manusia maupun dengan ajaran-ajran
islam.
Cakrawala waktu yang lebih luas ini mempunyai makna bahwa setiap
mu’min (orang yang beriman) seharusnya tidak membatasi dirinya sendiri
untuk melaksanakan hal-hal yang manfaat-manfaatnya dapat dia peroleh
dalam kehidupan (di dunia) ini. Dia arahkan sedemikian rupa sehingga dia
akan melakukan apa yang baik atau berguna bagi dirinya atau
mengekspresikannya dalam istilah-istilah islami, karena allah akan
memberikan imbalan pahala untuk itu. Keberhasilan sebenarnya bagi
setiap muslim adalah keberhasilan yang mencakup cakrawala utuh setiap
waktu, karena usaha yang sama untuk melakukan kebaikanlah yang akan
menghasilkan kebaikan dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat.
c. Konsep Harta
Islam menganggap harta sebagai anugerah dari Allah. Ketamakan dan
pemborosan dalam (mengusahakan) harta merupakan kejahatan. Orang
mukmin digambarkan dalam Qur’an sebagai salah satu di antara ’orang-
orang yang ketika membelanjakan harta tidak berlebihan dan tidak
menimbulkan keburukan, tetapi (mempertahankan) keseimbangan yang
adil di antara sikap-sikap (yang ekstrim) tersebut (QS. al- Furqân /25: 67)
Dalam hal pembelanjaan sedekah, untuk meningkatkan kondisi
kehidupan masyarakat dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, konsep
berlebih-lebihan tersebut tidak berlaku. Tidak ada pembatasan jumlah
dalam belanja jenis ini (sedekah) dan setiap pembelanjaan untuk keperluan
tersebut akan mendapatkan imbalan (pahala/kebaikan) dari Allah.42
2. Keseimbangan Konsumsi
Seorang konsumen akan berusaha untuk mencapai kepuasan maksimum
menyeimbangkan pendapatan dan hartanya. Dalam asumsi rasionalitas Islam
seorang konsumen muslim akan meng-kombinasikan rasional ekonominya
dengan kepercayaan hari Akhir. Artinya, seorang konsumen muslim akan
mengalokasikan hartanya untuk kegiatan-kegiatan amal (misalnya; sedekah).
42 Kahf, Ekonomi Islam…, h. 24
Harta dan pendapatan seorang muslim akan dipergunakan untuk tiga
keperluan, yaitu alokasi kebajikan (untuk mendekatkan diri pada Allah),
tabungan dan konsumsi itu sendiri.43 Perhatikan gambar dibawah ini;
S
f
g B
h
C
Gambar 2.2. Grafik Tiga Dimensi dari Keseimbangan Konsumsi
Dalam gambar di atas huruf S adalah tingkat tabungan. Sedangkan, huruf
B dan C merupakan pengeluaran kebajikan dan konsumsi. Point f, g dan h
merupakan penyangga (intercept) dari grafik S,B,C. Point ini menggambarkan
factor-faktor yang mempengaruhi S, B dan C. Kedua bagian pada grafik
tersebut merupakan satu kesatuan. Adapun garis-garis pada S, B dan C
merupakan jumlah dari pemanfaatan barang dan jasa {Q1…n}yang dikaitkan
dengan harga {P1…n}.
43 Monzer Kahf, The Demand Side…, h. 24
Kahf mengkaji pemaknaan falâh dalam menjelaskan kepuasan konsumsi
seorang muslim. Kahf menyatakan bahwa falâh merupakan fungsi dari nilai
keagamaan, psikologis, budaya, legalitas, politik dan faktor lain yang
mempengaruhi pilihan konsumen. Secara matematis pernyataan kahf
digambarkan dengan ;
F = f (M, s, b, Q1, Q2…, Qn)
Huruf F mengambarkan tingkat falâh seorang konsumen muslim yang
dipicu dari penggunaan harta untuk tabungan, pengeluaran kebajikan dan
konsumsi. Sedangkan huruf M mengambarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan konsumen, meliputi nilai keagamaan, kebudayaan,
psikologis, legalitas, politik dan lain sebagainya.
3. Konsep Islam Tentang Barang
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang adalah anugrah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Penelaahan tertahadap
Qur’an memberikan kita kepada suatu konsep unik tentang berbagai produk
dan komoditas. Qur’an senantiasa menyebut barang-barang yang dapat
dikonsumsi dengan menggunakan istilah-istilah yang mengaitkan nilai-nilai
moral dan ideologik terhadap keduanya. Dalam hal ini ada dua macam istilah
yang digunakan dalam Qur’an, yaitu al-Tayyibât dan al-Rizq.44
Istilah al-Tayyibât diulang 18 kali dalam Qur’an, menurut Yusuf Ali,
istilah al-Tayyibât berarti ’barang-barang yang baik’, ’barang-barang yang
44 Kahf. Ekonomi Islam;…, h. 25
baik dan suci’, ’barang-barang yang bersih dann suci’, ’hal-hal yang baik dan
indah’ dan ’makanan di antara yang baik.’ Dengan demikian barang-barang
konsumsi terkait erat dengan nilai-nilai dalam Islam, yaitu nilai keindahan,
kesucian dan kebaikan. Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci
(najis) dan tidak bernilai tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap
sebagai barang-barang konsumsi.
Istilah al-rizq diulang 120 kali dalam Qur’an, menurut Yusuf Ali, istilah
al-rizq berarti ’makanan dari tuhan’, ’pemberian tuhan’, ’bekal-bekal dari
tuhan’, dan ’anugerah-anugerah dari langit’. Semua makna tersebut
menunjukkan konotasi bahwa Allah adalah pemberi Rahmat yang sebenarnya
dan pemasok semua kebutuhan manusia.
Sebagai konsekuensinya dalam konsep Islam barang-barang konsumen
adalah bahan-bahan konsumsi yang berguna dan baik yang manfaatnya
menimbulkan menimbulkan perbaikan secara material, moral maupun spritual
pada konsumennya. Barang-barang yang tidak memiliki kebaikan dan tidak
membantu meningkatkan manusia, menurut konsep Islam, bukan barang dan
tidak dapat dianggap sebagai milik atau aset umat muslim. Oleh sebab itu,
barang-barang yang dilarang (untuk dikonsumsi) tidak dianggap barang dalam
Islam.
4. Etika Konsumsi dalam Islam
Menurut Islam anugerah Allah itu milik semua manusia dan suasana yang
menyebabkan sebagian di antara anugerah-anugerah itu berada di tangan
orang-orang tertentutidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan
anugerah itu untuk mereka sendiri, sehingga orang lain tidak memiliki
bagiannya. Padahal mereka masih berhak atas anugerah tersebut walaupun
mereka tidak memperolehnya. Qur’an membatalkan argumen yang
dikemungkakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaanya
memberikan bagian atau miliknya. Allah SWT berfirman:
☺ ⌧ ⌧
☺
Artinya: “Dan apabila dikatakakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebahagian dari reski yang diberikan Allah
kepadamu", maka orang-orang yang kafir itu Berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah kami akan
memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah dia akan memberinya makan, tiadalah
kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata". {QS. Yâsîn / 36 : 47}
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau meng-konsumsi barang-
barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam, karena
kenikmatan yang diciptakan Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-
Nya. Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama
keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau merusak.45
Allah SWT berfirman:
☺ ⌧ ⌧ ⌧
Artinya : ‘Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah
yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus
(untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat
itu bagi orang-orang yang mengetahui.’ {QS. al-A’râf / 7: 32}
Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang
tidak mengenal tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan Isrâf
(pemborosan) atau tabzîr (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzîr
berarti mempergunakan harta dengan cara yang salah dengan cara yang salah,
yakni, untuk tujuan-tujuan yang terlarang, seperti; penyuapan, hal-hal yang
melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Setiap kategori ini
mencakup beberapa penggunaan beberapa jenis harta yang hampir-hampir
45 Kahf. The Demand Side…, h. 19
sudah menggejala pada masyarakat yang berorientasi konsumer.46 Ajaran-
ajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar
dan berimbang, yakni pola yang terletak di antara kekikiran dan pemborosan.
Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap isrâf dan
tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri penting dalam Islam bahwa Islam tidak hanya mengubah
nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan
kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-
tujuan ini dan menghindari penyalahgunaan (harta). Contoh, bagi mereka
yang terkena kasus tabzîr orang semacam ini dikenakan pembatasan-
pembatasan dan bila perlu dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus
harta miliknya. Dalm fiqh Islam hal ini dikenal dengan istilah al-Hajr
(pengampuan).47
46 Kahf, Ekonomi Islam…, h. 27 47 Nasrun Haroen. Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama. tt. h. 200
BAB III
METODE PENELITIAN
D. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer
Kahf
1. Alat Analisis
Untuk membandingkan pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan dan
Monzer Kahf perihal konsumsi Islami penulis menggunakan analisis
himpunan, dalam hal ini digunakan konsep interseksi union.
Interseksi (irisan) dari dua buah himpunan adalah merupakan himpunan
yang terdiri dari unsur yang menjadi anggota baik dari himpunan yang satu
maupun dari himpunan lainnya.48 Notasi atau tanda yang menyatakan
interseksi dari dua buah himpunan adalah ∩. Berikut contoh interseksi dari
dua buah himpunan ditunjukkan dengan diagram Venn;
A B
A ∩ B
Gambar 3.1. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-himpunan A dan B
2. Variabel dan Indikator Variabel
Berikut variabel dan indikator variabel dari pemikiran Muhammad Abdul
Mannan dan Monzer Kahf tentang konsep konsumsi Islam yang akan
dijadikan anggota dari 2 buah himpunan, yaitu himpunan Mannan dan
himpunan Kahf;
Himpunan Mannan (M)
48 Sofjan Assauri. Matematika Ekonomi. Ed.2. Cet. 21. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
2002. h. 12 – 14.
Variabel Indikator Variabel
Proses Konsumsi
(P)
1. Konsumsi individu
2. Konsumsi sosial atas dasar Allah
3. Investasi untuk menyokong
kehidupan masa datang.
Prinsip Konsumsi Islami
(Pr)
1. Keadilan
2. Kebersihan
3. Kesederhanaan
4. Kemurahan Hati
5. Moralitas
Necessities, Comforts dan Luxuries
Tidak semua konsumsi barang
mewah itu sia-sia.
Kebutuhan dan Urutan Prioritas
(KU)
Dengan adanya larangan terhadap
produksi dan konsumsi barang
mewah tanpa disertai rencana
pembagian kekayaan dan pendapatan
tidak akan memecahkan
permasalahan ekonomi. Umat muslim tidak boleh memperturutkan hatinya untuk
mengkonsumsi hal yang terlarang demi kedisiplinan
sosial, persatuan Islam dan nilai spritulitas. Hakikat Perilaku Konsumen
(Hp) Dengan mengurangi pemborosan yang tidak perlu, Islam
menekankan perilaku mengutamakan kepentingan orang
lain.
Tabel 3.1. Himpunan Mannan
Himpunan Kahf (K)
Variabel Indikator Variabel
Rasionalisme Perilaku Konsumen
(Rp)
1. Konsep Keberhasilan
2. Skala waktu Perilaku Konsumen
3. Konsep Harta dalam Islam
Kegiatan konsumsi :
1. Alokasi kebajikan (untuk
mendekatkan diri pada Allah)
2. Tabungan
3. Konsumsi Keseimbangan Konsumsi
(Kk) Tingkat falâh seorang konsumen
muslim yang dipicu dari penggunaan
harta (konsumsi) dipengaruhi oleh
nilai keagamaan, kebudayaan,
psikologis, legalitas, politik dan lain
sebagainya.
Barang konsumsi adalah komoditas
konsumsi yang berguna dan baik
yang manfaatnya menimbulkan
menimbulkan perbaikan secara
material, moral maupun spritual pada
konsumennya.
Konsep Islam tentang Barang
(Kb)
Komoditas yang dilarang (untuk
dikonsumsi) tidak dianggap sebagai
barang dalam Islam.
Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan)
tidak dikutuk dalam Islam selama
keduanya tidak melibatkan hal-hal
yang tidak baik atau merusak Etika Konsumsi Islam
(Ek) Etika Konsumsi :
1. Tidak Kikir / Bakhil / Pelit
2. Tidak Isrâf (pemborosan) atau
tabzîr (menghambur-hamburkan
harta tanpa guna) Tabel 3.2. Himpunan Kahf
Pada 2 tabel di atas penulis memaparkan secara singkat seluruh variabel
konsep konsumsi Islam dari kedua cendikiawan muslim tersebut. Masing-
masing dari variable tersebut di atas diberi kode sesuai dengan klasifikasi
huruf. Misalnya, variabel Proses Konsumsi dari Mannan ditulis dengan kode
(P), sedangkan variabel Rasionalisme Perilaku Konsumen dari Kahf ditulis
dengan huruf (Rp). Pemberian kode pada masing-masing variabel bertujuan
untuk menyederhanakan kata-kata, sehingga bilamana variabel-variabel ditulis
dalam rumus matematika menjadi tidak membingungkan.
Bilamana pada saat melakukan analisa himpunan penulis mendapatkan
beberapa variabel yang berbeda, maka penulis akan mencoba untuk
mengembangkan konsep dari variabel-variabel yang berbeda tersebut.
E. Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap Average Propensity to Concume (APC)
dan Average Propensity to Saving (APS)
1. Kerangka Teori
Average Propensity to Consume (APC) dan Average Propensity to Save
(APS) merupakan besaran ekonomi yang menunjukkan hasrat rata-rata
konsumsi dan menabung rumah tangga. APC dan APS merupakan dua buah
konsep dari fungsi konsumsi dan tabungan.
Berikut formulasi penentuan dari APC dan APS49;
APC = C/Y ↔ APS = S/Y (APS = 1 - APC)
Y = Pendapatan ; C = Konsumsi ; S = Tabungan
Selain APC dan APS ada lagi konsep lain dari fungsi konsumsi dan
tabungan yaitu Marginal Propensity to Consume (APC) dan Marginal
Propensity to Save (APS). Keduanya merupakan suatu parameter yang
menunjukkan besarnya perubahan konsumsi dan tabungan bilamana terjadi
kenaikan pendapatan. MPC dan MPS pada dasarnya merupakan turunan
pertama dari APC dan APS. Untuk mempermudah pemahaman, dalam
konteks studi empiris pada bab 4, penulis tidak membedakan makna dari
APC,APS, MPC dan MPS sebab ke – empat konsep tersebut bermuara pada
49 Eko Suparyitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), h. 62-63 dan 110
parameter dalam menentukan hasrat rata-rata konsumsi dan menabung rumah
tangga.
Zakat merupakan kewajiban (finansial) bagi seorang muslim mampu
(kaya) dan diserahkan kepada orang-orang fakir, tentunya kadar yang harus
dikeluarkan sudah jelas.50 Zakat hanya diambil dari pendapatan bersih.51
Pengambilan zakat dari pendapatan bersih dimaksudkan supaya hutang bisa
dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang yang dalam tanggungan
bisa dikeluarkan sebab biaya terendah merupakan kebutuhan pokok
seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah
melebihi kebutuhan pokok. Kewajiban zakat yang dibebankan kepada umat
muslim bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan mereka dari sifat
kekikiran dan kecintaan berlebihan terhadap harta. Perlu diingat, bahwa dalam
harta setiap muslim masih terdapat hak orang lain di dalamnya.
Sedekah merupakan pemberian (finansial) yang dikeluarkan seseorang
menurut kemampuannya dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Monzer Kahf menyatakan bahwa dalam hal pembelanjaan sedekah,
untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan menyebarluaskan
ajaran-ajaran Islam, konsep berlebih-lebihan tersebut tidak berlaku. Tidak
ada pembatasan jumlah dalam belanja jenis ini (sedekah) dan setiap
50 Misalnya, zakat maal wajib dikeluarkan pedagang 2,5% dari hasil kotor pedagang pada masa panen ( baca : penghitungan laba akhir bulan ).
51 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat. Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin dan Hasanuddin
(Jakarta : Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996), h. 482-482
pembelanjaan untuk keperluan tersebut akan mendapatkan imbalan
(pahala/kebaikan) dari Allah.52
2. Variabel dan Indikator Variabel
Berikut variabel dan indikator variabel yang penulis gunakan dalam
bahasan mengenai ‘Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap APC dan APS’;
Variabel Indikator Variabel
Pendapatan (bulanan)
(Y)
1. Pendapatan Pokok
2. Pendapatan Tambahan
Konsumsi (bulanan)
(C)
1. Konsumsi Barang Cepat Habis
2. Konsumsi Barang Tahan Lama
3. Dana Pendidikan
4. Zakat (atas penghasilan bulanan)
5. Sedekah
Tabungan
(S)
1. Alokasi Kesehatan
2. Alokasi Rekreasi
3. Lain-lain; kebutuhan mendatang
Tabel 3.3. Variabel dan Indikator Variabel dari fungsi Konsumsi Islam
F. Analisis Korelasi Latar Belakang Keagamaan terhadap Perilaku Mengkonsumsi
Komoditas Halal dan Tayyib
52 Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi Islam. Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997) h. 24
1. Besaran Sampel
Kelurahan Pamulang Barat merupakan daerah yang termasuk dalam
wilayah Kecamatan Pamulang, Banten. Luas wilayah Kelurahan Pamulang
Barat adalah + 461 ha dengan jumlah populasi penduduk + 42.020 jiwa.
Jumlah rukun warga di Kelurahan Pamulang Barat + 23 RW dengan jumlah
KK + 346. Kelurahan Pamulang Barat dikelilingi oleh empat kelurahan
lainnya yang masih termasuk dalam satu kecamatan Pamulang, yaitu
Kelurahan Pondok Benda (Barat), Kelurahan Pamulang Timur (Timur),
Kelurahan Bambu Apus (Selatan) dan Kelurahan Serua/Sawangan (utara).
Besaran sampel pada studi ini ditentukan dengan menggunakan metode
yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto53;
“Sebagai ancar-ancar dalam pengambilan sampel, maka apabila subjek
penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya apabila subjeknya besar (> 100)
dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidak-
tidaknya dari ; a) Kemampuan penelitian dari segi waktu, tenaga dan biaya;
b) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek serta
c) Besar kecilnya risiko yang ditanggung peneliti”
Atas dasar pendapat ini, maka besaran sampel yang penulis gunakan
adalah 47 sampel yang berasal dari 236 KK (muslim) yang ada di RW 15.
53 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan (Jakarta : PT Rieneke Cipta,
1998), h. 112
Informasi mengenai jumlah KK yang beragama Islam diperoleh melalui
keterangan bapak Ali selaku pihak keamanan kelurahan yang bertugas di RW
015.
