0
Disusun Oleh:
1. HENDRA MUKTI WIBAWA 134060018276 2. NI LUH RIANDEWI 124060018008 3. ROCHMAD BUDIYONO 134060018292 4. TIKA PATRIANA 134060018298 5. YORE ISTI TOSAN AJI 134060018301
2014
KELOMPOK 6
KELAS 8 A DIV KURIKULUM KHUSUS BPKP
TUGAS SEMINAR AKUNTANSI PEMERINTAH AKUNTANSI ASET TETAP
1
AKUNTANSI ASET TETAP
A. DEFINISI ASET TETAP
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan
pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan yaitu jumlah kas atau setara kas yang telah
dan yang masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang masih
wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset tetap pada saat perolehan atau konstruksi
sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan.
Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan,
maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan
aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga
kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan
pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa perlatan, dan semua biaya lainnya yang
terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
Aset tetap seringnya merupakan suatu bagian utama aset pemerintah karena nilainya
yang signifikan dalam neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah:
1. Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas
lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor,
2. Hak atas tanah.
Aset yang dikuasai utuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah seperti bahan (materials)
dan perlengkapan (supplies) tidak termasuk dalam definisi aset tetap.
Aktivitas inventasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan
untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk
dalam setara kas.
B. KLASIFIKASI ASET TETAP
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam
aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah sebagai berikut:
1. Tanah
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dalam kondisi siap
dipakai.
2
Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode tertentu
untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak
pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah perolehan awal tanah,
pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut.
Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya dimungkinkan apabila
perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara
tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan
yang bersifat permanen.
2. Peralatan dan mesin;
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kedaraan bermotor, alat elektronik,
inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya
lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
3. Gedung dan bangunan;
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam
kondisi siap dipakai.
4. Jalan, irigasi, dan jaringan;
Jalan, Irigasi, Jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh
pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dalam kondisi siap
dipakai.
5. Aset tetap lainnya;
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
6. Konstruksi dalam pengerjaan;
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap (tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya) yang
sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum
selesai seluruhnya. Konstruksi dalam pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau
dibangun dan telah siap digunakan harus segera direklasifikasikan ke salah satu akun
yang sesuai dalam pos aset tetap. KDP dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan
setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai
dengan tujuan perolehannya.
3
Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah, tidak
memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai
tercatatnya.
Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan
sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Aset Bersejarah
SAP tidak mengharuskan pemerintah untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets)
di neraca, namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan
kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Beberapa karakteristik di bawah ini sering
dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah:
1. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh
dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
2. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
pelepasannya untuk dijual;
3. Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan
walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
4. Sulit untuk mengestimasi masa manfaatnya.
Aset bersejarah jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan
aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah social dan hukum bila
memanfaatkannya untuk tujuan tersebut. Biaya perolehan, konstruksi, peningkatan,
rekonstruksi harus dibebankkan daam laporan operasional sebagai beban tahun
terjadinya pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang
berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang
ada pada periode berjalan.
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah
selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bengunan bersejarah digunakan untuk ruang
perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset itu akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama
seperti aset tetap lainnya.
C. AKUNTANSI PEROLEHAN ASET TETAP
Pengakuan
Sesuai dengan klasifikasi Aset Tetap, suatu aset dapat diakui sebagai aset tetap apabila
berwujud dan memenuhi kriteria :
4
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;
Diperoleh/dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Pemerintah mengakui suatu aset tetap apabila aset tetap tersebut telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya, dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Oleh
karena itu, apabila belum ada bukti bahwa suatu aset dimiliki atau dikuasai oleh suatu
entitas maka aset tetap tersebut belum dapat dicantumkan di neraca. Prinsip pengakuan
aset tetap pada saat aset tetap ini dimiliki atau dikuasai berlaku untuk seluruh jenis aset
tetap, baik yang diperoleh secara individual atau gabungan, maupun yang diperoleh
melalui pembelian, pembangunan swakelola, pertukaran, rampasan, atau dari hibah.
Perolehan aset tetap melalui pembelian atau pembangunan pada umumnya didahului
dengan pengakuan belanja modal yang akan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah.
Dokumen sumber untuk merekam pembayaran ini adalah Surat Perintah Membayar dan
Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS). Jurnal pengakuan belanja modal
tersebut adalah:
Pada Satker K/L
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX
XXXXXX
Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Gedung dan
Bangunan
500 juta
100 juta
XXXXXX Piutang dari KUN 600 Juta
Pada Bendahara umum Negara
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX
XXXXXX
Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Gedung dan
Bangunan
500 juta
100 juta
XXXXXX Kas Umum Negara 600 Juta
Atas belanja modal tersebut, pemerintah akan memperoleh aset tetap yang harus
disajikan di neraca. Untuk memunculkan aset tetap di neraca dapat dilakukan dengan
cara membuat jurnal pendamping (korolari). Jurnal korolari ini merupakan jurnal ikutan
untuk setiap transaksi pendapatan, belanja, atau pembiayaan yang mempengaruhi pos-
5
pos neraca. Jurnal korolari untuk pengakuan perolehan aset tetap adalah sebagai
berikut:
Pada Satker K/L
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX
XXXXXX
Tanah
Gedung dan Peralatan
500 juta
100 juta
XXXXXX Diinvestasikan dalam Aset Tetap 600 Juta
Jurnal ini merupakan jurnal korolari atau ikutan pada saat mengakui belanja modal untuk
mengakui penambahan aset tetap yang bersangkutan.
Pengukuran Perolehan Aset Tetap
Aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah harus dinilai atau diukur untuk
dapat dilaporkan dalam neraca. Menurut SAP, aset tetap yang diperoleh atau dibangun
secara swakelola dinilai dengan biaya perolehan. Secara umum, yang dimaksud dengan
biaya perolehan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap
sampai dengan aset tetap tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan.
