PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS
TEBU (Saccharum officinarum L.)
Oleh: Mardhyillah Shofy
A34103042
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS
TEBU (Saccharum officinarum L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: Mardhyillah Shofy
A34103042
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
MARDHYILLAH SHOFY. Pengaruh Pemberian Amelioran Tanah
Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Dua Varietas Tebu
(Saccharum Officinarum L.). Dibimbing oleh PURWONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian beberapa
amelioran tanah terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tebu (Saccharum
officinarum L.) yang dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Pertanian
Cimanggu, Bogor pada bulan Maret sampai dengan Juni 2007.
Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dua
faktor yang disusun dalam rancangan acak kelompok. Sebagai petak utama adalah
varietas yang terdiri atas 2 taraf, yaitu varietas PS 862 dan varietas PS 864. Anak
petak adalah tanpa pemberian amelioran sebagai kontrol, 10 ton kompos
blotong/ha, 150 kg/ha EMAS, dan 1.2 l/ha Amino fert. Perlakuan diulang tiga kali
dan tiap unit percobaan terdiri atas 3 pot tanaman, sehingga terdapat 24 satuan
percobaan dengan 72 tanaman.
Pemberian amelioran tanah sebagai perlakuan diberikan setelah media
tanam siap tanam dan diinkubasi selama 2 minggu. Media tanam perlakuan
kompos blotong diberikan sebanyak 48 g per pot, Amino Fert diberikan dengan
penyiraman pada media tanam sebanyak 2.8 ml per pot/ 2 minggu, perlakuan
pupuk EMAS diberikan dengan menyebarkannya pada media tanam sebanyak
0.72 g per pot. Bibit tebu dengan satu mata tunas disemaikan terlebih dahulu pada
bedengan selama satu minggu. Setelah dua minggu perlakuan media, stek yang
telah tumbuh dipindahkan pada media tanam.
Hasil percobaan menunjukkan interaksi antara amelioran tanah dan
varietas tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Jenis amelioran
tanah tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Varietas
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 8 dan 10 MST, luas daun pada
10 dan 12 MST, dan jumlah anakan pada 12 MST. Pada 8 MST tinggi tanaman
PS 862 lebih tinggi 9.7 persen dari PS 864. Pada 10 MST PS 862 lebih tinggi
12.6 persen dibandingkan PS 864. Luas daun PS 862 lebih luas 24.9 dan 21.6
persen dari PS 864 pada 10 dan 12 MST. Varietas PS 864 memiliki jumlah
anakan lebih banyak dari PS 862.
Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tebu berpengaruh nyata
terhadap status Mg tanah pada akhir percobaan. Media tanam varietas PS 864
yang diberikan perlakuan pupuk EMAS memiliki kadar Mg tanah terendah
dibandingkan media tanam PS 864 yang diberikan perlakuan kompos blotong,
Amino Fert dan tanpa pemberian amelioran. Jenis amelioran tanah dan varietas
tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah. Pemberian amelioran tanah
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar unsur N, P, K, dan Ca pada akhir
percobaan. Nilai rata-rata kadar C-organik pada media tanam yang diberikan
kompos blotong, EMAS dan Amino Fert dan media tanam kontrol masing-masing
sebesar 1.82, 1.85, 1.85, dan 1.88 persen. Nilai rata-rata KTK tanah pada media
tanam yang diberikan kompos blotong dan Amino Fert masing-masing sebesar
19.84 dan 19.81 me/100 g. Nilai KTK tanah pada media tanam yang diberikan
EMAS dan media tanam kontrol berturut-turut sebesar 18 dan 18.5 me/100 g.
Kemasaman tanah pada media tanam kompos blotong sebesar 6.0. Kemasaman
tanah pada media tanam yang diberikan perlakuan EMAS dan Amino Fert
memiliki nilai pH tanah yang sama, yaitu sebesar 5.9. Media tanam kontrol
memiliki pH tanah sebesar 5.85.
Dari percobaan disimpulkan bahwa jenis amelioran hanya berpengaruh
nyata terhadap Mg tanah. Varietas PS 862 memiliki tinggi tanaman dan luas daun
lebih baik dari PS 864. Varietas PS 864 memiliki jumlah anakan lebih banyak dari
PS 862.
Judul
Nama
NRP
: PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN
PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum
officinarum L.)
: Mardhyillah Shofy
: A34103042
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Purwono, MS NIP : 131 124 018
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 131 124 019
Tanggal Lulus : ..........................................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 4 Maret
1986. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari Bapak Sulchan
Ichsan dan Ibu Umi Haniah.
Tahun 1997 penulis lulus dari Madrasah Ibtidaiyah Nahdhatul Ulama
Jatikerto, kemudian pada tahun 2000 menyelesaikan studi di SLTP Negeri 4
Kepanjen, Malang. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 1 Kepanjen pada tahun
2003.
Tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB sebagai
mahasiswa Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Selama kuliah, penulis menjadi asisten mata kuliah Tanaman Perkebunan
Utama tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga aktif di Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) Komisariat Institut Pertanian Bogor tahun 2005-2007,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
berkah, tuafik, hidayah dan inayah-Nya maka selesailah penulisan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian dengan judul “Pengaruh Pemberian Amelioran
Tanah pada Sifat Kimia Tanah dan pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu serta adik-
adikku tersayang, Lia, Atok, Roja (namamu menjadi usernameku dimana-mana)
di rumah atas doa, motivasi, dan nasihat untuk selalu menjadi pribadi yang jujur,
rendah hati, sabar, bertanggung jawab, dan pantang menyerah.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Purwono, MS yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi ini, dan Dr. Ir. Suwarto, MS selaku pembimbing akdemik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Ade Wachjar dan Dwi
Guntoro, SP, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan
kepada penulis. Juga kepada Ibu Laksmita Santi dan Bapak Rujito atas semua
bantuannya. Juga kepada teman-teman AGR 40 yang telah membantu dorongan
semangat dan kepada Power Rangers tim semoga anggotanya bertambah. Kepada
Nurhadi terima kasih laptopnya dan kepada teman-teman PMII IPB dan KMNU
IPB.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian,
penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Bogor, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. ix
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................. 2 Hipotesis .......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Botani dan Syarat Tumbuh Tebu ..................................................... 3 Bahan Organik ................................................................................. 4 Peranan Blotong............................................................................... 4 Kompos Blotong .............................................................................. 6 Pupuk Hayati (Biofertilizer)............................................................. 7 Klon PS 862 ..................................................................................... 8 Klon PS 864 ..................................................................................... 8
BAHAN DAN METODE........................................................................... 9
Waktu dan Tempat ........................................................................... 9 Bahan dan Alat................................................................................. 9 Metode ............................................................................................. 9 Pelaksanaan Percobaan .................................................................... 10 Pengamatan ..................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 12
Hasil ................................................................................................. 12 Pembahasan...................................................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 24
Kesimpulan ..................................................................................... 24 Saran................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 25
LAMPIRAN................................................................................................ 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Hasil Analisis Tanah Sebelum dan Sesudah Inkubasi 2 Minggu............. 13
2. Nilai Rata-Rata Sifat Kimia Tanah pada Akhir percobaan..................... 14
4. Kadar Mg Tanah pada Perlakuan Amelioran Tanah dan Varietas........... 15
5. Tinggi Tanaman pada Berbagai Jenis Amelioran dan Varietas............... 17
6. Jumlah Daun pada Berbagai Jenis Amelioran dan Varietas .................... 17
7. Luas Daun pada Berbagai Jenis Amelioran dan Varietas ....................... 18
8. Nilai Rata-Rata Peubah Diamter Batang, Jumlah Anakan, Berat Kering Tajuk, dan Berat Kering Akar pada 12 MST.......................................... 19
Lampiran
1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Jenis Amelioran, dan interaksinya ..................................................................................... 29
2. Hasil Analisis Tanah Awal Media Tanam ............................................. 30
3. Komposisi Hara Kompos Blotong ......................................................... 30
4. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ..................................................... 31
5. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Tinggi Tanaman .............................. 32
6. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Luas Daun ....................................... 33
7. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Jumlah Daun................................... 34
8. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Diameter Batang 12 MST ............... 35
9. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Jumlah Anakan 12 MST................. 35
10. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Bobot Kering Tajuk......................... 35
11. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Bobot Kering Akar .......................... 36
12. Sidik Ragam pH H2O pada Akhir Percobaan......................................... 36
13. Sidik Ragam C-Organik pada Akhir percobaan..................................... 36
14. Sidik Ragam N pada Akhir Percobaan................................................... 37
15. Sidik Ragam P - tersedia pada Akhir Percobaan.................................... 37
16. Sidik Ragam K2O pada Akhir Percobaan .............................................. 37
17. Sidik Ragam KTK pada Akhir Percobaan ............................................. 38
18. Sidik Ragam Ca pada Akhir Percobaan ................................................. 38
19. Sidik Ragam Mg pada Akhir Percobaan ................................................ 38
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Lampiran
1. Denah Tata Letak Percobaan ................................................................. 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewan Gula Indonesia mencatat realisasi produksi gula pada 2007
mencapai 2.41 juta atau bertambah 125 ribu ton dibanding tahun lalu. Rendemen
gula secara nasional turun dari 7.63 % pada 2006 menjadi 7.42 % pada 2007.
Kenaikan produksi gula tampaknya lebih banyak disebabkan oleh perluasan area.
Pada tahun 2006 luas area tebu sekitar 396 ribu ha, tahun ini menjadi 420 ribu ha
(Bisnis Indonesia, 2008). Dengan produksi gula tersebut belum mencukupi
kebutuhan gula nasional untuk konsumsi langsung yang berkisar 2.6 juta ton
hingga 2.7 juta ton (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 2007). Dewan Gula
Indonesia (DGI) menyatakan angka kebutuhan gula nasional mencapai 4.85 juta
ton yang terdiri dari konsumsi langsung 2,7 juta ton dan gula untuk industri
sebesar 2.15 juta ton. Kebutuhan gula untuk industri besar sebanyak 1.1 juta ton
dan untuk industri menengah dan kecil sekitar 1.05 juta ton (Antara, 2007).
Sejak tahun 1970-an areal penanaman tebu bergeser ke lahan kering. Hal
ini disebabkan lahan sawah lebih difokuskan untuk produksi padi. Pergeseran ini
memberikan konsekuensi yang berhubungan dengan produktivitas tebu. Keragaan
produksi tebu lahan kering rata-rata setara dengan 0.5 hingga 0.7 kali tebu sawah
(Toharisman, 1991). Ini berarti untuk menggantikan satu satuan luasan sawah
diperlukan sekitar 1.5 hingga 2 kali lahan kering.