2. Metode Pengambilan Sampel
Responden yang menjadi sampel penelitian dipilih dengan menggunakan
metode adalah Purposive Sample, yaitu pengambilan sampel ditentukan
berdasarkan pada pertimbangan karakteristik dan kriteria tertentu dari objek
penelitian dalam hal ini kemudahan untuk memperoleh informasi. Oleh sebab
itu, diperoleh beberapa responden untuk dengan perincian sebagai berikut;
responden pada RT 01/015 sebanyak + 7 KK, responden RT 02/015 sebanyak
+ 12 KK dan responden RT 03/015 sebanyak + 28 KK, dengan total sebanyak
47 responden. Kriteria responden yang berhak mengisi kuisioner adalah warga
yang telah berpenghasilan tetap (kerja), baik pria maupun wanita.
3. Kerangka Teori
Bahasan mengenai korelasi latar belakang keagamaan terhadap perilaku
mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib dimunculkan dari pemikiran
Monzer kahf mengenai skala waktu perilaku konsumen. Kahf menyatakan
bahwa;
“Islam associates belief in the Day of judgment and the afterlife
inextricably with belief in God. This Extends the muslim’s horizon of time
beyond death. Life before death and life after death are closely
interrelated in a sequential manner.”54
Artinya; “Islam mengaitkan kepercayaan terhadap adanya hari kiamat
dan kehidupan akhirat dengan kepercayaan terhadap adanya Allah. Hal
ini memperluas cakrawala pengetahuan setiap muslim mengenai waktu
setelah kematian. Kehidupan sebelum kematian dan kehidupan sesudah
kematian terkait satu sama lain dengan erat sekali dalam urutannya.”
Pernyataan ini dapat berimplikasi pada keberadaan pilihan terhadap
konsumsi duniawi dan ukhrawi dalam perilaku konsumsi seorang muslim.
Keberadaan ini merupakan esensi dari kepercayaan kepada Allah SWT yang
ter-implementasi dalam setiap aktifitas kosumsi yang dilakukan seorang
konsumen (hamba Allah). Artinya, dalam setiap aktifitas konsumsi yang
dilakukan oleh konsumen akan menimbulkan dua efek terhadap
kehidupannya. Efek pertama adalah duniawi yaitu terpenuhinya kebutuhan
hidup mereka yang ter-implementasi melalui pemenuhan lima kebutuhan
dasar manusia; keimanan (dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl),
pendidikan (aql) dan kekayaan (mâl). Sedang efek kedua adalah ukhrawi yaitu
beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Manifestasi dari efek
kedua ini adalah adalah seorang muslim akan selalu merasakan keberadaan
Sang Pencipta di setiap aktifitas ekonomi yang dilakukannya tak terkecuali
54 Monzer Kahf. The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah
yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah/PRIDES (Sabtu, Maret 2008), h. 14
dalam aktifitas konsumsi. Misalnya, ketika seorang muslim dihadapkan
pilihan membeli makanan karena lapar, maka dengan sendirinya mereka akan
mempertimbangkan nilai-nilai (moral) agama yang ada dalam makanan
tersebut, sebut saja halal-haram.
Berangkat dari pernyataan ini, berikut kerangka teoritik mengenai
keagamaan (baca : Agama Islam) dan perilaku mengkonsumsi komoditas
Halal dan tayyib.
a. Agama Islam
Kata al-Dîn yang biasa disandarkan kepada kata agama dalam bahasa
Indonesia, menurut Quraish Shihab, dalam bahasa Arab terdiri dari huruf
dal, ya dan nun. Dari huruf-huruf tersebut bisa dibaca dengan dain yang
berarti hutang dan dengan din yang berarti agama, menguasai,
menundukkan, patuh, kebiasaan dan hari kiamat.55 Agama memang
membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus
dipatuhi orang. Agama selanjutnya menguasai diri seseorang dengan
membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-
ajaran agama. Agama membawa kewajiban-kewajiban yagn kalau tidak
dijalankan maka akan menjadi hutang baginya. Barang siapa yang patuh
menjalankan kewajiban maka akan mendapat balasan baik dari tuhan.
55 Achmad Gholib, STUDI ISLAM : Pengantar Memahami agama, al-Qur’an, al-Hadits dan
Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Faza Media, 2006) h. 4-5
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah SWT
kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAWyang berisi ajaran-
ajaran yang bukan hanya mengenal segi, tapi mengenai berbagai aspek
kehidupan manusia. Ajaran-ajran tersebut dapat berupa kepercayaan pada
sesuatu yang ghaib, kewajiban menjalankan ibadah (sholat, zakat,
menuntut ilmu, dll). Sumber utama ajaran Islam adalah Qur’an dan Hadits
Nabi Muhammad SAW. Sedang karakteristik dari ajaran Islam adalah
agama yang diyakini umat manusia bisa berperan sebagai penetu rasa
aman, dapat memecahkan segala problema hidup dan mampu menstimulus
manusia agar senantiasa taat terhadap segala sesuatu yang dititahkan Allah
SWT.56
b. Perilaku Konsumsi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah ‘perilaku’ diartikan
sebagai tanggapan, reaksi individu terhadap rangsangan lingkungan.
Tanggapan merupakan sikap positif-negatif, setuju-tidak setuju yang ada
dalam setiap diri seseorang. Sedang reaksi merupakan tindakan yang
diambil dalam merespon sebuah tanggapan.
Muhammad Abdul Mannan mendefenisiskan ‘konsumsi’ sebagai
“Permintaan, yaitu permintaan akan hasil produksi.”57 Menurutnya,
konsumsi tidak hanya sebatas mengkonsumsi barang secara fisik tangible
56 Gholib, STUDI ISLAM : Pengantar …, h. 4-5 57 Muhammad Abdul Mannan. Islamic Economics; Theory and Practice Foundation of
Islamic Economics, (England : Hodder and Stoughton Ltd, 1986) h. 44
goods melainkan juga berlaku pada barang yang tidak berwujud
intangible goods.
Perilaku konsumsi (consumption behavior) berbeda dengan perilaku
memakan dan minum (eating behavior). Perilaku konsumsi lebih
mengarah kepada pengalokasian pendapatan untuk kegiatan konsumsi itu
sendiri, zakat, sedekah, tabungan dan investasi. Sedangkan, perilaku
makan dan minum (eating behavior) merupakan kegiatan dalam
mengkonsumsi makanan dan minuman , termasuk jasa. Perilaku ini
merupakan bagaian dari perilaku konsumsi, yaitu pada aspek kegiatan
konsumsi.
Dalam konteks penelitian ini, makna perilaku mengkonsumsi
komoditas halal dan tayyib diarahkan kepada makna kedua dari perilaku
konsumsi yaitu perilaku makan dan minum (eating behavior), termasuk
penggunaan jasa.
c. Halal dan Tayyib
Halal dan tayyib bukanlah dua kata yang bersinonim. Dalam kamus
besar Bahasa Indonesia dan Kamus Arab Kontemporer karya Atabik Ali,
dkk, halal diartikan sebagai sesuatu yang diizinkan, tidak dilarang Syara’
dan sah. Sedangkan tayyib diartikan sebagai sesuatu yang patut, tidak ada
cela, layak, rapi, sesuatu yang lezat dan enak dimakan.58 Benda yang
dikatakan halal dapat saja dikatakan tidak tayyib. Dalam hal makanan dan
minuman, makna halal tidak hanya terkait dengan zat dari benda tersebut
melainkan juga berkaitan dengan proses dari pembuatan makanan dan
minuman tersebut.59
4. Variabel dan Korelasinya
Variabel Latar Belakang Keagamaan {X}
Verifikasi Varibel Indikator
Pemahaman Keagamaan
1. Rukun Islam dan Rukun Iman
2. Aturan Halal / Haram
3. Zakat dalam Islam
4. Tafsir Qur’an dan Hadits
Pelaksanaan Ibadah
1. Sholat Fardu dan Sunnah
2. Wirid Sesudah Sholat
3. Membaca Qur’an Setiap Hari
4. Puasa Sunnah
5. Mengikuti Pengajian/Majlis
6. Ceramah/Majlis Dzikir
58 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 1988 ) h. 383 dan 1151 dan Atabik Ali dan Zuddi, Ahmad, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, 1998) h. 789 dan 1245
59 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Abu Hana Zulkarnaen dan
Abdurrahim Mu’thi (Jakarta : Media Eka Sarana, 2004), h. 71-74
Pengalaman Spritual
1. Dekat dengan Allah SWT
2. Dicintai oleh Allah SWT
3. Doa didengar Allah SWT
4. Tenang saat Pelaksanaan Ibadah Tabel 3.4. Variabel Latar Belakang Keagamaan
Perilaku Konsumsi Komoditas H/T {Y}
Verifikasi Varibel Indikator
Sikap Terhadap H/T
1. Selain Halal, produk yang boleh
dikonsumsi/dimakan adalah
produk yang betul-betul tidak
merusak selera dan kesehatan.
2. Selain Halal, jasa yang boleh
dikonsumsi/digunakan adalah jasa
yang betul-betul tidak merusak
kesehatan dan moral.
Praktek/Kebiasaan Mengkonsumsi
Komoditas H/T
1. Memastikan aspek kebersihan
setiap mengkonsumsi
produk/barang
2. Hanya akan membeli komoditas
yang benar-benar halal
3. Hanya akan membeli komoditas
yang benar-benar tidak merusak
kesehatan Tabel 3.5. Variabel Perilaku Konsumsi Komoditas H/T{Y}
Korelasi Variabel ;
X Y
Latar Belakang Keagamaan Responden
Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal&Tayyib
4. Hipotesa
Berangkat dari gambaran variabel karelasi di atas, maka penulis membuat dua buah hipotesa dalam studi korelasi ini, yaitu;
a. H : p = 0 ; Tidak ada korelasi antara latar belakang keagamaan
masyarakat dan perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib
b. H : p ≠ 0 ; Ada korelasi antara latar belakang keagamaan masyarakat dan
perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib
5. Sumber Data
Data mengenai studi empiris ini diperoleh dari penyebaran kuisioner (data
primer).Daerah yang menjadi sampel penelitian adalah RW 015 dengan
jumlah KK muslim + 236. Data yang diperoleh dari hasil kuisioner diolah
menggunakan SPSS versi 11.0 dan Microsoft Excel.
Kuisioner-kuisioner yang disebarkan kepada responden masing-masing
telah diberi kode-kode tertentu yang bertujuan untuk memudahkan pelacakan
bilamana terjadi human error baik dari responden, petugas angket maupun
penulis. Pemberian kode didasari dari inisial nama yang bertugas menyebar
kuisioner. Sebagai contoh, kuisioner yang disebar oleh Irham diberi kode Ir 1,
Ir 2, … dan seterusnya, sedang kuisioner yang disebar oleh Eko (teman
penulis) diberi kode Ek 1, Ek 2,… dan seterusnya.
6. Uji Reliabilitas Data
Uji reliabilitas pada studi empiris ini adalah dengan menggunakan nilai
Cronbach Alpha pada SPSS versi 11.0. Dari hasil Uji reliabilitas diperoleh
0,8784. Nilai ini menunjukkan bahwa indikator-indikator yang penulis
tanyakan kepada responden sangat layak (sangat bagus) untuk diteruskan pada
tahap uji hipotesa.
7. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data pada studi empiris ini adalah dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnof dan Shapiro-Wilk pada SPSS versi 11.0. Dari hasil Uji
normalitas data diperoleh angka signifikansi yang lebih kecil dari nilai alpha
yang digunakan penulis pada studi empiris ini, yaitu 5% (0,05). Artinya, data
yang ada pada penulis adalah data yang terdistribusi tidak normal.
8. Uji Hipotesa
Uji hipotesa data pada studi empiris ini adalah dengan menggunakan uji
korelasi statistik non-parametrik Rank Spearman. Uji ini digunakan sebab
data penulis adalah data yang berdistribusi tidak normal. Berikut rumusan
matematisnya;
rs dimana;
= =
1 - {6 ∑di2 / n(n2-1)} di = beda (selisih) setiap pasang rank n = jumlah pasang rank rs = rangking spearman
BAB IV
ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN
DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM
G. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer
Kahf;
Berikut rumus matematis union perbandingan dua buah konsep konsumsi
Islami dari Mannan dan Kahf;
Mannan = { P, Pr, KU dan Hp }…………………………….
1
Kahf = {Rp, Kk, Kb dan Ek}………………………………..
2
1. berarti himpunan dari konsep konsumsi Islam milik Mannan adalah variabel
P,Pr, KU dan Hp
2. berarti himpunan dari konsep konsumsi Islam milik Kahf adalah variabel
Rp, Kk, Kb dan Ek
Mannan Kahf
Berangkat gambar diagram Venn di atas, penulis menyimpulkan bahwa
variabel yang sama atau satu unsur intersection dari himpunan konsep konsumsi
dari Mannan dan Kahf adalah (P, Kk, Pr, Ek dan Kb). Sedangkan variabel (Hp,
KU dan Rp) dari himpunan konsep konsumsi Mannan dan Kahf tidak satu unsur
atau masing-masing dari variabel berdiri sendiri mutual exclusive. Berikut
rumusan matematis dari gambar di atas yang dibuat secara rinci;
1. Analisis pertama ; berarti variabel { P, Kk, Pr, Ek dan Kb } milik Mannan dan
Kahf digolongkan ke dalam variabel – variabel yang interseksi (sama, satu
unsur atau sejenis ), dimana ;
Hp dan KU P, Kk, Pr Rp
Ek dan Kb
Mannan ∩ Kahf
Gambar 4.1. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-himpunan Mannan dan
Kahf
Mannan ∩ Kahf = { P, Kk, Pr, Ek dan Kb }……… 1 di
mana;
Mannan ∩ Kahf = { P dan Kk}………………………….1a
Mannan ∩ Kahf = { Pr, Ek dan Kb }……………………1b
Mannan U Kahf = { Hp, KU dan Rp}…………………. 2
a. (1a) berarti variabel Proses Konsumsi milik Mannan dan Keseimbangan
Konsumsi milik Kahf adalah sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh
pada konteks ini secara tidak langsung bermuara pada penjelasan
mengenai penggolongan dari kegiatan konsumsi dalam Islam yang harus
dilakukan secara seimbang. Dalam konteks proses konsumsi ini,
eksplorasi Kahf dalam menjabarkan konsepnya sedikit lebih luas daripada
Mannan. Hal ini dapat diketahui dari pembahasan konsep falâh dalam
kegiatan konsumsi oleh Kahf dipengaruhi oleh nilai keagamaan,
kebudayaan, psikologis, legalitas, politik dan lain sebagainya. Pendekatan
‘modelling’ (matematika) menjadi alat dalam analisa proses konsumsi dari
Mannan dan Kahf.
b. (1b) berarti variabel Prinsip Konsumsi Islam milik Mannan dan Konsep
Barang dalam Islam serta Etika Konsumsi Islam milik Kahf adalah sama.
Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak langsung
bermuara pada penjelasan mengenai norma, prinsip dan hukum secara
umum yang terkait dengan kegiatan konsumsi dalam Islam. Dalam
konteks ini, eksplorasi kedua tokoh dalam menjabarkan konsepnya
masing-masing dapat dikatakan sama-sama mendalam. yang sedikit
berbeda adalah bahwa Kahf menggunakan 2 variabel dalam menjelaskan
norma, prinsip dan hukum secara umum yang terkait dengan kegiatan
konsumsi dalam Islam sedangkan Mannan hanya 1 yaitu Prinsip
Konsumsi Islami.
2. Analsis Kedua ; berarti variabel Hakikat Perilaku Konsumen dan Kebutuhan
serta Urutan Prioritas milik Mannan dan Rasionalisme (perilaku konsumen)
Islam milik Kahf digolongkan ke dalam variabel – variabel yang berdiri
sendiri dan tidak memiliki kesamaan mutual exclusive dari isi dan pokok
bahasan. Misalnya, pembahasan Hakikat Perilaku Konsumsi, Mannan
berusaha menjelaskan pentingnya mengurangi pemborosan dengan
mengutamakan kepentingan orang lain. Sedangkan dalam konsep
Rasionalisme (perilaku Konsumen) Islam, Kahf mencoba mengaitkan aspek
rasional manusia dengan konsep keberhasilan dan kepercayaan akan hari
akhirat. Pernyataan ini dapat dipahami secara komprehensif dari pemikiran
kedua tokoh pada masing-masing variabel yang disebutkan sebagaimana
terdapat pada bab dua dan tiga.
3. Analisis Ketiga; terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya perbedaan dan
persamaan dari pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf
tentang ekonomi Islam khususnya dalam kajian tentang konsep konsumsi.
a. Latar Belakang Pendidikan
Sebagaimana diketahui bahwa latar belakang pendidikan Mannan
adalah master di bidang ekonomi menerima gelar master di bidang
ekonomi dari 2 universitas, yaitu di universitas Rajshahi pada tahun 1960
dan Michigan State University, Amerika Serikat pada tahun 1973 serta
doktor di bidang keuangan di Michigan State University, Amerika Serikat.
Sedangkan Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi
ekonomi International dari University of Utah, Salt Lake City, USA pada
tahun 1975. Kedua tokoh ini, sama-sama merupakan ekonom lulusan
Barat. Artinya, mereka mempelajari ekonomi Islam dengan menggunakan
pendekatan rasional (Barat) tentunya dengan memperhatikan petunjuk dari
Nash Islam.
Dalam konteks ini, faktor latar belakang pendidikan mereka yang
merupakan lulusan Barat menjadi faktor penyebab terjadinya persamaan.
Mannan dan Kahf sama-sama menggunakan pendekatan modeling
(matematika/fungsi) dalam menjelaskan proses konsumsi. Kedua tokoh
ini, mencoba merasionalkan prinsip-prinsip umum dalam konsumsi Islam
yang kemudian diturunkan ke dalam suatu fungsi matematika.
Faktor latar belakang pendidikan dari kedua tokoh ini juga
mengakibatkan mereka menerima dan menggunakan metodologi deduksi
dan induksi (retrospektif) dalam mengkaji ekonomi Islam, khususnya
aspek konsumsi, sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa
metode deduksi dapat digunakan untuk menggali prinsip-prinsip umum
Nash tentang aktifitas ekonomi yang dilakukan manusia. Sedangkan
metode induksi, atau yang disebut Kahf sebagai metode retrospektif dapat
digunakan untuk untuk memperoleh penyelesaian dari problematika
ekonomik yang menunjuk pada keputusan historik yang sah (Nash).
Pernyataan ini dapat dilihat pada buku milik mereka, yaitu berjudul
The Making of Islamic Economic Society : Islamic Dimensions in
Economic Analysis milik Mannan yang diterbitkan pertama kali pada
tahun 1984 di Kairo dan The Islamic Economy: Analytical Study of the
Functioning of the Islamic Economic System milik Kahf yang diterbitkan
pertama kali pada tahun 1978. Pada saat kedua buku tersebut di atas
diterbitkan mereka sama-sama telah menyelesaikan pendidikan mereka
dari universitas Barat.
b. Latar Belakang Kondisi Sosial dan Politik
Faktor sosial politik memang memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam corak pemikiran seseorang. Faktor ini juga mempengaruhi
pemikiran Mannan dan Kahf dalam mengkaji ekonomi Islam, khususnya
pada aspek konsumsi.