Hal ini dapat diimplementasikan pada aset tetap yang dibeli atau dibangun secara
swakelola.
Aset tetap yang tidak diketahui harga perolehannya disajikan dengan nilai wajar. Nilai
wajar adalah nilai tukar aset tetap dengan kondisi yang sejenis di pasaran pada saat
penilaian. Aset tetap yang berasal dari hibah, yang tidak diketahui harga perolehannya,
pemerintah dapat menggunakan nilai wajar pada saat perolehan.
Dalam PSAP Nomor 07 mengenai Akuntansi Aset Tetap, disebutkan bahwa biaya
perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea
impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset
tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang
dimaksudkan. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. biaya persiapan tempat;
b. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling
cost);
c. biaya pemasangan (installation cost);
d. biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
e. biaya konstruksi (biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik,
6
sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut).
Sedangkan yang tidak termasuk komponen biaya aset tetap adalah:
a. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya sepanjang biaya tersebut tidak dapat
diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke
kondisi kerjanya.
b. Biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa kecuali biaya tersebut perlu
untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
Tanah
Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 31, tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran,
penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus dikeluarkan
sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang
terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk
dimusnahkan.
Contoh: Pada tanggal 15 Juni 2009, Satker Kementerian/Lembaga X melakukan
pembelian sebidang tanah dari seorang warga yang akan dipergunakan untuk bangunan
kantor. Dalam perolehan tanah tersebut terdapat pengeluaran untuk nilai tanah Rp1,2
miliar, pajak Rp72 juta, biaya notaris dan balik nama Rp30 juta, honorarium panitia
pengadaan sebesar Rp6 juta rupiah dan panitia pemeriksa barang sebesar Rp5 juta
rupiah. Pengeluaran tersebut dianggarkan dalam belanja modal. Pembelian tersebut
dilakukan secara tunai.
Maka biaya perolehan tanah adalah sebesar:
Biaya perolehan Jumlah (Rp)
Harga beli tanah 1.200.000.000
Biaya notaris dan balik nama 30.000.000
Pajak 72.000.000
Honorarium Panitia Pengadaan 6.000.000
Honorarium Panitia Pemeriksa 5.000.000
Jumlah 1.313.000.000
Kemudian biaya perolehan sebesar Rp1.313.000.000 ini akan menjadi nilai aset tetap
tanah tersebut.
7
Peralatan dan Mesin
Berdasarkan PSAP 07, peralatan dan mesin dinilai dengan biaya perolehan atau nilai
wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. Biaya perolehan peralatan dan mesin
menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan
dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian,
biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan
mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
Pengukuran Peralatan dan Mesin harus memperhatikan kebijakan pemerintah mengenai
ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap. Kebijakan nilai satuan minimum
ini dapat berbeda-beda pada pemerintah daerah, sesuai dengan karakteristik daerah
masing-masing. Untuk Pemerintah Pusat, ketentuan mengenai nilai satuan minimum
mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 01/KMK.12/2001 tentang
Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan Negara dalam Sistem Akuntansi
Pemerintah, Diana nilai satuan minimum perolehan peralatan dan mesin adalah
Rp300.000. Dengan demikian jika biaya perolehan peralatan dan mesin kurang dari
Rp300.000, maka peralatan dan mesin tersebut tidak dapat diakui dan disajikan sebagai
aset tetap.
Contoh: Pada tanggal 20 Juni 2009, Satker Kementerian/Lembaga X melakukan
pembelian komputer sebanyak 10 unit. Nilai komputer tersebut adalah Rp70 juta, dan
selain itu terdapat biaya instalasi sebesar Rp1,1 juta. Selain itu dalam komponen belanja
modal terdapat honorarium panitia pelaksana kegiatan sebesar Rp2,4 juta, dan biaya
perjalanan dinas sebesar Rp500 ribu. Pembelian tersebut dilakukan secara tunai. Biaya
perolehan komputer adalah sebesar:
Biaya perolehan Jumlah (Rp)
Harga beli komputer 70.000.000
Biaya Instalasi 1.100.000
Honorarium Panitia Pelaksana 2.400.000
Biaya Perjalanan Dinas 500.000
Jumlah 74.000.000
Gedung dan Bangunan
Berdasarkan PSAP, biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh
biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh gedung
dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau
8
biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Apabila penilaian
Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Pengukuran Gedung dan Bangunan harus memperhatikan kebijakan pemerintah
mengenai ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap. Untuk Pemerintah
Pusat, kebijakannya sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
01/KMK.12/2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan Negara dalam
Sistem Akuntansi Pemerintah, yang mengatur bahwa nilai satuan minimum perolehan
gedung dan bangunan adalah Rp10.000.000. Artinya, jika nilai perolehan gedung dan
bangunan kurang dari Rp10.000.000, maka gedung dan bangunan tersebut tidak dapat
diakui dan disajikan sebagai aset tetap, namun tetap diungkapkan dalam Catatan Atas
Laporan Keuangan dan dalam Laporan BMN.
Contoh: Pada tanggal 20 April 2009, Satker ABC melakukan pembelian sebuah kompleks
gedung perkantoran dengan rincian: harga beli tanah Rp8 miliar, dan harga beli gedung
kantor Rp12 miliar, biaya notaris dan balik nama Rp60 juta, dan pajak Rp2 miliar.
Pembelian tersebut dilakukan secara tunai melalui SPM/SP2D LS.
