5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
1/20
Pengertian dan fungsi Al-quran dan Hadits
PENGERTIAN AL-QURAN
Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoroa () yangbermakna Talaa () keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jamaa (mengumpulkan, mengoleksi).Anda dapat menuturkan, Qoro-a Qoran Wa Quraanan ( amatrep ankam nakrasadreB .( (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Mafuul, artinya Matluw
(yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama a) maka ia adalah mashdar dari Ism
Faail, artinya Jaami (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita -berita dan
hukum-hukum.
Sedangkan secara terminologi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk
seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir
setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Hal ini juga senada dengan
pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau wahyu Allah yang diturunkan melaluiperantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di
gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1
sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni
surah almaidah ayat 3.
Allah taala menyebut al-Quran dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan
keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah
pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
FUNGSI AL-QURAN
1.Petunjuk bagi Manusia.Allah swt menurunkan Al-Quransebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S
AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)
2. Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Quran sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap
hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti
hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Dalam AL-Quran banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat
melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi
kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-
kisah yang diterangkan dalam Al-Quran.
4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
Turunnya Al-Quran merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw. Al-Qur'an
adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw sebagai pedoman
hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang
sebelumnya, dan bernilai abadi.
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
2/20
Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di
zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang
sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat yang berhubungan dengan
ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin
ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang ummi.Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir,
Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan
keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang
bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-
Qur'an adalah wahyu Allah SWT.
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapihan
susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur
tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya bahasa yang
demikian itulah Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal surat Thaha yang
dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh
Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi.
PENGERTIAN HADITS
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat
atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib,
artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal
tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainnya adalah Segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah Segala apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik itu hadits marfu(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang
disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu (yang disandarkan kepada tabiin). [KREAT,2012]
FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QURAN
Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Quranadalah sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya.
Al-Quran dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukanumat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat
yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Quranmengatan bahwa : Pokok-pokok ajaran Al-Quran begitu dinamis serta langgeng abadi,sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapimurni dalam teksnya. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33). Fungsi Haditsterhadap Al-Quran meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Quran.2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
3/20
apa yang dikehendaki Al-Quran. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Quransebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umatmanusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya merekamemikirkan(QS. An-Nahl : 44
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Quran. Hukumyang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Quran. Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu,haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kainsutra bagi laki-laki. [TATAN,2012]
Pembagian Hadits Secara UmumHadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya.
Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah
banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk
mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan
sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.
A. DARI SEGI JUMLAH PERIWAYATNYA
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi sumber berita,
maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni hadits
mutawatirdan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatira. Ta'rif Hadits Mutawatir
Kata mutawatirMenurut lughat ialah mutatabiyang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara
satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut istilah ialah:
"Suatu hasil hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang
menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta."
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
4/20
Artinya:
"Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya,
tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan."
Tidak dapat dikategorikan dalam hadits mutawatir, yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan
tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang
terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi mereka
berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta.
Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini
kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadis itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka
jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat
memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut. Dalam sejarah para perawi diketahui
bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar,
ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan
dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang
meriwayatkan hadits itu.
Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa
sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah
secara mutawatir.
b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya
tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil
pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam
arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh
pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu
mencapai jumlah yang banyak.
2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan
bersepakat dusta.
a. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah
saksi yang diperlukan oleh hakim.
b. Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
5/20
yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
c. Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan
yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan
orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).
d. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut
diqiyaskan dengan firman Allah:
"Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-
Anfal: 64).
3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat(lapisan/tingkatan) pertama maupun
thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak
jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin
terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa
mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar
mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi
yang dapat memustahilkan hadits mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan
dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits
mutawatir, sepertiAl-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-
Suyuti(911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin
Jafar Al-Khattani (1345 H).
c. Faedah Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat
sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti), dengan
seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan
sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadits mutawatir tentang
keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai
ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap
muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang
faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu
daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan
musyahailat (penglibatan pancaindera).
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
6/20
d. Pembagian Hadits Mutawatir
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :
1. Hadits Mutawatir Lafzi
Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi antara lain :
"Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi dan demikian juga pada hukum
dan maknanya."