Mannan merupakan seorang pria yang dilahirkan di Bangladesh pada
tahun 1918. Ketika Mannan meraih gelar master pertama di bidang
ekonomi dari universitas Rajshahi pada tahun 1960 memang diiringi
dengan fenomena ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di
negaranya (Bangladesh)60
2 Pada tanggal 6 desember 1971 hubungan India Pakistan pecah akibat India mengakui
kemerdekaan Bangladesh. Bangladesh pisah dari Pakistan (bag. Timur) karena kesenjangan ekonomi lima tahun sebelumnya. Sumber metro world news edisi 6 desember 2007.
Kahf lebih beruntung dari Mannan, ia hidup pada kondisi sosial dan
politik yang stabil di negaranya waktu itu (tahun 1940 sampai 1970).
Terlebih lagi diketahui bahwa Kahf berganti kewarganegaraan menjadi
warga negara Amerika Serikat pada saat melanjutkan studi masternya di
sana.
Dalam konteks ini, faktor latar belakang sosial politik mereka menjadi
faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran. Dalam meng-eksplorasi
kajian mengenai konsumsi Islam, Mannan sangat menekankan pada
pemikiran redistribusi pendapatan dalam perilaku konsumsi seseorang
melalui pola hidup wajar moderation dan pemberlakukan zakat atas harta
berlebih dan sedekah. Ia sangat konsisten dalam menekankan pola
redistribusi pendapatan di setiap pemikiran ekonominya. Hal ini dapat
dilihat dari dalam 3 buah buku yang ia tulis ( Islamic Economics..., The
Making..., dan Economic Development...)
Sedangkan pemikiran Kahf yang sangat berbeda dari Mannan adalah
penggunaan Rasionalisme Islam dalam aktifitas konsumsi terutama pada
perilaku konsumsi seorang muslim. Ia menekankan bahwa meraih
keberhasilan ekonomi (seperti di Barat ) bukan merupakan sebuah
kejahatan dalam Islam selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas
yang wajar sesuai syariah Islam.
H. Prinsip Halal dan Tayyib dalam Proses Konsumsi
Proses konsumsi dijelaskan oleh Mannan meliputi dua hal yang sangat umum
yaitu pendapatan dan penggunaan (konsumsi).61 Pendapatan merupakan fungsi
dari konsumsi ( C = f{Y…}). Artinya, dalam konsteks ini, seseorang tidak
mungkin melakukan konsumsi bilamana tidak memiliki pendapatan.
Dalam Islam seluruh tindakan manusia merupakan sebuah satu kesatuan
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah
menyatakan bahwa “Manusia dan Jin diciptakan hanya untuk beribadah
kepadanya”, (QS. adz-Dzâriât/55 : 56 ).
Ibadah sholat yang dilaksanakan oleh umat muslim harus didahului oleh
syariat berwudlu. Wudu merupakan media pembersih bagi muslim yang akan
melaksanakan shalat. Kesempurnaan wudlu akan berimplikasi pada
kesempurnaan shalat. Bilamana seorang muslim tidak bersih (tidak wudu ) pada
pelaksanaan sholat maka shalatnya dapat dikatakan tidak sempurna. Demikian
pula dengan kegiatan konsumsi, bilamana seseorang melakukan konsumsi dengan
menggunakan pendapatan haram dan tidak bersih, maka kegiatan konsumsinya
pun juga ikut menjadi benda haram dan tidak berkah. Walaupun ia mengkonsumsi
kebutuhan yang halal dan tayyib. Begitu pula bila seseorang memiliki pendapatan
yang halal dan tayyib, bilamana ia mengkonsumsi kebutuhan yang haram dan
tidak tayyib maka tetap saja kegiatan konsumsinya menjadi haram dan tidak
berkah.
61 Muhammad Abdul Mannan, Economic Development and Social Peace in Islam
(Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation, 1989) h. 34
Prinsip halal dan tayyib dalam proses konsumsi (pendapatan dan penggunaan)
tidak dapat dipisahkan-pisahkan. prinsip ini bersifat komprehensif. Kata halal dan
tayyib dalam ayat 168 pada surat al-Baqarah bermakna ganda. Artinya, halal dan
tayyib tidak hanya berlaku pada konsumsi saja melainkan cara-cara untuk
mendapatkan penghasilan pun juga harus halal dan tayyib. Berikut pernyataan
Mannan;
“this condition carries the double significance of earning lawfully and not having been prohibited by law”
Artinya; “syarat ini ( dalam surat al-Baqarah : 168) bermakna ganda
penting mengenai mencari rezeki halal dan tidak melanggar hukum”
Halal dan tayyib bukanlah dua kata yang bersinonim. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia halal diartikan sebagai sesuatu yang diizinkan, tidak dilarang
Syara’ dan sah. Sedangkan tayyib diartikan sebagai sesuatu yang patut, tidak ada
cela, layak, rapi, sesuatu yang lezat dan enak dimakan. Benda yang dikatakan
halal dapat saja dikatakan tidak tayyib. Berikut penjabaran kedua prinsip ini
dalam proses konsumsi;
1. Pendapatan Halal dan Tayyib
Prinsip halal dan tayyib dalam konteks ini adalah segala bentuk
pendapatan atau kekayaan yang akan dipergunakan untuk konsumsi.
Pendapatan halal berarti pendapatan yang dihasilkan dari proses yang
tidak bertentangan dengan syariat dan hukum. Pendapatan halal bisa diperoleh
melalui bekerja. Pengajar, pedagang, buruh, pencuci piring dan lain
sebagainya, merupakan jenis dari pekerjaan yang dapat menghasilkan
pendapatan. Dalam Islam seorang muslim harus memperoleh pendapatan yang
halal untuk berkonsumsi. Tidak semua jenis pekerjaan dapat menghasilkan
pendapatan yang halal. Mencuri, merampok, mencopet, menipu dan lain
sebagainya tidak bisa menghasilkan pendapatan yang halal. Pendapatan yang
halal hanya dapat diperoleh melalui pekerjaan yang tidak bertentangan dengan
Syara’. Allah SWT berfirman :
...
Artinya; “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil ...” {QS. al-Baqarah/ 2 : 188 }.
Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengatakan bahwa
pendapatan yang akan kita konsumsi dapat disebut tayyib. Yaitu dengan
meng-alokasikan sebagaian pendapatan tersebut untuk pelunasan hutang dan
pembayaran zakat (bila mencapai nisab/haul). Utang merupakan kewajiban
yang harus dibayar. Bilamana seorang muslim memiliki utang, maka
pendapatan yang telah diterimanya dari hasil bekerja harus dialokasikan
sebagian untuk pelunasan utang. Rasulullah Saw mengatakan bahwa
menunda-nunda pembayaran utang bagi orang yang telah mampu adalah
kezaliman.
ظلم الغنى مطل …{هيلع قفتم هاور}
Artinya; Abu Hurairoh r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Penundaan utang
dari orang yang kaya (mampu secara finansial) adalah kezaliman…”
{HR. Muttafaqun ‘Alaih}
Dalam buku al-Jâmiu´ al-Saghîr fi Ahâditsi al-Basyîri al-Nazîr karya
Jalaludin as-Suyûti, hadits ini dikategorikan sebagai hadits yang sahîh.62
Zakat merupakan kewajiban (finansial) bagi seorang muslim mampu
(kaya). Zakat hanya diambil dari pendapatan bersih.63 Pengambilan zakat dari
pendapatan bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya
hidup terendah seseorang yang dalam tanggungan bisa dikeluarkan sebab
biaya terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat
diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok.
Kewajiban zakat yang dibebankan kepada umat muslim bertujuan untuk
membersihkan dan mensucikan mereka dari sifat kekikiran dan kecintaan
berlebihan terhadap harta. Perlu diingat, bahwa dalam harta setiap muslim
masih terdapat hak orang lain di dalamnya. Bertolak dari pemahaman ini,
62 Jalâluddin ibn Abu Bakr al- Suyûti, al-Jâmiu´ al-Saghîr fi Ahâditsi al-Basyîri al-Nazîr.
(Beirut : Darul Kitab Ilmiyyati, 2003), h. 500 63 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat. Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin dan Hasanuddin
(Jakarta : Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996), h. 482-482
dikatakan bahwa, pendapatan yang belum dikurangi zakat merupakan
pendapatan yang belum bersih.
....
Artinya ; “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka …” { QS. at-Taubah / 9: 103 }
2. Konsumsi Halal dan Tayyib
Prinsip halal dan tayyib dalam konteks ini adalah segala bentuk kebutuhan
konsumsi baik yang benda berwujud maupun tidak berwujud.
Kebutuhan konsumsi yang halal berarti segala sesuatu yang tidak dilarang
oleh syariat islam, misalnya mengkonsumsi darah, daging babi, daging
bangkai (yang mati sendiri), daging hewan hasil sembelihan tanpa menyebut
nama Allah, perjudian, dan lain sebagainya {QS. al-An´âm / 6: 145}.
Kebutuhan konsumsi tayyib dapat diartikan benda yang secara fisik
terlihat kebaikannya dari aspek kesehatan, tidak kotor dan berbau busuk, serta
kebutuhan yang tidak berwujud, namun dapat dirasakan manfaatnya, yang
tidak layak seperti liburan dengan melakukan hal-hal yang melanggar norma
kesopanan dan kesusilaan. Hal yang harus diingat adalah barang-barang
(kebutuhan) yang haram, buruk, najis, tidak bernilai tidak dapat dianggap
sebagai objek yang bernilai konsumsi dan tidak boleh dimanfaatkan dalam
Islam.64
Dalam Qur’an kata halal dan tayyib selalu disandingkan pada setiap
penyebutan ayat mengenai konsumsi. Seperti firman Allah SWT;
☺ ⌧
Artinya : ‘Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.’
{QS. al-Baqarah / 2:168}
Pada dasarnya kewajiban tersebut muncul untuk menyelamatkan seorang
muslim dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang ditimbulkan dari
kebutuhan konsumsi yang haram. Misalnya, binatang Babi, ia merupakan
binatang yang telah diharamkan dagingnya oleh Allah SWT untuk
dikonsumsi. Sebab, pada daging babi dikabarkan mengandung cacing pita
( Tainia ) jenis Solium bertaring yang dapat merusak dinding usus pada
manusia dan juga bakteri yang tidak akan mati walaupun telah dipanaskan
100 0C. Namun demikian, terdapat suatu sebab pengharaman yang tidak dapat
64 Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi
Islam, Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1997), h. 26
diketahui oleh manusia, hal itu hanya dapat diketahui oleh Allah SWT.65
Artinya, label keharaman suatu benda yang telah ditetapkan dalam Nash, tidak
akan dapat dihilangkan walaupun sifat-sifat negatif dari benda tersebut telah
dihilangkan. Walaupun cacing pita dan bakteri pada daging babi telah
dihilangkan, tetap saja daging babi tersebut haram dagingnya untuk
dikonsumsi.
Hal ini tentu saja tidak dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang
banyak larangan. Sebab, bukti kasih sayang Allah pada umat muslim adalah
adanya rukhsah (dispensasi/kebolehan) mengkonsumsi barang haram ( babi,
khamar,dan lain-lain ) dalam keadaan darurat. Dalam konteks ini, keadaan
darurat yang telah disepakati oleh para ulama fiqh adalah keadaan darurat
dalam hal makanan, dimana seseorang tersiksa karena lapar dan ia masih
belum mendapati apa yang bisa dimakan kecuali makanan-makanan yang
diharamkan dalam Islam. Atas dasar itu, ia diperbolehkan memakan makanan
yang diharamkan itu sekedarnya untuk menutupi keadaan darurat dan
memelihara diri dari kebinasahan.66 Seseorang yang tersesat di hutan dapat
diperbolehkan memakan babi pada saat tidak terdapat sesuatu apapun yang
dapat dimakan selain babi. Namun, rukhsah ini tentu saja kejadian yang
65 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Abu Hana Zulkarnaen dan
Abdurrahim Mu’thi (Jakarta : Media Eka Sarana, 2004), h. 25 66 Ibid. h.65 lihat juga Afzalurrahman, Economic Doctrines of Islam, Vol.2 (Pakistan : Islamic
Publications, 1985), h. 26
bersifat temporal dan dalam kadar-kadar tertentu.67 Artinya, bilamana darurat
itu hilang maka hukum memakan barang haram kembali ke asal, yaitu haram.
Allah SWT berfirman :
☺ ☺
☺
⌧ ⌧ ⌧ ⌦
Artinya; “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
{ QS. al-Baqarah/ 2 : 173 }
Muhammad Quraish Shihab (Tafsir al-Misbah, Vol 1) menyatakan bahwa
makna terpaksa dalam ayat 173 surat al-Baqarah ini berarti keadaan yang
diduga dapat mengakibatkan kematian; sedang frase tidak menginginkan
adalah tidak memakannya (makanan haram) padahal ada makanan halal yang
dapat dimakan, tidak pula memakannya memenuhi keinginan seleranya.
Sedangkan frase tidak melampaui batas adalah tidak memakannya (makanan
67 Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta, 2004), h. 151-152
haram) dalam kadar yang melebihi kebutuhan menutupi rasa lapar dan
memelihara jiwa manusia tersebut.68
Eksistensi konsep rukhsah dalam kegiatan konsumsi Islam dapat diartikan
bahwa hanya berlaku 2 aksioma pilihan konsumen pada barang haram dalam
keadaan darurat, yaitu aksioma completeness dan transitivity. Aksioma lain
yaitu continuity dan mutual exclusiveness tidak berlaku.69 sebab ulama fiqh
sepakat bahwa bilamana keadaan darurat itu hilang maka hukum
mengkonsumsi barang haram akan berubah ke asal hukum, yaitu dari boleh
menjadi haram. Artinya, kebolehan yang dimaksud hanya bersifat sementara
atau temporal.
I. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam
Untuk memahami maksud pilihan konsumsi dalam Islam, terlebih dahulu
akan dibahas mengenai tingkatan kebutuhan manusia dan skala waktu perilaku
konsumen.
1. Tingkatan kebutuhan manusia
Mannan mengelompokkan kebutuhan manusia kedalam 3 bagian umum,
yaitu keperluan (necessities), kesenangan (comforts) dan kemewahan
(luxuries). Pandangan Mannan terhadap kebutuhan manusia ini semisal
dengan pandangan Ghazali dan Syatibi yang mengelompokkan fungsi
68 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
Vol. 1 ( Jakarta : Lentera Hati.2002), h. 384-386 69 Masudul Alam Choudhury, Contribution to Islamic Economic Theory (New York : St.
Martin’s Press, 1986), h. 24
kesejahteraan sosial ke dalam tiga tingkatan kebutuhan individu dan sosial,
yaitu Darûriyyât, Hajjiât dan Tahsiniyât.
Darûriyyât / necessities / keperluan merupakan segala sesuatu yang
menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan
hidup. Tingkatan pertama ini, mencakup lima kebutuhan esensial manusia
yaitu, keimanan (dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl),
pendidikan (aql) dan kekayaan (mâl). Kebutuhan-kebutuhan esensial ini tidak
dapat dipisahkan. Bila ada satu jenis yang sengaja diabaikan, akan
menimbulkan ketimpangan dalam hidup manusia.
Hajjiât / comforts / kesenangan merupakan segala komoditi konsumsi
yang digunakan untuk menambah kemanfaatan bagi seseorang. Misalnya,
tidur dengan menggunakan kasur, bantal dan selimut. Dalam hal ini, kasur,
bantal dan selimut tergolong dalam tingkatan Hajjiât.
Tahsiniyât / luxuries / kemewahan merupakan segala komoditi konsumsi
yang digunakan untuk menambah keindahan dan kesenangan hidup. Mannan
menyatakan bahwa kemewahan tidaklah menambah kemanfaatan (fisiologik)
seseorang. Misalnya, tidur dengan menggunakan kasur mewah, selimut dari
bahan yang halus dan mahal serta AC (air conditioner) yang membuat ruang
tidur menjadi nyaman.
2. Skala waktu perilaku konsumen
Kahf menyatakan ;
“Islam associates belief in the Day of judgment and the afterlife inextricably
with belief in God. This Extends the muslim’s horizon of time beyond death.
Life before death and life after death are closely interrelated in a sequential
manner.”70
Artinya; “Islam mengaitkan kepercayaan terhadap adanya hari kiamat dan
kehidupan akhirat dengan kepercayaan terhadap adanya Allah. Hal ini
memperluas cakrawala pengetahuan setiap muslim mengenai waktu setelah
kematian. Kehidupan sebelum kematian dan kehidupan sesudah kematian
terkait satu sama lain dengan erat sekali dalam urutannya.”
Pernyataan Kahf di atas memiliki dua efek dalam perilaku konsumsi
Islam. Petama, akibat dari pemilihan konsumsi itu terdiri dari dua bagian,
yaitu efek langsung dalam yaitu efek langsung dalam kehidupan dunia
sekarang dan efeknya yang kemudian dalam kehidupan akhirat. Kedua,
jumlah manfaat alternatif dari penghasilan seseorang ditingkatkan jumlahnya
dengan dimasukkannya semua keuntungan yang akan diperoleh di akhirat
yang akan datang.
Bertolak dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa dalam ekonomi
Islam terdapat tiga pilihan dari aktifitas konsumsi. Perhatikan skema berikut;
Pilihan
Pertama
70 Monzer Kahf. The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah
yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah/PRIDES (Sabtu, Maret 2008), h. 14
Konsumsi Duniawi
Konsumsi Ukhrawi
Pilihan
Kedua
Pilihan
Ketiga
Gambar. 4.2. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif
Ekonomi Islam
Gambar di atas memaparkan tiga pilihan konsumsi yang dihadapi oleh
konsumen dalam perspektif ekonomi Islam.
Pilihan pertama adalah pilihan terhadap konsumsi duniawi dan ukhrawi.
Keberadaan pilihan pertama merupakan esensi dari kepercayaan kepada Allah
SWT yang ter-implementasi dalam setiap aktifitas kosumsi yang dilakukan
seorang konsumen (hamba Allah). Artinya, dalam setiap aktifitas konsumsi yang
dilakukan oleh konsumen akan menimbulkan dua efek terhadap kehidupannya.
Efek pertama adalah duniawi yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup mereka yang
ter-implementasi melalui pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia; keimanan
(dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl), pendidikan (aql) dan kekayaan
(mâl). Sedang efek kedua adalah ukhrawi yaitu beribadah atau mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Dalam hal konteks ini, pilihan terhadap zakat dan sedekah
termasuk ke dalam bagian konsumsi ukhrawi.
Pilihan kedua adalah pilihan terhadap konsumsi saat ini dan masa datang.
Konsumsi saat ini berarti segala pilihan konsumsi yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan saat ini (sekarang). Sedangkan, konsumsi masa datang
Konsumsi Saat Ini
Konsumsi Akan Datang
Darûriyyât Hajjiât Tahsiniyât
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang yang telah diprediksi
pada saat pemenuhan kebutuhan saat ini. Pilihan konsumsi masa datang, dapat
direalisasikan dalam berbagai cara, pertama, melalui alokasi sisa pendapatan
untuk konsumsi saat ini dalam bentuk tabungan; kedua, melalui surplus
pendapatan yang diperoleh dari hasil investasi dan atau penjualan asset; ketiga,
melalui tambahan pendapatan yang diperoleh dari hutang dan pemberian.