Biaya perolehan gedung perkantoran, termasuk nilai tanahnya adalah sebesar:
Biaya perolehan Jumlah (Rp)
Harga beli tanah 8.000.000.000
Biaya beli gedung 12.000.000.000
Biaya notaris 60.000.000
Pajak 2.000.000.000
Jumlah 22.060.000.000
Untuk mengalokasikan biaya notaris, balik nama, dan pajak dapat dilakukan dengan rata-
rata tertimbang, sehingga nilai masing-masing tanah serta gedung dan bangunan adalah:
Tanah = Rp8 miliar + (Rp2.060.000.000 X 8/20) = Rp8.824.000.000.
Bangunan = Rp12 miliar + (Rp2.060.000.000 X 12/20) = Rp13.236.000.000.
Jalan, Irigasi dan Jaringan
Berdasarkan PSAP, biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh
biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh jalan,
irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya
konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan
tersebut siap pakai.
9
Untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan, tidak ada kebijakan Pemerintah mengenai nilai satuan
minimum kapitalisasi, sehingga berapa pun nilai perolehan Jalan, Irigasi, dan Jaringan
dikapitalisasi.
Aset Tetap Lainnya
Berdasarkan PSAP, biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya
yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut
sampai siap pakai. Termasuk dalam kategori Aset Tetap Lainnya adalah Aset Tetap-
Renovasi, yaitu biaya renovasi atas aset tetap yang bukan miliknya, dan biaya partisi
suatu ruangan kantor yang bukan miliknya.
Apabila renovasi aset tetap tersebut meningkatkan manfaat ekonomik aset tetap
misalnya perubahan fungsi gedung dari gudang menjadi ruangan kerja dan kapasitasnya
naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi. Apabila
renovasi atas aset tetap yang disewa tidak menambah manfaat ekonomi, maka dianggap
sebagai Belanja Operasional. Aset Tetap-Renovasi diklasifikasikan ke dalam Aset Tetap
Lainnya.
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya dalam hal ini Aset Tetap Renovasi, meliputi biaya
langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa
peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, pajak, dan jasa
konsultan.
Perolehan Secara Gabungan
Ada kalanya aset tetap diperoleh secara gabungan. Yang dimaksud dengan gabungan di
sini adalah perolehan beberapa aset tetap namun harga yang tercantum dalam faktur
adalah harga total seluruh aset tetap tersebut. Cara penilaian masing-masing aset tetap
yang diperoleh secara gabungan ini adalah dengan menghitung berapa alokasi nilai total
tersebut untuk masing-masing aset tetap dengan membandingkannya sesuai dengan
nilai wajar masing-masing aset tetap tersebut di pasaran.
Contoh Kasus Perolehan Secara Gabungan
Pemerintah Daerah X membeli 1 buah meja rapat dan 10 buah kursi dengan harga
Rp15.000.000,00. Harga pasar meja Rp10.000.000,00, sedangkan 1 buah kursi
Rp1.000.000. Atas transaksi ini harga perolehan meja dicatat dengan nilai sebesar
Rp7.500.000,00 (10/20 x 15), sedangkan kursi masing-masing dicatat dengan nilai
Rp750.000 (1/20 x 15).
10
Perolehan melalui Pertukaran Aset Tetap
Pemerintah dimungkinkan untuk saling bertukar aset tetap baik yang serupa maupun
yang tidak. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pemerintah perlu melakukan
pertukaran, yaitu:
Adanya aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan yang lokasinya tidak sesuai
dengan tata ruang/tata kota;
Adanya aset tetap yang tidak dimanfaatkan secara optimal;
Upaya penyatuan aset tetap yang loksasinya terpencar;
Pelaksanaan rencana strategis pemerintah;
Adanya aset tetap selain tanah dan/atau bangunan yang sudah usang; dan
Tidak tersedia dananya dalam APBN untuk pengadaan baru.
Permasalahan utama apabila suatu aset dipertukarkan adalah bagaimana cara
penilaiannya.
Apabila aset tetap ditukar dengan aset tetap yang yang tidak serupa atau aset lainnya,
maka aset tetap yang baru diperoleh tersebut dinilai berdasarkan nilai wajarnya, yang
terdiri atas nilai aset tetap yang lama ditambah jumlah uang yang harus diserahkan untuk
mendapatkan aset tetap baru tersebut.
Misal aset tetap Pemda A berupa sepeda motor senilai Rp10.000.000,00 ditukar dengan
aset tetap Pemda B berupa mesin fotocopy dengan nilai Rp7.500.000,00 dan
memperoleh tambahan kas sebesar Rp2.000.000,00. Atas pertukaran tersebut, Pemda A
mencatat penghapusan motor senilai Rp10.000.000,00, penambahan kas karena
pendapatan lain-lain senilai Rp2.000.000,00, dan perolehan mesin foto copy senilai
Rp7.500.000,00. Sedangkan Pemda B mencatat penghapusan aset tetap mesin fotocopy
senilai Rp7.500.000,00, pengurangan kas karena belanja modal senilai Rp2.000.000,00
dan perolehan aset tetap berupa sepeda motor dengan nilai Rp9.500.000,00.
Apabila suatu aset tetap ditukar dengan aset yang serupa, yang memiliki manfaat yang
serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa, atau kepemilikan aset yang serupa, maka
tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru
diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas.
Contoh transaksi untuk kasus ini adalah komputer senilai Rp7.000.000,00 ditukar dengan
komputer yang sama dan senilai, maka pencatatan yang harus dilakukan adalah
menghapus komputer yang lama senilai Rp7.000.000,00 dan mencatat perolehan
komputer yang baru senilai Rp7.000.000,00.
