Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
322
Jurnal KBP
Volume 1 - No. 3, Desember 2013
ANALISA TINGKAT AKURASI PENETAPAN NILAI JUAL
OBJEK PAJAK ( NJOP ) BUMI TERHADAP NILAI PASAR
DENGAN METODE ASSESSMENT SALES RATIO
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang)
Dewi Zulvia
STIE “KBP" Padang
ABSTRACT
In preparing this thesis, the author has conducted research on the Tax Office
Primary Padang. The purpose of this study was to determine the accuracy of Tax
Object Sale Value (NJOP) of market value. The research method used in this research
is descriptive research by illustrating the determination of market value and NJOP with
correct perceptions so that no gap assessment NJOP with the existing market value
mealui Assessment Sales Ratio method.
Based on the research and discussion Analysis of Accuracy Rate Determination
Tax Object Sale Value (NJOP) Earth against Market Value Assessment to Sales Ratio
method (Case Study in Padang Primary Tax Office) that the research results can be
concluded that the area is in a strategic area has a level of accuracy high between 50%
-70% while the area is in non-strategic area of the lower level of accuracy that is
<50%.
After doing research the accuracy of market value through the method of
Assessment Sales Ratio is the author suggested to the Tax Office (KPP) Pratama
Padang for Tax Object Sale Value (NJOP) can balance out the market value.
Keywords: The Value of Selling Tax Object, Assessment Sales Ratio.
PENDAHULUAN
Tanah merupakan salah satu properti
berwujud (Tangible Property) yang
sangat peka terhadap perkembangan.
Perkembangan yang cukup pesat pada
suatu daerah menyebabkan kenaikan
permintaan berbagai properti pada pasar
properti. Dengan adanya kenaikan
permintaan tersebut maka harga
properti cenderung meningkat. Dengan
adanya perkemban gan suatu daerah
untuk tujuan tertentu seperti
pembangunan daerah industri ataupun
komersial maka secara otomatis harga
tanah didaerah tersebut cenderung
meningkat.
Secara fisik, tanah dapat didefinisikan
sebagai permukaan bumi bersama-sama
dengan tubuh bumi yang berada
dibawahnya. Oleh karena itu, bagi
mereka yang memperoleh manfaat dari
bumi dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya wajib untuk
menyerahkan sebagian kenikmatan
yang diperolehnya kepada Negara
melalui Pajak (Bagian Umum UU
No.12 Tahun 1985 yang diubah dengan
UU No.12 Tahun 1994 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan). Pajak yang
dikenakan bagi mereka yang
memperoleh manfaat dari bumi dan
kekayaan alam yang terkandung
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
323
didalamnya adalah Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Dasar yang digunakan untuk
mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
NJOP merupakan harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga
dengan obyek lain yang sejenis atau
nilai perolehan baru atau Nilai Jual
pengganti. Sesuai Pasal 6 ayat 2 UU
PBB NJOP ditetapkan setiap tiga tahun
oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun
sesuai perkembangan daerahnya,
terutama apabila daerah tersebut
mengalami kemajuan nilai ekonomis
tanah. NJOP ditentukan berdasarkan
harga rata-rata dari transaksi jual beli,
maka dalam pelaksanaan pengenaan
PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih
tinggi atau lebih rendah dari transaksi
jual beli yang dilakukan masyarakat.
Saat ini hampir seluruh penilaian untuk
pengenaan PBB dilakukan secara
massal (mass appraisal) sedangkan
penilaian yang dilaksanakan secara
individual (individual appraisal) masih
sedikit. Keadaan ini disebabkan
kurangnya tenaga dan biaya serta
wilayah obyek pajak yang luas dan
besarnya jumlah objek pajak. Penilaian
secara massal memiliki kelemahan,
yaitu mengakibatkan kurang akuratnya
data dan kurang seragamnya tingkat
penilaian dalam menentukan Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP).
Permasalahan yang sering muncul
selama ini adalah masih banyaknya
keluhan dari masyarakat sebagai wajib
pajak berkaitan dengan penetapan
PBB. Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan (KP PBB) dianggap tidak
mencerminkan keadaan yang
sebenarnya. Masyarakat ( wajib pajak )
menganggap bahwa NJOP yang
ditetapkan oleh KP PBB terlalu tinggi
dibanding nilai pasar yang ada sehingga
mereka beramai-ramai mengajukan
keberatan atas SPPT yang mereka
terima. Persepsi yang berbeda antara
wajib pajak dan petugas pajak dalam
hal ini nilai pasar dan NJOP tanah
merupakan sumber masalah yang
berkembang selama ini.
Data yang dihimpun baik dari PPAT,
agen/broker properti, masyarakat
maupun media massa seringkali
menunjukkan angka yang berbeda satu
sama lain akibat dari perbedaan
kepentingan. Dengan demikian, data
pasar yang merupakan acuan dalam
analisis Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR)
sebagai dasar penetapan NJOP tanah
masih belum akurat. Dalam penentuan
NJOP tanah terjadi tarik-menarik antara
aturan teknis dengan keyakinan
masyarakat sehingga timbul keraguan
dalam menerapkan analisis NJOP tanah
sesuai dengan nilai pasar, menyebabkan
terjadinya kesenjangan antar NJOP
tanah yang ditetapkan dengan nilai
pasar yang ada.
Dengan melihat banyaknya masalah –
masalah yang ada maka penulis
berinisiatif untuk menggunakan studi
Assessment Sales Ratio sebagai salah
satu alat yang dapat digunakan secara
luas untuk mengevaluasi masalah yang
ada kaitannya dengan Pajak Bumi dan
Bangunan, baik itu menyangkut
penetapan, keseragaman maupun
keadilan. Selain itu dapat juga
digunakan untuk mengidentifikasi
berbagai permasalahan seputar analisis
pasar, penyelesaian keberatan prosedur
penilaian dan masalah lainnya. Rasio
yang sering digunakan dalam bidang
penilaian properti untuk kepentingan
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
324
perpajakan adalah Assessment Ratio
(AR) yang merupakan perbandingan
antara NJOP sebagai nilai properti yang
ditetapkan terhadap nilai pasar (market
value).