Sedangkan, pilihan ketiga adalah pilihan terhadap tingkat kebutuhan hidup
manusia yang meliputi Darûriyyât, Hajjiât dan Tahsiniyât. Pilihan ketiga didasari
dari penetuan terhadap urutan prioritas yang harus dipenuhi oleh setiap manusia
sebagai konsumen.
Level Darûriyyât merupakan pilihan pertama yang menyangkut segala
sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar dan harus dipenuhi pertama kali untuk
menjaga kelangsungan hidup. Level mencakup lima kebutuhan esensial manusia
yaitu, keimanan (dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl), pendidikan
(aql) dan kekayaan (mâl).
Level Hajjiât dan Tahsiniyât merupakan pilihan kedua dan ketiga yang dapat
dipenuhi dengan memperkirakan tingkat efesiensi pendapatan yang dimiliki oleh
setiap konsumen. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan pada level Hajjiât dan
Tahsiniyât akan berbeda pada masing-masing konsumen, bergantung dari tingkat
pendapatan yang dimiliki.
Dalam konteks pilihan ke-tiga, rukhsah terhadap konsumsi barang haram
dapat menjadi bagian dari pilihan pengganti pada level Darûriyyât dengan syarat-
syarat sebagaimana dijelaskan.71
J. Perencanaan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam
Berikut sebuah rumusan mengenai perencanaan konsumsi dalam perspektif
ekonomi Islam yang di elaborasi dari hasil kesimpulan terhadap pemikiran
Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf. Rumusan ini berfungsi sebagai
pedoman dan kiat-kiat berkonsumsi secara Islam yang dapat mengarahkan
preferensi konsumsi masyarakat kepada pola konsumsi Islam. Perhatikan gambar
berikut ;
71 lihat bahasan mengenai prinsip halal dan tayyib dalam proses konsumsi
1. Maslahat ;
Maslahat berarti setiap kegiatan konsumsi yang dilakukan harus bisa
memunculkan kesejahteraan dan kemanfaatan bagi diri sendiri dan pribadi.
Kegiatan konsumsi dapat dikatakan maslahat bilamana kegiatan itu mampu
menjaga dan memelihara lima prinsip / tujuan / kebutuhan hidup manusia
(maqâsid syariah).72
72 Euis Amalia. Teori Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam; Analisis Perilaku
Konsumen menurut Muhammad Fahim Khan. Jurnal Pemikiran Islam Konstekstual (JAUHAR), Vol 4. No 1( Juni, 2003), h. 11-12
Falâh -------- Hamba Allah dan Makhluk Ekonomi
Halal Tayyib
Moderat
{Nilai-nilai Islam}
Pendapatan
Y
Konsumsi Pribadi
C
Konsumsi Sosial
FS
Tabungan dan
Investasi
S/I
{ Proses Konsumsi Dalam Islam }
Keimanan /
dîn
Kehidupan /
nafs
Keturunan /
nasl
Pendidikan /
aql
Kekayaan /
mâl
{ Maqâsid Syariah }
Maslahat Gambar. 4.3. Rancang Bangun Konsumsi Islami
2. Maqâsid Syariah ;
a. Keimanan / dien; Kegiatan konsumsi yang dilakukan harus dapat
mempertahankan prinsip-prinsip keimanan seseorang dalam hal ini adalah
Islam, meliputi : tauhid, syariat dan Akhlak.
b. Kehidupan / nafs; Kegiatan konsumsi dalam Islam bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan manusia di dunia ini yang merupakan
dampak dari terpenuhinya segala kebutuhan fisiologi dan rohani mereka.
c. Keturunan / nasl; Mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan hidup bagi
generasi penerus merupakan bagian dari kegiatan konsumsi dalam Islam.
Oleh sebab itu, dibutuhkan perencanaan-perencanan tertentu dalam
melakukan konsumsi.
d. Pendidikan / aql; Pendidikan merupakan sarana yang sangat membantu
proses pengembangan otak dan nalar sehingga mereka mampu
mengendalikan perubahan-perubahan zaman.
e. Kekayaan / mâl; harta kekayaan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari proses konsumsi. Upaya penggunaan, penghematan dan
penambahan (memproduktifkan) terhadap harta kekayaan merupakan
kegiatan yang tidak dilarang dalam Islam.
3. Proses Konsumsi dalam Islam;
a. Pendapatan / income (Y) ; Keberadaan pendapatan dari hasil usaha
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan konsumsi.
b. Konsumsi Pribadi / personal consumption (C); terpenuhinya segala
kebutuhan pribadi merupakan bagian dari tujuan dilakukannya konsumsi
dalam Islam. Kebutuhan pribadi dapat meliputi segala macam barang /
jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup seseorang.
c. Konsumsi Sosial / final spending (FS); Dalam Islam, konsumsi tidak
hanya untuk kemaslahatan pribadi saja, tetapi juga kemaslahatan orang
lain. Atas dasar ini konsumsi sosial terbentuk dalam Islam, yang meliputi
zakat dan sedekah (termasuk infaq). Zakat merupakan kewajiban finansial
yang dikeluarkan oleh si kaya muzakki dan diperuntukkan bagi beberapa
golongan mustahiq. Sedengkan, sedekah adalah suatu anjuran finansial
dalam Islam yang diperuntukan bagi keluarga, tetangga, kerabat dekat dan
orang lain yang membutuhkan. Kesemua bentuk dari konsumsi sosial ini
dilakukan dengan maksud mendekatkan diri pada Allah SWT.
d. Tabungan dan Investasi / saving and investing (S) ; Manusia yang berfikir
jangka pendek dengan mengabaikan kepentingan jangka panjang berarti
mereka tidak mempersiapkan diri menghadapi konsekuensi masa datang
yang tidak ringan. Dalam Islam terdapat anjuran untuk memperhatikan
kepentingan hari esok atau masa datang (QS. al-Hasyr/ 59 : 18). Simpanan
atau tabungan merupakan langkah penghematan dari kegiatan konsumsi
saat ini yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain
di masa datang. Investasi merupakan sarana untuk memproduktifkan
kekayaan seseorang. Dengan investasi, seseorang dimungkinkan untuk
memiliki pendapatan tambahan yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan saat ini atau mendatang.
4. Nilai-nilai Islam dalam Proses Konsumsi;
a. Halal; Sesuatu yang diizinkan, tidak dilarang Syara’ dan sah. Nilai halal
dalam proses konsumsi bermakna ganda, yaitu meliputi pendapatan dan
penggunaan (konsumsi).
b. Tayyib; Sesuatu yang patut, tidak ada cela, layak, rapi, seseuatu yang enak
dan lezat dimakan. Benda yang dikatakan halal dapat saja dikatakan tidak
tayyib. Nilai tayyib dalam proses konsumsi bermakna ganda, yaitu
meliputi pendapatan dan penggunaan (benda berwujud maupun tak
berwujud)
c. Moderat ; Merupakan jalan tengah dari dua cara konsumsi yang ekstrim
(QS. al-Furqân/ 25 : 67), yaitu boros (tabzîr) dan kikir (bakhil). Boros
berarti mempergunakan harta secara berlebihan tanpa adanya
kemaslahatan yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Kikir berarti tidak
membelanjakan harta untuk diri sendiri dan atau untuk keluarga. Kikir
juga dapat diartikan tidak membelanjakan harta untuk tujuan kebaikan dan
kedermawanan. Moderat atau kesederhanaan bukan berarti
menggambarkan kehidupan dalam level terendah. Akan tetapi,
kesederhanaan diartikan dengan menjauhi pola konsumsi berlebihan
conspicuous consumption yang mengarah kepada kemubaziran dalam
perspektif ekonomi Islam.73
5. Falâh ;
Falâh berarti kemenangan, kesuksesan, mendapat yang dicari dan berhasil
dengan baik. Dalam Islam kegiatan konsumsi dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan baik jasmani maupun ruhani sehingga mampu memaksimalkan
fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kalimat penting yang harus menjadi dipahami adalah kebahagiaan dunia
dan akhirat. Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat
dituntut harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan patuh
pada peraturan dan ketentuan yang telah Allah SWT ciptakan bersamaan
dengan pelaksanaan segala aktifitas ekonomi manusia.
a. Kesuksesan Dunia; berarti terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia
sebagai makhluk ekonomi.
b. Kesuksesan Akhirat; berarti keberhasilan manusia dalam memaksimalkan
fungsi kemanusiaannya (ibadah) sebagai hamba Allah.
73 Muhammad Akram Khan, An Introduction to Islamic Economics ( Pakistan : International Institute of Islamic Thought, 1994), h. 15
E. Studi Empiris Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim Kelurahan Pamulang Barat
Bagian ini mencoba mengkaji secara
empiris mengenai perilaku konsumsi
masyarakat muslim di Kelurahan
Pamulang Barat. Varibel-variabel yang
dimunculkan pada studi ini merupakan intisari dari pemikiran Muhammad Abdul
Mannan dan Monzer Kahf dalam konsep konsumsi Islami yang dielaborasi
dengan beberapa teori konsumsi Islam lainnya sebagaimana yang ada pada bab
tiga.
2. Analisis Deskriptif
a. Profil Responden
Jenis Kelamin Frekuensi %
Pria 32 68,1
Wanita 15 31,9
Total 47 100Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden
Usia Frekuensi %
17 - 30 Tahun 16 34,0
31 - 40 Tahun 13 27,7
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah responden pria lebih
banyak, yaitu sebesar 68,1% (32 responden) dari total 47 responden.
Sedangkan jumlah responden wanita pada studi ini yaitu sebesar 31,9%
atau 15 responden. Bila dilihat dari interval usia responden, dapat
disimpulkan bahwa responden yang berada pada usia 17-30 tahun
mendomonasi yaitu sekitar 34%. Sedangkan, responden yang berada pada
interval usia 31-40 tahun dan 41-50 berada dalam posisi sama, artinya
jumlah responden pada kedua interval usia tersebut adalah sama (banyak).
b. Responden Pengguna Jasa Perbankan Syariah dan Asuransi Syariah
D
41 - 50 tahun 13 27,7
51 - 60 Tahun 5 10,6
Total 47 100Tabel 4.2. Usia Responden
Bank Syariah Frekuensi % Asuransi Syariah Frekuensi %
Ya 7 14,9 Ya 2 4,3
Tidak 40 85,1 Tidak 45 95,7
Total 47 100 Total 47 100Tabel 4.3. Responden Pengguna Jasa Perbankan Syariah dan Asuransi Syariah
Dari 47 orang yang menjadi responden, hanya sekitar 14,9% atau 7
responden yang telah menjadi nasabah bank syariah. Dari ketujuh orang
tersebut 4 diantaranya adalah nasabah Bank Syariah Mandiri dan
selebihnya adalah nasabah BNI Syariah dan BPRS. Sedangkan responden
yang telah menjadi peserta asuransi syariah adalah 4,3% atau 2 orang dari
47 responden yang menjadi objek studi. Dari data ini dapat disimpulkan
bahwa potensi pasar dari perbankan dan asuransi syariah di indonesia,
khususnya di RW 015 Pamulang Barat masih besar.
c. Pengalokasian Sisa Pendapatan Bulanan Responden
Tabel 4.4. Pengalokasian Sisa Pendapatan Bulanan Responden
Mayoritas responden, yaitu sebesar 78,7% atau 37 orang,
mengalokasikan sisa pendapatan bulanan yang mereka miliki ke tabungan.
Selanjutnya, responden yang mengalokasikan sisa pendapatan bulanan
mereka untuk investasi ada 2 orang (4,3%) dan alokasi lain-lain sekitar
17% atau 8 orang.
Dalam konteks ini penulis membedakan arti tabungan dan investasi,
walaupun sebenarnya dana yang ada pada tabungan juga akan dialirkan ke
sektor investasi oleh pengelola tabungan. Monzer Kahf pernah
berpendapat bahwa “...berdasarkan sabda Nabi SAW bahwa uang dapat
dikaitkan dengan persiapan cadangan untuk hari esok...”.74 Pernyataan
Kahf juga selaras dengan teori permintaan uang dalam ekonomi Islam,
74 Kahf, Ekonomi Islam…, h. 99
Bila ada sisa penghasilan setelah
konsumsi/penggunaan, untuk apa
penghasilan itu bapak/ibu/sdr. gunaka?
Frekuensi %
Tabungan 37 78,7
Investasi 2 4,3
Sedekah 0 0
Lain-lain 8 17
Total 47 100
yaitu salah satunya untuk berjaga-jaga.75 Artinya, dalam konteks
pertanyaan (alokasi sisa...) di atas, tabungan merupakan instrumen yang
dipilih oleh responden untuk mengamankan (sisa) dana/pendapatan
mereka dalam memenuhi kebutuhan masa mendatang. Misalnya,
kebutuhan rekreasi, perawatan kesehatan, biaya pernikahan, biaya
pendidikan dan lain sebagainya. Sedangkan, investasi merupakan
instrumen untuk memproduktifkan (sisa) pendapatan. Investasi dapat
berupa membeli saham, penyertaan modal pada perkongsian usaha dan
lain sebagainya. Makna investasi inilah yang penulis arahkan kepada para
responden yang mengisi kuisioner.
d. Tujuan konsumsi selain memenuhi kebutuhan hidup
Tabel 4.5. Motivasi Konsumsi Konsumen Muslim
75 Eko Suparyitno. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005. hal 197
Apa motivasi bapak/ibu/sdr. melakukan belanja/konsumsi,
SELAIN MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP saat ini dan
mendatang?
Frekuensi %
Ibadah kepada Allah 28 59,6
Mengikuti Trend/Model 4 8,5
Penetapan Status Sosial 9 19,1
Mengikuti kerabat/teman.dll 1 2,1
Lain-lain 5 10,6
Total 47 100
Pada pembahasan di bab 2, telah dikemungkakan bahwa Kahf
berpendapat bahwa kepercayaan terhadap keberadaan Allah SWT yang
ada pada diri setiap muslim saling berkaitan dengan kepercayaan tentang
adanya hari kiamat (hari pembalasan) dan kehidupan akhirat.76
Manifestasi dari konsep kepercayaan tersebut adalah seorang muslim akan
selalu merasakan keberadaan Sang Pencipta di setiap aktifitas ekonomi
yang dilakukannya tak terkecuali dalam aktifitas konsumsi. Artinya,
ketika seseorang menentukan pilihan-pilihan konsumsi, maka efek akhirat
dan duniawi merupakan dua varibel yang menjadi pertimbangan untuk
membuat keputusan dari pilihan-pilihan tersebut. Misalnya, ketika
seorang muslim dihadapkan pilihan membeli makanan karena lapar, maka
dengan sendirinya mereka akan mempertimbangkan nilai-nilai (moral)
agama yang ada dalam makanan tersebut, sebut saja halal-haram.
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa apa yang dikatakan oleh Kahf
merupakan sebuah realita dan bukan hipotesa belaka. Dari 47 responden
yang menjadi objek studi, ada 59,6% atau 28 reponden yang menyatakan
bahwa mereka melakukan aktifitas konsumsi dengan motivasi ibadah
kepada Allah SWT. Selanjutnya ada 19,1% atau 9 responden yang
memilih motivasi penetapan status sosial serta 12,7% atau sekitar 6
76 Kahf. The Demand…, h. 14
responden yang memilih opsi mengikuti kerabat dan lain-lain, meliputi
membahagiakan keluarga, memanfaatkan pendapatan dan lain sebagainya.
3. Dampak Zakat dan Sedekah terhadap Average Propensity to Consume (APC)
dan Average Propensity to Save (APS)
Perbedaan mendasar pada konsep konsumsi Islam yang tidak ditemukan
pada konsep ekonomi manapun adalah keberadaan variabel zakat dan sedekah
yang turut menjadi bagian dari konsumsi (C). Zakat dan sedekah dalam Islam
merupakan bentuk konsumsi yang tidak kalah pentingnya dengan konsumsi
materi. Pelaksanaan zakat dan sedekah merupakan sebuah bentuk konsumsi
sosial yang dilakukan para konsumen muslim dalam rangka mendekatkan diri
pada Dzat Yang Maha Suci.
Zakat dan sedekah dalam konsep konsumsi Islam tidak hanya mampu
merubah lereng dari fungsi konsumsi akan tetapi zakat dan sedekah juga
mampu merubah lereng fungsi intersept.
Muhammad Abdul Mannan menyatakan bahwa keberadaan zakat
(sedekah) mampu meningkatkan fungsi intersept dari level bawah (01) ke
level atas (01) dan mampu meningkatkan Marginal Propensity to
Consume/MPS (baca: APC) dari konsumen yang menerima dana zakat, yaitu
fakir miskin dan pihak membutuhkan lainnya. Ia juga berpendapat zakat juga
dapat mengurangi Marginal Propensity to Save/MPS (baca: APS) akan
mengalami penurunan sebesar 2,5%.77 Perhatikan gambar berikut;
Konsumsi (C)
E=Y
C + ZS
C
Pendapatan (Y)
Gambar 4.4. Efek Zakat dan Sedekah terhadap Fungsi Konsumsi
Peningkatan terhadap fungsi intersep sebagaimana pada gambar di atas
tidak diartikan sebagai perbuatan menghamburkan harta israf oleh konsumen
muslim yang menjadi muzakki. Menurut Mannan, dana-dana yang di dapat
dari zakat (dan sedekah) dialokasikan untuk peningkatan kemampuan
masyarakat miskin dan yang membutuhkan untuk memperoleh pendapatan
melalui penyediaan fasilitas perawatan kesehatan, pelaksanaan pelatihan-
pelatihan keterampilan kerja dan lain sebagainya.78
77 Muhammad Abdul Mannan, The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions
in Economic Analysis, (Kairo : International Association of Islamic Banks, 1984), h. 292-294 78 Muhammad Abdul Mannan, The Making …, h. 294
Berdasarkan studi yang penulis lakukan di RW 015 Kelurahan Pamulang
Barat terdapat sekitar 68,1% atau 32 responden dapat mengeluarkan zakat atas
penghasilan bulanan mereka serta sebanyak 34 responden (72,3%) yang
mengalokasikan pendapatan mereka untuk bersedekah.