Kendala pengembangan tebu lahan kering adalah topografi bergelombang
hingga berbukit sehingga rawan erosi, solum dangkal, kadar bahan organik
rendah, kejenuhan Al tinggi, miskin hara, kejenuhan basa rendah dan pH yang
rendah (Notohadiprawiro, 1989). Usaha peningkatan kualitas lahan kering mutlak
diperlukan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pemeliharaan
kandungan bahan organik tanah. Soepardi (1983) menyatakan kemampuan tanah
menghasilkan suatu produksi berhubungan dengan kadar bahan organik.
Cooperband (2002) bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik (merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan kemampuan menahan air),
sifat kimia (meningkatkan kapasitas tukar kation, menetralkan toksisitas unsur
tertentu, sebagai buffer atau penyangga untuk menjaga keseimbangan pH tanah),
dan sifat biologi tanah (meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan
besar dalam fiksasi dan transfer hara tertentu seperti N, P, S).
Limbah industri gula berupa blotong, ampas (bagase), abu ketel, serta
serasah berpotensi besar dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik. Blotong
mempunyai potensi terbesar untuk perbaikan sifat fisis, kimia, dan biologi tanah.
Hal ini dapat dilihat dari komposisi kandungan unsur-unsurnya dan sifat mudah
terdekomposisi (Subagio dan Murwandono, 1991).
Blotong mengandung C-Organik 54.6 % , N-Organik 1.77 %, P2O5 3.06
%, K2O 1.25 %, dan CaO 8.98 % (Suhadi et al., 1991). Parinduri (2005) juga
mengungkapkan pemberian blotong yang diperkaya dengan bakteri pelarut fosfat
dan Azospirilium nyata meningkatkan tinggi tanaman tebu dan menambah
ketersediaan hara bagi tanaman.
Tujuan
Percobaan ini dilaksanakan untuk mempelajari pengaruh pemberian
amelioran tanah dan respon varietas terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan
tebu (Saccharum officinarum L.).
Hipotesis
1. Varietas PS 862 memiliki pertumbuhan yang berbeda dari PS 864.
2. Pemberian jenis amelioran tanah akan meningkatkan pertumbuhan tebu
(Saccharum officinarum L.) dan sifat kimia tanah.
3. Varietas memberi respon yang berbeda terhadap jenis amelioran tanah.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh Tebu
Tebu termasuk ke dalam Kelas Monocotyledoneae dan Ordo
Glumamaceae, Famili Graminae, dan Genus Saccharum. Saccharum officinarum
adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan karena
kandungan sukrosa yang tinggi dan seratnya rendah. Daerah asal tanaman tebu
berada di Papua, India, dan Cina (Wikipedia, 2006).
Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu 28 – 30 ºC. Di beberapa tempat,
tanaman ini dijumpai tumbuh baik pada suhu 24 dan 30 ºC. Suhu udara di bawah
24 ºC dapat menyebabkan penurunan aktivitas hormon pertumbuhan, sedangkan
apabila suhu di atas 32 ºC dapat meningkatkan aktivitas respirasi yang dapat
menurunkan jumlah karbohidrat (Dilewijn, 1952). Ketinggian optimum untuk
pertumbuhan tebu tidak lebih dari 600 dpl (di atas permukaan laut). Di daerah
tropik yang bersuhu tinggi, altitude menjadi pembatas kemungkinan
pengembangan pengusahaan tebu.
Untuk menghasilkan produksi tinggi, tebu memerlukan air yang cukup
banyak pada masa awal pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan
yang kering pada akhir masa pertumbuhan vegetatifnya agar proses pemasakan
berjalan dengan baik. Kemasakan batang memerlukan kondisi cuaca kering, suhu
rendah, dan kelaparan nitrogen. Curah hujan yang ideal pada masa pertumbuhan
tebu adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturut-turut. Curah hujan
yang relatif rendah dari batas tersebut dapat menghambat pertumbuhan vegetatif.
Kondisi air berlebih pada waktu mendekati panen menyebabkan kadar nira
dibatang relatif rendah. Berdasarkan penyebarannya, di Indonesia wilayah terbaik
untuk pertumbuhan tebu di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan tipe
iklim D menurut klasifikasi Schamidt – Ferguson. Dengan demikian tebu
menghendaki perbedaan antara musim penghujan dan musim kemarau yang tegas.
Tanaman tebu dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah
yang mengandung liat tinggi sampai tanah berpasir. Walaupun demikian, untuk
mendukung pertumbuhan yang baik tanaman tebu membutuhkan persyaratan
tambahan seperti kedalaman tanah efektif minimal 50 cm, arerasi yang baik,
derajat kemasaman tanah (pH) tanah berkisar antara 5.0 – 8.0, namun tebu masih
toleran terhadap pH 4 atau 10. Tidak adanya unsur toksik juga menjadi syarat
pertumbuhan yang baik bagi tanaman tebu (Fauconnier, 1993).
Bahan Organik
Cooperband (2002) mengemukakan bahan organik adalah semua bahan
yang berasal dari hewan dan tumbuhan yang mengalami dekomposisi. Bahan
organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya
sekitar 3 – 5 persen tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali.
Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah adalah memperbaiki
struktur tanah, sumber unsur hara N, P, S, dan unsur mikro, menambah
kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk
menahan unsur hara, dan sumber energi bagi mikroba tanah.
Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan
organik halus atau humus. Humus berasal dari hancuran bahan organik melalui
kegiatan mikroba di dalam tanah. Humus merupakan senyawa resisten, berwarna
hitam atau cokelat, dan mempunyai daya menahan air yang tinggi. Tingginya
daya menahan unsur hara adalah akibat tingginya kapasitas tukar kation dari
humus. Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-
tanah lapisan atas atau top soil. Semakin ke lapisan bawah tanah, maka kandungan
bahan organik semakin berkurang. (Hardjowigeno, 1995)
Peranan Blotong
Barry et al. (1998) melaporkan bahwa pengembalian limbah organik
memberikan banyak keuntungan pada lahan yaitu dengan menyediakan bahan
organik dan unsur hara. Blotong merupakan limbah organik dari industri gula
yang mengandung 50 – 70 persen bahan organik (Setiawan, 2006). Blotong
merupakan hasil endapan (limbah pemurnian nira) sebelum dimasak dan
dikristalkan menjadi gula pasir. Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam,
memiliki bau tak sedap jika masih basah (Hamawi, 2005). Pada saat giling
dihasilkan 3.64 persen blotong pada pabrik gula sulfitasi dan 7.5 persen pada
pabrik gula karbonatasi, 32 persen ampas (bagase), dan 0.3 persen abu ketel
(Toharisman, 1991). Blotong mempunyai potensi terbesar untuk perbaikan sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah (Subagio dan Murwandono, 1991).
Pemanfaatan blotong di lahan perkebunan tebu telah lama dilakukan.
Suhadi et al. (1991) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemberian blotong
pada tanah berdrainse terhambat menurunkan hasil berat tebu, rendemen, dan
hablur gula. Arifin (1992) mengungkapkan bahwa pemakaian blotong pada tanah
pasir dan lempung dapat meningkatkan hasil panen. Mulyadi (2000) melaporkan
bahwa pemberian blotong nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah tanaman
per rumpun, diameter batang dan bobot kering tebu bagian atas berumur 4 bulan.
Hal yang sama juga dilaporkan Parinduri (2005), pemberian blotong yang
diperkaya dengan bakteri pelarut fosfat dan Azospirilium tanpa penambahan
pupuk anorganik mampu meningkatkan tinggi tanaman tebu yang sama baiknya
dengan kontrol (pemberian dosis pupuk anorganik penuh).
Menurut Barry et al. (1998), blotong mengandung 1.5 % N, 0.9 % P , 0.7
% K, 2.3 % Ca, 0.6 % Mg, dan 0.27 % S dari bahan keringnya. Parinduri (2005)
menyatakan bahwa blotong membantu penyediaan hara yang teratur dan
seimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga efisiensi penyediaan hara
meningkat dan konsekuensinya dosis pupuk kimia dapat berkurang. Hal ini
didukung oleh peryataan McGuire et al.(2006) menyatakan aplikasi blotong 100
– 200 ton berat basah per hektar sebanding dengan dosis rekomendasi pupuk
kimia. Aplikasi blotong 150 ton berat basah/ha akan menyuplai 60 – 75 kg
nitrogen per hektar pada tahun pertama atau sebanding dengan 160 kg/ha Urea.
Mulyadi (2000) melaporkan bahwa pemberian blotong nyata meningkatkan
serapan N baik pada daun maupun batang masing-masing sebesar 363 % dan 643
%. Pemberian blotong juga meningkatkan serapan unsur Si, P, dan S di batang
dan daun.
Kompos Blotong
Campuran antara blotong dan abu ketel memberikan pertumbuhan tebu
lebih baik dibandingkan campuran antara blotong dan ampas tebu (Subagio dan
Murwandono, 1991). Kompos blotong (PG Tjoekir) adalah campuran 60 %
blotong hasil pemurnian dengan sulfitasi dan 40 % abu ketel. Tiap 2 ton bahan
tersebut ditambahkan 2 kg tetes yang dicampur dengan 1 l EM-4 dan 300 l air.
Langkah pertama dalam pembuatan kompos ini adalah dengan mencampurkan
blotong dan abu ketel, diaduk merata dan disiram dengan campuran tetes, EM – 4
dan air. Setelah itu hasil campuran tersebut ditutup rapat. Bila suhu kompos > 50 oC, tutup dibuka dan dibiarkan hingga suhu turun. Kompos dibuka setelah 5 hari
dan diangin-anginkan sebelum digunakan (Setiawan, 2006).
Menurut analisis dari Department Research and Development PT GPM
tahun 2002 kandungan unsur hara pada blotong terdiri atas: 1.15 % N, 0.97 % P,
0.76 % K, 1.78 % Ca, 0.18 % Mg, dan 0.17 % S. Analisa PUSLITBANG Gula
Jengkol tahun 2003 kompos blotong memiliki kandungan 1.52 % N, 2.53 % P2O5,
2.23 % K2O, dan C-Organik 24.69 % (Setiawan, 2006).
Suprapto dan Wijanto (2001) menyatakan pemberian kompos blotong
dengan dosis 8 ton/ha menghasilkan tunas tebu yang tidak berbeda dengan
pemberian pupuk ZA 8 ku/ha dan pupuk SP – 36 2 ku/ha. Fathir (2007)
menyatakan pemberian kompos blotong dengan dosis 10 ton/ha membantu
meningkatkan efisiensi pemberian air, ketersediaan unsur hara N dan K dan
belum nyata meningkatkan serapan hara pada tanaman.