Analisis penentuan NJOP tanah
dimaksudkan untuk melihat tingkat
penerapan NJOP tanah terhadap nilai
pasar yang berlaku. Studi Assessment
Sales Ratio dapat memberi informasi
umum apakah NJOP yang ditetapkan
lebih tinggi atau lebih rendah dari
pasar.
Penelitian dengan menggunakan
Assessment Sales Ratio hanya dapat
dilakukan pada properti (obyek pajak)
dikawasan dimana terdapat transaksi
jual beli atau transaksi lain yang dapat
digunakan sebagai acuan perbandingan.
Untuk daerah yang tidak terjadi
transaksi tidak dapat dilakukan
penelitian tersebut. The International
Association of Assessing Officers
(IAAO) telah memberikan rekomendasi
ukuran Assessment Sales Ratio (standar
on ratio studies) yang dapat diterima.
Dengan rekomendasi ini memudahkan
beberapa negara untuk menggunakan
standar yang telah dikeluarkan IAAO
sebagai bahan pengukur tingkat
keseragaman (uniformity) dan keadilan
(equity) pajak properti.
Kecamatan Nanggalo merupakan salah
satu daerah yang mengalami
perkembangan pesat seiring dengan
Kecamatan-Kecamatan lainnya di kota
Padang. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya pembangunan pertokoan,
pusat bisnis dan perumahan memberi
kan implikasi dan konsekuensi pada
pemenuhan tuntutan akan tersedianya
lahan atau tanah. Kondisi ini
memberikan dampak positif terhadap
perkembangan nilai tanah dan harga
jual tanah yang berada dalam lingkup
kawasan tersebut yang mana kawasan
ini memiliki kontur tanah yang tinggi
sehingga harga tanah mengalami
kenaikan yang cukup pesat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan uji
keakuratan penetapan NJOP tanah
dengan nilai pasar yang dimaksudkan
untuk mengetahui seberapa besar rasio
atau perbandingannya serta
keseragaman maupun keadilan dalam
penetapan NJOP tersebut.
Permasalahan yang timbul adalah
penentuan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) tanah berbeda dengan nilai
pasar yang ada seperti yang ada di
Kecamatan Nanggalo . Hal ini
disebabkan karena NJOP cenderung
bersifat statis karena tidak selalu
dilakukan penyesuaian, sedangkan nilai
pasar cenderung bersifat dinamis
mengikuti perkembangan yang terjadi
setiap saat dengan menggunakan
metode Assessment Sales Ratio.
TINJAUAN PUSTAKA DAN
HIPOTESIS
Pengertian Pajak: Rimsky K.Judisseno
dalam Yenni Mangoting (2003;3)
mengemukakan bahwa Pajak adalah
suatu kewajiban kenegaraan berupa
pengabdian serta peran aktif warga
negara dan anggota masyarkat lainnya
untuk membiayai berbagai keperluan
negara berupa pembangunan nasional
yang pelaksanaannya diatur oleh
undang-undang dan peraturan-peraturan
untuk tujuan kesejahteraan bangsa.
Menurut Sommerfeld Ray M.
Anderson Herschel M. & Brock
Horace R. (2011) Pajak adalah suatu
pengalihan sumber dari sektor swasta
ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan
yang sudah ditentukan dan tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan
proporsional, agar pemerintah dapat
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
325
melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rachmat
Soemitro, S.H., dalam buku Abdul
Rahman, SKM, M.Si (2010;15) Pajak
adalah iuran kepada Kas Negara
berdasrkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditujukan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk
membiayai public investment.
Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani
dalam buku Abdul Rahman, SKM, M.(
2010;15) mendefinisikan pajak sebagai
berikut : Pajak adalah iuran rakyat
kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan –
peraturan umum ( undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk yang
gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran- pengeluaran umum
berhubung tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan
Tulis S. Meliala dan Francisca Widianti
Oetomo ( 2010;4 ) mengemukakan
pengertian Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan undang
– undang sebagai perwujudan
pengabdian dan peran serta rakyat
untuk membiayai Negara dan
pembangunan nasional.
Jadi,dapat disimpulkan bahwa pajak
adalah iuran atau kontribusi yang
diberikan rakyat kepada kas Negara
yang bersifat memaksa(wajib)
berdasarkan ketentuan dan perundang-
undangan yang berlaku baik dari sector
swasta maupun pemerintah.
Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro,
SH., dalam buku Mardiasmo (2006;4),
hukum pajak mempunyai kedudukan
diantara hukum – hukum sebagai
berikut:
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan
antara satu individu dengan individu
lainnya
2. Hukum Publik, mengatur hubungan
antara pemerintah dengan rakyatnya
Mardiasmo (2006;5) mengemukakan
bahwa hukum pajak mengatur
hubungan antara pemerintah ( fiscus )
selaku pemungut pajak dengan rakyat
sebagia Wajib Pajak. Ada 2 macam
hukum pajak:
1. Hukum pajak materiil, memuat
norma – norma yang menerangkan
antara lain keadaan, perbuatan,
peristiwa hukum yang dikenai pajak
( objek pajak ), siapa yang
dikenakan pajak ( subjek ), berapa
besar pajak yang dikenakan ( tariff
), segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya hutang pajak,dan
hubungan hukum antara Pemerintah
dan Wajib Pajak Contoh : Undang-
undang Pajak Penghasilan
2. Hukum Pajak Formil, memuat
bentuk / tata cara untuk
mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan ( cara
melaksanakan hukum pajak
materiil). Hukum ini memuat antara
lain :(a) Tata cara penyelenggaraan
( prosedur ) penetapan suatu utang
pajak. (b). Hak – hak fiskus untuk
mengadakan pengawasan terhadap
para Wajib Pajak mengenai keadaan
, perbuatan dan peristiwa yang
menimbulkan utang pajak. (c)
Kewajiban Wajib Pajak Misalnya
menyelenggarakan pembukuan /
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
326
pencatatan, dan hak – hak Wajib
Pajak misalnya mengajukan
keberatan dan banding Contoh :
Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Tata Cara Pemungutan Pajak
Dalam buku Mardiasmo (2006;6)
terdapat 3(tiga) tata cara pemungutan
pajak,yaitu:
1. Stesel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan
berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan
pada objek (penghasilan yang
nyata),sehingga pemungutannya
baru dapat dilakukan pada akhir
tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya
diketahui. Stelsel nyata
mempunyai kelebihan atau
kekurangan. Kebaikan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan
lebih realistis. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak baru
dapat dikenakan pada akhir
periode (setelah penghasilan riil
diketahui).