Perhatikan tabel berikut;
Kode APC APC+Z NaikAPC+ZS
Naik APS MPS-Z Turun MPS-ZS Turun
Ir 4 0,69 0,72 0,03 0,75 0,06 0,31 0,28 (0,03) 0,25 (0,06)
Ir 8 0,92 0,95 0,03 0,97 0,05 0,08 0,05 (0,03) 0,03 (0,05)
Ir 10 0,39 0,42 0,03 0,43 0,04 0,61 0,58 (0,03) 0,57 (0,04)
Ir 12 0,54 0,56 0,03 0,56 0,03 0,46 0,44 (0,03) 0,44 (0,03)
Ir 14 0,47 0,49 0,03 0,51 0,04 0,53 0,51 (0,03) 0,50 (0,04)
Ir 15 0,49 0,51 0,03 0,51 0,03 0,51 0,49 (0,03) 0,49 (0,02)
Ir 18 0,41 0,44 0,03 0,46 0,05 0,59 0,56 (0,03) 0,54 (0,05)
Ir 19 0,92 0,94 0,03 0,94 0,03 0,08 0,06 (0,03) 0,06 (0,03)
Ir 22 0,66 0,68 0,03 0,68 0,03 0,34 0,32 (0,03) 0,32 (0,03)
Ir 24 0,27 0,29 0,03 0,52 0,25 0,73 0,71 (0,03) 0,48 (0,25)
Ir 27 0,83 0,86 0,03 0,86 0,03 0,17 0,14 (0,03) 0,14 (0,03)
Ir 28 0,52 0,55 0,03 0,58 0,07 0,48 0,45 (0,03) 0,42 (0,07)
Ek 3 0,40 0,43 0,03 0,46 0,06 0,60 0,58 (0,03) 0,54 (0,06)
Ek 4 0,28 0,31 0,03 0,31 0,03 0,72 0,69 (0,03) 0,69 (0,03)
Ek 5 0,30 0,33 0,03 0,35 0,05 0,70 0,68 (0,03) 0,65 (0,05)
Ek 10 0,90 0,93 0,03 0,93 0,03 0,10 0,08 (0,03) 0,08 (0,03)
Ek 13 0,64 0,66 0,03 0,69 0,05 0,36 0,34 (0,03) 0,31 (0,05)
Ek 7 0,83 0,86 0,03 0,86 0,03 0,17 0,15 (0,03) 0,15 (0,03)
Ir 30 0,79 0,81 0,03 0,83 0,04 0,21 0,19 (0,03) 0,18 (0,04)
Tabel 4.6. Efek Zakat dan Sedekah terhadap APC dan APS Konsumen Muslim
Pada tabel ini, penulis hanya dapat memperoleh 19 responden yang benar-
benar menuliskan besaran pendapatan, konsumsi, zakat dan sedekah mereka.;
Data-data di atas mengambarkan kondisi APC / APS konsumen muslim
sebelum dan sesudah zakat dan sedekah. Pada kode Ir 4 digambarkan bahwa
APC responden sebelum zakat dan sedekah adalah sebesar 0,69 sedangkan
APS-nya adalah 0,39. Dengan adanya zakat dan sedekah yang masuk menjadi
bagian dari konsumsi responden Ir 4 maka, APC dan APS dari responden
tersebut berubah. Kenaikan 0,06 terjadi pada APC responden Ir 4, sedangkan
APS-nya mengalami penurunan sebesar 0,06.
Bila dilihat secara keseluruhan bahwa zakat dapat meningkatkan APC dan
mengurangi APS sebesar 0,03 dan angka ini merata terjadi pada setiap
sampel. Kenaikan serta penurunan APC dan APS, yang terjadi secara merata
akibat adanya zakat, sangat wajar terjadi sebab prosentase zakat yang bersifat
tetap, dalam hal ini 2,5%.
Walaupun secara logika sederhana dapat dipastikan bahwa zakat dan
sedekah dapat menaikkan intersep dan APC konsumen muslim dan juga dapat
mengurangi APS, akan tetapi yang menjadi titik tekan pada bahasan ini adalah
kemampuan konsep konsumsi Islam dalam meredistribusikan pendapatan dari
golongan kaya (muzakki) kepada golongan fakir miskin dan yang
membutuhkan lainnya melalui pengalokasian zakat dan sedekah dari kegiatan
konsumsi orang-orang kaya. Artinya, konsep konsumsi dalam Islam bersifat
sinergis dengan upaya peningkatan daya beli masyarakat miskin dan
membutuhkan lainnya melalui redistribusi pendapatan. Peningkatan daya beli
dari masyarakat ekonomi lemah akan mampu menciptakan konsumsi agregat
yang berkeadilan, yaitu konsumsi agregat yang tidak hanya dimonopoli oleh
masyarakat kaya melalui pemenuhan kebutuhan hidup mereka melainkan
masyarakat ekonomi lemah pun turut andil di dalamnya melalui pemenuhan
kebutuhan dasar mereka.
Harus diingat, bahwa fenomena kenaikan APC (hasrat mengkonsumsi)
dan penurunan APS (hasrat menabung) seorang konsumen muslim yang
disebabkan pembayaran oleh zakat dan sedekah tidak dapat diartikan sebagai
perbuatan menghamburkan harta israf bagi konsumen muslim yang muzakki.
Kenaikan APC dan penurunan APS dari konsumen muslim (baca : muzakki)
justru merupakan upaya Islam untuk menaikkan APC dan APS dari konsumen
muslim yang fakir-miskin dan membutuhkan lainnya (baca: mustahik).
Sebagaimana diketahui bahwa zakat dan sedekah diperuntukkan bagi
peningkatan kemampuan finansial dari seoarang mustahik. Peningkatan
tersebut dapat diwujudkan dengan pemberian dana konsumtif guna memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari, pemberian dana produktif dalam bentuk
modal kerja dan atau pelatihan-pelatihan lainnya.
4. Analisis Korelasi Tingkat (Religius) Keagamaan dan Perilaku Mengkonsumsi
Komoditas Halal dan Tayyib
Sebelum melakukan perhitungan korelasi, berikut penulis cantumkan kembali hipotesa, sebagaimana pada bab III yang ada pada studi korelasi ini;
c. H : p = 0 ; Tidak ada korelasi antara latar belakang keagamaan
masyarakat dan perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan ayyib
d. H : p ≠ 0 ; Ada korelasi antara latar belakang keagamaan masyarakat dan
perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib
Setelah itu akan menguji hipotesa ini dengan menggunakan uji korelasi
statistik non-parametrik Rank Spearman. Uji ini digunakan sebab data penulis
adalah data yang berdistribusi tidak normal.
Correlations
1,000 ,434**, ,002
47 47,434** 1,000,002 ,
47 47
Correlation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)N
Latar BelakangKeagamaan Responden
Perilaku MengkonsumsiKomoditas Halal/Tayyib
Spearman's rho
LatarBelakang
KeagamaanResponden
PerilakuMengkonsumsi KomoditasHalal/Tayyib
Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).**.
Tabel 4.7. Out put SPSS 11.0 Hasil Perhitungan Korelasi Spearman
Jadi nilai (rs) adalah positif sebesar 0,434. Artinya, ada hubungan positif antara
tingkat (relegiusitas) keagamaan responden terhadap perilaku mengkonsumsi
komoditas halal dan tayyib sebesar 0.434. Angka ini adalah angka yang signifikan
berdasarkan level signifikansi, 0,434 berada pada level lebih kecil dari 0,01 yaitu
sebesar 0.002.
F. Strategi Mengubah Preferensi Konsumsi Masyarakat kepada Preferansi Konsumsi
Islami
Pada pembahasan sebelumnya, penulis telah memaparkan data-data empiris
mengenai perilaku konsumsi masyarakat muslim di RW 015 Kelurahan Pamulang
Barat. Dapat diambil kesimpulan bahwa preferensi konsumsi masyarakat RW 015
Kelurahan Pamulang Barat secara bertahap telah menuju ke arah preferensi
konsumsi Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari 3 aspek besar dalam preferensi
konsumsi Islam; (1) kemurnian kualitas konsumsi ( halal/haram), (2) penunaian
zakat dan sedekah serta (3) hakikat Konsumsi dalam Islam.
Namun, dari ke-tiga aspek tersebut belum secara sempurna dilaksanakan oleh
masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat. Mengingat ada beberapa hal yang
harus menjadi perhatian bagi seluru masyarakat di Kelurahan tersebut. Bagian ini
akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya.
Secara psikologis, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap
preferensi konsumsi Islam agar menjadi sebuah perilaku/kebiasaan ada beberapa
tahap yang harus dilalui. Perhatikan gambar berikut;
Tidak (STOP) Negatif (STOP) Ya Positif Gambar 4.5. Tahapan psikologis menuju preferensi konsumsi Islami
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum sesuatu hal sampai
pada tahap kebiasaan dalam mengerjakannya, maka langkah awal yang harus
dibina adalah tahap pemahaman. Sebab, bilamana pemahaman seseorang terhadap
(1) PEMAHAMAN
(2) SIKAP
(3) TINDAKAN (4) PRILAKU/ KEBIASAAN
sesuatu telah tumbuh maka dengan sendirinya akan berbuah pada penentuan sikap
yang akan berujung proses bertindak dan bilaman tindakan tersebut dilakukan
berulang-ulang dilakukan maka dengan sendirinya sesuatu yang diajarkan tadi
akan menjadi sebuah kebiasaan. Sebut saja, sesuatu yang dimaksud dengan,
pelaksanaan zakat atas penghasilan bulanan (zakat profesi). Seorang konsumen
muslim akan mengeluarkan zakat pada penghasilan bulanannya bilamana ia
terlebih dahulu memahamai apa itu zakat (profesi), apa dasar hukumnya,
bagaimana cara mengeluarkannya dan lain sebagainya. Barulah setelah konsumen
muslim tersebut paham, atau paling tidak mengatahui, ia akan menentukan sikap
(positif) terhadap keharusan mengeluarkan zakat dan kemudian dengan sendirinya
ia akan membayar zakat (profesi).
Berangkat dari tahapan-tahapan tersebut, maka strategi yang tepat untuk
mengarahkan preferensi konsumsi masyarakat adalah DAKWAH.
Dakwah adalah upaya penyampaian hidayah kepada umat manusia. Dakwah
juga dapat berarti proses pembelajaran bagi setiap umat manusia atau yang biasa
disebut dengan sosialisasi. Tujuan dari dakwah adalah mengarahkan umat
manusia kepada jalan ‘ilahi’, yaitu jalan yang dapat mengantarkan manusia
kepada kebahagian dunia dan akhirat. Kata hidayah dalam bahasa Arab terdiri
dari hadâl dan yâ yang artinya antara lain menyampaikan dengan lemah lembut.79
79 Muhammad Muflih. Tingkat Pendapatan Masyarakat Perkotaan dan Pengaruhnya
terhadap Perilaku Konsumsi Ditinjau dalam Perspektif Ekonomi Islam (Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Ekonomi Islam) 2004. h. 173
Makna penyampaian dakwah dengan lemah lembut tidak dapat diartikan bahwa
dakwah itu bebas dari kritik. Ada kalanya bila terjadi kekhilafan manusiawi
dalam proses dakwah, kritik dapat menjadi instrumen penting bagi terciptanya
islah perbaikan dalam dakwah.
Terkait dengan dakwah sebagai strategi merubah prefereansi masyarakat ke
arah preferensi konsumsi Islami, berikut sebuah gambar mengenai sistem
permberdayaan konsumsi masyarakat berdasarkan perspektif Ekonomi Islam;
4.6. Sistem Dakwah dalam Permberdayaan Konsumsi Masyarakat
Pada gambar di atas, preferensi konsumsi Islam dibagi ke dalam tiga bagian;
(a) preferensi mengenai kualitas kemurnian konsumsi, (b) preferensi mengenai
Preferensi Konsumsi Islam
Masyarakat
1. Kualitas Kemurnian Konsumsi 2. Pelaksanan ZIS 3. Hakikat Aktifitas Konsumsi
1. Pemerintah Daerah 2. MUI / BP POM 3. LSM 4. PTI/PTS Islam
DAKWAH ; 1. Menyampaikan 2. Memberi Contoh 3. Memandu 4. Mengawasi
pelaksanaan zakat, infaq dan sedekah dan (c) Hakikat kegiatan konsumsi dalam
Islam. Penjelasan mengenai ketiganya akan dibahas pada paragraf selanjutnya.
Pemerintah daerah, MUI daerah, LSM, PTN/S dan Majlis Ta’lim merupakan
stake holder dalam upaya memberdayakan konsumsi masyarakat. Masing-masing
pihak harus dapat bersinergi, mengingat masing-masing bagian memiliki peran
yang berbeda. Misalnya, pemerintah daerah dalam hal ini berperan dalam upaya
menciptakan peraturan untuk menumbuhkan budaya altruism (ZIS) di masyarakat,
misalnya dengan menciptakan perda keteladanan. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
sebagai pihak yang terus-menerus mengawasi kualitas kemurnian konsumsi dari
umat muslim melalui fatwa halal/haram sebuah komoditas. BP POM sebagai pihak
yang terus-menerus mengawasi kualitas kemurnian kesehatan konsumsi melalui
pemeriksaan terhadap kandungan gizi dari objek konsumsi. Dalam hal ini MUI
dan BP POM memiliki fungsi yang hampir sama. Lembaga swadaya masyarakat
yang terjun langsung ke masyarakat dalam membina pola konsumsi mereka,
termasuk di dalam adalah Majlis Ta’lim yang biasanya rutin diadakan oleh pihak
pengurus masjid/mushalla setempat. Sedangkan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta
Islam merupakan pihak yang berperan dalam kegiatan-kegiatan penelitian ilmiah
dan pengembangan teori mengenai perilaku konsumsi masyarakat muslim.
Penelitian dan pengembangan teori konsumsi Islam sangat diperlukan. Mengingat
masih terbatasnya penelitian-penelitian empiris mengenai masalah ini.
Berkaitan dengan preferensi konsumsi Islam, terdapat 3 hal yang menjadi
perhatian dalam dakwah;
1. Dakwah Mengenai Kualitas Kemurnian Konsumsi
Perhatikan dua tabel berikut;
Berdasarkan studi yang penulis lakukan di RW 015 Kelurahan Pamulang
Barat terdapat sekitar 59,6% atau 28 responden yang selalu membaca dan
memastikan label halal setiap membeli produk, serta sebanyak 12 responden
Apakah bapak/ibu/sdr. membaca dan memastikan label Halal
setiap membeli produk ? Frekuensi %
Tidak Pernah 0 0
Jarang 0 0
Kadang-kadang 7 14,9
Sering 12 40,4
Selalu 28 59,6
Total 47 100
Tabel 4.8. Kebiasaan Membaca Label Halal Produk
Apakah bapak/ibu/sdr. membaca dan memastikan tanggal
kadaluarsa setipa produk yang akan dibeli? Frekuensi %
Tidak Pernah 0 0
Jarang 1 2,1
Kadang-kadang 1 2,1
Sering 5 10,6
Selalu 40 85,1
Total 47 100
Tabel 4.9. Kebiasaan Membaca Tanggal Kadaluarasa Produk
(40,4%) yang selalu membaca dan memastikan label halal setiap membeli
produk. Sedang 14,9 % atau 7 responden mengakui bahwa mereka kadang-
kadang akan membaca dan memastikan label halal setiap membeli produk.
Kemudian terdapat sekitar 85,1% atau 40 responden yang selalu
membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli,
serta sebanyak 5 responden (10,6%) yang sering membaca dan memastikan
tanggal kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli. Sedang responden yang
jarang dan terkadang membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa setiap
produk yang akan dibeli sejumlah 2 responden.
Kesadaran untuk membaca serta memastikan label halal dan tanggal
kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli memang telah ada dikalangan
masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat. Namun, prosentase
kebiasaan selalu membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa lebih tiggi
jumlahnya dibanding kebiasaan selalu membaca dan memastikan label halal.
Islam mendorong penggunaan barang-barang yang halal, baik dan
bermanfaat kepada setiap muslim. Kriteria dari barang-barang tersebut telah
dijelaskan kepada umat manusia dengan menggunakan prinsip-prinsip umum
yaitu halal dan tayyib. Penggunaan prinsip ini dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan bagi setiap muslim untuk menggunakan segala barang
yang baik, bermanfaat bagi dirinya, menyenangkan, lezat dan lain sebagainya,
selama dalam kerangka halal dan tayyib. Kebebasan yang diberikan Islam
kepada setiap muslim dalam berkonsumsi tak terlepas dari pandangan Islam
itu sendiri bahwa perbuatan memanfaatkan atau meng-konsumsi barang-
barang yang baik merupakan suatu kebaikan. Konsumsi dan pemuasan
(kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan hal-
hal yang tidak baik atau merusak.
Satu hal yang harus diingat bahwa, prinsip halal dan tayyib dalam proses
konsumsi (pendapatan dan penggunaan) tidak dapat dipisahkan-pisahkan.
prinsip ini bersifat komprehensif. Kata halal dan tayyib dalam ayat 168 pada
surat al-Baqarah bermakna ganda. Artinya, halal dan tayyib tidak hanya
berlaku pada konsumsi saja melainkan cara-cara untuk mendapatkan
penghasilan pun juga harus halal dan tayyib. Muhammad Abdul Mannan
menyatakan ;
“this condition carries the double significance of earning lawfully and not having been prohibited by law”
Artinya; “syarat ini ( dalam surat al-Baqarah : 168) bermakna ganda
penting mengenai mencari rezeki halal dan tidak melanggar hukum”
2. Dakwah Mengenai Menumbuhkan Kesadaran Bersedekah
Zakat (pengasilan bulanan) Frekuensi % Sedekah Frekuensi %
Ya 32 68, 1 Ya 34 72,3
Tidak 15 19,1 Tidak 13 27,7
Total 47 100 Total 47 100Tabel 4.10. Alokasi Zakat dan Sedekah Responden
Berdasarkan studi yang penulis lakukan di RW 015 Kelurahan Pamulang
Barat terdapat sekitar 68,1% atau 32 responden dapat mengeluarkan zakat atas
penghasilan bulanan mereka serta sebanyak 34 responden (72,3%) yang
mengalokasikan pendapatan mereka untuk bersedekah. Sedang 19,1 % atau 15
responden tidak mengeluarkan zakat atas pengahasilan bulanan mereka,
adapun 5 diantaranya memang tidak cukup nisab. 80 Dengan demikian ada
sekitar 10 responden yang tidak mengeluarkan zakat atas pengahasilan
bulanan mereka. Kemudian juga terdapat 27,7% atau 13 responden yang
tidak mengeluarkan sedekah. Kesadaran untuk melakukan sedekah
(zakat&sedekah ) memang telah ada dikalangan masyarakat RW 015
Kelurahan Pamulang Barat. Namun, alangkah lebih sempurnanya bila pihak-
pihak yang belum mengeluarkan sedekah (zakat&sedekah), bukan karena
tidak mampu melainkan belum mau, dapat tumbuh kesadaran dalam diri-nya
untuk mau menyisihkann sebagaian harta mereka kepada fakir-miskin dan
yang membutuhkan.
Berikut ayat-ayat Qur’an yang dapat digunakan untuk menumbuhkan
kesadaran bersedekah81, yaitu;
a. Allah Menyuruh Hambanya Untuk Berbuat Kebajikan
80 zakat atas penghasilan dikeluarkan dengan mengikuti nisab emas sebanyak 85 gram
(dihitung satu tahun) dengan harga Rp 230.000 /gram. Lihat Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani Press. 2002), h. 96-97
81 Afzalurrahman, Economic Doctrines …, h. 108
... ☺ ...