Pengertian lain hadits mutawatir lafzi adalah :
"Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari
sejumlah rawi."
Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :
"Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia
bersedia menduduki tempat duduk di neraka."
Silsilah/urutan rawi hadits di atas ialah sebagai berikut :
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
7/20
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian
Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsinmenyatakan bahwa hadits itu diterima 200
sahabat.
2. Hadits mutawatir maknawi
Hadits mutawatir maknawi adalah :
Artinya :
"Hadis yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu
makna yang umum."
Artinya:
"Hadis yang disepakati penulisannya atas maknanya tanpa menghiraukan perbedaan pada lafaz."
Jadi hadis mutawatir maknawiadalah hadis mutawatir yang para perawinya berbeda dalam
menyusun redaksi hadis tersebut, namun terdapat persesuaian atau kesamaan dalam maknanya.
Contoh :
Artinya :
"Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa salat
istiqa' dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR.
Bukhari Muslim)
Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah
dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadis-hadis yang ditakrijkan oleh Imam ahmad, Al-
Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :
Artinya :
"Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau."
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
8/20
3. Hadis Mutawatir Amali
Hadis Mutawatir Amaliadalah :
Artinya :
"Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di
antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau
serupa dengan itu."
Contoh :
Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat)
rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita
mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya
demikian.
Di samping pembagian hadis mutawatir sebagimana tersebut di atas, juga ulama yang membagi
hadis mutawatir menjadi 2 (dua) macam saja. Mereka memasukkan hadis mutawatir amali ke
dalammutawatir maknawi. Oleh karenanya hadis mutawatir hanya dibagi menjadi mutawatir
lafzidanmutawatir maknawi.
2. Hadis Ahada. Pengertian hadis ahad
Menurut Istilah ahli hadis, tarif hadis ahad antara laian adalah:
Artinya:
"Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis
mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan
seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam
hadis mutawatir: "
Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut:
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
9/20
Artinya:
"Suatu hadis yang padanya tidak terkumpul syara-syarat mutawatir."
b. Faedah hadis ahad
Para ulama sependapat bahwa hadis ahad tidak Qat'i, sebagaimana hadis mutawatir. Hadis ahad
hanya memfaedahkan zan, oleh karena itu masih perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat
diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau temyata telah diketahui bahwa, hadis tersebut tidak
tertolak, dalam arti maqbul, maka mereka sepakat bahwa hadis tersebut wajib untuk diamalkan
sebagaimana hadis mutawatir. Bahwa neraca yang harus kita pergunakan dalam berhujjah dengan
suatu hadis, ialah memeriksa "Apakah hadis tersebut maqbul atau mardud". Kalau maqbul, boleh
kita berhujjah dengannya. Kalau mardud, kita tidak dapat iktiqatkan dan tidak dapat pula kita
mengamalkannya.
Kemudian apabila telah nyata bahwa hadis itu (sahih, atau hasan), hendaklah kita periksa apakah
ada muaridnyayang berlawanan dengan maknanya. Jika terlepas dari perlawanan maka hadis itu
kita sebut muhkam. Jika ada, kita kumpulkan antara keduanya, atau kita takwilkan salah satunya
supaya tidak bertentangan lagi maknanya. Kalau tak mungkin dikumpulkan, tapi diketahui mana
yang terkemudian, maka yang terdahulu kita tinggalkan, kita pandang mansukh, yang terkemudian
kita ambil, kita pandang nasikh.
Jika kita tidak mengetahui sejarahnya, kita usahakan menarjihkan salah satunya. Kita ambil
yangrajih, kita tinggalkan yang marjuh. Jika tak dapat ditarjihkan salah satunya, bertawaqquflah kita
dahulu.
Walhasil, barulah dapat kita dapat berhujjah dengan suatu hadis, sesudah nyata sahih atau
hasannya, baik ia muhkam, atau mukhtakifadalah jika dia tidak marjuhdan tidak mansukh.
B. DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi,
keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu
hadis. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis
yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh
satu orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada
hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.
Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad)yang sama, maka hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur
lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
10/20
Artinya :
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada kami) pada
waktu yang telah kami tentukan."
Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang, bahkan ada yang membatasi cukup
dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang.