Pupuk Hayati (Biofertilizer)
Pupuk hayati merupakan suatu kemajuan di bidang bioteknologi terapan
yang diperlukan untuk mendukung pembangunan di bidang pertanian dan
perkebunan organik dengan tujuan utama menciptakan suatu sistem budidaya
pertanian yang bebas polusi bahan kimia. Selain itu, biofertilizer diharapkan dapat
meningkatkan dan memperbaiki kualitas produksi serta menurunkan pencemaran
lingkungan (Santi et al.,2007). Fungsi biofertilizer antara lain untuk membantu
penyediaan hara bagi tanaman, mempermudah penyerapan hara bagi tanaman,
membantu dekomposisi bahan organik, menyediakan lingkungan rizhosfer yang
lebih baik sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan
meningkatkan produksi tanaman (Rahmawati, 2005).
Pupuk EMAS dan pupuk Amino Fert merupakan dua jenis pupuk hayati
yang beredar di pasar. Biofertilizer Enhancing Microbial Activities in the Soil
(EMAS) granular berbahan aktif bakteri penambat nitrogen non simbiotik
Azospirillum lipoferum dan Azotobacter beijerinckii, bakteri dan fungi pelarut
fosfat dan pemantap agregat Aeromonas punctata dan Aspergillus niger.
Keempat organisme tersebut diisolasi dari tanah-tanah marginal di Indonesia
(Santi et al., 2007).
Penambahan biofertilizer EMAS pada pupuk konvensional pada tanah
podsolik merah kuning (Ultisols) mampu memperbaiki kemantapan agregat tanah,
menambah aktivitas biologis tanah dan penambatan N bebas dari atmosfir, serta
melarutkan P dan K pada tanah (Yusmandhany, 1999). Aplikasi biofertilizer
EMAS 150 kg/ha pada pertanaman tebu dapat menurunkan dosis pupuk
konvensional hingga 50 % tanpa berpengaruh nyata terhadap produksi, serapan
hara oleh tanaman dan kesuburan tanah. Pada kegiatan aplikasi yang lebih luas,
umumnya pemupukan dengan perlakuan 50 % dosis standar + 150 kg EMAS
memberikan hasil rata-rata yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan 100 %
dosis standar kebun (Goenadi dan Santi, 2001). Dengan aplikasi biofertilizer
EMAS, dosis pupuk kimia konvensional dapat diturunkan 25 sampai 75 % tanpa
berpengaruh nyata terhadap produktivitas tanaman jagung.
Amino Fert merupakan nutrisi yang langsung bisa diserap oleh tanaman
dan kandungan mikroorganisme indigenous berkemampuan mengembalikan
kesuburan lahan (soil conditioner) sehingga dapat meningkatkan daya dukung
lingkungan dan metabolisme tanaman. Komposisi Amino Fert terdiri atas asam
lemak 10.5 %, asam amino 19.6 %, mineral mikro dan makro, bakteri pelarut
fosfat dan bakteri dekomposer.
Varietas PS 862
Sugiyarta (2006) menyatakan PS 862 mempunyai perkecambahan baik
dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang
tegak, diameter besar, bebunga jarang, umur kemasakan awal tengah dengan KDT
(Kuosien Daya Tahan) terbatas, kadar sabut sekitar 14 %. Mudahnya daun tua
diklentek dengan tanaman tegak dan serempak memberikan tingkat potensi
rendemen tinggi. Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu
pertumbuhan pemanjangan batang yang normal. Pada kondisi kekeringan atau
drainasenya terganggu akan terjadi pemendekan ruas batang.
Perkecambahan mata tunas sangat mudah dan cepat tumbuh serempak.
Respon terhadap pupuk N yang sangat tinggi mempunyai pengaruh bahwa apabila
kekurangan N akan mudah berbunga. Oleh karena itu, dosis N yang memadai
dengan aplikasi yang tepat waktu sangat diinginkan oleh varietas ini.
Varietas PS 862 cocok dikembangkan pada tanah regosol, mediteran, dan
Alluvial. Anakan kurang dan sulit membentuk sogolan, oleh karena itu jumlah
bibit pada saat tanam agak lebih rapat. Varietas ini memerlukan pengairan yang
cukup dan masa tanam awal. Rendemen potensialnya sangat tinggi (12 %) pada
awal giling (Mei – Juni), tapi daya tahan rendemen relatif pendek. Pertumbuhan
tegak, daun mudah dikelentek, dan tebu tidak terlalu tinggi.
Varietas PS 864
Sugiyarta (2006) menyatakan PS 864 merupakan keturunan dari PR 1117.
perkecambahan varietas ini sangat baik dengan anakan yang serempak, klentekan
mudah. Sifat dasar pembungaan sedikit atau seporadis, tetapi akan menjadi lebat
apabila ditanam pada lahan-lahan marginal, terganggu drainasenya, atau
kekurangan pupuk nitrogen. Walaupun terjadi pembungaan, tetapi karena diikuti
munculnya siwil di sekitar 3 mata pucuk, maka proses penggabusan akan
dihentikan oleh adanya siwilan tersebut. Pada lahan-lahan bertekstur ringan
sampai berat, PS 864 masih cukup baik pertumbuhannya. Bahkan pada lahan
tegalan di mana kondisi kering panjang terjadi.
Potensi produksi tebu hingga 1 500 ku/ha dengan rendemen sedikit di
bawah PS 851. Tipe kemasakan terdapat kecendrungan pada kelompok tengah
lambat. Kadar sabut berkisar 14 – 15 %.
PS 864 menunjukkan tingkat toleransi kekeringan yang lebih tinggi
dibandingkan PS 851. Varietas ini akan lebih cocok dikembangkan untuk daerah
tegalan dengan pola tanam awal penghujan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian Pertanian
Cimanggu, Bogor. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni
2007.
Bahan dan Alat
Jenis tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah Latosol.
Bahan tanaman berupa stek bagal satu mata varietas PS 862 dan PS 864. Pupuk
kimia yang digunakan adalah ZA, SP-36, dan KCl. Jenis amelioran yang
digunakan adalah kompos blotong, Amino Fert dan EMAS. Kompos blotong
diperoleh dari PG Tjoekir, Jombang. Pupuk EMAS diperoleh dari PT Bio Industri
Nusantara, Purwakarta. Amino Fert diperoleh dari Toko Tani Jaya Pasar Anyar
Bogor.
Alat-alat yang digunakan meliputi ember, timbangan, penggaris, oven,
jangka sorong, dan alat standar lainnya.
Metode Penelitian
Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan dua faktor
perlakuan (faktorial). Sebagai petak utama adalah varietas (V) yang terdiri atas 2
taraf, yaitu varietas PS 862 (V1) dan varietas PS 864 (V2). Anak petak adalah
tanpa pemberian amelioran (A0) sebagai kontrol, 10 ton/ha kompos blotong (A1),
150 kg/ha EMAS (A2), dan 1.2 l/ha Amino Fert (A3). Perlakuan diulang tiga kali
dan tiap unit percobaan terdiri atas 3 pot, sehingga terdapat 24 satuan percobaan
dengan 72 tanaman.
Model aditif linier dari rancangan tersebut adalah:
Yijk = μ + ρi + αj+ (αρ)ij + βk+ (αβ)jk+ εijk
i = 1, 2, 3
j = 1, 2
k = 1, 2, 3,4
Yijk = nilai pengamatan peubah Y pada ulangan ke-i, varietas ke-j dan jenis
amelioran ke-k
μ = nilai rataan umum
ρi = tambahan nilai karena ulangan ke-i
αj = tambahan nilai karena varietas ke-j
(αρ)ij = galat (1)
βk = tambahan nilai karena jenis amelioran ke-k
(αβ)jk = tambahan nilai karena varietas ke-j dan jenis amelioran ke-k
εijk = galat (2).
Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan taraf 5% (uji F
taraf 5%). Jika hasil sidik ragam nyata maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan uji BNJ pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan media tanam meliputi pembersihan dari sampah, pengering
anginan selama dua minggu, kemudian diayak dan dimasukkan ke dalam ember
masing-masing 10 kg tanah. Amelioran tanah diberikan setelah media tanam siap
tanam dan diinkubasi selama 2 minggu. Perlakuan kompos blotong diberikan
sebanyak 48 gram per pot. Amino Fert diberikan dengan penyiraman pada media
tanam sebanyak 2.8 ml per pot. Amino Fert diberikan setiap dua minggu.
Perlakuan pupuk EMAS diberikan dengan menyebarkannya pada media tanam
sebanyak 0.72 gram per pot.
Bibit tebu dengan satu mata tunas disemaikan terlebih dahulu pada
bedengan selama satu minggu. Setelah dua minggu perlakuan media, stek yang
telah tumbuh dipindahkan pada media tanam.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian gulma dan
pemupukan. Tanaman dipupuk dengan dosis standar yaitu 600 kg/ha (2.8
gram/pot) ZA, 250 kg/ha (1.2 gram/pot) SP-36, dan 100 kg (0.48 gram/pot) KCl.
Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disebar merata di sekitar tanaman pada
saat tanam dan pada umur tanaman 1.5 bulan setelah tanam. Pupuk diberikan
sebanyak 1 dosis SP-36 dan ½ dosis ZA sebagai pupuk dasar, serta ½ dosis ZA
dan 1 dosis KCl pada umur 1.5 bulan.
Pengamatan
Percobaan dilakukan selama 3 bulan dan dilakukan pengamatan sejak
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Peubah-peubah yang diamati, yaitu:
a. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun teratas,
dilakukan pada umur 2, 6, 8, 10, dan 12 MST (Minggu Setelah Tanam).
b. Jumlah daun per tanaman, dihitung jumlah daun yang telah membuka
sempurna dilakukan pada umur 2, 6, 8, 10, dan 12 MST.
c. Luas daun dengan mengukur panjang dan lebar daun (+)1 (daun pertama
yang membuka sempurna) yaitu daun no.3 dari daun tombak atau daun
yang memiliki letak cincin daun paling atas, dilakukan pada umur 2, 6, 8,
10, dan 12 MST.
d. Jumlah anakan, dilakukan pada umur 12 MST.
e. Diameter batang, diukur pada ruas ke-2 dari bawah pada pada umur 12 MST
dengan menggunakan jangka sorong.
f. Bobot kering tajuk (BKT) pada 12 MST. Tajuk dioven selama 3 hari pada
suhu 70 oC.
g. Bobot kering akar (BKA) pada 12 MST. Akar dioven selama 3 hari pada
suhu 70 oC.
h. Analisis kimia tanah dilakukan pada awal percobaan, setelah inkubasi media
tanam dan pada 12 MST. Analisis tanah pada awal percobaan dengan
mengambil 1 contoh tanah. Analisis tanah setelah inkubasi dilakukan
dengan mengambil 3 contoh tanah secara komposit dari tiap perlakuan
amelioran tanah, sehingga ada 3 contoh tanah. Analisis tanah pada 12 MST
dilakukan dengan mengambil contoh tanah secara komposit dari dua
ulangan, sehingga ada 16 contoh tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi umum
Berdasarkan hasil analisis tanah awal di Laboratorium Pusat Penelitian
Tanah Bogor, media tanam yang digunakan untuk percobaan ini dikategorikan
bereaksi agak masam (Tabel 1). Kandungan C-organik tergolong sedang (2.17 %)
dan kandungan N-Total di dalam tanah termasuk rendah yaitu 0.17 % dengan C/N
rasio sebesar 13. Kadar P2O5 di dalam tanah sangat tinggi yaitu 288 mg/ 100 g.