11
Aset Donasi
Donasi merupakan sumbangan kepada pemerintah tanpa persyaratan. Aset Tetap yang
diperoleh dari donasi (sumbangan) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
Donasi/hibah baik dalam bentuk uang maupun barang dicatat sebagai pendapatan hibah
dan harus dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran. Jika donasi/hibah ini dalam
bentuk uang tidak akan terjadi permasalahan. Lain halnya dengan hibah dalam bentuk
barang. Perlakuan untuk hibah dalam bentuk barang ini adalah dengan menganggap
seolah-olah ada uang kas masuk sebagai pendapatan hibah, kemudian uang tersebut
dibelanjakan aset tetap yang bersangkutan. Untuk keperluan administrasi anggaran akan
diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pengesahan sebesar nilai barang
yang diterima. Dengan demikian, jurnal yang harus dibuat meliputi 3 jurnal yaitu
pengakuan pendapatan, belanja modal, dan jurnal pengakuan aset tetap. Jurnal
pengakuan pendapatan dan belanja modal akan mempengaruhi laporan realisasi
anggaran, sedangkan jurnal pengakuan aset mempengaruhi neraca.
Contoh Kasus Hibah Dalam Bentuk Barang
Pemda Kabupaten XY menerima hibah aset tanah dari warga yang diperuntukkan bagi
gedung sekolah dasar. Berdasarkan berita acara serah terima dan berita acara hibah,
SKPD yang menerima tanah tersebut adalah SKPD YX. Tanah tersebut diketahui
merupakan tanah warisan keluarga dan nilai wajar untuk tanah tersebut pada tanggal
penyerahan adalah Rp500.000.000.
Berdasarkan Kebijakan akuntansi yang ditetapkan oleh Pemda bersangkutan aset hibah
tersebut hanya boleh diterima oleh Bupati selaku pimpinan tertinggi entitas pelaporan.
Selanjutnya, bupati akan menyerahkan penguasaan dan pengelolan aset dimaksud
kepada satker SKPD YX yang secara struktural diberi tugas dan kewenangan untuk
mengelola aset dimaksud. Dengan demikian, transaksi penerimaan hibah dimaksud akan
dicatat dalam Jurnal SKPKD, selaku pusat pembukuan entitas pelaporan, dan SKPD YX,
selaku entitas akuntansi, seperti diilustrasikan berikut ini:
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX RK-PPKD 500 juta
XXXXXX Pendapatan Hibah 500 Juta
Selanjutnya, sehubungan dengan penyerahan pengelolaan aset hibah oleh Bupati
kepada kepada satker, maka SKPKD akan mencatat dengan jurnal sebagai berikut:
12
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX Belanja Modal-Tanah 500 juta
XXXXXX RK-PPKD 500 Juta
SKPD YX yang menerima penyerahan pengelolaan tanah hibah dari Bupati akan mencatat aset
dimaksud dengan jurnal sebagai berikut:
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX Tanah 500 juta
XXXXXX Diinvesasikan dalam Aset
Tetap
500 Juta
Aset Bersejarah
Aset bersejarah merupakan aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah yang
karena umur dan kondisinya aset tetap tersebut harus dilindungi oleh peraturan yang
berlaku dari segala macam tindakan yang dapat merusak aset tetap tersebut. Lazimnya,
suatu aset tetap dikategorikan sebagai aset bersejarah jika mempunyai bukti tertulis
sebagai barang/bangunan bersejarah.
Barang/bangunan peninggalan sejarah tersebut sulit ditaksir nilai wajarnya. Oleh karena
itu dalam SAP diatur bahwa aset bersejarah tidak disajikan di neraca tetapi cukup
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini pun
hanya mencantumkan kuantitas fisiknya saja tanpa nilai perolehannya.
Apabila aset bersejarah tersebut masih dimanfaatkan untuk operasional pemerintah,
misalnya untuk ruang perkantoran, maka perlakuannya sama seperti aset tetap lainnya,
yaitu dicantumkan di neraca dengan nilai wajarnya.
D. AKUNTANSI PEMELIHARAAN ASET TETAP
Setelah aset diperoleh, Pemerintah masih melakukan pengeluaran-pengeluaran yang
berhubungan dengan aset tersebut. Pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat berupa
biaya pemeliharaan ataupun biaya rehabilitasi atau renovasi. Pengeluaran yang dapat
memberikan manfaat lebih dari satu tahun (memperpanjang manfaat aset tersebut dari
yang direncanakan semula atau peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan
kinerja) disebut dengan pengeluaran modal (capital expenditure) sedangkan pengeluaran
yang memberikan manfaat kurang dari satu tahun (termasuk pengeluaran untuk
mempertahankan kondisi aset tetap) disebut dengan pengeluaran pendapatan (revenue
expenditure).
13
Pembedaan antara capital atau revenue expenditure selain dari menambah manfaat atau
tidak juga dapat dilhat dari besarnya jumlah pengeluaran. Sebuah pembelian inventaris
berupa jam dinding seharga Rp20.000,00 misalnya harus dicatat sebagai pengeluaran
untuk aset tetap karena jam dinding tersebut dapat digunakan lebih dari satu tahun. Akan
tetapi karena nilainya yang kecil tidak mungkin mencatat dan memperlakukan biaya
tersebut seperti biaya perolehan aset yang besar. Untuk itu pemerintah harus
menentukan batasan pengeluaran untuk memperoleh aset yang dapat dimanfaatkan
lebih dari satu tahun yang dapat diklasifikasi sebagai aset tetap. Batasan ini disebut juga
dengan capitalization threshold (nilai satuan minimum kapitalisasi aset).
Belanja Pemeliharaan menurut buletin teknis nomor 04 adalah pengeluaran yang
dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke
dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja
Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan
bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan
sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
Lampiran II.08 Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap paragraf 50
disebutkan bahwa pengeluaran yang dapat di kapitalisasi merupakan “Pengeluaran
setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau
yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang
dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus
ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan”.
Berdasarkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor PER-33/PB/2008 tentang
Pedoman Penggunaan Akun Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja
Modal pada Lampiran I huruf E angka 4 disebutkan bahwa “Belanja Pemeliharaan yang
dikeluarkan setelah perolehan aset tetap yang menambah dan memperpanjang masa
manfaat dan/atau kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan
datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus
dikapitalisasi ke dalam Belanja Modal dan masuk ke dalam laporan keuangan sebagai
penambahan nilai aset tetap dan diberikan penjelasan di dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.”
Berdasarkan Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan nomor 120/PMK.06/2007
tentang Penatausahaan BMN bahwa Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap
adalah pengeluaran pengadaan baru dan penambahan nilai aset tetap dari hasil
pengembangan, reklasifikasi, renovasi, dan restorasi, meliputi :
14
1. pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin, dan alat olah raga yang sama
dengan atau lebih dari Rp 300.000 (tiga ratus ribu rupiah)
2. pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang sama dengan atau lebih dari
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dasar untuk dapat
digolongkan sebagai belanja/beban pemeliharaan tidak hanya di lihat dari jenis belanja
yang digunakan melainkan dari jenis pekerjaan dan nilai yang dibelanjakan, dengan kata
lain suatu belanja pemeliharaan memenuhi syarat :
1. Pengeluaran tersebut tidak rnengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas,
kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki
2. Pengeluaran tersebut tidak memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset
tetap/aset lainnya.
Pada dasarnya, memisahkan biaya pemeliharaan semacam ini tidaklah mudah,
mengingat perawatan rutin tidak akan menambah umur manfaat aktiva, tapi jika tidak
dirawat maka akan memperpendek umur aktiva, sebagai contoh perawatan mobil.
Adapun kegiatan-kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan pemeliharaan aktiva
tetap adalah sebagai berikut :
1. Pemeliharaan (maintenance)
Pemeliharan atau maintenance merupakan tindakan atau aktivitas yang ditujukan
hanya untuk membuat suatu aktiva tetap berfungsi sebagaimana mestinya, dan
pengeluaran yang timbul hendaknya dibebankan (dijadikan biaya) pada periode yang
sama.
2. Perbaikan (repairment)
Perbaikan atau repairment diperhitungkan sebagai aktivitas yang lebih besar
dibandingkan dengan pemeliharaan. Dikatakan perbaikan apabila; untuk membuat
aktiva tersebut berfungsi sebagaimana mestinya diperlukan tindakan pemulihan
kondisi atas bagian atau sparepart atau komponen yang mengalami penurunan fungsi,
akan tetapi belum diperlukan suatu penggantian.
3. Penggantian Komponen (replacement)
Istilah penggantian komponen (replacement) jelas artinya. Ditandai dengan adanya
penggantian atas satu komponen atau lebih dari suatu aktiva tetap.
4. Peningkatan Kapasitas (up-grading)
Pada fase pertumbuhan perusahaan, biasanya disertai dengan peningkatan produksi,
sebagai konsekuensinya, tidak jarang perusahaan harus melakukan upgrade
(peningkatan kapasitas) terhadap aktiva tetap yang digunakan (entah itu mesin,
15
peralatan bahkan gedungnya). Atas suatu up grading, tentu akan memicu adanya
pengeluaran-pengeluaran yang biasanya cukup material.
5. Turun Mesin (over haul)
Istilah turun mesin atau overhaul terjadi pada aktiva tetap yang bekerjanya
menggunakan mesin. Misalnya; kendaraan, mesin produksi, peralatan produksi.
Dikatakan mengalami turun mesin apabila untuk membuatnya berfungsi lebih baik,
diperlukan tindakan pembongkaran terhadap hampir seluruh komponen atau
komponen utama dari aktiva tersebut, untuk kemudian dilakukan pemasangan
kembali. Pada proses turun mesin hampir pasti akan terjadi sekaligus tindakan
pemeliharaan, perbaikan, penggantian komponen. Turun mesin biasanya terjadi
disaat-saat aktiva tersebut mengalami penurunan fungsi (kapasitas) yang sangat
signifikan akibat penggunaan yang sudah relatif lama. Aktifitas turun mesin sudah
pasti akan membuat umur ekonomis aktiva tersebut menjadi bertambah. Untuk itu,
pengeluaran-pengeluaran yang timbul hendaknya dikapitalisasi.
Mengenai pemisahan biaya pemeliharaan yang akan dibebankan pada periode terjadinya
atau dikapitalisasi, berikut ini faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk
mendeterminasi apakah suatu pengeluaran dalam masa penggunaan aktiva dibebankan
atau dikapitalisasi :
1. Tingkat Keseringan
Jika jenis pengeluaran tersebut sering terjadi dan sifatnya rutin (repetitive), maka
sebaiknya pengeluaran tersebut dibiayakan, begitu pula sebaliknya.
2. Materialitas
Jika pengeluaran tersebut sifatnya material, maka sebaiknya dikapitalisasi, jika tidak
maka dibebankan (silahkan diukur dengan membandingkan antara pengeluaran yang
terjadi dengan harga perolehan aktiva).
3. Lama Manfaat
Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan memberikan manfaat lebih dari satu
tahun buku, maka sebaiknya dikapitalisasi, jika hanya satu tahun buku atau kurang,
sebaiknya dibebankan diperiode yang sama.
4. Pengaruhnya terhadap Umur Ekonomis atau Kapasitas
Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan menambah umur ekonomis atau
meningkatkan kapasitas,maka sebaiknya di kapitalisasi, demikian sebaliknya.
Contoh : pada tanggal 7 Februari 2010 Satker A membayar biaya pengecatan gedung
sebesar Rp10 juta,-. Berdasarkan basis kas menuju akrual, jurnal yang dibuat untuk
membukukan transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
16
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX Belanja Barang-Pemeliharaan 10 juta
XXXXXX Piutang dari KUN 10 Juta
Sedangkan untuk basis akrual, jurnal yang dibuat (misanya belum dibayar) adalah :
Kode Akun Uraian Debit Kredit
XXXXXX Beban Pemeliharaan 10 juta
XXXXXX Utang kepada pihak ketiga 10 Juta
Melihat jurnal tersebut, dpat disimpulkan bahwa nilai belanja pemeliharaan yang muncul
di LRA belum tentu akan sama dengan beban pemeliharaan di LO, mengingat perbedaan
waktu pengakuan.