Kata-kata (dari sejumlah rawi yng semisal dan seterusnya sampai akhir
sanad) mengecualikan hadis ahad yang pada sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh
sejumlah rawi mutawatir.
Contoh hadis :
Artinya :
"Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya."
Awal hadis tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi mutawatir. Maka
hadis yang demikian bukan termsuk hadis mutawatir.
Kata-kata (dan sandaran mereka adalah pancaindera) seperti sikap dan
perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan;
"kami melihat Nabi SAW berbuat begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah
keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman Allah dan
mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti pernyataan bahwa satu itu
separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi pertimbangan adalah akal bukan berita.
Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka hadis yang matannya seiring
atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran, lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang
matannya buruk atau bertentangan dengan ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah taraf
kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah.
Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan
tentang benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW. Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis
yang rehdah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW.
Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadis sebagai
sumber hukum atau sumber Islam.
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis
daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan
matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
11/20
1. Hadis Sahih
Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih dari cacat, hadis yng benar berasal dari
Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih, yang diberikan oleh ulama, antara lain :
Artinya :
"Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-
Quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit."
Keterangan lebih luas mengenai hadis sahih diuraikan pada bab tersendiri.
2. Hadis Hasan
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam Turmuzi hasis hasan adalah :
Artinya :
"yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut kami,
yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai
berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat.
Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan."
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
12/20
3. Hadis Daif
Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah
(keci atau rendah) tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW.
Para ulama memberi batasan bagi hadis daif :
Artinya :
"Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun
sifat-sifat hadis hasan."
Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih, melainkan juga tidak
memenuhi syarat-syarat hadis hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih
besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
C. DARI SEGI KEDUDUKAN DALAM HUJJAH
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadis perlu dilakukan pemeriksaan, penyelidikan dan
pemhahasan yang seksama khususnya hadis ahad, karena hadis tersebut tidak mencapai derajat
mutawatir. Memang berbeda dengan hadis mutawatir yang memfaedahkan ilmu darury, yaitu suatu
keharusan menerima secara bulat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, hadis ahad ahad
ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis
maqbuldanhadis mardud.
a. Hadis Maqbul
Maqbulmenurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan
menuruturf Muhaditsin hadis Maqbulialah:
Artinya:
"Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya."
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbulini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam
kategori hadis maqbul adalah:
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
13/20
* Hadis sahih, baik yang lizatihumaupun yang ligairihi.
* Hadis hasanbaik yang lizatihimaupun yang ligairihi.
Kedua macam hadis tersebut di atas adalah hadis-hadis maqbul yang wajib diterima, namun
demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadis yang
maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah
dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan barn yangjugaditetapkan oleh
hadis Rasulullah SAW.
Adapun hadis maqbul yang datang kemudian (yang menghapuskan)disebut dengan hadis
nasikh,sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus) disebut dengan hadis
mansukh.Disamping itu, terdapat pula hadis-hadis maqbul yang maknanya berlawanan antara satu
dengan yang lainnya yang lebih rajih (lebih kuat periwayatannya). Dalam hal ini hadis yang kuat
disebut dengan hadis rajih, sedangkan yang lemah disebut dengan hadis marjuh.
Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya, maka hadis maqbul dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni
hadis maqbulun bihidan hadis gairu ma'mulin bihi.
1. Hadis maqmulun bihi
Hadis maqmulun bihi adalah hadis yang dapat diamalkan apabila yang termasuk hadis ini ialah:
a. Hadis muhkam, yaitu hadis yang tidak mempunyai perlawanan
b. Hadis mukhtalif, yaitu dua hadis yang pada lahimya saling berlawanan yang mungkin
dikompromikan dengan mudah
c. Hadis nasih
d. Hadis rajih.
2. Hadis gairo makmulinbihi
Hadis gairu makmulinbihiialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan. Di antara hadis-hadis
maqbul yang tidak dapat diamalkan ialah:
a. Hadis mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak dapat ditansihkan
dan tidak pula dapat ditarjihkan
b. Hadis mansuh
c. Hadis marjuh.
B. Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima.Sedangkan menurut urf
Muhaddisin, hadis mardud ialah :
Artinya:
"Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan
yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan."