b. Stelsel Anggapan (fictieve
stelsel) Pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh undang-
undang. Misalnya, penghasilan
suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya,
sehingga pada awal tahun pajak
sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun
pajak berjalan. Kebaikan stelsel
ini adalah pajak dapat dibayar
selama tahun berjalan, tanpa
harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahanya
adalah pajak yang dibayar tidak
berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi
antar stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan
kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang
sebenaranya. Bila besarnya
pajak menurut kenyataan lebih
besar dari pada pajak menurut
anggapan, maka wajib pajak
harus menambah. Sebaliknya,
jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali.
Dasar Hukum Pemungutan pajak Siti
Kurnia Rahayu (2010;57) menyebutkan
bahwa dalam pemungutan pajak
terdapat justifikasi ( pembenaran atau
dasar ), sehingga Fiskus berwenang
untuk memungut pajak. Untuk
mendapatkan justifikasi pemungutan
pajak maka dalam hokum pajak telah
timbul beberapa teori yang termasuk
dalam asas pemungutan pajak menurut
falsafah hukum yaitu pemungutan pajak
harus dilakukan berdasarkan asas
keadilan, asas yuridis, asas ekonomis,
asas finansial.
Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Abdul Rahman( 2010;103) menyebut
kan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan
merupakan pajak yang dikenakan
terhadap objek pajak berupa bumi dan
atau bangunan. Pajak ini merupakan
penerimaan pajak pusat yang sebagian
besar hasil penerimaannya dialokasikan
ke daerah. Dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah ( APBD),
penerimaan PBB tersebut dimasukkan
dalam kelompok penerimaan Bagi Hasil
Pajak.
Seiring dengan perkembangan zaman,
Pajak Bumi dan Bangunan yang ada
sekarang ini mengalami kemajuan
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
327
menuju terciptanya suatu sistem
perpajakan yang adil, sederhana, dan
memiliki kepastian hukum. Sederhana,
baik dalam administrasi maupun sistem
manajemen operasionalnya, sehingga
menjadi mudah dimengerti; artinya
setiap Wajib Pajak tidak mengalami
kesulitan dalam mengetahui hak dan
kewajibannya. Adil dalam
pembebanannya, dan adanya kepastian
hukum baik bagi Wajib Pajak maupun
aparat pajak.
Dasar Hukum Menurut Abdul Rahman(
2010;103) Dasar Hukum Pajak Bumi
dan Bangunan, antara lain:
1. Undang – Undang No. 12/Tahun
1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang – Undang No.
12/Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor
25/Tahun 2002 tentang Penetapan
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak
untuk perhitungan Pajak Bumi dan
Bangunan
3. Peraturan Pemerintah Nomor
16/tahun 2000 tentang Pembagian
Hasil Penerimaan PBB antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah;
4. Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 523/KMK.04/1998 tentang
Klasifikasi dan Besarnya NJOP
sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan;
5. Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 201/KMK.04/2000 tentang
Penetapan Besarnya Nilai Jual
Objek Tidak Kena Pajak;
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 533/PJ/2000 Petunjuk
Pelaksanaan Pelaksanaan
Pendaftaran, Pendataan, dan
Penilaian Objek dan Subjek PBB
dalam Rangka Pembentukan
dan/atau Pemeliharaan Basis Data
SISMIOP;
7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 16/PJ.6/1998 tentang
Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan;
8. Petunjuk Pelaksanaan lainnya
Subjek Pajak Menurut Tulis S. Meliala
dan Fransisca Widianti Oetomo
(2010;66) Subjek Pajak adalah orang
atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan
atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan atau memiliki, menguasai, dan atau
memperoleh manfaat bangunan.
Objek Pajak Menurut Tulis S. Meliala
dan Fransisca Widianti Oetomo
(2010;67) Objek pajak adalah bumi dan
atau bangunan untuk menentukan nilai
jual bumi dan atau bangunan dibuat
klasifikasinya dengan memperhatikan
faktor – faktor sebagai berikut :
(a) Letak, (b) Peruntukan (c)
Pemanfaatan (d) Kondisi lingkungan
dan lain – lain.
Pengecualian Sebagai Objek Pajak
Apabila Menurut Tulis S. Meliala dan
Fransisca Widianti Oetomo ( 2010;67)
pengecualian sebagai objek pajak
apabila:
1. Digunakan semata – mata yang
melayani kepentingan umum
dibidang ibadah, social, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional.
Yang tak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan,
peninggalan purbakala atau
sejenisnya.
3. Merupakan hutan lindung, suaka
alam, wisata taman nasional, tanagh
penggembalaan yang dikuasai oleh
desa dan tanah Negara yang belum
dibebani suatu hal
4. Digunakan oleh perwakilan
diplomatic, konsultan berdasarkan
asa perlakuan timbal balik
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
328
5. Digunakan oleh badan atau
perwakilan Organisasi Internasional
yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan
Tarif Pajak Menurut Waluyo (
2010;190) tarif Pajak Bumi dan
Bangunan yang dikenakan atas Objek
Pajak Bumi dan Bangunan sebesar
0,5% ( lima persepuluh persen)
Dasar Pengenaan dan Cara
Menghitung Pajak Terutang Menurut
Waluyo ( 2010;190), sebelum
menentukan Dasar Pengenaan dan
menghitung besarnya Pajak Bumi dan
Bangunan Terutang perlu dipahami
terlebih dahulu pengertian Nilai Jual
Objek Pajak(NJOP). Pengertian NJOP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 3 Undang-Undang Nomor 12
tahun 1983 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12
tahun1994 adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar, dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual
Objek Pajak ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau
Nilai Jual Objek Pengganti. Besarnya
NJOP tersebut digunakan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
yang ditetapkan setiap tiga tahun oleh
Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun
sesuai perkembangan daerahnya.
Dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 523/KMK.04/1998 Tanggal 18
Desember 1998 tentang Penentuan
Klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai
Dasar Pengenaan PBB telah mengatur
pokok-pokok:
1. Standar investasi adalah jumlah yang
diinvestasikan untuk suatu
pembangunan dan/ atau penanaman
dan/atau penghasilan jenis sumber
daya alam atau budi daya tertentu,
yang dihitung berdasarkan
komponen tenaga kerja, bahan dan
alat mulai dari awal pelaksanaan
pekerjaan sampai tahap produksi
atau menghasilkan.
2. Objek pajak yang bersifat khusus
adalah objek pajak yang
letak,bentuk, peruntukan dan /atau
penggunaannya mempunyai sifat dan
karakteristik khusus.
3. Dalam hal objek yang nilai jual per
m2-
nya lebih besar dari ketentuan
NJOP(lihat lampiran Keputusan
Menteri Keuangan),maka NJOP
yang terjadi dilapangan digunakan
sebagai dasar pengenaan PBB.
4. Objek pajak sektor pedesaan dan
perkotaan yang tidak bersifat khusus,
NJOP ditentukan berdasarkan nilai
indikasi rat-rata yang diperoleh dari
hasil penilaian secara massal.
5. Besarnya NJOP sektor perkebunan,
kehutanan, pertambangan serta usaha
bidang perikanan, peternakan dan
perairan untuk areal produksi
dan/atau areal belum produksi,
ditentukan berdasarkan nilai jual
permukaan bumi dan bangunan (lihat
lampiran Keputusan Menteri
Keuangan) ditambah dengan nilai
investasi atau nilai jual pengganti
atau dihitung secara keseluruhan
berdasarkan nilai jual pengganti.
6. Untuk objek tertentu yang bersifat
khusus, NJOP ditentukan
berdasarkan nilai pasar yang
dilakukan oleh pejabat fungsional
penilai secara individual.
7. Klasifikasi penggolongan dan
ketentuan nilai jual, dapat dilihat
pada Lampiran IA, IB, IIA, IIB
Keputusan Menteri Keuangan
Dasar Penghitungan Pajaknya adalah
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang
ditetapkan serendah – rendahnya 20% (
dua puluh persen ) dan setingi-
tingginya 100% ( seratus persen ) dari
Nilai Jual Objek Pajak.
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
329
0,5% x Nilai Jual Kena Pajak
Besarnya persentase Nilai Jual Kena
Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000
Tanggal 26 Juni 2000 yang
diberlakukan mulai tahun pajak 2001
yaitu :
1. Sebesar 40% ( empat puluh persen )
dari Nilai Jual Objek Pajak;
a. Objek Pajak perkebunan.
b. Objek pajak kehutanan.
c. Objek Pajak lainnya,
apabila Nilai Jual Objek
Pajaknya (NJOP) Rp
1.000.000.000,00 ( satu miliar
rupiah) atau lebih, sebagai
contoh perumahan.
2. Sebesar 20% ( dua puluh persen )
dari Nilai Jual Objek Pajak;
a. Objek Pajak pertambangan.
b. Objek Pajak lainnya,
apabila Nilai Jual Objek
Pajaknya ( NJOP ) kurang dari
Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Tahun Pajak, Saat, dan Tempat
Terutang Menurut Abdul Rahman
(2010;108) Tahun Pajak adalah jangka
waktu satu tahun takwin. Tahun takwin
adalah masa dari tanggal 1 Januari
sampai 31 Desember. Saat Pajak
Terutang. Saat yang menentukan pajak
yang terutang adalah menurut keadaan
objek pajak pada tanggal 1 Januari.
Tempat Pajak Terutang. Tempat
terutangnya PBB ditentukan sebagai
berikut: untuk daerah Jakarta, tempat
terutangnya PBB di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang meliputi
letak objek pajak.
Pada prinsipnya, system perpajakan
menganut system Self Assessment.
Wajib pajak diberikan kepercayaan
untuk menghitung, memperhitungkan,
melaporkan dan membayar pajak yang
seharusnya terutang sesuai dengan
ketentuan berlaku. Namun khusus Pajak
Bumi dan Bangunan, pelaksanaan
system tersebut mengalami beberapa
kendala antara lain:
Cara dan dasar menghitung pajak bumi
dan bangunan : Menurut Tulis. S.
Meliala dan Fransisca Widianti Oetomo
(2010;74) Cara menghitung PBB adalah
tarif pajak x Nilai Jual Kena Pajak,
Tarif PBB yaitu sebesar 0,5%
Nilai Jual Kena Pajak ( NJKP ) adalah
20% dari Nilai Jual Objek Pajak (
NJOP ) berdasarkan peraturan
pemerintah no 46 tahun 1985 Nilai Jual
Kena Pajak ( Assessment Value) adalah
nilai jual yang dipergunakan sebagai
dasar penghitungan pajak yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual
sebenarnya.
Persentase tersebut telah diterapkan
oleh Menteri Keuangan sebesar 20%.