Artinya : “…berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah
berbuat baik...” {QS. al- Qasas / 28: 77}
Berdasarkan, tafsir al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab, kata
perintah ‘ahsin’/ (ÍÓä Ç) terambil dari kata ‘hasana’ (ÍÓä) yang berarti
baik. Bentuk kata yang digunakan adalah kata perintah dan membutuhkan
objek. Namun, objek tidak disebut, sehingga kata ‘ahsin’ merupakan kata
perintah yang mencakup segala kebaikan, bermula terhadap lingkungan,
harta benda, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, baik orang lain
maupun diri sendiri. Bahkan terhadap musuh pun dalam batas-batas yang
dibenarkan.82
Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara
impilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang menyeru kepada umat muslim agar
senantiasa dapat bersedekah (zakat, infaq dan sedekah) sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Bersedekah merupakan sebuah bentuk
kebajikan, yaitu kebajikan terhadap orang lain.
b. Sedekah Membentuk Kebajikan yang Sempurna
Islam senantiasa mengajarkan nilai-nilai moral yang tinggi untuk
membangun jiwa yang terpuji bagi setiap individu sehingga dalam dirinya
akan selalu muncul keinginan untuk membantu orang lain. Nilai-nilai
82 Shihab. Tafsir al-Misbah…, Vol 10, h. 405-407
moral inilah yang kemudian menjadi prinsip dasar Islam dalam
bersedekah. Allah SWT berfirman ;
☺
⌧
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” {QS. Ali –Imrân / 3: 92}
Ayat ini menunjukkan tentang perbuatan menafkahkan dari segala
sesuatu yang dicintai oleh seseorang, seperti harta benda dan sebagainya,
demi kepentingan masyarakat. Menurut, Muhammad Quraish Shihab
dalam tafsir al-Misbah, menyatakan bahwa harta yang dinafkahkan dalam
ayat ini (Ali –Imrân / 3: 92) adalah sebagian dari harta yang disukai (oleh
manusia).83
Perintah untuk bersedekah dalam ayat ini (Ali –Imrân / 3: 92) tidak
dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang sangat merugikan bagi
seseorang yang banyak harta. Bukti kasih sayang Allah pada umat muslim
yang menafkahkan sebagian hartanya yang disukai terdapat pada ayat
selanjutnya, yaitu segala sesuatu yang dinafkahkan oleh manusia baik
yang disukai atau tidak maka sesungguhnya Allah SWT Maha
83 Ibid, Vol 2, h. 151-152
Mengetahui, dan Dia yang akan memberikan, untuk yang bersedekah tadi,
ganjaran/pahala/kebaikan di dunia maupun akhirat.
Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara
impilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang menjadikan perbuatan sedekah
menjadi salah satu syarat bagi setiap muslim yang ingin mencapai
kebajikan sempurna dalam Islam.
c. Sedekah Menambah Kekayaan
Salah satu dampak dari eksistensi sistem kapitalisme yang telah masuk
ke dalam jiwa-jiwa setiap muslim di Indonesia adalah faham
utilitarianisme, yaitu sebuah dogma yang mengajarkan bahwa sebuah
kepuasan akan diperoleh dari mengkonsumsi/menggunakan sejumlah
barang tertentu. Artinya, barang merupakan objek yang dapat
menghasilkan kepuasaan.84 Manifestasi dari faham ini adalah setiap
harta/kapital yang dikeluarkan untuk menolong orang lain merupakan
tindakan yang merugikan, sebab kegiatan tersebut dapat menghambat
pertumbuhan harta/kapital. Sebagai contoh, bila seseorang yang memiliki
harta sebanyak 10 gram emas mensedekahkan 3 gram emas miliknya,
maka (berdasar pada faham utilitarianisme) sisa harta-nya adalah 7 gram
emas dan sedekah ini baginya adalah sebuah kerugian.
84 Mark Skousen, Sejarah Pemikiran Ekonomi; Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern.
Terj. Tri wibowo Budi Santoso, ( Jakarta : Prenada, 2005), h. 96
Islam membantah faham utilitarianisme ini dengan mengabarkan
kepada manusia, bahwa setiap sedekah yang dikeluarkan oleh seorang
muslim berdasarkan iman yang benar dan ketulusan hati justru akan
menambah harta kekayaan mereka di hadapan Allah SWT, Dia berfirman;
⌧ ☺
Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan
jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan
kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”
{QS. al-An‘âm / 6 : 160}
Dalam ayat ini, Allah SWT memberikan jaminan bagi setiap muslim
yang melakukan kebajkan (baca: sedekah) bahwa sedikitpun harta mereka
tidak akan berkurang, karena bersedekah, melainkan harta mereka akan
bertambah di hadapan Allah SWT dengan penambahan yang berlipat.
Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara
impilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang mendorong setiap muslim untuk
banyak-banyak bersedekah demi kepentingan masyarakat yang
membutuhkan.
d. Sedekah Menjamin Kesuksesan
Islam telah menjanjikan suatu akhir yang bahagia dan sukses bagi
orang-orang yang senantiasa dengan iman yang benar dan ketulusan hati
menafkahkan sebagaian harta mereka untuk kepentingan orang lain yang
membutuhkan. Allah SWT berfirman ;
...
☺
Artinya : “(3) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami
anugerahkan kepada mereka… (5) Mereka Itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung
(menang/sukses)” {QS. al-Baqarah / 2 : 3 dan 5}
Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara
expilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang memberikan kabar gembira pada
setiap muslim yang beriman, mendirikan sholat dan menafkahkan
sebagian harta bahwa mereka itulah orang-orang yang akan memperoleh
keberuntungan ‘muflihūn’ baik di dunia maupun akhirat.
3. Dakwah Mengenai Hakikat Kegiatan Konsumsi
Dalam Islam, kegiatan konsumsi pada hakikatnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani sehingga mampu
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat atau yang biasa disebut dengan
Falâh.
Kalimat penting yang harus menjadi dipahami adalah (falâh) yaitu
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam Islam, kebahagiaan di Dunia berarti
terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi.
Sedang kebahagiaan di akhirat kelak berarti keberhasilan manusia dalam
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya (ibadah) sebagai hamba Allah
sehingga mendapatkan ganjaran dari Allah SWT yaitu kenikmatan ukhrawi
(surga). Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat dituntut
harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan patuh pada
peraturan dan ketentuan yang telah Allah SWT ciptakan bersamaan dengan
pelaksanaan segala aktifitas ekonomi manusia, termasuk di dalamnya
ketentuan mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh umat muslim.
Monzer Kahf menyatakan bahwa falâh merupakan fungsi dari nilai
keagamaan, psikologis, budaya, legalitas, politik dan faktor lain yang
mempengaruhi pilihan konsumen.85 Seseorang yang ingin mendapatkan falâh
dari aktifitas konsumsinya adalah seorang konsumen muslim yang mampu
mengimplementasikan ketentuan Islam dalam hal proses konsumsi. Misalnya,
85 Kahf. The Demand…, h. 26
pelaksanaan ZIS dalam konsumsi, kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam seperti
halal, tayyib, dan moderat. Perhatikan gambar berikut ini;
Falâh -------- Hamba Allah dan Makhluk Ekonomi
Halal Tayyib
Moderat
{Nilai-nilai Islam}
Pendapatan
Y
Konsumsi Pribadi
C
Konsumsi Sosial
FS
Tabungan dan
Investasi
S/I
{ Proses Konsumsi Dalam Islam }
Keimanan / Kehidupan / Keturunan / Pendidikan / Kekayaan /
dîn nafs nasl aql mâl
{ Maqâsid Syariah }
Maslahat Gambar 4.7. Rancang Bangun Konsumsi Islami
BAB V
KESIMPULAN
I. Kesimpulan
1. Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf ;
a. Muhammad Abdul Mannan Mannan membagi bentuk konsumsi ke dalam
tiga bagian ; yaitu konsumsi individu, konsumsi sosial atas dasar Allah
dan investasi untuk menyokong kehidupan masa datang. Ke semua bagian
dari konsumsi tersebut harus dikelola secara seimbang. Islam menghargai
kegiatan konsumsi dengan mencegah kemubaziran dan kikir. Atas dasar
ini sebuah konsep ‘kesederhanaan konsumsi’ moderation consumption
muncul dalam Islam. Ketentuan Islam mengenai konsumsi dikendalikan
oleh lima prinsip, yaitu keadilan (righteousness), kebersihan (cleanliness),
kesederhanaan (moderation), kemurahan hati (beneficence) dan moralitas
(morality).Terdapat tiga bagian dari kebutuhan seseorang, yaitu keperluan
(necessities), kesenangan (comforts) dan kemewahan (luxuries).Dengan
hanya melarang produksi barang-barang mewah tanpa disertai dengan
pola pembagian kekayaan dan pendapatan, rupanya sama sekali tidak akan
meredakan persoalan ekonomi.Keberadaan larangan dan perintah
mengenai makanan dan minuman harus dilihat sebagai usaha untuk
meningkatkan sifat perilaku konsumen. Dengan mengurangi pemborosan
yang tidak perlu, Islam menekankan perilaku mengutamakan kepentingan
orang lain
b. Menurut Kahf rasionalisme Islam dinyatakan sebagai alternatif yang
konsisten dengan nilai-nilai Islam. Faktor-faktor non-matrealistik
Imponderables tidak dapat dipisahkan dari analisis terhadap perilaku
konsumen dalam Islam. Unsur-unsur pokok dari rasionalisme Islam adalah
sebagai berikut ; Konsep Keberhasilan, Skala Waktu Perilaku Konsumen
dan Konsep Harta. Harta dan pendapatan seorang muslim akan
dipergunakan untuk tiga keperluan, yaitu alokasi kebajikan (untuk
mendekatkan diri pada Allah), tabungan dan konsumsi itu sendiri. Barang-
barang yang tidak memiliki kebaikan dan tidak membantu meningkatkan
manusia, menurut konsep Islam, bukan barang dan tidak dapat dianggap
sebagai milik atau aset umat muslim. Oleh sebab itu, barang-barang yang
dilarang (untuk dikonsumsi) tidak dianggap barang dalam Islam. Ajaran-
ajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara
wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak di antara kekikiran dan
pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar)
dianggap isrâf dan tidak disenangi Islam.
2. Hasil dari analisis himpunan dapat dinyatakan bahwa ; variabel Proses
Konsumsi milik Mannan dan Keseimbangan Konsumsi milik Kahf adalah
sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak
langsung bermuara pada penjelasan mengenai penggolongan dari kegiatan
konsumsi dalam Islam yang harus dilakukan secara seimbang. Variabel
Prinsip Konsumsi Islam milik Mannan dan Konsep Barang dalam Islam serta
Etika Konsumsi Islam milik Kahf adalah sama. Eksplorasi pemikiran kedua
tokoh pada konteks ini secara tidak langsung bermuara pada penjelasan
mengenai norma, prinsip dan hukum secara umum yang terkait dengan
kegiatan konsumsi dalam Islam. Variabel Hakikat Perilaku Konsumen dan
Kebutuhan serta Urutan Prioritas milik Mannan dan Rasionalisme (perilaku
konsumen) Islam milik Kahf digolongkan ke dalam variabel – variabel yang
berdiri sendiri dan tidak memiliki kesamaan pokok bahasan. Dari pemikiran
kedua tokoh tersebut dapat dikembangkan 3 buah konsep baru dalam
konsumsi Islam; yaitu (1) Prinsip halal dan tayyib, (2) Konfigurasi pilihan
konsumsi dan (3) Perencanaan konsumsi Islami.Terdapat 2 faktor yang
menyebabkan adanya perbedaan dan persamaan dari pemikiran Muhammad
Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang ekonomi Islam khususnya dalam
kajian tentang konsep konsumsi, yaitu Pertama, Latar Belakang Pendidikan.
Dalam konteks ini, faktor latar belakang pendidikan mereka yang merupakan
lulusan Barat menjadi faktor penyebab terjadinya persamaan. Mannan dan
Kahf sama-sama menggunakan pendekatan modeling (matematika/fungsi)
dalam menjelaskan proses konsumsi. Kedua, Latar Belakang Kondisi Sosial
dan Politik. Dalam konteks ini, faktor latar belakang sosial politik mereka
menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran. Mannan hidup
disaat Bangladesh (negaranya) mengalami ketimpangan distribusi pendapatan.
Oleh sebab itu, Mannan sangat menekankan pada pemikiran redistribusi
pendapatan dalam perilaku konsumsi seseorang melalui pola hidup wajar
moderation dan pelaksanaan ZIS. Sedang, Kahf lebih beruntung dari Mannan,
ia hidup pada kondisi sosial dan politik yang stabil di negaranya waktu itu
(tahun 1940 sampai 1970). Pemikiran Kahf yang sangat berbeda dari Mannan
adalah penggunaan Rasionalisme Islam dalam aktifitas konsumsi terutama
pada perilaku konsumsi seorang muslim.
3. Sebagaimana telah diketahui bahwa ada hubungan positif antara tingkat
(relegiusitas) keagamaan responden terhadap perilaku mengkonsumsi
komoditas halal dan tayyib sebesar 0,434. Angka ini adalah sebuah angka
yang signifikan. Oleh sebab itu strategi utama yang tepat dalam upaya
perberdayaan konsumsi masyarakat adalah Dakwah. Dakwah adalah upaya
penyampaian hidayah kepada umat manusia. Tujuan dari dakwah adalah
mengarahkan umat manusia kepada jalan ‘ilahi’, yaitu jalan yang dapat
mengantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat. Terkait dengan
dakwah sebagai strategi merubah preferensi masyarakat ke arah preferensi
konsumsi Islami, maka Pemerintah daerah, MUI daerah, LSM, PTN/S dan
Majlis Ta’lim memiliki peran dalam strategi ini. Ke semua instsitusi tersebut
merupakan stake holder dalam upaya memberdayakan konsumsi masyarakat.
Masing-masing pihak harus dapat bersinergi, mengingat masing-masing
bagian memiliki peran yang berbeda.
J. REKOMENDASI ;
Saran dibuat berdasarkan studi empiris mengenai preferensi konsumsi
masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat dan ditujukan kepada pihak-pihak
yang terkait dengan upaya pemberdayaan konsumsi masyarakat indonesia, khususnya
masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Permai Barat:
1. Kepada seluruh pihak mulai dari pemerintah daerah, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Daerah, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), civitas akdemik di Perguruan Tinggi Islam
Negeri / Swasta (PTIN/S) agar dapat bersinergi dalam upaya melakukan
sosialisasi, pelaksanaan dan monitoring terhadap preferensi konsumsi
masyarakat, khususnya masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Permai
Barat.
2. Kepada Pemerintah Daerah, yaitu Kecamatan Pamulang dan Kelurahan
Pamulang Barat; agar dapat menindaklanjuti preferensi konsumsi masyarakat
melalui pembuatan Peraturan Daerah (Perda). Misalnya, Perda tentang
kedermawanan. Perda semacam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
kesadaran berderma (zakat/sedekah) serta meng-eleminir perilaku boros dan
kikir dalam penggunaan harta di kalangan masyarakat secara yuridis. Selain
itu, pemerintah daerah juga harus aktif dalam monitoring dan evaluasi
lapangan mengenai preferensi konsumsi masyarakat, khususnya pada aspek
kualitas kemurnian konsumsi. Hal ini dapat di tempuh melalui inspeksi
mendadak (Sidak) ke tempat-tempat pembelanjaan yang ada di Pamulang
untuk kemudian dilakukan evaluasi.
3. Kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM), khususnya di Kecamatan Pamulang; agar secara aktif
melakukan pengawasan mengenai kualitas konsumsi masyarakat dengan
memonitoring secara berkala aspek kehalalan dan kesehatan dari produk-
produk dan jasa yang sudah ada dan akan masuk ke pasar di wilayah
Pamulang.
4. Civitas akdemik di Perguruan Tinggi Islam Negeri / Swasta (PTIN/S) yang
ada di Pamulang; agar secara aktif dan berkala melakukan penelitian-
penelitian mengenai preferensi konsumsi masyarakat Pamulang. Keberadaan
penelitian dimaksudkan untuk memperoleh data-data empiris dari
preferensi/pola konsumsi masyarakat Pamulang. Data-data tersebut dapat
berfungsi sebagai media untuk mengetahui kriteria preferensi konsumsi
masyarakat Pamulang. di samping itu, data penelitian juga dapat berfungsI
sebagai media untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah dan pihak
terkait lainnya dalam mengawasi perilaku konsumsi masyarakat. Misalnya,
pertumbuhan kesadaran ber-sedekah dan peningkatan kesadaran
mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib. Kemudian, diharapkan kepada
seluruh perguruan tinggi untuk mengembangkan Ekonomi Islam dari sisi
teoritis dan praktis.
5. Kepada para ulama, ustadz dan ustadzah; agar secara terus-menerus
menyampaikan dakwah-dakwah yang terkait dengan preferensi konsumsi
Islam (misalnya; zakat, sedekah, halal, tayyib, dan lain-lain). Dakwah yang
dimaksud adalah dakwah dengan lisan (dakwah bi al-Lisan) dan dakwah
dengan perbuatan/tauladan (dakwah bi al-Hal). Penyampaian dakwah dengan
lisan (dakwah bi al-Lisan) kepada masyarakat dapat dilakukan melalui majlis
ta’lim, pengajian mingguan dan kegiatan islami lainnya yang bertujuan untuk
melakukan pembianaan secara ke-ilmuan langsung kepada masyarakat.
Sedang dakwah dengan perbuatan/tauladan (dakwah bi al-Hal) dapat
dilakukan melalui kegiatan bermasyarakat sehari-hari dengan cara memberi
contoh langsung kepada masyarakat yang bertujuan untuk melakukan
pembinaan secara praktek/kebiasaan langsung kepada masyarakat. Proses
menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap preferensi konsumsi Islam
tidak mudah dan dibutuhkan kesabaran dari para ulama, ustadz dan ustadzah.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’an al-Karim
Abbas, Ahmad Sudirman. Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh. Cet. Ke-1.
Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta. 2004.
Ahmad, Habeb. Role of Zakat and Awqaf In Poverty Allevation. Jeddah : IDB,
Islamic Research and Training. 2004.
Ali, Atabik dan Zuddi, Ahmad. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta :
Multi Karya Grafika. 1998.
Amalia, Euis. Ekonomi Islam : Konstruksi Ilmu, Pengembangan Sistem dan
Kelembagaan. Makalah yang dipresentasikan pada mata kuliah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2005.
_____________. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari masa Klasik hinga
Kontemporer. Jakarta : Pustaka Asatruss. 2005.
_____________. Teori Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam; Analisis
Perilaku Konsumen menurut Muhammad Fahim Khan. Jurnal Pemikiran
Islam Konstekstual (JAUHAR). Vol 4. No 1. Juni, 2003.
Assauri, Sofjan. Matematika Ekonomi. Ed.2. Cet. 21. Jakarta : Raja Grafindo
Persada. 2002.
Basri, Faisal. Tantangan Baru Perangi Kemiskinan. Paper yang diakses pada hari
Kamis, 23 Mai 2008 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/f/faisal-
basri/publikasi/02.shtml
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan). Jakarta Rieneke
Cipta. 1998.