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
14/20
Ada juga yang menarifkan hadis mardud adalah:
Artinya:
"Hadis yang tidak terdapat di dalamnya sifat hadis Maqbun."
Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa jumhur ulama mewajibkan untuk menerima hadis-
hadis maqbul, maka sebaliknya setiap hadis yang mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh
diamalkan (harus ditolak).
Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.
D. DARI SEGI PERKEMBANGAN SANADNYA
1. Hadis Muttasil
Hadis muttasil disebutjuga Hadis Mausul.
Artinya:
"Hadis muttasil adalah hadis yang didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang di atasnya
sampai kepada ujung sanadnya, baik hadis marfu' maupun hadis mauquf."
Kata-kata "hadis yang didengar olehnya" mencakup pula hadis-hadis yang diriwayatkan melalui cara
lain yang telah diakui, sepertiAl-Arz, Al-Mukatabah,danAl-Ijasah, Al-Sahihah. Dalam definisi di atas
digunakan kata-kata "yang didengar" karena cara penerimaan demikian ialah cara periwayatan yang
paling banyak ditempuh. Mereka menjelaskan, sehubungan dengan hadis Mu 'an 'an, bahwa para
ulama Mutaakhirin menggunakan kata 'an dalam menyampaikan hadis yang diterima melalui Al-
Ijasah dan yang demikian tidaklah menafikan hadis yang bersangkutan dari batas Hadis Muttasil.
Contoh Hadis Muttasil Marfu'adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin
Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
15/20
Artinya: "Orang yang tidak mengerjakan shalat Asar seakan-akan menimpakan bencana kepada
keluarga dan hartanya"
Contoh hadis mutasil maukuf adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' bahwa ia
mendengar Abdullah bin Umar berkata:
Artinya:
"Barang siapa yang mengutangi orang lain maka tidak boleh menentukan syarat lain kecuali
keharusan membayarnya."
Masing-masing hadis di atas adalah muttasilatau mausul, karena masing-masing rawinya
mendengarnya dari periwayat di atasnya, dari awal sampai akhir.
Adapun hadis Maqtuyakni hadis yang disandarkan kepada tabi'in, bila sanadnya bersambung.
Tidak diperselisihkan bahwa hadis maqtu termasuk jenis Hadis muttasil; tetapi jumhur mudaddisin
berkata, "Hadis maqtu tidak dapat disebut hadis mausul atau muttasil secara mutlak, melainkan
hendaknya disertai kata-kata yang membedakannya dengan Hadis mausulsebelumnya. Oleh
karena itu, mestinya dikatakan "Hadis ini bersambung sampai kepada Sayid bin Al-Musayyab dan
sebagainya ". Sebagian ulama membolehkan penyebutan hadis maqtusebagai
hadis mausulatau muttasilsecara mutlak tanpa batasan, diikutkan kepada kedua hadis mausuldi
atas. Seakan-akan pendapat yang dikemukakan jumhur, yaitu hadis yang berpangkal pada tabi'in
dinamai hadis maqtu. Secara etimologis hadis maqtu'adalah lawan Hadis mausul. Oleh karena itu,
mereka membedakannya dengan menyadarkannya kepada tabi'in.
2. Hadis Munqati'
KataAl-Inqita'(terputus) berasal dari kataAl-Qat(pemotongan) yang menurut bahasa berarti
memisahkan sesuatu dari yang lain. Dan kata inqita'merupakan akibatnya, yakni terputus.
Katainqita'adalah lawan kata ittisal(bersambung) danAl-Wasl.Yang dimaksud di sini adalah
gugurnya sebagaian rawi pada rangkaian sanad. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami
istilah ini dengan perbedaan yang tajam. Menurut kami, hal ini dikarenakan berkembangnya
pemakaian istilah tersebut dari masa ulama mutaqaddimin sampai masa ulama mutaakhirin.
Definisi Munqati'yang paling utama adalah definisi yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Abdil
Barr, yakni:
Artinya:
"Hadis Munqati adalah setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya, baik yang disandarkan
kepada Nabi SAW, maupun disandarkan kepada yang lain."