Oleh karena itu rumusnya adalah :
Sedangkan NJKP adalah :
NJKP=20% x ( NJOP bumi +NJOP
bangunan)-NJOP TKP
Nilai NJOP TKP yang sekarang adalah
Rp 12.000.000,- Sehingga rumusnya
menjadi:
0,5%*[20%*( NJOP Bumi +
NJOP Bangunan – Rp 12.000.000)]
Luas x NJ/Bumi m2 Luas x NJ
bangunan/m2
Assessment Sales Ratio Berdasarkan
keputusan (Direktorat Jenderal Pajak
dalam Tata Cara Perhitungan Masing –
masing, Key Performance Indicator (
KPI ) Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006
Tanggal 27 Juli 2006) yang dimaksud
dengan Assessment Sales Ratio adalah
perbandingan rata-rata Nilai Jual Objek
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
330
Pajak (NJOP) PBB yang sudah
ditetapkan dibandingkan dengan rata-
rata harga pasar
Sedangkan harga pasar/ nilai pasar
didefenisikan sebagai perkiraan jumlah
uang pada tanggal penilaian, yang dapat
diperoleh dari transaksi jual beli atau
hasil penukaran suatu asset, antara
pembeli yang berniat membeli dan
penjual yang berminat menjual, dalam
suatu transaksi bebas ikatan, yang
penawarannya dilakukan secara layak,
diman kedua pihak, dimana kedua
pihak masing – masing mengetahui,
bertindak hati – hati dan tanpa paksaan
( SPI 2002 0.5.39.1)
Penghitungan Assessment Sales Ratio
Menurut Direktorat Jenderal Pajak
dalam Tata Cara Perhitungan Masing –
masing, Key Performance Indicator (
KPI ) Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006
Tanggal 27 Juli 2006), mengemukakan
bahwa penghitungan untuk Assessment
Sales Ratio adalah sebagai berikut:
penilaian properti untuk kepentingan
perpajakan adalah Assessment Ratio
(AR) yang merupakan perbandingan
antara NJOP sebagai nilai properti yang
ditetapkan terhadap nilai pasar (market
value).
Analisis penentuan NJOP tanah
dimaksudkan untuk melihat tingkat
penerapan NJOP tanah terhadap nilai
pasar yang berlaku. Studi Assessment
Sales Ratio dapat memberi informasi
umum apakah NJOP yang ditetapkan
lebih tinggi atau lebih rendah dari
pasar.
Studi Assessment Sales ratio
diselenggarakan secara relevan
berdasarkan undang-undang, aturan
administratif, dan menggunakan
petunjuk yang bisa diterapkan untuk
studi seperti ini. Tujuan studi ini adalah
untuk mengukur keseluruhan
pencapaian penilaian dan efektivitas
penilaian yuridis. Komisi Pengawas
Pajak Utah (2004)
Hipotesis
Diduga Nilai Jual Objek Pajak Bumi
yang ditetapkan tidak akurat terhadap
nilai pasar yang dianalisa dengan
menggunakan metode Assessment Sales
Ratio.
METODE PENELITIAN
Data dan Sampel
penulis mengambil tempat penelitian di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Padang. Untuk memperoleh data
tambahan penulis melakukan penelitian
di Kecamatan Nanggalo Kelurahan
Kurao Pagang.
Sumber Data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah melalui
Sumber Data Sekunder yaitu membaca
dan mempelajari literatur-literatur yang
berhubungan dengan permasalahan-
permasalahan untuk memperoleh data –
data yang bersifat teoritis yang
mendukung hasil penelitian yang
didapat langsung dari lokasi penelitian.
Metode Analisa
Analisis data merupakan proses
penyederhanaan dari data dalam bentuk
yang lebih ringkas sehingga lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Teknik analisa data yang penulis
gunakan adalah:
1. Analisa Kualitatif
Dalam metode ini penulis
menggunakan analisa kualitatif
dengan membandingkan teori –
teori yang ada dengan kenyataan di
lapangan.
2. Analisa Kuantitatif
Dalam metode ini penulis
menggunakan metode kuantitatif
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
331
yang relevan yaitu dengan
menggunakan metode assessment
sales ratio sehingga bisa dilihat
dengan jelas dengan adanya Tingkat
Akurasi Nilai Jual Objek
Pajak(NJOP) bumi terhadap nilai
pasar.
Rumus yang digunakan untuk
menghitung Assessment Sales Ratio
adalah sebagai berikut:
NJOP PBB Yang Sudah Ditetapkan/
Harga pasar X 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mendapatkan nilai
tanah/m2 atau harga pasar terlebih
dahulu dilakukan analisa
penentuan nilai pasar wajar. Dari
hasil analisa penentuan nilai pasar
wajar maka akan didapat nilai
tanah/m2 sebagai berikut :
Tabel 1
Daftar Analisa Penentuan Nilai Pasar Wajar
No
Alamat objek
pajak
( Data Transaksi )
Harga
transaksi/
Penawaran
( Rp/M2)
Penyesuaian
(%)
Hasil
Penyesuaian
(Rp/M2)
Nilai
Pasar
Wajar
(Rp/M2)
1 Jl. Raya Kurao 250.000 10% 25.000 225.000
2. Jl. Raya Pagang 500.000 10% 50.000 450.000
3. Berok Raya 300.000 10% 30.000 270.000
4. Jl. Berok Rakik 150.000 10% 15.000 135.000
5. Jl. Bayu 300.000 10% 30.000 270.000
6. Jl. Berok 300.000 10% 30.000 270.000
7. Kp. Baru Berok 80.000 10% 8.000 72.000
8. Jl. Mesjid Taqwa 300.000 10% 30.000 270.000
9. Jl. Raya Lb. Bayu 300.000 10% 30.000 270.000
10. Jl. Perjuangan 100.000 10% 10.000 90.000
11. Tanjung Baru
Berok Padang
260.000 10% 26.000 234.000
12. Jl. Bayur 300.000 10% 30.000 270.000
13. Jl. Pengendalian 100.000 10% 10.000 90.000
14. Jl.Pengendalian
Banjir
100.000 10% 10.000 90.000
15. KO. Perumdak 300.000 10% 30.000 270.000
16. Jl. Perjuangan 1-5 100.000 10% 10.000 90.000 (Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan Kantor Lurah Kurao Pagang)
Penetapan Tingkat Akurasi Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) dengan Metode
Assessment Sales Ratio
Dalam pengujian ini penulis mengguna
kan metode Assessment Sales Ratio.