Bukhâri, Abdullah Muhammad ibn Isma´îl. Sahîh Bukhâri. Jil 1.
Kairo : Darul Fikr. 1998.
Choudhury, Masudul Alam. Contribution to Islamic Economic Theory.
New York : St. Martin’s Press. 1986.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka. 1988.
Direktorat Badan Statistik. Banten dalam Angka 2006/2007. Jakarta : Badan Pusat
Statistik. 2007.
____________________. Indikator Ekonomi . Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007.
____________________. Pengeluaran untuk Konsumsi penduduk Indonesia Per-
Provinsi 2007, Book 1 dan 3. Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007.
____________________. Statistik Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007.
Echols, John dan Sadily, Hasan. Kamus Bahasa Inggris Indonesia. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama. 2003.
Gholib, Achmad. STUDI ISLAM : Pengantar Memahami agama, al-Qur’an, al-
Hadits dan Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Faza Media. 2006.
Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani
Press. 2002.
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama. 2000.
Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta :IITI. 2004.
_____________________. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. Ed 3.
Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2006.
Kahf, Monzer. Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi
Islam. Terj. Machnul Husein. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1995.
___________. The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective.
Makalah yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi
Syariah (PRIDES). Sabtu, Maret 2008.
____________. Zakah Management in Some Muslim Societies. Kairo : International
Association of Islamic Banks /IDB. 1993.
Khairani, Henny. Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi, Tabungan Dan
Zakat ; Studi Kasus di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Depok. ( Skripsi S-1
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Muamalat)
2006.
Khan, Muhammad Fahim. Essays In Islamic Economics. United Kingdom : The
Islamic Foundation. 1995.
Khan, Muhammad Akram. An Introduction to Islamic Economics. Pakistan :
International Institute of Islamic Thought. 1994.
Kharies. Konsumerisme Menjebak Bangsa Indonesia ke Dalam Kapitalisme. Artikel
yang diakses dari http://ardian.awardspace.info/detail.php?recordID=2
Lahmanindra, Sonarja. Kampanye Konsumerisme di Kalangan Remaja Bandung,
Artikel yang diakses dari http://digilib.unikom.ac.id/go.php?id=
jbptunikompp-gdl-s1-2006-sonarjalah-3065.
Luqman. Biografi M.A Mannan. Artikel yang diakses melalui maillis ekonomi-
syariah dari http://luqmannomic.wordpress.com/2007/09/18/dr-abdul-
mannan/. 21 November 2007.
Majid, Aidil Akbar. Yang Tidak Diketahui dari Kartu Kredit. Artikel edisi Minggu 8
April 2007 yang diakses dari http://www.mediakonsumen. com/ Artikel460.
html.
Mannan, Muhammad Abdul. Economic Development and Social Peace in Islam.
Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation. 1989.
_______________________.Islamic Economics; Theory and Practice (Foundation of
Islamic Economics). England: Holder and Stoughton Ltd. 1986.
_______________________. The Frontier of Islamic Economics. India : Idharah
Adhabiyat. 1984.
_______________________. The Making of Islamic Economic Society; Islamic
Dimensions in Economic Analysis. Kairo : International Association of
Islamic Banks. 1984.
_______________________. Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen
Keuangan Islam. Terj. Tjasmijanto dan Rozidyanti. Depok : CIBER dan
PKKT-UI. 2001.
Mauludi, Ali. Statistik 1 ; Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial. Ciputat : Prima Heza
Lestari. 2006.
Metwally, M.M. Teori dan Model Ekonomi Islam. Terj. Husein sawit. Jakarta : PT
Bangkit Daya Insana.1995.
Moleong, Lexy.J. Metode Penelitian Kualitatif, (edisi : revisi). Bandung : PT Remaja
Rosda Karya. 2006.
Muflih, Muhammad. Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006.
_________________. Tingkat Pendapatan Masyarakat Perkotaan dan Pengaruhnya
terhadap Perilaku Konsumsi Ditinjau dalam Perspektif Ekonomi Islam : Studi
terhadap Penduduk Berpenghasilan Tetap Muslim Kota Tangerang .
(Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Konsentrasi Ekonomi Islam) 2004.
Mukti, Hari. Ubah Pola Pikir Hedonisme. Materi ceramah yang diakses dari
www.antara.co.id/arc/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme
Muslim, Abu Husain. Sahîh Muslim. Riyâd : Dar – Salâm. 1998.
Natsir, Muhammad. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998.
Pratomo, Eko.P. Cara Mudah Mengelola Keuangan Keluarga Secara Islami. Jakarta:
Hijrah Institut. 2004.
Priono, Djaka Heru. Konsep Ekonomi Islam Baqir Sadr dan Monzer Kahf : Sebuah
Studi Komparasi. ( Skripsi S-1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Jurusan Muamalat) 2006.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. Terj. Abu Hana Zulkarnaen dan
Abdurrahim Mu’thi. Cet. Ke-1. Jakarta : Media Eka Sarana. 2004.
______________. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Terj. Zainul Arifin dan Dahlia
Husin. Jakarta : Gema Insani Press. 1997.
______________. Hukum Zakat. Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin dan
Hasanuddin. Jakarta : Litera Antar Nusa dan Mizan. 1996.
Rahardja, Pratama, Mandala Manurung. Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar.
Jakarta : Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004.
Rahman, Afzalur. Economic Doctrines of Islam, Vol.2. Pakistan : Islamic
Publications. 1985.
Sâbûni, Muhammad ´Ali. Mukhtasar Tafsir Ibn Katsîr. Qahiroh : Darul Sâbûni. 1999.
Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : UIN
Jakarta Press.2006.
San´âni, Muhammad ibn Ismâ´îl al-Amîri al-Yamîn. Subûlussalâm, Jil 3.
Kairo : Darul Hadits .2000.
Schiffman, Leon.G dan Kanuk, Leslie Lazar. Perilaku Konsumen. Terj. Zoelkifli
Kasip. Jakarta : Indeks. 2004.
Sholahuddin, Muhammad. Asas-Asas Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 2007.
Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an. Vol. 1,2,10,13 dan 14. Jakarta : Lentera Hati.2002.
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi Dalam Islam. Terj. Anas Sidik.
Jakarta : PT Bumi Aksara. 2004.
Skousen, Mark. Sejarah Pemikiran Ekonomi; Sang Maestro Teori-teori Ekonomi
Modern. Terj. Tri wibowo Budi Santoso. Jakarta : Prenada. 2005.
Subana, Muhammad, Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung :
Pustaka Setia. 2005.
Sugiyanto. Analisis Statistika Sosial. Malang : Bayu Media. 2004
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : Raja grafindo Persada.
2002.
Suma. Muhammad Amin. Menggali Akar, Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan
Islam. Jakarta : Kolam Publishing. 2008.
Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005.
Suyûti, Jalâluddin ibn Abu Bakr. al-Jâmiu´ al-Saghîr fi Ahâditsi al-Basyîri al-Nazîr.
Beirut : Darul Kitab Ilmiyyati. 2003.
Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi.
Ciputat : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2007.
ttn. Monzer Kahf : Dari Syiria ke AS Sebarkan Ekonomi Islam. Majalah Ekonomi
Syariah Vol. 7 No. 1. 2008/1429 H.
ttn. Al-Munjid Fil Lughati. Beirut, Libanon : Darul Masyruq. 1986.
Yasni, Muhammad Gunawan. Ekonomi Sufistik ; Adil dan Membahagiakan.
Bandung : Mizan. 2007.
Yusuf, Arif Anshory. Mengkaji Lagi Ketimpangan Di Indonesia. Artikel Koran edisi
kamis 14 September 2006 yang diakses dari http://www.kompas.com /
kompas-cetak/ 0609/14/ opini/ 2953496. htm.
Kahf, Monzer. A Contribution to the Theory of Consumer Behavior in an Islamic
Society. Kairo : International Association of Islamic Banks. 1984.
Ayat – ayat Qur’an yang berkaitan dengan kegiatan Konsumsi dalam ekonomi Islam;
1. al- Mâidah : 90-91 (pada halaman 30 )
☺ ☺ ☺
☺
☺
☺
2. an-Nahl : 76 (pada halaman 38)
⌧ ☺ ⌧
⌧ ☺
artinya : (76) Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang
seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas
penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat
mendatangkan suatu kebajikanpun. samakah orang itu dengan orang yang
menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?
3. al- Furqân : 67 (pada halaman 43)
⌧
Artinya : ‘Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah
antara yang demikian.’ (QS. al- Furqân : 67)
☺Artinya : (90) ‘Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (91) Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).’
Ali, Atabik dan Zuddi, Ahmad. Kamus Kontemporer Arab Indonesia.
Yogyakarta : Multi Karya Grafika. 1998.
Maslahat :Mashala; kemanfaatan, kepabikan dan kepentingan 1741 Halal ;mubah 789 Thayyib :yang baik, yang bagus, yang enak dan yang lezat 1245 Falah/Aflaha :mendapat yang dicari, sukses dan berhasil dengan baik.
Indo Maslahat : sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan. 720 Falah : kemenangan Halal : diizinkan (tidak dilarang oleh syara’) sah. 383 Tayyib : bagus 1151
M. Amin Suma; bathil lawan dari Haq ; sia-sia, palsu, salah dusta, tukuang
sihir dan setan, dll, 324
9. Konsep Konsumsi dalam Islam
M.A Mannan seorang pemikir Ekonomi Islam mencoba mendefenisiskan
‘konsumsi’ sebagai “Permintaan, yaitu permintaan akan hasil produksi.”86
Menurutnya, konsumsi tidak hanya sebatas mengkonsumsi barang secara fisik
tangible goods melainkan juga berlaku pada barang yang tidak berwujud
intangible goods . Hal ini didasarkan pada kebutuhan dasar manusia basic needs
yang dibagi ke dalam 2 golongan; yaitu makanan ( berwujud ) dan keamanan
( tidak berwujud ).
Allah SWT berfirman;
“(Allah) Yang telah memberi makanan kepada mereka
untukmenghilangkanlapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”.
{ QS. Quraisy : 4 }
Konsumsi secara matematis dapat dikaji melalui 2 pendekatan ekonomi,
yaitu keseimbangan ekonomi (equilibrium) dan pengeluaran konsumsi otonom
(outonomous consumption). Keseimbangan ekonomi dalam konsumsi adalah
86 Mannan. Islamic Economics. h. 44
terjadinya hubungan yang seimbang antara pendapatan (Y) dan pengeluaran (C).
dimana C sudah merupakan gabungan antara konsumsi dan Final Spending (FS),
yaitu infaq dan sedekah serta juga ditambahkan S (saving). Artinya, bahwa
tingkat konsumsi seseorang muslim juga bergantung pada tingkat pendapatan
yang dimilikinya.87 Sedangkan pengeluaran konsumsi otonom adalah konsumsi
minimum yang harus dilakukan seorang muslim walaupun tidak memiliki
pendapatan. Pendekatan ini berasal dari kajian terhadap hasrat marjinal
berkonsumsi (Marjinal Propensity to Consume/MPC).88 Berikut ilustrasinya;
Keseimbangan Ekonomi Autonomous Consumption
Y = C ⇒ C = C + FS ⇒ + S
Maka Y = (C+FS) + S
dimana;
Y = Pendapatan
C = Konsumsi
S = Saving
FS (Final Spending) = Sedekah dan
Infak
C = a + bY
MPC = ∆C/∆Y
dimana;
A dan b adalah konstan a > 0 ; 0 < b < 1
C = Konsumsi
a = besarnya pengeluaran konsumsi bila
pendapatan tidak ada (konsumsi otonom)
b = MPC = Marjinal Propensity to
Consume
Gambar 1.F.1. Rumus Equilibrium dan Autonomous Consumption
87 Eko Suparyitno. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005. hal 50 88 Ibid. hal 51 dan juga terdapat dalam M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam.
Terj. Husein sawit. Jakarta : PT Bangkit Daya Insana.1995. hal 48.
10. Interseksi
Interseksi (irisan) dari dua buah himpunan adalah merupakan himpunan
yang terdiri dari unsur yang menjadi anggota baik dari himpunan yang satu
maupun dari himpunan lainnya.89 Notasi atau tanda yang menyatakan interseksi
dari dua buah himpunan adalah ∩. Berikut contoh interseksi dari dua buah
himpunan ditunjukkan dengan diagram Venn;
A B
A ∩ B
Gambar 1.F.2. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-himpunan A dan B
5. Konsep Konsumsi Islam dan Konsumsi Kapitalis (Matrealistik)
Pada paragraf ini, penulis akan mengemungkakan 3 perbedaan antara konsep
konsumsi dalam Islam dan Kapitalis Matrealistik. Tujuan Konsumsi, variable
konsumsi dan objek konsumsi. Berikut penjelasannya ;
Tujuan konsumsi dalam Ilmu Ekonomi Barat (matrealis) adalah pemenuhan
kebutuhan hidup dengan cara memaksimalkan utilitas dari sebuah barang
(maximaizing utilities) untuk memperoleh kepuasan khusus. Konsep utilitas
89 Sofjan Assauri. Matematika Ekonomi. Ed.2. Cet. 21. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2002. h. 12 – 14.
merupakan dasar ditetapkannya keinginan-keinginan seseorang.90 Konsep utilitas
jelas bersifat subyektif dan bebas nilai. Artinya, setiap orang yang menggunakan
konsep utilitas dalam kegiatan konsumsi-nya berhak menentukan kepuasan
mereka berdasarkan kriteria-kriteria mereka sendiri. Hasilnya, akan muncul
sebuah tindakan yang bebas nilai. Segala sesuatu atau barang apapun yang dapat
memuaskan keinginan mereka, maka mereka akan berusaha memenuhinya tanpa
peduli dengan efek-efek negatif terhadap orang lain. Konsumsi terhadap khamr,
babi, judi, spekulasi dan lain sebagainya yang dilarang dalam Islam tidak menjadi
masalah dalam konsep ini selama komoditas-komoditas tersebut dapat
memuaskan mereka.
Tujuan konsumsi dalam konsep kapitalis sangat berbeda dengan Islam. Tujuan
konsumsi dalam Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun
ruhani (maslahat) sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya
sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat
(falah). Konsep maslahat dalam Islam merupakan dasar ditetapkannya kebutuhan-
kebutuhan manusia.91 Maslahat berarti terpeliharanya lima tujuan hidup manusia
yaitu agama, jiwa, keturunan, akal (pendidikan) dan harta. Konsep maslahat tidak
bersifat subjektif (dalam arti khusus) dan tidak bebas nilai. Ia dikendalikan oleh
90 Euis Amalia. Teori Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam; Analisis Perilaku
Konsumen menurut Muhammad Fahim Khan. Jurnal Pemikiran Islam Konstekstual (JAUHAR). Vol 4. No 1. Juni, 2003. h. 11
91 Ibid. h. 11 dan baca juga Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari masa Klasik hinga Kontemporer. Jakarta : Pustaka Asatruss. 2005. h. 213
nilai-nilai Islam yang bersumber dari Qur’an dan Hadits. Implikasi konsep
maslahat dalam kegiatan konsumsi Islam adalah (a) konsumsi
merupakan alat untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dan (b) adanya
nilai-nilai (normatif/ilahiah) yang harus dijaga dalam berkonsumsi.
Fungsi konsumsi pada konsep kapitalis hanya berputar konsumsi saja, di mana {C
= f (Y,C,S/I)}. Zakat dan sadaqoh (sumbangan) bukan termasuk dari fungsi
konsumsi. Fungsi konsumsi dalam Islam tidak hanya berputar konsumsi saja.
Zakat, sedekah (sumbangan) termasuk dari fungsi Konsumsi. Mannan
menamakan varibel tersebut sebagai konsumsi sosial.92 Jadi, fungsi konsumsi
dalam Islam ditulis dengan persamaan {C = f(Y,FS,S/I)}. Final Spending (FS)
merupakan kewajiban finansial bagi setiap muslim. Yang termasuk dalam
kategori FS adalah zakat, sedekah, wakaf dan lain sebagainya yang ditujukan
untuk mengabdi kepada Allah. Final Spending muncul dalam ekonomi Islam
sebagai instrumen redistribusi pendapatan di masyarakat dan peningkatan daya
beli (purchasing power) masyarakat miskin.
Dalam ekonomi modern (kapitalis/matrealis) segala sesuatu memiliki nilai
manfaat ekonomik bilamana ia dapat dipertukarkan di pasar. Artinya, Komoditas
apapun yang dapat diserap oleh pasar akan memiliki nilai manfaat ekonomik dan
juga dapat dikonsumsi oleh masyarakat selama komoditas tersebut dapat
92 Muhammad Abdul Mannan. The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions
in Economic Analysis. Kairo : International Association of Islamic Banks. 1984. Chapter 13 : Consumption Function. h. 290-291
memuaskan keinginan mereka. Minuman keras, daging babi, perjudian dan lain
sebagainya dalam konsep kapitalis merupakan komoditas yang bernilai ekonomik
dan dapat dikonsumsi. Dalam Islam merupakan salah satu syarat yang perlu tetapi
tidak memadai untuk mendefenisikan bahwa komoditas dapat memiliki nilai
manfaat ekonomik bilamana ia dapat dipertukarkan dipasar. Segala sesuatu yang
dapat memberikan manfaat ekonomik seharusnya juga dapat bermanfaat secara
moral. Tidak ada pemisahan antara nilai ekonomik dan moral dalam
mendefenisikan kemanfaatan suatu komoditas. Atas dasar ini objek konsumsi
dalam Islam harus meliputi segala komoditas yang berguna dan baik yang
manfaatnya dapat menimbulkan perbaikan secara material, moral maupun spritual
pada konsumennya.