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
16/20
Definisi ini menjadikan hadis munqati'berbeda dengan hadis-hadis yang terputus sanadnya yang
lain. Dengan ketentuan "Salah seorang rawinya" defnisi ini tidak mencakup hadis mu'dal; dengan
kata-kata, "Sebelum sahabat" definisi ini tidak mencakup hadis mursal; dan dengan penjelasan kata-
kata "Tidak pada awal sanad" definisi ini tidak mencakup hadis muallaq.
Pengertian dan macam - macam IjtihadA. Pengrtian ijtihad
Ijtihad secara bahasa berasal dari kata al-jahd, al-juhd, ( ) dan ath-thaqat yang artinya yaitukesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau kemampuan (al-masyaqat). Oleh
sebab ituijtihad berarti usaha keras atau pengerahan daya upaya untuk mendapatkan sesuatu.
Sebaliknya, usaha yang tidak dilakukan secara maksimal (tidak mengunakan daya yang keras),
tidak disebut sebagai ijtihad. Sedangkan menurut istilah adalah suatu aktivitas untuk memperoleh
pengetahua hukum syara dari dalil terperinci dalam syariah.
Adapun pengertian ijtihad lainya adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Ijtihad Secara Terminologi
Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar hukum Islam) untuk
memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalilsyara (agama) kenyataan
menunjukkan bahwa ijtihad dilakukan di berbagai bidang, yang mencakup aqidah, muamalah ,dan
falsafat
2. Menurut Ibnu Hajib
Ijtihad adalah pengerahan segenap kemampuan yang dilakukan oleh seorang ahli fiqih untuk
mendapatkan suatu tahap dugaan kuat terhadap adanya sebuah ketetapan syariah.
3. Menurut Dr. Wahbah az- zuahily
Menyimpulkan bahwa ijtihad adalah upayah mengistimbatkan hukum - hukum syara dari dealil
dalilnya secara rinci
4. Menurut imam al-Ghazali
Bahwa ijtihad lebih umum dari qiyas karena kadang kadang ijtihad melakukan nalar yang mendalam
terhadap lafadz yang umum dan dalil- dalil selain qiyas
B. MACAM-MACAM IJTIHAD
Ijtihad di menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu sebagai berikut:
1. Ijma
http://sahabatachoi.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-macam-macam-ijtihad.htmlhttp://sahabatachoi.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-macam-macam-ijtihad.html5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
17/20
Ijma menurut bahasa arab berarti kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal, menurut istilah
ijma adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara dari suatu peristiwa setelah Rosul
wafat..Sebagai conth adalah setelah rosul meninggtal diperlukan pengangkatan pengganti beliau
yang disebut dengan kholifah. maka kaum muslimin pada waktu itu sepakat mengangkat Abu Bakar
sebagai kholifah pertama. Sekalipun paa mulanya ada yang tidak setuju dengan pegankatan beliau,
namun pada akhirnya semua kaum muslimin menyetujuinya.
2. Qias
Qias menurut bahasa berarti menyamakan , membandingkan atau mengukur seperti menyamakan
si A dengan si B karena keduanya memiliki tinggi yang sama, wajah yang sama dan berat yang
sama.Secara istilah qias adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada
dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan
hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu.
Contoh narkotika di Qiaskan dengan meminum khamar.
3. Istihsan
Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik, menurut istilah istihsan
adalah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang
ditetapkan berdasarkan dalil syara menuju hukum laindari peristiwa itu juga. karena ada suatu dalil
syara yang mengharuskan untuk meninggalkanya.
Contoh: Syari melarang terhadap jual beli benda yang ada atau mengadakan akad pada sesuatu
yang tidak ada. Namun ia memberi kemurahan secara istihsan pada pemesanan, sewa menyewa,
muzaroah, mukhobaroh dll. Semuanya itu adalah akd sedangkan sesuatu yang diakadkan tidak ada
pada waktu akad berlangsung. Segi istihsanya adalah kebutuhan manusia dan kebniasaan mereka.
4. Maslahah mursalah
adalah suatu kemaslahatan dimana syar;i tidak mensyariatkan sutau hukum ntuk merealisir
kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuanya atau pembatalanya.
Contoh kemaslahatn yang karenanya para sahabat mensyariatkan pengadaan
penjara,pencetakanmata uang, penetapan tanah pertanian, memungut pajak.