Berdasarkan keputusan Direktorat
Jenderal Pajak dalam Tata Cara
Perhitungan Masing – masing, Key
Performance Indicator ( KPI )
Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006 Tanggal
27 Juli 2006 yang dimaksud dengan
Assessment Sales Ratio adalah
perbandingan rata-rata Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) PBB yang sudah
ditetapkan dibandingkan dengan rata-
rata harga pasar. Data harga pasar di
dapat dari nilai pasar wajar. Dengan
persamaan sebagai berikut:
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
332
Tabel 2.
Daftar Nama Jalan dan NJOP di Kelurahan Kurao Pagang
No Nama Jalan NJOP (Rp/M
2) Harga Pasar (Rp/M
2)
1 Jl. Raya Kurao 128.000 225.000
2. Jl. Raya Pagang 103.000 450.000
3. Berok Raya 128.000 270.000
4. Jl. Berok Rakik 48.000 135.000
5. Jl. Bayu 160.000 270.000
6. Jl. Berok 160.000 270.000
7. Kp. Baru Berok 64.000 72.000
8. Jl. Mesjid Taqwa 36.000 270.000
9. Jl. Raya Lb. Bayu 160.000 270.000
10. Jl. Perjuangan 64.000 90.000
11. Tanjung Baru Berok
Padang
160.000 234.000
12. Jl. Bayur 160.000 270.000
13. Jl. Pengendalian 64.000 90.000
14. Jl.Pengendalian Banjir 64.000 90.000
15. KO. Perumdak 103.000 270.000
16. Jl. Perjuangan 1-5 64.000 90.000
(Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan kantor Lurah
Kurao Pagang)
Berdasarkan data yang telah di dapat
diatas maka dilakukan perhitungan
Assessment Sales Ratio untuk tahun
2011, sebagai berikut:
1. Jl. Raya Kurao kelas A28 masuk
klasifikasi ( >Rp 114.000,00 s/d Rp
142.000,00)
Pada Jl. Raya Kurao yang
mempunyai kelas A28 diperoleh
persentase sebesar 57%,yang artinya
daerah ini masih dalam kawasan
berkembang / strategis
2. Jl. Raya Pagang kelas A29 masuk
klasifikasi (>Rp 91.000,00 s/d Rp
114.000,00)
Pada daerah Berok Rakik yang
mempunyai kelas A29 diperoleh
persentase sebesar 23%,yang
artinya daerah ini belum termasuk
kawasan yang kurang berkembang
sehingga persentase yang dikenakan
masih rendah
3. Berok Raya kelas A28 masuk
klasifikasi (>Rp 114.000,00 s/d
Rp142.000,00)
Di daerah Berok Raya yang
mempunyai kelas A28 diperoleh
persentase sebesar 47%,yang
artinya daerah ini masih tergolong
Assessment Sales Ratio =
NJOP PBB Yang Sudah Ditetapkan
x 100%
Harga Pasar
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
333
kawasan kurang berkembang
sehingga persentase yang dikenakan
masih rendah
4. Jl. Berok Rakik kelas A32 masuk
klasifikasi (>Rp 41.000,00 s/d Rp
55.000,00)
Pada Jl. Berok yang mempunyai
kelas A32 diperoleh persentase
sebesar 35%, yang artinya daerah
ini belum tergolong kawasan maju
sehingga persentase yang dikenakan
masih rendah
5. Jl. Bayu kelas A27 masuk
klasifikasi (>Rp 142.000,00 s/d Rp
178.000,00)
Pada Jl. Bayu yang mempunyai
kelas A27 diperoleh persentase
sebesar 59%,yang artinya daerah ini
sudah tergolong kawasan
berkembang karena persentase yang
dikenakan sudah cukup besar
6. Jl.Berok kelas A27 masuk
klasifikasi (>Rp 142.000,00 s/d Rp
178.000,00)
Pada Jl. Berok yang mempunyai
kelas A27 diperoleh persentase
sebesar 59%,yang artinya daerah ini
masih tergolong kawasan
berkembang sehingga persentase
yang dikenakan relatif cukup besar
7. Kp Baru Berok kelas A31 masuk
klasifikasi (>Rp 55.000,00 s/d Rp
73.000,00)
Di daerah Kp Baru Berok yang
mempunyai kelas A31 diperoleh
persentase sebesar 89%,yang
artinya daerah ini sudah tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan sudah cukup besar.
8. Jl. Mesjid Taqwa kelas A33 masuk
klasifikasi (>Rp 31.000,00 s/d Rp
41.000,00)
Pada Jl. Mesjid Taqwa yang
mempunyai kelas A33 diperoleh
persentase sebesar 13%,yang
artinya daerah ini sudah belum
tergolong kawasan maju sehingga
persentase yang dikenakan sangat
rendah.
9. Jl. Raya Lb Bayu kelas A27 masuk
klasifikasi (>Rp 142.000,00 s/d Rp
178.000,00)
Di daerah Jl. Raya Lb Bayu yang
mempunyai kelas A27 diperoleh
persentase sebesar 59%,yang
artinya daerah ini sudah tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan sudah cukup besar
10. Jl. Perjuangan kelas A31 masuk
klasifikasi (>Rp 55.000,00 s/d Rp
73.000,00)
Pada Jl. Perjuangan yang
mempunyai kelas A31 diperoleh
persentase sebesar 71%,yang
artinya daerah ini sudah tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan sudah cukup besar
11. Tanjung Baru Berok Padang kelas
A27 masuk klasifikasi
(>Rp142.000,00 s/d Rp178.000,00)
Di daerah Tanjung Baru Berok
Padang yang mempunyai kelas
A27 diperoleh persentase sebesar
68%,yang artinya daerah ini sudah
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
334
tergolong kawasan maju karena
persentase yang dikenakan sangat
besar
12. Jl. Bayur kelas A27 masuk
klasifikasi (> Rp 142.000,00 s/d Rp
178.000,00)
Di daerah Jl. Bayur yang
mempunyai kelas A27 diperoleh
persentase sebesar 59%,yang
artinya daerah ini sudah tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan sudah cukup besar.