Kadar K tanah sebesar 679 ppm. Kapasitas tukar kation yang dimiliki tanah
sebesar 22.82 me/100 g, sedangkan kejenuhan basanya cukup tinggi yaitu >100
%. Media tanam bertekstur lempung liat karena perbandingan pasir : debu : liat
adalah 22 : 29 : 49.
Pada bulan Maret 2006 – Juni 2006 suhu minimum dan maksimum
berkisar antar 26.17 – 39.15 oC, kelembaban rata-rata 67.5 – 91.11 %, dan
intensitas cahaya berkisar 288.57 – 776.00 lux (Rahmawati, 2007). Fathir (2007)
menyatakan pada bulan Agustus 2006 – Oktober 2006 suhu rata-rata rumah kaca
35 oC dengan suhu maksimum 45 oC dan suhu minimum 24 oC.
Sifat kimia tanah setelah inkubasi
Tabel 1 menunjukkan kadar C-organik tanah pada media tanam yang
diberikan perlakuan kompos blotong, EMAS dan Amino Fert yaitu berturut-
berturut sebesar 1.97, 1.99, dan 1.86 persen. Kadar N total tanah setelah inkubasi
pada media tanam yang diberikan kompos blotong, EMAS, dan Amino Fert
masing-masing sebesar 0.15, 0.15, dan 0.14 persen.
Kondisi media tanam setelah inkubasi selama 2 minggu menunjukkan
kandungan unsur P pada perlakuan kompos blotong dan EMAS masing-masing
sebesar 296 dan 302 mg/100 g. Kadar P tanah pada perlakuan Amino Fert
sebesar 268 mg/100 g. Ketersediaan unsur K pada media tanam yang diberikan
perlakuan kompos blotong, EMAS, dan Amino Fert masing - masing sebesar
903, 769, dan 749 mg/100 g.
Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Sebelum dan Sesudah Inkubasi
Perlakuan Sesudah Sifat tanah
Sebelum Kompos Blotong EMAS Amino
Fert C-Organik (%) 2.17 1.97 1.99 1.86N-total (%) 0.17 0.15 0.15 0.14P (mg / 100 g) 288 296 302 268K-tersedia (ppm) 679 903 769 749Ca (me /100 g) 17.37 16.41 15.18 15.06Mg (me /100 g) 3.87 3.75 3.39 3.39K (me/100 g) 1.34 1.78 1.52 1.49Na (me /100 g) 0.31 0.29 0.29 0.23KTK (me /100 g) 22.82 24.74 24.81 23.73pH (H2O) 6.4 6.4 6.4 6.2Kejenuhan basa (%) >100 90 82 85
Kadar Ca tanah setelah inkubasi pada media tanam yang diberikan kompos
blotong sebesar 16.41 me/100 g. Pada media tanam yang diberikan perlakuan
EMAS dan Amino Fert diperoleh kadar Ca tanah berturut-turut sebesar 15.81 dan
15.06 me/100 g. Kadar Mg tanah pada media tanam yang diberikan kompos
blotong sebesar 3.75 me/100 g. Kadar Mg pada media tanam yang diberikan
perlakuan EMAS dan Amino Fert adalah sama besarnya, yaitu 3.39 me/100 g.
Kadar Na tanah pada media tanam yang diberikan kompos blotong sama dengan
kadar Na pada media tanam yang diberikan EMAS, yaitu sebesar 0.29 me/100 g.
Kadar Na tanah pada media tanam yang diberikan Amino Fert sebesar 0.23
me/100 g.
Media tanam yang diberikan EMAS memiliki nilai KTK (Kapasitas Tukar
Kation) tanah sebesar 24.81 me/100 g. Nilai KTK tanah pada media tanam yang
diberikan kompos blotong dan Amino Fert masing-masing sebesar 24.74 dan
23.73 me/ 100 g. Kemasaman tanah (pH) tidak terjadi perubahan setelah inkubasi
2 minggu yaitu sebesar 6.4 pada media tanam yang diberikan kompos blotong dan
EMAS. Media tanam yang diberikan Amino Fert memiliki pH tanah sebesar 6.2.
Kejenuhan basa tanah pada media tanam yang diberikan kompos blotong
sebesar 90 %. Media tanam yang diberikan EMAS dan Amino Fert masing-
masing memiliki nilai kejenuhan basa sebesar 82 dan 85 persen.
Sifat kimia tanah akhir percobaan
C-Organik. Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar C-organik tanah. Varietas dan amelioran tanah
juga tidak berpengaruh nyata terhadap kadar C-organik tanah (Tabel Lampiran 1).
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar C-organik pada media tanam
yang diberikan kompos blotong, EMAS dan Amino Fert masing-masing sebesar
1.82, 1.85, dan 1.85 persen. Media tanam kontrol memiliki kadar C- organik tanah
sebesar 1.88 persen.
Nitrogen (N). Kadar N total tanah pada akhir percobaan tidak
dipengaruhi oleh interaksi antara amelioran tanah dan varietas. Amelioran tanah
dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N total tanah (Tabel
Lampiran 1). Kadar N rata-rata pada media tanam yang diberikan EMAS dan
Amino Fert masing-masing sebesar 0.25 dan 0.26 persen. Kadar N rata-rata pada
media tanam yang diberikan kompos blotong sama dengan media tanam kontrol,
yaitu sebesar 0.23 persen. Kadar N-total tanah pada akhir percobaan disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Sifat Kimia Tanah pada Akhir Percobaan
Perlakuan Sifat tanah
Kontrol Kompos Blotong EMAS Amino Fert
C-Organik (%) 1.88 1.82 1.85 1.85
N-total (%) 0.23 0.23 0.25 0.26
P-tersedia (ppm) 270.25 309.00 262.5 275
K2O (ppm) 500.25 557.25 480.5 482.0
Ca (%) 0.48 0.51 0.43 0.49
KTK (me/100 g) 18.50 19.84 18.0 19.81
pH (H2O) 5.85 6.00 5.9 5.90
Fosfor (P). Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar P tanah pada akhir percobaan. Amelioran tanah
dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P tanah pada akhir percobaan
(Tabel Lampiran 1). Nilai rata-rata kadar P tanah pada media tanam kompos
blotong dan Amino Fert masing-masing sebesar 309 dan 275 ppm. Nilai rata-rata
kadar P tanah pada media tanam yang diberikan perlakuan EMAS dan media
tanam kontrol masing-masing sebesar 262.5 dan 270.25 ppm.
Kalium (K). Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar K tanah pada akhir percobaan. Amelioran
tanah dan varietas tebu tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K tanah pada
akhir percobaan (Tabel Lampiran 1). Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar K rata-
rata pada media tanam yang diberikan perlakuan kompos blotong dan media
tanam kontrol masing-masing sebesar 557.25 dan 500.25 ppm. Nilai rata-rata
kadar K tanah pada media tanam yang diberikan perlakuan EMAS dan Amino fert
berturut-turut sebesar 480.5 dan 482 ppm.
Kalsium (Ca). Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar Ca tanah pada akhir percobaan. Amelioran
tanah dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca tanah pada akhir
percobaan (Tabel Lampiran 1). Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata kadar Ca
pada media tanam yang diberikan kompos blotong dan Amino Fert masing-
masing sebesar 0.51 dan 0.49 persen. Kadar kalsium pada media tanam yang
diberikan EMAS dan media tanam kontrol masing-masing sebesar 0.43 dan 0.48
persen.
Magnesium (Mg). Status Mg tanah pada akhir percobaan menunjukkan
bahwa interaksi antara amelioran tanah dan varietas tebu berpengaruh nyata
terhadap status Mg tanah pada akhir percobaan (Tabel Lampiran 1). Tabel 3
menunjukkan PS 862 memberikan respon kadar Mg yang tidak berbeda nyata
terhadap amelioran tanah. Media tanam varietas PS 864 yang diberikan perlakuan
pupuk EMAS memiliki kadar Mg tanah terendah dibandingkan media tanam PS
864 yang diberikan perlakuan kompos blotong, Amino Fert dan tanpa pemberian
amelioran. Kadar Mg tanah pada akhir percobaan disajikan pada Tabel 3.
Kapasitas Tukar Kation (KTK). Tabel Lampiran 1 menunjukkan
interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai KTK tanah pada akhir percobaan. Varietas dan amelioran tanah juga tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai KTK tanah. Nilai rata-rata KTK tanah pada
media tanam yang diberikan kompos blotong dan Amino Fert masing-masing
sebesar 19.84 dan 19.81 me/100 g. Nilai KTK tanah pada media tanam yang
diberikan EMAS dan media tanam kontrol berturut-turut sebesar 18 dan 18.5
me/100 g. Nilai rata-rata kapasitas tukar kation tanah pada akhir percobaan
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 3. Kadar Mg Tanah pada Perlakuan Amelioran Tanah dan Varietas
Kadar Mg Amelioran Tanah PS 862 PS 864
-------%------
Kontrol (A0) 0.145 cd
(2.182) 0.130 b (2.066)
Kompos Blotong (A1) 0.150 cd
(2.219) 0.150 cd
(2.219)
EMAS (A2) 0.140 c (2.144)
0.115 a(1.943)
Amino Fert (A3) 0.140 c (2.144)
0.150 cd (2.219)
Keterangan: - Angka dalam kurung adalah hasil transformasi arcsin √x - Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
Kemasaman tanah. Tabel Lampiran 1 menunjukkan interaksi antara
amelioran tanah dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah
(pH). Amelioran tanah dan varietas juga tidak berpengaruh nyata terhadap pH
tanah. Kemasaman tanah pada media tanam kompos blotong sebesar 6.0.
Kemasaman tanah pada media tanam yang diberikan perlakuan EMAS dan
Amino Fert memiliki nilai pH tanah yang sama, yaitu sebesar 5.9. Media tanam
kontrol memiliki pH tanah sebesar 5.85. Nilai rata-rata pH tanah pada akhir
percobaan disajikan pada Tabel 2.
Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman
Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa interaksi antara amelioran tanah
dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Amelioran
tanah tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Varietas
memberikan respon sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 4, 8, dan 10 MST
(Minggu Setelah Tanam) dan nyata pada 6 MST. Varietas berpengaruh nyata
terhadap luas daun pada 10 dan 12 MST, dan jumlah anakan pada 12 MST.
Tinggi tanaman. Tinggi tanaman hanya dipengaruhi oleh varietas, tidak
oleh jenis amelioran. Tinggi tanaman PS 862 lebih tinggi dibandingkan PS 864.
Pada 8 MST tinggi tanaman PS 862 lebih tinggi 9.7 persen dari PS 864. PS 862
lebih tinggi 12.6 persen dibandingkan PS 864 pada 10 MST. Nilai rata-rata
peubah tinggi tanaman disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tinggi Tanaman pada Berbagai Jenis Amelioran dan Varietas
Umur Tanaman Perlakuan
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Petak Utama -------cm------- PS 862 79.47 127.60a 149.92a 164.03a 178.19a 183.59 PS 864 64.76 119.20a 141.76a 149.48b 158.29b 164.18 Anak Petak Tanpa Amelioran 75.72 127.21 146.02 154.25 165.60 174.68 Kompos Blotong 67.67 118.86 144.13 159.10 172.00 175.91 EMAS 74.53 130.64 151.24 158.78 169.96 174.27 Amino Fert 70.56 116.89 141.97 154.89 165.41 170.67
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNT pada taraf 5 %.
Jumlah daun. Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Amelioran tanah dan varietas secara
tunggal juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun
meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Nilai rata-rata jumlah daun pada
berbagai jenis amelioran dan varietas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Daun pada Berbagai Jenis Amelioran dan Varietas
Umur Tanaman Perlakuan 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST
Petak Utama PS 862 3.17 4.72 5.39 5.64 7.44 6.28 PS 864 3.25 5.00 5.78 5.78 7.03 6.11 Anak Petak Tanpa Amelioran 3.17 4.56 5.28 5.56 6.89 6.28 Kompos Blotong 3.11 4.89 5.72 6.06 7.39 6.06 EMAS 3.33 5.22 5.56 5.39 7.28 6.06 Amino Fert 3.22 4.78 5.78 5.83 7.39 6.39
Luas Daun. Interkasi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap luas daun. Varietas berpengaruh nyata terhadap luas
daun pada 10 dan 12 MST. Luas daun PS 862 lebih luas 24.9 dan 21.6 persen dari
PS 864 pada 10 dan 12 MST. Nilai rata-rata luas daun pada berbagai umur
tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Daun pada Berbagai Jenis Amelioran dan Varietas
Umur Tanaman Perlakuan 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST
Petak Utama ----------cm2--------- PS 862 103.00 162.50 214.20 289.98 515.85a 553.15a PS 864 63.64 152.39 221.66 281.38 412.89b 454.68b Anak Petak Tanpa Amelioran 93.93 168.15 218.87 283.02 448.01 498.11 Kompos Blotong 76.46 138.39 208.24 292.81 479.49 514.79 EMAS 80.83 180.46 234.37 287.85 483.96 506.41 Amino Fert 82.07 142.79 210.23 279.04 446.03 496.36
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNT pada taraf 5 %.
Diameter Batang. Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Amelioran tanah dan varietas secara
tunggal juga tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Nilai rata-rata
diameter batang pada umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 7.
Jumlah Anakan. Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Amelioran tanah tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah anakan. Varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah
anakan. Varietas PS 864 memiliki jumlah anakan 8 kali lebih banyak dari PS 862.
Nilai rata-rata jumlah anakan pada umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 7.
Bobot Kering Tajuk (BKT). Interaksi antara amelioran tanah dan
varietas tidak berpengaruh nyata terhadap BKT pada 12 MST. Amelioran tanah
dan varietas secara tunggal juga tidak berpengaruh nyata terhadap BKT pada 12
MST. Nilai rata-rata bobot kering tajuk (BKT) dapat dilihat pada Tabel 7.
Bobot Kering Akar (BKA). Interaksi antara amelioran tanah dan varietas
tidak berpengaruh nyata terhadap BKA pada 12 MST. Amelioran tanah dan
varietas secara tunggal juga tidak berpengaruh nyata terhadap BKA pada 12 MST.
Nilai rata-rata bobot kering akar (BKA) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Rata-Rata Peubah DB, JA, BKT, dan BKA pada 12 MST
Peubah Perlakuan DB (cm) JA BKT (g) BKA (g)
Petak Utama PS 862 1.61 0.17 b 31.46 35.30 PS 864 1.67 1.56 a 28.32 25.54 Anak Petak Tanpa Amelioran 1.66 1.00 30.24 32.74 Kompos Blotong 1.61 0.89 30.64 30.83 EMAS 1.66 0.94 30.17 28.26 Amino Fert 1.63 0.61 28.52 29.84
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNT pada taraf 5 %. DB: Diameter Batang BKT: Bobot Kering Tajuk JA: Jumlah Anakan BKA: Bobot Kering Akar
Pembahasan
Pada inkubasi selama 2 minggu dan akhir percobaan, kandungan C-
organik tanah mengalami penurunan. Hal ini diduga selama masa inkubasi dan
pertumbuhan tanaman terjadi proses dekomposisi bahan organik. Pada proses
dekomposisi, mikroba tanah menggunakan C-organik sebagai sumber energi. Sari
(2007) menyatakan bahwa selama masa inkubasi terjadi proses dekomposisi
bahan organik dan sebagian bahan organik dimanfaatkan sebagai sumber energi
oleh mikroba tanah sehingga kadarnya berkurang. Syers dan Craswell (1994)
menyatakan dekomposisi bahan organik tanah tergantung pada kondisi
lingkungan. Di daerah tropik dekomposisi bahan organik lebih cepat karena
tingginya temperatur di daerah tropik. Kurniawan (2004) menyatakan Aspergillus
sp. dan Penicillium sp. dalam melarutkan unsur P tanah yang sukar larut
dipengaruhi oleh kelembaban tanah, populasi fungi serta kandungan bahan
organik. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa aktivitas fiksasi N2 oleh
Azospirillum spp dipengaruhi oleh pH, potensial redoks dan bahan organik.
Kandungan bahan organik tanah media tanam yang diberi perlakuan
kompos blotong tidak mengalami peningkatan pada akhir percobaan. Hal ini
disebabkan kompos blotong sudah mengalami dekomposisi pada proses
pengomposan sehingga kandungan C-organik tanah tidak bertambah lagi.
Pengolahan tanah mendorong dekomposisi dan penurunan kadar bahan organik
yang cepat (Soepardi, 1983). Kondisi tanah yang berdrainase baik, dengan
struktur gembur, suhu dan kelembaban yang tinggi, sangat mendukung proses
dekomposisi blotong (Ismail et al., 1996). Selain itu, nilai nisbah C/N kompos
blotong yang lebih kecil dari 20 mendorong terjadinya proses mineralisasi
kompos blotong (Hanafiah, 2005). Keadaan ini dapat dilihat dari kadar P, K, Mg
dan Ca tanah media yang diberikan perlakuan kompos blotong lebih tinggi
dibandingkan media tanam yang diberikan perlakuan lainnya.
Pemberian amelioran tanah tidak berpengaruh nyata terhadap kadar unsur
N, P, K, dan Ca pada akhir percobaan. Fathir (2007) melaporkan bahwa
pemberian kompos blotong tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N, P,
dan K tanah pada akhir percobaan.
Tanah media tanam yang diberikan perlakuan EMAS dan Amino Fert
memiliki kadar N total lebih tinggi dari kontrol pada akhir percobaan. Pada akhir
proses dekomposisi, kandungan bahan organik yang rendah meyebabkan sebagian
mikroba tanah mati dan N penyusun sel-selnya segera mengalami mineralisasi
melepaskan N, sehingga ketersediaan N meningkat (Hanafiah, 2005). Peningkatan
ketersediaan unsur N ini akan menurunkan nisbah C/N tanah. Pada akhir
percobaan menunjukkan bahwa media tanam yang diberikan perlakuan EMAS
dan Amino Fert memiliki nisbah C/N tanah lebih rendah dari kontrol. Nisbah C/N
tanah media tanam yang diberikan EMAS dan Amino Fert adalah 7, sedangkan
nisbah C/N media tanam kontrol adalah 8.
Kandungan unsur P pada perlakuan kompos blotong lebih tinggi
dibandingkan kontrol selama masa inkubasi dan akhir percobaan. Tingginya unsur
P perlakuan kompos blotong selain dari pupuk diduga juga berkaitan dengan
tambahan dari kompos blotong. Kandungan unsur P dalam kompos blotong
sebesar 1 % (Tabel Lampiran 3). Mulyadi (2000) melaporkan pemberian blotong
nyata meningkatkan status P tanah.
Kadar unsur P media tanam EMAS dan Amino Fert lebih tinggi dari
kontrol setelah inkubasi. Hal ini disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme
yang terdapat pada kedua produk. Pupuk EMAS diformulasikan dengan bahan
aktif berupa bakteri Azospirillium lipoferum, Azotobacter beijerenckii, dan
Aeromonas punctata, serta fungi pelarut fosfat Aspergillus niger (Santi et al.,
2007). Amino Fert mengandung bakteri pelarut fosfat. Proses utama pelarutan
senyawa fosfat tanah sukar larut adalah produksi asam organik oleh Aspergillus
niger. Asam organik berinteraksi dengan senyawa P sukar larut (Santi et al.,
2000). Asam organik juga melarutkan fosfor dalam komplek Al-P, Fe-P, Mn-P
dan Ca-P (Kurniawan, 2004).
Kadar kalium tanah pada media tanam yang diberikan perlakuan
amelioran mengalami peningkatan dibandingkan sebelum inkubasi. Hal ini diduga
berhubungan dengan kandungan unsur K dalam kompos blotong sebesar 1.25 %
yang dapat meningkatkan kandungan unsur K tersedia bagi tanaman. Adanya
asam humat dan asam fulfat yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan
organik akan mempercepat ketersediaan K (Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, 1991). Hanafiah (2005), hasil akhir dari proses dekomposisi bahan
organik oleh mikroba tanah berupa kation-anion sederhana yang tersedia bagi
tanaman.