Analisa Korelasi Tingkat (relegiusitas) Keagamaan {X} Responden dan Perilaku Konsumsi Komoditas Halal dan Tayyib {Y}
No Kode X Y X2 Y2 XY
1 Ir 1 61 28 3721 784 1708 2 Ir 2 64 30 4096 900 1920 3 Ir 3 71 25 5041 625 1775 4 Ir 4 66 27 4356 729 1782 5 Ir 5 55 28 3025 784 1540 6 Ir 6 69 28 4761 784 1932 7 Ir 7 55 25 3025 625 1375 8 Ir 8 54 26 2916 676 1404 9 Ir 9 82 30 6724 900 2460
10 Ir 10 75 26 5625 676 1950 11 Ir 11 73 28 5329 784 2044 12 Ir 12 51 30 2601 900 1530 13 Ir 13 49 22 2401 484 1078 14 Ir 14 77 30 5929 900 2310 15 Ir 15 64 27 4096 729 1728 16 Ir 16 72 30 5184 900 2160 17 Ir 17 67 30 4489 900 2010 18 Ir 18 70 30 4900 900 2100 19 Ir 19 64 23 4096 529 1472 20 Ir 20 63 22 3969 484 1386 21 Ir 21 85 30 7225 900 2550 22 Ir 22 61 25 3721 625 1525 23 Ir 23 73 30 5329 900 2190 24 Ir 24 67 22 4489 484 1474 25 Ir 25 59 29 3481 841 1711 26 Ir 26 66 28 4356 784 1848 27 Ir 27 66 29 4356 841 1914 28 Ir 28 68 28 4624 784 1904 29 Ir 29 72 30 5184 900 2160 30 Ir 30 67 26 4489 676 1742 31 Ir 31 49 23 2401 529 1127 32 Ek 1 56 28 3136 784 1568 33 Ek 2 56 27 3136 729 1512 34 Ek 3 51 28 2601 784 1428
35 Ek 4 71 30 5041 900 2130 36 Ek 5 67 28 4489 784 1876 37 Ek 6 63 30 3969 900 1890 38 Ek 7 57 28 3249 784 1596 38 Ek 8 58 30 3364 900 1740 40 Ek 9 72 27 5184 729 1944 41 Ek 10 63 26 3969 676 1638 42 Ek 11 57 27 3249 729 1539 43 Ek 12 76 30 5776 900 2280 44 Ek 13 67 30 4489 900 2010 45 Ek 14 73 28 5329 784 2044 46 Ek 15 58 28 3364 784 1624 47 Ek 16 71 30 5041 900 2130 3051 1300 201325 36224 84758
rxy
=
n ∑xy- ( ∑x )( ∑y )
[ n ∑x2 – ( ∑x ) 2 ] [ n ∑y2 – ( ∑y )
2 ]
=
47 (84758) - ( 3051 )( 1300 )
[ 47 (201325) – ( 3051 ) 2 ] [ 47(36224) – ( 1300 )
2 ]
=
3983626 - 2966300
[153674] [ 12528 ]
= 17326 / 4387
= 0,395
Info Tambahan Angket
B1 B2 B3 KODE INFO KODE INFO KODE INFO Ek 14 Akademi Ir 7
Ir 9 Ir 13 Ir 24 Ir 25 Ir 26 Ir 28 Ir 30 Ek 3
Ek 14 Ek 15
Rumahan Wiraswasta
Property Produksi
Pns Telkom
Rumahan Pertambangan Jasa Tenaker Percetakan
Sosial
Ir 3 Ir 7 Ir 8
Ir 10 Ir 11 Ir 13 Ir 14 Ir 15 Ir 18 Ir 19 Ir 20 Ir 24 Ir 25 Ir 26 Ir 27 Ir 28 Ek 1 Ek 3 Ek 8
Ek 13 Ek 14 Ek 15
Distributor Ibu rumah tangga
Teknisi Konsultan Akuntan Staf IT
Karyawan Akuntan
Owner angkot Karyawan Pegawai Pegawai Pegawai
Pegawai/pensiunan Karyawan
Ibu rumah tangga Administrasi Supervisor
Administrasi Supir Staf
Volunteer
B25 B26 KODE INFO KODE INFO
Ir 1 Ir 26 Ek 9 Ek 2
Menikmati hidup apa adanya Manfaat sesuai kemampuan
Lain2 Membahagiakan keluarga
Ir 1 Ir 11 Ir 15 Ir 19 Ek 9
1,2,3 ibadah dan ingin nolong
suatu kewajiban 1,4
1 dan dorongan manusiawi
B27
KODE INFO Ir Menjalani hidup sesuai agama
B12 B17
KODE INFO KODE INFO
Ir 22 Panti asuhan Ir 5 Ir 9
Ir 11 Ir 26 Ek 15 Ek 7
Ek 11
Tidak ada sisa Untuk tambahan harian
Tab-sedekah Tidak ada sisa Kemanusiaan
Ga da sisa 1 dan 2
Judul : Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi, Tabungan dan
Zakat (Studi Kasus Di Kelurahan Rangkapan Jaya, Depok)
Tahun : 2006
Penulis : Henny Khairani (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah : 1. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap pola
konsumsi masyarakat setempat?
2. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap kebiasaan
menabung?
3. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap jumlah uang
yang diinfakkan?
Metode Penelitian :
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
2. IPD
3. Metode Analisa Data
Studi Pustaka dan Lapangan, Normatif dan Empiris
Kepustakaan, Angket dan wawancara
Kualitatif dan kuantitatif
Judul : Peran Konsumsi dalam Memelihara Maqasid Syariah
Tahun : 2003
Penulis : Awaludin (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah : 1. Apa sebenarnya peran konsumsi dalam memelihara maqasid
syariah?
2. Bagaimana konsumsi mempengaruhi unsure-unsur utama
maqasid syariah?
Metode Penelitian :
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
2. IPD
Studi Pustaka, Normatif
Kepustakaan
3. Metode Analisa Data Deskriptif Analisis
Judul : Konsep Ekonomi Islam Bagir Shadr dan Monzer kahf: Sebuah
Studi Komparatif
Tahun : 2006
Penulis : Djaka Heru Priono (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah : 1. Bagaimana konsep ekonomi Baqir shard dan Monzer Kahf?
2. Apa saja persamaan dan perbedaan konsep ekonomi
keduanya?
3. bagaimana relevansi konsep ekonomi keduanya dikaitkan
dengan perekonomian saat ini?
Metode Penelitian :
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
2. IPD
3. Metode Analisa Data
Studi Pustaka, Normatif
Kepustakaan
Deskriptif Analisis
Judul : Peran Konsumsi dalam Memelihara Maqasid Syariah
Tahun : 2003
Penulis : Awaludin (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah : 1. Apa sebenarnya peran konsumsi dalam memelihara maqasid
syariah?
2. Bagaimana konsumsi mempengaruhi unsure-unsur utama
maqasid syariah?
Metode Penelitian :
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
2. IPD
3. Metode Analisa Data
Studi Pustaka, Normatif
Kepustakaan
Deskriptif Analisis
Fungsi konsumsi : sifat dan ruang
lingkupnya dalam Islam
Agus Baihaki 2002 M. Amin Suma
PETUNJUK PENGISIAN
PROFIL RESPONDEN
11. Berapa usia bapak/ibu/sdr. ? ______ tahun
Apa jenis kelamin bapak/ibu/sdr.? 1. Pria 2. Wanita
Apa status perkawinan bapak/ibu/sdr.?
1. Belum menikah 3. Duda / janda cerai
2. Menikah 4. Duda / janda (mati)
12. Jika menikah, apakah bapak/ibu/sdr. memiliki anak ?
1. Belum 2. Ya, (___ orang)
13. Berapa orang anak yang masih dalam tanggungan keuangan bapak/ibu/sdr.?
______ anak
FAKTOR SOSIAL - EKONOMI
14. Apa tingkat pendidikan terakhir yang pernah bapak/ibu/sdr. tamatkan ?
1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP
4. SLTA 5. Dipl 1 / 2 6. Dipl 3 / BA
7. S-1 8. S-2 9.____________
15. Pekerjaan bapak/ibu/sdr. bergerak di bidang apa? 1. Pendidikan 2. Perdagangan 3. Jasa kesehatan 4. Jasa Keuangan
5. Jasa Hukum 6. Jasa Transportasi 7. Peternakan 8. Perikanan
9. Perkebunan 10. Militer 11. Kepolisian 12________________
16. Apa jabatan bapak/ibu/sdr. di pekerjaan di atas ? 1. Pejabat eselon 3 5. Perawat 9. Pengacara
Mohon kepada bapak/ibu/sdr. untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan se-objektif dan sebenar-benarnya. Teknik memberikan jawaban dengan cara melingkari nomor pilihan dan atau mengisi kolom yang tersedia sesuai pilihan bapak/ibu/sdr.
2. Manajer 3. Dosen 4. Guru
6. Dokter 7. Pedagangdi toko/warung 8. Petani
10. Satpam 11. Penjahit 12. _________________
Berapa rata-rata penghasilan bulanan/gaji bapak/ibu/sdr. ?
(mohon diisi) Rp________________
Berapa rata-rata penghasilan tambahan bulanan bapak/ibu/sdr. ?
(mohon diisi) Rp_______________
Berapa total dana yang bapak/ibu/sdr. keluarkan untuk konsumsi barang cepat
habis {sembako, susu, gula, teh, kopi, sirup, rekening telepon, air, listrik, dll}
setiap bulannya? (mohon diisi) Rp
_________________________________
17. Berapa total dana yang bapak/ibu/sdr. keluarkan
untuk konsumsi barang tahan lama {
rumah atau angsurannya, tanah, perabotan rumah,
pakaian, kendaraan bermotor atau angsurannya, alat
elektronik (TV, Tape, laptop) atau angsurannya,
perkakas dapur, dll) setiap bulannya? (mohon diisi)
Rp ________________________________
18. Berapa total dana yang bapak/ibu/sdr. keluarkan
biaya pendidikan bapak/ibu/sdr. dan atau anak dari
bapak/ibu untuk setiap bulannya ? (mohon diisi) Rp
____________________ Apakah bapak/ibu/sdr. mengalokasikan dana dari pendapatan bulanan untuk
melakukan kegiatan REKREASI?
1. Tidak 2. Ya (mohon diisi
Rp_________________________ )
Apakah bapak/ibu/sdr. mengalokasikan dana dari pendapatan bulanan untuk
perawatan MEDIS/KESEHATAN ?
1. Tidak 2. Ya (mohon diisi
Rp_________________________ )
19. Apakah bapak/ibu/sdr. menyisihkan zakat (atas
pendapatan bulanan) setiap bulan-nya ? 1. Tidak
(lanjut pertanyaan nomor 13) 2. Ya (mohon diisi
Rp_____________________ ) Kemana zakat (atas penghasilan bulanan) tersebut bapak/ibu/sdr. salurkan ?
1. BAZIS 2. Amil Zakat Masjid (setempat) 3. Langsung kpd yang membutuhkan 4.___________
20. Apakah bapak/ibu/sdr. menyisihkan sedekah
setiap bulan-nya ? 1. Tidak
2. Ya ( mohon diisi Rp __________________________ ) Kemana sedekah tersebut bapak/ibu/sdr. salurkan ?
1. BAZIS 2. Amil Zakat Masjid (setempat) 3. Langsung kpd yang membutuhkan 4.___________
21. Apakah saat ini bapak/ibu/sdr. memiliki hutang ? 1. Ya 2. Tidak ( lanjut pertanyaan nomor 17 )
Apakah pendapatan bulanan bapak/ibu/sdr. telah dialokasikan untuk pembayaran
angsuran/cicilan hutang tersebut?
1. Tidak 2. Ya
22. Bila ada sisa penghasilan setelah
konsumsi/penggunaan, untuk apa penghasilan
itu bapak/ibu/sdr. gunakan ? 1. Tabungan 2.
Investasi
3. Sedekah 4. ____________
23. Apakah bapak/ibu/sdr menjadi peserta/pengguna asuransi syariah?
1. Ya 2. Tidak (lanjut pertanyaan nomor 20)
Jenis dan instansi asuransi syariah apakah yang bapak/ibu/sdr ikuti (beri tanda X
)?
Jenis Asuransi Instansi
( ) ( ) ( ) ( )
Jiwa Kesehatan Pendidikan Lain-lain ________________
____________________________________________________________________________________________________________________
24. Apakah bapak/ibu/sdr menjadi peserta/pengguna
perbankan syariah? 1.
Tidak 2. Ya (sebutkan __________________ ) Apakah bapak/ibu/sdr memiliki fasilitas/peralatan sebagai berikut ?
Beri tanda Jenis Aset Jumlah
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )
Rumah Sendiri (permanen) Mobil Pribadi Sepeda Motor Pribadi Laptop Pribadi TV 29 Inci ke atas Mesin cuci Kulkas
_____ _____ _____ _____ _____ _____ _____
25. Seberapa iklan media elektronik dan cetak
mempengaruhi keputusan pilihan konsumsi (keputusan
membeli barang/jasa) bapak/ibu/sdr. ? 1. Sangat berpengaruh dan pasti membeli 2. Berpengaruh 3.
Biasa- biasa saja
26. Produk buatan mana yang lebih sering
bapak/ibu/sdr. gunakan/pakai ? 1. Luar negeri 2. Dalam negeri
27. Berapa tingkat frekuensi bapak/ibu/sdr. berbelanja di MALL dalam sebulan
terakhir?
1. Sekali 2. Dua kali
3. Tiga Kali 5. tidak tentu ( ___ / ____ kali)
Apa motivasi bapak/ibu/sdr. melakukan belanja/konsumsi, SELAIN
MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP saat ini dan mendatang?
1. Ibadah kepada Allah 2. Mengikuti Trend/model 3.Penetapan STATUS SOSIAL
4. Mengikuti kerabat/teman,dll 5._______________________
Apa motivasi bapak/ibu/sdr. dalam ber- sedekah?
1. Ibadah kepada Allah 2. Ber-empati 3. Merasa Iba (kasihan)
4. Ingin menolong (sosial) 5. ___________________
Dakwah atau ceramah apa yang paling sering bapak/ibu/sdr. dengar ?
1. Individu (sholat, haji, puasa, penyakit-penyakit hati,dll) 2. Sosial (zakat, sedekah, wakaf dll) 3. Keduanya 4.__________________________________
PERILAKU KONSUMSI KOMODITAS HALAL DAN TAYYIB
C.1. Bagaimana pengetahuan bapak/ibu/sdr.
terhadap aspek-aspek berikut?
Sangat tdk
tahu
Tidak
tahu
Cukup
tahu
Tahu Sangat
tahu
1. Kehalalan barang/jasa tidak hanya terkait dengan
(zat) bahan baku, tapi juga ditentukan oleh proses 1 2 3 4 5
(pembuatan).
2. Kehalalan barang/jasa tidak hanya terbatas untuk
dimakan, tapi juga untuk diperjual-belikan dan
digunakan
1 2 3 4 5
3. Aspek kebersihan, kesehatan dan moral dari
barang/jasa juga menjadi penentu kebolehan
mengkonsumsi komoditas tersebut.
1 2 3 4 5
4. Penetapan status HALAL produk ditentukan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1 2 3 4 5
C.2. Bagaimana sikap bapak/ibu/sdr.
terhadap pernyataan berikut?
Sangat tdk
setuju
Tidak
setuju
Cukup
setuju
Setuju Sangat
setuju
1. Setiap muslim, wajib membeli barang/jasa
yang telah jelas kehalalannya. 1 2 3 4 5
2. Selain halal, produk yang boleh
dikonsumsi/dimakan adalah produk betul-
betul tidak merusak selera dan kesehatan
(tubuh) kita
1 2 3 4 5
3. Selain halal, jasa yang boleh
dikonsumsi/digunakan adalah jasa yang betul-
betul tidak merusak kesehatan dan moral.
1
2
3
4
5
4. Barang/jasa yang TIDAK ADA JAMINAN
KEHALALANNYA harus dihindari untuk
dibeli, dikonsumsi dan digunakan
1
2
3
4
5
C.3. Bagaimana praktek/kebiasaan bapak/ibu/sdr.
dalam meng-konsumsi komoditas halal dan tayyib?
Tidak
pernah
Jarang Kadang-
kadang
Sering Selalu
1. Membaca/memastikan LABEL HALAL setiap
membeli produk/barang/jasa. 1 2 3 4 5
2. Membaca/memastikan TABEL GIZI setiap membeli
produk/barang. 1 2 3 4 5
3.Membaca/memastikan tanggal KADALUARSA
setiap produk yang akan dibeli. 1 2 3 4 5
4. Memastikan aspek kebersihan setiap mengkonsumsi
produk/barang. 1 2 3 4 5
5. Saya hanya akan membeli produk/barang/jasa yang
SUDAH JELAS KEHALALANNYA. 1 2 3 4 5
6. Saya hanya akan membeli produk/barang yang
BETUL-BETUL TIDAK MERUSAK KESEHATAN. 1 2 3 4 5
7. Saya hanya akan membeli dan menggunakan
produk/jasa yang tidak merusak kesehatan dan moral. 1 2 3 4 5
8. Saya hanya bersedia diajak ke tempat
makan/restoran yang sudah ada jaminan kehalalannya. 1 2 3 4 5
D. LATAR BELAKANG KEAGAMAAN RESPONDEN
D.1. Bagaimana pemahaman bapak/ibu/sdr.
terhadap aspek-aspek berikut?
Sangat
tdk paham
Tidak
paham
Cukup
paham
Paham Sangat
paham
1. Rukun Iman dalam Islam 1 2 3 4 5
2. Rukun Islam 1 2 3 4 5
3. Aturan rinci halal/haram dalam Islam 1 2 3 4 5
4. ZAKAT dalam Islam 1 2 3 4 5
5. Kandungan (tafsir) Qur’an 1 2 3 4 5
6. Kandungan Hadits/Sunnah Nabi SAW 1 2 3 4 5
D.2. Bagaimana kebiasaan bapak/ibu/sdr. dalam
melakukan ritual ibadah di bawah ini selama 3 bulan
terakhir ?
Tidak
pernah
Jarang Kadang-
kadang
Sering Selalu
1. Mengerjakan sholat wajib (subuh, dzuhur…) 1 2 3 4 5
2. Mengerjakan sholat sunah (ba’diah/qabliah) 1 2 3 4 5
3. Mengerjakan sholat Tahajjud 1 2 3 4 5
4. Membaca Qur’an (setiap hari) 1 2 3 4 5
5. Membaca wirid sesudah sholat fardu 1 2 3 4 5
6. Mengikuti pengajian (majlis ceramah) 1 2 3 4 5
7. Mengerjakan puasa Sunnah 1 2 3 4 5
D.3. Bagaimana pengalaman bapak/ibu/sdr. terhadap
aspek berikut ini dalam 3 bulan terakhir?
Tidak
pernah
Jarang Kadang-
kadang
Sering Selalu
1. Merasa dekat dengan Allah SWT 1 2 3 4 5
2. Merasa dicintai oleh Allah SWT 1 2 3 4 5
3. Merasa Doa-nya didengar oleh Allah SWT 1 2 3 4 5
4. Merasa tenang/nikmat ketika melakukan ibadah 1 2 3 4 5
5. Merasa resah ketika tidak melakukan ibadah wajib 1 2 3 4 5
6. Merasa tenang dalam menjalani aktifitas sehari-hari 1 2 3 4 5
Kuisioner Penelitian
PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT MUSLIM
{RW 15 / Kelurahan Pamulang Barat }
Alamat Sampel / Responden
Blok : __________________________
RT :__________________________
RW : 015
Kelurahan : Pamulang Barat
Surat Pengantar
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Sdr. Responden
Assalamu’alaikum Wr.Wb Kami berdoa semoga Bapak/Ibu / Sdr selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin
Sehubugan dengan pelaksanaan penelitian dengan tema ‘Analisis Perilaku
Konsumsi Masyarakat Kelurahan Pamulang Barat’ Bersama dengan ini kami
memohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi kuisioner yang kami edarkan.
Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr kami ucapkan terima kasih.
Semua informasi dalam angket ini bersifat rahasia dan identitas Bapak/Ibu/Sdr
tetap akan dirahasiakan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Pelaksanan : Irham Fachreza Anas ( NIM: 104046101646 ). Mahasiswa Muamalat (Ekonomi Islam) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta N HP 021 999 36 204