13. Jl. Pengendalian kelas A31 masuk
klasifikasi (> Rp 55.000,00 s/d Rp
73.000,00)
Di daerah Jl. Pengendalian yang
mempunyai kelas A31 diperoleh
persentase sebesar 71%,yang
artinya daerah ini sudah tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan sudah cukup besar.
14. Jl. Pengendalian Banjir kelas A27
masuk klasifikasi (>Rp 142.000,00
s/d Rp178.000,00)
Di daerah Jl. Pengendalian Banjir
yang mempunyai kelas A27
diperoleh persentase sebesar
71%,yang artinya daerah ini sudah
tergolong kawasan maju karena
persentase yang dikenakan sudah
cukup besar.
15. Ko Perumdak kelas A29 masuk
klasifikasi (>Rp 91.000,00 s/d Rp
114.000,00)
Pada kawasan Ko Perumdak yang
mempunyai kelas A29 diperoleh
persentase sebesar 38%,yang
artinya daerah ini belum tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan masih rendah
16. Jl. Perjuangan 1-5 kelas A31 masuk
klasifikasi (>Rp 55.000,00 s/d Rp
73.000,00)
Di daerah Jl. Perjuangan 1-5 yang
mempunyai kelas A31 diperoleh
persentase sebesar 71%,yang
artinya daerah ini sudah tergolong
kawasan maju karena persentase
yang dikenakan sudah cukup besar.
Berdasarkan perhitungan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa
daerah-daerah yang memiliki
persentase >50%-70% merupakan
kawasan yang strategis dan
mengalami kemajuan dan
perkembangan yang pesat serta
memiliki tingkat penetapan akurasi
Nilai Jual Objek Pajak(NJOP)
sangat tinggi. Persentase 50%- 70%
merupakan standar akurat yang
digunakan oleh Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Padang dan
persentase <50% non akurat. Untuk
kawasan yang memiliki persentase
<50% merupakan kawasan non
strategis serta belum mengalami
perkembangan dan kemajuan yang
dan memiliki tingkat penetapan
akurasi Nilai Jual Objek Pajak (
NJOP ) yang rendah. Oleh karena
itu dapat diketahui hasil tingkat
akurasi NJOP masing-masing
daerah pada tabel 3 sebagai berikut:
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
335
Tabel 3.
Hasil Tingkat Akurasi NJOP Masing-masing Daerah
No
Nama Jalan
Assessment Sales
Ratio
Tingkat Akurasi NJOP
1. Jl. Raya Kurao 57% Akurat
2. Jl. Raya Pagang 23% Belum Akurat
3. Berok Raya 47% Belum Akurat
4. Jl. Berok Rakik 35% Belum akurat
5. Jl. Bayu 59% Akurat
6. Jl. Berok 59% Akurat
7. Kp Baru Berok 89% Akurat
8. Jl. Mesjid Taqwa 13% Belum akurat
9. Jl. Raya Lb. Bayu 59% Akurat
10. Jl. Perjuangan
71% Akurat
11. Tanjung Baru
Berok Padang
68% Akurat
12. Jl. Bayur 59% Akurat
13. Jl. Pengendalian 71% Akurat
14. Jl. Pengendalian
Banjir
71% Akurat
15. Ko Perumdak 38% Belum Akurat
16. Jl. Perjuangan 71% Akurat
(Sumber: Data primer)
Berikut ini dapat dilihat hasil dari perbandingan penelitian terhadap tingkat keakurasian
penetapan NJOP bumi dengan metode Assessment Sales Ratio :
Tabel 4.
Hasil Perbandingan Penelitian terhadap Tingkat Akurasi Penetapan NJOP Bumi
dengan metode Assessment Sales Ratio
No Nama Jalan NJOP
(Rp/M2)
Harga
Pasar
(Rp/M2)
Assessment
Sales Ratio
Tingkat
Akurasi
NJOP
A. Kawasan Strategis
1. Jl. Raya Kurao 128.000 225.000 57% Akurat
2. Jl. Bayu 160.000 270.000 59% Akurat
3. Jl. Berok 160.000 270.000 59% Akurat
4. Kp Baru Berok 64.000 72.000 89% Akurat
5. Jl. Raya Lb. Bayu 160.000 270.000 59% Akurat
6. Jl. Perjuangan 64.000 90.000 71% Akurat
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
336
No Nama Jalan NJOP
(Rp/M2)
Harga
Pasar
(Rp/M2)
Assessment
Sales Ratio
Tingkat
Akurasi
NJOP
7. Tanjung Baru Berok
Padang
160.000 234.000 68% Akurat
8. Jl. Bayur 160.000 270.000 59% Akurat
9. Jl. Pengendalian 64.000 90.000 71% Akurat
10. Jl. Pengendalian
Banjir
64.000 90.000 71% Akurat
11 Jl. Perjuangan 1-5 64.000 90.000 71% Akurat
B. Non Strategis
12. Jl. Raya Pagang 103.000 450.000 23% Belum
akurat
13. Berok Raya 128.000 270.000 47% Belum
Akurat
14. Jl. Berok Rakik 48.000 135.000 35% Belum
Akurat
15. Jl. Mesjid Taqwa 36.000 270.000 13% Belum
akurat
16. Ko Perumdak 103.000 270.000 38% Belum
Akurat
(Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan kantor Lurah
Kurao Pagang)
Analisa Interpretasi
Dari hasil pengolahan data yang telah
dilakukan diatas maka penulis dapat
menginterprestasikan hasil penelitian
yang telah dilakukan yaitu sebagai
berikut:
1. Dari hasil perbandingan penetapan
tingkat akurasi Nilai Jual Objek
Pajak(NJOP) terhadap Harga pasar
maka terdapat dua kawasan yaitu
kawasan strategis dan non strategis
dimana tingkat keakuratan untuk
kawasan strategis adalah > 50-70%
sedangkan untuk kawasan non
strategis <50%.