Kadar unsur P dan K tanah pada media tanam yang diberikan perlakuan
EMAS pada akhir percobaan lebih rendah dibandingkan kadar P dan K pada
media tanam kontrol. Kadar P dan K pada media tanam EMAS dan Amino Fert
masing-masing adalah 262.5 dan 480.5 ppm, sedangkan kadar P dan K pada
media tanam kontrol adalah 270.25 dan 500.25 ppm (Tabel 3). Hal ini diduga
berhubungan dengan aktivitas bakteri Azospirillium lipoferum, Azotobacter
beijerenckii, dan Aeromonas punctata, serta fungi pelarut fosfat Aspergillus niger
yang membantu peyerapan hara. Menurut Hanafiah (2005) tanaman yang
berasosiasi dengan Azospirillum spp akan mendapatkan suplai auksin yang
berfungsi memacu pertumbuhan akar dan rambut-rambut akar, sehingga serapan
hara meningkat. Azotobacter sp mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui
kemampuannya meningkatkan kelarutan unsur P (Lata dan Tilak, 2003). Parinduri
(2005) juga melaporkan bahwa pemberian blotong yang diperkaya dengan BPF
(Bakteri Pelarut Fosfat) dan Azospirillium dapat meningkatkan serapan P tanaman
tebu.
KTK (Kapasitas Tukar Kation) media tanam mengalami peningkatan
setelah inkubasi 2 minggu. Media tanam yang diberikan perlakuan kompos
blotong dan pupuk EMAS memiliki nilai KTK sebesar 24.74 dan 24.81 me/100 g.
Pada media tanam yang diberikan Amino Fert dan media tanam kontrol diperoleh
nilai KTK sebesar 23.73 dan 22.82 me/100 g. Dekomposisi bahan organik
menghasilkan humus yang mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan mineral
liat. Nilai KTK humus mencapai 200 me/ 100 g (Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, 1991). Mulyadi (2000) melaporkan pemberian blotong nyata
meningkatkan KTK tanah.
Pada akhir percobaan, KTK tanah tidak dipengaruhi oleh jenis amelioran
tanah dan varietas tebu yang digunakan. KTK tanah pada semua perlakuan
mengalami penurunan. Hal ini diduga berkaitan dengan pH media tanam yang
mengalami penurunan. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa kemasaman tanah
mempengaruhi nilai KTK tanah.
Media tanam yang diberikan perlakuan amelioran tanah dan kontrol
terjadi penurunan nilai pH tanah pada akhir percobaan. Hal ini diduga pupuk
anorganik berpengaruh terhadap penurunan nilai pH tanah. Menurut Soepardi
(1983) bahwa ion NH4+ yang ternitrifikasi akan menghasilkan ion H+. Ion H+
menjadi sumber potensi meningkatnya kemasaman tanah. Produksi asam sitrat
dan asam oxalic oleh Aspergillus niger berpengaruh terhadap penurunan pH tanah
(Santi et al., 2000). Bahan organik berperan sebagai buffer pH larutan tanah
dengan mengikat atau melepas ion H+ pada larutan tanah (Cooperband, 2002).
Perlakuan amelioran tanah tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
pertumbuhan tanaman. Diduga faktor yang mempengaruhi adalah ketersediaan
hara yang telah mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan, sehingga pertumbuhan
tanaman telah optimal menggunakan unsur hara yang tersedia. Tingkat kesuburan
media tanam dapat dilihat dari hasil analisis tanah yang menunjukkan kejenuhan
basa tanah > 80 %. Tanah yang memiliki tingkat kejenuhan basa > 80 % akan
membebaskan kation-kation basa lebih mudah (Tan, 1992). Kemudahan tanah
dalam membebaskan kation basa akan memudahkan tanaman dalam memperoleh
unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Derajat kemasaman tanah awal percobaan nilainya sebesar 6.4. Derajat
kemasaman tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu berkisar antara
5.0 – 8.0. Pada pH 6.4 unsur hara N, K, S, Mn, B, dan Zn tersedia maksimum
bagi tanaman. Kondisi tanah pada pH, KTK, dan kejenuhan basa yang tinggi,
pemupukan K akan lebih efisien (Hanafiah, 2005). Tanaman memperoleh unsur
hara selain dari tanah, pupuk kimia yang digunakan pada percobaan juga
memberikan ketersediaan hara yang mencukupi bagi tanaman.
Suryana (2005) melaporkan bahwa penggunaan pupuk hayati 600 kg/ha
dan 50 % dosis pupuk aplikasi memberikan pertumbuhan tebu yang tidak berbeda
dengan pengunaan pupuk dosis rekomendasi. Fathir (2007) juga melaporkan
bahwa pemberian kompos blotong tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman tebu umur 3 bulan.
PS 862 memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan PS
864. Tinggi tanaman PS 862 lebih tinggi dibandingkan PS 864. Pada 8 MST
tinggi tanaman PS 862 lebih tinggi 9.7 persen. Varietas PS 862 lebih tinggi 12.6
persen dibandingkan PS 864 pada 10 MST. Luas daun PS 862 pada 12 MST
sebesar 553.15 cm2 atau 21.6 % lebih luas dibandingkan PS 864. Jumlah daun PS
862 pada 12 MST adalah 6.28 helai atau 2.7 % lebih banyak dibandingkan PS
864. Berat kering akar PS 862 sebesar 35.30 g atau 38.2 % lebih berat
dibandingkan PS 864. Berat kering tajuk PS 862 31.46 g atau 11.09 % lebih berat
dibandingkan PS 864.
Varietas PS 864 mempunyai jumlah anakan 8 kali lebih banyak
dibandingkan PS 862. Sugiyarta (2006) menyatakan PS 862 mempunyai jumlah
anakan yang sedikit dan sulit membentuk sogolan. Rahmawati (2007) melaporkan
bahwa varietas PS 862 mempunyai jumlah anakan lebih banyak dibandingkan
varietas PS 864.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tanaman. Jenis amelioran tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tanaman. Varietas PS 862 memiliki tinggi tanaman dan
luas daun lebih tinggi daripada PS 864. Varietas PS 864 memiliki jumlah anakan
lebih banyak dari PS 862. Varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun,
diameter batang, berat kering tajuk, dan berat kering akar.
Interaksi antara amelioran tanah dan varietas tebu hanya berpengaruh
nyata terhadap status Mg tanah pada akhir percobaan. Media tanam varietas PS
864 yang diberikan perlakuan pupuk EMAS memiliki kadar Mg tanah terendah
dibandingkan media tanam PS 864 yang diberikan perlakuan kompos blotong,
Amino Fert dan tanpa pemberian amelioran. Interaksi antara amelioran tanah dan
varietas tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah. Jenis amelioran tanah
dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah. Pemberian
amelioran tanah tidak berpengaruh nyata terhadap kadar unsur N, P, K, dan Ca
pada akhir percobaan.
Saran
Sampai umur 3 bulan pupuk EMAS dan Amino Fert menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan kompos blotong. Penelitian lanjutan
di lapangan perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk EMAS dan
Amino Fert terhadap pertumbuhan dan produksi tebu.
DAFTAR PUSTAKA
Antara. 2007. Industri Gula Rafinasi Siap Diaudit. http://www.antara.co.id. [4 April 2008].
Arifin, S. 1992. Blotong, peranannya terhadap peningkatan tanah pasiran. Berita P3GI. November (7): 5 – 11.
Barry, G.A, Gardner E.A, Rayment G.E, Bloesch P.M. 1998. Recycling Organic Materials On Agricultural Lands. Department of Natural Resources, and CRC for Sustainable Sugar Production. http:// www.p2pays.org. [1 Oktober 2006].
Bisnis Indonesia. 2008. Dewan Gula Indonesia : Areal Tebu Perlu Ditambah 79.000 ha. http :// www. Bisnis. Com. [4 April 2008]
Cooperband, L. 2002. Building Soil Organic Matter with Organic Amandment. Center for Integrated Agricultural Systems (CIAS), College of Agricultural and Life Sciences, University of Wisconsin-Madison. http://www.wisc.edu/cias/.index.html. [31 Agustus 2006].
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 1991. Kimia Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Dillewijn, C. Van. 1952. Botany of Sugarcane. Waltham, Mass. USA. 371 hal.
Fathir, A. 2007. Pengaruh Pemberian Kompos Blotong terhadap Efisiensi Penggunaan Air dan Serapan Hara pada Tebu Lahan Kering (Saccharum officinarum L.). Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
Fauconnier, R. 1993. Sugarcane. MacMillan Press LTD. London and Basingstoke. 140 hal
Hamawi, M. 2005. Blotong Limbah Busuk Berenergi. http ://www.getblob. com. [9 Oktober 2006].
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 358 hal.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. 233 hal.
Goenadi, D.H. dan Laksmita P. S. 2001. Evaluasi Aplikasi Biofertilezer Emas pada Tanaman Tebu di PG. Subang. Makalah Presentasi Hasil Pelaksanaan Aplikasi Biofertilizer Emas di PG Subang [12 November 2001].Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Bogor.
Ismail, I, Yogasara A, Simoen S, dan Mulyadi M. 1996. Pemanfaatan blotong dan subtitusi AS-urea di kebun Cidangdieur pabrik gula Subang. http://www. geocities.com. [9 Oktober 2006].
Kurniawan, L. A. 2004. Uji Kemampuan Pelet Fungi Pelarut Fosfat (Aspergillus sp. dan Penicllium sp. dalam Meningkatkan Ketersediaan P dan Pertumbuhan Jagung Pioneer (P4) pada Inceptisol Darmaga. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hal.
Lata, A.K. Saxena; K.V.B.R. Tilak. 2003. Biofertilizers to Augment Soil Fertility and Crop Production. Di dalam: K.R. Krishna, editor. Soil Fertility and Crop Production. Science Publishers, Inc. Enfield. USA. 270 – 312.
Lembaga Pendidikan Perkebunan. 2007. Produksi Gula 2007 Diprediksi 2.4 juta ton. http://www.w3.org. [ 18 Maret 2008].
McGuire, P, Aitken B, Beattie R. 2006. Filter Mud/ Ash Getting Value for Your Investment. http://www.nswsugar.com. [16 November 2006].
Mulyadi, M. 2000. Kajian Pemberian Blotong dan Terak Baja pada Tanah Kandiudoxs Palaihari dalam Upaya Memperbaiki Sifat Kimia Tanah, Serapan N, Si, P, dan S serta Pertumbuhan Tebu. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal.
Notohadiprawiro, T. 1989. Pertanian Lahan Kering di Indonesia: Potensi, Prospek, Kendala, dan Pengembangannya. Lokakarya evaluasi pelaksanaan proyek pengembangan palawija SFCDPUSAID. Bogor. 6-8 Desember 1989.
Parinduri, S. 2005. Respon Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Pemberian Blotong yang Diperkaya dengan Bakteri Pelarut Fosfat dan Azopirillum. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut pertanian Bogor. Bogor. 85 hal.
Rahmawati, I. 2007. Pengujian Beberapa Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Cekaman Kekeringan. Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 41 hal.
Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Repository 2006. Universitas Sumatra Utara.