Suatu satuan kerja (pada K/L atau SKPD) dapat melakukan perbaikan/renovasi aset
tetap yang dimiliki dan/atau dikuasainya. Renovasi dapat dilakukan terhadap semua
barang milik dalam kelompok aset tetap, namun demikian renovasi terhadap akun tanah
dan akun aset tetap lainnya jarang ditemukan. Apabila aset tetap yang dimiliki dan/atau
dikuasai suatu K/L atau SKPD direnovasi dan memenuhi kriteria kapitalisasi aset tetap,
maka renovasi tersebut umumnya dicatat dengan menambah nilai perolehan aset tetap
yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan paragraf 50 PSAP 07, yaitu: Pengeluaran setelah perolehan
awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan
besar memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk
kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan
pada nilai tercatat aset yang bersangkutan.
Namun demikian, dalam hal aset tetap yang direnovasi tersebut memenuhi kriteria
kapitalisasi dan bukan milik suatu satker atau SKPD, maka renovasi tersebut dicatat
sebagai aset tetap lainnya. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan renovasi umumnya
adalah belanja modal aset terkait. Biaya perawatan sehari-hari untuk mempertahankan
suatu aset tetap dalam kondisi normalnya, termasuk di dalamnya pengeluaran untuk
17
suku cadang, merupakan pengeluaran yang substansinya adalah kegiatan pemeliharaan
dan tidak dikapitalisasi meskipun nilainya signifikan.
Berdasarkan obyeknya, renovasi aset tetap di lingkungan satuan kerja K/L atau SKPD
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Renovasi aset tetap milik sendiri
Renovasi aset tetap milik sendiri merupakan perbaikan aset tetap dilingkungan satuan
kerja pada K/L atau SKPD yang memenuhi syarat kapitalisasi. Renovasi semacam ini
akan dicatat sebagai penambah nilai perolehan aset tetap terkait. Apabila sampai
dengan tanggal pelaporan renovasi tersebut belum selesai dikerjakan, atau sudah
selesai pengerjaannya namun belum diserahterimakan, maka akan dicatat sebagai
KDP.
2. Renovasi aset tetap bukan milik-dalam lingkup entitas pelaporan
Renovasi aset tetap dalam lingkup ini mencakup perbaikan aset tetap bukan milik
suatu satuan kerja atau SKPD yang memenuhi syarat kapitalisasi namun masih dalam
satu entitas pelaporan. Lingkup renovasi jenis ini meliputi :
a. Renovasi aset tetap milik satuan kerja lain dalam satu K/L
b. Renovasi aset tetap milik satuan kerja K/L lain
c. Renovasi aset tetap milik UPTD lain dalam satu SKPD
d. Renovasi aset tetap milik SKPD lain.
Renovasi semacam ini, pada satuan kerja yang melakukan renovasi tidak dicatat
sebagai penambah nilai perolehan aset tetap terkait karena kepemilikan aset tetap
tersebut ada pada pihak lain. Renovasi tersebut apabila telah selesai dilakukan
sebelum tanggal pelaporan akan dibukukan sebagai aset tetap lainnya-aset renovasi
dan disajikan di neraca sebagai kelompok aset tetap. Apabila sampai dengan tanggal
pelaporan renovasi tersebut belum selesai dikerjakan, atau sudah selesai
pengerjaannya namun belum diserahterimakan, maka akan dicatat sebagai konstruksi
dalam pengerjaan.
Pada akhir tahun anggaran, aset renovasi ini seyogyanya diserahkan pada pemilik.
Mekanisme penyerahannya mengikuti peraturan yang berlaku. Jika dokumen sumber
penyerahan tersebut (sebagaiman dijelaskan pada bab terdahulu) telah diterbitkan
maka aset tetap renovasi tersebut dieliminasi dari neraca dan satuan kerja K/L atau
SKPD pemilik akan mencatat dan menambahkannya sebagai aset tetap terkait.
Namun apabila sampai dengan akhir periode pelaporan aset renovasi ini belum juga
diserahkan, maka K/L atau SKPD yang melakukan renovasi terhadap aset tersebut
tetap akan mencatat sebagai Aset Tetap Lainnya-Aset Renovasi.
18
3. Renovasi aset tetap bukan milik-diluar lingkup entitas pelaporan.
Renovasi aset tetap dalam lingkup ini mencakup perbaikan aset tetap bukan milik
suatu satuan kerja K/L atau SKPD, di luar entitas pelaporan yang memenuhi syarat
kapitalisasi. Lingkup renovasi jenis ini meliputi:
a. Renovasi aset tetap milik pemerintah lainnya
b. Renovasi aset tetap milik pihak lain, selain pemerintah (swasta, BUMN/D, yayasan,
dan lain-lain).
Renovasi semacam ini, pengakuan dan pelaporannya serupa dengan renovasi aset
bukan milik-dalam lingkup entitas pelaporan, yaitu bahwa pada satuan kerja yang
melakukan renovasi tidak dicatat sebagai penambah nilai perolehan aset tetap terkait
karena kepemilikan aset tetap tersebut ada pada pihak lain. Apabila renovasi aset
tersebut telah selesai dilakukan sebelum tanggal pelaporan akan dibukukan sebagai
aset tetap lainnya-aset renovasi dan disajikan di neraca sebagai kelompok aset tetap.
Apabila sampai dengan tanggal pelaporan renovasi tersebut belum selesai dikerjakan,
atau sudah selesai pengerjaannya namun belum diserahterimakan, maka akan dicatat
sebagai KDP.