Kawasan strategis dengan
persentase >50%-70% yaitu:
a. Jl. Raya Kurao memiliki
persentase sebesar 57%
b. Jl. Bayu memilki persentase
sebesar 59%
c. Jl. Berok memiliki persentase
sebesar 59%
d. Kp. Baru Berok memiliki
persentase sebesar 89%
e. Jl. Raya Lb Bayu memiliki
persentase sebesar 59%
f. Jl. Perjuangan memiliki
persentase sebesar 71%
g. Tanjung Baru Berok Padang
memiliki persentase sebesar
68%
h. Jl. Bayur memiliki persentase
sebesar 59%
i. Jl. Pengendalian memiliki
persentase sebesar 71%
j. Jl. Pengendalian Banjir
memiliki persentase sebesar
71%
k. Jl. Perjuangan 1-5 memiliki
persentase sebesar 71%
Kawasan non strategis dengan
persentase < 50% :
a. Jl. Raya Pagang memiliki
persentase sebesar 23%
Jurnal KBP, Vol. 1, No. 3, Desember 2013: 322 - 338
337
b. Berok Raya memiliki persentase
47%
c. Jl. Berok Rakik memiliki
persentase sebesar 35%
d. Jl. Mesjid Taqwa memiliki
persentase sebesar 13%
e. Ko. Perumdak memiliki
persentase sebesar 13%
2. Berdasarkan data diatas terdapat 11
daerah yang memiliki tingkat
keakuratan yang tinggi atau
strategis yaitu Jl. Raya Kurao, Jl.
Bayu, Jl. Berok, Kp. Baru Berok, Jl.
Raya Lb Bayu, Jl. Perjuangan
Tanjung Baru Berok Padang, Jl.
Bayur, Jl. Pengendalian, Jl.
Pengendalian Banjir, Jl. Perjuangan
1-5 serta 5 daerah yang memiliki
data yang belum akurat atau non
strategis yang berada daerah pada
Kelurahan Kurao Pagang yaitu Jl.
Raya Pagang, Berok Raya, Jl. Berok
Rakik, Jl. Mesjid Taqwa, dan Ko
Perumdak.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang “
Analisa Tingkat Akurasi Penetapan
Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) Bumi
Terhadap Nilai Pasar dengan metode
Assessment Sales Ratio” ( Studi Kasus
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Padang) maka dapat disimpulkan :
1. Penulis memperoleh data dari Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Padang mengenai Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) sedangkan data harga
pasar penulis peroleh dari Kantor
Lurah Kurao Pagang Kecamatan
Nanggalo yang sangat membantu
penulis dalam penyelesaian
penelitian ini.
2. Dari hasil perbandingan penetapan
tingkat akurasi Nilai Jual Objek
Pajak(NJOP) terhadap Harga pasar
maka terdapat dua kawasan yaitu
kawasan strategis dan non strategis
dimana tingkat keakuratan untuk
kawasan strategis adalah > 50-70%
sedangkan untuk kawasan non
strategis <50%.
3. Berdasarkan data diatas yang berada
di Kelurahan Kurao Pagang terdapat
kawasan yang memiliki tingkat
keakuratan yang tinggi dan berada di
kawasan strategis yang berjumlah
daerah 11 yaitu Jl. Raya Kurao, Jl.
Bayu, Jl. Berok, Kp. Baru Berok, Jl.
Raya Lb Bayu, Jl. Perjuangan,
Tanjung Baru Berok, Jl. Bayur, Jl.
Pengendalian, Jl. Pengendalian
Banjir, Jl. Perjuangan dan serta data
daerah yang belum akurat atau non
strategis berjumlah 5 daerah yaitu Jl.
Raya Pagang, Berok Raya, Jl. Berok
Rakik, Jl. Mesjid Taqwa, dan Ko
Perumdak
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak dalam Tata
Cara Perhitungan Masing –
masing, Key Performance Indicator (
KPI ) Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006
Tanggal 27 Juli 2006
Firmansyah. (2008). Analisa Tingkat
Akurasi Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak(NJOP) Bumi Terhadap Nilai
Pasar dengan Metode Assessment
Sales Ratio (Studi kasus di KPP
kecamatan Kaliwates Kabupaten
Jember). Dapat di akses di:
http://jurnalskripsi.com/analisa-
tingkat-akurasi-penetapan-njop-
bumi-terhadap-nilai-pasar-dengan-
metode-assessment-sales-ratio-studi-
kasus-di-kecamatan-kaliwates-
kabupaten-jember-pdf.htm
Mardiasmo. (2006). Perpajakan edisi
revisi, Penerbit CV Andi offset,
Yogyakarta
Meliala, Tulis S dan Fransisca Widianti
Oetomo.2010.Perpajakan dan
Akuntansi Pajak. Jakarta : Semesta
Media
Analisa Tingkat Akurasi ... (Dewi Zulvia)
338
Rahman, Abdul, (2010), Administrasi
Perpajakan, Jakarta: Penerbit
Nuansa Cendikia
Rezki, vandy. (2010), “Analisa Tingkat
Akurasi Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak(NJOP) Bumi Terhadap Nilai
Pasar Dengan Metode Assessment
Sales Ratio (Studi Kasus Di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama
Bukittinggi)“.
Resmi, k. Siti, (2009), “Perpajakan
Indonesia Konsep dan Aspek
Formal”, graha ilmu, Jakarta.
Utah Komisi Pengawas Pajak Negara,
2004, Divisi Pajak Kekayaan
Assessment/Sales Studi
Perbandingan
Waluyo, (2011). Perpajakan Indonesia
Edisi 9, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta
Yulihardi. 2008, Pedoman Penulisan
Proposal Penelitian & Skripsi,
Padang, Universitas Putra Indonesia