Sari, A. 2007. Pengikatan Bahan Organik Setelah Penambahan Berbagai Jenis Kompos pada Beberapa Jenis Tanah. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal.
Santi, L. P, Sumaryono, Goenadi D.H. 2007. Evaluasi aplikasi biofertilizer Emas pada tanaman jagung di Palaihari, Kalimantan Selatan. Bul. Agron. (35) (1) : 22 - 27.
Santi, L.P, Goenadi D.H, Siswanto, Sailah I, dan Isroi. 2000. Solubilization of insoluble phosphate by Aspergillus niger. Menara perkebunan. 68(2): 37 – 47.
Setiawan, K. 2006. Pengusahaan Tebu (Saccharum officinarum L. ) di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X Surabaya dengan Aspek Khusus Pemberian Kompos Blotong pada Tanaman Pertama. Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
Subagio, I dan Murwandono. 1991. Peranan limbah pabrik gula sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan tebu. Berita. P3GI. Oktober (5) : 15 – 19.
Suhadi, Mulyadi M, dan Lestari H. 1991. Dampak pemberian blotong terhadap hasil gula pada lahan sawah berdrainase terhambat. Berita. P3GI. Oktober (5) : 31 – 33.
Suprapto dan Wijanto. 2001. Uji pendahuluan pengaruh kompos, air kelapa, dan ekstrak bunga sepatu terhadap pertumbuhan tunas tebu. Berita. P3GI. Juli (30) : 23 – 27.
Sugiyarta, E. 2006. Prilaku beberapa tebu varietas unggul dan varietas harapan. P3GI. Gula Indonesia/Vol. XXX/No.3/ Desember 2006 – Januari 2007.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB. 590 hal.
Syers, J.K dan Craswell, E.T. 1995. Role of Soil Organic Matter in Sustainable Agricultural Systems. Soil Organic Matter Management for Sustainable Agricultural, ACIAR Procendings, Canberra. No. 56 : 7 - 14.
Tan. H, Kim. 1992. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Goenadi D.H., penerjemah: Radjagukguk B (Ed.). Gajah Mada University Press.Yogyakarta. 295 hal.
Toharisman, A. 1991. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula sebagai Sumber Bahan Organik Tanah. Berita. P3GI. Pasuruan. No. 4 : 66 – 69.
Suryana, U. 2005. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering di PG. Rajawali II unit PG. Subang, Jawa Barat dengan Aspek Khusus Pemanfaatan Pupuk Hayati sebagai Pupuk Alternatif pada Tanaman Tebu. Skripsi. Departemen Budi daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 54 hal.
Wikipedia. 2006. Sugarcane. http://en.wikipedia.org/wiki/Sugarcane.html. [30 Mei 2006]
Yusmandhany, E.S. 1999. Teknik pemberian biofertilizer EMAS pada tanah podsolik (ultisols) Rangkasbitung. Bul.Teknik Pertanian.7(1) : 30 – 32.
Lampiran
Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Jenis Amelioran, dan Interaksinya
Perlakuan
Peubah Varietas Amelioran
Tanah Interaksi KK (a) KK (b)
Tinggi Tanaman 2 MST tn tn tn 15.018 16.8244 MST ** tn tn 0.725 10.9746 MST * tn tn 2.524 21.6828 MST ** tn tn 1.525 8.156
10 MST ** tn tn 2.222 7.30612 MST tn tn tn 7.794 5.550
Jumlah daun 2 MST tn tn tn 13.240 17.6164 MST tn tn tn 6.970 10.9936 MST tn tn tn 14.043 13.2958 MST tn tn tn 17.182 16.586
10 MST tn tn tn 15.650 6.62612 MST tn tn tn 7.591 9.178
Luas Daun 2 MST tn tn tn 29.475 23.9734 MST tn tn tn 3.973 23.4416 MST tn tn tn 5.060 22.4018 MST tn tn tn 3.042 18.245
10 MST * tn tn 7.741 10.93512 MST * tn tn 6.077 9.603
Diameter Batang tn tn tn 5.551 6.276Jumlah Anakan * tn tn 68.794 32.273Bobot Kering Tajuk tn tn tn 13.605 12.081Bobot Kering Akar tn tn tn 56.625 17.506pH H2O tn tn tn 3.384 2.489C-Organik tn tn tn 8.374 5.158N tn tn tn 3.254 8.841P-tersedia tn tn tn 5.641 9.383K2O tn tn tn 10.198 12.29KTK tn tn tn 12.838 5.637Ca tn tn tn 2.606 8.382Mg tn * * 3.571 4.835Keterangan: ** = Berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf α = 1 %
* = Berpengaruh nyata pada uji F taraf α = 5 % tn = Tidak nyata KK(a) = Koefisien Keragaman petak utama KK(b) = Koefisien Keragaman anak petak
Tabel Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah Awal Media Tanam
Sifat tanah Nilai Penilaian
Tekstur Pasir (%) 22 - Liat (%) 49 - Debu (%) 29 - pH (H2O) 6.4 Agak masam pH (KCl) 5.7 - C-Organik (%) 2.17 Sedang N-total (%) 0.17 Rendah C/N Rasio 13 Sedang P2O5 (mg / 100 g) 288 Sangat tinggi K-tersedia (ppm) 679 Basa-basa Ca (me/100 g) 17.37 Tinggi Mg (me/100 g) 3.87 Tinggi K (me/100 g) 1.34 Tinggi Na (me/100 g) 0.31 Sedang KTK (me/100 g) 22.82 Sedang Kejenuhan basa (%) >100 Sangat tinggi Kejenuhan Al ( me/100 g) 0 Rendah
Lab : Balai Penelitian Tanah, Bogor 2007
Tabel Lampiran 3. Komposisi Hara Kompos Blotong
Komponen Analisis Hasil Analisis pH (H2O) 7.2 C-organik 12.73%
N 1.25% P 1.00% K 1.32%
C/N Rasio 10 KTK 40.65 me/100 g Ca 4.69% Mg 0.24% S 0.57%
Sumber : Fathir (2007)
Tabel Lampiran 4. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah
Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi C-Organik (%) <1.00 1.00—2.00 2.01—3.00 3.01—5.00 >5.00 Nitrogen (%) <0.10 0.10—0.20 0.21—0.50 0.51—0.75 >0.75 C/N Rasio <5 5—10 11—15 16—25 >25 P2O5 HCl (mg/100g) <10 10—20 21—40 41—60 >60 P2O5 Bray-1 (ppm) <10 10—15 16—25 26—35 >35 P2O5 Olsen (ppm) <10 10—25 26—45 46—60 >60 K2O HCl 25% (mg/100g)
<10 10—20 21—40 41—60 >60
KTK (me/100g) <5 5—16 17—24 25—40 >40
Susunan Kation: K (me/100g) <0.1 0.1—0.2 0.3—0.5 0.6—1.0 >1.0 Na (me/100g) <0.1 0.1—0.3 0.4—0.7 0.8—1.0 >1.0 Mg (me/100g) <0.4 0.4—1.0 1.1—2.0 2.1—8.0 >8.0 Ca (me/100g) <0.2 2—5 6—10 11—20 >20 Kejenuhan Basa (%) <20 20—35 36—50 51—70 >70 Alumunium (%) <10 10—20 21—30 31—60 >60
Tingkat Kemasam
an
Sanga Masam
Masam Agak Masam
Netral Agak Alkalis
Alkalis
pH <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5 Sumber : Pusat Penelitian Tanah 1983
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Tinggi Tanaman
Umur Sumber Keragaman db Jumlah
kuadrat Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 1298.0104 1298.0104 11.07 0.0797 15.018 16.824 Ulangan 2 1105.9549 552.9775 4.71 0.175 Galat (a) 2 234.5934 117.2967 2 MST Amelioran (A) 3 246.2317 82.0772 0.56 0.653 A x V 3 247.4559 82.4853 0.56 0.6513 Galat (b) 12 1766.6699 147.2225 Total 23 4898.9163
Varietas (V) 1 423.4442 423.4440 528.44 0.0019 0.725 10.974 Ulangan 2 1018.4953 509.2476 635.51 0.0016 Galat (a) 2 1.6026 0.8013 4 MST Amelioran (A) 3 779.3385 259.7795 1.42 0.2862 A x V 3 223.0719 74.3573 0.41 0.7518 Galat (b) 12 2200.801 183.40008 Total 23 4646.7534
Varietas (V) 1 398.6980 398.6980167 29.42 0.0323 2.524 21.682 Ulangan 2 2317.5173 1158.758663 85.51 0.0116 Galat (a) 2 27.1016 13.550804 6 MST Amelioran (A) 3 282.7280 94.242678 0.85 0.4906 A x V 3 134.914483 44.971494 0.41 0.7502 Galat (b) 12 1322.920733 110.243394 Total 23 4483.8802
Varietas (V) 1 1269.924 1269.924 222.09 0.0045 1.525 8.156 Ulangan 2 2971.3191 1485.6596 259.82 0.0038 Galat (a) 2 11.4362 5.7181 8 MST Amelioran (A) 3 116.0461 38.682 0.24 0.8691 A x V 3 99.5025 33.1675 0.2 0.8924 Galat (b) 12 1961.7297 163.4775 Total 23 6429.9575
Varietas (V) 1 2376.259 2376.259 170.09 0.0058 2.222 7.306 Ulangan 2 2565.5248 1282.7624 91.82 0.0108 Galat (a) 2 27.9409 13.9704 10 MST Amelioran (A) 3 192.3494 64.1165 0.42 0.7391 A x V 3 249.4237 83.1412 0.55 0.6575 Galat (b) 12 1813.1675 151.0973 Total 23 7224.6654
Varietas (V) 1 2259.906 2259.906337 12.3 0.0725 7.794 5.550 Ulangan 2 3151.230 1575.615129 8.58 0.1044 Galat (a) 2 367.317 183.658538 12 MST Amelioran (A) 3 91.488 30.496037 0.33 0.8056 A x V 3 258.750 86.250115 0.93 0.4578 Galat (b) 12 1117.399 93.116656 Total 23 7246.091
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Peubah Luas Daun
Umur Sumber Keragaman db Jumlah
kuadrat Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(b) KK(b)
Varietas (V) 1 9296.438 9296.438 15.41 0.0592 29.475 23.973 Ulangan 2 1828.422 914.211 1.52 0.3975 Galat (a) 2 1206.383 603.191 2 MST Amelioran (A) 3 1004.732 334.910 0.84 0.498 A x V 3 533.1766 177.725 0.45 0.725 Galat (b) 12 4787.868 398.989 Total 23 18657.022