Pada akhir masa perjanjian pinjam pakai atau sewa, aset renovasi ini seyogyanya
diserahkan pada pemilik. Mekanisme penyerahannya mengikuti peraturan yang
berlaku. Jika dokumen sumber penyerahan tersebut (sebagaiman dijelaskan pada bab
terdahulu) telah diterbitkan maka aset tetap renovasi tersebut dieliminasi dari neraca
dan satuan kerja K/L atau SKPD pemilik akan mencatat dan menambahkannya
sebagai aset tetap terkait.
E. AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan
Barang Milik Negara Berupa Aset tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat, yang dimaksud
dengan penyusutan aset tetap adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan
kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Sedangkan menurut PP 71 tahun 2010,
penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat
disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang bersangkutan. Aset
tetap yang disusutkan adalah aset tetap yang berada dalam penguasaan Pengelola
Barang dan Pengguna Barang, termasuk yang sedang dimanfaatkan dalam rangka
pengelolaan BMN. Tujuan penyusutan aset tetap antara lain:
1. menyajikan nilai Aset Tetap secara wajar sesuai dengan manfaat ekonomi aset dalam
laporan keuangan pemerintah pusat
19
2. mengetahui potensi BMN dengan memperkirakan sisa Masa Manfaat suatu BMN yang
masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam beberapa tahun ke depan
3. memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam
menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk mengganti atau
menambah Aset Tetap yang sudah dimiliki.
Objek Penyusutan
Penyusutan dilakukan terhadap Aset Tetap berupa gedung dan bangunan, peralatan dan
mesin, jalan, irigasi, dan jaringan, dan Aset Tetap lainnya berupa Aset Tetap renovasi
dan alat musik modern. Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya dalam
neraca berupa Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle disusutkan
sebagaimana layaknya Aset Tetap.
Penyusutan tidak dilakukan terhadap:
1. Aset Tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah dan telah
diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusannya.
2. Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan/atau usang yang telah diusulkan kepada
Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusan.
Nilai yang Dapat Disusutkan
Nilai yang dapat disusutkan pertama kali merupakan nilai buku yaitu nilai yang tercatat
dalam pembukuan per 31 Desember 2012 untuk Aset Tetap yang diperoleh sampai
dengan 31 Desember 2012. Untuk Aset Tetap yang diperoleh setelah 31 Desember
2012, nilai yang dapat disusutkan merupakan nilai perolehan atau dalam hal nilai
perolehan tidak diketahui, digunakan nilai wajar yang merupakan nilai estimasi.
Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat penambahan atau
pengurangan kualitas dan/atau nilai Aset Tetap, maka penambahan atau pengurangan
tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan, yaitu meliputi penambahan
dan pengurangan yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan, misalnya terkait renovasi, restorasi, dan overhaul.
Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat koreksi nilai Aset Tetap yang
disebabkan oleh kesalahan dalam pencantuman nilai yang diketahui di kemudian hari,
maka dilakukan penyesuaian terhadap Penyusutan Aset Tetap tersebut yang meliputi
penyesuaian atas nilai yang dapat disusutkan dan nilai akumulasi penyusutan.
Metode Penyusutan
Menurut PP 71 tahun 2010, metode penyusutan antara lain:
1. Metode garis lurus
2. Metode saldo menurun ganda
20
3. Metode unit produksi
Sesuai PMK 1 tahun 2013, penyusutan aset tetap dilakukan dengan menggunakan
metode garis lurus, yaitu dengan mengalokasikan nilai yang dapat disusutkan dari Aset
Tetap secara merata setiap semester selama Masa Manfaat. Penentuan nilai yang dapat
disusutkan dilakukan untuk setiap unit Aset Tetap tanpa ada nilai residu. Formula metode
Garis Lurus tersebut diformulasikan sebagai berikut:
Nilai yang dapat disusutkan
Penyusutan per Periode = Masa Manfaat
Berdasarkan metode garis lurus, penyusutan nilai aset tetap dilakukan dengan
mengalokasikan penurunan nilai secara merata selama periode masa manfaatnya.
Penyajian dan Pengungkapan
Penyusutan Aset Tetap setiap semester disajikan sebagai akumulasi penyusutan di
Neraca periode berjalan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas
Menuju Akrual dan diakumulasikan setiap semester yang disajikan dalam akun
Akumulasi Penyusutan. Akumulasi Penyusutan merupakan pengurang pos Aset Tetap
dan pengurang nilai pos Diinvestasikan Dalam Aset Tetap di Neraca. Sedangkan pada
basis akrual nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang
nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan dicatat sebagai beban penyusutan dalam
laporan operasional.
Informasi mengenai Penyusutan Aset Tetap diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan yang sekurang-kurangnya memuat:
1. nilai penyusutan
2. metode penyusutan yang digunakan
3. masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
4. nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
Aset Tetap yang seluruh nilainya telah disusutkan dan secara teknis masih dapat
dimanfaatkan tetap disajikan di neraca dengan menunjukkan nilai perolehan dan
akumulasi penyusutannya dan dicatat dalam kelompok Aset Tetap serta diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Jurnal Standar Penyusutan
Jika entitas pelaporan menggunakan basis akrual besarnya penyusutan untuk suatu
tahun akan dicatat dengan mendebit akun beban penyusutan dan mengkredit akun
akumulasi penyusutan. Saldo akun beban penyusutan pada akhir tahun akan dilaporkan
sebagai beban operasional dalam Laporan Operasional (LO), sementara itu saldo akun
akumulasi penyusutan (yang menunjukkan besarnya penyusutan dari awal pemakaian
21
aset tetap tersebut sampai akhir tahun yang berjalan) dilaporkan di neraca sebagai
pengurang dari nilai perolehan aset tetap yang bersangkutan.