5. Urf
Menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal orang
banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang.
Contoh : saling pengertian manusia terhadap jual beli dengan cara saling memberikan tan pa
adanya sighot lafdliyah.
6. Istishab
Menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. secara istilah adalah menetapkan hokum
terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang menyebutkan atas
perubahan keadaan tersebut. Contoh : Apabila seoran mujtahid ditanyai tentang hukum sebuah
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
18/20
perjanjian dan ia tidak menemukan jawaban di nash dan tidak pula menemukan dalil syari yang
membicarakan hukumnya mala ia memutuskan dengan kebolehan perjanjian tersebut berdasar
kaidah : inna al ashlu fi syaiin al ibahah.
Ijtihad terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu:
1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,
Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath
yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum. Norma-
norma dan kaidah itu dapat diubahnya sendiri manakala dipandang perlu. Mujtahid dari tingkatanini
contohnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad yang terkenal dengan
sebutan Mazhab Empat.
2. Ijtihad Muntasib
Yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-
kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk menggali hukum dari sumbernya,
mereka memakai sistem atau metode yang telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan sendiri.
Mereka hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud dari norma-norma dan kaidah-kaidah
tersebut. Contohnya, dari mazhab Syafii seperti Muzany dan Buwaithy. Dari
madzhab Hanafi seperti Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf. Sebagian ulama menilai bahwa Abu
Yusuf termasuk kelompok pertama/mujtahid muthalaq/mustaqil.
3. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya
Disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan
madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbathimamnya, demikian juga mengenai hukum
furu/fiqih yang telah dihasilkan imamnya. Ijtihad mereka hanya berkisar pada masalah-masalah
yang memang belum diijtihadi imamnya, men-takhrij-kan pendapat imamnya dan menyeleksi
beberapa pendapat yang dinukil dari imamnya, mana yang shahih dan mana yang lemah.
Contohnya seperti Imam Ghazali dan Juwaini dari madzhab Syafii.
4. Ijtihad di bidang tarjih,
Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik dalam
satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih manadiantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai dengan kemaslahatan
sesuai dengan tuntunan zaman. Dalam mazhab Syafii, hal itu bisa kita lihat pada Imam Nawawi dan
Imam Rafii. Sebagian ulama mengatakan bahwa antara kelompok ketiga dan keempat ini sedikit
sekali perbedaannya; sehingga sangat sulit untuk dibedakan. Oleh karena itu mereka
menjadikannya satu tingkatan.10
. Fungsi Ijtihad
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
19/20
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam
kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada
perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat
masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan
Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masawaktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada
dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan
tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al
Hadits itu. Namun, jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada
ketentuannya dalam al-Quran dan al-Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan
ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al
Quran dan Al Hadist.
D. Kedudukan IjtihadBerbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak
absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk
pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak
berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat
yang lain.
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah
mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.
e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat,
kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada
ajaran Islam.
E. Hukum IjtihadUlama berpendapat, jika seorang Muslim dihadapkan kepada suatu peristiwa atau ditanya
tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum syara, maka hukum ijtihad bagi orang itu
bisa wajib ain, wajib kifayah, sunnah, atau haram, tergantung kepada kapasitas orang tersebut.
Pertama,bagi seorang Muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang diminta fatwa hukum atas
suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan hilang begitu saja tanpa kepastian
hukumnya, atau ia sendiri mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka
hukum ijtihad menjadiwajib ain.
Kedua, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahi yang diminta fatwa hukum atassuatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu lenyap dan selain dia masih
ada mujtahid lainnya, maka hukum ijtihad menjadi wajib kifayah. Artinya, jika semua mujtahid
tidak ada yang melakukan ijtihad atas kasus tersebut, maka semuanya berdosa. Sebaliknya, jika
salah seorang dari mereka melakukan ijtihad, maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka.
Ketiga,hukum berijtihad menjadi sunnah jika dilakukan atas persoalan-persoalan yang tidak atau
belum terjadi.Keempat, hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang
5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad
20/20
sudah jelas hukumnya secara qathi,baik dalam al-Quran maupun sunnah; atau ijtihad atas
peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara ijma.[16]
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16