Varietas (V) 1 612.464 612.464 15.65 0.0584 3.973 23.441 Ulangan 2 3883.913 1941.956 49.61 0.0198 Galat (a) 2 78.291 39.145 4 MST Amelioran (A) 3 7334.402 2444.800 1.79 0.2017 A x V 3 717.797 239.265 0.18 0.9108 Galat (b) 12 16345.658 1362.138 Total 23 28972.528
Varietas (V) 1 333.984 333.984 2.75 0.2394 5.060 22.401 Ulangan 2 11821.109 5910.554 48.6 0.0202 Galat (a) 2 243.257 121.628 6 MST Amelioran (A) 3 2546.426 848.808 0.36 0.7857 A x V 3 2254.839 751.613 0.32 0.814 Galat (b) 12 28598.667 2383.222 Total 23 45798.284
Varietas (V) 1 443.158 443.158 5.86 0.1365 3.042 18.245 Ulangan 2 31796.735 15898.367 210.39 0.0047 Galat (a) 2 151.13 75.565 8 MST Amelioran (A) 3 640.363 213.454 0.08 0.9704 A x V 3 8246.079 2748.693 1.01 0.4214 Galat (b) 12 32601.575 2716.798 Total 23 73879.039
Varietas (V) 1 63613.836 63613.836 49.22 0.0197 7.741 10.935 Ulangan 2 38039.243 19019.621 14.72 0.0636 Galat (a) 2 2584.652 1292.326 10 MST Amelioran (A) 3 7299.501 2433.167 0.94 0.4502 A x V 3 1652.08 550.693 0.21 0.8851 Galat (b) 12 30943 2578.58 Total 23 144132.31
Varietas (V) 1 58183.95375 58183.953 62.04 0.0157 6.077 9.603 Ulangan 2 67440.95351 33720.476 35.95 0.0271 Galat (a) 2 1875.82157 937.910 12 MST Amelioran (A) 3 1291.73272 430.577 0.18 0.9053 A x V 3 3972.20138 1324.067 0.57 0.6481 Galat (b) 12 28100.053 2341.671 Total 23 160864.716
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Peubah Jumlah Daun
Umur Sumber Keragaman db Jumlah
kuadrat Kuadrat Tengah hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.041 0.041 0.23 0.6784 13.240 17.616 Ulangan 2 2.027 1.013 5.62 0.1512 Galat (a) 2 0.361 0.180 2 MST Amelioran (A) 3 0.162 0.054 0.17 0.9152 A x V 3 0.421 0.140 0.44 0.7288 Galat (b) 12 3.833 0.319 Total 23 6.847 Varietas (V) 1 0.452 0.459 4 0.1835 6.970 10.993 Ulangan 2 1.229 0.614 5.35 0.1574 Galat (a) 2 0.229 0.114 4 MST Amelioran (A) 3 1.386 0.462 1.62 0.237 A x V 3 0.352 0.117 0.41 0.7477 Galat (b) 12 3.427 0.285 Total 23 7.085 Varietas (V) 1 0.904 0.904 1.47 0.3489 14.043 13.295 Ulangan 2 1.852 0.9261 1.51 0.399 Galat (a) 2 1.229 0.614 6 MST Amelioran (A) 3 0.901 0.300 0.55 0.6606 A x V 3 0.095 0.031 0.06 0.981 Galat (b) 12 6.612 0.551 Total 23 11.595 Varietas (V) 1 0.113 0.113 0.12 0.764 17.182 16.852 Ulangan 2 1.782 0.891 0.93 0.5191 Galat (a) 2 1.924 0.962 8 MST Amelioran (A) 3 1.579 0.526 0.59 0.6348 A x V 3 0.615 0.205 0.23 0.8745 Galat (b) 12 10.758 0.896 Total 23 16.773 Varietas (V) 1 1.037 1.037 0.81 0.4634 15.650 6.626 Ulangan 2 0.951 0.475 0.37 0.7295 Galat (a) 2 2.565 1.282 10 MST Amelioran (A) 3 1.015 0.338 1.47 0.2716 A x V 3 0.646 0.215 0.94 0.453 Galat (b) 12 2.758 0.229 Total 23 8.973 Varietas (V) 1 0.163 0.163 0.74 0.4806 7.591 9.178 Ulangan 2 0.924 0.462 2.09 0.3237 Galat (a) 2 0.442 0.221 12 MST Amelioran (A) 3 0.506 0.168 0.52 0.6749 A x V 3 0.056 0.018 0.06 0.9806 Galat (b) 12 3.878 0.323 Total 23 5.972
Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Diameter Batang 12 MST
Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.0192 0.0192 2.33 0.2664 5.551 6.276 Ulangan 2 0.0652 0.0326 3.94 0.2023 Galat (a) 2 0.0165 0.0082 Amelioran (A) 3 0.0102 0.0034 0.32 0.8076 A x V 3 0.0660 0.0220 2.08 0.1558 Galat (b) 12 0.1267 0.0105 Total 23 0.3040
Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Jumlah Anakan 12 MST
Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 11.5787 11.5787 32.99 0.029 68.79 32.27Ulangan 2 0.1463 0.0731 0.21 0.8275 Galat (a) 2 0.7018 0.3509 Amelioran (A) 3 0.5390 0.1796 2.33 0.1259 A x V 3 0.3146 0.1048 1.36 0.3018 Galat (b) 12 0.9253 0.0771 Total 23 14.2058
Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Bobot Kering Tajuk
Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 59.2832 59.2832 3.58 0.1988 13.605 12.081Ulangan 2 110.0258 55.0129 3.33 0.2311 Galat (a) 2 33.0760 16.5380 Amelioran (A) 3 15.7743 5.2581 0.4 0.7533 A x V 3 19.9628 6.6542 0.51 0.6827 Galat (b) 12 156.4766 13.0397 Total 23 394.5989
Tabel Lampiran 11. Sidik Ragam Peubah Pengamatan Bobot Kering Akar
Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 571.3501 571.3501 1.93 0.2996 56.625 17.506Ulangan 2 379.6942 189.8471 0.64 0.6098 Galat (a) 2 593.3733 296.6866 Amelioran (A) 3 63.4742 21.1580 0.75 0.5451 A x V 3 52.3320 17.4440 0.62 0.6182 Galat (b) 12 340.2853 28.3571 Total 23 2000.5095
Tabel Lampiran 12. Sidik Ragam pH H2O pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.0225 0.0225 0.56 0.5903 3.384 2.489Ulangan 1 0.09 0.09 2.25 0.3743 Galat (a) 1 0.04 0.04 Amelioran (A) 3 0.0475 0.015 0.73 0.5703 A x V 3 0.0075 0.0025 0.12 0.9478 Galat (b) 6 0.13 0.021 Total 15 0.3375
Tabel Lampiran 13. Sidik Ragam C-Organik pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.01 0.01 0.42 0.6352 8.374 5.158Ulangan 1 0.03802 0.038 1.58 0.4276 Galat (a) 1 0.02402 0.024 Amelioran (A) 3 0.00665 0.0022 0.24 0.8632 A x V 3 0.00725 0.0024 0.27 0.8482 Galat (b) 6 0.05465 0.0091 Total 15 0.1406
Tabel Lampiran 14. Sidik Ragam N pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman db Jumlah
kuadrat Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.0000062 0.00000625 0.11 0.7952 3.254 8.841Ulangan 1 0.0000062 0.00000625 0.11 0.7952 Galat (a) 1 0.0000562 0.00005625 Amelioran (A) 3 0.0024187 0.00080625 1.8 0.2473 A x V 3 0.0003187 0.00010625 0.24 0.8674 Galat (b) 6 0.0026875 0.00044792 Total 15 0.0054937
Tabel Lampiran 15. Sidik Ragam P-tersedia pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman Db Jumlah
kuadrat Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.5625 0.5625 0.00226 0.9697 5.641 9.383Ulangan 1 612.5625 612.5625 2.47 0.3608 Galat (a) 1 248.0625 248.0625 Amelioran (A) 3 5058.6875 1686.2291 2.46 0.1607 A x V 3 880.6875 293.5625 0.43 0.7406 Galat (b) 6 4117.875 686.3125 Total 15 10918.4375
Tabel Lampiran 16. Sidik Ragam K2O pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman Db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 40804 40804 15.38 0.1589 10.198 12.29Ulangan 1 4160.25 4160.25 1.57 0.429 Galat (a) 1 2652.25 2652.25 Amelioran (A) 3 15527.5 5175.833 1.34 0.3464 A x V 3 6264.5 2088.166 0.54 0.6715 Galat (b) 6 23149.5 3858.25 Total 15 92558
Tabel Lampiran 17. Sidik Ragam KTK pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman Db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.902 0.902 0.13 0.7801 12.838 5.637Ulangan 1 9.517 9.517 1.37 0.4506 Galat (a) 1 6.969 6.969 Amelioran (A) 3 10.519 3.506 3.04 0.1141 A x V 3 5.077 1.692 1.47 0.3142 Galat (b) 6 6.910 1.151 Total 15 39.896
Tabel Lampiran 18. Sidik Ragam Ca pada Akhir Percobaan
Sumber Keragaman Db Jumlah
kuadrat Kuadrat Tengah F - hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.00050625 0.00050625 3.24 0.3228 2.606 8.382Ulangan 1 0.00275625 0.00275625 17.64 0.1488 Galat (a) 1 0.00015625 0.00015625 Amelioran (A) 3 0.01171875 0.00390625 2.46 0.1606 A x V 3 0.00291875 0.00097292 0.61 0.6316 Galat (b) 6 0.0095375 0.00158958 Total 15 0.02759375
Tabel Lampiran 19. Sidik Ragam Mg pada Akhir Percobaan*)
Sumber Keragaman Db Jumlah kuadrat
Kuadrat Tengah
F – hitung Pr > F KK(a) KK(b)
Varietas (V) 1 0.014762 0.014762 12.4 0.1761 0.0555 2.424Ulangan 1 0.000009 0.000009 0.01 0.9448 Galat (a) 1 0.001190 0.001190 Amelioran (A) 3 0.070137 0.023379 8.67 0.0133 A x V 3 0.044656 0.014885 5.52 0.0368 Galat (b) 6 0.016177 0.002696 Total 15 0.146933 Keterangan: *) Hasil transformasi arcsin √x
BLOK III
A0V2 A1V1
A3V2 A0V1
A2V2 A2V1
A1V2 A3V1
BLOK II
A3V1 A1V2
A1V1 A3V2
A2V1 A0V2
A0V1 A2V2
BLOK I
A0V1 A1V2
A1V1 A3V2
A2V1 A2V2
A3V1 A0V2
Gambar 6. Denah Plot Percobaan
Keterangan :
V1: Varietas PS 862 V2: Varietas PS 864 A0: Kontrol A1: Perlakuan Kompos Blotong 10 ton/ha A2: Perlakuan Emas 150 kg/ha A3: Perlakuan Mino Fert 1.2 l/ha
U