Beban penyusutan xxx
Akumulasi penyusutan xxx
Jika entitas pelaporan menerapkan dasar kas menuju akrual, entitas pelaporan tidak
menyusun laporan operasional, oleh karena itu besarnya penyusutan untuk setiap tahun
akan diperlakukan dengan mendebit akun “Diinvestasikan dalam aset tetap” dan
mengkredit akun Akumulasi Penyusutan. Akun Diinvestasikan dalam aset tetap adalah
akun ekuitas sehingga jika akun ini didebit berarti mengurangi jumlah ekuitas. Sementara
itu akun akumulasi penyusutan adalah akun pengurang dari akun aset tetap sehingga jika
akun ini dikredit, maka nilai aset tetap secara neto telah berkurang. Dengan demikian
dapat dikatakan dengan dasar Kas menuju akrual, besarnya penyusutan diperlakukan
sebagai pengurangan terhadap aset dan ekuitas.
Diinvestasikan dalam aset tetap xxx
Akumulasi penyusutan xxx
F. AKUNTANSI PENGHENTIAN/PENGHAPUSAN ASET TETAP
Penghentian Aset Tetap
Aset Tetap diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung kegiatan
operasional pemerintah atau untuk dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Namun
demikian, pada saatnya suatu aset tetap harus dihentikan dari penggunaannya.
Beberapa keadaan dan alasan penghentian aset tetap antara lain:
1. Penjualan aset tetap
2. Pertukaran dengan aset tetap lainnya
3. Berakhirnya masa manfaat aset tetap sehingga perlu diganti dengan aset tetap yang
baru
Secara umum, penghentian aset tetap dilakukan pada saat dilepaskan atau aset tetap
tersebut tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari
penggunaan atau pelepasannya.
Bila aset tetap sudah rusak berat dan tidak dapat digunakan lagi maka aset tetap
tersebut akan dihapuskan dari pembukuan. Proses penghapusan seringkali memerlukan
waktu yang cukup lama, maka sementara menunggu surat keputusan penghapusan terbit
aset yang rusak atau tidak dapat digunakan lagi dinyatakan dihentikan penggunaannya
dalam SIMAK-BMN. Kondisi rusak berat pada aset tetap antara lain adalah sebagai
berikut :
22
Jenis Aset Tetap Kondisi Rusak Berat
Barang bergerak Apabila kondisi barang tersebut tidak utuh dan tidak
berfungsi lagi atau memerlukan perbaikan
besar/penggantian bagian utama/komponen pokok,
sehingga tidak ekonomis untuk diadakan
perbaikan/rehabilitasi.
Tanah Apabila kondisi tanah tersebut tidak dapat lagi
dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya karena adanya bencana alam, erosi dan
sebagainya.
Jalan dan
Jembatan
Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan tidak
utuh/tidak
berfungsi dengan baik dan memerlukan perbaikan dengan
biaya besar.
Gedung dan
Bangunan
Apabila bangunan tersebut tidak utuh dan tidak dapat
dipergunakan lagi.
Apabila suatu aset tetap dihentikan dari penggunaannya, baik karena dipindahtangankan
maupun karena berakhirnya masa manfaat/tidak lagi memiliki manfaat ekonomi, maka
pencatatan akun aset tetap yang bersangkutan harus ditutup. Aset tetap yang secara
permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap, dalam neraca SIMAK-BMN direklasifikasi
ke dalam akun Aset Tetap yang Tidak Digunakan dalam Operasi Pemerintahan dan
termasuk dalam pos Aset Lainnya.
Dalam hal penghentian aset tetap merupakan akibat dari pemindahtanganan dengan
cara dijual atau dipertukarkan sehingga pada saat terjadinya transaksi belum seluruh nilai
buku aset tetap yang bersangkutan habis disusutkan, maka selisih antara harga jual atau
harga pertukarannya dengan nilai buku aset tetap terkait diperlakukan sebagai
penambah atau pengurang ekuitas dana. Penerimaan kas akibat penjualan dibukukan
sebagai pendapatan dan dilaporkan pada Laporan Realisasi Anggaran. Namun jika
penghentian suatu aset tetap akibat dari proses pemindahtanganan berupa hibah atau
penyertaan modal negara/daerah, maka akun aset tetap dan ekuitas dana akan
dikurangkan dari pembukuan sebesar nilai buku dan tidak menimbulkan pendapatan.
23
Penghapusan Aset Tetap
Menurut PMK Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara,
penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang
dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari
tanggung jawab administrasi dan fisik barang yang berada dalam penguasaannya.
Persyaratan penghapusan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan adalah
sebagai berikut :
1. Memenuhi persyaratan teknis:
a. secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis
apabila diperbaiki;
b. secara teknis barang tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi;
c. barang telah melampaui batas waktu kegunaannya/kadaluarsa;
d. barang mengalami perubahan dalam spesifikasi karena penggunaan, seperti
terkikis, aus, dan lain-lain sejenisnya; atau
e. berkurangnya barang dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/susut
dalam penyimpanan/pengangkutan.
2. Memenuhi persyaratan ekonomis, yaitu lebih menguntungkan bagi negara apabila
barang dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar
daripada manfaat yang diperoleh; atau
3. Barang hilang, atau dalam kondisi kekurangan perbendaharaan atau kerugian karena
kematian hewan atau tanaman.
Persyaratan penghapusan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan adalah
sebagai berikut:
1. Barang dalam kondisi rusak berat karena bencana alam atau karena sebab lain diluar
kemampuan manusia (force majeure);
2. Lokasi barang menjadi tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)
karena adanya perubahan tata ruang kota;
3. Sudah tidak memenuhi kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas;
4. Penyatuan lokasi barang dengan barang lain milik negara dalam rangka efisiensi; atau
pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pertahanan.